• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK

SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN

PENDEKATAN METAKOGNISI

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

MARIA OLIVIA PURBA 8106172038

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

ABSTRAK

MARIA OLIVIA PURBA. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi. Tesis. Medan : Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2015.

Tujuan dari penelitian ini untuk : (1) mengetahui peningkatan pemahaman konsep matematika siswa yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (2) mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (3) mendeskripsikan kadar aktivitas aktif siswa selama pembelajaran melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (4) mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (5) mengetahui kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran selama pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi berlangsung dan (6) mengetahui proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal-soal melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X7 SMA Negeri 1 Pematangsiantar Tahun Ajaran 2013/2014 dengan banyak siswa keseluruhan adalah 32 orang dengan objek penelitian adalah penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematika siswa. Instrumen yang digunakan terdiri dari : (1) tes kemampuan pemahaman konsep matematika, (2) tes kemampuan pemecahan masalah matematika dan (3) lembar observasi. Seluruh instrumen yang digunakan telah divalidasi oleh pakar dan diujicobakan di lapangan, hasilnya disimpulkan bahwa : (1) seluruh butir tes adalah valid dan memiliki tingkat reliabilitas dengan kategori baik, (2) lembar observasi telah divalidasi oleh pakar dan dinyatakan layak digunakan dalam penelitian.

Penelitian terdiri dari dua siklus dan tes diberikan pada setiap akhir siklus. Hasil tindakan siklus I dan II : (1) Hasil tes pemahaman konsep matematika siklus I sebesar 56,3% siswa memiliki tingkat kemampuan minimal sedang, pada siklus II sebesar 84,4%. Artinya ada peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa dari siklus I ke siklus II yaitu sebesar 28,1%; (2) Hasil tes pemecahan masalah matematika siswa siklus I sebesar 53,1% siswa memiliki tingkat kemampuan minimal sedang, pada siklus II sebesar 81,2%. Artinya ada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dari siklus I ke siklus II yaitu sebesar 28,1%; (3) Kadar aktifitas aktif siswa pada siklus I terdapat dua dari lima kategori pengamatan yang berada pada batas toleransi waktu, pada siklus II terdapat lima dari lima kategori pengamatan berada pada batas waktu toleransi; (4) Respon siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi pada siklus I dan II termasuk dalam kategori respon positif; (5). Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi berada pada kategori baik.

(3)

saran selanjutnya : (1) kepada lembaga terkait dapat mensosialisasikan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematika siswa, (2) kepada guru dapat menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi pada pembelajaran matematika sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif, (3) kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada pokok bahasan dan kemampuan matematik yang lain dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

(4)

ABSTRACT

MARIA OLIVIA PURBA. Efforts to Improve Comprehension Ability of Mathematics Concepts and Mathematics Problem Solving Ability Students Through the Application of Problem Based Learning Approach Metacognition. Thesis. Field: Mathematics Education Program Post-Graduate Studies, State University of Medan, in 2015.

The purpose of this study was to : (1) determine an improved understanding of the mathematical concepts that students are taught through the application of problem-based learning approach to metacognition, (2) determine the increase in mathematical solving ability of students who are taught through the application of problem-based learning with metacognitive approach, (3 ) describe the levels of active student activity during the learning through the implementation of problem-based learning approach to metacognition, (4) evaluate the response of students towards learning through the implementation of problem-based learning approach to metacognition, (5) determine the ability of the teacher to manage learning for learning problem-based learning approach metacognition takes place and (6) knowing the answers that the students in solving problems through the application of problem-based learning approach to metacognition.

This research is a class act. Subjects in this study were grade students of SMA Negeri 1 Pematangsiantar X7 academic year 2013/2014 the number of students overall are 32 people with the object of research is the application of problem-based learning approach to metacognition as an effort to improve understanding of mathematical concepts and problem solving students. The instrument used consisted of : (1) tests the ability of understanding of mathematical concepts, (2) test the ability of solving mathematical problems, and (3) the observation sheet. The entire instrument used has been validated by experts and tested in the field, the results conclude that: (1) whole grains test is valid and has a good level of reliability with the category, (2) the observation sheet has been validated by experts and declared fit for use in research.

The study consisted of two cycles and tests given at the end of each cycle. Results of cycle I and II : (1) The results of tests understanding of mathematical concepts first cycle of 56.3% of students have a minimum level of ability is, in the second cycle of 84.4%. This means that there is an increase in students' comprehension of mathematical concepts from the first cycle to the second cycle is equal to 28.1%; (2) The results of students' mathematical problem solving test first cycle of 53,1% of students have a minimum level of ability is, in the second cycle of 81.2%. This means that there is an increase in mathematical problem-solving ability of students from the first cycle to the second cycle is equal to 28,1%; (3) Levels of activity of active students in the first cycle of the five categories, there are two observations that are within the tolerance limits of time, on the second cycle there are five of five categories of observations are on a time limit of tolerance; (4) The response of students to the problem-based learning model with the approach of metacognition in cycle I and II are included in the category of positive response; (5). The ability of teachers to manage problem-based learning with metacognitive approaches are in good category.

(5)

socialize with the problem-based learning model approach to improve understanding of metacognition in mathematical problem solving concepts and students, (2) the teacher can use a problem-based learning model with metacognitive approach to learning mathematics as an alternative for implementing innovative math learning, (3) to other researchers can continue research on the subject and the ability of others to use the mathematical model of the problem-based learning approach to metacognition.

(6)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas kasih dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan

judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi”. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M. Pd.)

Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri

Medan.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang terlibat membantu

penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, selaku Rektor beserta staf-stafnya di

Universitas Negeri Medan, Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd.,

Bapak Syarifuddin, M.Sc.,Ph.D, dan Bapak Prof. Dr. Abdul Hasan Saragih,

M.Pd, berturut-turut selaku Direktur, Asisten Direktur I, dan II Program

Pascasarjana Unimed. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Bapak Prof. Dr.

