KESIAPSIAGAAN SISWA SMP N 3 GANTIWARNO
KABUPATEN KLATEN DALAM MENGHADAPI
BENCANA GEMPA BUMI
NASKAH PUBLIKASI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Guna mencapai derajat
Sarjana S-1
Pendidikan Geografi
Diajukan Oleh :
DWI AGUSTINA
A610100077
Kepada
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
KESIAPSIAGAAN SISWA SMP N 3 GANTIWARNO KABUPATEN KLATEN
DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI
Oleh : Dwi Agustina
A610100077 Program Studi Pendidikan Geografi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Telp 085 700 010 980, E-mail: Goestyn23@gmail.com
2014
ABSTRAK
Kecamatan Gantiwarno di Kabupaten Klaten adalah salah satu wilayah yang mengalami kerusakan cukup parah akibat genpa bumi yang terjadi 27 Mei 2006 dengan episentrum di selatan Yogyakarta. Sehingga di perlukan kesiapsiagaan untuk menghadapi bencana gempa bumi sebagaimana yang dilakukan di sekolah SMP N 3 Gantiwarno di Teluk, Kelurahan Kragilan, Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten. Penelitian ini dilakukan di SMP N 3 Gantiwarno dengan judul
“Kesiapsiagaan Siswa SMP N 3 Gantiwarno, Kabupaten Klaten Dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi”. Penelitian ini bertujuan (1) Mengetahui tingkat kesiapsiagaan siswa SMP 3 Gantiwarno, Kabupaten Klaten, dalam menghadapi bencana gempa bumi. (2) Mengetahui hubungan tingkat kelas terhadap kesiapsiagaan siswa SMP N 3 Gantiwarno dalam menghadapi bencana gempa bumi.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode diskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik angket, teknik dokumentasi, dan teknik observasi. Teknik analis data yang di gunakan adalah tingkat indeks kesiapsiagaan dengan katagori sangat siap, siap, hampir siap, kurang siap, kurang siap, dan belum siap dan teknik chi square serta analisis korelasi .
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah (1) Tingkat kesiapsiagaan siswa SMP N 3 Gantiwarno, Kabupaten Klaten dalam menghadapi bencana gempa bumi termasuk dalam kategori kurang siap, dengan perolehan niali prosentase 52,99% (Skala 100). (2) Melalui analisis crostabs teknik chisquare diperoleh hasil tidak ada hubungan antara tingkat kelas dengan kesiapsiagaan, untuk mengetahui keabsahan antara kedua variabel yaitu tingkat kelas dengan kesiapsiagaan siswa maka dilakukan kembali uji dengan menggunakan korelasi spearman Rank hasil menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan dari kedua variabel, masing-masing memiliki korelasi yang cukup kuat antara tingkat kelas dengan kesiapsiagaan siswa SMP N 3 Gantiwarno dalam menghadapi gempa bumi.
PENDAHULUAN
Secara geografis, posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik), lempeng eura-asia di bagian utara, lempeng indo-australia di bagian selatan, lempeng samudera pasifik di bagian timur yang mengakibatkan adanya jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif di sepanjang pulau Sumatera, pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sejajar dengan penunjaman kedua lempeng. (Krishna, 2008) sehingga membuat Indonesia memiliki potensi bencana alam..
Undang – Undang Penanggulangan Bencana No 24 Tahun 2007
menjelasakan pengertian bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebapkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Krishna, dkk (2008) menjelaskan bahwa bencana merupakan peristiwa atau rangakaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, maupun dampak psikologis.
Bencana alam senantiasa menjadi ancaman besar diberbagai negara termasuk Indonesia, salah satu ancaman bencana yang terjadi di indonesia adalah bencana gempa bumi.
Bencana gempa bumi di golongokan menjadi tiga diantaranya gempa bumi
tektonik, gempa bumi vulkanik, dan gempa bumi runtuhan.
Klaten memiliki ketinggian antara 100 – 400 m diatas permukaan laut. Kabupaten Klaten merupakan persilangan antara dua kota budaya yaitu kota Solo dan kota Yogyakarta, dengan batas administrasi sebagai
berikut: sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, sebelah
selatan berbatasan dengan Kabupaten Gunung Kidul (DIY), sebelah barat berbatasan dengan Sleman (DIY), sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo (Klaten dalam Angka 2005).
