• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Mengajar Guru MI Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T2 942013013 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Mengajar Guru MI Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T2 942013013 BAB II"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja Mengajar Guru

2.1.1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah satu kata yang sering banyak orang mengidentikan dengan hasil pekerjaan seseorang. Hal ini ditegaskan oleh Wirawan (2009) yang menyatakan bahwa kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Artinya dalam hal ini kinerja juga dapat definisikan sebagai hasil yang melekat di dalam diri seseorang dari pekerjaan yang telah dilakukan. pendapat ini dikuatkan oleh Rivai (2008) yang menyatakan bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kinerja.

(2)

11

definisi kinerja lebih kepada suatu kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Wibowo (2013) juga mendefinisikan kinerja itu tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, juga tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakanya. Sehingga di sini Wibowo menegaskan bahwa kinerja juga merupakan proses tentang bagaimana pekerjaan dilakukan serta hasil dari pekerjaan itu. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja adalah suatu proses dan hasil yang diperoleh dari pekerjaan seseorang dan atau kelompok, organisasi, perusahaan serta lembaga baik yang bersifat menguntungkan ataupun hanya bersifat jasa melalui kegiatan dan pengalaman dalam kurun waktu tertentu.

2.1.2 Kinerja Mengajar Guru

Guru yang baik, setidaknya memiliki empat kompetensi yang harus dikuasai. Empat kompetensi tersebut adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan di dalam amanat Undang-Undang Guru dan Dosen Bab VI tentang standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan pasal 28.

(3)

12

Kompetensi kepribadian merupakan pencerminan dari kepribadian guru yang mantab, dewasa, berwibawa, bijaksana, berakhlak mulia sebagai contoh (tauladan) peserta didik. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru dalam rangka komunikasi dengan peserta didik, sesama guru, orang tua wali, dan masyarakat sekitar. Dan kompetensi profesional, kemampuan guru dalam penguasaan materi, kurikulum, dan metode pembelajaran secara mendalam.

Dari keempat kompetensi di atas, pedagogik merupakan kompetensi yang erat hubunganya dengan kinerja mengajar guru, karena di dalam kompetensi ini guru harus mampu menguasai setidaknya kemampuan untuk merencanaan, melaksanaan, serta mengevalusai proses pembelajaran. Dan kemampuan-kemampuan itulah yang harus dimiliki seorang guru dalam mengajar. Seperti halnya yang di paparkan beberapa tokoh di bawah ini dalam mendefinisikan kata mengajar.

(4)

13

terdapat dalam diri anak didik yang tujuanya untuk menemukan dan mengarahkan anak didik menjadi dirinya sendiri (evaluasi).

Sehingga dapat disimpulkana bahwa istilah kinerja mengajar guru dapat diartikan kemampuan yang harus dimiliki seorang guru dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi peserta didik. Maksudnya, merencanakan program mengajarnya dengan baik, teratur dan disiplin. Kemudian menyajikan materi pengajaran dan membimbing kegiatan belajar peserta didik serta mengevalusi atau memberikan penilaian hasil belajar siswa dengan baik sesuai dengan aturan.

2.1.3 Upaya Meningkatkan Kinerja Mengajar Guru

Upaya peningkatan kinerja guru saat ini sedang terus dilaksanakan oleh pihak pengelola pendidikan baik yang berada di tingkat pusat, daerah maupun pada tingkat pelaksana. Tujuan dari pada peningkatan kinerja ini menurut Mulyasa (2003) tidak lain adalah untuk mewujudkan niat dan keinginan mencapai prestasi siswa yang berkualitas baik dalam rangka merealisasikan visi reformasi pendidikan, yaitu pendidikan harus menghasilkan manusia yang beriman, berakhlak mulia, cerdas serta manusia yang mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

(5)

14

sekolah. Kegiatan yang dilakukan sekolah untuk meningkatkan kinerja gurunya menurut Suhertian (2000) mencakup a) supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan para pengawas dari kantor Dinas Pendidikan setempat, b) program Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang dilaksanakan secara teratur dan berkelanjutan, c) pemberian motivasi dari kepala sekolah kapada para guru dan pemberian kesempatan kepada guru untuk dapat mengikuti seminar, lokakarya dan penataran dalam bidang yang terkait dengan keahlian. Sedangkan kegiatan peningkatan kinerja mengajar guru yang berasal dari luar sekolah (eksternal) dapat dilakukan dengan mengikuti seminar dan atau penataran yang dilaksanakan di tingkat kabupaten atau kota, propinsi dan tingkat nasional.

