ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA
PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN
PESERTA BPJS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. MOEWARDI TAHUN 2014
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
ALISA PRIHARSI
K 100110045
FAKULTAS FARMASI
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA ANTIDIABETIK ORAL PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN PESERTA BPJS
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI TAHUN 2014
ANALYSIS OF COST EFFECTIVENESS IN PATIENTS ORAL ANTIDIABETIC TYPE 2 DIABETES MELLITUS OUTPATIENT BPJS PARTICIPANTS IN THE GENERAL
HOSPITAL DR. MOEWARDI 2014
Alisa Priharsi*, Nurul Mutmainah dan Suharsono Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan Kartasura Surakarta 57102
*E-mail : alisapriharsi@gmail.com
ABSTRAK
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan terapi pengobatan yang lama dan membutuhkan biaya yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas biaya antidiabetik oral pada pasien diabetes melitus tipe 2 peserta BPJS di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang dirancang dengan metode deskriptif melalui studi retrospektif dari rekam medis pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan peserta BPJS yang mendapat terapi antidiabetik oral di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2014. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 45 pasien. Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan menghitung biaya medik langsung. Efektivitas terapi diukur berdasarkan hasil kadar gula darah mencapai target minimal selama 3 bulan. Hasil penelitian menunjukkan antidiabetik oral yang banyak digunakan adalah glikuidon dari golongan sulfonilurea dengan presentase sebesar 80%. Efektivitas terapi tertinggi yaitu golongan Biguanid dengan presentase sebesar 58,33% dan efektivitas terendah adalah golongan Sulfonilurea dengan presentase sebesar 14,81%. Biaya antidiabetik oral yang paling rendah adalah golongan biguanid dengan nilai ACER sebesar Rp1.426,72 dan ICER sebesar Rp-10.454,89, sedangkan biaya antidiabetik oral yang paling tinggi yaitu golongan Sulfonilurea dengan nilai ACER dan ICER sebesar Rp15.193.
Kata kunci : Diabetes melitus, antidiabetik oral, efektivitas biaya, BPJS, RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
ABSTRACT
Diabetes mellitus is a chronic disease that requires long treatment therapies and requires a high cost. This research aims to determine the cost-effectiveness of oral antidiabetic in patients with type 2 diabetes mellitus BPJS participants at RSUD Dr. Moewardi Surakarta. This research is non-experimental research designed by using descriptive method through a retrospective study from medical records of patients with type 2 diabetes mellitus BPJS outpatient participants who received oral antidiabetic therapy at RSUD Dr. Moewardi in 2014. Samples that met inclusion criteria as many as 45 patients. Cost-effectiveness analysis was analysed by calculating the direct medical costs. Therapeutic effectiveness was measured by observing of blood sugar level which achieved the target for at least 3 months. The most widely used oral antidiabetic in the result of this study was glikuidon from sulfonylurea class with a precentage of 80%. The highest effectiveness of the therapy was from biguanide class with a precentage of 58.33% and the lowest one was sulfonylurea class with a precentage of 14.81%. The lowest cost of oral antidiabetic was biguanide class by ACER value Rp1426.72 and ICER value Rp-10,454.89, whereas the highest cost oral antidiabetic was sulfonylureas class with ACER and ICER value Rp15.193.
PENDAHULUAN
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pengobatan yang
lama untuk mengurangi risiko kejadian komplikasi (American Diabetes Association, 2014).
Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular.
Serangan jantung, gagal ginjal, stroke dan gangren adalah komplikasi yang paling utama
(Price and Wilson, 2005).
Pada tahun 2013 diabetes telah menyebabkan 5,1 juta angka kematian di dunia.
Indonesia menempati urutan ke-7 dari 10 negara dengan penderita diabetes tertinggi pada
tahun 2013 (International Diabetes Federation, 2013). Pada tahun 2011 pengeluaran biaya
untuk terapi diabetes mellitus mencapai USD 465 miliar, dan diperkirakan akan meningkat
sebesar USD 595 miliar pada tahun 2030 (International Diabetes Federation, 2011).