Kabupaten Klaten merupakan salah satu kabupaten yang rawan bencana Mulai dari bahaya tanah longsor di kawasan selatan, banjir, gempa bumi, angin ribut sampai letusan gunung merapi. Gempa bumi merupakan bencana yang terjadi karena adanya getaran yang dirasakan serta disebabkan oleh gelombang-gelombang seismik dari sumber gempa
yang ada didalam lapisan kulit bumi. Bencana gempa bumi dapat mengakibatkan adanya korban jiwa, rusaknya infrastruktur, hilangnya harta benda dan gangguan psikologi.
Kejadian gempa bumi besar melanda Yogyakarta dan Kabupaten
Klaten pada tanggal 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.50 WIB selama 57 detik dengan kekuatan 5,9 skala Ritcher. Gempa bumi tersebut terjadi akibat adanya tahanan geser antar blok sesar (patahan) terlampaui oleh gaya
kompresi yang semakin meningkat. Kompresi berasal dari tumbukan 2
lempeng tektonik (lempeng samudra Hindia-Asutralia dengan lempeng Benua Eurasia), akibatnya blok-blok sesar pada batuan tersier yang sudah lama terbentuk menjadi aktif kembali, saling menekan dan bergeser. Dampak gempa bumi menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (PDK) Klaten, Djoko Sutrisno mengatakan kematian guru dan siswa serta kerusakan gedung sekolahan paling banyak terjadi di tiga kecamatan yang paling parah mengalami kerusakan di Klaten yaitu di Kecamatan Wedi, Gantiwarno dan Prambanan. Akibat gempa bumi tersebut tercatat 55 guru
dan 256 siswa tewas, 75 gedung sekolahan roboh dan 298 lainnya rusak berat, 5 bangunan pesantren roboh dan
13 lainnya rusak berat
siswa-tewas-akibat-gempa-di-klaten,diakses tanggal 19 Oktober 2013).
Sekolah merupakan lingkungan artifisial yang sengaja diciptakan untuk membina anak-anak ke arah tujuan tertentu, khususnya untuk memberikan
kemapuan dan ketrampilan sebagai bekal kehidupannya di kemudian hari
(Sunarto, 2002). Sekolah juga memiliki ancaman bagi siswa ketika terjadi gempa bumi terlebih jika bangunan sekolah roboh, maka akan mendatangkan korban jiwa bagi siswa.Terlebih bencana gempa bumi tidak dapat diprediksi kapan terjadinya karena itu merupakan pekerjaan yang sulit. Gempa bumi datang secara tiba-tiba dengan syarat masih berada pada zona gempa bumi. Maka, pemahaman dan kesiapsiagaan terhadap bencana gempa bumi perlu dimiliki oleh siswa.Sehingga dampak buruk yang diakibatkan oleh bencana itu sendiri dapat diminimalisir.
Banyaknya kerugian dan korban akibat bencana gempa bumi karena masyarakat kurang siap dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan untuk menghadapi bencana ini penting disosialisasikan kepada masyarakat bahkan peserta didik, karena
masyarakat dan peserta didik masih rentan terhadap bencana. Maka dari itu pentingnya pendidikan dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana. Sekolah berfungsi sebagai tempat mendidik siswa baik secara
pengetahuan maupun tikah laku. Sehingga dapat melahirkan siswa
yang mampu bersaing menghadapi tantangan jaman. Hal tersebut juga berlaku terhadap kesiapsiagaan dalam bencana gempa bumi. Sekolah berperaan dalam membentuk kepribadian yang mencerminkan kesiapsiagaan siswa dalam bencana gempa bumi. Sehingga sekolah berfungsi sebagai tempat untuk mengembangkan budaya siap siaga bencana gempa bumi.
Fokus utama dalam pengajaran kebencanaan di sekolah atau institusi pendidikan adalah pemahaman mengenai bencana itu sendiri serta wawasan dan pengetahuan mengenai
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Oleh karena itu peneliti ingin mengajukan penelitian dengan judul KESIAPSIAGAAN SISWA SMP N 3
KLATEN, DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui:
1. Mengetahui tingkat
kesiapsiagaan siswa SMP 3
Gantiwarno, Kabupaten Klaten, dalam menghadapi bencana
gempa bumi.
