RESPONSIVITAS DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA DALAM
PELAYANAN PROGRAM PEMELIHARAA.N KESEHATAN
MASYARAKAT SURAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh:
ANJAN SWASTI HARDIYANTI
D0108038
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
PERSETUJUAN
Disetujui Untuk Dipertahankan Di Hadapan Tim Penguji Pada Program Studi Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pembimbing
PENGESAHAN
Telah Diuji dan Disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari : Tanggal :
Panitia Penguji :
1. Drs. Budiarjo, M.Si ( ) NIP. 195406021986011001 Ketua Penguji
2. Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si ( )
NIP. 197505052008011033 Sekretaris Penguji
3. Dra. Sudaryanti, M.Si ( )
NIP 195704261986012002 Penguji
Mengetahui, Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
MOTTO
Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kita jatuh
(Confusius)
Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih
(Lao Tse)
A journey of a thousand miles begins with a single step (Andrania)
Do what you love, love what you do (Bristan)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Kedua orang tua, terima kasih untuk segalanya Adik tersayang, yang selalu ada untukku
Seluruh keluarga besar, yang telah memberikan semangat untuk berjuang Sahabat-sahabat, yang selalu menghiburku
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam Pelayanan Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku pembimbing skripsi yang selama ini telah banyak memberikan saran dan arahan serta kesabaran sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Muchtar Hadi, M.Si selaku pembimbing akademis yang selama ini telah membimbing penulis.
3. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
4. Para informan yang telah bersedia memberikan waktu dan kesediannya untuk memberikan informasi yang dibutuhkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan saran selama pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Dalam skripsi ini tentu tidak terlepas dari adanya kekurangan dan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itulah diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Semoga dengan dibuatnya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya.
Surakarta, Mei 2012
DAFTAR ISI
Halaman Judul... i
Persetujuan... ii
Pengesahan... iii
Motto... iv
Persembahan... v
Kata Pengantar... vi
Daftar Isi... vii
Daftar Tabel... ix
Daftar Gambar... x
ABSTRAK... xi
ABSTRACT... xii
Bab I. Pendahuluan A.Latar Belakang Masalah... 1
B.Perumusan Masalah... 11
C.Tujuan Penelitian... 11
D.Manfaat Penelitian... 12
Bab II. Tinjauan Pustaka A.Landasan Teori... 14
1.Pelayanan... 14
2.Responsivitas... 37
B.Kerangka Berpikir... 54
Bab III. Metode Penelitian A.Jenis Penelitian... 58
B.Lokasi Penelitian... 58
C.Sumber Data... 59
D.Teknik Pengumpulan Data... 60
E.Teknik Pengambilan Sampel... 62
F. Validitas Data... 62
G.Teknik Analisis Data... 65
Bab IV. Hasil dan Pembahasan A.Hasil... 69
B.Pembahasan... 85
Bab V. Kesimpulan dan Saran A.Kesimpulan... 116
B.Saran... 119
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran... 57
Gambar 3.1 Data Trianggulation... 63
Gambar 3.2 Invertigator Trianggulatio... 63
Gambar 3.3 Methodological Trianggulation... 64
Gambar 3.4 Theoritical Trianggulation... 64
Gambar 3.5 Model Analisis Interaktif... 68
Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi DKK... 81
ABSTRAK
Anjan Swasti Hardiyanti. D0108038. Responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam Pelayanan Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Surakarta. Skripsi Program Studi Jurusan Ilmu Administrasi. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta, 2012.
Masih banyak masyarakat Kota Surakarta yang tidak terjaring dalam program asuransi kesehatan yang ketika sakit harus membayar semua biaya pengobatan yang mahal. Inilah yang menjadi faktor pendorong Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kesehatan Kota Surakarta untuk membuat program daerah yaitu program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS). Ada dua jenis kepesertaan dalam program PKMS ini yaitu PKMS Silver dan PKMS Gold. Tujuan dari program PKMS ini adalah memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat Kota Surakarta terutama bagi masyarakat yang miskin. Untuk mengetahui kemampuan Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam mengatasi keluhan masyarakat peserta program PKMS, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam pelayanan program PKMS.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sumber data yang digunakan terdiri dari informan, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian, dan observasi. Metode penarikan sampel yang digunakan bersifat purposif sampling yaitu dengan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Uji validitas data dilakukan dengan menggunakan teknik trianggulasi data yaitu menguji data yang sejenis dari berbagai sumber. Teknis analisis data yang digunakan adalah teknis analisis interaktif yang terdiri atas tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan.
ABSTRACT
Anjan Swasti Hardiyanti. D0108038. The Responsiveness of Health Office
Surakarta on Surakarta Public Health Service (PKMS) program. A Thesis of
Public Administration Department. Social and Political Sciences Faculty. Sebelas Maret University. 2012.
There are still so many people who live in Solo cannot afford an insurance policy, like ASKES for civics servants nor private company employee. That why they are not strong enough to handle it when the disease comes. For destitute people it becomes one more trouble since so much money they cannot even earn easily is wasted. This is the main reason why PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) is launched by the Government of Solo through the Health Office Surakarta. This program is aimed to Solo society in order to be able to get a better life. PKMS program consist of: PKMS Silver and PKMS Gold. Above all, the main reason is that PKMS can be the answer for all health problem, especially for the poor. However, there are complaints from PKMS customers dealing with the implementation of the program. In order to find out more how the officials competence is and how well they responsible for it.
The research method used is qualitative descriptive research method, by gathering data from interview, observation, and documentation. Meanwhile, data resources are informants; related documents, and observation, and the used sample drawing method is purposive sampling. Trusted informants are chosen to be data source. Moreover, data validity test is done by using data triangulation technique so that the similar data from any kind of resources can be tested. Finally, the used technique of data analysis is interactive analysis technique which consists of three components, they are data reduction, data performance, and conclusion.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dalam menangani kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kemudahan akses dan kemampuan untuk dapat menggunakan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah. Namun sayangnya, pemerintah sering gagal dalam mewujudkan kinerja pelayanan publik yang baik. Pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik telah gagal dalam merespon dinamika politik, ekonomi, sosial, dan budaya sehingga pelayanan
publik cenderung menjadi tidak efisien dan responsif. Padahal responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bentuk kemampuan pemerintah untuk mengenali kebutuhan masyarakat sehingga bisa mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dampak yang ditimbulkan dari ketidakberadaan responsivitas adalah hasil pembangunan yang ada tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang sebenarnya.
pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Pemerintah diharapkan tampil sebagai aktor utama dalam rangka penyediaan layanan kesehatan.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah semakin menegaskan pentingnya arti responsivitas. Undang-Undang ini mengindikasikan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah harus dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab pada daerah. Dengan kewenangan tersebut, maka pemerintah daerah akan lebih leluasa untuk menentukan kebijakan yang akan diambil yang sesuai dengan kebutuhan rakyat di daerah masing-masing. Adanya otonomi daerah telah menghasilkan cukup banyak reformasi dan perubahan. Contoh konkritnya tentang program-program inovatif untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik menjadi mudah diperoleh. Berbagai inisiatif baru dalam penyaluran pelayanan dasar, penyederhanaan perijinan, program-program
untuk mengentaskan kemiskinan dapat ditemukan di berbagai daerah. Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan dapat menghasilkan perubahan yang berkesinambungan dalam proses penyelenggaran pemerintahan.
