INDRAMAYU
YENI TRIANA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Dengan ini saya menyatakan bahwa LONGSHORE CURRENT YANG
DITIMBULKAN OLEH TRANSFORMASI GELOMBANG DI ERETAN
KULON, INDRAMAYU adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Bogor, Februasri 2008
Yeni Triana
YENI TRIANA. Longshore Current yang Ditimbulkan oleh Transformasi
Gelombang di Eretan Kulon, Indramayu. Dibimbing I WAYAN NURJAYA dan
NYOMAN METTA N. NATIH.
Pantai Eretan Kulon merupakan daerah padat dengan berbagai infrastruktur,
sehingga mengakibatkan berbagai tekanan terhadap kualitas lingkungan kawasan
pantai yang menimbulkan dampak rusaknya lingkungan pantai. Proses erosi
pantai timbul secara alami akibat kombinasi pengaruh gelombang dan arus
menyusur pantai (longshore current), lebih dipercepat lagi dengan campur tangan
manusia.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis kondisi gelombang dan arus
perairan pantai Eretan Kulon, Indramayu, sehingga memperoleh bentuk dari pola
dan kecepatan arus pantai terutama longshore current seiring perubahan musim,
yang digunakan untuk memprediksi perubahan yang mungkin terjadi dengan
menggunakan model matematik. Penelitian dapat memberikan informasi dasar
mengenai kondisi perairan pantai dan dampaknya terhadap pantai, sehingga dapat
dipakai sebagai bahan acuan Pemerintah Daerah.
Data diambil pada bulan Februari, Mei dan Agustus 2006 di perairan pantai
Eretan Kulon, Indramayu dengan menanam dua buah mooring yang pada sisinya
dipasang alat yaitu current meter dan tide and wave. Pada penelitian ini dilakukan
juga sounding ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler), untuk mengetahui
kontur kedalaman (bathimetri). Pengolahan data dengan Microsoft Excel 2003
dan sofware model RCP Wave.
Hasil analisis angin maksimum (1997-2006), menunjukkan nilai kecepatan
angin terbesar berasal dari arah Timur (45 %). Berdasarkan skala beaufort
kecepatan angin maksimun dominan pada skala 2 atau pada interval 3,6 – 5,7
m/det, rentang skala ini menunjukkan mulai terjadinya gelombang. Gelombang
yang terbentuk dari arah barat, dan timur diprediksi lebih kecil dibandingkan
dengan arah utara, timur laut dan barat laut karena adanya perbedaan faktor yang
mempengaruhi dan membangkitkan gelombang seperti kecepatan angin, durasi,
arah angin, dan fetch.
Karakteristik gelombang maksimum terjadi pada musim barat (Desember –
Februari), bulan pertama musim peralihan I (Maret) dan bulan terakhir musim
peralihan II (November), sedangkan pada musim timur (Juni – Agustus) dan
sebagian musim peralihan I dan II (April – Mei dan September – Oktober)
karakteristik gelombangnya lebih kecil.
Pantai Eretan Kulon memiliki topografi yang bergelombang yang
disebabkan banyak terdapatnya sand bar. Kedalaman perairannya daerah yang
diamati berjarak kurang lebih 1.460 m dengan kedalaman antara 0 m hingga 5 m,
kedalaman perairan ini memiliki kemiringan sebesar 0,129
o, oleh sebab itu maka
perairan ini terlihat landai dengan kedalaman berubah secara gradual ke arah laut
dari garis pantai.
Hasil model transformasi gelombang di pantai Eretan mengalami refraksi
dan shoaling karena pengaruh perubahan kedalaman laut, difraksi, dan refleksi.
Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan semakin berkurangnya panjang dan
kecepatan gelombang serta bertambahnya tinggi gelombang. Pada saat keterjalan
(penyebaran), dimana daerah yang mengalami konvergensi menyebabkan tinggi
gelombang pecah yang lebih besar jika dibandingkan dengan daerah divergensi.
Tipe gelombang pecah di pantai Eretan Kulon ini dikategorikan pada tipe
spilling, pembagian tipe ini dilihat berdasarkan nilai surf similarity-nya yang lebih
besar dari 0,5. Kecepatan arus terbesar berdasarkan besarnya sudut gelombang
pecah yang datang berasal dari arah barat laut, sehingga arus yang berasal dari
barat laut berpotensi menghasilkan kecepatan longshore current yang besar. Hal
ini dapat menyebabkan pengikisan pantai akan semakin besar dengan kecepatan
arus terbesar terjadi pada bulan Februari.
YENI TRIANA. Formation Of Longshore Current Due To Wave Transform In
Eretan Kulon Coast Of Indramayu. Supervised by I WAYAN NURJAYA and
NYOMAN METTA N. NATIH.
Coastal erosion in Indonesia has increase in the latest years, it is caused by
several factor either naturally or human activities. One of those is coastal abrasion
occurred at Eretan Kulon, Indramayu. The studies were carried out by field
observations and mathematical model (RCP Wave). RCP Wave is
two-dimensional numerical model to simulation wave transform.
Wave transform model in Eretan Kulon coastal influenced by wave
refraction, shoaling, and diffraction processes. These conditions cause changes of
wave characteristic when they move from the deep water to shallow waters or
transition waters. The longshore current depends on breaking wave characteristics,
the highest breaking wave angle, will form the bigger longshore current.
Current velocity in Eretan Kulon coastal dominant come from southwest to
east seashore, this current have relative high speed. The coastal area damage
frequency of east and west equal with the west season, switchover season in this
eretan coast mostly influenced by west season, west season comparing with east
season causes more damages. Transformation of deepness and coastline that
happened influenced by wave and deepness contour. The bigger wave angle form,
the highger longshore current occured.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
INDRAMAYU
YENI TRIANA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Nama
: Yeni Triana
NIM
: C651050091
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc.
Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih, M.Si
K e t u a
A n g g o t a
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
Penguji Luar Komisi
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah dan
karunia-Nya sehingga penyusunan tesis dengan judul: Transformasi Gelombang
Terhadap Pembentukkan Longshore Current Di Eretan Kulon, Indramayu, dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
sebesar-besarnya kepada:
1.
Bapak Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc dan Dr. Ir. Nyoman Metta N. Natih,
M.Si. sebagai pembimbing Ketua dan Anggota yang telah banyak
membantu memberikan masukan saran dan kritik dalam penyusunan tesis
ini.
2.
Bapak Dr. Ir. Djisman Manurung, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Ilmu
Kelautan.
3.
Bapak Dr. Ir. Putu Purnaba, DEA selaku moderator pada saat seminar.
4.
Bapak Dr. Ir. Erizal, M.Agr selaku penguji luar komisi pada saat ujian tesis.
5.
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S selaku Dekan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
6.
Staf pengajar Program Studi Ilmu Kelautan yang telah banyak memberikan
bantuan, ilmu dan pengetahuan serta pengalamannya.
7.
Teruntuk yang teristimewa kedua orang tuaku tercinta Drs. H. Wasra A.
Sukendar dan Hj. Betty Nurbaeti, serta Kakak-kakak dan keluarga besarku
yang telah mendidik, membimbingku, mendoakan, mendukung dengan
segala pengorbanan dan kasih sayangnya yang tak terhingga.
8.
Hamzah Aji Saputro, atas doa dan dukungannya selama ini.
9.
P2O LIPI atas bantuan peralatan dan masukkan saran dalam pengambilan
data.
10. Yayasan Van deVenter Maas dan Yayasan Damandiri, atas bantuan dana
dalam penyusunan tesis yang telah diberikan.
11. Bang Heron, Bang Bahar, Pak Sakka, dan Bang Nurman atas diskusi dan
masukannya dalam penyusunan tesis ini.
12. Rekan-rekanku IKL 2005, IKL 2006, Warga ITK, Warga Tatra Dramaga
dan Candy-candy, dan Benzin Crew yang telah membantu dalam
pengambilan dan penyusunan data selama penelitian serta semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi motivasi dan
dukungannya selama ini.
Akhir kata, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat dan berguna dalam
pengembangan ilmu oseanografi khusus aplikasinya terhadap daerah pantai
Eretan Kulon dan daerah lainnya. Penulis menyadari masih perlu banyak
masukkan guna penyempurnaan hasil yang diperoleh. Olehnya itu saran dan kritik
yang membangun sangat kami harapkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2008
Yeni Triana
Penulis dilahirkan, di Subang, 23 Maret 1981. Merupakan
anak ke tiga dari Bapak Drs. H. Wasra A. Sukendar dan Ibu Hj.