2. Mengetahui hubungan tingkat kelas terhadap kesiapsiagaan siswa SMP N 3 Gantiwarno dalam menghadapi bencana gempa bumi.
LANDASAN TEORI
Undang- undang sistem pendidikan nasional (UU SINDIKNAS 2003 ) pasal 17 ayat 1 dan ayat 2 menjelaskan tentang :
a. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
b. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pelaksanaan pendidikan dilakukan melalui pembentukan jenjang pendidikan. Berdasarkan UU SISDIKNAS 2003 menjelaskan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan
berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Hal tersebut disebabkan bahwa sekolah itu sebagai lembaga pelaksana pendidikan yang bersifat pendidikan formal. Pendidikan formal merupakan jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (UU SISDIKNAS tahun 2003). Dalam pendidikan menengah (SMP/MTS) terdapat jenjang kelas yang meliputi jenjang kelas VII, kelas VIII dan kelas IX.
kerakteristik tersendiri. Karakterisk siswa merupakan suatu keseluruhan kelakuan, dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktifitas
dalam meraih aktifitas. Dalam karekteristik siswa ini ada beberapa hal
yang perlu di perhatikan (Sardiman, 2011) dalam buku Interaksi dan motivasi belajar mengajar antara lain:
1) Karakteristik atau keadaan yang
berkenaan dengan kemampuan
awal Seperti kemampuan
intelektual, kemampuan berfikir,
mengucapkan hal – hal yang
berkaitan dengan aspek
psikomotor, dan lain – lain.
2) Karateristik yang berhubungan
dengan latar belakang dan status
sosial.
3) Karakteristik yang berkenaan
dengan perbedaan-perbedaan
kepribadian seperti sikap,
perasaan, minat, dan lain-lain.
Undang – Undang Penanggulangan Bencana No 24 Tahun 2007 menjelasakan pengertian bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebapkan baik oleh faktor alam dan
atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana menurut International Strategi For Disaster Reduction (ISDR) merupakan suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau
lingkungan dan melampaui
kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka
sendiri (Joko Christanto, 2011). Jenis –jenis bencana
a. Bencana alam: bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang
berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
b. Bencana non alam: bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang
antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemik dan
wabah penyakit.
c. Bencana sosial: bencana yang
diakibatkan oleh manusia yang
meliputi konflik sosial antara
kelompok atau antar komunitas
masyarakat, dan teror (Joko
Christanto, 2011)
Kesiapsiagaan merupakan tindakan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi suatu bencana untuk memastikan bahwa tindakan yang dilakukan dapat dilaksanakan secara tepat dan efektif pada saat dan setelah terjadi bencana. Krishna,dkk (2008)
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan didalam konsep pengelolaan
bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan resiko yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadinya bencana. (Jan Sopaheluwakan, dkk, 2006).
Ada beberapa aspek di dalam
menentukan suatu parameter kesiapsiagaan bencana menurut buku LIPI UNESCO/ISDR,2006 di jelaskan ada 5 aspek antaralain:
a. Pengetahuan dan sikap terhadap risiko bencana
b. Kebijakan dan panduan
c. Rencana untuk keadaan darurat bencana
d. Sistem peringatan bencana
e. Kemampuan untuk
memobilisasi sumberdaya Dalam penelitian kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana gempa bumi mengambil ke lima aspek tersebut.
METODE PENELIAN
enam bulan, yaitu: September sampai Februari 2014.
Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa SMP N 3 Gantiwarno, Kabupaten Klaten yang berjumlah 399 siswa.Sampel yang diambil dalam
penelitian ini menggunakan rumus solvin dengan perolah sampel
sejumlah 80 siswa dari 399 siswa. Teknik sampling menggunakan teknik sampling Proportionete Stratified Random Sampling. Sampling dalam penelitian ini bersrtata karena berhubungan dengan jenjang pendidikan SMP yang terdiri dari kelas 7, 8, dan 9. Maka dari jenjang kelas berdasarkan sampling tersebut di sajikan sebagai berikut :
Kelas 7 = 80
399 140
= 28,07
dibulatkan 28
Kelas 8 =
80 399 142
= 28,47 dibulatkan 29
Kelas 9 =
80 399 117
= 23,45 dibulatkan 23
Variabel dalam penelitian ini mengunakan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenjang
pendidikan siswa SMP yaitu kelas 7, 8, dan 9. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah kesiapsiagaan siswa SMP 3 Gantiwarno dalam menghadapi bencana gempa bumi.