Hasratuddin, M.Pd, berturut-turut selaku Ketua dan Sekretaris Prodi

Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unimed dan Bapak Dapot Tua

Manullang, SE., M.Si sebagai pegawai di Prodi Matematika yang telah banyak

membantu penulis dalam urusan administrasi selama perkuliahan hingga

(7)

2. Bapak Prof. Bornok Sinaga, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd,

selaku Pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis sejak awal sampai dengan selesainya penulisan tesis ini. Bapak

Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi, M.Pd, Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, MS, dan

Bapak Prof. Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd selaku narasumber yang telah

memberikan masukan dan saran mulai dari rencana penelitian sampai

selesainya penyusunan tesis ini.

3. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Program Studi Pendidikan Matematika

yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna bagi penulis

dalam menjalankan tugas-tugas sesuai dengan profesi penulis.

4. Bapak Drs. Hinsa Simatupang selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1

Pematangsiantar yang telah membantu penulis selama penelitian.

5. Orang tuaku tercinta Ayahanda Ir. Joriaman Purba dan Ibunda B.Rosmawaty

Sinaga, Ayah mertua Ludin Silalahi dan Ibu mertua Alija Purba yang

memberikan motivasi kepada penulis selama mengikuti perkuliahan dan dalam

menyelesaikan penyusunan tesis ini.Penulis juga sampaikan rasa terima kasih

kepada Abang dan kakak penulis Daniel Victoryus Purba,ST dan Rohma Sari

Saragih,Amd , Adik penulis Honesty Marta Purba serta ponakanku Bee Emily

Daniella Purba yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat untuk

penulis.

6. Kekasih hati, suamiku tercinta Johansen Silalahi, S.Hut sebagai motivator yang

luar biasa yang senantiasa memberikan motivasi, bantuan moral dan doa

(8)

tersayang Aulia Margaret Zwageri Silalahi, kehadiranmu menambah semangat

bagi bunda dalam menyelesaiakan tesis ini.

7. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan selama

perkuliahan terkhusus N.F.Susanti Tamba yang senantiasa bersama berjuang

dalam penyusunan tesis ini.

8. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang tidak

dapat penulis ucapkan satu persatu yang telah mendukung dan memberikan

bantuan selama penulisan tesis ini.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian tesis ini,

namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata

bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya tesis ini

bermanfaat. Tuhan memberkati.

Medan, Februari 2015

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Hal LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR……….. iv

DAFTAR ISI ……….. vi

DAFTAR TABEL ……….. viii

DAFTAR GAMBAR……….. x

DAFTAR LAMPIRAN ………...……….... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………....…….. 1

1.2 Identifikasi Masalah ………..…. 15

1.3 Pembatasan Masalah ………..… 15

1.4 Rumusan Masalah ……….. 16

1.5 Tujuan Penelitian ……… 16

1.6 Manfaat Penelitian ………... 17

1.7 Definisi Operasional ……… 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Pemahaman Konsep...……….. 21

2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah………... 24

2.3 Pendekatan Metakognisi ... 28

2.4 Pembelajaran Berbasis Masalah...…………... 36

2.5 Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi ……...… 40

2.6 Aktifitas Belajar Siswa dalam Proses Pembelajaran..…….. 43

2.7 Respon Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 47

2.8 Proses Jawaban Siswa...………. 48

2.9 Teori Belajar ...……….. 49

2.10 Kajian Teori...………. 57

2.11 Penelitian yang Relevan ... 59

2.12 Kerangka Konseptual ...……… 63

2.13 Hipotesis Tindakan ...……… 68

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ………. 69

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian……… 69

3.3 Subjek dan Objek Penlitian ...……… 70

3.4 Prosedur dan Desain Penelitian……….. 71

3.5 Instrumen dan Tehnik Pengumpul Data ...………. 78

3.6 Uji Coba Instrumen ...……….. 85

3.7 Teknik Analisis Data ... 92

(10)

4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I ... 102

4.1.2. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II ...…… 107

4.2. Pembahasan Penelitian……… 170

4.3. Keterbatasan Penelitian……… 178

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan... 179

5.2. Saran………... 182

DAFTAR PUSTAKA... 183

(11)

DAFTAR TABEL Tabel

Hal

1.1 Rata-rata Nilai Ulangan Harian Matematika Siswa... 2

2.1 Sintaks Pengajaran Berbasis Masalah ... 39

2.2 Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi ... 41

3.1 Kisi-kisi Pemahaman Konsep Matematika ... 78

3.2 Kisi-kisi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 79

3.3 Aspek Penilaian Respon Siswa ... 82

3.4 Aktifitas Guru Selama Proses Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Pendekatan Metakognisi... 84

3.5 Hasil Validasi Perangkat Pembalajaran... 86

3.6 Hasil Validasi Tes Pemahaman Konsep... 87

3.7 Hasil Validasi Tes Pemecahan Masalah... 87

3.8 Hasil Analisis Uji Coba Tes Pemahaman Konsep Matematika... 91

3.9 Hasil Analisis Uji Coba Tes Pemecahan Masalah Matematika... 91

3.10 Hasil Analisis Ujicoba Tes Pemahaman Konsep Matematika Siklus II....………... 92

3.11 Hasil Analisis Ujicoba Tes Pemecahan Masalah Matematika Siklus II...………... 92

3.12 Kriteria Pencapaian Waktu Ideal Aktivitas Siswa... 97

3.13 Kriteria Keberhasilan... 100

4.1 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 1 Siklus I... 102

4.2 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 2 Siklus I... 103

4.3 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 3 Siklus I... 104

4.4 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus I ...………... 105

4.5 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 1 Siklus I ... 107

4.6 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 2 Siklus I ... 108

4.7 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 3 Siklus I ... 109

4.8 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 4 Siklus I ... 110

4.9 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus I.... 111

4.10 Rerata Prosentase Waktu Aktivitas Siswa Siklus I ... 113

4.11 Respon Siswa Kelas X7 Terhadap Komponen dan Kegiatan Pembelajaran Siklus I ... 116

[image:11.595.75.537.113.766.2]
(12)

4.13 Rangkuman Refleksi Siklus I... 135 4.14 Revisi Perangkat Pembelajaran ... 137 4.15 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 1

Siklus II ... 139 4.16 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 2

Siklus II ... 140 4.17 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 3

Siklus II ... 142 4.18 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus II.... 143 4.19 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 1

Siklus II... 145 4.20 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 2

Siklus II... 146 4.21 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 3

Siklus II... 147 4.22 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 4

Siklus II... 149 4.23 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus II.... 150 4.24 Rerata Prosentas Waktu Aktivitas Siswa Siklus II... 152 4.25 Respon Siswa Kelas X7 Terhadap Komponen dan Kegiatan

Pembelajaran Siklus II... 155 4.26 Hasil Observasi Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran

Siklus II... 157 4.27 Rangkuman Refleksi Siklus II... 168 4.28 Presentase Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep

Matematika Siswa Perindikator... 170 4.29 Presentase Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

(13)
[image:13.595.64.540.143.761.2]

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

1.1 Proses Penyelesaian Jawaban Tes Pemahaman Konsep

Matematika Siswa ... 6

1.2 Proses Penyelesaian Jawaban Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 9

3.1 Diagram Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 77

4.1 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 1 Siklus I ... 103

4.2 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 2 Siklus I... 104

4.3 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 3 Siklus I... 105

4.4 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus I... 106

4.5 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 1 Siklus I ... 107

4.6 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 2 Siklus I ... 108

4.7 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 3 Siklus I ... 109

4.8 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 4 Siklus I ... 110

4.9 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus I... 112

4.10 Kadar Aktifitas Siswa Siklus I ... 114

4.11 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Siklus I ... 117

4.12 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Siklus I ... 122

4.13 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 1 Siklus II ..………... 139

4.14 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 2 Siklus II ..………... 141

4.15 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 3 Siklus II ..………... 142

4.16 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus II ..………...………... 144

4.17 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 1 Siklus II ..………... 145

4.18 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 2 Siklus II ..………... 146

4.19 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 3 Siklus II ..………... 148

(14)

4.21 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus II ..………... 151 4.22 Aktifitas Siswa Siklus II ... 152 4.23 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Siklus II ... 156 4.24 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Siklus II ....

160

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 185

2 Lembar Aktifitas Siswa ... 221

3 Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus I ... 251

4 Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus II ... 254

5 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siklus I... 257

6 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siklus II ... 259

7 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep Matematika... 261

8 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 262

9 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman Konsep... 263

10 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 267

11 Lembar Pengamatan Aktifitas Siswa ... 270

12 Angket Respon Siswa ... 272

13 Lembar Observasi Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi ... 273

14 Laporan Hasil Validasi Instrumen Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian... 276

15 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 285

16 Daftar Nama Siswa Kelas X-7 ... 298

17 Daftar Nama Kelompok Siswa Siklus I ... 299

18 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Pada Siklus I ... 300

19 Deskripsi Hasil Tes Pemahaman Konsep Siklus I Perindikator... 301

20 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siklus I ... 303

21 Deskripsi Hasil Tes Pemecahan Masalah Siklus I Perindikator... 304

22 Data Aktivitas Siswa Siklus I ... 306

23 Data Respon Siswa Siklus I ... 307

24 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Siklus I ... 308

25 Daftar Nama Kelompok Siswa Siklus II ... 311

26 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siklus II... 312

27 Deskripsi Hasil Tes Pemahaman Konsep Siklus II Perindikator... 313

28 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siklus II ... 315

(16)
(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sekarang ini

memudahkan kita untuk memperoleh berbagai informasi dengan cepat dari

berbagai belahan dunia. Namun di sisi lain untuk mempelajari keseluruhan

informasi mengenai IPTEK diperlukan kemampuan yang memadai bahkan lebih

untuk memilih yang sesuai dengan budaya kita bahkan mengolah kembali

informasi tersebut menjadi suatu kenyataan. Dampak IPTEK di dalam era

globalisasi dipandang sebagai suatu masalah. Masalah merupakan kesenjangan

antara harapan dengan kenyataan. Menurut Uno (2011:130) menyatakan bahwa :

Seseorang akan merasa mudah memecahkan masalah dengan bantuan matematika, karena ilmu matematika itu sendiri memberikan kebenaran berdasarkan alasan logis dan sistematis. Di samping itu, matematika dapat memudahkan dalam memecahkan masalah karena proses kerja matematika dilalui secara berurut yang meliputi tahap observasi, menebak, menguji hipotesis, mencari analogi dan akhirnya merumuskan teorema-teorema.

Untuk menyelesaikan masalah perlu ada sumber daya manusia yang

handal dan mampu bersaing secara global. Untuk itu diperlukan kemampuan

tingkat tinggi yaitu berpikir logis, kritis, kreatif dan kemampuan kerjasama secara

proaktif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar

matematika. Fungsi mata pelajaran matematika adalah sebagai alat, pola pikir dan

ilmu atau pengetahuan. Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 (Elvis,

2008:25) tentang standar isi, tujuan pembelajaran matematika di sekolah

menengah atas ialah agar peserta didik memiliki kemampuan :

(18)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tingginya tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus

dengan hasil belajar matematika siswa. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil

belajar siswa pada bidang studi matematika kurang menggembirakan. Menurut

catatan Human Development Report 2013 (http://hdr.undp.org/en/statistics/), pada

tahun 2012 HDI (Human Development Index) Indonesia menempati peringkat 121 dan berada pada kategori medium human development. Selain itu, pada

pemeringkatan Programme for International Student Assessment (PISA) terakhir,

kemampuan literasi matematika siswa Indonesia sangat rendah. Indonesia

menempati peringkat ke-61 dari 65 negara peserta pemeringkatan. Peringkat

Indonesia ini kalah jauh dari Thailand yang menempati posisi ke-50 dalam indeks

literasi matematika. Sedangkan urutan terakhir ditempati oleh Kyrgizstan (Nadia,

2013). Hasil yang kurang memuaskan juga berlaku di SMA Negeri 1

Pematangsiantar. Rata-rata nilai ulangan harian untuk tiga kelas dari 13 kelas

[image:18.595.60.529.77.712.2]

belum mencapai ketuntasan seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1.1

Rata-rata nilai ulangan harian matematika Kelas X5, X6 dan X10 SMA Negeri 1 Pematangsiantar

X5 X6 X10

UH 50 45 45

KKM 62 62 62

(19)

Presiden Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI) Drs. Firman Syah

Noor, M.Pd memaparkan berdasarkan hasil penelitian Trend in International

Mathematics and Science Study (TIMMS) yang dilakukan oleh Frederick K. S.

Leung pada 2003, ada tiga penyebab utama mengapa indeks literasi matematika

siswa di Indonesia sangat rendah. "Guru besar University of Hong Kong itu

menyebut lemahnya kurikulum di Indonesia, kurang terlatihnya guru-guru

Indonesia, dan kurangnya dukungan dari lingkungan dan sekolah menjadi

penyebab utama peringkat literasi Matematika siswa kita di urutan bawah," ujar

Firman ketika dihubungi Okezone, Selasa (8/1/2013). Firman juga menjabarkan,

kurikulum pendidikan matematika di Tanah Air belum menekankan pada

pemecahan masalah, melainkan pada hal-hal prosedural. Siswa dilatih menghafal

rumus tetapi kurang menguasai penerapannya dalam memecahkan suatu

masalah. Selain itu, objek materi pelajaran yang diberikan guru juga tidak lengkap

bila dibandingkan dengan kurikulum internasional, misalnya Cambridge. (Nadia,

2013).

Berdasarkan pengamatan awal peneliti, peneliti menemukan bahwa diawal

pembelajaran terlihat siswa kurang antusias dalam menerima pelajaran

matematika. Setelah diadakan wawancara, ternyata siswa merasa bosan dengan

pelajaran tersebut. Pembelajaran dilakukan secara monoton. Guru menjelaskan

pelajaran dan siswa diarahkan mendengarkan penjelasan guru dan mencatat. Hal

tersebut mengakibatkan kurang responnya siswa terhadap pembelajaran. Selain

itu, guru memberikan soal-soal rutin dan siswa diminta untuk menyelesaikan soal

tersebut dengan menggunakan rumus dan aturan-aturan yang ada dalam materi

(20)

pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya dengan materi baru yang sedang

diajarkan. Selain itu guru juga kurang memperhatikan perkembangan belajar

siswa. Siswa tidak diajak untuk bertanya hal-hal yang kurang dimengerti. Kondisi

pembelajaran yang berlangsung dalam kelas membuat siswa pasif. Pembelajaran

seperti diatas dinamakan pembelajaran yang konvensional. Seperti dikatakan

Ansari (2009:2-3) :

Pembelajaran konvensional atau mekanistik menekankan pada latihan mengerjakan soal atau drill dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau algoritma tertentu. Menurut paling tidak ada dua konsekuensinya. Pertama, siswa kurang aktif dan pola pembelajaran ini kurang menanamkan pemahaman konsep sehingga kurang mengundang sikap kritis. Kedua, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal latihan, mereka kebingungan karena tidak tahu harus mulai darimana mereka bekerja.

Pemahaman konsep matematika merupakan salah satu aspek yang penting

dalam matematika. Tim MKPBM (2001:36) menyatakan bahwa konsep adalah ide

abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh

dan non contoh. Indikator pemahaman konsep menurut NCTM (1989:223) adalah:

(1)Mendefenisikan konsep secara verbal dan tulisan; (2) Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh; (3) Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk memprsentasikan suatu konsep ; (4) Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lain; (5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep; (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep ; (7) mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah.

Dalam pembelajaran matematika para siswa dibiasakan untuk memperoleh

pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak

dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Menurut Santrock (2007:352)

menyatakan bahwa :

(21)

mereka. Murid membentuk konsep melalui pengalaman langsung dengan objek atau kejadian dalam dunia mereka.

Belajar matematika dengan pemahaman yang mendalam dan bermakna

akan membawa siswa merasakan manfaat matematika dalam kehidupan

sehari-hari. Pemahaman konsep merupakan tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada

pengetahuan. Misalnya dapat menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri

sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberikan contoh lain dari yang telah

dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Matematika

tidak ada artinya kalau hanya dihafalkan. Kenyataan dilapangan banyak siswa

hanya mampu menghafal konsep tanpa mampu menggunakannya dalam

pemecahan masalah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Trianto (2010:6) yang

menyatakan bahwa :

Kenyataan dilapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Berbicara mengenai proses pembelajaran dan pengajaran yang sering membuat kita kecewa, apalagi dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar.

Seperti halnya dalam menentukan himpunan penyelesaian dari suatu

pertidaksamaan linier. Siswa tidak bisa menghafal setiap penyelesaian dari

persamaan. Siswa hanya perlu konsep dari tanda ketidaksamaan yang digunakan

dalam soal. Sebagai contoh, pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Pematangsiantar

diberikan soal sebagai berikut : Apakah x = 10 merupakan salah satu penyelesaian

dari pertidaksamaan 4

3 1 2 2

1

x

x ? Jelaskan jawabanmu!. Setelah soal ini

(22)
[image:22.595.76.525.86.669.2]

Gambar 1.1. Proses penyelesaian jawaban kemampuan pemahaman konsep siswa

Dari lembar jawaban diatas terlihat bahwa siswa dapat menyelesaiakan

soal tersebut. Siswa menemukan bahwa himpunan penyelesaian dari

pertidaksamaan tersebut adalah {xR│x<12}. Namun mereka tidak memahami makna dari himpunan penyelesaian yang mereka peroleh sehingga siswa

menyimpulkan bahwasanya 10 bukan merupakan penyelesaian dari soal tersebut.