Di sinilah kemudian Pemerintah Kota Surakarta merasa perlu untuk memprioritaskan kesehatan sebagai kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi secara baik. Apabila tingkat kesehatan tinggi, maka manusia akan bisa produktif dalam bekerja sehingga mampu untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Inilah yang
PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta). Program PKMS ini sendiri merupakan salah satu program unggulan dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta.
Program PKMS adalah suatu program pemeliharaan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kesehatan Kota Surakarta kepada masyarakat Kota Surakarta yang berwujud bantuan pengobatan (bantuan pembiayaan). Program ini merupakan program Pemerintah Kota Surakarta dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat karenanya program ini memberikan pemeliharaan pelayanan kesehatan yang meliputi upaya promotif, pramatif, kuaratif dan rehabilitasi kepada masyarakat Kota Surakarta yang memiliki kartu PKMS.
Tujuan dari program PKMS adalah mmberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat Kota Surakarta terutama bagi masyarakat yang miskin. Sedangkan sasaran program ini yaitu semua masyarakat Surakarta yang dibuktikan
dengan Kartu Keluarga dan KTP yang belum termasuk dalam program Askes PNS, Askes Swasta, Jamkesmas atau asuransi kesehatan yang lainnya.
Dasar dari pelaksanaan program PKMS di Kota Surakarta merujuk pada Peraturan Daerah Surakarta Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS). Peraturan Daerah ini merupakan tindak
Kartu kepesertaan PKMS ini terdiri dari dua jenis yaitu kartu PKMS jenis perak (silver card) dan kartu PKMS jenis emas (gold card). Kartu PKMS Silver itu
diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Kota Surakarta yang mendaftar sebagai peserta program PKMS sedangkan kartu PKMS Gold khusus diperuntukkan bagi masyarakat miskin.
Tabel 1.1
Data Pengguna PKMS di Surakarta
Tanggal daftar: 1 Januari 2008 hingga 30 September 2011
No Kelurahan Silver Gold Total
1. Pajang 8.174 356 8.530
2. Laweyan 483 23 506
3. Bumi 2.171 90 2.261
4. Panularan 3.259 149 3.408
5. Penumping 919 44 963
6. Sriwedari 1.193 59 1.252
7. Purwosari 3.304 258 3.562
8 Sondakan 4.607 335 4.942
9. Kerten 2.675 121 2.796
10. Jajar 2.699 60 2.759
12. Joyontakan 3.378 206 3584
13. Danukusuman 3.413 174 3.587
14. Serengan 4.227 238 4.465
15. Tipes 4.774 237 5.011
16. Kratonan 1.584 43 1.627
17. Jayengan 1.176 58 1.234
18. Kemlayan 1.265 49 1.314
19. Joyosuran 4.566 310 4.876
20 Semanggi 15.049 945 15.994
21. Pasar Kliwon 1.156 98 1.254
22. Gajahan 1.033 36 1.069
23. Baluwarti 1.892 48 1.940
24. Kampung Baru 748 39 787
25. Kedunglumbu 1.736 101 1.837
26. Sangkrah 6.326 428 6.754
27. Kauman 770 20 790
28. Kepatihan Kulon 668 55 723
29. Kepatihan Wetan 487 21 508
30. Sudiroprajan 863 62 925
31. Gandekan 3.680 134 3.814
33. Pucangsawit 6.376 442 6.818
34. Jagalan 5.070 297 5.367
35. Purwodiningratan 1.641 143 1.784
36. Tegalharjo 1.195 102 1.297
37. Jebres 13.193 842 14.035
38. Mojosongo 19.044 615 19.659
39. Kadipiro 24.503 2.241 26.771
40. Nusukan 13.699 999 14.698
41. Gilingan 7.658 616 8.274
42. Setabelan 1.058 76 1.134
43. Kestalan 1.157 29 1.186
44. Keprabon 788 47 835
45. Timuran 867 23 890
46. Ketelan 1.192 129 1.321
47. Punggawan 1.032 51 1.083
48. Mangkubumen 2.597 276 2.873
49. Manahan 2.857 168 3.025
50. Sumber 6.366 348 6.714
51. Banyuanyar 4.444 225 4.669
Total 209.241 12.790 222.031
Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa dari tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan tanggal 30 September 2011 sebanyak 222.031 masyarakat Kota Surakarta
telah berpartisipasi dalam program PKMS terdiri dari 209.241 orang peserta program PKMS Silver dan 12.790 orang peserta program PKMS Gold. Peserta program PKMS terbanyak terdapat di Kelurahan Kadipiro yaitu 26.771 orang yang terdiri dari 24.530 orang peserta program PKMS Silver dan 2.241 orang peserta program PKMS Gold. Peserta program PKMS paling sedikit terdapat di Kelurahan Laweyan yaitu 506 orang yang terdiri dari 483 orang peserta program PKMS Silver dan 23 orang peserta program PKMS Gold.
Bantuan yang diberikan dalam program Pemeliharaan Kesehatan Mayarakat Surakarta terdiri dari bantuan pengobatan rawat jalan di Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah Surakarta maupun rawat inap di Puskesmas rawat inap, Rumah Sakit Daerah
Tabel 1.2
Data Pelayanan yang Diperoleh Peserta PKMS
Kartu Pelayanan yg Diperoleh Pelayanan yg Tidak
Dijamin
Pelayanan yg
Dibatasi
SILVER Pelayanan kesehatan
tingkat pertama di Puskesmas dan jaringannya
Pelayanan rawat inap di Puskesmas rawat inap
Pelayanan persalinan
di Puskesmas rawat inap dan RSD Kota Surakarta
Pelayanan gawat darurat di Puskesmas rawat inap
Pelayanan tingkat lanjutan di RSD Kota Surakarta
Kaca mata
Intra ocular lens
Alat bantu dengar
Alat bantu gerak
Pelayanan penunjang
diagnostic canggih
Bahan, alat, dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika
General check up
Protesis gigi tiruan Operasi jantung
Rangkaian pemeriksaan
pengobatan dan
Cuci darah (maksimal 6 kali/tahun, dalam 1 bulan hanya 1 kali)
Pelayanan tingkat
lanjutan untuk perawatan di RS Pemerintah/Swasta yang ditunjuk oleh Pemkot, dengan fasilitas ruang perawatan kelas III, dan batas maksimal pembayaran Rp. 2.000.000,-
Pelayanan obat yang masuk formularium
tindakan dalam upaya mendapat keturunan,
termasuk bayi
tabung dan
pengobatan impotensi
KB
Obat-obatan diluar formularium
Peserta pindah kelas perawatan
Pelayanan yang tidak mengikuti prosedur/ketentuan
GOLD Fasilitas yang sama
dengan pemegang kartu silver, hanya saja biaya perawatan untuk kelas III tidak dibatasi jumlahnya.
Sama Untuk 1 kali cuci
darah dibayar 100%
Kemotherapi dengan fasilitas askeskin
Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat bahwa ada perbedaan pelayanan kesehatan antara PKMS Silver dan PKMS Gold. Hal ini dilakukan untuk meringankan beban
masyarakat miskin yang tidak bisa membayar biaya kesehatan. Maka untuk itulah ada PKMS Silver, dimana ditujukan untuk seluruh masyarakat Kota Surakarta. PKMS Silver ini memberikan subsidi kesehatan sejumlah nominal tertentu yang dimaksudkan untuk meringankan biaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Namun, tentu saja pasti ada masyarakat yang benar-benar tidak mampu dalam segi biaya kemudian dibuatlah kartu PKMS Gold, dimana semua biaya pengobatan diberikan secara gratis.
Walaupun Pemerintah Kota Surakarta telah memberikan bantuan pengobatan di program PKMS ini, dalam penyelenggaraan pelayanan program PKMS ini pun masih terdapat keluhan dari masyarakat peserta program PKMS. Keluhan yang ada
berupa keluhan mengenai PKMS yang tidak menjamin biaya pengobatan di Rumah Sakit dan keluhan mengenai kamar Rumah Sakit yang penuh. Kemudian ada juga keluhan yang disampaikan oleh Ibu Sulastri peserta PKMS Gold:
sebenarnya saya sudah datang ke sini (DKK) beberapa kali. Untuk memastikan apakah katu PKMS Gold saya jadi diterbitkan atau tidak. Tapi sampai sekarang ini ternyata juga belum terbit juga mbak.
(wawancara pada tanggal 7 Maret 2012)
Selain itu Bapak Tukiman Subagyo peserta PKMS Silver juga menambahkan: waktu di pendaftarannya aja yang tidak begitu menyenangkan. Petugas pendaftarannya sama sekali tidak ramah dan menyenangkan.
Untuk mengetahui kemampuan daya tanggap aparat Dinas Kesehatan Kota dalam mengatasi keluhan-keluhan dari masyarakat peserta program PKMS maka
peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam pelayanan program PKMS.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam pelayanan program PKMS?
2. Apa saja faktor-faktor terkait yang ikut mempengaruhi dalam pelayanan program PKMS?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam tiga tujuan, yaitu: 1. Tujuan Operasional
a. Mengetahui responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam hal pelayanan program PKMS.
b. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pelayanan
program PKMS.
2. Tujuan Fungsional
Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada Dinas Kesehatan Kota
Surakarta dalam melakukan pelayanan program PKMS secara optimal untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Kota Surakarta.
3. Tujuan Individual
Sebagai syarat bagi penulis untuk memenuhi gelar Sarjana pada Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Surakarta yang berkaitan dengan kemampuan aparat Dinas Kesehatan Kota dalam mengatasi adanya sejumlah keluhan masyarakat peserta program PKMS yang berhubungan dengan masalah pelayanan program PKMS yang dianggap masih kurang maksimal.
b. Mengetahui faktor-faktor terkait yang berpengaruh dalam
c. Memberikan sumbangan pemikiran yang nantinya dapat digunakan untuk membantu bagi penelitian selanjutnya yang sejenis
2. Manfaat Praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Landasan teori adalah teori yang digunakan untuk membantu menjelaskan variabel-variabel penelitian yang akan digunakan untuk merumuskan kerangka berpikir. Dalam penelitian ini, variabel-variabel penelitian yang digunakan antara lain:
1. Pelayanan
Salah satu harapan yang muncul semenjak dikeluarkannya UU Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah semakin optimalnya pembangunan dan pelayanan publik di daerah. Hal tersebut juga diungkapkan dalam jurnal internasional Decentralization and the Provision of Public Services: Framework and Implementation oleh Aehyung Kim:
goods and services. It is viewed as a way to make government more efficient,
(Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara di seluruh dunia telah
dipandang sebagai suatu cara untuk membuat pemerintah lebih efisien, responsif, dan akuntabel.)
Hal ini tak lepas dari keberadaan pelayanan publik yang dianggap sebagai garda terdepan dalam pencapaian tujuan nasional sebagaimana
diamanatkan Pembukaan UUD 1945. Hal ini mengandung makna bahwa pelayanan publik merupakan implementasi dari penyelenggaraan pemerintah yang bertujuan untuk memajukan tujuan nasional terutama kesejahteraan rakyat (UU Nomor 25 Tahun 2009).
Menurut Sedarmayanti (2009:243) yang dimaksud pelayanan berarti melayani suatu jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam segala bidang. Sebab kegiatan pelayanan kepada masyarakat merupakan salah satu tugas dan fungsi administrasi negara.