Metode Pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik angket tertutup, observasi, dan
dokumentasi.
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.Analisis tingkat kesiapsiagaan berdasarkan variabel bebas untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana gempa bumi berdasar nilai indeks kesiapsiagaan Lippi Unesco 2.Analisis Crasstabs chi square
untuk mengetahui hubungan
tingkat kelas dengan
kesiapsiagaan
PEMBAHASAN
1. Kesiapsiagaan Siswa
perhitungan analisis indeks kesipasiagaan menggunakan rumus :
Maka berdasarkan rumus indeks kesiapsiapsiagaan maka hasil penelitian kesiapsiagaan siswa yang terlampir di dapatkan hasil sebagai berikut:
100 3840 2035
Indeks
= 52,99
Kemudian hasil perhitungan dikatagorikan dalam tabel indeks kesiapsiagaan bencana sebagai berikut.
Tabel 4.14 . Nilai Indeks Kesiapsiagaan
No. Nilai Indeks
Kategori
1. 80-100 Sangat Siap
2. 65-79 Siap
3. 55-64 Hampir Siap
4. 40-54 Kurang Siap
5. Kurang dari 40 (0-39)
Belum Siap
Sumber: buku lippi UNESCO (2006)
Hasil tabel klasifikasi diatas menujukan kesiapsiagaan siswa kelas X SMA MTA Surakarta memiliki nilai rata – rata 60,55 yang dikatagorikan ke skala indeks kesiapsiagaan Lippi UNESCO yaitu 40–54 masuk dalam
katagori kurang siap atau kurang siaga. Maka tingkat kesiapsiagaan siswa
SMP 3 Gantiwarno dikatagorikan masih kurang siap dalam menghadapi bencana gempa bumi.
2. Hubungan antara tingkat kelas dengan kesiapsiagaan.
[image:12.595.327.528.487.708.2]Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak adanya hubungan antara tingkat kelas dengan kesiapsiagaan. Hal tersebut dapat dilihat dari analisis teknik chi square sebagai berikut:
Table 4.9 : Chi-Square Tests
Value D f
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson
Chi-Square 4.686(a) 8 .791
Likelihood
Ratio 4.883 8 .770
N of Valid
Cases 80
a 6 cells (40.0%) have expected count
less than 5. The minimum expected count is 2.88.
100 parameter maksimum Skor parameter riil skor Total
Indeks
100 parameter maksimum Skor parameter riil skor Total
[image:12.595.110.305.510.742.2]kesiapsiagaan melalui uji Chi Square, dimana diperoleh nilai x2 hitung 4.686 dengan nilai signifikasi (Asymp. Sig. (2-sided) ) sebesar 0.791. Dari tabel diatas ketahui bahwa nilai χ2 hitung 4.686 dan nilai χ2 tabel untuk
nilai signifikasi 10% dan nilai df 8 adalah 13, 362, dengan demikian nilai
x2 hitung > x2 tabel maka dapat di simpulkan bahwa tidak ada hubungannya antara tingkat kelas dengan kesiapsiagaan. Dengan demikian makna dari hasil kuesioner tersebut adalah bahwa ciri-ciri kesiapsiagaan siswa tidak dipengaruhi oleh tingkat kelas. Hal tersebut didasari dengan hasil kuesioner kesiapsiagaan siswa berdasarkan tingkat kelas VII, kelas VIII dan kelas IX yang telah diuji crosstab kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Berdasarkan analisis Crosstab (tabulasi silang) yang telah diuji chi
square atau chi kuadrat tersebut kemudian untuk mengetahui keabsahan antara kedua variabel yaitu tingkat kelas dengan kesiapsiagaan siswa maka dilakukan kembali uji dengan menggunakan korelasi spearman Rank. Adapun hasil uji
[image:13.595.320.564.177.346.2]korelasi spearman rank dengan menggunakan SPSS 15.0 for windows.