Betty Nurbaeti. Pada tahun 1999 diterima sebagai mahasiswa
Ilmu Kelautan dan Teknologi Kelautan di Institut Pertanian
Bogor (IPB) dan tamat tahun 2004. Selama menjadi mahasiswa,
penulis aktif sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Kelautan (Himiteka) IPB Departemen Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (2000–2001 dan 2001-2002), dan
menjadi pengurus Marine Instrument and Telemetry Club (MIT
Club) IPB (2000–2001 dan 2001-2002). Penulis juga pernah mengikuti Pameran
IPTEK Universitas dalam rangka Olimpiade Fisika Asia Pertama wakil dari
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Tahun 2005 penulis melanjutkan studi pascasarjana di Departemen Ilmu
Kelautan dan Teknologi Kelautan (Sub Program Studi Oseanografi Fisika)
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa,
penulis pernah menjadi Sekretaris Umum Watermass (2005–2006), Panitia
Pelatihan Ocean Data View (ODV), serta peserta pada seminar-seminar kelautan
dan umum.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...
1
Perumusan Masalah ...
2
Tujuan ...
3
Manfaat ...
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gelombang ...
5
Transformasi Gelombang ...
8
a. Refraksi ...
9
b. Difraksi ... 9
c. Refleksi ...
10
d. Gelombang pecah ...
11
Longshore Current ...
15
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ...
16
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian ...
23
Perolehan Data ...
23
Analisis Data ...
27
Longshore Current ...
36
HASIL DAN PEMBAHASAN
Angin dan Karakteristik Gelombang ...
37
Pola Transformasi Gelombang ...
45
Pola Transformasi Gelombang Arah Utara ...
46
Pola Transformasi Gelombang Arah Barat Laut ...
53
Pola Transformasi Gelombang Arah Timur Laut ...
56
Longshore Current ...
62
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...
75
Saran ...
76
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Klasifikasi Gelombang Gravitasi Berdasarkan Kedalaman
Perairan ... 8
2.
Alat-Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian ...
25
3.
Persamaan Parameter Gelombang Amplitudo Kecil ...
32
4.
Frekuensi dan Persentase Angin Maksimum Selama Tahun
1997-2006 ...
38
5.
Panjang Fetch Efektif di Perairan Pantai Eretan ...
41
6.
Hasil Prediksi Karakteristik Gelombang Permusim Selama 1997 -
2006 ... 42
7. Hasil Prediksi Karakteristik Gelombang Berdasarkan Arah
Datang Gelombang ...
43
8.
Hasil Prediksi Karakteristik Gelombang Pecah dan Kecepatan
Arus Menyusur Pantai Selama Tahun 1997-2006 ...
64
9.
Perbandingan Hasil Persamaan Empirik dan Hasil Mooring ...
73
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran ...
3
2. fetch ... 6
3. Refraksi Gelombang ...
10
4. Difraksi Gelombang di Belakang Rintangan ...
11
5. Ilustrasi Dari Perbedaan 3 (Tiga) Tipe Gelombang Pecah A. Spilling
Breakers, B. Plunging Breakers, C. Surging Breakers ...
13
6. Zone Pantai ...
14
7. Lokasi Penelitian Berdasarkan Citra Satelit TerraMetrics 2007 ...
18
8. Lokasi 1 Daerah Kajian ...
19
9. Lokasi 2 Daerah Kajian ...
20
10. Lokasi 3 Daerah Kajian...
20
11. Lokasi 4 Daerah Kajian ...
21
12. Lokasi 5 Daerah Kajian ...
22
13. Peta Lokasi Penelitian ...
24
14. Skema Bentuk Mooring ...
25
15. Diagram Pengambilan Data ...
26
16. Diagram alir koreksi kecepatan angin...
29
17. Rasio Koreksi Angin pada Ketinggian 10 m ...
30
18. Rasio durasi kecepatan angin (U
t) paada kecepatan 1 jam (U
3600) ... 30
19. Perbandingan/rasio (R
L) kecepatan angin di atas laut (U
W) dengan
angin di darat (U
L) ...
30
20. Definisi Sudut Dalam Model ...
35
21. Wind Rose Daerah Eretan Kulon ...
38
22. Kontur Kedalaman Perairan Eretan Kulon ...
45
23. Pola Transformasi Gelombang Rata-rata Arah Utara ...
46
24. Pola Transformasi Gelombang Minimum Arah Utara ...
47
25. Pola Transformasi Gelombang Maksimum Arah Utara ...
47
26. Kontur Puncak Gelombang Rata-rata Arah Utara ...
48
27. Kontur Puncak Gelombang Minimum Arah Utara ...
49
29. Tiga Dimensi Kontur Puncak Gelombang Rata-rata Arah Utara ...
41
30. Tiga Dimensi Kontur Puncak Gelombang Minimum Arah Utara ...
52
31. Tiga Dimensi Kontur Puncak Gelombang Maksimum Arah Utara ...
52
32. Pola Transformasi Gelombang Rata-rata Arah Barat Laut ...
53
33. Kontur Puncak Gelombang Rata-rata Arah Barat Laut ...
54
34. Tiga Dimensi Kontur Puncak Gelombang Rata-rata Arah Barat Laut
55
35. Pola Transformasi Gelombang Rata-rata Arah Timur Laut ...
56
36. Pola Transformasi Gelombang Minimum Arah Timur Laut ...
57
37. Pola Transformasi Gelombang Maksimum Arah Timur Laut ...
57
38. Kontur Puncak Gelombang Rata-rata Arah Timur Laut ...
58
39. Kontur Puncak Gelombang Minimum Arah Timur Laut ...
59
40. Kontur Puncak Gelombang Maksimum Arah Timur Laut ...
59
41. Tiga Dimensi Kontur Puncak Gelombang Rata-rata Arah Timur Laut
60
42. Tiga Dimensi Kontur Puncak Gelombang Minimum Arah Timur Laut
61
43. Tiga Dimensi Kontur Puncak Gelombang Maksimum Arah Timur ..
61
44. Grafik Arah dan Kecepatan Arus Bulan Februari di Mooring 1 ...
66
45. Grafik Arah dan Kecepatan Arus Bulan Mei di Mooring 1 ...
66
46. Grafik Arah dan Kecepatan Arus Bulan Agustus di Mooring 1 ...
68
47. Grafik Arah dan Kecepatan Arus Bulan April 2007 di Mooring 1....
68
48. Grafik Arah dan Kecepatan Arus Bulan Februari di Mooring 2...
70
49. Grafik Arah dan Kecepatan Arus Bulan Mei di Mooring 2...
71
DAFTAR LAMPIRAN
1. Alat-alat yang Digunakan dalam Penelitian ...
81
2. Output Model RCPWAVE ...
83
3. Skala Beoufort ...
89
4. Konversi Kecepatan Angin Permusim ...
90
5. Tinggi dan Periode gelombang ...
93
Latar belakang
Pemanfaatan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati di perairan
pantai cenderung tereksploitasi secara berlebih dibandingkan dengan perairan
lepas pantai. Daerah pantai sering juga disebut sebagai wilayah pesisir merupakan
daerah yang sangat spesifik, karena merupakan daerah yang berada di perbatasan
antara pengaruh daratan dan lautan. Alasan tersebut menjadikan daerah pantai
menjadi daerah penghubung antara daratan dan lautan dan merupakan daerah
yang strategis (Yuwono, 1992).
Daerah pantai berkembang sangat cepat untuk berbagai keperluan
diantaranya sebagai daerah pemukiman, pelabuhan, industri, perikanan dan
kawasan wisata. Meningkatnya pengembangan kawasan pantai mengakibatkan
berbagai tekanan terhadap kualitas lingkungan kawasan pantai tersebut. Upaya
dalam memodifikasi kawasan pantai dalam keperluan tersebut diatas sering tidak
diikuti oleh pemahaman yang benar akan perilaku dinamika pantai sehingga
menimbulkan dampak yang merusak lingkungan pantai (Hadi et al, 1994).