Sedangkan menurut Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby dalam Ratminto & Atik Septi Winarsih (2007:2) mengemukakan:
lah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan
peralatan-Ini adalah definisi yang paling simpel. Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos sebagai mana dikutip di bawah ini:
tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk
Gronroos (1990:27)
Dari dua definisi tersebut di atas dapat diketahui bahwa ciri pokok
manusia (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan penyelenggara pelayanan. Ciri-ciri lain yang lebih lengkap yang dapat dipakai
untuk memahami pengertian pelayanan telah diberikan oleh Zemke sebagaimana di kutip olehCollins dan Mc Laughlin (1996: 559) dapat dilihat dalam tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1
Karakteristik Produk (Barang) dan Pelayanan
Produk (Barang) Jasa Pelayanan
Konsumen memiliki objeknya Konsumen meniliki kenangan. Pengalaman atau memori tersebut tidak bisa dijual atau diberikan kepada orang lain
Tujuan pembuatan barang adalah keseragaman, semua barang adalah sama
Tujuan penyelenggaraan pelayanan adalah keunikan. Setiap konsumen dan setiap
Suatu produk atau barang dapat di simpan di gudang, sampelnya dapat dikirim ke konsumen
Suatu pelayanan terjadi saat tertentu, ini tidak dapat disimpan di gudang atau di kirimkan contohnya
Konsumen adalah pengguna akhir yang
Kontrol kualitas dilakukan dengan cara membandingkan output dengan spesifikasinya
Konsumen melakukan kontrol kualitas dengan cara membandingkan harapannya dengan pengalamannya
Jika terjadi kesalahan produksi, produk (barabg) dapat ditarik kembali dari pasar
Jika terjadi kesalahan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki adalah meminta maaf
Moral karyawan sangat penting Moral karyawan berperan sangat penting
Ratminto & Atik Septi Winarsih (2007:3)
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 mendefinisikan pelayanan publik sebagai:
Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Keputusan MENPAN Nomor 63/2003)
dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(Ratminto & Atik Septi Winarsih, 2007:5).
Sedangkan pengertian pelayanan publik menurut Sinambela (2008:5-6) adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakekatnya negara dalam hal ini pemerintah (birokrasi) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.
Dalam perspektif hubungan antara masyarakat dan pemerintah sebagai penyedia pelayanan publik, menurut Moleong dalam Ismail dkk (2010:85) mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian layanan terhadap keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung makna bahwa pelayanan publik merupakan salah satu wujud dan fungsi aparatur negara dalam memberikan layanan pada masyarakat, dalam
posisinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
mengemukakan bahwa pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang bersifat sederhana, terbuka, tepat, lengkap, wajar dan
terjangkau. Sedarmayanti (2004) lebih lanjut menegaskan, bahwa hakekat dari pelayanan publik adalah:
1. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum
2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
(Jurnal Pelayanan Satu Atap sebagai Strategi Pelayanan Prima di Era Otonomi Daerah, Spirit Publik volume 2 nomor 2 tahun 2006 oleh Agung
Priyono).
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan yang tertuang dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 sebagai berikut:
a. Tranparansi
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan
c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efidiensi dan efektivitas.
d. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gemder dan status ekonomi f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan public harus memenuhui hak dan kewajiban masing-masing pihak
Peningkatan pelayanan kepada publik banyak ditentukan oleh sejauhmana pemerintah dapat menyusun sebuah legislasi yang dapat diterjemahkan dengan tepat dan para manajer publik dalam bentuk perubahan
dalam Maiyulnita (2007) menyebutkan ada beberapa dimensi orientasi pelayanan yang harus dipenuhi sebagai berikut:
1. Quality. Pelanggan sangat berkepentingan dengan pelayanan yang bermutu. Pelayanan harus berorientasi pada mutu, sehingga perlu didengar dan dilihat pandangan pelanggan serta pengalaman mereka atas mutu pelayanan yang diterimanya.
2. Access. Pelayanan harus mudah diakses oleh pelanggan, di antaranya letak kantor pelayanan harus bisa dijangkau, jam kerja kantor pelayanan harus sesuai dengan peluang dan kesempatan pelanggan, aparat dan sistem pelayanan harus menjamin terpenuhinya kebutuhan kejiwaan dan sosial pelanggan, dan pelanggan harus mudah memahami informasi pelayanan.
3. Choice. Pelayanan harus berorientasi pada pilihan dan keinginan pelanggan. Aparat perlu mencermati dan memahami dengan baik dan benar apa yang menjadi pilihan, keinginan pelanggan dan kemudian berusaha memenuhinya.
4. Participative control. Rakyat mempunyai hak untuk mengawasi dan mengendalikan pelayanan yang mereka terima.
(Ismail dkk, 2010:68-69)
sebagai pengguna layanan. Adapun pengertian jasa seperti yang didefinisikan oleh Kotler dalam Fandy Tjiptono (1997:23) adalah setiap tindakan atau
perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Jasa memiliki 4 karakteristik utama yang membedakan dari barang, yaitu:
1. Intangibility
Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu objek, alat, atau benda; maka jasa adalah suatu perbuatan kinerja (performance), atau usaha. Jasa bersifat intangible, maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.
Konsep intangible pada jasa memiliki dua pengertian, yaitu: a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa
b. Sesuatu yang tidak dapat dengan mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniyah.
2. Inseparability
Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa di lain pihak, umumnya dijual terlebih dahulu, baru
3. Variability
Jasa bersifat sangat variabel, artinya banyak variasi bentuk, kualitas
dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Dalam penegndalian jasa dapat melakukan tiga tahap sebagai berikut:
a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik
b. Melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa (service-performance process). Hal ini dapat dilakukan dengan jalan
menyiapkan suatu diagram alur, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa tersebut
c. Memantau kepuasan pelanggan melalui system saran dan keluhan, survei pelanggan, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi.
4. Perishability
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.
(Fandy Tjiptono, 1997:24-27)
standar pelaksanaan yang spesifik, adanya komunikasi yang baik, dan tidak adanya kesenjangan antara jasa yang diharapkan masyarakat dengan layanan
yang diberikan oleh unit pelayanan.
Pengertian dari pelayanan jasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelayanan kesehatan. Kesehatan merupakan aspek penting dari hak asasi manusia (HAM), sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tertanggal 10 November 1948. Sebagai hak asasi manusia, maka hak kesehatan adalah hak yang melekat pada seseorang karena kelahirannya sebagai manusia, bukan karena pemberian seseorang atau negara, dan oleh sebab itu tentu saja tidak dapat dicabut dan dilanggar oleh siapa pun. Karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Universal Declaration of Human Rights pada pasal 25 huruf (a)
menegaskan bahwa:
in kesehatan dan keadaan baik untuk dirinya maupun keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan, dan perawatan kesehatan, serta usaha-usaha social yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada waktu mengalami pengangguran, menderita sakit, menjadi orang cacat, janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan nafkah dan lain-lain karena keadaan di kuar
Pemenuhan kebutuhan akan kesehatan memerlukan pelayanan yang
penyediaan barang-barang, jasa layanan maupun aktifitas penunjang yang diperlukan.