Tabel korelasi tingkat kelas dengan kesiapsiagaan Correlations Tingk at Kesiapsia gaan Spearman's rho
Tingkat Correlation
Coefficient 1.000 .021
Sig. (2-tailed) . .854
N 80 80
Kesiapsiag aan
Correlation
Coefficient .021 1.000
Sig. (2-tailed) .854 .
N 80 80
Sumber : Analisis 2014
Berdasarkan tabel korelasi pada tabel 4.22 antara tingkat kelas dengan kesiapsiagaa siswa SMP N 3 Gantiwarno menghasilkan angka 0,021, pada taraf kesalahan 5% diperoleh harga 0,220. Sehingga
diperoleh nilai koefisien korelasi tingkat kelas dengan kesiapsiagaan
Gantiwarno dalam menghadapi gempa bumi
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat kesiapsiagaan siswa SMP N
3 Gantiwarno masuk dalam kategori siswa yang kurang siap atau kurang siaga dalam menghadapi bencana gempa bumi, dengan perolehan nilai indeks kesiapsiagaan 52,99% sehingga berdasarkan indek kesiapsiagaan masuk dalam nilai indek antara 40-54 yaitu termasuk dalam kategor kurang siap atau kurang siaga dalam menghadapi bencana gempa bumi.
2. Hubungan Tingkat kelas dengan kesiapsiagaan siswa SMP N 3 Gantiwarno Berdasarkan analisis crasstabs dengan teknik Chi Squre di peroleh suatu kesimpulan dari
hasil pengujian keterkaitan kedua variuabel yaitu hubungan tingkat kelas dengan kesiapsiagaan siswa tidak memiliki hubungan antara ke dua aspek tersebut akan tetapi setelah di uji denga menggunakan korelasi spearman Rank terdapat
hubungan antara variabel Tingkat kelas dengan kesiapsiagaan siswa SMP N 3 Gantiwarno Berdasarkan analisis korelasi diperoleh nilai r = 0,021 < rtabel 0,220, p = 0,000 (p < 0,01) dengan nilai probabilitas
0,832 > 0,05 yang menunjukkan ada hubungan positif yang sangat
signifikan dari kedua variabel independen dengan variabel dependen, dengan masing-masing memiliki korelasi yang cukup kuat antara tingkat kelas dengan kesiapsiagaan siswa SMP N 3 Gantiwarno dalam menghadapi gempa bumi..
SARAN
1. Bagi Siswa atau Responden
Siswa SMP N 3 Gantiwarno di harapkan mampu meningkatkan pola berfikir untuk meningkat kesiapsiagaan dalam bencana gempa bumi agar siswa dapat
selalu tanggap darurat dan terhindar dari bencana gempa bumi 2. Bagi Sekolah
bidang pengelolaan bencana, membuat jalur evakuasi disekolah supaya siswa siap siaga sehingga dapat meminamalisir ketika terjadi bencana gempa bumi.
3. Bagi peneliti yang akan datang
Banyak kekurangan dan kelemahan dalam penelitian ini dari proses
awal penyusunan sampai penyusunan akhir, terutama ketika
sesudah penilitian penelitian dilapangan segeralah di kerjakan hasil penelitian yang di dapat jangan menunda – menunda menyusun hasil penelitian untuk itu di harapkan bagi penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2006. Klaten Dalam Angka 2005. Klaten: BAPEDA.
Christanto, Joko. 2011. Gempa Bumi, kerusan lingkungan , kebijakan dan strategi pengelolaan.yogyakarta :LIBERTY YOGYAKARTA
Detik News.Com 2006 55 Guru, 256 Siswa tewas akibat gempa. http://news.detik.com/read/2006/06/10/155149/613400/10/55-guru-256-siswa-tewas-akibat-gempa-di-klaten, diakses tanggal 19 Oktober 2013
Jumali, dkk. 2008. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University Press
Sardiman. 1996. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers
Sopaheluwakan Jan, dkk. 2006. Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Gempa Bumi & Tsunami. Jakarta: LIPI UNESCO.
Sunarto,dkk. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Pribadi,Krishna, dkk. 2008. Buku Pegangan Guru Pendidikan SiagaBencana. Bandung:Pusat Mitigasi Bencana- Institut Tehnologi Bandung
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.diakses 24 Oktober 2013. 18.00 WIB http://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdf