• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN HASIL HUTAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN HASIL HUTAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

I , ..

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENA WARAN

BASIL HUT AN KAYU DI SUM4.TERA UTARA

TESIS

<Di.aju~

(]una

!M.emenuJii

Salali

Satu Syarat

~!M.emperofefi

fJefa.r

:Magister

Sains

<Progrtmt.

Studi

Ifm.u

tE~i

SUKli~NDRA

PURBA

NIM : 072188630033

PASCASARJANA

NEGERI MEDAN

ME DAN

(2)

ABSTRAK

Sukendra Purba, Analisis Pennintaan dan Penawaran Hasil Hutan Kayu di Sumatera Utara

Peran strategis sektor kehutanan sebagai modal dalam mewujudkan agenda target

pembangunan nasional, menuntut konsekuensi pemberdayaan potensi sumber daya hutan

dikelola seeara arif dan bijaksana. Relatiftingginya tingkat deforestasi akibat penebangan hutan

tidak dapat ditepaskan oleh semakin tingginya aktivitas produksi basil hutan kayu pada sisi

penawaran, a.kibat stimulus pada sisi pennintaan yang meliputi kegiatan sektor-sektor indus1ri

pengolah basil hutan kayu dan kegiatan sejenis laiMya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor yang

mempengaruhi pennintaan dan penawaran sebagai upaya untuk memahami intera.ksi antara

pennintaan dan penawaran basil hutan kayu dalam menciptakan pola pennintaan dan harga basil

hutan kayu Sumatera Utara.

Hasil penelitian menuqjukkan hubungan harga basil hutan kayu negatif terhadap

permintaan basil hutan kayu di Sumatera Utara dengan

tingkat

responsif

pennintaan

inelastis. Hubungan tingkat pendapatan masyarakat) terhadap jumlah permintaan basil

hutan kayu di Sumatera Utara adalah positif dengan tingkat respon kuantitas permintaan

elastis. Hubungan tingkat output sektor industri

barang

kayu, industri kertas dan

.,., percetakan

dan sektor bangunan dan konstruksi adalah positif terhadap jumlah

permintaan basil .llutan kayu di Sumatera Utara. Temuan laht adalah kuantitas

penawaran

produk

basil hutan kayu berhubungan positif

terhadap

perubahan harganya,

dengan respon inelastis. Sedangkan naik turunnya

tingkat tarif dan upah tidak

secara

signifikan berpangaruh pada kuantitas

penawaran

produk basil hutan kayu

dan tingkat

produktifitas sektor kehutanan Surnatera Utara berhubungan positif terhadap

tingkat

penawaran produk

basil

hutan kayu Sumatera

Kata Kunci: Basil Rutan Kayu, Permintaaa, Peaawaraa, Elastisitas

(3)

ABSTRACf

Sukendra Purba, Analisys on demand and Supply of forest Timber Crop in North Sumatera.

The strategic role of forestry sector as capital in realization of national development target agenda requires a consequence of using of forestry resources potency effectively and efficiently. The higher of deforestation rate caused by the felling of trees is not separated of the higher of production activity of the timber forest crops on the supply level caused by a stimulant on the demand level include the forest timber crops processing industrial sector and another ones.

This research aims to study the impact of factors influence the demand and supply in order to understand the interaction between demand and supply of forest timber crops in create the demand and price of timber forest crops of North Sumatera.

The results of research indicares a correlation between the negative forest timber crop price to the demand of forest timber crops in North Sumatera and the inelasticity of demand responsive. A correlation between the society income level to the number of demand on forest timber crops in North Sumatera ·is a positive with the elasticity demand quantity respond. A correlation of output level o{ timber product industrial sector, paper industry, printing. building and construction sector in positive to the number of demand of forest timber crops in North Sumatera. The other finding is a . quantity of demand of forest of timber crops has a positive correlation to the change of price in inelasticity respond. While the fluctuation of tari and wage has not a significant influence to the demand quantity if forest timber crops and the productivity level in forestry sector of North Sumatera has a positive correlation to the demand of forest timber crops on Sumatera.

Keywords : Forest Timber Crop, Demand, Supply, Elasticity.

(4)

DAFTARISI

BABIPENDAHULUAN

A.

~tar Bel~

Penelitian ..•.•...• , •.•...••.. , •••.•.•.••...•• , ..•.•...•.•..•.•••..•••• , .••• 1

B. Perumusan Masalah ..•...•..••.•...••...•...•..••.•....•.•....•...•..••....•... ll

c.

Tl.ljuan Penelitian ... 13

D. Manfilat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.

Kerangka Teoritis ... 14

I.

Teori Penawaran ...•...•.•...•...•••.•... 14

2.

T~ri P~~

..• ,.,, .. ,., ... , .• ,, .... .,, .. ,,.,,, ... ,,,,..., .... ,., .... ,.,,, .. 16

3. Mekanisme Pasar dan Analisis Keseimbangan ... 18

4.

Ela&tisitas Permintaan

dan

Penawaran ., . ., ...

~

.. : ... ; ... 19

5. Teori Perilaku Produsen ... 22

6. Teori Perilaku Konsumen ... 22

B. Kerangka Konseptual ... 33

1. ~jarah

lndustri Perka)'ll&D

Indonesia ...

33

2. Kondisi Perkayuan Nasional Saat

ini ...

38

3. Revitalisasi Sektor Kehutaoan Indonesia ... 38

C. Pembentukan Model Penelitian ... 39

o.

Penelitian

yang

Relevan ... 40

E.

Hipotesis ... 42

BAD Ill METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian ... 43

B.

Jenis

dan SUIIlber Data~ ... 43

C.

M!=tode Penaksiran

dan

Pengujian ...

~

...

43

1.

Metode Penaksiran Model Penelitian ...•...•... 43

2. Metode Pengqjian Hasil Penaksiran., ... 47

(5)

'

BAD IV BASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data Penelitian ... 52

l.

Perkcmbangan Pennintaan dan Harga Produk Hasil Hutan

K.ayu •.

52

·

2. Perkembangan Tmgkat PCQdapatan

~~

... 55

3. Perkembangan Tmgkat Output Sektor Pengguua Produk .•...

~

....

51

B.

HasU

~ ~

lJji

llasil &timasi ...

60

C. Analisis Permintaan

Hasil

Hutan

K.ayu

di Sumatcra Utara •••••••.•••••••••••••••• 66

D. Analisis

PCllJJwarJ~D

Hasil HI$D

KaYJJ

di

S~ Utara ...

71

DAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.

I<.esi.nlpul.,., ...

76

B. Saran ...

77

Daftar

Pustaka
(6)

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1.1. Luas Kawasan Hutan berdasarkan Keputusan Menhut tentang Penunjukan

Kawasan Hutan serta Tata Guna Hutan Kesepakatan ...

~...

4

1.2. Luas Penutupan Laban didalamlluar Kawasan Hutan Sumatera Utara ...

5

1.3. Kontribusi Sektor Kehutanan

terhadap

Produk Domestik Bruto Indonesia

Atas Harga Dasar Berlaku periode 1997·2006 ...

7

1.4. Persentase Kontribusi sektor Pertanian terhadap PDRB Sumatera Utara atas

Dasar Harga Berlaku ... 8

1.5. Produksi Hasil Hutan di Sumatera Utara menurutjenis produksi ... 9

1.6. Perhitungan Deforestasi di Indonesia Tahun 2000·2005 (Ha/tahun) ... 10

4.1. Perkembangan Jumlah Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Produk

Hutan Kayu

di

Sumatera Utara ... 53

4.2. Perkembangan Tingkat Harga Produk Hasil Hutan Kayu di Sumatera Utara

Tahun 2000·2008 ...

55

4.3. Perk.embangan Output di Sektor·sektor Pengguna Produk Hasil Hutari K.ayu

Periode 2000·2008 ... 59

4.4. Hasil Estimasi Model Penelitian ... 62

4.5. Rasil Uji Stasioneritas Data Runtun Waktu ... 63

4.6. Rasil Uji Normalitas ... 65

4.7. Rasil Uji Autokorelasi ... 66

4.8. Rasil Uji Kointegrasi ... 66

4.9. Estimasi Fungsi Permintaan Hasil Rutan Kayu

di

Sumatera Utara ... 68

4.10. Estimasi Fungsi Penawaran Hasil Rutan Kayu di Sumatera Utara ... 74

[image:6.612.84.536.73.647.2]
(7)

'

i>AFTAR.GAMBAR

Gam bar

Halaman

4.1. Garfik Perkembangan Jumlah Keseimbangan dan Tingkat Harga Produk Hasil Hutan Kayu di Sumatera Utara ... ... 56 4.2. Grafik Perkembangan Tingkat PDRB, Jumlah Penduduk dan Tingkat

Pendapatan Perkapita di Sumatera Utara 2000-2008 ... 57 4.3. Grafik Perkembangan output di sektor-sektor penggunan produk basil

Hutan kayu periode 2000-2008 ... 60

(8)

..

A.

Latar Belakang Masalah

BABl

PENDAHULUAN

Peran penting sektor kehutanan sebagai modal dalam upaya mewujudkan agenda

target pembangunan nasional, menuntut konsekuensi pemberdayaan potensi sumber daya

hutan yang dikelola secara arif dan bijaksana. Hal

ini

untuk menjaga kelangsungan fungsi

dan manfaat hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, hingga dapat terus memberikan

manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial budaya yang optimal bagi generasi sekarang maupun

yang

akan

datang.

Sektor kehutanan melalui kegiatan pengusahaan hutan produksi dan industrialisasi

kehutanan selama tiga dekade . lebih telah memberikari kontribusi signifikan terhadap

proses pembangunan nasional. Selama periode tersebut sektor kehutanan telah berhasil

meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pertambahan nilai investasi, peningkatan

kinerja ekspor, pendapatan negara melalui pendapatan pajak dan non pajak, serta

penciptaan peluang usaha dan penyerapan tenaga kelja.

Akan tetapi dalam perkembangannya yang pesat selama

ini,

sektor kehutanan telah

menimbulkan persoalan-persoalan yang kompleks bagi pemerintah dan rakyat Indonesia.

Berkurangnya pasokan bahan baku kayu dari hutan alam, rendahnya realisasi

pembangunan hutan tanaman industri (HTI) untuk menghasilkan kayu pulp dan kayu

pertukangan, serta inefisiensi produksi telah menyebabkan produksi basil hutan menurun

sehingga banyak perusahaan pengolahan kayu yang rugi dan terlilit hutang. Beberapa

perusahaan pengolahan kayu bahkan diduga mengkonsumsi kayu ilegal dari hutan alam

(9)

. perkayuan di masa depan terancam, tapi juga kerusaican lingkungan seperti. deforestasi dan degradasi hutan semakin parah.

Hal

ini

menunjukkan kelemahan Indonesia sebagai negara tropis yang belum dapat memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimilikinya, khususnya dalam memanfaatkan produktivitas hutan tanaman yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara bukan tropis. Selain itu masalah lingkungan dan konflik akibat kelangkaan sumberdaya hutan pun meningkat, diiringi dengan menurunnya manfaat jasa lingkungan hutan serta keanekaragaman hayati. Di pihak lain, para penebang liar dan konsumen kayu ilegal terus menikmati keuntungan yang sangat menggiurkan, sementara masyarakat luas harus

menanggung dampak negatif yang luar biasa akibat kerusakan lingkungan yang terjadi. Untuk mengatasi persoalan yang sungguh berat dan pelik di sektor kehutanan, pemerintah melalui kementrian kehutanan telah menetapkan lima prioritas kebijakan sektor kehutanan. Karena keberhasilan pelaksanaan pembangunan kehutanan secara nasional tidak mungkin terlepas

dari

sukses pembangunan kehutanan di daerah. Oleh

karena

itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara melaksanakan pembangunan kehutanan mengacu kepada 5 (lima) kebijakan prioritas bidang kehutanan sesuai keputusan Menteri Kehutanan No. SK 456/Menhut - VII /2004 tanggal29 November 2004, yaitu:

1. Pemberantasan pencurian kayu (ilegal logging) dalam hutan negara dan perdagangan ilegal.

2. Rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan. 3. Revitalisasi sektor kehutanan.

4. Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sektor kawasan hutan .

..

5. Pemantapan kawasan hutan. (RPJM Dinas Kehutanan SU 2006-2010)

(10)

Berkaitan dengan prioritas ketiga, yaitu revitalisasi sektor kehutanan khususnya

industri kehutanan

dan

prioritas keempat, yaitu pemberdayaan ekonomi

masyarakat

di

dalam

dan

di sekitar kawasan hutan, pemerintah merencaoakan percepatan pembangunan

hutan tanaman industri dengan target

5

juta hektar sampai tahun 2009. Disamping itu,

Departemen Kehutanan menetapkan target untuk membangun

5,4

juta hek.tar hutan

tanaman rakyat, mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2016.

Akan tetapi pemerintah dan para praktisi sektor kehutanan menyadari selama

persoalan kesenjangan kebutuhan bahan baku bagi sektor industri perkayuan masih tetjadi,

akibat ketidakmampuan pasokan oleh produsen hasil hutan kayu, maka ditarnbah persoalan

pembalakan liar yang terus berlangsung faktor tersebut tetap akan menjadi penghambat

revitalisasi industri kehutanan. Masa depan industri perkayuan Indonesia pun disadari akan

tergantung pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan kayu nasional.

Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki kawasan

hutan relatif luas. Berdasarkan data mengenai luas kawasan hutan Indonesia yang

ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.

44/Menhut-1112005 tentang Penunjukan

Kawasan

Hutan

dan

Perairan Provinsi,

yang

disusun berdasarkan hasil pemaduserasian antara Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

(RTR WP) dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), dinyatakan bahwa luas

kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara mencapai 3.742.120 Ha. Meliputi jenis hutan

konservasi, lindung, produksi terbatas,

dan

sebagainya. Bila dibandingkan dengan luas [image:10.624.82.525.67.643.2]

areal hutan lainnya di provinsi-provinsi lainnya di Pulau Sumatera seperti yang tersaji pada

Tabell.l, maka luas hutan di Provinsi Sumatera Utara menempati urutan kedua di bawah

luas hutan Provinsi Riau. Sedangkan untuk ruang lingkup nasional luas kawasan hutan di

Sumatera Utara mencapai 2,73 persen dari totalluas kawasan hutan di Indonesia

(11)
[image:11.629.81.529.77.643.2]

Tabell.l. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Keputusan Menhut Tentang

Penunjukan Kawasan Hutan Serta Tata Guna Rutan Kesepakatan

TOTAL

Provinsi SKMENHUT KAWASAN PERSENTASE

BUTAN(Ha)

NAD

170/KPTS·II/2000 3.549.813 00.- 2.59

Samatera Utara

44/MENHUT-DilOO!

3. 742.120,00.- 2.73

Sumatera Barat 442/KPTS-II/1999 2.600.286,00.- 1.90

Riau 173/ K.PTS-II/1986 9.456.160,00.- 6.90

Jambi 421/ K.PTS-II/1999 2.179.440,00.- 1.59

Bengkulu 420/KPTS-II/1999 920.964,00.- 0.67

Sumatera Selatan 76/K.PTS-II/200 I 3. 759.327 00.- 2.74

Bangka Belitung 357/MENHUT-II12.004 657.510 00.- 0.48

Lampung 256/ KPTS-ll/2000 . 1'.004~735_.00.- 0.73

Papua 89InKJYfS-III1999 42.224.840,00.- 30.80

Provinsi Lainn_ya 66.995.273,00.- 48.87

TOTAL 137.090.468,00.- 100

Surnber: Badan Planolog1 Kehutanan-DEPHUT, 2007

Dengan luas kawasan hutan yang relatif luas, maka dari sisi ekonomis sektor

kehutanan di Sumatera Utara memiliki potensi yang relatifbesar. Sehingga hafapan bahwa

sektor kehutanan masih mampu memberikan kontribusi ekonomi seperti, pembentukan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), ekspor non migas, peningkatan pendapatan

masyarakat meialui penyerapan tenaga ketja dan mengurangi tingkat kemiskinan di

Provinsi Sumatera Utara.

Secara spsesifik jika dilihat

dari

luas penutupan laban didalam dan diluar kawasan

hutan berdasarkan jenis dan kegunaan hutan di Sumatera Utara, maka jenis dan kegunaan

hutan yang dapat dLproduksi yaitu: Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT),

dan Hutan Produksi Konversi meliputi kawasan hutan maupun non hutan luasnya cukup

signifikan bagi pengembangan potensi sektor kehutanan. Untuk hutan produksi saja

luasnya sekitar 546.490 ha, kemudian untuk hutan produksi terbatas luasnya mencapai

1.741.990 ha, dan kawasan hutan produksi konversi sebesar 360.430 ha. Kondisi luas

penutupan laban didalam dan luar kawasan hutan Sumatera Utara tersaji pada Tabel 1.2.

(12)
[image:12.647.80.535.86.652.2]

Tabell.l. Luas Penutupan Laban Didalam /Luar Kawasan Hutan Sumatera Utara

Kawasan Batao

HutanTetap APL Total

Kawasan

KSA- HPK Jumlah (lOOOka) (lOOOiaa)

HL HPT HP

KPA

Hutan

237,63 725,10 632,07 237,59 59,70 1.892,10 91,97 1.984,06 NonHutan 31,97, 773,61 1.049,76 305,54 295,59 2.456,47 2.551,01 5.007,48