Pelayanan kesehatan seperti yang diungkapkan Levey dan Loomba dalam Azrul Azwar (1996:35) adalah:
-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
Agar suatu pelayanan kesehatan dapat dikatakan baik maka harus memiliki persyaratan pokok, diantaranya:
1. Tersedia dan berkesinambungan
Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit untuk ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada saat setiap dibutuhkan.
2. Dapat diterima dan wajar
Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat serta bersifat wajar.
3. Mudah dicapai
4. Mudah dijangkau
Hal ini dipandang dari sudut biaya, sehingga harus diupayakan biaya
pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5. Bermutu
Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
(Azrul Azwar, 1996: 38-39).
Dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 dimana dinyatakan bahwa setiap penyelenggaraan pelayanan publik termasuk pelayanan kesehatan haruslah memiliki prinsip dan standar pelayanan yang dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Prinsip pelayanan publik yang tercantum dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 meliputi:
1. Kesederhanaan
2. Kejelasan
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal:
a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran 3. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6. Tanggungjawab
7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi komunikasi dan informatika (telematika).
8. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10.Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.
(Ratminto & Atik Septi Winarsih, 2007:22-23)
Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau
1. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan penerima
pelayanan termasuk pengaduan 2. Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan
3. Biaya Pelayanan
Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian layanan
4. Produk Pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
5. Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik
6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayananharus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.
(Ratminto & Atik Septi Winarsih, 2007:23-24)
manajemen untuk mendukung kinerja dan memantau dan mengukur kinerja, sebagai perwujudan dari apa yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh
pelayan publik agar kualitas layanan menjadi baik, maka dalam memberikan layanan publik seharusnya mudah dalam pengurusan bagi yang berkepentingan (prosedurnya sederhana), mendapat pelayanan yang wajar, mendapatkan pelayanan yang sama tanpa pilih kasih, dan mendapatkan perlakuan jujur dan terus terang (transparansi).
Dalam Ismail dkk (2010:19-20) dikemukakan adanya berbagai kelemahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, antara lain:
1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap
berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
3. Kurang aksesibel. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang
4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang terkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi
tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
5. Birokratis. Pelayanan biasanya dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil. Di lain pihak, kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan
waktu yang lama untuk diselesaikan.
6. Kurang mau mendengar keluhan/ saran/ aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/ saran/ aspirasi dari masyarakat pengguna layanan. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan seringkali tidak
Untuk mengetahui keberhasilan dalam penyelenggaraan pelayanan publik ini maka diperlukan penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan
suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Dalam Dwiyanto (2002:45), untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan pengguna jasa. Hal ini serupa dengan apa yang dikatakan Wisniewski and Stewart dalam jurnal Public Services and Performance Management: The High Performance Working Inventory.
Journal of Finance and Management in Public Service oleh Armitage, Andrew Armitage dan Diane Keeble-Allen:
decision making and the public acountability of any organization in any
(Informasi mengenai kinerja adalah isi yang sangat penting untuk kontrol manajemen, informasi pembuatan keputusan dan akuntabilitas publik di sektor apapun)
(Jurnal Internasional: Armitage, Andrew & Diane Keeble-Allen. 2009:5. Public Services and Performance Management: The High Performance Working Inventory. Journal of Finance and Management in Public Service. Vol 8. No 1)
1. Efisiensi
Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi
pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secar objektif, kriteria. seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.
2. Efektivitas
Apakah tujuan dan didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.
3. Keadilan
4. Daya Tanggap
Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta,
organisasi pelayanan publik merupakan bagan diri daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap.
Sedangkan Agus Dwiyanto (2002:49) mengemukakan bahwa penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi publik, seperti
efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Untuk itu Agus Dwiyanto mengemukakan lima indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu:
1. Produktivitas
terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas
dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.
2. Kualitas Layanan
Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dan organisasi publik. Dengan demikian, kepuasaan masyarakat terhadap Layanan dapat dijadikan indikator kinerja
organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh dan media massa atau diskusi pubilk. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja
3. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kcbutuhan dan aspirasi.
4. Responsibilitas
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu
ketika berbenturan dengan responsivitas. 5. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep
pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.
Dalam penelitian mengenai pelayanan program PKMS ini, untuk mengukur kinerja pelayanan publik yaitu kinerja Dinas Kesehatan Kota maka peneliti menggunakan indikator responsivitas seperti yang diungkapkan oleh Agus Dwiyanto. Peneliti memilih untuk menggunakan indikator responsivitas karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan Dinas Kesehatan Kota dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam program PKMS. Jadi dalam
penelitian ini nanti akan dijelaskan mengenai kemampuan daya tanggap Dinas Kesehatan Kota untuk mengatasi keluhan-keluhan yang disampaikan oleh masyarakat peserta program PKMS dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
B. Responsivitas
Pelayanan publik yang responsif akan memainkan dampak yang
masyarakat menunjukan kinerja yang baik pada suatu pemerintahan yang tidak akan terlepas dari konsep good governance.
Santosa (2008:131) mengemukakan bahwa responsivitas merupakan kemampuan lembaga publik dalam merespon kebutuhan masyarakat terutama yang berkaitan dengan basic needs (kebutuhan dasar) dan HAM (hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya). Dengan demikian pelayanan publik harus mengutamakan kebutuhan dasar manusia dan HAM. Hal ini karena eksistensi manusia bergantung dengan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar dan hakikinya yaitu HAM.
Responsivitas mengandung arti diperhatikannya dan dipenuhinya tuntutan dan permintaan warga negara. Para administrator atau para pejabat pemerintah berkeharusan memenuhi permintaan dan tuntutan warga negara
(Sudarmo, 2011:125). Hal yang perlu dicatat adalah warga negara terdiri dari berbagai kelompok kepentingan yang berbeda-beda. Seringkali kepentingan dan kebutuhan masyarakat tersebut saling bertentangan satu sama lain serta isu publik tersebut seringkali merupakan upaya yang sengaja diciptakan oleh kelompok komunitas tertentu. Kepentingan masyarakat yang saling bertentangan tersebut saling bersaing dalam memdapatkan perhatian dari pemerintah. Dalam keadaan ini pemerintah dituntut untuk peka dalam
Dalam Jurnal Internasional: Thrust as Capacity: The Role of Integrity and Responsiveness oleh Robert B. Denhardt dijelaskan bahwa:
-and to put the needs and values of citizens first in our decisions and our action. We must reach out in new and innovative ways to understand what our citizens are concerced about. And we must respond to the needs that they believe will make a better life for themselves and their children. In
(Jurnal Internasional: Thrust as Capacity: The Role of Integrity and Responsiveness, oleh Robert B. Denhardt, volume 2, tahun 2002, halaman 73)
Dalam jurnal internasional tersebut dapat dipahami bahwa pemerintah harus menempatkan warga negara atau masyarakat di urutan pertama. Pemerintah harus bersedia untuk mendengarkan dan menempatkan kebutuhan dan nilai-nilai warga negara di urutan pertama di dalam segala keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah harus melakukan pembaharuan dan melakukan cara yang inovatif untuk memahami apa yang membuat warga negaranya khawatir. Dan juga pemerintah harus menanggapi kebutuhan warga negara atau masyarakat percaya dapat membantu membuat kehidupan menjadi lebih baik untuk diri mereka sendiri dan juga anak-anak mereka.
melayani atau menanggapi semua tuntutan/permintaan warga negara adalah apakah warga negara yang menuntut atau meminta pelayanan birokrasi
tersebut secara prosedural atau administratif memenuhi persyaratan yang ditentukan. Jika warga negara tersebut memenuhi semua persyaratan yang ditentukan maka ia adalah orang yang eligible untuk memperoleh pelayanan, sehingga tidak ada alasan bagi administrator/pejabat publik untuk menolak
eligible
yang digunakan sebagai dasar bagi administrator untuk memenuhi tuntutan-tuntutan mereka.
Dwiyanto (2002:48) mengemukakan bahwa responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program
pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dengan demikian responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas
masyarakat sehingga dapat mewujudkan keberhasilan misi dan tujuan organisasi publik.
Hal senada juga diungkapkan oleh Dilulio dalam Agus Dwiyanto (2002:60) bahwa responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sehingga dapat dikatakan responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntutan pengguna jasa.
Berdasarkan beberapa definisi tentang responsivitas di atas maka dapat disimpulkan bahwa responsivitas merupakan kemampuan daya tanggap aparat
lembaga publik untuk mengenali kebutuhan masyarakat melalui komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah sehingga akan terbentuk solusi yang dirasa mampu untuk mengatasi kebutuhan tersebut. Untuk mengetahui apakah solusi tersebut benar-benar telah tepat sasaran maka diperlukan adanya penilaian dari masyarakat selaku sebagai pengguna layanan terkait dengan solusi itu sehingga apabila solusi itu dirasa kurang mampu untuk mengatasi masalah publik maka masyarakat dapat memberi kritik dan saran kepada
Faktor-faktor yang mempengaruhi responsivitas pemerintah menurut Muhammad Ali dalam Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik: Responsivitas Pemerintah Daerah Terhadap Krisis Ekonomi adalah:
1. Kemampuan birokrasi/organisasi
Menurut Esman (1972) menyebutkan bahwa kemampuan kapabilitas organisai diukur dari lima indikator yaitu:
a. Tehnical capacity, kemampuan untuk memberikan jasa-jasa teknis, berupa layanan dan pembaharuan bagi masyarakat pada tingkat kompetensi yang makin bertambah
b. Normative commitments, sejauhmana gagasan, hubungan-hubungan dan fungsi-fungsi yang perjuangan tersebut telah direalisasi oleh staff atau pengelolanya
c. Innovative thrust, kemampuan dari organisasi untuk mengadakan dan melanjutkan inovasi sehingga perubahan yang diperkenalkan tidak membeku dan dapat menyesuaikan diri terhadap peluang-peluang baru
d. Environment image, sejauhmana organisasi dipandang berharga dan menguntungkan masyarakat
e. Speed effect, tingkat sejauhmana misi yang diperjuangkan
2. Struktur birokrasi /organisasi
Struktur birokrasi adalah sehubungan dengan sumber daya manusia,
pengertian struktur meliputi faktor-faktor seperti luasnya desentralisasi, pengendalian, jumlah spesialisasi pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi dan sebagainya.
Menurut Gibson (1998) merumuskan empat hal yang penting dari struktur birokrasi:
a. Menentukan tingkat desentralisasi kewenangan b. Menentukan tingkat spesialisasi
c. Fleksibilitas prosedur
d. Menentukan tingkat rentang kendali 3. Intensitas kontrol masyarakat
Untuk mewujudkan birokrasi yang responsif terhadap lingkungan dan masyarakat, maka perbaikan efektivitas pengawasan penyelenggaraan birokrasi publik menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Pengawasan terhadap birokrasi cenderung menempatkan efisiensi sebagai pusat perhatian, sedangkan pengawasan eksternal dari masyarakat biasanya lebih memperhatikan aspek-aspek daya tanggap dan pertanggungjawaban dari program dan kegiatan birokrasi public.
1. Bagaimana pemerintah menampung aspirasi rakyat.
2. Kemampuan merubah kebijakan inisiatif dan partisipatif masyarakat.
3. Kemempuan memenuhi aspirasi serta kebutuhan publik.
(Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik: Responsivitas Pemerintah Daerah Terhadap Krisis Ekonomi, oleh Muhammad Ali, volume 7, nomor 1 Mei
2003, halaman 22-25)
Responsivitas dalam pelayanan publik juga dipengaruhi oleh dua hal penting yaitu komunikasi dan sumber daya.
Komunikasi dibutuhkan agar terjamin kesesuaian harapan antara pemerintah dan masyarakat. Dalam hubungan yang demikian pemerintah atau birokrasi adalah pihak yang aktif dibandingkan dengan masyarakat sebagai pengguna layanan. Maka dari itu, pemerintah dituntut untuk selalu memberi
respon yang positif, yang mana respon positif ini penting untuk menimbulkan citra yang baik kepada masyarakat sehingga mereka merasa diperhatikan dan dilayanani sepenuhnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Dwiyanto (2002:67) yaitu
keterbukaan informasi dan seberapa jauh interaksi komunikasi yang terjalin antara birokrasi sebagai pemberi layanan dengan masyarakat pengguna jasa.