Dengan kata lain, siswa tidak mampu menentukan contoh dan bukan contoh dari

bilangan yang termasuk dalam himpunan penyelsaian. Saat peneliti menanyakan

kepada siswa tentang pengertian himpunan penyelesaian, kebanyakan siswa hanya

diam. Mereka tidak dapat menyatakan pengertian himpunan penyelesaian dengan

bahasa mereka sendiri. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah 30 orang dapat

dilihat hanya 5 orang (16,7 %) yang menjawab dengan benar, 15 orang (50%)

menjawab tetapi salah dan 10 orang (33,3%) tidak menjawab sama sekali.

Kurangnya pemahaman konsep siswa mengakibatkan siswa kurang

mampu menyelesaikan latihan yang berbeda dari soal contoh sehingga

pembelajaran matematika yang berorientasi pada pemahaman siswa perlu

diperhatikan. Pemahaman dapat diartikan kebermaknaan informasi yang disajikan

oleh guru pada struktur kognitif yang dimiliki siswa. Guru hendaknya memilih

(23)

yang sesuai sehingga dapat memotivasi siswa untuk memahami konsep dalam

menyelesaikan masalah dan menciptakan suasana kelas yang mendorong siswa

untuk dapat menemukan sendiri pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan

sebelumnya.

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang

sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya siswa

dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta

keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah.

Sumarmo (2010:5) menyatakan bahwa pemecahan masalah sebagai suatu

pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali

(reinvention) dan memahami materi, konsep dan prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah atau situasi yang kontekstual

kemudian melalui induksi siswa menemukan konsep/prinsip matematika. Hasil

penelitian Capper (Tim MKPBM, 2001:84) menyatakan bahwa pengalaman

siswa, perkembangan kognitif serta minat (keterkaitannya) terhadap matematika

merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

pemecahan masalah. Tingkat kesulitan kemampuan pemecahan masalah harus

disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak. Menurut Polya (Tim MKPBM,

2001:84) menyatakan solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase

penyelesaian yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian,

menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan kembali

terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Hudojo (2005:129) menyatakan :

(24)

dan kemudian ia membimbing siswa-siswanya untuk sampai pada pemecahan masalah.

Pemahaman akan konsep menjadi modal yang cukup penting dalam

melakukan pemecahan masalah, karena dalam menentukan strategi pemecahan

masalah diperlukan penguasaan konsep yang mendasari permasalahan tersebut.

Tim MKPBM (2001:8) mengungkapkan pemecahan masalah merupakan bagian

dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses

pembelajaran maupun penyelesaiannya siswa dimungkinkan memperoleh

pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki

untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin artinya untuk

sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam.

Menurut Polya (Tim MKPBM, 2001:84) soal pemecahan masalah

mencakup empat fase penyelesaian yaitu memahami masalah, merencanakan

penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan

kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Untuk memperoleh data

yang akurat, peneliti melakukan studi kasus awal dengan memberikan tes

pemecahan masalah sebagai berikut : Sepotong kawat sepanjang x cm akan dibuat persegi panjang dengan ukuran panjang sama dengan dua kali ukuran lebar. Jika

persegi panjang yang terbentuk luasnya lebih dari kelilingnya, tentukan panjang

kawat yang memenuhi!. Setelah soal ini diujikan kepada siswa banyak siswa

(25)
[image:25.595.78.525.77.665.2]

Gambar 1.2. Proses penyelesaian jawaban kemampuan pemecahan masalah siswa

Dari lembar jawaban siswa terlihat bahwa :

-Siswa kurang memahami masalah. Lembar jawaban pertama : Terlihat dari

data yang diketahui bahwa siswa menuliskan panjang = 2 x lebar, lebar = 1.

Lembar jawaban kedua : Terlihat dari data yang diketahui bahwa siswa

menuliskan P.kawat = x cm dan P.persegi = 2l.persegi. Kemudian siswa tidak mencantumkan bahwa persegi panjang yang terbentuk luasnya lebih dari

kelilingnya. Dari kedua lembar jawaban siswa terlihat bahwa siswa tidak

dapat mengubah soal tersebut kedalam bahasa matematika. Hal tersebut

terlihat pada data yang ditanyakan dimana kedua siswa langsung menuliskan

panjang kawat yang memenuhi tanpa mengubahnya kedalam bahasa

matematik.

-Siswa tidak dapat merencanakan penyelesaian dengan benar. Lembar jawaban

pertama : Siswa menggambarkan persegi panjang dengan masing-masing

panjang AB=d, BC=a, CD=b dan AD=c dengan a=2 dan c=1. Dari lembar

jawaban terlihat bahwa siswa merencanakan menyelesaiakan soal dengan

mencari nilai dari c bukan panjang kawat yang memenuhi. Sama halnya

(26)

merupakan panjang kawat seluruhnya. Dari lembaran siswa juga terlihat

bahwa siswa berencana menghitung panjang kawat dengan menggunakan

keliling persegi dan langsung mengganti nilai x dengan angka 1. Padahal

dalam tahap ini diharapkan siswa dapat menggunakan data yang diketahui

yaitu luas persegi panjang lebih dari kelilingnya.

-Siswa tidak dapat menyelesaikan masalah sesuai rencana. Karena rencana

yang dibuat tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka siswa pasti tidak

dapat menyelesaikan soal dengan baik. Pada lembar jawaban pertama : siswa

hanya menulis a+b+c tanpa mengerti apa yang harus dikerjakan. Siswa

menemukan nilai c padahal bukan hal tersebut yang diminta dari soal.

Dengan kata lain, siswa tidak mengerti apa yang ditanyakan dari soal. Pada

lembar jawaban kedua : siswa menuliskan bahwa panjang kawat yang

memenuhi = 2p+2l. Kemudian siswa mengganti panjang persegi panjang

dengan angka 2 dan lebar dengan angka 1. Setelah itu, siswa mencari luas

dari persegi panjang dengan mengalikan pxl = 2x1. Sehingga ia

menyimpulkan bahwa panjang kawat yang membentuk persegi panjang

adalah 8cm. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa siswa kurang

memahami hal yang ditanyakan dari soal sehingga tidak dapat menyelesaikan

soal dengan baik.

-Siswa tidak melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang

telah dikerjakan.

Selanjutnya peneliti mengadakan tanya jawab dengan siswa. Sebahagian

besar siswa menyatakan bahwa mereka kesulitan dalam menerjemahkan soal

(27)

menyelesaikannya. Misalnya soal “ukuran panjang sama dengan dua kali ukuran

lebar”. Siswa memisalkan bahwa lebar persegi panjang adalah x, padahal x

merupakan panjang kawat keseluruhan. Dari 30 siswa, tidak ada satupun siswa

yang menjawab benar (0%), 25 siswa (75%) menjawab tetapi salah dan 5 siswa

(25%) tidak menjawab sama sekali. Kutipan ini menunjukkan kegagalan siswa

dalam memecahkan masalah dalam matematika sehingga pembelajaran

matematika yang berorientasi pada pemecahan masalah perlu diperhatikan.

Kemendikbud (2012:9) menyatakan hasil studi TIMSS (Trends in

International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia

berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi

yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat,

prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Saat ini tugas

dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of knowledge),

tetapi sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of learning) agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktifitas seperti pemecahan

masalah, penalaran dan berkomunikasi sebagai wahana pelatihan bepikir kritis

dan kreatif. Sullivan (Ansari, 2009:3) menyatakan:

Peran dan tugas guru sekarang adalah memberi kesempatan belajar maksimal pada siswa dengan jalan (1) melibatkannya secara aktif dalam eksplorasi matematik; (2) mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah ada pada mereka; (3) mendorong agar mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi; (4) mendorong agar berani mengambil resiko dalam menyelesaikan soal; (5) memberi kebebasan berkomunikasi untuk menjelaskan idenya dan mendengarkan ide temannya.

Proses pembelajaran yang dilakukan disekolah berkaitan dengan ranah

kognitif, afektif, psikomotorik dan disertai pembelajaran metakognitif. Hal

(28)

dilaksanakan berhubungan dengan ranah kognitif, afektif, psikomotorik dan

disertai pembelajaran metakognitif akan memungkinkan peningkatan kesadaran

siswa terhadap apa yang dipelajari. Metakognisi adalah kesadaran berpikir tentang

apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Menurut Tim MKPBM

(2001:95) bahwa :

Metakognisi adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Dengan kemampuan seperti ini seseorang dimungkinkan memiliki kemampuan tinggi dalam pemecahan masalah, karena dalam setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan :”apa yang saya kerjakan?”, “mengapa saya mengerjakan ini?”, ”hal apa yang bisa membantu saya dalam menyelesaikan masalah ini?”

Kemampuan metakognisi siswa dapat diberdayakan melalui

strategi-strategi pembelajaran di sekolah. Menurut Miranda (2010:4) menyatakan bahwa :

Mengidentifikasi ide-ide penting dengan menggarisbawahi atau menemukan kata kunci pada bahan bacaan, kemudian merangkai menjadi satu kalimat dan menulis kembali pada jurnal belajar, meramalkan hasil, memutuskan bagaimana menggunakan waktu dan mengulang informasi merupakan ketrampilan tingkat tinggi. Strategi yang digunakan untuk mengetahui proses kognitif seseorang dan cara berpikir tentang bagaimana informasi diproses dikenal sebagai strategi metakognitif (Arends, 1998). Jika siswa telah memiliki metakognisi, siswa akan terampil dalam strategi metakognitif. Siswa yang terampil dalam strategi metakognitif akan lebih cepat menjadi anak yang mandiri.

Sudiarta (2006) menemukan bahwa siswa sering berhasil memecahkan

masalah matematika tertentu tetapi gagal jika konteks masalah matematika

tersebut sedikit berubah. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa berpikir

tingkat metakognitif. Penerapan pendekatan metakognisi dalam pemecahan

masalah tidak semata-mata bertujuan untuk mencari jawaban yang benar, tetapi

(29)

metakognisi diyakini membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan

pemahaman konsep siswa menjadi lebih mendalam dan luas penerapannya.

Risnanosanti (2008:115) menyatakan :

Hasil siswa yang menguasai kemampuan metakognitif akan menjadi lebih berkemampuan dalam menghadapi permasalahan. Siswa juga akan memperoleh keuntungan terutama rasa percaya diri dan menjadi lebih independen sebagai pembelajar, bahkan siswa yang berkemampuan rendah akan tetapi aktif belajar dengan proses metakognitif ternyata menjadi lebih mampu memecahkan permasalahan standard dibanding siswa yang sama yang tidak belajar dengan pengajaran metakognitif.

Prosedur pembelajaran dengan pendekatan metakognisi, mengadopsi

model Mayer (Fauzi, 2010:30-32) yang lebih dominan mengembangkan

metacognitive questioning dari metode IMPROVE (Introducing the new concepts,

Metacognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulties, Obtaining mastery, Verification and Enrichment) adalah dengan menyajikan pelajaran dalam tiga tahapan yaitu tahap pertama adalah diskusi awal, tahap kedua

siswa bekerja secara mandiri dan kelompok untuk berlatih mengajukan dan

menjawab pertanyaan metakognitifnya dalam memecahkan masalah matematisnya

dan tahap ketiga adalah membuat simpulan atas apa yang dilakukan dikelas

dengan menjawab pertanyaan. Dengan demikian pendekatan metakognisi

diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan

masalah siswa. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematik dengan pendekatan

metakognisi pada umumnya positif.

Pembelajaran Berbasis Masalah (BPM) dari perspektif pedagogik berpijak

pada teori belajar konstruktivisme. Menurut Arends (Trianto, 2010:92) pengajaran

berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa

(30)

pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir

tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Dalam

pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat memampukan siswa menguasai

konsep dan memecahkan masalah dengan kebiasaan berpikir kritis, logis,

sitematis, dan terstruktur. Menurut Sinaga (2007:8) bahwa :

Pembelajaran berdasarkan masalah berusaha untuk memandirikan siswa. Tuntutan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk bertanya dan mencari solusi masalah nyata (autentik) dengan cara mereka sendiri dan siswa menampilkan hasil kerja dengan kebebasan berpikir dan dorongan inkuiri terbuka.

Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu

siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan

keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui

pelibatan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi

pembelajar yang otonom dan mandiri. Hasil penelitian Sinaga (2007:319)

menunjukkan bahwa dengan menggunakan model PBM-B3 menunjukkan

ketercapaian ketuntasan belajar siswa secara klasikal, prosentase waktu ideal

untuk setiap kategori aktivitas siswa dan guru sudah dipenuhi, rata-rata nilai

kategori kemampuan guru mengelola pembelajaran termasuk kategori cukup baik

dan respons siswa dan guru terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran adalah

positif. Selain itu disarankan bahwa penerapan Model PBM-B3 dapat dijadikan

alternatif jawaban untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan siswa

memecahkan masalah serta meningkatkan minat siswa belajar dalam matematika.

Dengan demikian diharapkan pembelajaran berbasis masalah dapat

meningkatkan pemahaman konsep dan pemecahan masalah siswa.

(31)

penelitian tentang upaya meningkatkan pemahaman konsep dan

pemecahan masalah matematik siswa melalui penerapan pembelajaran

berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang di atas, dapat

diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Pola pembelajaran yang diterapkan guru di sekolah masih konvensional.

2. Pemahaman konsep matematik siswa masih rendah.

3. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematik masih rendah.

4. Dalam proses pembelajaran guru kurang mengaktifkan siswa.

5. Respon siswa terhadap pelajaran matematika masih kurang baik.

6. Minat siswa terhadap matematik kurang positif.

1.3Batasan Masalah

Berbagai masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang

cukup luas dan kompleks serta cakupan materi matematika yang sangat banyak.

Agar penelitian ini lebih fokus, maka masalah yang akan diteliti fokus pada :

1. Pemahaman konsep matematik siswa masih rendah, akan ditingkatkan

melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi.

2. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematik masih rendah,

akan ditingkatkan melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah

dengan pendekatan metakognisi.

3. Dalam proses pembelajaran guru kurangnya mengaktifkan siswa.

(32)

5. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal matematika masih

terfokus pada pengerjaan guru.

1.4Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematik siswa

yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan metakognisi?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan metakognisi?

3. Bagaimana kadar aktivitas aktif siswa yang diajar melalui penerapan

pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi?

4. Bagaimana respon siswa yang diajar melalui penerapan pembelajaran

berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi?

5. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran selama

pembelajaran pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi berlangsung?

6. Bagaimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang

diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan metakognisi?

1.5Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan yang diajukan dalam penelitian ini, maka yang

(33)

1. Mengetahui peningkatan pemahaman konsep matematik siswa yang diajar

melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi.

2. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik

siswa yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah

dengan pendekatan metakognisi.

3. Mendeskripsikan kadar aktivitas aktif siswa selama pembelajaran melalui

penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi.

4. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran melalui penerapan

pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

5. Mengetahui kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran selama

pembelajaran pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi berlangsung.

6. Mengetahui proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan

soal-soal melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan metakognisi.

1.6Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para guru untuk menerapkan

pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi dalam

belajar yang memperhatikan peningkatan kemampuan pemahaman konsep

(34)

2. Sebagai alternatif pembelajaran yang diharapkan dapat membuat siswa

lebih aktif dalam penemuan sendiri akan konsep-konsep matematika dan

mengoptimalkan pemahaman konsep dan kemampuan pemecahaan

masalah.

3. Sebagai bahan informasi dalam mendesain bahan ajar matematika yang

berorientasi pada aktifitas siswa.

4. Bahan informasi lanjutan bagi peneliti lainnya yang dapat digunakan

sebagai bahan untuk pengembangan dalam inovasi proses belajar dan

usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran.

1.7Defenisi Operasional

Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan

dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep dan

istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pemahaman konsep adalah mencakup tiga indikator yaitu : (1) menyatakan

ulang sebuah konsep; (2) memberi contoh dan bukan contoh dan (3)

mengaplikasikan konsep.

2. Pemecahan masalah adalah mencakup empat langkah-langkah penyelesaian

masalah yaitu (1) memahami masalah; (2) merencanakan pemecahan; (3)

melakukan perhitungan dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh.

3. Metakognisi adalah kesadaran strategi berpikir tentang apa yang dipikirkan.

4. Pendekatan metakognisi adalah cara membangun kesadaran strategi berfikir

tentang apa yang dipikirkan siswa melalui mengajukan pertanyaan,

mengingatkan kembali informasi yang penting, menguji pemahaman,

(35)

yang terkait dengan masalah yang dipecahkan. Dalam pendekatan

metakognisi terdapat tiga tahapan yaitu (1) diskusi awal ; (2) siswa bekerja

secara mandiri dan kelompok untuk berlatih mengajukan dan menjawab

pertanyaan metakognitifnya dalam memecahkan masalah matematisnya dan

(3) membuat simpulan atas apa yang dilakukan dikelas dengan menjawab

pertanyaan.

5. Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang mengacu pada

lima langkah pokok yaitu (1) orientasi siswa pada masalah ; (2)

mengorganisasi siswa untuk belajar ; (3) membimbing investigasi individual

maupun kelompok ; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan

(5) menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah.