Proses erosi pantai timbul secara alami akibat kombinasi pengaruh
gelombang dan arus menyusur pantai (longshore current), lebih dipercepat lagi
dengan campur tangan manusia dalam usahanya memanfaatkan lingkungan pantai
untuk berbagai kepentingan.
Gelombang laut merupakan salah satu parameter oseanografi yang sangat
penting, sering lebih dipertimbangkan daripada Parameter Lingkungan lainnya
mempengaruhi bangunan pantai dan laut. Gelombang tersebut telah dijadikan
prosedur standar dalam perencanaan bangunan pantai, berbeda dengan prosedur
perencanaan untuk bangunan darat (Sulaiman, 1993).
Arus pantai dapat menyebabkan erosi pantai dan degradasi pantai.
Perubahan musim dapat berpengaruh terhadap nilai dan arah arus pantai. Arus
pantai yang kuat dapat mengalihkan endapan sedimen yang dibawa oleh arus
sungai, hal ini disebabkan adanya pertemuan antara arus sungai dan arus laut.
Eretan Kulon merupakan salah satu daerah pantai di Kabupaten Indramayu
memiliki sumber daya perikanan, pesisir, dan laut yang potensial sekaligus
menyimpan berbagai permasalahan yang perlu ditangani secara terintegrasi.
Proses erosi pantai (abrasi) di daerah Indramayu berlangsung cukup kuat,
sehingga garis pantai sekarang berada jauh dari garis pantai lama dan sudah
mendekati jalan raya Indramayu - Jakarta, yang pada saat ini tersisa jarak hanya
kurang lebih 300 meter dari tepi laut. Kondisi pantai abrasi dan pantai akresi di
daerah pesisir Indramayu terbentuk dari endapan alluvium, hal ini disebabkan oleh
banyaknya sungai yang bermuara di daerah penelitian. Pada umumnya daerah ini
mempunyai daya dukung terhadap energi gelombang sangat kecil. Proses abrasi di
daerah penelitian terjadi di sepanjang pantai Eretan Kulon, pada saat ini sudah
pada tingkat penanganan yang serius, mengingat daerah pantai Eretan Kulon
merupakan daerah padat dengan berbagai infrastruktur. Bangunan penahan abrasi
yang ada sekarang sudah mulai bergerak ke arah darat dan telah banyak memakan
korban seperti rumah penduduk, lahan pertanian dan pertambakan (Yuwono,
1994)
Perumusan masalah
Penelitian ini hanya membahas mengenai arus perairan pantai yang
dibangkitkan oleh gelombang dengan bantuan model matematik dan simulasi
komputer. Karakteristik dan kelakuan arus menyusur pantai yang ditimbulkan
oleh gelombang dikaji berdasarkan topografi dasar perairan, dengan simulasi
komputer maka dapat diprediksi perubahan yang mungkin terjadi bila suatu pantai
perairan pantai terganggu oleh aktivitas kegiatan manusia, dengan demikian dapat
dilakukan pengamanan pantai (Sumartono, 1993), Gambar 1.
Sistem arus di Eretan Kulon sangat dipengaruhi oleh sirkulasi arus pantai
utara Jawa. Faktor-faktor yang mempengaruhi sirkulasi arus di Pantai Utara Jawa
antara lain: kedalaman perairan, musim letak geografis, kondisi meteorologi
setempat (lokal), gelombang pasang pasut. Arus yang terjadi merupakan gabungan
dari banyak proses yang sangat komplek, sehingga dilakukan penyederhanaan.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis kondisi gelombang dan arus perairan pantai Eretan Kulon,
Indramayu
2. Menganalisis bentuk dari pola dan kecepatan arus pantai terutama Longshore
Current di perairan pesisir Eretan Kulon seiring perubahan musim.
3. Memprediksi perubahan yang mungkin terjadi dengan menggunakan model
matematik.
Manfaat
Hasil Penelitian diharapkan:
1. Dapat memberikan informasi dasar mengenai kondisi perairan pantai dan
perubahan bentuk kedalaman dan garis pantai.
2. Sebagai bahan acuan Pemerintah Daerah pada saat membuat upaya
penanganan perairan pantai yang berguna bagi masyarakat Eretan Kulon dan
sekitarnya.
Gelombang
Gelombang merupakan salah satu fenomena laut yang paling nyata karena
langsung bisa dilihat dan dirasakan. Gelombang adalah gerakan dari setiap
partikel air laut yang berupa gerak longitudinal dan orbital secara bersamaan
disebabkan oleh transmisi energi serta waktu (momentum) dalam artian impuls
vibrasi melalui berbagai ragam bentuk materi.
Gelombang terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di laut
seperti tekanan atau tegangan atmosfir (khususnya melalui angin), gempa bumi,
gaya gravitasi bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari), gaya coriolis
(akibat rotasi bumi), dan tegangan permukaan (Sorensen, 1991; Komar, 1998).
Gelombang yang paling banyak dikaji dalam bidang teknik pantai adalah
gelombang yang dibangkitkan oleh angin dan pasang surut (Triatmojo, 1999).
Gelombang akan mentransfer energi melalui partikel-partikel air sesuai dengan
arah hembusan angin (Longuet and Higgins, 1969a - 1969b in Komar, 1976).
Gelombang laut dapat ditinjau sebagai deretan pulsa-pulsa yang berurutan yang
terlihat sebagai perubahan ketinggian permukaan laut, yaitu dari suatu elevasi
maksimum (puncak) ke elevasi minimum (lembah).
Gelombang laut memiliki pengaruh yang cukup besar pada perubahan
pantai. Gelombang merupakan faktor utama dalam menentukan geometri dan
komposisi pantai, proses perencanaan dan desain pelabuhan, waterway, struktur
pantai, proteksi pantai dan kegiatan pantai lainnya (CERC, 1984). Gelombang
permukaan umumnya memperoleh energi dari angin, energi yang dihasilkan akan
dilepaskan / dihamburkan ke daerah pantai dan yang lebih dangkal.
Mekanisme transfer energi terdiri dari dua bentuk. Bentuk pertama adalah
akibat variasi tekanan angin pada permukaan laut yang di ikuti oleh pergerakkan
gelombang, sedang bentuk kedua adalah transfer energi dan momentum
gelombang yang memiliki frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi rendah
(periode tinggi dan panjang gelombang besar). Gelombang frekuensi tinggi dapat
ditimbulkan oleh angin yang berhembus secara kontinyu, viskositas air laut dapat
mempengaruhi efek langsung dari tekanan angin, sehingga kecepatan angin
permukaan menghilang makin ke dalam dan pada suatu kedalaman tertentu
menjadi nol (Hadi, 1994).
Davis (1991) menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor yang menentukan
karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin yaitu:
1. Lama angin bertiup atau durasi angin
2. Kecepatan angin
3. Fetch (Jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkitan gelombang
atau daerah pembangkit gelombang). Fetch atau sering disebut dengan panjang
fetch adalah suatu istilah untuk panjang jangkauan air yang dipengaruhi oleh
hembusan angin dan pada umumnya dihubungkan dengan erosi pantai,
sehingga fetch berperan cukup besar dalam pembentukkan longshore current
juga (Wikipedia, 2007). Panjang fetch yang dipengaruhi kecepatan angin
menentukan besarnya gelombang yang terbentuk. Besarnya gelombang
meningkat seiring kenaikan kecepatan angin, lamanya angin bertiup dan fetch,
fetch yang panjang dan kecepatan angin yang besar, menghasilkan gelombang
yang besar dan cepat (Garrison, 2005). Panjang fetch menentukan energi
gelombang. Jika fetch sangat besar, maka gelombang akan sangat besar. Jika
fetch sangat kecil, maka gelombang akan kecil. Fetch berhubungan dengan
orbit gelombang, Gambar 2.
Gambar 2. Fecth (Garison, 2005)
Semakin lama angin bertiup, maka semakin besar jumlah energi yang dapat
dihasilkan dalam pembangkitan gelombang. Kondisi diatas berlaku untuk fetch,
gelombang yang bergerak keluar dari daerah pembangkitan gelombang hanya
dengan memperoleh sedikit tambahan energi. Faktor lain yang mempengaruhi
diantaranya adalah lebar fetch, kedalaman air, kekasaran dasar, kondisi kestabilan
atmosfir dan sebagainya (Yuwono, 1992).
