125
BAB VI
Penutup
Kesimpulan
Penelitian ini menguraikan peran Lembaga Swadaya
Masyarakat Haburas dalam mengembangkan Community Based
Tourism di desa Tutuala. Keberadaan Lembaga Swadaya Haburas di desa Tutuala sebagai pelaku pembangunan dapat menjadi penggerak perkembangan pariwisata yang mampu menjaga nilai-nilai ekologi, sosial dan budaya, serta meningkatkan perekonomian masyarakat. Pembangunan berkelanjutan dapat dicapai melalui pembangunan
berbasis masyarakat. Pembangunan yang menekankan pada
sumberdaya manusia dikenal sebagai pembangunan berbasis komunitas (Community Based Development). Dalam proses pembangunan, upaya
untuk mencapai aspek keberlanjutan (Sustainable Development)
menjadi hal yang sangat penting, guna menjaga keseimbangan (Equilibrium) ekonomi, sosial dan budaya, lingkungan serta politik. Dalam konteks pembangunan pariwisata, keterlibatan masyarakat dalam konsep pembanguan berbasis masyarakat dapat mendorong tercapainya aspek keberlanjutan, sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dapat
meningkatkan rasa memiliki (sense of belonging) sehingga mendorong
partisipasi dan peran dari pemangku kepentingan (Stakeholders) untuk
mencapai tujuan pembangunan.
126
sebagaimana Ghony & Fauzan (2012) mendefisikan penelitian kualitatif sebagai upaya mengeksplorasi dan mendalami fenomena sosial atau lingkungan sosial yang terdiri atas pelaku, kejadian, tempat dan waktu. Latar sosial tersebut digambarkan sedemikian rupa sehingga dalam melakukan penelitian kualitatif mengembangkan pertanyaan dasar: apa dan bagaimana kejadian itu terjadi, siapa yang terlibat dalam kejadian tersebut, kapan terjadinya, dimana tempat. Beberapa alasan penting yang mendorong peneliti memilih pantai Valusere di suco Tutuala sebagai lokasi penelitian. Alasan tersebut
antara lain : pertama; berdasarkan regulasi UNTAET No. 19 tahun 2000
menetapkan wilayah Tutuala dan sekitarnya merupakan daerah yang
terlindung. Kedua; pemerintah Republik Demokratik Timor Leste
melalui kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan menetapkan resolusi No 8, bulan Agustus tahun 2007 bahwa wilayah Tutuala dan sekitarnya merupakan taman nasional pertama di Timor Leste dan taman Nasional tersebut diberi nama Nino Conis Santana. Manajemen pengelolaan taman nasional Nino Conis Santana berdasarkan kriteria
IUCN70 No. 5 yang menetapkan prinsip pembagian manajemen antara
pemerintah dan penduduk lokal. Ketiga; pada umumnya wisatawan
yang berkunjung ke pulau Jaco tidak boleh menginap di situ karena pulau tersebut oleh masyarakat lokal di Tutuala adalah tempat sakral sehingga wisatawan dapat berkunjung pada pagi hari hingga sore hari.
Keempat; masyarakat lokal Tutuala bekerjasama dengan LSM Haburas maupun LSM CIDAC telah melakukan kegiatan pariwisata di pantai Valusere dengan mendirikan sebuah koperasi yang diberi nama
koperasi Valusere. Kelima; walaupun Tutuala letaknya paling ujung
Timur di pulau Timor akan tetapi banyak wisatawan baik lokal maupun wisatawan manca negara sering berkunjung ke Tutuala dan pulau Jaco akan tetapi masyarakat yang hidup di wilayah Tutuala tidak memperoleh keuntungan secara ekonomi dari hasil kunjungan wisatawan. Adapun, mata pencaharian masyarakat lokal pada umumnya ialah sebagai petani dan nelayan yang memanfaatkan sumber daya alam untuk mempertahankan hidup.