Responsivitas memiliki dua karakteristik yang sangat penting yang berhubungan dengan layanan interaksi antara pemberi layanan dengan pengguna layanan yaitu responsivitas emosional dan responsivitas informasi.
kondisi emosi dan keramahtamahan para pemberi layanan kepada pengguna layanan. Misalnya, ekspresi senyum sangat diperlukan ketika para pemberi
layanan pertama kali berintekasi dengan pengguna layanan. Karena hal tersebut dapat menafsirkan sifat yang bersahabat antara pemberi layanan dan pengguna layanan.
Sedangkan responsivitas informasi merupakan responsivitas yang berkaitan dengan informasi yang diperlukan oleh pengguna layananan. Misalnya, apabila pengguna layanan tidak mengerti atau kurang paham mengenai beberapa prosedur atau persyaratan yang berkaitan dengan informasi pelayanan maka pemberi layanan dengan sigap memberi penjelasan mengenai hal-hal yang kurang dipahami sehingga tidak terjadi kesalahpahaman informasi. Dengan demikian maka dapat tercipta suatu
keharmonisan dalam berinteraksi antara pemberi layanan dan pengguna layanan.
Selain komunikasi, hal penting yang ikut berpengaruh terhadap responsivitas suatu layanan publik adalah sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas. Sumber daya manusia tersebut meliputi pihak pemberi layanan maupun penerima layanan. Sumber daya manusia merupakan kunci penentu dalam suatu isu ataupun masalah publik. Begitu pula dalam
penerima layanan, apabila manusia itu sendiri sebagai penerima layanan tidak menyadari atau tidak adanya kemauan dalam menjalankan atau menerima
layanan publik tersebut maka tidak akan efektif. Hal lainnya adalah sumber-sumber daya lain meliputi kesediaan fasilitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan publik maupun ketersediaan alokasi dana yang sesuai dengan kebutuhan. Sumber daya manusia yang siap baik secara kualitatif maupun kuantitatif apabila tidak didukung dengan sumber-sumber daya lainnya (misal: sarana prasarana dan alokasi dana) maka program atau layanan tersebut susah untuk terealisasikan.
Dalam penelitian ini akan diuraikan mengenai responsivitas Dinas Kesehatan Kota untuk mengatasi keluhan dari masyarakat peserta program PKMS sehingga dengan adanya daya tanggap tersebut dapat dijadikan sebagai
perbaikan dalam pelayanan program PKMS agar menjadi lebih baik lagi sesuai dengan tujuan dan sasaran dari program PKMS ini. Untuk mengukur tingkat responsivitas dalam pelayanan program PKMS ini maka penulis menggunakan lima aspek:
1. Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa
2. Sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa 3. Penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi bagi
perbaikan penyelenggaraan pada masa mendatang
5. Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku
(Agus Dwiyanto, 2002: 60-61)
Banyak sedikitnya keluhan dari masyarakat peserta program PKMS menunjukan kemampuan responsivitas Dinas Kesehatan Kota dalam mengatasi kemunculan berbagai masalah dalam program PKMS mempengaruhi kinerja pelayanan publik. Semakin sedikit keluhan dari masyarakat peserta program PKMS maka kinerja pelayanan publik dapat dikatakan memenuhi harapan masyarakat peserta program PKMS. Namun semakin banyak keluhan dari masyarakat peserta program PKMS maka
kinerja pelayanan publik belum dapat dikatakan memenuhi harapan masyarakat peserta program PKMS.
Berbagai sikap dari aparat Dinas Kesehatan Kota dalam merespon keluhan dari masyarakat peserta program PKMS menunjukan seberapa jauh responsivitas Dinas Kesehatan Kota dalam meminimalisir rasa ketidakpuasan masyarakat peserta program PKMS dalam menggunakan PKMS. Semakin responsif sikap dari aparat Dinas Kesehatan Kota dalam mengatasi keluhan
Dinas Kesehatan Kota dalam mengatasi keluhan maka dapat dikatakan bahwa masyarakat peserta program PKMS merasa kecewa terhadap program PKMS.
Dengan adanya berbagai keluhan dari masyarakat peserta program PKMS maka hal tersebut dapat dijadikan perbaikan oleh Dinas Kesehatan Kota menuju perubahan ke arah yang lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Keluhan tersebut dijadikan sebagai referensi agar dalam memberikan layanan kepada masyarakat harus lebih mengutamakan kepentingan pengguna layanan. Perbaikan perlu dilakukan mengingat hal tersebut merupakan keharusan untuk menciptakan layanan yang berkualitas.
Untuk memberikan kepuasan terhadap masyarakat peserta program PKMS maka aparat Dinas Kesehatan Kota harus memiliki komitmen dan kemampuan untuk mengenali kebutuhan masyarakat peserta program PKMS.
Pengenalan akan kebutuhan masyarakat peserta program PKMS hanya dapat dilakukan apabila aparat Dinas Kesehatan Kota memiliki komitmen untuk belajar sari berbagai pengalaman pelayanan yang pernah dialaminya, misalnya dalam mengatasi keluhan-keluhan yang disampaikan oleh masyarakat peserta program PKMS dan secara konsisten diterapkan guna perbaikan bagi pelayanan di masa mendatang. Hal tersebut harus dilakukan agar dapat tercapai kepuasan masyarakat peserta program PKMS dan dapat juga
meminimalisir keluhan.
perlakuan. Antara masyarakat peserta program PKMS yang satu dengan yang lainnya harus diperlakukan secara adil tanpa memandang status sosial,
pendidikan, status ekonomi ataupun hubungan kekerabatan. Sehingga masyarakat peserta program PKMS pun dapat merasa diperlakukan adil tanpa merasa dinomorduakan.
Dengan demikian dalam pemberian pelayanan program PKMS ini aparat Dinas Kesehatan Kota dapat berusaha semaksimal mungkin dalam mengatasi keluhan dari masyarakat peserta program PKMS dan melayani dengan sepenuh hati agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Surakarta dalam bidang kesehatan sesuai dengan tujuan dan sasaran dalam program PKMS tersebut.
C. Program PKMS
Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta atau yang lebih dikenal dengan program PKMS merupakan suatu program pemeliharaan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kesehatan kepada masyarakat Kota Surakarta yang berwujud bantuan pengobatan.
Tujuan diadakannya program PKMS ini adalah untuk memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat Kota Surakarta terutama bagi masyarakat
PKMS memberikan pemeliharaan pelayanan kesehatan yang meliputi upaya promotif, pramatif, kuratif dan rehabilitasi. Dasar Hukum pelaksanaan
PKMS adalah Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1998 tentang Retribusi Program Pelayanan Kesehatan. Kemudian disempurnakan oleh Peraturan Daerah Surakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS).