Pertumbuhan gelombang laut mengenal beberapa istilah , seperti (CERC,
1984):
1. Fully Developed Seas
Kondisi dimana tinggi gelombang mencapai nilai maksimum (terjadi jika fetch
cukup panjang)
2. Fully Limited-Condition
Pertumbuhan gelombang dibatasi oleh fetch, dalam hal ini panjang fetch
(panjang daerah pembangkit angin) dapat dibatasi oleh garis pantai atau
dimensi ruang dari medan angin.
3. Duration Limited-Condition
Pertumbuhan gelombang dibatasi oleh lamanya waktu dari tiupan angin
4. Sea Waves
Gelombang yang tumbuh di daerah medan angin. Kondisi gelombang disini
curam, panjang gelombang berkisar antara 10 sampai 20 kali dari tinggi
gelombang.
5. Swell Waves (Swell)
Gelombang yang tumbuh (menjalar) di luar medan angin. Kondisi gelombang
disini adalah landai yaitu panjang gelombang berkisar antara 30 sampai 500
kali tinggi gelombang
Gelombang permukaan di lautan menempati kisaran panjang gelombang dan
periode yang besar. Periode yang pendek ditandai dengan dominasi gelombang
kapiler pada spektrum gelombang sebagai akibat dari tegangan permukaan
(surface tention). Berdasarkan pada pita periode (band) 1-30 detik, gelombang
gravitasi permukaan umumnya disebabkan oleh angin, sedangkan untuk periode
yang lebih panjang (10 menit) gelombang gravitasi dapat terjadi sebagai hsil
asosiasi dengan gempa bumi atau sistem meteorologi dalam skala besar seperti
angin topan (CERC, 1984).
Gelombang gravitasi timbul karena adanya restoring force dari gaya
gravitasi pada partikel yang dipindahkan dari tingkat keseimbangan. Jika tingkat
keseimbangan merupakan permukaan yang bebas (perbatasan antara udara dan
air), maka gelombang gravitasi permukaan akan terbentuk. Gelombang serupa
dapat terjadi pada perbatasan lapisan air yang memiliki densitas berbeda dalam
kolom air laut yang disebut internal wave (Pond and Pickard, 1983). Gelombang
gravitasi dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian (CERC, 1984), yaitu:
1. Sea
Jika gelombang bergerak di bawah pengaruh angin di daerah pembangkitan
gelombang
2. Swell atau Alun
Jika gelombang bergerak ke luar dari daerah pembangkitan gelombang dan
tidak lagi berada di bawah pengaruh angin.
Silvester (1974) menyatakan bahwa gelombang sea biasanya ditimbulkan
oleh badai (strom wave). Gelombang badai dicirikan dengan spektrum panjang
gelombang yang besar, bentuk gelombang yang lebih curam dengan periode dan
panjang gelombang yang lebih pendek. Gelombang gravitasi dapat pula
diklasifikasikan berdasarkan kedalaman perairan dimana gelombang tersebut
merambat seperti yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Gelombang Gravitasi Berdasarkan Kedalaman Perairan
(CERC, 1984)
Klasifikasi d/L 2πd/L tanh (2πd/L)
Perairan dalam > ½ > π ≈ 1
Transisi ½ - 1/25 π - ¼ tanh (2πd/L) Perairan dangkal < 1/25 < ¼ ≈ 2πd/L Keterangan : d = Kedalaman Perairan
L = Panjang Gelombang
Transformasi Gelombang
Selama gelombang menjalar dari perairan dalam ke perairan menengah dan
selanjutnya ke perairan dangkal akan mengalami transformasi gelombang seperti
proses refraksi, shoaling, refleksi maupun difraksi. Tinggi ombak mula-mula
menurun di perairan menengah dan dangkal namun tiba-tiba pada perairan yang
sangat dangkal tinggi gelombang membesar sampai terjadi pecah.
Apabila sederetan gelombang merambat bergerak menuju ke pantai,
gelombang akan mengalami beberapa proses yang merubah sifat gelombang.
Perubahan atau deformasi gelombang tersebut meliputi refraksi, difraksi, refleksi
dan pecah gelombang.
Refraksi
Fenomena terjadinya pembelokan arah gelombang yang memasuki perairan
pantai (dangkal) yang disebabkan karena sebagian gelombang masih merambat
dengan kecepatan gelombang laut dalam pada waktu masuk ke laut dangkal.
Selain mempengaruhi arah gelombang, refraksi juga berpengaruh terhadap tinggi
gelombang dan distribusi energi gelombang di sepanjang pantai.
Refraksi gelombang terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman
laut. Di laut dalam, gelombang merambat tanpa dipengaruhi dasar laut.
Selanjutnya ketika gelombang masuk ke laut transisi dan dangkal, faktor
kedalaman laut menjadi semakin berperan dalam perambatannya. Bahkan di laut
dangkal kecepatan perambatan gelombang hanya bergantung kepada kedalaman
laut.
Di laut transisi dan dangkal, garis puncak gelombang yang berada di laut
yang lebih dangkal akan bergerak lebih lambat dibanding di laut yang lebih
dalam, akibatnya garis puncak gelombang akan membelok dan berusaha untuk
sejajar dengan garis kontur dasar laut. Garis orthogonal gelombang, yaitu garis
tegak lurus dengan garis puncak gelombang yang menunjukkan arah gelombang,
akan membelok dan berusaha untuk tegak lurus dengan garis kontur dasar laut,
Gambar 3.
Difraksi
Proses difraksi terjadi apabila gelombang datang terhalang oleh suatu
rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan
membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk di daerah terlindung di
belakangnya, seperti terlihat pada Gambar 4.
Dalam difraksi gelombang ini terjadi transfer energi dalam arah tegak lurus
penjalaran gelombang menuju daerah terlindung. Apabila tidak terjadi difraksi
gelombang, maka daerah di belakang rintangan akan tenang. Oleh karena adanya
proses difraksi maka daerah di belakang rintangan akan terpengaruh oleh
gelombang datang. Transfer energi ke daerah terlindung menyebabkan
terbentuknya gelombang di daerah tersebut, meskipun tidak sebesar gelombang di
luar daerah terlindung. Garis puncak gelombang di belakang rintangan membelok
dan mempunyai bentuk busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung rintangan,
dengan asumsi kedalaman air tidak berubah.
Gambar 3. Refraksi Gelombang (Garrison, 2005)
Pada rintangan (pemecah gelombang) tunggal, tinggi gelombang disuatu
tempat di daerah terlindung tergantung pada jarak titik tersebut terhadap ujung
rintangan r, sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut
dengan ujung rintangan β, dan sudut antara arah penjalaran gelombang dan
rintangan
θ. Perbandingan antara tinggi gelombang yang terletak di daerah
terlindung dan tinggi gelombang datang disebut koefisien difraksi k’.
P A
k
H
H
=
'
Dimana:
k'= f(θ
,β
,r/L)= Koefisien difraksi
H
A= Tinggi gelombang datang (m)
H
P= Tinggi gelombang pecah (m)
Nilai k’ untuk θ, β dan r/l tertentu dapat dilihat pada tabel yang diberikan
oleh Panny and Price (1952) dalam Sorensen (1991), yang didasarkan pada
penyelesaian matematis untuk difraksi cahaya.
Rintangan Puncak gelom bang Arah gelom bang Titik yang ditinjau Kedalam an konstan A K' β θ P L r
Gambar 4. Difraksi Gelombang di Belakang Rintangan (Sorensen, 1991)
Refleksi
Gelombang datang yang membentur suatu rintangan akan dipantulkan
sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang penting di dalam
perencanaan bangunan pantai. Karena refleksi gelombang akan menyebabkan
suasana yang tidak tenang dalam areal tersebut. Sehingga untuk mencegah hal
tersebut perlu suatu bangunan yang dapat menyerap/menghancurkan gelombang.
Gelombang pecah
Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju pantai mengalami
perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Pengaruh
kedalaman laut mulai terasa pada kedalaman lebih kecil dari setengah kali panjang
gelombang. Di laut dalam profil gelombang adalah sinusoidal, semakin menuju ke
perairan yang lebih dangkal puncak gelombang makin tajam dan lembah
gelombang semakin datar. Selain itu kecepatan dan panjang gelombang berkurang
secara berangsur-angsur sementara tinggi gelombang bertambah.
Gelombang pecah dipengaruhi oleh kemiringannya, yaitu perbandingan
antara tinggi dan panjang gelombang. Untuk perairan dangkal, formulanya dapat
ditulis (CHL, 2002):
9
,
0
max=
⎟
⎠
⎞
⎜
⎝
⎛
d
H
Dimana : H = Tinggi Gelombang (m)
d
=
Kedalaman
Perairan
(m)
Jadi, diperairan dangkal atau di pantai, umumnya gelombang akan pecah
bila tinggi gelombang mendekati nilai 9/10 dari kedalaman perairannya.
Kemiringan yang lebih tajam dari batas maksimum tersebut menyebabkan
kecepatan partikel di puncak gelombang lebih besar dari kecepatan rambat
gelombang sehingga terjadi ketidak-stabilan dan gelombang menjadi pecah
Latief (1994) mengatakan bahwa selama gelombang menjalar dari perairan
dalam ke perairan menengah dan selanjutnya ke perairan dangkal akan mengalami
transformasi daripada sifat-sifat dan parameter-parameter gelombang seperti
proses refraksi, shoaling, refleksi maupun difraksi. Selama penjalaran tersebut,
periode dianggap konstan. Tinggi ombak mula-mula menurun di perairan
menengah dan dangkal namun tiba-tiba pada perairan yang sangat dangkal tinggi
gelombang membesar sampai terjadi pecah.
Arus yang terbentuk di dekat pantai biasanya dibentuk sebagai akibat
adanya gelombang yang merambat keperairan pantai yang akhirnya pecah. Proses
pecahnya gelombang tersebut akan menimbulkan berbagai proses seperti
nearshore current (arus dekat pantai) dan proses abrasi (pengikisan) maupun
sedimentasi (pengendapan). Proses ini saling terkait satu sama lain yang sangat
mempengaruhi dinamika di perairan pantai selain pengaruh dari pasang surut
(alami) dan berbagai aktivitas manusia (adanya bangunan pantai,
penambangangan pasir pantai dan sebagainya).
Gelombang menjadi tidak stabil (pecah) jika terlampau curam atau tinggi
gelombangnya mencapai batas tertentu. Tipe-tipe gelombang pecah dapat
dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu (CERC,1984; Rijn, 1990) :
1. Spilling terjadi pada pantai yang datar (kemiringan kecil) dimana gelombang
mulai pecah pada jarak yang cukup jauh dari pantai dan pecahnya terjadi
berangsur-angsur artinya muka gelombang sudah pecah sebelum tiba di pantai.
Buih terjadi pada puncak gelombang selama mengalami pecah dan
meninggalkan suatu lapis tipis buih pada jarak yang cukup panjang. Dan
banyaknya buih putih ini jauh dari pantai, Gambar 5a.
2. Plunging terjadi apabila kemiringan gelombang dan dasar bertambah,
gelombang akan pecah dan puncak gelombang akan memutar dengan massa air
pada puncak gelombang akan terjun ke depan, seluruh puncak gelombang
melewati kecepatan gelombang sehingga puncak gelombang “terjungkal ke
depan”. Bentuk gelombang pecah ini terjadi pada pantai yang lebih curam.
Tipe gelombang ini merupakan yang paling indah dilihat, dimana pada saat itu
gelombang bergulung-gulung di pantai, Gambar 5b.
3. Surging terjadi pada pantai dengan kemiringan yang sangat besar seperti pada
pantai berkarang. Daerah gelombang pecah sangat sempit, dan sebagian besar
energi dipantulkan kembali ke laut dalam. Gelombang belum pecah ketika
mendekati pantai dan sempat mendaki kaki pantai, sebelum akhirnya kandas
dipantai. Tipe gelombang pecah ini tidak banyak menimbulkan hempasan di
pantai, Gambar 5c.
Gambar 5. Ilustrasi dari Perbedaan 3 (Tiga) Tipe Gelombang Pecah (a). Spilling
Breakers, (b). Plunging Breakers, (c). Surging Breakers
Gambar 6. Zone Pantai (Department of The Army, 2003)
Gelombang yang terdapat dipermukaan laut pada umumnya terbentuk
karena adanya proses alih energi dari angin kepermukaan laut, atau pada saat
tertentu disebabkan oleh gempa di dasar laut. Gelombang ini merambat ke segala
arah membawa energi tersebut yang kemudian dilepaskannya ke pantai dalam
bentuk hempasan ombak.
Zone pantai memiliki batasan-batasan yang bervariasi dan berubah secara
gradual. Zone pantai digambarkan sebagai zone transisi antara daratan dan
perairan, daerah yang secara langsung dipengaruhi oleh air laut atau lacustrine
hydrodynamic processes. Zone ini dari daerah lepas pantai hingga batas landas
kontinen, sedangkan kearah pantai mencakup daerah yang mengalami perubahan
topografi dan berada pada jangkauan ombak. Faktor sungai ditiadakan tetapi
masih meliputi muara sungai dan delta, dimana masih terdapat pengaruh dari air
laut yang dinamis dan riverine forces (Gambar 6).
Longshore Current
Arus merupakan faktor penting dalam menentukan sirkulasi, aspek dari
gerakannya bisa berskala kecil maupun besar. Arus laut umumnya merupakan
modifikasi atau gabungan dan interaksi dari arus akibat gaya-gaya yang bekerja di
laut, seperti: perbedaan massa air (suhu, salintas dan densitas), gravitasi, tekanan
udara, topografi, gaya coriolis dan tiupan angin (Sidjabat, 1973), sedangkan di
daerah pantai arus lebih dipengaruhi oleh perubahan tekanan densitas dan
gesekaan muka air laut dengan gerak angin. Arus dalam sirkulasinya berfluktuasi
secara tidak teratur sehingga sistem gerakan air menjadi kompleks, hal ini
menyebabkan sirkulasi arus yang terjadi di laut mempunyai karakteristik yang
berbeda dalam ruang maupun waktu. Dalam skala yang lebih besar sistem arus
mempunyai karakteristik perubahan yang bersifat harian, musim, maupun tahun
(Pratikto, 1993).
Arus permukaan di perairan Indonesia umumnya di pengaruhi oleh musim
(Wyrtki, 1961). Kondisi ini menyebabkan arus permukaan berbalik arah setiap
periode waktu tertentu. Aliran arus yang kuat disebabkan korelasi antara
gerakannya dan angin. Lamanya musim berlangsung diatas perairan Indonesia
menyebabkan variasi tahunan yang sama kuatnya dengan kedua musim (Fieux,
1996).
Arus merupakan gerakkan mengalir yang mengakibatkan perpindahan
secara horizontal atau vertikal massa air sebagai akibat dari penyinaran matahari
yang tidak merata di permukaan bumi (CERC, 1984). Pemanasaan yang berbeda
dimuka bumi akan mengakibatkan tekanan udara di muka bumi berbeda antara
satu tempat dengan yang lain, sehingga terjadi pergerakkan udara dari yang
bertekanan tinggi ke yang bertekanan rendah. Perbedaan suhu ini menyebabkan
suhu menjadi berbeda, oleh sebab itu arus laut terjadi karena perbedaan densitas.
Salah satu aspek penting gelombang dekat pantai adalah terbentuknya arus
menyusur pantai (longshore current) dan rip current yang mempengaruhi
pergerakkan material sepanjang pantai. King (1963), menyatakan bahwa refaksi
gelombang merupakan salah satu penyebab timbulnya arus di sekitar pantai.
Gelombang pecah membentuk sudut tertentu terhadap garis pantai (α), maka
membentuk arus yang mengalir searah dengan garis pantai (longshore current)
(Inman,1971; Sorensen, 1990). Gelombang pecah yang membentuk sudut lebih
besar dari 5 – 10
omaka akan menghasilkan arus menyusur pantai yang kontinu di
sepanjang garis pantai. Gelombang lebih besar akan menciptakan longshore
current lebih cepat. Sudut gelombang yang dekat dengan daerah pecah gelombang
juga mempengaruhi kecepatan arus. Puncak arus terjadi ketika gelombang
mendekati dari 45 derajat, apabila sudutnya lebih kecil maka menghasilkan arus
yang lebih lambat dan bila lebih besar tidak dapat menghasilkan arus. Gelombang
yang pecah secara paralel dengan garis pantai tidak akan membentuk longshore
arus yang dihasilkan oleh sudut gelombang (Bruce, 1986).
Kecepatan arus menyusur pantai dapat berkisar 0,30 m/det sampai dengan
1,00 m/det (Brown et al., 1989). Kecepatan terbesar arus menyusur pantai berada
pada daerah pertengahan (midway) antara zona gelombang pecah (breaker zone)
dengan garis pantai (shore), Sorensen, 1990.
Beberapa arus menyusur pantai yang bergerak berlawanan arah kemudian
bertemu dan menghasilkan aliran ke arah laut yang terkonsentrasi membentuk rip
current, pergerakkan ini merupakan hasil dari longshore feeder. Arah dan
kecepatan arus menyusur pantai tergantung pada periode, tinggi dan arah
gelombang laut yang mendekati pantai. Gelombang yang datang dengan panjang
gelombang yang panjang dapat berpengaruh walaupun dalam skala yang kecil,
merupakan gelombang yang termodifkasi oleh refraksi.
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kondisi pantai Eretan Kulon yang berada di daerah pantai utara Kabupaten
Indramayu memiliki kondisi yang serupa dengan kondisi pantai utara Jawa Barat
pada umumnya, yaitu berupa pantai yang landai dengan kemiringan antara 0,06%
hingga 0,40% dengan kedalaman berkisar dari 5 - 20 m. Diperkirakan bahwa pada
jarak rata-rata 4 km dari garis pantai kedalaman mencapai 5 meter, kemudian pada
jarak rata-rata 13 km kedalaman menjadi 10 meter, dan pada jarak 21 km
kedalaman mencapai 20 meter. Kontur kedalaman kurang dari 5 m
memperlihatkan kondisi yang relatif sejajar dengan garis pantai.
Pergantian musim memberikan pengaruh terhadap pergerakkan massa air.
Pada musim barat pergerakkan arus umumnya menuju ke arah timur atau arus
timur dengan kecepatan berkisar antara 0,13 - 0,63 m/det. Pada musim timur arus
bergerak ke arah sebaliknya sebaliknya yaitu menuju arah barat dengan kecepatan
berkisar antara 0,04 - 0,58 m/det.
Berdasarkan Ditjen. Perairan (1990) bahwa daerah Eretan merupakan salah
satu lokasi yang mengalami kerusakan pantai dengan prioritas penanganan pada
prioritas 1. Pada tahun 1992/1993 daerah ini mendapatkan pengamanan pantai
berupa tembok laut sepanjang 500 m. Kondisi sekarang di lapangan adalah
dengan adanya pembangunan tembok laut itu maka terjadi pengikisan pantai di
belakang tembok laut tersebut, sehingga pembangunan tembok laut itu dirasa
kurang efektif.
Eretan Kulon seperti terlihat pada Gambar 7 merupakan daerah yang
mengalami abrasi yang besar pada setiap tahunnya. Hingga awal 2007 daerah ini
telah mengalami pergeseran bibir pantai ke arah darat dengan kondisi yang cukup
berbahaya bagi masyarakat. Pada akhir 2007 Pemerintah Daerah berencana untuk
membangun suatu dinding pantai di pantai sebelah timur Eretan Kulon,
dikarenakan pantai bagian pantai ini telah mengalami penggerusan yang sangat
besar sehingga merusak bangunan jeti pengaman jalan masuk ke sungai. Bagian
jeti tersebut telah mengalami kebocoran, sehingga terdapatnya aliran air yang
masuk ke sungai melalui bagian belakang jeti. Kondisi yang demikian hanya
sebagian dari kerusakan infrastruktur di Eretan Kulon.
Berdasarkan data-data yang ada maka lokasi daerah Eretan Kulon dibagi
menjadi 5 bagian. Setiap bagian gambar yang akan memperlihatkan seberapa
rusaknya pantai di daerah Eretan Kulon. Dengan adanya kajian ini maka dapat
menjadi acuan penanggulangan yang baik untuk daerah Eretan Kulon.
Lokasi 1 merupakan pantai paling timur dari pantai Eretan Kulon. Daerah
ini dibatasi oleh jeti yang melindungi jalan masuk kapal menuju sungai dengan
panjang 500 m dan telah mengalami pengerukkan untuk penambahan kedalaman
sungai. Garis pantai lokasi 1 ini telah banyak berkurang dikarenakan terkikis oleh
gelombang, terdapat gangguan aliran air (intrusi) yang masuk ke dalam sungai
melalui bagian belakang jeti (Gambar 8). Pada lokasi ini banyak terdapat lahan
tambak masyarakat, saat air pasang pada musim barat banyak lahan tambak yang
terendam air laut, sehingga sangat merugikan masyarakat.
Ujung Timur Lokasi Garis Pantai Lokasi
Intrusi Air Laut ke Sungai Daerah Setelah Lokasi 1
Gambar 8. Lokasi 1 Daerah Kajian
Lokasi 2 merupakan daerah terjadinya rip current, daerah ini oleh
masyarakat di pasangi gorong-gorong beton (groin) agar mengurangi besarnya
gelombang dan arus yang mencapai pantai tersebut (Gambar 9). Solusi yang
dibuat masyarakat tidak dapat bertahan lama, hal ini dikarenakan besarnya arus
dan gelombang yang datang.
Lokasi 3 berjarak tidak begitu jauh dengan lokasi 2, hanya berkisar 150 m
dari lokasi 2. Lokasi 3 telah mengalami kerusakan yang besar seperti terlihat pada
Gambar 10, arus yag bergerak pada lokasi telah merusakkan bagunan rumah
masyarakat. Pada pertengahan tahun 2006 bangunan ini masih berjarak 10 m dari
bibir pantai, akan tetapi pada pertengahan 2007 kondisi lokasi tersebut telah
seperti yang tergambar diatas. Bila ini terus berlanjut dikhawatirkan perumahan
penduduk lainnya akan menjadi korban selanjutnya.
Sebelum Lokasi 2 Lokasi 2
Gambar 9. Lokasi 2 Daerah Kajian
Sebelum Lokasi 3 Lokasi 3
Setelah Lokasi 3
Lokasi 4 kondisinya tidak berbeda jauh dengan lokasi 3, lokasi ini dapat
dikatakan telah mengalami kerusakan yang paling parah dan hal ini terjadi jauh
sebelum terjadinya kerusakan di lokasi 3. Bangunan yang telah hancur oleh
terjangan ombak dan besarnya arus yang bergerak di daerah tersebut terlihat pada
Gambar 11. Bangunan ini telah lama ditinggalkan oleh pemiliknya, dikarenakan
bangunan ini telah mulai dirusak oleh ombak. Pada awal tahun 2006 bangunan ini
masih dapat berdiri dengan tegak, garis pantai telah mencapai setengah dari
bangunan ini. Tetapi pada pertengahan 2007 bangunan ini telah hampir hancur
dan garis pantai telah melebihi dari badan rumah.
Sebelum Lokasi 4 Lokasi 4
Setelah Lokasi 4
Gambar 11. Lokasi 4 Daerah Kajian
Lokasi terakhir dari daerah penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 12.
Ujung lokasi ini merupakan daerah yang lebih menjorok ke arah laut, di bagian
terluar terlihat dinding pantai yang telah di bangun oleh Dinas Pekerjaan Umum
Prov. Jawa barat. Pembangunan dinding pantai ini terjadi untuk melindungi pantai
dikarenakan garis pantai yang semakin mundur, sehingga jarak antara bibir pantai
dan jalan utama jalur Pantai Utara hanya tinggal 300 m. Bangunan dinding pantai
ini tidak memberikan solusi yag baik, dikarenakan arus yang bergerak menjadi
memutar dan menggerus bagian belakang dinding pantai. Terlihat pada bagian
setelah lokasi 5, dinding pantai tidak dapat melindungi bagian belakangnya.
Kondisi-kondisi yang telah dijelaskan memperlihatkan betapa pentingnya
penelitian dan kajian mengenai daerah ini. Dengan adanya data-data yang lengkap
akan mempermudah untuk membuat penanggulangan kerusakan di daerah ini
dengan lebih efektif.
Sebelum Lokasi 5 Lokasi 5
Setelah Lokasi 5
Waktu dan Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan dengan menganalisis data hasil sounding ADCP (Acoustic Doppler Current Profiler), Current Meter, konversi angin dan
Tide and Wave Gauge. Kegiatan penelitan ini merupakan salah satu program
penelitian dari Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI untuk mengatasi dampak
abrasi yang sedemikian besar di daerah Eretan Kulon, Indramayu.
Pengambilan data lapangan dilakukan pada 3 periode yaitu pada Bulan Februari 2006, Mei 2006, dan Agustus 2006, periode ini diharapkan dapat menjadi gambaran untuk setiap perubahan musim. Perubahan yang disebabkan pergantian musim diharapkan dapat menjelaskan mengenai transformasi gelombang dan pola arus menyusur pantai selama satu tahun.
Penelitian dilakukan di pesisir Eretan yang secara geografis berada pada posisi 6o18’40”-6o20’00” lintang selatan dan 108o04’00”-108o05’45” bujur timur, berada di Kabupaten Indramayu yang merupakan salah satu kabupaten di daerah pantai utara Jawa Barat, Gambar 13.
Perolehan Data
Data yang diperoleh melalui penelitian yang dilakukan bersama-sama dengan Kelompok Peneliti Fisika - Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI,
Jakarta.
Alat pengukur arus dan gelombang ditempatkan pada dua buah mooring / tripod (Gambar 14), yang ditenggelamkan selama satu minggu dalam setiap periode pengambilan data (Gambar 15), alat digantungkan pada kaki-kaki mooring. Mooring I di tempatkan pada jarak 500 m dari pantai, sedangkan moooring II ditempatkan pada jarak 1000 m dari pantai. Kedua mooring membentuk garis tegak lurus terhadap pantai. Alat-alat ini (Lampiran 1) merekam data selama satu minggu dengan interval 10 menit, sehingga akan mendapatkan data secara periodik selama satu minggu.
Curr
en
t Meter
Tide and Wave Gauge
8 m 3 m
3,5 m
Gambar 14. Skema Bentuk Mooring
Peralatan yang di pergunakan dalam penelitian secara detail ditabulasikan pada Tabel 2:
Tabel 2. Alat-alat yang Digunakan dalam Penelitian
Alat dan Bahan Tipe Perolehan Data
Alat :
Bathimetri Acoustic Doppler Current
Profiler (ADCP) ADCP Furuno Model Cl-35h Arus
Kecepatan
Current Meter RCM 108
Arah Arus Garmin SRV II
GPS
Garmin Map 276 c Posisi
Arus Pasang Surut
Tide and Wave Gauge Model 20-03
Gelombang Bahan :
Peta Rupa Bumi Indonesia
(RBI) Peta dasar
Hardware dan Software Komputer
(MS. Excel, Surfer, RCPWave, WRPLOT view, Map Info dan Arc View )
Pengukuran Kedalaman Perairan dan Batimetri
Kedalaman perairan dan batimetri didapat dengan menggunakan ADCP
(Acoustic Doppler Current Proppeler) yang menyapu lokasi penelitian. Daerah
tersebut diplotkan dalam peta digital guna mendapatkan gambaran kedalaman laut. Penyapuan dilakukan sepanjang garis pantai eretan kulon (sekitar 2 km) dan ke arah laut lepas sekitar 1,5 km dari pantai.
Data Arah dan Kecepatan Angin
Data arah dan kecepatan angin diperoleh dari Stasiun Meteorologi Jatiwangi (SM Jatiwangi). Data angin diperlukan untuk memprediksi gelombang laut dalam berdasarkan data angin maksimum bulanan selama 10 tahun. Data tersebut cukup representatif untuk memprediksi gelombang dan pengaruhnya terhadap pembangkitan arus dan transpor sedimen menyusur pantai
Pengukuran Gelombang
Pengukuran gelombang dengan menggunakan instrumen Tide and Wave yang dipasang pada Mooring selama 7 hari. Hasil pengukuran dikoreksi dengan menggunakan gelombang hasil dari penurunan angin.
Pengukuran Arus
Kecepatan arus dengan menggunakan instrumen Current Meter yang dipasang pada Mooring selama 7 hari. Hasil pengukuran dikoreksi dengan menggunakan nilai kecepatan arus hasil dari perhitungan Gelombang.
Analisis data
Analisis data dilakukan mencakup transformasi gelombang di perairan dangkal, dan distribusi tegak lurus pantai untuk arus menyusur pantai (longshore
Kedalaman
Kedalaman yang diperoleh di lapangan diplotkan ke dalam peta digital berdasarkan posisi GPS untuk membuat peta kontur kedalaman. Kedalaman yang diplotkan terlebih dahulu dikoreksi terhadap MSL (mean sea level) sebagai titik referensi dengan menggunakan persamaan berikut:
Δd = dt – ( ht – MSL) (1)
dimana: Δd = Kedalaman suatu titik pada dasar perairan;
MSL = Permukaaan air laut rata-rata;
dt = Kedalaman suatu titik pada dasar laut pada pukul t;
ht = Ketinggian permukaan air pasut pada pukul t.
Peta kedalaman yang diperoleh, dianalisis untuk mengetahui kemiringan pantai pada tiap profil yang ditentukan dan membandingkannya dengan peta kontur kedalaman dari Dishidros (1991). Data kemiringan pantai dari Dishidros digunakan sebagai data awal untuk menganalisis perilaku gelombang dan pengaruhnya terhadap pembangkitan arus menyusur pantai.
Parameter Gelombang Peramalan Gelombang
Sebelum perhitungan prediksi (peramalan) gelombang, terlebih dahulu dilakukan analisis perhitungan panjang fetch efektif (Feff) dan data angin yang diperoleh dari SM Jatiwangi, Indramayu
Perhitungan panjang fetch efektif menggunakan Peta RBI dan Peta Alur Pelayaran dengan persamaan:
∑
∑
= α α cos cos Xi Feff (2)dimana: Xi = Panjang fetch yang diukur dari titik observasi gelombang sampai memotong garis pantai.
α = Deviasi pada kedua sisi (kanan dan kiri) arah angin dengan menggunakan pertambahan 5o sampai sudut 45o.
Metode ini didasarkan pada asumsi sebagai berikut :
a. Angin berhembus melalui permukaan air melalui lintasan yang berupa garis lurus.
b. Angin berhembus dengan mentransfer energinya dalam arah gerakan angin menyebar dalam radius 45o pada sisi kanan dan kiri dari arah anginnya.
c. Angin mentransfer satu unit energi pada air dalam arah dan pergerakan angin dan ditambah satu satuan energi yang ditentukan oleh harga kosinus sudut antara jari-jari terhadap arah angin.
d. Gelombang diabsorpsi secara sempurna di pantai.
Berdasarkan data angin maksimum yang diperoleh dari SM Jatiwangi yang diukur di darat, maka perlu dikoreksi menjadi data angin di laut untuk dapat digunakan dalam peramalan gelombang. Urutan analisis koreksi data kecepatan angin berdasarkan petunjuk dari CHL (2002) sebagaimana disajikan pada Gambar 16 - 19. Dalam memudahkan pembacaan data arah dan kecepatan angin, maka divisualisasikan dalam bentuk tabel dan diagram mawar angin (wind rose) setiap bulan selama periode peramalan dengan menggunakan software WRPLOT view versi 5.3.0.
Gambar 16. Diagram alir koreksi kecepatan angin (simbol lihat dalam teks).
Keterangan: UL = kecepatan angin di darat; UW = kecepatan angin di laut;
Gambar 17. Rasio Koreksi Angin pada Ketinggian 10 m.
Gambar 18. Rasio durasi kecepatan angin (Ut) pada kecepatan 1 jam (U3600).
Gambar 19. Perbandingan/rasio (RL) kecepatan angin di atas laut (UW) dengan
angin di darat (UL) (CHL, 2002).
Keterangan : Pemakaian RL, normalnya jika jarak alat pencatat angin 16 km dari
Peramalan gelombang dimaksudkan untuk mengalihragamkan (transformasi) data angin menjadi data gelombang. Di dalam perencanaan bangunan pantai diperlukan data gelombang yang mencakup seluruh musim, terutama pada musim dimana gelombang-gelombang besar terjadi.
