• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ABJAD 8 (ALPHABET 8S) DALAM MENGATASI KESULITAN MENULIS (DYSGRAPHIA) DAN MEMBACA (DYSLEXIA) ANAK TUNA GRAHITA RINGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH ABJAD 8 (ALPHABET 8S) DALAM MENGATASI KESULITAN MENULIS (DYSGRAPHIA) DAN MEMBACA (DYSLEXIA) ANAK TUNA GRAHITA RINGAN"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PENGARUH ABJAD 8 (

ALPHABET 8S

) DALAM MENGATASI

KESULITAN MENULIS (

DYSGRAPHIA

) DAN MEMBACA

(

DYSLEXIA

) ANAK TUNA GRAHITA RINGAN

SKRIPSI

Oleh :

Sony Abdian Pranata

NIM K 5105029

PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PENGARUH ABJAD 8 (

ALPHABET 8S

) DALAM MENGATASI

KESULITAN MENULIS (

DYSGRAPHIA

) DAN MEMBACA

(

DYSLEXIA

) ANAK TUNA GRAHITA RINGAN

Oleh :

Sony Abdian Pranata

NIM K 5105029

Skripsi

Ditulis dan dajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Pendidikan Khusus Jurusan Ilmu Pendidikan

PENDIDIKAN LUAR BIASA

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

(4)

commit to user

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Sony Abdian Pranata, PENGARUH ABJAD 8 (ALPHABET 8S) DALAM

MENGATASI KESULITAN MENULIS (DYSGRAPHIA) DAN MEMBACA

(DYSLEXIA) ANAK TUNA GRAHITA RINGAN.Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Agustus 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif abjad 8 (alphabet 8s) sebagai media belajar membaca dan menulis terhadap peningkatan kemampuan menulis dan membaca bidang studi Bahasa Indonesia pada anak tuna grahita yang mengalami kesulitan menulis (dysgraphia) dan kesulitan membaca (dyslexia). Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas eksperimen dalam tiga siklus. Subjek dalam penelitian ini adalah 6 siswa kelas VI SLB – C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2009/2010. teknik pengumpulan data pada variabel kesulitan menulis (dysgraphia) menggunakan tes tertulis dan variabel kesulitan membaca (dyslexia) menggunakan tes lisan. Teknik analisa data yang digunakan adalah menggunakan analisis deskriptif kualitatif.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa abjad 8 (alphabet 8s) berpengaruh positif dalam mengatasi kesulitan menulis (dysgraphia) dan kesulitan membaca (dyslexia) anak tuna grahita ringan kelas VI SLB – C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2009/2010.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Sony Abdian Pranata, THE INFLUENCE OF ALPHABET 8S IN

OVERCOMING WRITING DIFFICULTY (DYSGRAPHIA) AND READING DIFFICULTY(DYSLEXIA) OF DOWN SYNDROM CHILD.

The aims of this research is to know the positive impact of alphabet 8 as medium learning of writing and reading to the increasing of writing and reading ability in Indonesian language study for down syndrome child. This research uses the experiment action research method in three cycles. The subject on this research are six pupils of sixth grade of SLB C Setya Darma Surakarta in the year 2009/2010. The technique in collecting data of the dysgraphia and dyslexia variable used oral test. The data analytical used analysis qualitative descriptive.

The result of this research shows that alphabet 8 affected positively in overcoming dysgraphia and dyslexia down syndrom of sixth grade of SLB C Setya Darma Surakarta in the year 2009/2010.

(7)

commit to user

vii

MOTTO

Ilmu itu didapat melalui lidah bagi orang yang gemar bertanya & melalui akal bagi mereka yang suka berpikir.

(HR. Abdullah bin Abbas r.a)

Setiap individu adalah unik, setiap dari mereka berkembang dan belajar dengan cara mereka, tidak ada istilah murid bodoh atau guru pintar, yang ada hanyalah metode pendekatan belajar yang kurang tepat.

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan dan didedikasikan

untuk:

• Ibu dan Bapak

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata yang pantas diucapkan penulis selain syukuralhamdulillah

kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih dan Maha

Penyayang, atas seijin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan atau skripsi

ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan, baik materil maupun moril yang

diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan

rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada

yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku dekan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Bapak Drs. R. Indianto, M.Pd selaku ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Bapak Drs. Salim Choiri, M.Kes selaku ketua Program Studi Pendidikan

Khusus Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

4. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku Pembimbing I.

5. Bapak Drs. Salim Choiri, M.Kes selaku Pembimbing II.

6. Bapak Sutarno, S.Pd selaku kepala SLB-C Setya Darma Surakarta.

7. Ibu Sri muryani, S.Pd selaku kepala SDLB-C Setya Darma Surakarta.

8. Bapak Drs Andar S selaku guru kelas VI SDLB-C Setya Darma Surakarta.

9. Keluargaku, Ibu dan Bapak, Kakakku Mas Sandy beserta keluarganya,

NdunkVita serta Ir. Retno Setyowati Gito D, MS.

10. Teman-teman stressing C serta teman-teman PLB angkatan 2005, sukses

untuk kalian.

(10)

commit to user

x

Penulis menyadari bahwa penulisan karya ini masih terdapat banyak

kekurangan, untuk itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang

membangun, sehingga dapat memperkaya penulisan skripsi ini. Semoga karya

tulis ini mampu memberikan manfaat bagi penulis maupun para pembaca yang

berfokus pada anak-anak yang membutuhkan pendidikan khusus.

Surakarta, Januari 2011

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... ... iv

HALAMAN ABSTRAK... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka... 7

1. Tinjauan Tentang Anak Tuna Grahita... 7

a. Pengertian Anak Tuna Grahita Ringan ... 7

b. Karakteristik Anak Tuna Grahita Ringan... 7

c. Klasifikasi Anak Tuna Grahita Ringan ...….... 9

d. Faktor Penyebab Tuna Grahita ... 10

2. Tinjauan Tentang Kesulitan Menulis / Disgrafia (Dysgraphia) ... ... 12

a. Pengertian Kesulitan Menulis / Disgrafia (Dysgraphia)... 12

b. Karakteristik Anak Berkesulitan Menulis / Disgrafia (Dysgraphia) ...………… 13

(12)

commit to user

xii

(Dyslexia)... 15

a. Pengertian Kesulitan Membaca / Disleksia (Dyslexia) ... 15

b. Karakteristik Anak Berkesulitan Membaca / Disleksia (Dyslexia) ... 16

c. Jenis-jenis Anak Berkesulitan Membaca / Disleksia (Dyslexia) ... 19

4. Tinjauan Tentang Media Pendidikan ... 20

a. Pengertian Media Pendidikan ... 20

b. Fungsi dan Manfaat Media Pendidikan... 21

c. Klasifikasi Media Pendidikan... 22

5. Tinjauan Abjad 8 (Alphabet 8s) ... 23

a. Latar Belakang Abjad 8 (Alphabet 8s) ... 23

b. Fungsi Abjad 8 (Alphabet 8s) ... 24

B. Kerangka Berpikir ... 26

C. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian... 31

1. Tempat penelitian ... 31

2. Waktu Penelitian... 31

3. Siklus Penelitian Tindakan... 31

B. Subjek Penelitian ... 31

C. Data dan Sumber Data ... 32

D. Teknik pengumpulan data... 33

1. Tes... 33

2. Pengamatan atau Observasi... 34

E. Validitas Data... 35

1. Validitas ... 35

2. Triangulasi... 37

F. Teknik Analisis Data ... 37

(13)

commit to user

xiii

H. Prosedur Penelitian ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian... 43

1. Siklus Pertama (Pertemuan Pertama)... 44

2. Siklus Kedua (Pertemuan Kedua) ... 51

3. Siklus Ketiga (Pertemuan Ketiga) ... 57

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa ... 43

Tabel 2. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa ... 49

Tabel 3. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa ... 55

Tabel 4. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa... 60

Tabel 5. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa ... 62

Tabel 6. Daftar Responden Siswa... 63

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ilustrasi tentang anak yang mengalami

kesulitan menulis (disgrafia). ... 14

Gambar 2. Bentukalphabet 8syang digambarkan menurut

belahan otak manusia... 24

Gambar 3. Bentuk 8 Tidur yang diperagakan ... 25

Gambar 4. Bentuk abjad 8 (alphabet 8s) yang terkandung

huruf yang menjadi bagiannya... 26

Gambar 5. Kerangka Berfikir Penelitian... 27

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Definisi Abjad 8 (Alphabet 8s) ... 73

Lampiran 2. Kisi-kisi Instrumen Abjad 8 (Alphabet 8s)... 75

Lampiran 3. Definisi Kesulitan Menulis (Dysgraphia) ... 78

Lampiran 4. Kisi-kisi Instrumen Kesulitan Menulis (Dysgraphia)... 80

Lampiran 5. Definisi Kesulitan Membaca (Dyslexia) ... 82

Lampiran 6. Kisi-kisi Instrumen Kesulitan Membaca (Dyslexia)... 85

Lampiran 7. Soal Tes Kemampuan Menulis dan Membaca ... 87

Lampiran 8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 92

Lampiran 9. Pengitungan Data Menulis dan Membaca... 98

(17)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan bagi

anak berkebutuhan khusus telah mengalami perkembangan yang cukup bagus.

Mulai dari penyelenggaraan pendidikan secara segregatif hingga integratif.

Namun, apapun bentuk penyelenggaraan pendidikan yang diberlakukan hal utama

yang harus diperhatikan adalah dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan

secara khusus untuk mereka yang berkebutuhan khusus. Tujuan dari pelayanan

pendidikan khusus adalah memaksimalkan keterampilan yang tersisa pada anak

berkebutuhan khusus. Dalam mempelajari atau membelajarkan keterampilan

kepada mereka, tidak terlepas dari kemampuan untuk menulis dan membaca

dalam memperoleh informasi dari lingkungan sekitar.

Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang

studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan

untuk membaca maka ia akan banyak mengalami kesulitan dalam mempelajari

berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu anak harus

belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar (Mulyono Abdurrahman,

1999: 200). Maka kemampuan membaca hendaklah diajarkan pada anak sejak

usia dini agar anak tidak mengalami kesulitan dalam membaca yang berpengaruh

pada kemampuan menulis. Kemampuan menulis dan membaca sangat penting

untuk keperluan belajar pada individu. Karena pada dasarnya kemampuan

membaca dan menulis sangat erat kaitannya dalam proses belajar.

Kemampuan menulis dan membaca pada umumnya diajarkan pada kelas

persiapan atau permulaan. Kemampuan tersebut diajarakan secara bersamaan atau

secara bertahap sesuai dengan kebijakan institusi penyelenggara pendidikan.

Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang sifatnya

reseptif. Reseptif yang dimaksudkan adalah dengan membaca maka individu akan

(18)

commit to user

dituliskan orang lain. Semua yang diperoleh dengan membaca akan

memungkinkan individu tersebut mampu mempertinggi daya pikir, mempertajam

penalaran dan memperluas wawasannya.

Pada awal anak belajar membaca, mereka menyadari pula, bahwa bahasa ujaran yang biasa digunakan dalam percakapan dapat dituangkan dalam bentuk lambang tulisan. Mulai saat itu, timbullah kesadaran pada anak tentang perlunya belajar menulis. Dengan demikian, proses belajar menulis terkait erat dengan proses belajar berbicara dan membaca (Mulyono Abdurrahman, 1999: 224).

Ketika dalam proses belajar menulis dan membaca, anak mengalami

hambatan dan kesulitan dalam belajar menulis, maka hal ini akan berdampak pada

kemampuan membaca. Mulyono Abdurrahman (1999: 228) menyatakan bahwa

”Disgrafia sering dikaitkan dengan kesulitan belajar membaca atau disleksia

(dyslexia) karena kedua jenis kesulitan tersebut sesungguhnya saling terkait”.

Hornsby (1984 : 9) dalam Mulyono Abdurrahman (1999: 204) mendefinisikan

disleksia tidak hanya kesulitan belajar membaca tetapi juga menulis. Definisi

Hornsby tersebut dapat dipahami karena ada kaitan yang erat antara membaca

dengan menulis. Anak yang berkesulitan membaca umumnya juga kesulitan

menulis.

Anak berkebutuhan khusus—dalam hal ini anak tuna grahita ringan—

memiliki kemampuan akademis yang rendah sehingga berdampak pada

kemampuan untuk belajar dan memperoleh informasi melalui membaca dan

menulis. Smith dkk (2002: 99) dalam Bandi Delphie (2006: 16) menyatakan

bahwa ”Fungsi kognitif, meliputi pengetahuan akademik dasar (seperti

pengetahuan tentang warna), membaca, menulis, fungsi-fungsi pengenalan

terhadap angka, waktu, uang, dan pengukuran”. Kebanyakan anak-anak yang

memiliki masalah pembelajaran juga mengalami masalah disgrafia (Jamila K. A.

Muhammad, 2008: 137).

Anak tuna grahita ringan adalah anak yang memiliki kemampuan

intelektual dibawah rata-rata, kemampuan berfikirnya rendah, perhatian dan daya

ingatnya lemah, dan sukar berfikir abstrak (Mulyono Abdurrahman dan Sudjadi,

1994 : 19). Fungsi kognitif atau kemampuan intelektual pada anak tuna grahita

(19)

commit to user

3

pelajaran yang diberikan oleh guru di sekolah. Kemampuan akademik dalam

penguasaan pelajaran di sekolah tidak terlepas pada kemampuan membaca dan

menulis. Oleh karena itu, dalam pembelajarannya, anak tuna grahita

membutuhkan pelayanan dalam pendidikan yang dapat disesuaikan dengan

kemampuannya.

Sistem pendidikan dan pengajaran anak berkelainan khususnya anak tuna grahita ringan berbeda dengan pendidikan anak normal pada umumnya. Untuk anak tuna grahita ringan lebih bersifat individual, fleksibel, dengan cara informal, dan harus bersifat konkrit serta dapat menarik perhatian sehingga membantu mempermudah anak dalam menerima pelajaran (Mohammad Amin, 1999: 155).

Pelaksanaan membaca anak tuna grahita pada umumnya rendah, oleh

sebab itu guru perlu mengupayakan berbagai cara agar anak memiliki ketertarikan

belajar membaca. Tersedianya media pembelajaran penting sekali dalam upaya

merangsang perhatian anak, membangkitkan motivasi belajar, membantu

mempermudah pemahaman materi yang diberikan, sehingga meningkatkan

prestasi belajar anak. Dengan demikian kehadiran guru untuk mengarahkan

kegiatan belajar mengajar yang menggunakan media pendidikan sangat

diperlukan. interaksi antara anak dan guru serta media pembelajaran inilah yang

sebenarnya merupakan wujud nyata dari tindak belajar. Sehubungan dengan hal

tersebut, maka guru dituntut untuk dapat memilih dan menggunakan media

pembelajaran yang tepat dalam mengajar membaca permulaan khususnya bagi

anak tuna grahita ringan karena penyesuaian kemampuan mereka terhadap media

belajar atau metode dalam pembelajaran mereka. Mengingat banyaknya jenis

media dan tidak semua media sama efektifnya untuk semua mata pelajaran. Oleh

karena itu guru sebagai pengelola proses belajar mengajar perlu memperhatikan

cocok tidaknya media yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar.

Kemanfaatan dari media pendidikan yang digunakan secara tepat dalam proses

belajar mengajar sudah tidak diragukan lagi. Di satu sisi hal itu terjadi karena

tidak tersedianya media yang sesuai atau kesalahan guru dalam menggunakan

media yang ada. Di sisi lain sudah menjadi kenyataan bahwa proses belajar

mengajar yang terjadi pada saat ini cenderung memberikan kedudukan guru yang

(20)

commit to user

seharusnya merupakan bagian internal dari proses belajar mengajar. Hal ini sesuai

dengan pendapat Arif S. Sadiman (1996: 1) bahwa ”Proses belajar mengajar pada

hakikatnya merupakan proses komunikasi yaitu proses penyampaian pesan dari

sumber pesan melalui sarana atau media tertentu ke penerima pesan”.

Media pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar sangat

beragam baik bentuk dan variasinya, tetapi pada prinsipnya dibagi dalam tiga

kategori yaitu audio, visual dan audio visual. Abjad 8 (alphabet 8s) merupakan

media pembelajaran dalam pendidikan yang tergolong dalam media visual. Paul

E. Dennison (2008: 253) mengemukakan bahwa ”8 Tidur mengajari orang untuk

menggunakan kedua matanya dalam kedua bidang visual, dan karenanya penting

sekali untuk meningkatkan keterampilan membaca”.

Abjad 8 (alphabet 8s) melibatkan menulis huruf-huruf alfabet di dalam

lingkaran yang dibuat oleh 8 Tidur—hanya huruf kecil yang digunakan dan

sebuah 8 Tidur digambar setelah setiap huruf. Tujuannya adalah secara kinestetik

merasakan bahwa huruf-huruf alfabet mula-mula bulat dan berakhir di garis

tengah, atau dimulai dengan garis lurus ke bawah pada garis tengah dan bergerak

ke kanan. 8 Tidur merupakan keseluruhan yang di dalamnya terdapat semua huruf

yang menjadi bagiannya (Paul E. Dennison, 2008: 253-254).

Bentuk 8 telah digunakan selama bertahun-tahun dalam pelatihan di

sekolah-sekolah khusus untuk membantu murid yang menderita ”disleksia” dan

disgrafia” parah. Dr. Dennison diperkenalkan dengan bentuk 8 untuk menulis

pada suatu program pelatihan intern di lembaganya di California (tahun 1974),

dan segera memasukkannya ke dalam programnya sendiri untuk mengembangkan

koordinasi mata-tangan dan keterampilan visual yang lain. Pembaruan pola

belajar (repatterning) pada murid untuk belajar huruf-huruf merupakan suatu

modifikasi gerakan 8 yang khusus diadaptasi oleh Dr. Dennison (Paul E.

Dennison dan Gail E. Dennison, 2005: 14).

Berdasarkan pengalaman peneliti sebagai guru sekolah luar biasa, dalam

melaksanakan proses belajar mengajar khususnya dalam mengajar menulis dan

(21)

commit to user

5

kebutuhan siswa untuk belajar dengan menggunakan kedua matanya dalam kedua

bidang visual yang untuk meningkatkan keterampilan membaca.

Atas dasar latar belakang masalah di atas, penulis akan meneliti lebih jauh

pengaruh penggunaan media pembelajaran berupa abjad 8 (alphabet 8s) untuk

membantu anak tuna grahita yang mengalami kesulitan dalam menulis dan

membaca. Oleh karena itu judul dalam penelitian ini adalah ”Pengaruh Abjad 8

(Alphabet 8s) Dalam Mengatasi Kesulitan Menulis (Dysgraphia) Dan Membaca

(Dyslexia) Anak Tuna Grahita Ringan”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut : Apakah abjad 8 (alphabet 8s) sebagai media belajar

menulis dan membaca berpengaruh dalam mengatasi kesulitan menulis dan

membaca dalam bidang studi Bahasa Indonesia pada anak tuna grahita kelas D6 di

SLB C Setya Darma Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang diharapkan dalam

penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh abjad 8 (alphabet 8s) sebagai

media belajar menulis dan membaca dalam mengatasi kesulitan menulis dan

membaca dalam bidang studi Bahasa Indonesia pada anak tuna grahita kelas D5 di

SLB C Setya Darma Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

a. Merupakan sumbangan pemikiran dalam dunia pendidikan dan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan Pendidikan Luar Biasa pada khususnya

karena pada dasarnya abjad 8 (alphabet 8s) dapat dipelajari oleh siapapun

(22)

commit to user

b. Bagi guru, sebagai bahan wacana mengenai abjad 8 (alphabet 8s) dalam

memberikan pengajaran menulis dan membaca kepada siswa sehingga

kemampuan menulis dan membaca mencapai batas ketuntasan belajar.

c. Bagi orang tua dapat menambah dan memperluas referensi mengenai

masalah yang berkaitan dengan anak tuna grahita ringan yang mengalami

disgrafia dan disleksia.

d. Sebagai wacana bagi peneliti yang akan datang dalam menangani anak

yang mengalami kesulitan membaca (dysgraphia) dan kesulitan membaca

(23)

commit to user

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Anak Tuna Grahita

a. Pengertian Anak Tuna Grahita Ringan

Emi Dasiemi (1997: 38) memberikan batasan anak tuna gahita ringan atau

debil yaitu anak yang mempunyai IQ antara 50/55 – 70/75, kurang mampu

mencari nafkah sendiri, namun masih mampu menerima pendidikan atau latihan

meskipun terbatas.

Menurut Munzayanah (1997: 22) anak tuna grahita ringan adalah anak

yang mengalami gangguan dalam perkembangan daya pikir serta seluruh

kepribadiannya sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan sendiri di

dalam masyarakat meskipun dengan cara hidup yang sederhana.

Sedangkan Mohammad Amin (1995: 34) menyatakan bahwa anak tuna

grahita ringan adalah anak yang mengalami hambatan dalam fungsi kecerdasan,

social, emosi, kepribadian dan fungsi mental lain sehingga anak tidak dapt

menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil suatu pengertian

bahwa anak tuna grahita ringan adalah anak yang mempunyai kecerdasan mental

antara 50/55 – 70/75, mereka masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan

apabila mendapatkan pendidikan dan laithan yang sesuai dengan kemampuannya.

b. Karakteristik Anak Tuna Grahita Ringan

Mohammad Amin (1995 : 37) menyebutkan bahwa karakteristik anak tuna

grahita menurut tingkat ketunagrahitaannya adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik Anak Tuna Grahita Ringan

Karakteristik yang tampak pada anak tuna grahita ringan diantaranya adalah

mereka lancar berbicara tapi kurang perbendaharaan kata, mengalami kesukaran

(24)

batas-commit to user

batas tertentu. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama

dengan anak umur 12 tahun.

2. . Karakteristik Anak Tuna Grahita Sedang

Karakteristik yang tampak pada anak tuna grahita sedang adalah mereka hampir

tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik. Mereka umumnya dilatih

untuk merawat diri dan aktifitas sehari-hari. Pada umur dewasa mereka baru

mencapai tingkat kecerdasan yang sama dengan anak umur 7 tahun.

3. Karakteristik Anak Tuna Grahita Berat Dan Sangat Berat

Karakteristik yang tampak pada anak tuna grahita berat dan sangat berat adalah

mereka sepanjang hidupnya akan selalu bergantung pada pertolongan dan bantuan

dari orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri, tidak dapat membedakan

bahaya atau tidak, kurang dapat bercakap-cakap. Kecerdasannya hanya dapat

berkembang paling tinggi seperti anak normal yang berusia 3 atau 4 tahun.

Karakteristik anak tuna grahita yang dikemukakan oleh Munzayanah

(1997: 22) adalah sebagai berikut :

1. Anak Idiot

a) Mereka tidak dapat bercakap-cakap karena kemampuan berfikirnya rendah b) Tidak mampu mengerjakan atau mengurus dirinya sendiri meskipun diberi

latihan

c) Hidupnya seperti bayi yang selalu muhkan perawatan dan pertolongan d) Kadang-kadang tingkah lakunya dikuasai oleh gerakan yang berlangsung

dari luar kesadarannya, jadi bersifat otomatis

e) Jarang mencapai umur panjang karena adanya proses kemunduran organ-organ didalam tubuhnya (deteriorisasi)

2. Anak Imbisil

a) Dapat menggunakan kata-kata yang sederhana b) Dapat dilatih untuk merawat diri sendiri c) Dapat dilatih untuk aktifitas hidup sehari-hari d) Masih membutuhkan pengawasan orang lain e) Sulit mengadakan sosialisasi

3. Anak Debil Atau Moron

a) Dapat dilatih untuk bermacam-macam tugas yang lebih tinggi atau kompleks

b) Dapat dilatih dalam bidang social atau intelektual dalam batas-batas tertentu, misalnya membaca, menulis, menghitung

c) Dapat dilatih untuk pekerjaan-pekerjaan rutin maupun keterampilan 4. Anak mongolism atau mongoloid

(25)

commit to user

9

b) Muka datar, bundar dan lebar c) Bibir tebal dan lebar

d) Lidah panjang dan lebar dsampai biasanya menjulur keluar e) Hidung pesek dan pangkal hidung melebar

f) Tengkorak dari muka sampai daerah belakang kepala pendek sampai jari kelima.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

karakteristik anak tuna grahita ringan masih bisa mengikuti kegiatan akademik

pada batas-batas tertentu tetapi tidak bisa berpikir abstrak, mereka masih dapat

dilatih untuk tugas yang lebih tinggi dan kompleks. Karakteristik anak tuna

grahita sedang adalah mereka hampir tidak bisa mengikuti kegiatan akademik,

pada umumnya mereka dilatih untuk merawat diri sendiri dan kegiatan sehari-hari.

Karakteristik anak tuna grahita berat dan sangat berat adalah mereka tidak dapat

merawat diri sendiri dan hampir tergantung pada bantuan orang lain.

c. Klasifikasi Anak Tuna Grahita

Umumnya sistem sekolah masih menggunakan klasifikasi ringan, sedang,

dan berat, atau debil, imbisil, dan idiot. Klasifikasi tersebut lebih dikenal dengan

istilah tuna grahita atau retardasi mental. Shonkoff (1996) dalam John W.

Santrock (2007: 224-225) menyebutkan bahwa retardasi mental digolongkan

menjadi retardasi mental ringan, moderat, berat dan parah. Sekitar 85 persen

murid dengan retardasi mental termasuk dalam kategori ringan (mild).

Tipe retardasi mental:

1. Ringan, dengan rentang IQ 55 - 70. 2. Moderat, dengan rentang IQ 40 - 54. 3. Berat, dengan rentang IQ 25 - 39. 4. Parah, dengan rentang IQ < 25.

Munzayanah (1997: 20) mengklasifikasikan anak tuna grahita menjadi 5

macam sebagai berikut :

1. Klasifikasi menurut etiologi antara lain : a) Anak tuna grahita karena keturunan b) Anak tuna grahita karena gangguan fisik c) Anak tuna grahita karena kerusakan pada otak 2. Klasifikasi menurut tujuan pendidikannya

(26)

commit to user

b) Anak tuna grahita mampu latih c) Anak tuna grahita mampu didik 3. Klasifikasi menurut tipe klinis

a) Mongol (mongolism, mongolooid) b) Microchephalis

c) Cretinisme(kretin, kerdil, cebol) d) Hidrocephalis

e) Cerebral palsy

4. Klasifikasi dari “The American Psychiatric Association” adalah :

a) Mild deficiency b) Moderate deficiency c) Severe deficiency

5. Klasifikasi menurutAmerican Association on Mental Deficiency (AAMD) atas dasar tinjauan medik

a) Penyakit karena infeksi b) Penyakit karena intoksitasi c) Penyakit karena trauma

d) Penyakit karena ketergantungan metaboisme, pertumbuhan e) Penyakit karena pengaruh hormone

Klasifikasi menurut tipe klinis yang dikemukakan oleh Mohammad Amin

(1995: 27) adalah :

1. Down syndrome 2. Cretin

3. Hydrocephalus

4. Microcephal, macrocephal

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

anak tuna grahita diklasifikasikan atas debil yaitu anak yang masih mampu didik,

imbisil yaitu anak yang mampu rawat, dan idiot yaitu anak yang mampu latih.

d. Faktor Penyebab Tuna Grahita

Anak yang mengalami tuna grahita bisa disebabkan oleh beberapa faktor.

Faktor tersebut bisa berupa secara medis dalam perkembangan saat masih dalam

kandungan, ketika kelahiran dan setelah kelahiran. Berikut ini beberapa factor

(27)

commit to user

11

Menurut Yanet dalam buku “Gangguan Psikiatrik Pada Anak-Anak

Dengan Retardasi Mental” oleh Triman Prasadio (1976: 14), penyebab tuna

grahita digolongkan menjadi dua kelompok :

1. Kelompok Biomedik

a) Prenatal, dapat terjadi karena :

(a) Infeksi pada ibu sewaktu mengandung

(b) Gangguan metabolisme

(c) Irradiasi sewaktu umur kehamilan antara 2–6 minggu

(d) Kelainan kromosom

(e) Malnutrisi

b) Natal, antara lain :

(a) Anoxia

(b) Asphysia

(c) Prematuritas dan postmaturitas

(d) Kerusakan otak

c) Postnatal, dapat terjadi karena :

(a) Malnutrisi

(b) Infeksi : mnginitis dan encephalitis

(c) Trauma

2. Kelompok sosiokultural : psikomedik atau lingkungan

Kelompok etiologi ini dipengaruhi oleh proses psikososial dalam keluarga.

Faktor penyebab tuna grahita menurut Mulyono Abdurrachman dan

Sudjaji (1994: 30) adalah :

1. Genetic

a) Kerusakan biokimia

b) Abnormalitas kromosomal

2. Sebab-sebab pada masa prenatal

a) Infeksi rubella (cacar)

b) Faktor resus (Rh)

(28)

commit to user

a) Luka saat kelahiran

b) Sesak nafas

c) Prematuritas

4. Sebab-sebab pada masa postnatal :

a) Infeksi

b) Encephalitis

c) Meningitis

d) Malnutrisi

5. Faktor-faktor sosiokultural

Faktor-faktor sosiokultural dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya yang

berkembang di lingkungan dimana anak bertumbuh dan kembang.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab

terjadinya tuna grahita meliputi :

a) Faktor sebelum lahir (prenatal), yang melip[uti kelukaan pada otak dan

gangguan psikologik

b) Faktor saat lahir (natal), yang meliputi kelukaan pada otak

c) Faktor sesudah lahir (postnatal), penyakit luar yang berakibat infeksi

pada otak

2. Tinjauan Tentang Kesulitan Menulis / Disgrafia (Dysgraphia)

a. Pengertian Kesulitan Menulis / Disgrafia (Dysgraphia)

Beberapa anak usia sekolah yang berada di SLB atau di sekolah reguler

yang memiliki intelegensi normal atau di atas rata-rata, tidak menutup

kemungkinan bahwa mereka mengalami gangguan dalam belajar dalam mata

pelajaran tertentu, salah satunya adalah ketidakmampuan dalam menulis.

Kesulitan belajar menulis sering disebut juga disgrafia (dysgraphia)

(Jordon seperti dikutip oleh Hallahan, Kafman, & Lloyd, 1985: 237). Mulyono

Abdurrahman, (1999: 227) menyatakan bahwa ”Kesulitan belajar menulis yang

berat disebut juga agrafia. Disgrafia menunujuk pada adanya ketidakmampuan

(29)

commit to user

13

Kamus Kedokteran Dorland mendefinisikan disgrafia sebagai

ketidakmampuan untuk menulis secara tepat; mungkin merupakan bagian dari

kelainan bahasa yang disebabkan oleh gangguan pada lobus parietalis atau sistem

motorik. Disebut juga dengan status dysgraphycus (Tim Penerjemah EGC, 1994:

579).

Disgrafia adalah masalah pembelajaran spesifik yang berdampak terhadap

kesulitan dalam menyampaikan hal yang ada dalam pikiran dalam bentuk tulisan,

yang akhirnya malah menyebabkan tulisannya menjadi buruk (Jamila K. A.

Muhammad, 2008: 137).

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesulitan menulis /

disgrafia (dysgraphia) adalah ketidakmampuan individu dalam proses belajar

menulis huruf.

b. Karakteristik Anak Berkesulitan Menulis/Disgrafia (Dysgraphia)

Anak yang mengalami gangguan dalam belajar sering kali mendapatkan

kesulitan dalam belajar menulis. Mereka sering kali menulis dengan lambat dan

kesalahan ejaan karena ketidakmampuan mereka dalam menyesuaikan huruf

dengan bunyinya. Berikut ini beberapa penjelasannya.

Jamila K. A. Muhammad (2008: 138) menyebutkan bahwa tanda-tanda

masalah disgrafia adalah sebagai berikut :

1. Anak-anak dapat berkomunikasi dengan baik tetapi menghadapi masalah dalam kemampuan menulis.

2. Menggunakan tanda baca yang tidak benar, ejaan yang salah, mengulang kalimat atau perkataan yang sama.

3. Salah dalam mengartikan pertanyaan yang diberikan. 4. Sulit menulis nomor menurut urutannya.

5. Tidak konsisten dalam membuat tuisan yang bervariasi dalam kemiringan huruf dan ukuran tulisan.

6. Kalimat atau kata tidak ditulis lengkap, sering terdapat huruf atau kata yang terlewat.

7. Garis dan batas halaman kertas tidak sama antara satu halaman dan halaman yang lain.

8. Jarak antar-kata tidak konsisten.

(30)

commit to user

10. Sering berbicara sendiri saat menulis.

11. Selalu memerhatikan tangan yang sedang menulis. 12. Lambat dalam menulis.

Paul E. Dennison dan Gail E. Dennison dalam bukunya yang berjudul

Edu-K for Kids (2004: 39) mengilustrasikan anak yang mengalami kesulitan

[image:30.612.153.471.225.513.2]

menulis atau disgrafia sebagai berikut :

Gambar 1. Ilustrasi tentang anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia).

Dalam ilustrasi tersebut di atas menggambarkan seorang anak yang sedang

menyalin tulisan yang tertulis pada papan tulis. Tulisan yang berbunyi ”Ada beda

badak dengan kuda nil” pada papan tulis, disalin oleh anak pada bukunya

dengan tulisan ”Aba deba dabak bengan kuba nil”. Hal itu menunjukkan bahwa

anak tersebut tidak dapat membedakan antara huruf ”b” dan ”d” yang mempunyai

bentuk hampir serupa. Tulisan tidak ditulis atau disalin pada buku tidak sesuai

dengan tulisan yang sudah tertera pada papan tulis. Selain itu, anak juga

(31)

commit to user

15

hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis dan membaca saling terkait satu

dengan yang lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak yang

mengalami kesulitan memiliki karakteristik dapat berkomunikasi dengan baik

tetapi mengalami kesulitan menulis yang diantaranya dalam penggunaan tanda

baca, ejaan, kata atau kalimat yang ditulis tidak lengkap sebagaimana mestinya

dengan terdapatnya huruf atau kata yang terlewat.

3. Tinjauan Tentang Kesulitan Membaca / Disleksia (Dyslexia)

a. Pengertian Kesulitan Membaca / Disleksia (Dyslexia)

Kesulitan belajar membaca sering disebut juga disleksia (dyslexia).

Perkataan disleksia berasal dari Yunani yang artinya “kesulitan membaca.” Ada

nama-nama lain yang menunjuk kesulitan belajar membaca, yaitu corrective

readers (Hallahan, Kaufman, & Lloyd, 1985 : 202); sedangkan kesulitan belajar

membaca yang berat sering disebut aleksia (alexia) (Lerner : 1981 : 295).