Kartu kepesertaan PKMS ini terdiri dari dua jenis yaitu kartu PKMS jenis perak (silver card) dan kartu PKMS jenis emas (gold card). Kartu PKMS Silver itu diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Kota Surakarta yang mendaftar sebagai peserta program PKMS sedangkan kartu PKMS Gold khusus diperuntukkan bagi masyarakat miskin.
Prosedur pendaftaran kepesertaan PKMS yaitu:
1. PKMS Silver
Calon peserta mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) dan membawa:
a. FC. Kartu Keluarga dengan menunjukan aslinya
b. FC. KTP dengan menunjukan aslinya atau surat keterangan lahir bagi yang berusia belum wajib KTP
c. Foto ukuran 2x3 cm: 2 lembar
d. Membayar biaya Rp 1000,00
f. Peserta datang sendiri ke KPPT, apabila yang bersangkutan sakit keras atau lansia, pendaftaran bisa diwakili oleh keluarga terdekat
yang keabsahannya dibuktikan dengan Kartu Keluarga
g. Untuk kader kesehatan, ketua RT, ketua RW, dan petugas sampah dengan pengesahan kepala kelurahan, dibebaskan dari biaya mencetak kartu
2. PKMS Gold
Calon peserta mendaftarkan diri di UPTD PKMS dengan membawa: a. FC. Kartu Keluarga dengan menunjukan aslinya
b. FC. KTP dengan menunjukan aslinya atau surat keterangan lahir bagi yang berusia belum wajib KTP
c. Foto ukuran 2x3 cm: 2 lembar
d. FC. PKMS Silver yang masih berlaku
e. Surat keterangan domisili dan miskin dari RT, RW, dan Kelurahan yang ditandatangani Lurah atau Sekretaris Lurah
f. Peserta datang sendiri ke UPT PKMS, apabila yang bersangkutan sakit keras atau lansia, pendaftaran bisa diwakili oleh keluarga terdekat yang keabsahannya dibuktikan dengan Kartu Keluarga g. Pencetakan kartu PKMS Gold dilakukan setelah terdaftar dalam
SK Walikota tentang masyarakat miskin
1. Layanan kesehatan rawat jalan, didapatkan di: Puskesmas di Kota Surakarta, RSUD Kota Surakarta, RS Jiwa Surakarta (rawat jalan
jiwa) dan BBKPM (rawat jalan paru)
2. Layanan kesehatan rawat inap di Puskesmas rawat inap, RSUD Kota Surakarta dan RS lain yang bekerja sama dengan Pemkot Surakarta. 3. Layanan hemodialisa dan kemoterapi
4. Layanan darah
Untuk Rumah Sakit yang ditunjuk setara dengan pelayanan program Askeskin/ kelas III (sesuai MOU dengan RS). Apabila mengalami rawat inap di Rumah Sakit maka ketentuannya yaitu ruang perawatan di kelas III, bantuan pengobatan maksimal sebesar dua juta rupiah bagi masyarakat peserta program PKMS Silver dan bantuan pengobatan gratis bagi masyarakat pserta
program PKMS Gold.
Jenis layanan di Puskesmas rawat jalan meliputi: konsultasi medis, pemeriksa fisik dan penyuluhan kesehatan; pelayanan laboratorium; tindakan medis; pemeriksaan ibu hamil/ ibu nifas/ ibu menyusui, bayi, balita; dan pemberian obat.
Jenis layanan di Puskesmas rawat inap meliputi: akomodasi rawat inap; konsultasi medis, pemeriksa fisik dan penyuluhan kesehatan; tindakan
medis; pemeriksaan dan pengobatan gigi; pemberian obat; pertolongan persalinan; dan pelayanan gawat darurat.
rawat jalan; pelayanan rawat inap dengan fasilitas kelas III; dan pelayanan persalinan.
Jenis pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Pemerintah/Swasta yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surakarta meliputi: akomodasi rawat inap kelas III; konsultasi medis, pemeriksa fisik dan penyuluhan kesehatan; penunjang diagnosis (laboratorium klinik, radiology dan elektromagnetik); tindakan medis dan sedang; pemberian obat sesuai formularium Rumah Sakit Program Jamkesmas; dan pelayanan gawat darurat.
Jenis pelayanan kesehatan yang dibatasi meliputi: 1. Cuci darah
a. Bagi PKMS Silver maksimal 6 kali per tahun dan dalam satu bulan hanya sekali.
b. Bagi PKMS Gold ditanggung 100% 2. Kemoterapi
a. Bagi PKMS Silver hanya satu paket
b. Bagi PKMS Gold seperti dalam fasilitas program Askeskin 3. Operasi besar
Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi: kacamata; indra ocular lensa; alat bantu dengar; alat bantu gerak; pelayanan penunjang
termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi; jika peserta pindah kelas perawatan yang lebih tinggi; Keluarga Berencana; dan obat-obatan
formularium.
Alur pelayanan menganut sistem rujukan/pelayanan berjenjang yaitu diawali dari Puskesmas, jika Puskesmas tidak mampu dirujuk ke fasilitas rujukan tingkat I. Jika Rumah Sakit tidak mampu dirujuk ke fasilitas rujukan tingkat II. Jika Rumah Sakit tidak mampu dirujuk ke fasilitas rujukan tingkat III.
Daftar Rumah Sakit yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Surakarta meliputi: RSUD dr. Moewardi; RS. Kasih Ibu; RS. Panti Waluyo; RS. dr. Oen Solo; RS. PKU Muhammadiyah; RS. Brayat Minulyo; RS. Orthopedi (RSOP) Surakarta; RS. Jiwa Surakarta; RS. Slamet Riyadi
Surakarta; RS. Kustati; RS. Tri Harsi; PMI; dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
B. Kerangka Berpikir
menjadi faktor pendorong Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kesehatan Kota Surakarta untuk membuat program daerah yang khusus
diperuntukkan bagi masyarakat Kota Surakarta yaitu program PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta). Tujuan dari program PKMS ini adalah memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat Kota Surakarta terutama bagi masyarakat yang miskin atau kurang mampu.
Dalam pelayanan program PKMS ini pun juga tidak terlepas dari adanya keluhan yang dialami oleh masyarakat peserta program PKMS. Untuk mengetahui kemampuan aparat Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam mengatasi keluhan masyarakat peserta program PKMS