(6)

15

2.1.4. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Peneliti mengklasifikasikan menjadi dua faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang guru. Faktor yang pertama adalah faktor yang dapat meningkatkan kinerja, sedang faktor yang kedua adalah faktor yang dapat menurunkan kinerja seorang guru dalam mengajar. Faktor yang pertama adalah faktor yang dapat meningkatkan kinerja guru. Mulyasa (2006) menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan kinerja seorang guru diantaranya adalah dorongan (motivasi) untuk bekerja, tanggung jawab terhadap tugas, minat terhadap tugas, pengahargaan atas tugas, peluang untuk berkembang, perhatian dari kepala sekolah dan hubungan interpersonal dengan sesama guru.

(7)

16

Apa yang disampaikan Jakobus dalam penelitianya tersebut menurut peneliti menggambarkan faktor yang mempengaruhi kinerja pada aspek psikologi seseorang. Berbeda dengan Jakobus, Siagian (2002) menyatakan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang pada aspek fisik. Menurutnya kenerja seseorang dipengarui oleh kondisi fisik. Seseorang yang memiliki kondisi fisik yang baik dan prima akan memiliki pula daya tahan tubuh yang kuat sehingga akan tercermin pada kegairahan bekerja dengan tingkat produktivitas yang tinggi.

Selain faktor psikologi dan fisik, ternyata kompetensi yang dimiliki seseorang juga berpengaruh terhadap kinerjanya. Herman (2011) dalam Jurnal

penelitian yang berjudul “Hubungan Kompetensi

dengan Kinerja Guru Ekonomi SMA menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kompetensi yang dimililki oleh seorang guru dengan kinerja guru tersebut. Jadi semakin guru itu bekerja (mengajar) sesuai kompetensinya maka kinerja guru tersebut akan semakain baik, begitu pula sebaliknya.

(8)

17

apabila seseorang tersebut kondisi fisiknya sedang sakit maka tingkat produktivitas kerjanya akan rendah.

2.1.5. Pengukuran Kinerja Mengajar Guru

Pengukuran kinerja terdapat dalam pedoman Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tahun 2005 tentang instrumen penilaian kinerja sekolah khususnya dalam komponen kinerja guru. Kinerja guru meliputi dua bidang, yaitu bidang akademik dan bidang non akademik. Adapun bidang akademik meliputi tiga unsur, yaitu 1) pengembangan pribadi yang memiliki tiga aspek yaitu aspek pengajaran, aspek kegiatan ekstra kulikuler dan aspek pribadi guru; 2) Unsur pembelajaran, memiliki tiga aspek yaitu aspek perencanaan, aspek pelaksanaan dan aspek evaluasi; 3) unsur sumber belajar memiliki dua aspek yaitu aspek ketersediaan bahan ajar dan aspek pemanfaatan sumber belajar. Sedang bidang non akademik memiliki satu unsur yaitu unsur kepribadian yang memiliki tujuh aspek, yaitu aspek kedisiplinan, etos kerja, kerja sama, tanggung jawab, kejujuran dan prestasi kerja.

(9)

18

memperhatikan karakteristik peserta didik, menyusun bahan ajar secara runut, kontekstual, mutakhir dan logis, merencanakan kegiatan pembelajaran secara efektif, memilih sumber belajar atau media pembelajaran sesuai materi dan strategi pembelajaran.

Aspek pelaksanaan terdapat tujuh indikator yaitu: memulai pembelajaran dengan efektif, menguasai materi pembelajaran, menerapkan pendekatan atau strategi pembelajaran yang efektif, memanfaatkan sumber belajar atau media dalam pembelajaran, memicu dan atau memelihara keterlibatan siswa dalam pembelajaran, menggunakan bahasa yang benar dan tepat dalam pembelajaran, mengakhiri pembelajaran dengan efektif.

Unsur pembelajaran yang terakhir adalah evaluasi. Aspek evaluasi terdiri dari tuga indikator, yaitu merancang alat evaluasi untuk mengukur kemajuan dan keberhasilan belajar peserta didik, menggunakan berbagai strategi dan metode penilaian untuk memantau kemajuan dan hasil belajar peserta didik dalam mencapai kompetensi tertentu sebagaimana yang tertulis dalam RPP, memanfaatkan berbagai hasil penilaian untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik tentang kemajuan belajarnya dan bahan penyusunan rancangan pembelajaran selanjutnya.

2.1.6. Profesionalisme Guru

(10)

19

“gelar” guru profesional. Sebagaimana yang telah disampaikan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen nomor 14 tahun 2005 tentang prinsip profesionalitas guru bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme 2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu

pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia 3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang

pendidikan sesuai bidang tugas

4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas

5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan

6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja

7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajr sepanjang hayat

8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan

9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru (UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen)

Sehingga diharapkan dengan banyaknya guru yang telah memenuhi prinsip-prinsip di atas akan berdampak pada peningkatan kualitas guru pada khusunya dan kualitas pendidikan nasional pada umumnya.

(11)

20

2.2 Evaluasi Kinerja Mengajar Guru

Penilaian dan atau pengukuran merupakan satu rangkaian dalam proses evaluasi. Hal ini ditegaskan oleh Arikunto (2012) dimana dalam evaluasi terdapat proses penilaian dan pengukuran terlebih dahulu. Sehingga dalam pelaksanaan di lapangan penilaian dan evaluasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Beberapa tokoh juga mendefinisikan tentang evaluasi. Aries (2011) dalam bukunya yang berjudul asissmen dan evaluasi memiliki pendapat bahwa evaluasi yaitu pengujian tingkat penguasaan ilmu untuk menentukan hasil akhir dari capaian prestasi pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi yang telah diterima selama beberapa waktu. Sehingga diakhir proses akan terlihat siapa saja yang telah menguasi dan siapa saja yang belum menguasai materi atau dengan kata yang lebih sederhana lulus dan tidak lulus.

(12)

21

mendalam tentang berbagai informasi dari objek evaluasi, sehingga sejauh mana kemampuan objek evaluasi telah diketahui oleh evaluator sebelumnya.

Untuk menghasilkan tenaga yang profesional, baik guru ataupun karyawan (pegawai) yang berpengaruh dalam peningkatan mutu, perlu adanya proses evaluasi, lebih spesifik adalah evaluasi kinerja. Hilal (2012) dalam jurnal yang berjudul, ”Teacher Performance Evaluation In Oman As Perceived By Evaluators” mengatakan bahwa penilaian atau evaluasi kinerja dianggap penting karena dapat meningkatkan kinerja guru.

Banyak orang yang berkecimpung dalam bidang manajemen sumber daya manusia berpendapat bahwa evaluasi kinerja bagi para pegawai atau karyawan penting dilakukan. Hal ini disebabkan karena peran evaluasi sebagai umpan balik atas berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan, dan potensi yang ada pada diri pegawai dalam kurun waktu tertentu. Selain peran terhadap pegawai, menurut Siagian (2002) evaluasi kinerja juga memiliki peran terhadap organisasi, lembaga atau keolompok dalam mengambil sebuah kebijakan atau keputusan seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen tenaga kerja, seleksi, penempatan, promosi sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari keseluruhan program sumber daya manusia secara efektif.

(13)

22

adalah pengukuran atau penilaian yang dilakukan terhadap semua guru yang ada di dalam suatu organisasi pendidikan yang hanya mencakup tentang bagaimana perencanaan pembelajaran, pelaksanaan dan sistem evaluasi yang diterapkan guru terhadap peserta didik dalam kurun waktu tertentu guna mengetahui kekurangan, keletihan atau kejenuhan dan prestasi yang ada pada diri seorang guru.

2.2.1 Komponen Evaluasi Kinerja Mengajar Guru

1. Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam kegiatan pembelajaran. Perencanaan ini harus mencerminkan tujuan dan nilai dari adanya kegiatan itu. Sehingga prinsip-prinsip dalam membuat perencanaan pembelajaran haruslah selalu dipegang oleh seorang guru. Prinsip itu antara lain menurut Mulyasa (2004), yaitu:

1. Rumusan kompetensi dalam persiapan mengajar yang jelas. Semakin konkret kompetensi, semakin mudah diamati dan semakin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut.

2. Persiapan mengajar yang sederhana dan fleksibel serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik.

3. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam persiapan mengajar setidaknya menunjang dan sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan.