70
127 Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa LSM dapat menjadi penggerak pembangunan pariwisata berbasis masyarakat yang mencapai aspek keberlanjutan. Hal tersebut dapat diamati pada dasar aktivitas atau program kerja LSM Haburas yang sangat menekankan pada pelestarian lingkungan, sosial dan budaya, serta meningkatkan ekonomi masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat berperan dalam pengembangan pariwisata di desa Tutuala. Berawal dari keprihatinan LSM Haburas terhadap masyarakat Tutuala, atas penetapan hutan lindung dalam regulasi UNTAET No. 19 tahun 2000 yang membatasi akses masyarakat Tutuala terhadap sumber daya alam, LSM Haburas mulai memikirkan strategi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lokal melalui pengembangan pariwisata. LSM mulai menyusun perencanaan yang melibatkan masyarakat desa Tutuala untuk meningkatkan pendapatan per kapita, melalui berbagai macam matapencaharian penunjang usaha pariwisata seperti usaha penginapan dan restauran. Hal tersebut menunjukan bahwa penggerak pertumbuhan pariwisata di desa Tutuala, di dorong oleh LSM Haburas.
Menurut Foucault (1975)71 dengan melibatkan masyarkat dalam
pembangunan, akan membentuk hubungan kekuasaan pada antar komunitas sehingga memudahkan proses pengendalian pembangunan. Sofield (2003) menekankan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pembangunan, membentuk sebuah kekuatan politik dan sosial dalam menguatkan identitas kelompok masyarakat.
Wilayah-wilayah yang berkembang sebagai daerah tujuan wisata pada umumnya adalah wilayah-wilayah terpencil karena di wilayah-wilayah inilah banyak terdapat daya tarik alam, budaya dan
flora fauna lokal (Ashley, Boyd & Goodwin 2000)72. Masyarakat yang
tinggal di wilayah ini cenderung tidak cukup memiliki pengetahuan maupun kemampuan untuk mengambil keputusan mengenai pengembangan wilayahnya serta berpartisipasi dalam pengembangan
71 Foucault, M. (1975). Discipline and punish: the birth of the prison. (Translated A.
Sheridan, 1977). (Allen Lane, London.)
72 Caroline Ashley, Carlotte Boyd & Harod Goodwin. 2000. Pro Poor Tourism: Putting
128
pariwisata (Tosun, 2000)73. Oleh karena itu, program-program
pemberdayaan agar masyarakat memperoleh keuntungan maksimal dari kehadiran pariwisata sangat dibutuhkan. Pengalaman dengan berbagai daerah tujuan wisata baru menunjukkan bahwa kehadiran LSM berpotensi mendukung proses-proses tersebut (Ricardson,
2010)74. Pendekatan LSM Haburas terhadap masyarakat di Tutuala
dimulai dari tahap pertama adalah tahap dimana mereka mencoba mendalami terlebih dahulu persoalan yang dihadapi masyarakat. Pada tahap pertama ini juga LSM Haburas melakukan penelitian untuk mengidentifikasi objek wisata dan kehidupan sosial masyarakat lokal di Tutuala. disamping itu LSM Haburas mengidentifikasi konsep-konsep pariwisata bagi masyarakat lokal dan membagi informasi mengenai konsep-konsep tersebut kepada masyarakat lokal di desa Tutuala. Pada tahap pertama ini juga LSM Haburas membantu masyarakat lokal untuk membentuk kelompok koperasi dan pelatihan-pelatihan dasar. Pelatihan dasar yang dilakukan pada tahap ini adalah pelatihan manajemen ekologi, pelatihan kerajinan bambu serta pelatihan manajemen sampah yang difasilitasi oleh LSM Haburas kepada anggota koperasi Valusere Tutuala.
Tujuan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah untuk
mendukung dan memperkuat masyarakat lokal melalui penciptaan lapangan kerja, pendidikan dan pelatihan (Mylanopoulos & Moira,
2010)75. Kegiatan LSM Haburas dengan masyarakat lokal Tutuala pada
tahap kedua adalah tahap dimana LSM Haburas memfasilitasi masyarakat lokal dan melakukan pendampingan untuk membangun atau melakukan konstruksi fisik berupa penginapan, restoran, kios dan
73 Cevat Tosun. Limmits to Community Participation in the Tourism Development
Process in Developing Countries. PERGAMON
74 Robert B. Richardson. 2010. The Contribution of Tourism to Economic Growth and
Food Security. USAID-Mali
75D, Mylanopoulos & P, Moira. 2010. The NGO’s Contribution to Sustainable Tourism
129
toilet. Mohamad et al, (2013)76 menjelaskan pentingnya kemitraan
dalam memungkinkan peningkatan kapasitas di lingkungan pedesaan berdasarkan konteks, proses dan hasil kemitraan. Berdasarkan konteks, LSM Haburas memperoleh dana dari lembaga donor internasional yakni Uni Eropa untuk memulai inisiatif dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan yang berbasis masyarakat di Tutuala. Prosesnya adalah mengkoordinasikan dan memberikan dana untuk melakukan konstruksi fisik serta membangun kapasitas masyarakat.
Sehingga pada tahap ini juga LSM Haburas tetap melakukan capacity
building melalui pelatihan dan studi banding. Berbagai pelatihan yang
dilakukan pada tahap ini antara lain: pertama; pelatihan manajemen
sampah, kedua; pelatihan tourism services, ketiga; pelatihan kuliner,
keempat; mengutus anggota koperasi Valusere menggikuti kursus bahasa ingris di Dili untuk mempersiapkan mereka sebagai pemandu
wisata; kelima; LSM Haburas memfasilitasi anggota koperasi Valusere
mengadakan studi banding di Propinsi Bali.
Tahap ketiga adalah tahap implementasi program usaha pariwisata dan melakukan evalusi. Tahap ketiga ini, LSM Haburas memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada pengurus dan anggota koperasi Valusere untuk mengelola usaha penginapan, usaha restoran serta usaha kios secara mandiri. Koperasi Valusere memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dalam melakukan pengelolaan usaha tersebut, sehingga dalam pengelolaan usaha pariwisata tersebut dikelola secara transparan serta adanya evaluasi dari pengurus dan anggota koperasi. Pada tahap ini juga LSM Haburas masih mengadakan
capacity building bagi anggota koperasi Valusere di bidang keuangan dan manajemen koperasi. Pada tahap ini LSM Haburas memberikan kepercayaan penuh kepada anggota koperasi Valusere untuk mengelola usaha pariwisata secara mandiri. Pada tahap akhir ini LSM Haburas hanya melakukan monitoring terhadap kegiatan koperasi Valusere setiap satu atau dua bulan sekali serta LSM Haburas akan membantu
76 Nor Haniza Mohamad at all. 2013. Capacity Building: Enabling Learning in Rural
130
kelompok koperasi Valusere jika terjadi permasalahan yang tidak dapat diselesaikan didalam kelompok dan membutuhkan pendampingan anggota LSM Haburas.
LSM Haburas memperoleh dana dari Uni Eropa untuk melakukan kerjasama dengan masyarakat lokal Tutuala untuk periode 2006 sampai dengan 2008. Namun demikian, LSM Haburas masih dalam tahap perencanaan dan pembuatan proposal kepada Uni Eropa pada tahun 2004 telah melakukan kerjasama awal. Walaupun pada kerjasama awal ini LSM Haburas masih belum memperoleh pencairan dana dari Lembaga Donor Internasional Uni Eropa, akan tetapi hanya bermodalkan pada percaya diri, LSM Haburas mengutus anggotanya untuk melakukan kontak awal dengan masyarakat lokal serta melakukan penelitian di wilayah Tutuala untuk mengetahui potensi obyek wisata yang terdapat di wilayah Tutuala maupun kehidupan sosial budaya masyarakat lokal. Tidak seperti kebanyakan LSM yang menunggu pencairan dana dari donor baru melaksanakan kegiatan, setelah proyek selesai maka tidak ada tindak lanjutan. Akan tetapi setelah program kerjasama antara LSM Haburas dengan masyarakat lokal Tutuala berakhir pada tahun 2008 serta menyelesaikan laporan kerja kepada Lembaga Donor Internasional, LSM Haburas tetap membantu masyarakat lokal Tutuala yang tergabung dalam koperasi Valusere. Bantuan konkrit yang dilakukan oleh LSM Haburas bagi
anggota koperasi Valusere adalah: pertama; dengan berakhirnya
kerjasama antara LSM Haburas dengan Koperasi Valusere pada tahun 2008, LSM Haburas merekrut salah satu staf untuk membantu koperasi Valusere melalui pelatihan manajemen dan Akuntansi dasar pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 dan tetap berlanjut sampai tahun 2014 jika anggota koperasi membutuhkan bantuan dalam bidan
manajemen dan akuntansi. Kedua; LSM Haburas juga memfasilitasi
131
Ketiga; Pada tahun 2009, LSM Haburas mengutus lagi salah satu anggota koperasi Valusere untuk menggikuti studi banding di Bali,
semua kebutuhan perjalanan dibiayai oleh LSM Haburas. Keempat;
LSM Haburas selalu membantu anggota koperasi dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang tidak dapat diatasi sendiri oleh anggota koperasi. Walaupun jarak dari Dili menuju ke Tutuala sekitar 243 Km serta membutuhkan waktu sekitar 9 jam perjalanan, akan tetapi anggota LSM Haburas selalu datang ke Tutuala untuk membantu menyelesaikan persoalan yang tidak dapat diselesaikan didalam
koperasi. Kelima; LSM Haburas juga tetap membantu koperasi Valusere
untuk mempromosikan pariwisata Tutuala serta mengantar tamu atau wisatawan ke pantai Valusere dan menginap di penginapan koperasi Valusere.
Pembangunan pariwisata berkelanjutan diartikan sebagai proses pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada kelestarian sumberdaya yang dibutuhkan untuk pembangunan pada masa
mendatang. Edington & Smith (1992)77 mengatakan bahwa “Form of
tourism that are consistent with natural, social, and community values and which allow both host and guest to enjoy positive and worthwhile interaction and shared experience”. Selain itu, Wall (1993) dalam
Suwena (2010) & Dany (2012)78, menekankan pembangunan pariwisata
berkelanjutan tidak hanya pada ekologi dan ekonomi, tetapi juga kebudayaan berkelanjutan, karena kebudayaan juga merupakan sumber daya penting dalam pembangunan pariwisata. Oleh karena itu, Suwena (2010), mengkategorikan suatu kegiatan wisata dianggap berkelanjutan apabila memenuhi syarat syarat sebagai berikut : “Pertama, Secara ekologi berkelanjutan, yaitu pembangunan pariwisata tidak menimbulkan efek negatif terhadap ekosistem setempat. Selain itu, konservasi merupakan kebutuhan yang harus diupayakan untuk melindungi sumber daya alam dan lingkungan dari efek negatif kegiatan wisata ; Kedua, secara sosial dapat diterima, yaitu mengacu
77 Edington, W.R & Smith, V. 1992. Emergence of Alternative Form of Tourism 78 Suwena, I Ketut. 2010. “Format Pariwisata Masa Depan” dalam Pariwisata
132
pada kemampuan penduduk lokal untuk menyerap usaha pariwisata
(industri dan wisatawan) tanpa menimbulkan konflik sosial; Ketiga,
secara kebudayaan dapat diterima, yaitu masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan budaya wisatawan yang cukup berbeda (kultur
wisatawan); Keempat, secara ekonomi menguntungkan, yaitu
keuntungan yang didapat dari kegiatan pariwisata dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat”. Peranan LSM Haburas dalam
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang berkelanjutan di wilayah Tutuala dengan kelompok koperasi Valusere akhirnya merumuskan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi. Salah satu kesepakatan penting yang dirumuskan bersama adalah bahwa Koperasi Valusere mendasarkan pembangunan pariwisatanya pada tiga pilar. Ketiga pilar tersebut antara lain: mempertahankan nilai-nilai ekologi, mempertahankan nilai – nilai sosial dan budaya, meningkatkan ekonomi masyarakat lokal. Berdasarkan rumusan tersebut maka akan tercapai kegiatan pariwisata yang berkelanjutan di wilayah Tutuala.
Secara konseptual, pariwisata berbasis masyarakat diartikan sebagai pendekatan alternatif (Pantin & Francis, 2005)79, yang menekankan pada partisipasi atau keterlibatan masyarakat (Hausler,
2005)80 serta merupakan alat pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat
lokal. Pariwisata berbasis masyarakat juga berkaitan erat dengan pariwisata berkelanjutan yaitu sebagai salah satu syarat pengembangan
pariwisata berkelanjutan (Murphy, 1985)81. Pariwisata berbasis
komunitas bagi masyarakat lokal di Tutuala membawa harapan baru bagi masyarakat. Masyarakat lokal di Tutuala dilibatkan secara langsung dalam mengelola usaha-usaha pariwisata di pantai Valusere, Tutuala, secara bersama melalui wadah koperasi. Keterlibatan masyarakat dalam usaha pariwisata tersebut dimulai sejak awal
79 Pantin, D dan Francis, J. 2005. Community Based Sustainable Tourism. UK:
UWISEDU.
80 Hausler, N. 2005. “Definition of Community Based Tourism “ Tourism Forum
International at the Reisepavillon. Hanover 6 Pebruari 2005.
81 Murphy, P.E. 1985. Tourism A Community Approach. London and New York:
133 perencanaan sampai dengan implementasi kegiatan usaha pariwisata. Masyarakat yang terlibat dalam koperasi tersebut bersama-sama melakukan pembangunan fisik yakni pembangunan penginapan, pembangunan restoran dan kios dan kebutuhan lainnya berupa toilet, dapur dan penginapan bagi anggota koperasi yang mengelola usaha pariwisata tersebut. Disamping itu dalam proses pengelolaan usaha pariwisata juga melibatkan semua anggota koperasi sehingga proses pengelolaan usaha tersebut dapat berjalan dengan transparan. Jenis-jenis usaha yang dikelola antara lain, usaha penginapan, usaha restoran, usaha kios dan pemandu wisata.
Keadaan ekonomi masyarakat lokal di Tutuala mulai berubah setelah mereka terlibat dalam kegiatan pariwisata. Dengan hadirnya wisatawan dari mancanegara maupun wisatawan lokal dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal di Tutuala. Pendapatan yang diperoleh koperasi Valusere berasal dari kegiatan usaha penginapan, usaha restoran dan usaha kios yang dikelola oleh masyarakat lokal yang tergabung di dalam koperasi Valusere. Saat ini terdapat lima buah penginapan yang dikelola oleh koperasi Valusere dengan kapasitas untuk 15 orang tamu di dekat pantai Valu Tutuala. Kondisi penginapan yang dikelola oleh koperasi Valusere masih sangat sederhana dan terbuat dari bahan bahan lokal yang menunjukkan identitas warga setempat. Koperasi Valusere juga memiliki sebuah restoran dan sebuah kios yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke lokasi wisata di wilayah Tutuala.