Salah satu metode peramalan gelombang adalah metode yang dikenalkan oleh Sverdrup dan Munk (1947) dan dilanjutkan oleh Bretschneider (1958), metode tersebut di kenal dengan metode SMB (Sverdrup Munk Bretschneider) (CERC 1984), yang dibangun berdasarkan pertumbuhan energi gelombang. Kecepatan angin yang digunakan adalah kecepatan angin maksimum yang dapat membangkitkan gelombang, yakni kecepatan ≥10 knot dari arah utara, barat laut, barat, timur dan timur laut, sedangkan arah lain tidak dihitung karena berasal dari darat.
Parameter gelombang perairan dalam dari metode SMB adalah: Tinggi gelombang signifikan:
2 3 0,5 * 1, 6 10 A s U H x F g − = (1) dan g U H A s 2 243 . 0
= ; untuk F* > 2 x 104 (fully developed waves) (2) Periode puncak signifikan gelombang:
1/ 3 0, 2857 A s U T F g ∗ = (3) dan 8.13 A s U T g
= ; untuk F* > 2 x 104 m (fully developed waves) (4) Durasi pertumbuhan gelombang:
g U F t 68,8 2/3 A ∗ = (5) dan g U x t=7,15 104 A ; untuk F
* > 2 x 104 m (fully developed waves) (6) Dalam hal ini, e ff2
A
g F F
U
∗ = = fetch tak berdimensi; UA = faktor tegangan angin;
t = durasi pertumbuhan gelombang (detik); Feff = panjang fetch efektif (m);
g = percepatan gravitasi (m/det2).
Analisis parameter gelombang diselesaikan dengan menggunakan teori gelombang amplitudo kecil (small- amplitude wave theory). Berdasarkan teori ini,
untuk penyederhanaan rumus-rumus gelombang maka dilakukan klasifikasi gelombang berdasarkan kedalaman, sebagaimana dalam Tabel 3 (CHL, 2002)
Tabel 3. Persamaan Parameter Gelombang Amplitudo Kecil (CHL, 2002)
Kedalaman Relatif Perairan Dangkal 1 20 d L< Perairan Transisi 2 1 25 1 < < L d Perairan Dalam 2 1 < L d Kecepatan gelombang T gd L C= = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = = L d gT T L C π π 2 tanh 2 2π gT T L C C= o = = Panjang gelombang L=T gd =CT ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = L d gT L π π 2 tanh 2 2 T C gT L L= o= π = o 2 2 Kecepatan grup Cg =C= gd
(
)
C L d L d nC Cg ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + = = π π 4 sinh 4 1 2 1 π 4 2 1C gT Cg = = Energi gelombang 2 8 gH L E= Dimana : d = Kedalaman PerairanL = Panjang Gelombang (m) T = Periode Gelombang (detik) C = Kecepatan Gelombang (m/detik) g = Gravitasi (m/detik2)
Analisis Parameter Gelombang Pecah
Perhitungan parameter gelombang pecah perlu diketahui keadaan kemiringan pantai pada segmen yang ditinjau sehingga indeks gelombang (γb) pecah yang akan digunakan dalam perhitungan dapat ditentukan. Arah gelombang datang tidak selalu tegak lurus dengan garis pantai, sehingga perlu memperhitungkan pengaruh transformasi gelombang utama yakni pengaruh refraksi dan shoaling (perubahan kedalaman). Penentuan besar sudut datang gelombang di perairan dalam disesuaikan dengan sudut datang angin.
Analisis transformasi gelombang, dapat dilakukan dengan menentukan gelombang dalam ekivalen ( '
o
H ) dengan menggunakan persamaan (CHL, 2002):
r s o o H K K
H' = (1)
dimana Ks dan Kr adalah koefisien shoaling dan refraksi yang dihitung dengan persamaan: g go s C C K = (2)
θ θ cos cos o r K = (3)
Indeks gelombang pecah dihitung dengan persamaan (Weggel 1972 dalam
CHL, 2002): 2 gT H a b b b = − γ (4)
dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai tan β dan diberikan oleh persamaan: ) 1 ( 75 , 43 − −19tanβ = e a (5) ) 1 ( 75 , 43 − −19tanβ = e a (6)
Komar dan Gaughan (1973) dalam CHL (2002) memperoleh hubungan semi empiris indeks gelombang pecah (Ωb) untuk teori gelombang linear dengan persamaan: 1/ 5 ' 0.56 o b o H L − ⎛ ⎞ Ω = ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (7)
Sehingga parameter gelombang pecahnya dapat dihitung: Gelombang pecah:
b o
b H
H = /Ω (8)
Kedalaman gelombang pada saat pecah:
b b b H d γ = (9)
Lebar daerah hempasan gelombang pecah: β γbtan b b H X = (10)
Kecepatan grup gelombang pecah:
b gb
b C gd
C = = (11)
Tipe gelombang pecah:
5 . 0 tan − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = o o o L H β ξ (12)
dimana ξo = surf similarity; tan β = kemiringan pantai; Ho dan Lo = tinggi dan panjang gelombang di perairan dalam.
Selanjutnya tipe pecah dapat diduga berdasarkan surf similarity dengan kriteria sebagai berikut:
Surging/Collapsing ξo > 3,3
Plunging 0.5 < ξo < 3,3
Spilling ξo < 0,5
Subskrib (o) menunjukkan sudut dan kecepatan gelombang sebelum pecah. Perhitungan sudut datang gelombang pecah diperoleh dari hasil analisis dengan menggunakan program RCPWave yang diinterpertasikan melalui hasil peta transformasi gelombang pada setiap arah dan profil pantai yang ditinjau.
Analisis Transformasi Gelombang Menggunakan Model RCPWave
Selain hasil analisis dengan menggunakan persamaan empiris di atas, penelitian ini juga menggunakan model RCPWave sebagai solusi numerik dalam penyelesaian proses transformasi gelombang yakni untuk proses refraksi dan difraksi (Bruce et al. 1986). Model ini berisi suatu algoritma yang dapat memperkirakan kondisi gelombang dalam surf zone, sehingga model gelombang pecah dapat dibuat pada dua dimensi horizontal.
Berdasarkan bentuk pantai Eretan Kulon yakni pantai yang menghadap arah utara, sehingga input data kedalaman pada program disesuaikan dengan hal tersebut. Arah gelombang dari utara, barat laut dan timur laut dalam program besar sudutnya masing-masing 0o, 45o dan -45o. Program ini dengan input data
gelombang maksimum, rata-rata dan minimum, sedangkan untuk yang hanya satu karakteristik gelombang digunakan yang memiliki periode diatas 3 detik, dikarenakan pada program ini hanya dapat mensimulasikan periode minimal 3 detik. Jumlah grid yang digunakan sebanyak [50,50], karena semakin banyak grid yang dibuat maka akan semakin besar tingkat ketelitiannya. Output dari model ini terdiri dari dua bagian (Lampiran 2), bagian pertama yaitu FNPRNT yang berupa data hasil gelombang secara keseluruhan, terdiri dari data kedalaman, sudut gelombang, tinggi gelombang, bilangan gelombang, dan indeks pecah
gelombang pada setiap grid, dan bagian kedua adalah savespec yang berupa data muka gelombang dalam satu baris tertentu.
Aplikasi program ini dengan memasukkan model input data berupa tinggi, periode, dan arah gelombang laut dalam (Ho, To, dan θo). Model input juga memasukkan spesifikasi kontur kedalaman dasar pada grid (matriks). Variabel sudut gelombang lokal, sudut gelombang air dalam dan sudut kontur kedalaman dalam model ini didefinisikan pada Gambar 20.
Gambar 20. Definisi Sudut Dalam Model.
Keterangan : θo = Sudut gelombang laut dalam; θ= sudut gelombang lokal; θc = sudut
kontur daerah off-shore; di = kontur kedalaman ke-i, i = 1,2,3,... dst
Hasil tinggi gelombang pecah (Hb) yang diperoleh setiap grid dari model akan dilihat dan ditest berdasarkan hasil perhitungan kedalaman gelombang pecah (db) dari persamaan empirik Weggel (1976) dalam Bruce et al. (1986) dengan syarat db ≥ d, yakni: 2 1 b b bd H ba gT = + (13)