Tdkadadata 0,32 51,64 60,16 3,80 5,13 121,07 24,88 145,94

269,93 1.550,35 1.741,99 546,94 360,43 4.469,63 2.667.85 7.137,48 Ket : Data pc:nutupan l8ban dari baSd pensf$tn111 Citra lAndsat 7 ETM+ liputan tlhun 200212003, Dat.a bW8S811 butan Slllllltln lhara

~~~~murut TGHK KSA-KPA ; Kawasan Suaka Allm, K a -Pelestarian Aban dan Teman Buru HL : Hutan Lindung HPT : Hutan Produksi Tcrbalas HP : Hutan Produksi APL : Areal Pengunun Lain HPK ; Hutan Produbi yana dapat dikonversi

Apabila dikaitkan dengan kebijakan priori~ sektor kehutanan di Indonesia seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dua point penting yang harus segera dicapai oleh sektor kehutana di Sumatera Utara pertama adalah revitalisasi sektor kehutanan. Hal-hal yang mendorong perlunya revitalisasi kehutanan baik di tingkat nasional maupun Sumatera Utara adalah: (l) menurunnya peran dan fungsi kehutanan dalam pembangunan nasional akibat meningkatnya degradasi sumberdaya hutan; (2) masih dirnilikinya keunggulan komparatif sektor kehutanan, dimana Indonesia masih menyisakan kawasan hutan yang cukup luas dan bisa berfungsi sebagai paru-paru hijau dunia yang kaya dengan keanekaragaman hayati; (3) dalamjangka panjang sektor kehutanan dapat kembali m~adi salah satu penggerak perekonomian nasional (devisa, lapangan kerja, dll); (4) meningkatnya permintaan pasar

at8S

produk kehutanan secara nasional mailpun global; (5) industri kehutanan dalam arti luas (pengelolaan hutan lestari: ljin Usaha Pemanfaatan

Hasil

Hutan

K.ayu

/Hak Pengusahaan Hutan, Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman/Hutan Tanaman lndustri; industri pengolahan dan jasa lingkungan) · masih mempunyai daya saing yang mampu berkompetisi secara global; (6) untuk meningkatkan
(13)

taraf

perekonomian masyarakat di

dalam

dan di sekitar hutan, dimana

10,2

juta orang dari

48,8 juta orang yang bergantung kehidupannya pada sumber daya hutan tergolong miskin;

dan (7) rendahnya resistensi industri-industri sektor kehutanan, dimana rata-rata hanya

berbasiskan pada keunggulan bahan baku.

(RPJM 2004-2009)

Menurunnya peran dan fungsi kehutanan dalam pembangunan nasional dapat

dilihat melalui kontribusi sektor kehutanan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto

(PDB) Indonesia. Berdasarkan data mengenai kontribusi sektor kehutanan

terhadap

PDB

Indonesia seperti yang disajikan pada tabel

1.3,

terlihat

bahwa

dalam

dasawarsa

terakhir

kontribusi sektor kehutanan memang telah mengalami trend penurunan yang

sangat

signifikan.

Jika

pada tahun 1997 nilai output sektor kehutanan sebesar Rp. 9.806,5 milyar

rupiah

atau mencapai 1,56 persen dari total PDB Indonesia, maka pada tahun 2006,

kontribusi sek.tor kehutanan terhadap pembentukan PDB Indonesia "hanya" mencapai

0,90

persen dengan nilai output sekitar Rp.

30.017,1

miliyar.

Turunnya kontribusi sek.tor kehutanan khususnya dan sektor pertanian umumnya

pada pembentukan PDB Nasional terutama disebabkan dengan terjadinya pergeseran

struktur perekonomian daerah-daerah di Indonesia, hal ini ditandai dengan semakin

meningkatnya sumbangan sektor kegiatan eknomi sekunder dan tersier di perekonomian

regional di Indonesia.· Beberapa fak.tor lain yang juga menekan peningkatan laju output

sektor kehutanan di Indonesia adalah dengan diberlakukannya beberapa regulasi yang

membatasi eksploitasi hutan secara berlebihan terkait isu lingkungan yang semakin gencar

dilakukan.

Pararel dengan kondisi nasional, fenomena semakin menurunnya peran sektor

kehutanan dalam pembangunan ekonomi di tingkat nasional juga terjadi di Sumatera Utara.

Jika

dilihat kontribusi sektor kehutanan dalam pembentukan Produk Domestik Regional
(14)
[image:14.621.86.525.78.661.2]

Bruto (PDRB) Sumatera Utara dalam bebefapa tahun ·

terakhir

walaupun mengalami fluktuasi, namun secara umum dapat disimpulkan mengalami kondisi yang

semakin

menurun.

Tabel.1.3. Kontribusi Sektor Kehutanao Terhadap Produk Domestik Bruto Indooesia Atas Dasar Harga Berlaku, Periode 1997-2006

PROD UK DOMESTIK BRUTO (PDB) Kontribusi Sektor

TAHUN

Sektor Kehutanan TOTALPDB Kehutanan Terhadap PDB (%)

1997 9.806,5 627.695,9 1,56

1998 1 1.700,5 955.753,9 1,22

1999 1 3.803,8 1.099.731,8 1,26

2000 1 6.343,0 1.389.769,9 1,18

2001 1 6.962 1 1.646.322,0 1,03

2002 1 7.602,4 1.821.833,0 0,97

2003 1 8.414,6 2.013.674,6 0,91

2004 2 0.290,0 2.295.826,2 0,88

2005 2 2.561,8 2.784.960,4 0,81 ~

2006 3 0.017,0 3.338.195, 7 0,90

Sumber: BPS 2008

Dalam struktur perhitungan PDRB Sumatera Utara, sektor kehutanan merupakan salah satu sub-sektor

dari

lima sub-sektor di sektor pertanian. Peranan sektor pertanian

dalam

pembentukan PDRB Sumatera

Utara

masih relatif dominan,

dimana

kontribusi sektor pertanian (tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan, petemakan

dan

perikanan) merupakan sektor yang mampu menyumbang rata-rata sekitar 24 persen

dari

total PDRB Sumatera Utara. Sedangkan kontribusi sektor kehutanan sendiri seperti yang te1ah dijelaskan sebe1umnya, kondisinya re1atif pararel dengan sektor kehutanan nasional, yang mengalami penurunan kontribusi bagi pembentukan PDRB Sumatera Utara.

.Berdasark.an Tabe1 1.4. dapat dilihat bahwa di tahun 2000 kontribusi sektor kehutanan Sumatera

Utara

mencapai 1,36 persen. Kemudian di tahun 2001 mengalami peningkatan ke level 1,40 persen,

dan

selanjutnya kontribusi sektor kehutanan semakin
(15)

menunm, seiring dengan menurunnya

peran

sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB

Sumatera Utara. Untuk tahun 2006 sumbangan sektor kehutanan dalam pembentukan

PDRB Sumatera Utara "menyusut" ke level 1,07 dan terus menurun

pada

tahun 2007

sebesar 0,98 persen dan merupakan level terendah

dalam

dasawarsa terakhir. Pada tahun

2008 kontribusi sektor kehutanan kembali meningkat ke tingkat 1,07 persen

dari

total [image:15.612.84.531.57.644.2]

PDRB Sumatera Utara.

TABEL 1.4.Penentase Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku, Periode 2000-2008.

KLASIFIKASI

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

USAHA

SEKTOR

27.42 26.95 26,94 24,94 24,47 23,98 22,18 21,08 22,22

PERTANIAN

- Bahan Makanan 10.15 10.14 10,02 9,15 8,52 8,63 772 6.14 7.42

-Tanaman

9.86 9.37 9,67 9,08 .· 9,87 9,50 9,06

Perkebunan 9.51 9.26

- Petemakan 2.88 2.79 2,85 2,66 2,40 2,24 2,06 2.23 2.16

-Kehutanan 1.36 1.40 1,38 1,39 1,27 1,19 1,07 0.98 1.07

- Perikanan 3.17 3.25 3,01 2,67 2,41 2,42 2,26 2.21 2.30

BUKAN

72,58 73,05 73,06 75,06 75,53 76,02 77,82 78,92 77,78 PERTANIAN

TOTALPDRB 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber: BPS 2008

Sedangkan khusus sektor kehutanan Provinsi Sumatera Utara maka menurut

jenisnya produksi hasil hutan masih dinominasi oleh hasil hutan kayu. Dari beberapa jenis

kayu ter,sebut maka jenis kayu log pinus merupakan produksi hasil kayu terbesar di

Sumatera Utara pada tahun 2005. Pada tahun 2005 hasil hutan kayu log pinus mencapai

874.056 M3 jauh lebih rendah

dari

pada produksi tahun 2003 yang mencapai 1.011.910,61

M3• Hal ini juga teijadi pada produksi log rimba yang produksinya pada tahun 2005 adalah

sebesar 77.072,11 M3, juga jauh dengan tingkat produksi pada tahun 2002 yang mencapai

(16)

972.062,00 M3• Secara umum seluruh basil utama produksi hutan kayu Sumatera Utara

[image:16.612.86.526.73.648.2]

mengalami trend menurun, hal ini dapat dilihat pada tabel 1.5. berikut.

Tabell.S. Produksi Hasil Sumatera Utara menurut Jenis Produksi

Jeais

Produksi

Uait 2002

Basil Utama

LogRimba

M3 972.062.00

Loa Pinus M3 14.153,00

Kavu Ger)lajjan M' 102.269,63

KayuLapis M3 142.176 17

Pulp Ton

-Block Board M' 33.953,38

Moulding M3 33.953 38

Basil lkutaa

Rotan

I

Ton 18.134.00

Arang Ton 393.057 00

GetahTusam Ka 1.344,00

Surnber: Dmas Kehutan Prov. Surnatera Utara •)Batang

2003 2004

70.900.76 74.550

1.011.910.61 700.462,84

90.652,41 73.723 79

173.589.25 lll.801 19

113.266,77 124.716 50

1.358.77 337.73

26.116,14 5.036,77

672.995

oo•

682

185,57 18742

174.067,00 295,63

2005 77.073,11 874.056,00 88.195,63 155.062,09 171.248,26 71498 34.462 00 25.380 00

-1285,39

Untuk meningkatkan produksi basil hutan kayu pada saat

ini

menghadirkan kondisi

yang dilematis. Keberadaan hutan memang memiliki nilai ekonomi tinggi dan disamping

itu juga memegang

peranan

yang sangat vital dalam mengatur sistem kehidupan. Disatu

sisi hutan merupakan penghasil kayu dan juga merupakan penghasil produkljasa

lingkungan sebagai kompetisinya. Artinya, jika hutan dibiarkan akan menjadi produk dan

menyediakan jasa lingkungan,

dimana

tanaman hutan dapat berfungsi sebagai penyerap

karbon (sink) di udara, terutama sekali untuk tanaman-tanaman yang masih muda. Tidak

bisa dibayangkan jika hutan di muka bumi ini semuanya habis, maka berapa besar biaya

yang hams ditanggung untuk mengurangi emisi karbon tersebut. Dengan demikian,

h8rus

disadari bahwa sumber daya hutan mempunyai daya dukung dan pemanfaatan yang

terbatas, meskipun merupakan sumber daya yang dapatdiperbarui (renewable resources).

(17)

Belakangan ini marak di berbagai media masa baik lokal maupun nasional, bahwa

hutan Indonesia sedang mengalami sakit parah

(high crisis).

ltu diwamai oleh laju

deforestasi yang terus meningkat dengan cepat. Dibeberapa kawasan seperti pulau. Papua,

Sumatera, dan Jawa tingkat deforestasi relatif tinggi, dimana mencapai lebih dari 140.000

ribu ha pertahunnya, bahkan di kawasan Pulau Sumatera tingkat deforestasi mencapai

rata-rata 269.00 ha pertahunnya dan merupakan tingkat deforestasi hutan tertinggi si Indonesia

Untuk skala nasional secara umum tingkat deforestasi rata-rata l juta ha

pertahunnya, sehingga dengan tingkat deforestasi tersebut maka diperhitungkan 60 tahun

[image:17.618.75.524.74.645.2]

ke depan hutan di Indonesia akan segera habis.

Tabel1.6. Perbitungan Deforestasi

Di

Indonesia Tahun 2000-2005 (Ha/fahun)

Pula a 1001 1001 1003 1004 1005

Total

Rerata

Sumatera 259.500 202.600 339.000 208.700 335.700 1.345.500 269.100

KaUmantan 212.000 129.700 480.400 173.300 234.700 1.230.100 246.020

Sulawesi 154.000 150.400 385.800 41.500 134.600 866.300 173.260

Maluku 20.000 41.400 132.400 10.600 10.500 214.900 42.980

Papua 147.200 160.500 140.800 100.800 169.100 718.400 143.680

Jawa 118.300 142.100 343.400 71.700 37.300 712.800 142.560

Bali,NTI

107.200 99.600 84.300 28.100 40.600 359.800 71.960

Iadonesia 1.018.200 926.300 1.906.100 634.700 962.500 5.447.800 1.089.560

Sumber: Badan Planolog1 Kehutanan-DEPHUT, 2007

Kerusakan dan kehilangan hutan' merupakan kondisi yang tidak

diinginkan

oleh

siapapun. Namun, bukan

berarti kita

tidak boleh optimal menggunakan hutan. Yang perlu

dihindarkan

adalah

eicspolitasi hutan secara berlebihan. Pengrusakan hutan yang biasa

teijadi pada hutan meliputi 3 kegiatan yaitu, pertama ketika teijadi pembukaan laban hutan

untuk wilayah transmigrasi (adanya tekanan penduduk), kedua

pada

hutan ekstraktif

(18)

dengan tujuan komersil termasuk illegal logging dan tidak

terkait

dengan tekanan

penduduk. Jenis terak.hir yaitu butan industri dengan penyalahgunaan HPH dan

penyimpangan wewenang lainnya. (Hartwick

dan

Ollewiler, 1998)

Dari kacamata ekonomi, kegiatan produksi butan kayu dan prilaku produsen tidak

dapat disalahkan sepenuhnya terh8dap tingkat kerusakan·l\utan. Selama permintaan pasar

tetap tinggi maka sisi penawaran akan tetap berusaha untuk memenuhi permintaan

tersebut. Tingginya permintaan basil butan kayu, terutama terdapat pada sektor-sektor

industri yang merupakan penyerap utama basil hutan yaitu industri kayu dan barang

dari

kayu serta industri kertas dan barang

cetakan.

Sektor lain yang juga merupakati konsumen

basil butan kayu adalah sektor bangunan dan konstruksi. Dengan semakin meningkatnya

permintaan masyarakat akan perumahan dan fasilitas-fasilitas umum lainnya, maka tingkat

permintaan akan basil butan kayu akan tetap tinggi.

B; Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan interakasi antara penawaran dan permintaan basil butan

kayu, yakni dengan menentukan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi penawaran dan

permintaan basil butan kayu tersebut, maka dengan pendekatan ekonometrika dapat dibuat

sebuah model pasar atas basil hutan kayu, khusus dalam ruang lingkup Sumatera Utara.

Model ekonometrik dengan memperhitungkan faktor penaw8.ran dan permintaan

tersebut akan dapat menganalisis pola konsumsi dan prediksi harga atas produk basil hutan

kayu. Sehingga akan dapat ditentukan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi penawaran

dan permintaan basil butan kayu, serta peramalan akan konsumsi dan tingkat harga di masa

mendatang.

(19)

Sebagai tambahan relatif tingginya tingkat deforestaSi

ak:ibat

penebangan butan disebabkan oleb semakin tingginya tingkat produksi butan kayu. Hal ini terdorong oleb

semakin

tingginya juga aktivitas produksi sektor-sektor industri pengolah basil butan kayu dan kegiatan sejenis lainnya untuk memenuhi permintaan masyarakat- Permasalahan yang muncul kemudian adalah bagaimana sebenarnya interaksi antara

permintaan

dan penawaran basil hutan kayu dalam menciptakan pola permintaan dan harga basil butan

kayu.

Melalui pembentukan model ekonometrika pasar butan kayu di Sumatera Utara, dapat dilihat bawa faktor-faktor yang mempengaruhi sisi penawaran dan permintaan basil

butan kayu

di

Sumatera Utara. Faktor yang mempengaruhi penawaran adalah: Biaya produksi yang meliputi tingkat harga basil butan kayu, upah, energi dan produktivitas. Sedangkan faktor yang mempengaruhi

permintaan

adalah: tingkat output sektor industri k.ayu dan barang

dari

kayu di Sumatera Utara. sektor industri kertas dan barang cetakan

di

sumatera Utara, sektor bangunan dan kontrUksi

di

Sumatera Utara. tingkat harga basil butan kayu, dan tingkat pendapatan masyarakat sumatera Utara.

Secara spesifik perumusan

masalah

dalam

penelitian

ini

adalah:

1. Seberapa besar pengaruh dan stimulus

perubahan

variabel tingkat b!U'ga basil butan kayu, upah, tarif, dan produktivitas

di

sektor kebutanan terhadap tingkat penawaran

basil butan kayu di Sumatera Utara?

2. Seberapa besar pengaruh dan stimulus tingkat harga basil butan kayu tingkat, pendapatan masyarakat, output sektor banguruU1 dan konstruksi, sektor industri kayu

dan barang

dari

kayu sektor industri kertas dan percetakan terhadap tingkat permintaan basil hutan kayu di Sumatera Utara?
(20)

C. Tujuan Penelitian

Berangkat dari perumusan masalah

di

atas,

maka

tujuan penelitian ini adalah untuk:

I. Menganalisis pengaruh dan

besaran

stimulus

perubahan

keseluruhan variabel

tingkat

harga hasil butan kayu, upah, tarif, dan produktivitas

di

sektor kebutanan terhadap pola

penawaran basil butan kayu

di

Sumatera Utara.

2. Menganalisis pengaruh dan besaran stimulus tingkat harga hasil butan kayu tingkat

pendapatan masyarakat, output sektor barigunan dan konstruksi, sektor industri kayu

dan barang dari kayu sektor industri kertas dan percetakan terhadap pola tingkat

pennintaan hasil butan kayu di Sumatera

Utara.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis dan praktis yang dapat diambil adalah:

I. Menguji secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan pennintaan

hasil butan kayu di Sumatera Utara, dengan melihat tingkat elastisitas faktor-faktor

. tersebut

dalain

menipengaruhi pennintaan dan penawaran produk hasil butan kayu.

2. Sehagai masukan yang berguna bagi pembuat kebijaksanaan di Sumatera Utara, yaitu

dengan cara memberikan ramalan

akan

pola konsumsi dan produk harga basil butan di

Sumatera Utara di masa mendatang.

(21)

A. Kesimpulan

BABV

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari basil analisis fungsi permintaan dan penawaran produk basil hutan kayu Sumatera Utara beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah:

1. Hubungan antara tingkat harga basil hutan kayu (Pk) dan permintaan basil hutan kayu di Surnatera Utara (Dk) adalah negatif dengan tingkat respon kuantitas permintaan basil hutan kayu terhadap perubahan harganya digolongkan inelastis.

2. Hubungan tingkat pendapatan masyarakat (Ym) berhubungan positif terhadap jumlah permintaan basil hutan kayu di Sumatera Utara dengan tingkat respon kuantitas permintaan basil hutan kayu terhadap perubahan tingkat pendapatan masyarakat digolongkan elastis.

3. Hubungan tingkat output sektor industri barang kayu, industri kertas dan

percetakan

serta sektor bangunan

dan

konstruksi sesuai dengan ekspektasi penelitian

yakni

berhubungan positif terhadap jumlah permintaan basil hutan kayu di Sumatera Utara. Walaupun demikian tingkat responsif perubahan jumlah permintaan hasil hutan kayu di Sumatera Utara terhadap perubahan tingkat output sektor industri barang kayu, industri kertas dan percetakan serta sektor bangunan dan konstruksi sifatnya inelastis.
(22)

4. Hubungan secara positif antara kuantitas penawaran produk hasil hutan kayu dengan tingkat respon kuantitas penawaran hasil hutan kayu terhadap perubahan harganya digolongkan inelastis.

5. Naik

turwmya tingkat tarif dan upah tidak secara signifikan berpengaruh pada kuantitas penawaran produk hasil hutan kayU.

6.

Tingkat produktifitas sektor kehutanan

Sumatera

Utara berhubungan positif terhadap tingkat penawaran produk hasil hutan kayu Sumatera Utara dengan tingkat respon tergolong inelastis.

B. Saran

1. Tingkat respon yang elastis perrnintaan produk hasil hutan kayu dan tingkat pendapatan masyarakan perlu mendapat perhatian khusus, disebabkan dengan semakin membaiknya perforrna perekonomian secara umum dan meningkatnya pendapatan masyarakat beberapa tahun ke depan. Hal ini akan menyebabkan tingkat perrnintaaan produk hasil hutan kayu tetap akan terus meningkat, oleh karena itu dari sisi penawaran perlu juga diupayakan peningkatan produksi untuk mencegah terjadinya dampak dari ketidakseimbangan pasar yakni peningkatan harga produk hasil hutan kayu secara drastis.

2. Sejalan dengan itu perlunya pengembangan sektor-sektor kegiatan ekonomi yang mampu menghasilkan barang-barang subtisutusi atau alternatif bagi produk hasil hutan kayu, terutama untuk menutupi perrnintaan

dari

sektor-sektor industri pengguna produk hasil hutan kayu.

Gambar

Tabel Halaman
Tabell.l, maka luas hutan di Provinsi Sumatera Utara menempati urutan kedua di bawah
Tabell.l. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Keputusan Menhut Tentang
Tabell.l. Luas Penutupan Laban Didalam /Luar Kawasan Hutan Sumatera Utara
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Acara : Klarifikasi, Verifikasi Dokumen Penaw aran ( dengan membaw a serta berkas dokumen penaw aran asli). Demikian disampikan kepada Saudara, atas perhatiannya diucapkan

______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi akan datang.

Karena pihak Amerika Serikat siap dengan alasan-alasannya, bahwa jika persetujuan tersebut dianggap mengikat, bukan dapat diartikan juga untuk

Oleh karena itu buku cerita bergambar diharapkan dapat menjadi media yang menarik, sederhana, serta mudah dibuat dalam melakukan penyuluhan gizi tentang makanan

Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu pengetahuan dalam al- Qur‟an, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan konsep dan teori yang sudah

dan lima orang pada nagari

(1) Lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen AMDAL yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan LPK AMDAL yang telah memenuhi