Pembiayaan kesehatan di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan
biaya kesehatan terjadi akibat penerapan teknologi canggih, karakter supply induced demand
dalam pelayanan kesehatan, pola penyakit kronik dan degeneratif serta inflasi. Kenaikan
biaya pemeliharaan kesehatan semakin sulit diatasi oleh kemampuan penyediaan dana
pemerintah maupun masyarakat. Peningkatan biaya tersebut mengancam akses dan mutu
pelayanan kesehatan (Andayani, 2013). Menurut Janis (2014), menyatakan bahwa kebijakan
BPJS akan meningkatkan permintaan terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang
selama ini kurang mampu untuk membayar jasa kesehatan. Konsep SJSN dikatakan dapat
berhasil karena BPJS merupakan transformasi dari Askes yang mempunyai potensi kinerja
yang baik.
Menurut Murni (2010), menyatakan bahwa di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pola
pengobatan yang paling cost effective berdasarkan glukosa darah yang mencapai target adalah
kombinasi golongan sulfonilurea dengan biguanid dengan biaya pengobatan rata-rata terkecil
yaitu Rp181.140,45. Menurut Murniningdyah (2009), menyatakan bahwa di RS Pandan
Arang Boyolali pola pengobatan dengan Sulfonilurea lebih cost effective dengan nilai ACER
sebesar Rp445,34 dibanding dengan golongan biguanid dan alpha glucosidase inhibitor.
Menurut Listiyaning, A. (2006), menyatakan bahwa di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Sardjito Yogyakarta pola pengobatan antidiabetik oral yang cost effective berdasarkan nilai
ACER adalah kombinasi sulfonilurea dengan biguanid. Menurut Efranda, J. (2014),
menyatakan bahwa di Poliklinik Khusus Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang
pola pengobatan antidiabetik oral yang cost effective berdasarkan nilai ACER adalah
Tempat penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta karena berdasarkan
salah satu sumber dari Rumah sakit tersebut, jumlah pasien diabetes rawat jalan yang
menggunakan BPJS semakin meningkat. Sebagai salah satu rumah sakit rujukan terbesar di
Kota Surakarta terutama untuk pasien dengan BPJS, analisis cost effective dirasa dapat
memberi masukan kepada klinisi rumah sakit untuk menyeimbangkan biaya dan outcome
yang menguntungkan bagi pasien.
Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian oleh Murni (2010)
sebelumnya adalah tentang Jaminan kesehatan yang digunakan, meskipun BPJS merupakan
transformasi dari Askes, tetapi terdapat perbedaan yang mendasar pada Jaminan kesehatan
tersebut. Dalam hal ini BPJS dibentuk dengan tujuan untuk mencakup seluruh masyarakat
Indonesia dan bersifat wajib, sehingga mendorong peneliti untuk mengetahui apakah jaminan
kesehatan tersebut efektif digunakan karena seiring bertambahnya tahun, biaya kesehatan
terutama biaya obat semakin meningkat.
METODE PENELITIAN A.Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang dirancang dengan metode
deskriptif melalui studi retrospektif berdasarkan data rekam medik untuk mengetahui
efektivitas biaya penggunaan antidiabetik oral.
B.Kriteria Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sampel yang
digunakan sesuai dengan kriteria inklusi. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu :
a. Kriteria inklusi :
1) Pasien yang terdiagnosis menderita diabetes melitus tipe 2 yang menjalani rawat jalan
peserta BPJS dengan usia ≥ 18 tahun.
2) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapat terapi antidiabetik oral minimal tiga bulan
dengan jenis yang sama dalam periode pemeriksaan tahun 2014.
3) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang disertai dan tidak disertai dengan komplikasi yang
disebabkan oleh diabetes melitus.
4) Data pasien lengkap minimal terdapat data hasil laboratorium (GDP dan GD2JPP) dan
b. Kriteria eksklusi :
1) Pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapat terapi dengan insulin.
C.Analisis Data
Analisis data diperoleh dari data rekam medik pasien untuk mengetahui efektivitas
terapi berdasarkan kadar gula darah yang mencapai target menurut Pharmacotherapy
Handbook, Seven edition tahun 2008, sedangkan untuk mengetahui biaya medik langsung
diperoleh dari data administrasi pasien yang meliputi biaya pendaftaran, biaya periksa, biaya
antidiabetik oral, biaya komplikasi, dan biaya laboratorium. Kemudian dianalisis dengan
ACER dan ICER untuk mengetahui efektivitas biaya terapi yang dikeluarkan pasien tiap
bulan.
D.Jalannya Penelitian
Permohonan ijin penelitian dengan mengajukan surat ijin penelitian dari pihak
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta kepada Direktur RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Pengambilan data dari instalasi rekam medik dan administrasi RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Data yang diambil dari rekam medik yaitu identitas pasien yang
meliputi nomor rekam medik, umur, jenis kelamin, diagnosis, hasil laboratorium, nama
obat,frekuensi dan lama menderita. Data yang diambil dari bagian administrasi pasien rawat
jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta yaitu daftar harga obat, biaya laboratorium, biaya
periksa dan biaya pendaftaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Subjek Penelitian
Berdasarkan hasil studi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi Surakarta pada
tahun 2014, penyakit diabetes melitus menduduki peringkat ke-3. Selama tahun 2014
ditemukan populasi target sebanyak 450 pasien diabetes melitus tipe 2 yang dibiayai oleh
Tabel 1. Gambaran Distribusi Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan PesertaBPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014
Keterangan Jumlah Presentase (%)
Jenis Kelamin Perempuan 24 53,33
Laki-laki 21 46,67
Umur (Tahun) 19-65 20 44,44
>65 25 55,56
Diagnosa DM 2 4,44
DM dan Komplikasi 43 95,56
Komplikasi Hipertensi 19 44,19
Neuropati 7 16,28
Hipertensi + Neuropati 9 20,93
Hipertensi + Angina 2 4,66
Neuropati + Angina 1 2,32
Hipertensi + Neuropati + Angina 5 11,62
1. Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel 1 dari 45 pasien yang memenuhi
kriteria terdapat 24 pasien (53,33%) perempuan dan 21 pasien (46,67%) laki-laki. Dapat
dilihat pada tabel 2, bahwa angka kejadian diabetes melitus pada perempuan lebih besar.
Menurut American Diabetes Association (ADA) jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko
penyakit diabetes melitus. Dalam teori tidak disebutkan bahwa diabetes melitus dipengaruhi
oleh jenis kelamin tapi dipengaruhi karena faktor genetik, kegemukan, faktor lingkungan, dan
kehamilan (PERKENI, 2011).
2. Umur
Pengelompokkan berdasarkan umur pasien secara umum dibagi menjadi pasien
dewasa (19-65 tahun) dan usia lanjut (> 65 th). Dapat dilihat dari tabel 1 diperoleh 20 pasien
dewasa (44,44%) dan 25 pasien lanjut usia (55,55%).
Berdasarkann American Diabetes Association (ADA) salah satu faktor risiko
terjadinya diabetes melitus adalah usia diatas 45 tahun. Pada tahun 1993, 41% dari 7,8 juta
orang mengalami diabetes lebih dari 65 tahun dikarenakan perubahan fisiologis yang
mempengaruhi perkembangan diabetes (Amod, et al., 2012)
3. Diagnosa dan Komplikasi
Pada penelitian ini terdapat beberapa pasien diabetes melitus tipe 2 yang terdiagnosa
penyakit komplikasi. Penyakit komplikasi yang terdiagnosis adalah hipertensi, angina dan
neuropati diabetik.
Dalam tabel 1 dapat dilihat hasil presentase diagnosis tertinggi yaitu diabetes dengan
komplikasi sebesar 95,56%. Hasil Komplikasi tertinggi yaitu komplikasi hipertensi sebesar
mikrovaskuler (American Diabetes Association, 2014). Menurut PERKENI (2011),
komplikasi yang paling sering terjadi adalah neuropati diabetik dengan gejala kaki terasa
terbakar dan bergetar sendiri.
B.Gambaran Penggunaan Obat
Pada pasien diabetes melitus perlu dilakukan penanganan untuk mengontrol gula
darah. Penanganan pertama yang dilakukan adalah penanganan non farmakologi yang
meliputi diet dan kegiatan jasmani, tetapi jika langkah tersebut belum dapat mengendalikan
kadar gula darah, dianjurkan dengan penanganan farmakologi atau dengan pemberian obat.
Antidiabetik yang sering digunakan pada pasien rawat jalan di RS Dr Moewardi Surakarta
adalah tunggal dan kombinasi.
Tabel 2. Gambaran Pola Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta
Tahun 2014
Kelas terapi Golongan Obat Nama Obat Jumlah Presentase (%)
Antidiabetik oral Sulfonilurea Glikuidon 36 80
Biguanid Metformin 4 8,89
Sulfonilurea + Biguanid Glikuidon + Metformin 2 4,44 Biguanid + Penghambat
glukosidase alfa
Metformin + Akarbose 3 6,67
Antihipertensi ACEI Captopril 7 20
Imidapril 10 28,57
CCB Amlodipin maleat 14 40
Diltiazem 1 2,86
ARB Valsartan 1 2,86
ACEI + CCB Imidapril + Diltiazem 2 5,71
Neuropati Vitamin B komplek Neurodex 8 36,37
Vit. B Kompleks + Antiepilepsi
Neurodex + Gabexal 14 63,63
Angina Antiplatelet Asetosal 5 62,5
Nitrat ISDN 1 12,5
Antiplatelet + Nitrat Asetosal + ISDN 2 25
Obat lain Hematopoetik Sohobion 6 75
Mukolitik Ambroxol 2 25
1. Antidiabetik
Antidiabetik yang digunakan adalah tunggal dan kombinasi 2 obat antidiabetik oral.
Pemberian antidiabetik oral atau kombinasi dapat diberikan bersamaan dengan pengaturan
diet dan kegiatan jasmani. Antidiabetik oral yang diberikan harus dipilih dari 2 kelompok
obat dengan mekanisme kerja yang berbeda (PERKENI, 2011).
Dapat dilihat pada tabel 2 antidiabetik oral yang paling banyak digunakan adalah
glikuidon dari golongan sulfonilurea yaitu sebanyak 36 pasien (80%). Sulfonilurea bekerja
dengan meningkatkan sekresi insulin di sel beta pankreas, sehingga efektif digunakan pada
2. Obat Komplikasi
Dalam penelitian ini terdapat 3 komplikasi diabetes melitus tipe 2 yang muncul pada
penderita, yaitu hipertensi, angina dan neuropati diabetik. Dapat dilihat pada tabel 3 obat
yang digunakan untuk mengatasi hipertensi terbanyak yaitu Amlodipin maleat dengan
presentase 40%. Amlodipin termasuk golongan Calcium Channel Blocker yang mempunyai
indikasi khusus untuk pasien yang berisiko tinggi penyakit koroner dan diabetes (Depkes,
2006). Obat untuk neuropati diabetik yang digunakan dengan presentase tertinggi yaitu
kombinasi neurodex dan gabexal sebesar 63,63%. Neurodex merupakan obat untuk gangguan
neurologi dengan komposisi vitamin B1, vitamin B6, dan vitamin B12 dan gabexal
merupakan terapi tambahan untuk serangan parsial sederhana dan kompleks (ISO, 2014).
Obat yang digunakan untuk mengatasi angina tertinggi adalah Asetosal 80 mg sebesar 62,5%.
Asetosal 80 mg berkhasiat untuk mencegah agregasi platelet pada infark miokard dan angina
tidak stabil (ISO, 2014).
3. Obat Lain
Dalam tabel 3 selain untuk mengatasi diabetes dan komplikasi digunakan obat lain
yang bertujuan untuk mengatasi keluhan atau penyakit lain yang diderita pasien. Obat yang
paling banyak digunakan adalah Sohobion sebesar 75% yang digunakan untuk terapi
defisiensi vitamin B1, B6 dan B12.
4. Dosis dan Frekuensi
Dalam hal ini dosis digunakan untuk mengetahui takaran obat yang diberikan kepada
pasien dan tidak mempengaruhi hasil dari penelitian. Frekuensi digunakan untuk mengetahui
jumlah pemberian obat pada pasien yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung
biaya pada obat antidiabetik dan komplikasi yang telah diberikan dengan cara mengalikan
harga satuan obat dengan jumlah pemberian obat dalam satu hari pemakaian.
C.Analisis Biaya
Dalam penelitian ini analisis biaya dilakukan dari sudut pandang rumah sakit untuk
mengetahui biaya medik rata-rata perbulan yang meliputi biaya antidiabetik oral, biaya
komplikasi, biaya laboratorium, biaya pendaftaran dan biaya pemeriksaan.
1. Biaya Antidiabetik Oral
Biaya Antidiabetik Oral (ADO) adalah biaya obat antidiabetik pada tahun 2014
Tabel 3. Gambaran Biaya Rata-rata Antidiabetik Oral Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014
Antidiabetik Jumlah Biaya rata-rata ADO Per bulan ± SD (Rp)
Sulfonilurea 36 58.759 ± 25.221
Biguanid 4 11.160 ± 0
Sulfonilurea dan Biguanid 2 105.660 ± 0
Biguanid dan Penghambat glukosidase alfa
3 98.910 ± 0
Pada tabel 3 terlihat bahwa biaya rata-rata penggunaan golongan obat yang paling
murah adalah golongan biguanid sebesar Rp11.160 ± 0. Sedangkan biaya golongan obat yang
paling mahal adalah kombinasi golongan sulfonilurea dengan biguanid sebesar Rp105.660 ±
0, ini disebabkan cukup besarnya biaya antidiabetik itu sendiri karena beberapa antidiabetik
golongan sulfonilurea yang digunakan tidak tercantum dalam Formularium Nasional yang
digunakan sebagai acuan pengobatan untuk peserta BPJS.
2. Biaya Komplikasi
Biaya komplikasi adalah biaya yang digunakan untuk mengatasi komplikasi yang
timbul karena diabetes yang diderita pasien berdasarkan harga satuan obat dikalikan dengan
jumlah pemakaian per hari yang diberikan selama satu bulan, dalam hal ini diasumsikan
pasien menerima resep untuk satu bulan penuh yaitu 30 hari.
Tabel 4. Gambaran Biaya Rata-rata Komplikasi Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta
Tahun 2014
Pasien komplikasi yang menggunakan Antidiabetik
Jumlah Biaya rata-rata Komplikasi Per bulan ± SD (Rp)
Sulfonilurea 36 109.249 ±68.514,87
Biguanid 4 15.060,75±11.529,4
Sulfonilurea dan Biguanid 2 7.650±636,4
Biguanid dan Penghambat glukosidase alfa
3 26.130±0
Pada tabel 5 terlihat bahwa biaya rata-rata penggunaan golongan obat komplikasi
yang paling murah adalah kombinasi golongan sulfonilurea dan biguanid sebesar
Rp7.650±636,4. Sedangkan biaya golongan obat komplikasi yang paling mahal adalah
golongan sulfonilurea sebesar Rp109.249 ± 68.514,87, hal ini dikarenakan pasien dengan
terapi sulfonilurea untuk mengatasi komplikasi menggunakan HCD 200 dan Tanapress,
dalam percobaan ini kedua obat tersebut merupakan obat antihipertensi yang paling mahal
untuk digunakan.
3. Biaya Laboratorium
Biaya laboratorium adalah biaya pasien untuk tes laboratorium berdasarkan tarif
patologi klinik RS Dr Moewardi Surakarta. Pemeriksaan yang dilakukan pasien diabetes
melitus meliputi GDP dan GD2JPP. Biaya rata-rata pemeriksaan yang harus dikeluarkan
4. Biaya Pemeriksaan
Biaya periksa adalah biaya pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di RS Dr
Moewardi Surakarta untuk mendapatkan pemeriksaan oleh dokter ahli penyakit dalam di RS
Dr Moewardi Surakarta. Diasumsikan pasien periksa satu kali untuk satu bulan penuh yaitu
30 hari. Biaya periksa dokter di RS Dr Moewardi Surakarta adalah sebesar Rp35.000,00.
5. Biaya Total
Biaya total adalah biaya rata-rata pasien tiap bulannya meliputi biaya antidiabetik,
biaya laboratorium, biaya pemeriksaan dan biaya pendaftaran. Biaya total merupakan
penjumlahan dari biaya rata-rata dari masing-masing komponen. Dalam penelitian ini
diasumsikan pasien kontrol satu kali dalam sebulan
Tabel 5. Gambaran Biaya Medik Langsung Per Bulan Pada Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi
Surakarta Tahun 2014
Komponen biaya Biaya rata-rata tiap bulan (Rp)
S B S + B B + A
Biaya Antidiabetik oral
58.759 ± 25.221 11.160 ± 0 105.660 ± 0 98.910 ± 0
Biaya Komplikasi 109.249 ± 68.514,87 15.060,75 ± 11.529,4 7.650 ± 636,4 26.130±0
Biaya Laboratorium 22.000 ± 0 22.000 ± 0 22.000 ± 0 22.000 ± 0
Biaya Periksa dan Pendaftaran
35.000 ± 0 35.000 ± 0 35.000 ± 0 35.000 ± 0
Total Biaya 225.008 ± 64.305,93 83.220,75 ± 11.529,4 170.310 ± 636,4 164.620 ± 15.086,16
Keterangan : S= Sulfonilurea; B= Biguanid; A= Akarbose
Tabel 5 menunjukkan biaya total rata-rata terapi diabetes melitus yang paling besar
adalah terapi dengan golongan sulfonilurea yaitu sebesar Rp225.008± 64.305,93.
Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF) biaya terapi untuk diabetes melitus
pada tahun 2011 mencapai USD 465 miliar, dan akan meningkat sebesar USD 595 miliar
pada tahun 2030.
D.Analisis Efektivitas Biaya
Dilakukan dengan membandingkan besar biaya yang digunakan pasien diabetes
melitus tipe 2 rawat jalan peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta terhadap keberhasilan
antidiabetik untuk mencapai kadar gula darah menuju target.
1. Efektivitas
Efektivitas adalah keberhasilan antidiabetik untuk mencapai kadar gula darah menuju
target. Target gula darah adalah GDP 90-130 mg/dL, GD2JPP 140-180 mg/dL (Dipiro et al,
Tabel 6. Gambaran Efektivitas Tiap Bulan Pola Terapi Pada Pasien DM tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014
Pola Terapi Kadar gula darah yang
mencapai target
Tabel 6 menunjukkan bahwa golongan biguanid lebih efektif menurunkan kadar gula
darah mencapai target sebanyak 7 dari 12 pasien dengan efektivitas terapi sebesar 58,33%.
Menurut American Diabetes Association (2014) obat golongan biguanid (metformin)
termasuk obat yang aman untuk pasien diabetes pada usia lanjut yang disertai penurunan
fungsi fisiologis.
Pada pemeriksaan ini hanya tersedia pemeriksaan Gula Darah Puasa (GDP) dan Gula
Darah 2 Jam Post Prandial (GD2JPP), sedangkan pemeriksaan HbA1c jarang sekali
dilakukan di RS Dr Moewardi Surakarta. HbA1c merupakan pemeriksaan tunggal yang
sangat akurat dibandingkan dengan pemeriksaan yang lain.
2. Efektivitas Biaya
Efektivitas biaya merupakan analisis efektivitas biaya dilihat dari sudut pandang
rumah sakit, dimana efektivitas yang diukur adalah gula darah pasien yang mencapai target.
Pengukuran analisis ini dengan menggunakan perhitungan ACER dan ICER sebagai kriteria.
Perhitungan ACER didapatkan dari biaya medik rata-rata tiap jenis obat dibagi dengan
efektivitas obat tersebut. Untuk perhitungan ICER, hasil ∆C didapatkan dari selisih biaya medik rata-rata obat A dengan biaya medik rata-rata obat B, sedangkan untuk ∆E didapatkan dari selisih efektivitas obat A dengan efektivitas obat B. Semakin rendah nilai ACER maka
semakin tinggi nilai cost effective suatu kelompok. Menurut Andayani (2013) menyatakan
bahwa suatu terapi lebih efektif dan murah jika ICER memberikan nilai negatif.
Tabel 7. Gambaran Efektivitas Biaya ACER Pada Pasien DM tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014
Pola Terapi Biaya Medik Rata-rata Efektivitas (%) ACER (Rp)
Sulfonilurea 225.008 14,81 15.193
Biguanid 83.220,75 58,33 1.426,72
Sulfonilurea dan Biguanid
170.310 50,00 3.406,20
Tabel 8. Gambaran Efektivitas Biaya ICER Pada Pasien DM tipe 2 Rawat Jalan Peserta BPJS di RS Dr Moewardi Surakarta Tahun 2014
Pola Terapi Biaya Medik Rata-rata
Efektivitas (%) ∆C ∆E ICER (∆C/ ∆E)
Sulfonilurea 225.008 14,81 225.008 14,81 15.193
Biguanid dan
Biguanid 83.220,75 58,33 -87.089,25 8,33 -10.454,89
Pada tabel 7 dan 8 terlihat bahwa pola pengobatan yang paling cost effective adalah
golongan Biguanid dengan nilai ACER terkecil sebesar Rp1.426,72 dan memberikan hasil
negatif pada nilai ICER sebesar Rp-10.454,89. Sedangkan obat yang memberikan hasil
ACER dan ICER terbesar adalah golongan sulfonilurea sebesar Rp15.193 dikarenakan biaya
obat yang diberikan sudah tinggi dan obat yang digunakan tidak tercantum dalam
Formularium Nasional yang digunakan sebagai acuan pengobatan untuk pasien BPJS.
KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan
antidiabetik oral terbanyak yaitu glikuidon dari golongan sulfonilurea dengan presentase
sebesar 80%. Efektivitas terapi tertinggi yaitu golongan Biguanid dengan presentase sebesar
58,33% dan efektivitas terendah adalah golongan Sulfonilurea dengan presentase sebesar
14,81%. Efektivitas biaya penggunaan antidiabetik oral yang paling rendah yaitu golongan
biguanid dengan nilai ACER sebesar Rp1.426,72 dan ICER sebesar Rp-10.454,89, sedangkan
biaya antidiabetik yang paling tinggi yaitu golongan Sulfonilurea dengan nilai ACER dan
ICER sebesar Rp15.193.
B.Saran
1. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya dengan sampel yang lebih besar.
2. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya dengan memperhatikan pola hidup pasien
dengan menggunakan metode penelitian prospektif.
3. Perlu dilakukan penggunaan obat yang sesuai acuan untuk pasien diabetes melitus tipe 2
peserta BPJS agar sesuai dengan efektivitas.
UCAPAN TERIMAKASIH
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah banyak membantu dalam
kelancaran penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, T., 2013, Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi, Yogyakarta: Bursa Ilmu
American Diabetes Association, 2014, Standards of Medical Care in Diabetes-2014.
Diabetes Care, Vol. 37 (1): S14
Amod, et al, 2012, Guideline for The Management of Type 2 Diabetes (Revised), JEMDSA
vol.37, Number 2 : Sup 1, page : S43
Centers for Disease Control, 2011, National Diabetes Fact Sheet 2011,
http://www.cdc.gov/diabetes/pubs/pdf/ndfs_2011.pdf (diunduh tanggal 17 September
2014)
Depkes, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan, Jakarta
Depkes, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan, Jakarta
Dipiro, J, T., et al, 2008, Pharmacotherapy Handbook, Seven edition, Mc Graw Hill
Efranda, J., 2014, Analisis Cost-Effectiveness Penggunaan Antidiabetes Oral Kombinasi dan
Antihipertensi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Disertai Hipertensi di Poliklinik
Khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013, Thesis, Fakultas Farmasi,
Universitas Andalas Padang
International Diabetes Federation, 2011, Global Diabetes Plan 2011-2021,
http://www.idf.org/sites/default/files/Global_Diabetes_Plan_Final.pdf(diunduh
tanggal 17 September 2014)
http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf (diunduh tanggal 17
September 2014)
ISO, 2014, ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat, Volume 48, PT. ISFI Penerbitan,
Jakarta
Janis, N., 2014, Supply, dan Demand Terhadap Layanan
Kesehatan,http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/2014_kajian_pprf_BPJS.pdf
(diunduh tanggal 24 September 2014)
Listiyaning, A., 2007, Analisis Efektivitas Biaya Sulfonilurea-Biguanid Dibandingkan
Sulfonilurea-Alpha Glukosidase Inhibitor Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat
Jalan Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2006, Skripsi, Fakultas Farmasi,
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Murni, 2010, Analisis Efektivitas Biaya pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Rawat Jalan
Peserta Asuransi Kesehatan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014,
Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta
Murniningdyah, N, A., 2009, Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Antidiabetik Tunggal
pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Pandan
Arang Boyolali tahun 2008, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah,
Surakarta
PERKENI, 2011, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia, PB. PERKENI, Jakarta
Price, S. A. And Wilson, L, M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
edisi 6, EGC: Jakarta