4. Persiapan mengajar yang dikembangkan utuh dan menyeluruh, serta jelas pencapaiannya.

5. Koordinasi antara komponen pelaksana program sekolah harus diadakan, terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim (team teaching) atau moving class

(14)

23

2005 tentang guru dan dosen pasal 20 poin “a” yang

menyebutkan bahwa, ”Dalam melaksanakan tugas

keprofesionalan, guru berkewajiban merencanakan pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran”. Kutipan di atas nampak jelas bahwa guru berkewajiban merencanakan pembelajaran sehingga akan lebih siap ketika masuk dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran.

Dalam perencanaan pembelajaran atau sebelum melakasanakan kegiatan pembelajaran, setidaknya ada beberapa poin yang harus dikerjakan oleh seorang guru. Pertama, guru membuat dan atau memiliki rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara personal. RPP ini penting bagi seorang guru karena sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran. Selain itu juga sebagai tolok ukur tentang seberapa dalam guru memahami keadaan baik siswa, sekolah maupun lingkungan sekitar. Terkait hal ini Majid (2011) menguatkan bahwa dalam menyusun rencana pembelajaran,secara personal guru dituntut untuk mempertimbangkan keadaan-keadaan yang menlingkupinya seperti karakteristik siswa, sarana prasarana sekolah dan keadaan lingkungan sekitar.

(15)

24

Runut berarti penyusunan bahan ajar dimulai dari yang mudah kepada yang sulit, dari yang ringan kepada yang berat dan dari yang simpel kepada yang rumit. Lalu kontekstual berarti disesuaikan dengan keadaan kehidupan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dan terakhir mutakhir yang menurut Majid (2011) berarti penyusunan bahan ajar tidak hanya berpacu pada buku akan tetapi lebih kepada sumber-sumber ilmu pengetahuan lain sesuai keadaan saat ini dengan bentuk yang tidak terbatas.

Ketiga, merencanakan pembelajaran yang efektif. menurut Dunne dan Wragg (1996) ciri pembelajran efektif adalah memudahkan siswa dalam belajar. Artinya ketika siswa merasa mudah dalam menerima dan memahami materi yang telah disampaikan oleh guru maka itulah yang disebut pembelajaran efektif. Hal ini terlihat dari hasil tes yang dilakukan guru terhadap siswa seusai menyampaikan materi. Jika hasilnya baik (siswa dapat menjawab pertanyaan yang dilontarkan guru) maka dapat diartika siswa dapat menerima materi dari guru dengan baik begitupun sebaliknya.

(16)

25

materi dengan tujuan, serta membantu konsentrasi kegiatan belajar mengajar. Selain apa yang diutarakan Sanaky, Sadiman (2012) juga mengutarakan terkait kegunaan atau tujuan dari pada pemilihan media atau sumber belajar tersebut. Sadiman (2012) mengatakan bahwa media atau sumber belajar juga memiliki kegunaan yang salah satunya untuk menimbilkan kegairahan siswa dalam belajar. Hal ini disebabkan karena ada nilai kreatifitas ketika menggunakan media-media yang ada seperti LCD, alat-alat peraga dan lain sebagainya yang tentu menarik keingintahuan siswa untuk selalu memperhatikan.

2. Pelaksanaan Pembelajaran

(17)

26

menggunakan bahasa yang baik ketika berkmunikasi dengan peserta didik.

Kegiatan awal yang dilakukan dan harus dikuasai oleh seorang guru dalam pelaksanaan pembelajaran adalah membuka pelajaran. Dalam kegiatan membuka

pelajaran, menurut Sa’ud (2011) setidaknya ada

beberapa komponen yang harus dilakukan oleh guru. Pertama guru harus bisa menarik perhatian siswa. Banyak jalan yang dapat digunakan guru untuk menarik perhatian siswa diantaranya dengan menggunakan peralatan pembantu yang menunjang kegiatan kreatifitas guru dan melaksanakan berbagai strategi atau metode yang bervariasi. Komponen yang harus dilakukan guru saat membuka pelajaran yang kedua adalah guru harus mampu menimbulkan motifasi siswa untuk dapat mengikuti mata pelajaran yang akan disampaikanya dengan baik. Komponen yang terakhir adalah guru harus memberikan acuan atau garis-garis besar tentang pelajaran yang akan disampaikan agar tidak keluar dari pembahasan.

(18)

27

yang akan disampaikan kepada siswa serta kompetensi yang dimiliki. Pada tataran ini sesuai dengan amanat undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, pada bab 3 pasal 7 poin “d”, mengatakan

bahwa, ”guru memiliki kompetensi yang

diperlukan,sesuai dengan bidang tugasnya”. Artinya ketika guru ditugaskan untuk membidangi satu mata pelajaran, maka guru tersebut wajib menguasai mata pelajaran yang ditugaskanya.

Tuntutan guru yang kedua ialah guru menerapkan pendekatan atau strategi pembelajaran yang dapat mempermudah siswa dalam menerima pelajaran. Penerapan strategi pembelajaran yang tepat tentu berpengaruh terhadap daya terima siswa akan pelajaran yang disampaikan guru. Pendapat ini dibenarkan Hamruri (2012) yang menyatakan bahwa makin tepat metode yang digunakan guru dalam mengajar akan semakin efektif kegiatan pembelajaran. Artinya kepiawaian guru terkait pemilihan metode atau strategi dalam proses pembelajaran sangat dibutuhkan agar kegiatan pembelajaran atau materi yang disampaikan guru dapat diterima dengan mudah oleh siswa-siswanya.

(19)

28

kemampuan verbal guru dalam menyampaiakan tentu hal ini kurang efektif tanpa adanya media yang mendukung. Siswa hanya membayangkan hal-hal abstrak dari apa yang disampaikan guru tanpa tahu wujud konkretnya. Oleh karena itu Sanjaya (2008)

mengatakan, “media dapat digunakan agar lebih

memberikan pengetahuan yang konkret dan tepat agar mudah difahami karena tidak semua pengalaman belajar dapat diperoleh secara langsung”.

Berikutnya, guru dituntut untuk dapat memicu dan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Pelibatan siswa dalam pembelajaran merupakan satu upaya untuk membentuk karakter yang aktif, berani dan kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat Hamruri (2012) yang menyatakan bahwa pembalajaran yang melibatkan siswa secara aktif dapat membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Tentu guru tidak dapat terlepas dari kegiatan ini meski nantinya siswa telah secara aktif memberikan pendapat, saling tukar pengetahuan dan saling sanggah. Namun guru tetap pada koridor membimbing, mengarahkan, dan menjaga agar pembelajaran tetap dinamis.

(20)

29

daerah dalam menyampaikan materi pembelajaran diperbolehkan, selama dapat difahami oleh siswa dan penyampaianya pun dengan baikk dan tepat. Hal ini diatur di dalam undang-undang sisdiknas no. 20 tahun 2003 bab VII pasal 33 tentang bahasa pengantar poin (b), yang mengatakan bahwa, “bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan atau keterampilan tertentu”.

Kegiatan yang paling akhir dalam proses pelaksanaan pembelajaran yaitu menutup atau mengakhiri pelajaran. Dalam kegiatan ini, sebisa mungkin guru mengambil alih sepenuhnya aktifitas pembelajaran untuk dapat merangkum, memberikan penekanan pada materi yang telah disampaikan lalu kemudian menarik kesimpulan sehingga akan muncul satu kajelasan tentang pentingnya siswa mengikuti mengikuti pelajaran tersebut. terkait hal ini, Usman (2010) juga mengemukakan pendapat bahwa salah satu bentuk usaha guru dalam menutup pelajaran ialah dengan merangkum atau membuat garis-garis besar persoalan yang baru dibahas atau dipelajari (menyimpulkan) sehingga siswa memperoleh gambaran yang jelas tentang makna serta esensi pokok persoalan yang baru saja dipelajari.

3. Evaluasi

(21)

30

mengetahui kualitas hasil pembelajaran serta mengetahui tingkat pencapaian penerimaan mata pelajaran oleh peserta didik/siswa. Hal ini ditegaskan oleh Purwanto (2013) yang menyatakan bahwa fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama kurun waktu tertentu.

Salah satu hal penting dalam pelaksanaan proses evaluasi adalah prisip keadilan. Menurut Mulyasa (2011) prinsip keadilan diikuti oleh prinsip lain agar penilaian dapat dilakukan secara objektif, karena penilaian yang adil tidak dipengaruhi oleh faktor keakraban, menyeluruh, memiliki criteria yang jelas, dilakukan dalam kondisi yang tepat dan dengan instrument yang tepat pula sehingga diharapkan mampu menunjukan prestasi peserta didik sebagaimana adanya.

Kegiatan evaluasi pembelajaran terdapat enam tahapan atau langkah yang harus dilaksanakan menurut Sudijono (2008). Langkah tersebut adalah:

1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar 2. Menghimpun data

3. Melakukan verifikasi data

4. Mengolah data dan menganalisis data

5. Memberikan Interpretasi dan Menarik Kesmpulan 6. Tindak Lanjut Hasil Evaluasi

2.3 Model Evaluasi

(22)

31

yang akan dicapai. Arikunto (2012) membagi model-model penelitian evaluasi menjadi delapan model-model, yaitu:

1. Goal Oriented Evaluation Model yang dikembangkan oleh Tyler. 2. Goal Free Evaluation Model yang dikembangkan oleh Scriven. 3. Formatif Summatif Evaluation Model yang dikembangkan oleh

Michael Scriven.

4. Countenance Evaluation Model yang dikembangkan oleh Stake. 5. Responsive Evaluation Model yang dikembangkan oleh Stake. 6. CSE-UCLA Evaluation Model yang menekankan pada “kapan”

evaluasi dilakukan.

7. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh Stufflebeam. 8. Discrepancy Model yang dikembangkan oleh Provus.

Dalam melaksanakan sebuah kegiatan evaluasi, pada

dasarnya dibutuhkan sebuah model yang cocok untuk

mempermudah melakukan kegiatan evaluasi.Dilihat dari

beberapa substansinya bahwa evaluasi ini juga berupaya

untuk melihat beberapa hal yang melatar belakangi

penyelenggaraan kinerja, desain perencanaan kinerja

pelaksanaan kinerja dan produk yang dihasilkan dari

kinerja tersebut.

Selain dilihat dari keempat substansi tersebut, yang

pada akhirnya evaluasi ini akan memberikan rekomendasi

terhadap keberadan sebuah kinerja. Apabila dilihat dari

beberapa substansi yang ada, maka tidak semua model

evaluasi cocok untuk digunakan sebagai model evaluasi

kinerja tersebut.

2.3 Model Evaluasi Descrepancy

Descrepancy Evaluation Model dikembangkan oleh

Malcolm Provus.Model evaluasi ini menekankan

pandangan adanya kesenjangan didalam pelaksanaan

(23)

32

standar kinerja dengan kinerja riil yang sudah

dilaksanakan (Arikunto,2008: 48).

Adapun terdapat tahapan-tahapan yang harus

dilaksanakan dalam model evalusi kesenjangan menurut

Wirawan (2011:106) adalah :

1)Merencanakan evaluasi menggunakan model diskrepansi, Menentukan informan yang diperlukan untuk membandingkan implementasi yang sesungguhnya dengan standar yang mendefinisikan kinerja obyek evaluasi.2)Menjaring kinerja objek evaluasi yang meliputi pelaksanaan program, hasil-hasil kuantitatif dan kualitatif, 3)Mengidentifikasi ketimpangan-ketimpangan antara standar pelaksanaan dengan hasil pelaksanaan objek evaluasi sesungguhnya dan menentukan rasio ketimpangan,4)Menentukan penyebab ketimpangan antara standar dengan kinerja objek evaluasi, 5)Menghilangkan ketimpangan dengan membuat perubahan-perubahan terhadap implementasi objek evaluasi.

Evaluasi model kesenjangan Malcolm Provus memiliki

tahapan pengembangan sebagai berikut :

1.Design and refers to the nature of the program, its objectives, students, staff and other resources required for the program, and the actual activities designed to promote attainment of the objectives. The program design that emerges becomes the standard against which the program is compared in the next stage, 2.Installation involves determining whether an implemented program is congruent with its implementation plan, 3. Process, in which evaluator serves in a formative role, comparing performance with standards and focusing on the extent to which the interim or enabling objectives have been achieved, 4. Product is concerned with comparing actual attainments against the standards (objectives) derived during stage 1 and noting the discrepancies (Clare Rose & Glenn F Nyre, 1977: 15).

Melalui beberapa pendapat diatas mengenai

(24)

33

pelaksanaan evaluasi dengan menggunakan Descrpancy

Model, maka dapat dipahami bahwa model evaluasi

dskrepansi merupakan jenis model evaluasi yang

dilakukan dengan mengukur atau mendeskripsikan

antara standar yang digunakan dengan kondisi riil/nyata

dalam penyelenggaraan suatu program. Komponen yang

perlu diperhatikan atau menjadi prosedur dalam

pelaksanaan Descrepancy Model menurut Provus (dalam

Wirawan, 2012) meliputi tahapan sebagai berikut: 1).

Desain merupakah tahapan kegiatan untuk merumuskan

tujuan, proses, tujuan dan pengalokasian sumber daya

dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan, 2). Instalasi merupakan rancangan yang

digunakan sebagai standar guna mempertimbangkan

langkah-langkah operasional program, 3). Proses yaitu

merupakan kegiatan evaluasi yang dipusatkan pada

upaya memperoleh data tentang kemajuan program, guna

menentukan apakah program telah sesuai dengan tujuan

yang diharapkan, 4). Produk yakni evaluasi untuk

menentukan apakah tujuan program sudah tercapai. 5).

Analisis biaya dan manfaat yakni menganalisis hasil yang

diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

Model evaluasi yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah Discrepancy evaluation model (DEM).

Evaluasi difokuskan untuk mengetahui kesenjangan atau

(25)

34

guru yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Tahun 2012.Berdasarkan standar yang

digunakan sebagai tolak ukur evaluasi kinerja, sehingga

dapat memberikan masukan untuk terhadap kinerja

mengajar guru MI di Kecamatan Sidorejo.

Pada penelitian ini model evaluasi Discrepancy merupakan model yang menurut peneliti paling cocok untuk mengungkap fakta dan data dibalik kinerja mengajar guru di MI se-Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dibandingkan model-model yang lainya. Hal ini disebabkan karena karakteristik dari penelitian ini adalah mengungkapkan kesesuaian antara fakta dari satu kegiatan yang terjadi dengan acuan-acuan atau ketentuan yang ada di dalam satu pedoman (pedoman penilaian kinerja guru dari kemendiknas) untuk menemukan ada tidaknya kesenjangan. Kesenjangan yang dimaksud adalah kesenjangan antara yang terjadi dilapangan dengan apa yang menjadi acuan program atau teori.

(26)

35

Penelitian dengan model evaluasi descrepancy ini tidak hanya berhenti setelah data-data digali dan ditemukan adanya kesenjangan saja, akan tetapi proses identifikasi atas kesenjangan antara standar dan fakta di lapangan merupakan kegiatan penting dalam penelitian ini. Data diidentifikasi secara rinci dan mendalam guna mendapatkan hasil yang akurat dan terpercaya, baru kemudian peneliti dapat mengetahui letak ketimpangan lalu kemudian menentukan rencana tindak lanjut untuk mempersempit atau menghilangkan rentan kesenjanganya.Banyak bentuk rencana tindak lanjut yang dapat digunakan peneliti, sebagai contoh tindak lanjut berupa pembuatan modul oleh peneliti yang berisi standar, permasalahan atau kesenjangan dan solusi untuk mengatasinya.Rencana tindak lanjut berupa pembuatan modul ini cukup membantu kepala sekolah (jika objek penelitian bertempat di sekolah) dan manajer (jika objek penelitian bertempat di perusahaan) dalam menindak lanjuti hasil analisis.

(27)

36

bentuk perbaikan yang nantinya dapat dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan yang relevan demi tercapainya suatu program yang sesuai dengan standar.

Wirawan (2012) juga merumuskan beberapa langkah dalam melaksanakan model evaluasi ini.ada enam langkah yang dapat digambarkan wirawan sebagai berikut.

Gambar 1. Langkah Model Evaluasi Deskrepancy munurut Wirawan (2012)

2.4 Penelitian Relevan

Penelitian tentang evaluasi kinerja di luar sana memang sudah tidak sedikit. Bahkan terkadang substansi dari penelitian-penelitian evaluasi kinerja banyak yang sama. Hanya subjek dan tempat penelitianya saja yang terkadang berbeda. Akan tetapi hal itu bukanlah suatu permasalahan yang menghambat penulisan karya ilmiah dengan topik evaluasi kinerja. Penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya menjadi reverensi dan bahan kajian untuk 1. Mengembangkan desain dan

standar program

2. Merencanakan evaluasi

menggunakan model evaluasi ketimpangan

3. menjaring data mengenai

kinerja program

4. Mengidentifikasi ketimpangan

antara kinerja dengan standar

5. Menentukan alasan penyebab

ketimpangan

6. Menyusun aktifitas untuk

(28)

37

penelitian evaluasi kinerja selanjutnya. Sehingga ditemukan celah-celah dimana penelitian itu harus ditempatkan. Untuk itu di sini peneliti akan memaparkan penelitian-penelitian terdahulu yang relevan sebagai bahan kajian. Pertama Penelitian Suratno (2010) dengan judul Evaluasi Kinerja Guru Profesional (Studi Kasus Guru Sekolah Dasar di Kota Jambi). Hasilny bahwa rata-rata guru SD professional di Kota Jambi dalam beberapa indikator kinerja menunjukan kategori yang baik, namun dalam hal tanggung jawab professional ada tigal yang belum memenuhi standar, yaitu penulisan Karya Ilmiah, Keaktifan dalam Forum Ilmiah dan Pengembangan profesi.

Kedua Penelitian dari Rahmatan (2004) dengan judul Analisis Kinerja Mengajar Guru Perbantuan Sementara (GPS) Biologi SLTP dan SMU se-Provinsi Nanggro Aceh Darussalam. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dari 24 guru GPS yang diteliti dalam aspek merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran berada pada kategori “Cukup” dan “Baik”.

(29)

38

Keempat Penelitian dari Hilal (2012) yang berjudul “Teacher Performance Evaluation In Oman As

Perceived By Evaluators”. Hilal menyimpulkan dalam jurnalnya bahwa penilaian kinerja guru dianggap penting untuk masyarakat oman karena hal itu dapat meningkatkan kinerja guru, akan tetapi banyak kendala yang dihadapi untuk melakukan evaluasi diantaranya kurangnya waktu, ambiguitas standar, kurangnya insentif.

Kelima penelitian dari Yusrizal (2011) yang berjudul Evaluasi Kinerja Guru Fisika, Biologi, dan Kimia SMA Yang Sudah Lulus Sertifikasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa guru fisika dan biologi yang telah lulus sertifikasi belum seluruhnya berkinerja tinggi. Sedang guru kimia yang telah lulus sertifikasi relatif lebih tinggi kinerjanya dibandingkan guru fisika dan biologi.

Dari penelitian-penelitian yang relevan di atas maka perlu ditegaskan bahwa posisi penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja guru yang mengajar tidak sesuai antara bidang tugas dan latar belakang pendidikanya terdahulu sehingga hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan tentang apa-apa saja yang perlu diperbaiki, dipertahankan dan ditingkatkan terkait dengan proses pembelajaran.

2.5 Kerangka Pikir Penelitian

(30)

39

didalamnya terdapat perencanaan, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi. Ketiga aspek ini sebagai tolok ukur tentang bagaimana kinerja guru dalam mengajar. Pemerintah melalui dinas pendidikan dan kebudayaan telah membuat pedoman yang di dalamnya berisi kisi-kisi atau standar proporsional bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran kaitanya dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi bagi peserta didik atau peneliti menyebutnya pedoman evalausi kinerja mengajar guru.

Berikut adalah bagan kerangka berfikir dalam penelitian ini:

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian Perencanaan

Pembelajran

Pelaksanaan Pembelajran

Evaluasi Pembelajaran

Evalauasi Kierja Mengajar Guru

Hasil Evaluasi dan saran

Kegiatan Mengajar Guru

Gambar

Gambar 1. Langkah Model Evaluasi Deskrepancy munurut
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Temuan lapangan menunjukkan bahwa adaptasi masyarakat kampung Terban terhadap perkembangan kota Yogyakarta adalah dengan menyesuaikan diri dan mengambil manfaat dari perkembangan

[r]

Untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi inovasi dan pengambilan resiko, perhatian terhadap detail, orientasi hasil, orientasi individu, orientasi tim, agresivitas,

Dan dari hasil uji t, diketahui dari masing-masing variabel mempunyai hubungan signifikan terhadap keputusan pembelian yang ditunjukan dari nilai thitung masing-masing variabel

lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai sampai ke tinggkat tertentu, yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak

[r]

Pada Hari ini Selasa Tanggal Dua Puluh Enam Bulan Agustus Tahun Dua Ribu Empat Belas (26-08-2014), kami yang bertanda tangan dibawah ini Kelompok Kerja VIII Unit Layanan Pengadaan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Kcuangan Daerah sebagairnana telah diubah derrgan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21