Pengembangan pariwisata dalam upaya mengurangi
kemiskinan di pedesaan (Ashley, 2000) lebih menyoroti hadirnya keterkaitan program pariwisata berwawasan lingkungan dengan cara pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari (livelihoods). Tao & Wall, (2008)82 menjelaskan jika suatu komunitas memutuskan untuk menerima kegiatan pariwisata sebagai salah satu
82 Theresa C.H Tao & Geoffrey Wall. 2008. Tourism for Marginal Groups: Tourism as a
134
strategi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (livelihoods)
mereka untuk mencapai kehidupan yang berkelanjutan, pariwisata akan menjadi salah satu bentuk diversifikasi mata pencaharian masyarakat lokal. Dengan adanya kegiatan pariwisata di wilayah Tutuala khususnya di Pantai Valusere, terjadi pula transformasi kehidupan bagi masyarakat lokal di Tutuala. Secara umum sub distrik Tutuala memiliki potensi alam dengan daya tarik wisata yang tinggi. Pada masa sebelum adanya kegiatan pariwisata, nenek moyang orang Tutuala telah hidup berdampinggan dengan alam sehingga sumber daya alam dan daya tarik wisata masih terawat sampai saat ini. Masyarakat lokal di Tutuala juga tidak bisa mengandalkan pertanian dan nelayan yang dilakukan secara tradisional dalam meningkatkan kebutuhan ekonomi. Sumber pendapatan dari hasil pertanian dan nelayan yang kecil dan dihadapkan dengan kebutuhan hidup yang terus menerus menigkat menyebabkan mereka mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan demikian penduduk lokal yang hidup di wilayah Tutuala sangat berterimakasih kepada LSM Haburas dimana telah melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata yang berkelanjutan. Sejak awal melibatkan masyarakat dalam kegiatan pembangunan pariwisata, masyarakat Tutuala sudah menyambut baik secara positif karena kegiatan pembangunan pariwisata dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat lokal di Tutuala walaupun dalam proses pelibatan masyarakat terjadi beberapa hambatan yang dihadapi oleh masyarakat lokal maupun LSM Haburas.
135
Saran
Pemerintah Republik Demokratik Timor Leste diharapkan untuk mendukung upaya peningkatan sektor pariwisata, karena selama ini yang menjadi sektor andalan dari pendapatan nasional Timor Leste adalah sektor minyak dan gas, akan tetapi harga produksi minyak dan gas telah terjadi penurunan yang drastis pada masa sekarang serta produksi tersebut akan habis di masa yang akan datang sehingga sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang lebih menjanjikan keuntungan bagi masyarakat maupun negara di masa yang akan datang. Untuk mengembangkan sektor pariwisata maka disarankan kepada pemerintah untuk menyediakan fasilitas infrastruktur berupa jalan raya, air bersih, penerangan listrik maupun telekomunikasi yang bisa terjangkau oleh para wisatawan yang akan berkunjung ke daerah tujuan wisata.
Disarankan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan pemerintah pada upaya konservasi alam serta peran serta masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata agar dapat mencapai pem-bangunan pariwisata yang berkelanjutan.
Penelitian Lanjutan
Penelitian ini hanya berfokus pada salah satu tujuan dari pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yakni bagaimana peranan LSM Haburas dan masyarakat lokal di desa Tutuala dilibatkan
dan diberdayakan dalam usaha pengembangan pariwisata
berkelanjutan. Pada bagian ini, harus disadari dan diakui bahwa keberhasilan dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat, hanya disoroti pada temuan yang ada yakni” peranan Lembaga Swadaya Masyarakat Haburas (LSM Haburas) dalam
pengembangan Community Based Tourism yang berkelanjutan di
136
Oleh sebab itu, berawal dari temuan peneliti saat ini, masih terbuka berbagai kemungkinan yang dapat dilakukan untuk melakukan penelitian lanjutan untuk mendalami konsep-konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan dari berbagai dinamika yang ada. Berbagai kemungkinan untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang berkelanjutan
antara lain : pertama, dalam penelitian ini tidak terlalu membahas
lebih mendalam mengenai dampak sebelum adanya usaha kegiatan pariwisata dan sesudah adanya usaha kegiatan pariwisata bagi
masyarakat lokal di desa Tutuala. kedua, dalam penelitian ini juga tidak
membahas peranan pemerintah dan swasta dalam kontribusinya terhadap pengembangan pariwisata bagi masyarakat lokal di pantai Valusere, desa Tutuala. Dengan demikian, melihat bahwa peranan pemerintah sangat penting, diharapkan dalam penelitian selanjutnya
hal-hal tersebut dapat diangkat sebagai topik yang relevan. Ketiga,
topik lain yang tidak dibahas secara mendalam dalam penelitian ini serta menarik untuk diteliti adalah konflik yang berkembang didalam
masyarakat karena pengembangan usaha pariwisata tersebut. Keempat,