Kamus Kedokteran Dorland mendefinisikan disleksia sebagai

ketidakmampuan untuk membaca secara mengerti oleh karena lesi sentral (Tim

Penerjemah EGC, 1994 : 580).

Istilah lain yang digunakan untuk merujuk pada disleksia adalah buta

huruf ataualexia. Perkataan disleksia berasal dari bahasa Yunani yaitu “dys” dan

“lexia”. “dys” berarti kesulitan sedangkan “lexia” berarti kata. Disleksia

didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memperoleh pengetahuan dari

proses pembelajaran akibat kesulitan dalam menafsirkan kalimat (Jamila K. A.

Muhammad, 2008 : 140).

Bryan dan Bryan seperti dikutip oleh Mercer (1979 : 200) dalam Mulyono

Abdurrahman (1999 : 204) mendefinisikan disleksia sebagai suatu sindroma

kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat,

mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar

segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. Hornsby (1984 : 9)

dalam Mulyono Abdurrahman (1999 : 204) mendefinisikan disleksia tidak hanya

(32)

commit to user

dipahami karena ada kaitan yang erat antara membaca dengan menulis. Anak

yang berkesulitan membaca umumnya juga kesulitan menulis.

Jovita maria ferliana dalam Lisa Weinstein (2007 : xxiv) mengemukakan

beahwa disleksia sering kita kenal dengan ketidakmampuan mengenal huruf dan

suku kata dalam bentuk tertulis. Atau dengan kata lain, ketidakmampuan dalam

membaca.

Ketidakmampuan dalam membaca juga berkaitan erat dengan kesulitan

menulis, hal senada dikemukakan oleh Jovita Merliana Ferliana dalam Lisa

Weinstein (2007 : xxiv) :

Penderita disleksia sebenarnya mangalami kesulitan membedakan bunyi fonetik yang menyusun sebuah kata. Mereka bisa menangkap kata-kata tersebut dengan indera pendengarnya. Namun, ketika harus menuliskannya pada selembar kertas, mereka mengalami kesulitan harus menuliskannya dengan huruf-huruf yang mana saja. Dengan demikian, dia juga kesulitan menuliskan apa yang ia inginkan ke dalam kalimat-kalimat panjang secara akurat.

Anak-anak penderita disleksia adalah anak-anak yang menghadapi

kesulitan dalam membaca, menulis dan mengeja. Tetapi tidak banyak anak-anak

yang tidak menyadari hal ini dan yang dirugikan adalah mereka sendiri karena

dianggap sebagai anak yang malas, bodoh, dan lamban (Jamila K. A. Muhammad,

2008 : 140).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak

berkesulitan membaca atau disleksia adalah anak yang mengalami kesulitan dalam

belajar membaca, menulis dan mengeja serta kesulitan dalam mempelajari

komponen-komponen kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen

kata dan kalimat, dan dalam belajar segala sesuatu yang berkenaan dengan waktu,

arah, dan masa.

b. Karakteristik Anak Berkesulitan Membaca / Disleksia (Dyslexia)

Kebanyakan anak-anak disleksia tidak dapat mengimbangi daya ingat akan

huruf dengan perkataan dan menghadapi masalah dalam mnegingat bentuk huruf,

(33)

commit to user

17

bagi mereka adalah huruf b dan d, dan kata-kata lain yang hamper sama ejaannya

(Jamila K. A. Muhammad, 2008 : 142).

Ott (1997) dalam Jamila K. A. Muhammad (2008 : 142) menguraikan

ciri-ciri anak-anak disleksia sebagai berikut :

1. Umum

Secara umum, anak yang mengalami kesulitan membaca dapat digambarkan bahwa perkembangan penuturan dan bahasa lambat, kemampuan mengeja lemah, kemampuan membaca lemah, keliru membedakan kata yang hampir sama, sulit mengikuti arahan, sulit dalam menyalin tulisan, sulit melewati jalan yang memiliki banyak belokan.

2. Pengamatan dan tingkah laku

Ciri-ciri yang terlihat pada anak berkesulitan menulis juga dapat diamati dari tingkah laku yang ada, seperti halnya salah jika menentukan arah, bingung untuk menentukan waktu, sering merasa tertekan, sering salah dalam memakaikan sepatu pada kaki yang benar, kemampuan untuk mandiri yang rendah.

3. Koordinasi antara pandangan dengan penglihatan

Secara fisik, karakteristik yang muncul pada anak berkesulitan mumbaca dapat diamati berdasarkan koordinasi antara pandangan dengan penglihatan diantaranya sulit mengeja dengan benar, sering melupakan huruf yang ada pada awal kata, sering menambah huruf pada akhir kata, bermasalah dalam penyusunan huruf, sulit dalam memahami perkataan, daya ingat lemah, sulit membuat abstraksi terhadap suatu kata.

4. Kemampuan motorik

Karakteristik anak berkesulitan belajar, secara motorik dapat diamati dengan adanya koordinasi yang lemah, selalu menggerakkan tangan dengan terlampau cepat, lambat dalam menulis, tulisan buruk dan sulit dibaca, sulit memegang pensil dengan benar, kesulitan dalam menggunakan gunting, sulit menjaga keseimbangan badan, sulit untuk menendang dengan benar, sulit untuk menaiki tangga dengan benar.

Menurut Mercer C (1983: 309) ada empat kelompok karakteristik

kesulitan belajar membaca, yaitu berkenaan dengan :

1. Kebiasaan membaca 2. Kekeliruan mengenal kata 3. Kekeliruan pemahaman 4. Gejala-gejala serbaneka.

Jovita Merliana Ferliana dalam Lisa Weinstein (2007: xxvi)

mengemukakan bahwa kekurangan anak disleksia dalam membaca adalah sebagai

(34)

commit to user

1. Membaca dengan amat lamban dan terkesan tidak yakin atas apa yang ia ucapkan.

2. Menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya yang beranjak dari satu teks ke teks berikutnya.

3. Melewatkan beberapa suku kata, kata, fraa, bahkan baris-baris dalam teks yang dibaca.

4. Menambahkan kata-kata atau frasa-frasa yang tidak ada dalam teks yang dibaca.

5. Membolak-balik susunan huruf atau suku kata dengan memasukkan huruf-huruf lain.

6. Salah melafalkan kata-kata yang sedang ia baca walalupun kata-kata tersebut sudah akrab.

7. Mengganti suku kata dengan kata lainnya sekalipun kata yang diganti tidak memiliki arti penting dalam teks yang dibaca.

8. Membuat kata-kata sendiri yang tidak memiliki arti. 9. Mengabaikan tanda-tanda baca.

Menurut Mulyono Abdurrahman (1999: 205) anak berkesulitan membaca

sering mengalami kekeliruan dalam mengenal kata. Kekeliruan jenis ini

mencakup penglihatan, penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap,

pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-sentak.

Pendapat Vernon yang juga dikutip oleh Hargrove dan Poteet (1984: 164)

dalam Mulyono Abdurrahman (1999: 206) mengemukakan perilaku anak

berkesulitan belajar membaca sebagai berikut :

1. Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan 2. Tidak mampu menganalisis kata menjadi huruf-huruf 3. Memiliki kekurangan dalam memori visual

4. Memiliki kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris 5. Tidak mampu memahami simbol bunyi

6. Kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dengan pendengaran

7. Kesulitan dalam mempelajari asosiasi simbol-simbol ireguler (khusus yang berbahasa inggris)

8. Kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf 9. Membaca kata demi kata

10. Kurang memiliki kemampuan dalam berpikir konseptual.

Perilaku lain yang biasa dilakukan oleh anak yang mengalami disleksia

muncul ketika belajar menulis (Jovita Merliana Ferliana dalam Lisa Weinstein,

2007: xxvi-xxvii) adalah sebagai berikut :

(35)

commit to user

19

3. Menambahkan huruf-huruf pada kata-kata yang ia tulis.

4. Mengganti satu huruf dengan huruf lainnya, sekalipun bunyi huruf-huruf tersebut tidak sama.

5. Menuliskan sederetan huruf yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan bunyi kata-kata yang ingin di atuliskan.

6. Mengabaikan tanda-tanda baca yang terdapat dalam teks-teks yang sedang ia baca.

Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat kita simpulkan bahwa perilaku

atau karakteristik anak yang mengalami disleksia dapat diamati secara fisik yang

terlihat pada motoriknya, koordinasi penglihatan dan pengamatan tingkah laku

dalam kemampuan menulis mengalami hambatan dalam proses menulis yang

sedang dilakukannya.

c. Jenis-Jenis Anak Berkesulitan Membaca / Disleksia (Dyslexia)

Anak yang mengalami kesulitan dalam belajar membaca, beberapa

diantaranya mengalami gangguan dalam penglihatannya atau pendengarannya, hal

ini bukan karena mereka mengalami gangguan pada mata yang mengharuskan

mereka menggunakan bantuan kacamata untuk membaca atau gangguan pada

telinga yang mengharuskan mereka menggunakan bantuan alat bantu dengar,

melainkan gangguan berupa koordinasi penglihatan atau pendengaran yang

berhubungan dengan kemampuan akademis dalam mengingat hal yang dilihatnya

atau mengenal bunyi dalam kata.

Menurut Jamila K. A. Muhammad (2008: 141) disleksia dapat dibagi

menjadi tiga kategori, yaitu :

1. Disleksia visual

Disleksia visual berkaitan dengan masalah anak-anak dalam menggunakan

indera penglihatan. Walaupun anak-anak tersebut dapat melihat dengan

baik, ia tidak dapat membedakan, menginterpretasi, dan mengingat hal

yang dilihatnya.

2. Disleksia auditoris

Disleksia auditoris berkaitan dengan masalah anak-anak dalam

menggunakan indera pendengaran. Walaupun anak-anak tersebut dapat

(36)

commit to user

menyimpulkan kesamaan dan perbedaannya, mengenal dengan baik bunyi

perkataan, dan juga bermasalah dalam membagi perkataan dalam

kelompok suku kata.

3. Disleksia visual-auditoris

Anak-anak dalam kategori ini berada pada tahap yang agak serius karena

kedua inderanya, yaitu penglihatan dan pendengaran, tidak dapat

membantunya menginterpretasikan apa yang dilihat dan didengarnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, jenis anak berkesulitan membaca dapat

dibedakan antara lain disleksia visual yang berkaitan dengan kemampuan

penglihatan dalam proses menulis, disleksia auditoris yang berkaitan dengan

kemampuan pendengaran dalam proses menulis, dan disleksia visual-auditoris

yang berkaitan dengan kemampuan penglihatan dan pendengaran dalam proses

menulis.

4. Tinjauan Tentang Media Pendidikan

a. Pengertian Media Pendidikan

Secara harfiah media berasal dari bahasa Latin yaitu bentuk jamak dari

medium yang berarti perantara atau segala sesuatu yang membawa atau

menyalurkan informasi antara sumber dan penerima.

Menurut Koyok dan Zulkarnaen seperti dikutip Imam Supadi (1987: 18)

mengartikan media sebagai suatu yang dapat menyalurkan pesan yang dapat

merangsang pikiran, perasaan dan kemauan seseorang sehingga dapat mendorong

terciptanya proses belajar mengajar pada dirinya.

Menurut Oemar Hamalik (1982: 23) “media pendidikan adalah alat,

metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan

komunikasi dan interaksi antara guru dan anak didik dalam proses pendidikan dan

pengajran di sekolah”.

Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media

(37)

commit to user

21

dapat menyimpan dan menyalurkan informasi atau kesan yang dikandungnya

kepada penerima untuk tujuan pendidikan atau pengajaran.

Media pendidikan yang dimaksud dalam hal ini adalah abjad 8 (alphabet

8s), sebagai alat untuk menyampaikan informasi dari guru sebagai penyampai

kepada siswa sebagai penerima agar apa yang disampaikan dapat dipahami oleh

siswa sesuai dengan yang diharapkan.

b. Fungsi Dan Manfaat Media Pendidikan

Media pendidikan sangat penting dalam proses belajar mengajar

mengingat fungsi pendidikan yang sangat strategis bagi kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam hal ini mengenai penyampaian materi belajar

melalui media pendidikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Roestijah NK (1982:

29) yang menyatakan bahwa media pendidikan mempunyai fungsi sebagai

berikut:

1. Fungsi Edukatif

Media pendidikan dapat memberi pengaruh baik yang mengandung nilai-nilai pendidikan.

2. Fungsi Sosial

Melalui media pendidikan hubungan antara anak didik akan lebih baik, sebab mereka secara gotong royong dapat bersama-sama menggunakan media tersebut.

3. Fungsi Ekonomis

Dengan satu macam alat, media pendidikan sudah dapat dinikmati oleh sejumlah anak didik dan dapat dipergunakan sepenjang waktu.

4. Fungsi Politis

Dengan media pendidikan maka sumber pendidikan dari pusat akan sampai ke sekolah-sekolah.

5. Fungsi Seni Budaya

Dengan adanya media pendidikan berarti kita dapat mengenal bermacam-macam hasil budaya manusia sehingga pengetahuan anak tentang nilai-nilai budaya manusia makin bertambah luas.

Media pendidikan yang digunakan dalam proses belajar mengajar

mempunyai manfaat. Adapun nilai atau manfaat media pendidikan menurut

pendapat Roestijah. NK (1982: 70) adalah sebagai berikut :

(38)

commit to user

3. Memberikan pengalaman yang nyata dan langsung

4. Membantu menumbuhkan pikiran pengertian yang teratur dan sistematis 5. Mengembangkan sikap eksploratif

6. Berorientasi pada lingkungan dan memberi kemanfaatan dalam pengamatan

7. Mengembangkan motivasi kegiatan belajar serta memberikan pengalaman yang menyeluruh.

Dengan melihat pada fungsi, nilai atau manfaat media pendidikan Oemar

Hamalik (1982: 27) mengemukakan bahwa terdapat pula sejumlah nilai atau

manfaat praktis dari media pendidikan yaitu sebagai berikut :

1. Media pendidikan melampaui batas pengalaman pribadi anak didik 2. Media pendidikan melampaui batas ruang dan waktu

3. Media pendidikan memberikan informasi atau kesamaan dalam pengamatan

4. Media pendidikan memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara siswa dan lingkungan

5. Media pendidikan akan memberikan pengertian atau konsep yang sebenarnya secara realistis dan teliti

6. Media pendidikan membangkitkan keinginan dan minat-minat baru 7. Media pendidikan membangkitkan motivasi dan merangsang anak didik 8. Media pendidikan memiliki pengalaman yang menyeluruh

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli tersebut

dapat disimpulkan bahwa media pendidikan yang dalam hal ini abjad 8 (alphabet

8s) mempunyai kelebihan dalam membantu proses belajar membaca terhadap

anak didik yaitu :

1. Memberikan pengalaman yang nyata dan langsung

2. Menambah dan merangsang perhatian anak

3. Memberikan motivasi kegiatan belajar dan merangsang kegiatan anak

4. Membantu anak memahami isi cerita

5. Lebih ekonomis dengan satu media pembelajaran, dapat dipakai oleh

sejumlah anak didik dan dapat digunakan sepanjang waktu

c. Klasifikasi Media Pendidikan

Klasifikasi media pendidikan menurut Koyok dan Zulkarnaen seperti yang

(39)

commit to user

23

1. Media visual, terdiri dari gambar atau foto, sketsa, diagram, chart, grafik,

peta dan globe.

2. Media auditif (dengar), terdiri dari radio magnetic, tape recorder, dan

laboratorium bahasa.

3. Projector slidemedia, antara lain terdiri dari slide, film, OHP.

Sedangkan klasifikasi media pendidikan menurut Amir Hamzah Sulaiman

(1985: 27) adalah sebagai berikut :

1. Media audio, yaitu alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi seperticasset,

tape recorder, dan radio.

2. Media visual, yaitu alat-alat yang dapat memperlihatkan bentuk dan rupa,

yakni kita kenal sebagai alat peraga, media visual ini terbagi atas :

a) Media visual dua dimensi yang meliputi :

(1) Media visual dua dimensi pada bidang yang tidak transparan,

seperti gambar-gambar, lembaran balik, wayang beber, grafik,

poster, foto, dan lain-lain.

(2) Media visual dua dimensi pada bidang yang transparan, seperti

slide, film, strip, dan lembaran transparansi.

b) Media visual tiga dimensi

3. Media audio visual, yaitu alat-alat yang dapat menghasilkan rupa dan

suara dalam satu unit misalnya TV dan film suara.

Berdasarkan kedua pendapat diatas maka diketahui bahwa posisi abjad 8

(alphabet8s) dalam klasifikasi pendidikan terdapat dalam kelompok media visual

dua dimensi pada bidang yang tidak transparan.

5. Tinjauan Tentang Abjad 8 (Alphabet 8s)

a. Latar Belakang Abjad 8 (Alphabet8s)

Abjad 8 mengadaptasi dari bentuk 8 Tidur sebagai tempat meletakkan

huruf kecil dari a ke t (huruf-huruf ini berkembang dari sistem Arab; huruf u

sampai z dari abjad Romawi). Aktivitas ini mengintegrasikan gerakan yang

(40)

commit to user

menyebrangi garis tengah visual tanpa mengalami kebingungan. Setiap huruf

secara jelas ditempatkan pada salah satu sisi, kiri atau kanan dari garis tengah.

Banyak huruf mulai atau berakhir dengan menulis garis ke bawah. Bagi

kebanyakan murid, penulisan huruf kecil membaik maka tulisan tangan pun

[image:40.612.173.488.207.469.2]

umumnya juga lebih mudah (Paul E. Dennison et al, 2005: 13).

Gambar 2. Bentukalphabet 8syang digambarkan menurut belahan otak manusia.

(Paul E. Dennison et al, 2004 : 40).

b. Fungsi Abjad 8 (alphabet8s)

Menurut Paul E. Dennison et al (2005: 14) abjad 8 (alphabet8s) memiliki

fungsi sebagai berikut :

1. Mengaktifkan otak untuk :

a) Menyebrangi garis tengah kinestetik-perabaan untuk menulis dengan dua sisi otak pada bidang tengah

b) Meningktakan kesadaran perifer c) Koordinasi mata-tangan

d) Mengenali dan membedakan simbol atau huruf 2. Kemampuan akademik

a) Kemampuan gerakan motorik-halus b) Kemampuan menulis indah

(41)

commit to user

25

3. Hubungan perilaku dan sikap tubuh

a) Pada saat menulis mata, tengkuk, bahu, dan pergelangan tangan lebih relaks

b) Meningkatkan konsenterasi saat menulis

c) Lebih terampil dalam kegiatan yang melibatkan koordinasi mata-tangan

8 Tidur mengajari orang untuk menggunakan kedua matanya dalam kedua

bidang visual, dan karenanya penting sekali untuk meningkatkan ketrampilan

membaca (Paul E. Dennison, 2008: 253). Selain itu, 8 Tidur mengajarkan

perhatian visual dan memperbaiki keterampilan motilitas (kapasitas untuk

membuat gerakan) yang berhubungan dengan penglihatan yang dibutuhkan untuk

[image:41.612.133.510.212.499.2]

membaca (Paul E. Dennison, 2008: 253).

Gambar 3. Bentuk 8 Tidur yang diperagakan. ( Paul E. Dennison et al, 2005: 10)

Abjad 8 melibatkan menulis huruf-huruf alfabet di dalam lingkaran yang

dibuat oleh 8 Tidur—hanya huruf kecil yang digunakan dan sebuah 8 tidur

digambar setelah setiap huruf. Tujuannya adalah secara kinestetik merasakan

bahwa huruf-huruf alfabet mula-mula bulat dan berakhir di garis tengah, atau

dimulai dengan garis lurus ke bawah pada garis tengah dan bergerak ke kanan. 8

Tidur merupakan keseluruhan yang di dalamnya terdapat semua huruf yang

(42)
[image:42.612.171.484.118.477.2]

commit to user

Gambar 4. Bentuk abjad 8 (alphabet 8s) yang terkandung huruf yang menjadi bagiannya.

(Paul E. Dennison et al, 2005: 14).

B. KERANGKA BERPIKIR

Kerangka berpikir dalam sebuah penelitian sangat penting artinya, karena

akan dapat memberikan gambaran hubungan antara variabel yang diteliti. Adapun

kerangka berpikir yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Anak tuna grahita ringan adalah anak yang memiliki kecerdasan yang

rendah sehingga sangat perlu untuk diberikan pelayanan khusus.

2. Fungsi kognitif sangat erat kaitannya dengan kemampuan membaca dan

menulis pada anak untuk mendukung proses belajar. Tetapi anak tuna

grahita ringan memiliki kecerdasan yang rendah sehingga berdampak pada

fungsi kognitifnya.

3. Dengan kemampuan dasar yang dimiliki anak tuna grahita apabila diberi

kesempatan dan penanganan yang tepat, maka akan dapat mencapai hasil

(43)

commit to user

27

4. Dengan penerapan penggunaan abjad 8 (alphabet 8s) sebagai media

belajar membaca dan menulis, diharapkan dapat mengatasi kesulitan

menulis (dysgraphia) dan membaca (dyslexia) pada anak tuna grahita

ringan.

Kerangka pemecahan masalah dan gambaran pola pemecahannya adalah

sebagai berikut :

Diskusi Penerapan metode

pemecahan masalah abjad 8 (alphabet 8s)

[image:43.612.123.542.217.618.2]

Evaluasi Efek

Gambar 5. Kerangka Berfikir Penelitian

Keadaan Sekarang Perlakuan Hasil Keluaran

Anak tuna grahita ringan dengan kesulitan membaca (dyslexia) dan kesulitan menulis (dysgraphia) dengan hasil pembelajaran Bahasa Indonesia rendah

1. Pelatihan

pembelajaran abjad 8 (alphabet 8s) 2. Simulasi

pembelajaran abjad 8 (alphabet 8s)

Anak tuna grahita ringan

dengan kesulitan membaca (dyslexia) dan kesulitan menulis

(dysgraphia) dengan hasil pembelajaran Bahasa Indonesia yang meningkat sehingga

kesulitannya teratasi

(44)

commit to user

C. HIPOTESIS

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap suatu penelitian,

yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Sumadi Suryabrata, 2003 :

21). Berdasarkan tinjauan teori di atas dalam penelitian ini terdapat hipotesis yang

akan dibuktikan, hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Dengan diterapkan model abjad 8 (alphabet 8s) sebagai media belajar

menulis dan membaca berpengaruh positif terhadap peningkatan

kemampuan menulis dan membaca bidang studi Bahasa Indonesia pada

anak tuna grahita yang mengalami kesulitan membaca (dyslexia) dan

kesulitan menulis (dysgraphia).

2. Dengan diterapkan model abjad 8 (alphabet 8s) sebagai media belajar

menulis dan membaca, dapat mengatasi kesulitan membaca (dyslexia) dan

(45)

commit to user

29

BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk mendapatkan kebenaran dari suatu hasil penelitian diperlukan

adanya metodologi yang tepat. Metodologi juga berfungsi untuk mengarahkan

proses berpikir agar penelitian menghasilkan kebenaran yang obyektif dan dapat

mengantarkan peneliti kearah tujuan yang diinginkan yaitu hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan.

Dengan berorientasi pada judul penelitian, maka metode yang penulis

gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan. (action

research). Paul Suparno (2007: 5) menerangkan bahwa “Secara umum, riset

tindakan dimaksudkan sebagai riset yang dilakukan oleh seseorang yang sedang

praktik dalam suatu pekerjaan, untuk digunakan dalam pengembangan pekerjaan

itu sendiri”. Dalam hal ini seseorang yang dimaksudkan sedang praktik dalam

suatu pekerjaan adalah penulis yang bertindak sebagai pengajar. Praktik yang

dilakukan saat mengajar bertujuan untuk mengembangkan kemampauan siswa

dalam pelajaran tertentu.

Kemmis dan McTaggart (1988, dalam Kemmis, 1997) dalam Paul

Suparno (2007: 6) menjelaskan bahwa:

“Riset tindakan sebagai bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh

para partisan dalam situasi sosial dengan tujuan untuk memajukan produktivitas, rasionalitas, keadilan pada persoalan social, atau praktik pendidikan. Partisipannya adalah guru, siswa, kepala sekolah, orang tua, anggota masyarakat. Dalam dunia pendidikan, riset tindakan digunakan dalam pengembangan kurikulum, profesi, program sekolah, perencanaan,

dan kebijakan sekolah.”

Kemajuan praktik pendidikan yang ingin dicapai penulis adalah

kemampuan siswa dalam menulis dan membaca, yang menjadi partisipan

diantaranya penulis, siswa, guru kelas, dan kepala sekolah.

Dalam Zainal Aqib (2006: 19) menyebutkan bahwa terdapat empat jenis

penelitian tindakan kelas, yaitu sebagai berikut.

1. Penelitian Tindakan Kelas Diagnostik.

2. Penelitian Tindakan Kelas Partisipatori.

(46)

commit to user

4. Penelitian Tindakan Kelas Eksperimental (Chein, 1990).

Zainal Aqib (2006: 20) mengungkapkan bahwa suatu penelitian dikatakan

sebagai PTK partisipan apabila peneliti terlibat langsung didalam proses

penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan. Dengan

demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlibat dalam proses

belajar mengajar, selanjutnya peneliti memantau, mencatat, dan mengumpulkan

data, lalu menganalisis data serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya.

Di dalam kaitannnya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan

terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang diterapkan untuk mencapai suatu

tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat

menentukan cara mana yang paling efektif dan efisien dalam rangka mencapai

tujuan pengajaran. Cara yang diguakan peneliti dalam pembelajaran yang

bertujuan untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi kesulitan menulis

(dysgraphia) dan kesulitan membaca (dyslexia) adalah dengan memberikan

perlakuan abjad 8 (alphabet 8s) kepada siswa tersebut yang mengalami hal itu.

Zainal Aqib (2006: 20) menjelaskan bahwa yang dikategorikan sebagai PTK

eksperimen ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan

berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan

belajar-mengajar

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian

tindakan kelas merupakan bagian dari penelitian tindakan (action research).

Penelitian tindakan yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian tindakan kelas

yang jenis partisipan dan eksperimen. Dimana abjad 8 (alphabet 8s) digunakan

untuk mengatasi atau setidaknya mengurangi kesulitan menulis (dysgraphia) dan

kesulitan membaca (dyslexia) pada siswa. Dalam konteks pendidikian, penelitian

tindakan kelas diartikan sebagai bentuk kegiatan refleksi diri yang dilakukan oleh

pengajar/guru dalam situasi kependidikan yang digunakan untuk perencanaan dan

(47)

commit to user

31

A. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Dalam memperoleh data sebagai pemecahan masalah yang diajukan,

peneliti akan melaksanakan penelitiannya di SLB – C Setya Darma Surakarta

yang beralamat di Jl. Mr. Sartono No. 32 Cengklik Surakarta dengan

pertimbangan sebagai berikut:

a. Di SLB–C Setya Darma Surakarta terdapat data yang diperlukan peneliti,

sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai lokasi penelitian.

b. Lokasi SLB – C Setya Darma Surakarta cukup strategis dilihat dari segi

transportasi dengan banyaknya sarana transportasi yang melewati daerah

tersebut.

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada awal semester II Tahun Ajaran

2009/2010, yaitu bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2010. penentuan

waktu penelitian mengacu pada kalender akademik sekolah, karena penelitian

tindakan memerlukakn beberapa siklus yang membutuhkan proses belajar

mengajar yang efektif.

3. Siklus Penelitian Tindakan

Penelitian tindakan ini dilaksanakan melalui tiga siklus untuk setiap

kompetensi dasar untuk melihat peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa

dalam mengikuti mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui pembelajaran abjad 8

(alphabet 8s). Dalam penelitian ini terdapat dua kompetensi dasar, jadi

keseluruhan ada enam siklus dan pre tes-post tes.

B. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang penulis jadikan subjek penelitian adalah anak

tuna grahita dengan kesulitan menulis (digraphia) dan kesulitan membaca

(dyslexia) di kelas 6 SLB – C Setya Darma Surakarta yang berjumlah 6 siswa

(48)

commit to user

C. Data dan Sumber Data

Data yang diperoleh sebagai sumber data didapatkan dari :

1. Siswa

Data yang berasal dari siswa dimaksudkan untuk mendapatkan data

tentang hasil belajar bidang studi Bahasa Indonesia dalam kemampuan

belajar menulis dan membaca serta aktivitas siswa dalam proses

belajar mengajar.

2. Guru

Data yang berasal dari guru (penulis sebagai peneliti) bertujuan untuk

mengukur tingkat keberhasilan implementasi pembelajaran abjad 8

(alphabet 8s), hasil pembelajaran serta aktivitas siswa dalam proses

belajar mengajar.

3. Teman Sejawat atau Kolabolator

Teman sejawat dan kolabolator dimaksudkan sebagai sumber data

untuk melihat implementasi penelitian tindakan kelas secara

komprehensif, baik dari sisi siswa maupun guru (penulis sebagai

peneliti). Teman sejawat dalam penelitian ini adalah guru kelas yang

mengetahui keadaan siswa dan kelas yang diajar sejauh ini. Sedangkan

yang menjadi kolabolator dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah.

Selain yang disebutkan diatas, sumber data yang digunakan, baik sebagai

data utama maupun pendukung dalam penelitian ini adalah :

1. Dokumen (catatan hasil belajar dan portofolio)

2. Laporan pengamatan

3. Tes

(49)

commit to user

33

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Tes

Teknik pengumpulan data cenderung lebih bersifat mencari tujuan yang

diharapkan (purposive) karena dipandang lebih mampu menangkap kelengkapan

dan kedalaman data didalam menghadapi realitas yang tidak tunggal. Pelaksanaan

penelitian tindakan ini dibantu dengan tes untuk mengumpulkan data yang

diperlukan dalam penelitian ini. Tes dilakukan sebelum melakukan intervensi

dalam mengatasi kesulitan menulis (dysgraphia) dan kesulitan membaca

(dyslexia) yang dialami oleh anak tuna grahita ringan, kemudian diberi perlakuan

dengan menggunakan abjad 8 (alphabet 8s) sebanyak 3 kali dan tes setelah anak

mendapatkan intervensi dengan menggunakan abjad 8 (alphabet 8s). Tes tersebut

adalah tes tertulis dengan pengamatan dari peneliti.

Suharsimi Arikunto (1996: 138) mengemukakan bahwa ”Tes adalah

serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur

ketrampilan yang dimiliki oleh individu atau kelompok”. Sedangkan menurut

Sumadi Suryabrata (1993: 26) berpendapat bahwa ”Tes adalah pertanyaan

-pertanyan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan

yang berdasarkan atas bagaimana testi menjawab pertanyaan-pertanyaan dan atau

tidak melakukan perintah-perintah itu”.

Dari kedua pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tes adalah

serangkaian pertanyaan atau perintah yang harus dijawab serta mendasar untuk

mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan ataua bakat yang

dimiliki oleh individu atau kelompok, dengan cara membandingkan dengan

standar atau dengan testi lain.

Berdasarkan atas cara menyelesaikannya, test dapat dibedakan menjadi

tiga jenis yaitu:

1. Tes Tertulis

Tes tertulis adalah tes yang soal-soalnya maupun jawabannya disampaikan

(50)

commit to user

2. Tes Lisan

Tes lisan adalah tes dimana soal-soalnya maupun jawabannya disampaikan

secara lisan.

3. Tes Perbuatan

Tes perbuatan adalah tes yang pertanyaan-pertanyaannya atau

perintah-perintahnya disampaikan melalui tugas-tugas dan penilaiannya biasanya

dilakukan dengan baik terhadap proses pelaksanaan tugas-tugas maupun

terhadap hasil yang telah dicapai testi.

Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan tes tertulis dan tes lisan

berupa butir soal/instrument soal yang dibuat oleh penulis untuk mendapatkan

sebuah data. Metode tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil

belajar kemampuan menulis dan membaca anak tuna grahita ringan.

2. Pengamatan atau Obserasi

Dalam kegiatan pengumpulan data, pengamatan atau observasi digunakan

untuk melihat seberapa jauh dampak atau akibat dari tindakan telah mencapai

sasaran. Ada beberapa teknik dalam observasi yang dapat digunakan. Kunandar

(2009: 146) menjelaskan teknik-teknik observasi sebagai berikut :

1. Obseravsi terbuka adalah apabila sang pengamat atau observer melakukan pengamatannya dengan mengambil pensil, kemudian mencatatkan segala sesuatu yang terjadi di kelas.

2. Observasi terfokus adalah apabila penelitian ingin memfokuskan permasalahan kepada upaya-upaya guru dalam membangkitkan semangat belajar siswa dengan memberikan respons kepada pertanyaan guru, sebaiknya dilakukan penelitian tindakan kelas yang memfokuskan kepada meningkatkan kualitas bertanya.

3. Observasi terstruktur merupakan pengamatan yang

Gambar

Tabel 1. Perolehan Skor Tes Menulis dan Membaca Siswa ......................
Gambar 2. Bentuk alphabet 8s yang digambarkan menurut
Gambar 1. Ilustrasi tentang anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia).
Gambar 2. Bentuk alphabet 8s yang digambarkan menurut belahan otak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Media-media untuk meningkatkan kemampuan membaca bebeapa di antaranya sudah diteliti, dan hasil dari penelitian tentang peningkatan kemampuan membaca awal anak telah dilakukan

Secara khusus bertujuan untuk mengetahui pengembangan kemampuan Membaca, Menulis, dan Berhitung (Calistung) pada Siswa kelas B TK Negeri Pembina Boyolali Tahun

Berdasarkan hasil positif dalam penelitian, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan menulis angka anak tunagrahita ringan sebaiknya sekolah memperkaya

Program latihan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam otak terhadap peningkatan kemampuan memori jangka pendek pada anak dengan tuna grahita

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis dalam Peningkatan Kemampuan Menulis Eksposisi Berita dan Ekspsosisi Ilsutrasi Siswa Kelas V

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh implementasi kartu kata dalam permainan domino terhadap peningkatan kemampuan membaca dan menulis permulaan siswa. Sampel

Pengajaran membaca permulaan, selama ini guru hanya menggunakan buku-buku teks dan kurang memanfaatkan media gambar, sehingga hasil pembelajaran membaca

Peningkatan Kemampuan Pembelajaran Membaca dan Menulis Awal pada dengan Menggunakan Media Gambar pada Siswa Kelas I SDN Petemon XII/360 Surabaya Tahun Ajaran 2016/2017