6. Aktifitas aktif siswa adalah kegiatan siswa dalam proses

pembelajaran yang meliputi membaca (buku siswa, LAS, sumber pelajaran

yang relevan dengan materi pelajaran), menulis yang relevan dengan

kegiatan (menulis penjelasan guru, menyelesaikan masalah, membuat

rangkuman, mencatat dari buku teman atau penjelasan guru, mengerjakan

LAS), berdiskusi dan bertanya antara siswa dengan siswa, berdiskusi atau

bertanya antara siswa dengan guru (menanggapi pertanyaan guru, bertanya

pada guru).

7. Respons siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran adalah

pendapat siswa tentang senang/tidak senang dan baru/tidak baru terhadap

komponen dan kegiatan pembelajaran, siswa berminat mengikuti

pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

(36)

terhadap keterbacaan buku siswa, lembar kegiatan siswa, penggunaan

bahasa dan penampilan guru dalam pelaksanaan pembelajaran.

8. Proses jawaban siswa adalah hasil jawaban siswa terkait pemahaman konsep

dan pemecahan masalah. Hasil jawaban siswa akan dianalisis berdasarkan

(1) kesalahan dan kesulitan siswa menyelesaikan soal ; (2) langkah-langkah

pengerjaan soal dan (3) tahapan indikator pemahaman konsep dan

(37)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan

Berdasarkan temuan, hasil analisis data penetilian dan pembahasan

penelitian yang telah diuraikan pada bab III dikemukakan beberapa simpulan

sebagai berikut :

1. Hasil tindakan pada siklus I setelah diberikan tes pemahaman konsep

matematika siswa terdapat 18 dari 32 siswa yang mengikuti tes memiliki nilai

dengan kategori minimal sedang atau sebesar 56,3% siswa memiliki tingkat

pemahaman konsep matematika secara klasikal. Kemudian setelah tindakan

diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II sebanyak dua kali pertemuan siswa

kembali diberi tes kemampuan pemahaman konsep matematika siswa, terdapat

27 dari 32 siswa yang mengikuti tes memiliki nilai dengan kategori minimal

sedang. Tingkat keberhasilan pada siklus II ini secara klasikal sebesar 84,4%.

Hal ini berarti ada peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika

siswa dari siklus I ke siklus II.

2. Hasil tindakan pada siklus I setelah diberikan tes pemecahan masalah

matematika siswa, terdapat 15 dari 32 siswa yang mengikuti tes pemecahan

masalah matematika memiliki nilai dengan kategori minimal sedang atau

sebesar 53,1% siswa memiliki tingkat pemecahan masalah matematika secara

klasikal. Kemudian setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II

sebanyak dua kali pertemuan siswa kembali diberi tes kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa, terdapat 26 dari 32 siswa yang mengikuti tes

(38)

sedang. Tingkat keberhasilan pada siklus II ini secara klasikal sebesar 81,2%.

Hal ini berarti ada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa dari siklus I ke siklus II.

3. Hasil observasi aktivitas siswa pada tindakan siklus I terdapat dua dari lima

kategori pengamatan aktivitas aktif siswa berada pada batas toleransi yang

ditentukan dan setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II

diperoleh lima dari lima kategori pengamatan aktivitas aktif siswa telah berada

pada batas toleransi yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya

peningkatan kadar aktivitas aktif siswa dari siklus I ke siklus II.

4. Hasil observasi respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan metakognisi menunjukkan bahwa pada siklus I persentase respon

siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi

adalah 93,36% siswa memberikan respon yang positif. Setelah tindakan

diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II terdapat 95,12% siswa yang

memberikan respon positif. Hal ini menujukkan adanya peningkatan respon

siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi

dari siklus I ke siklus II.

5. Hasil observasi terhadap kemampuan guru mengelola pembelajaran pada siklus

I aspek penilaian kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berbasis

masalah dengan pendekatan metakognisi berada pada kategori baik (3,82).

Setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II aspek penilaian

kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan metakognisi berada pada kategori baik (3,96). Hal tersebut terlihat

(39)

menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran dari siklus I ke siklus II.

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan penelitian yang diuraikan diatas, dapat

dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Kepada Guru

a. Pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi

merupakan salah satu alternatif bagi guru matematika dalam

mengajarkan materi pelajaran matematika.

b. Dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi sebaiknya pada awal pembelajaran menjelaskan aturan

main kelima tahapan dalam proses pembelajaran yang diharapkan,

memiliki kemampuan yang memadai dalam mengantisipasi skenario

pembelajararan yang telah direncanakan ketika situasi kondisi tidak

sesuai dengan harapan.

c. Dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi sebaiknya guru sering mengajukan pertanyaan,

mengingatkan kembali informasi yang penting, menguji pemahaman

siswa, mengarahakan siswa menandai hal-hal yang penting dan

memberikan informasi yang penting terkait masalah yang dipecahkan.

Selain itu membentuk pemimpin diskusi untuk menjamin kelangsungan

diskusi secara teratur dan tertib sehingga peserta benar-benar

(40)

d. Karena pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi

memerlukan waktu yang relatif banyak, maka dalam pelaksanaanya

guru diharapkan dapat mengefektifkan waktu dengan sebaik-baiknya

terutama dalam hal mengerjakan LAS dan pembentukan kelompok.

2. Kepada peneliti Lanjutan

a. Untuk penelitian lebih lanjut yang tertarik melakukan penelitian dengan

pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi

diharapkan mengembangkan dengan permasalahan-permasalahan yang lebih

banyak dan diterapkan untuk subyek dan kajian yang berbeda.

b. Pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi dapat

dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kemampuan matematika

lain yang belum diteliti.

c. Jumlah pertemuan yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, V. 2011. Peningkatkan Pemahaman Konsep Dan Komunikasi Matematik Siswa Dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing Berbantuan Software Autograph. Tesis pada PPs UNIMED Medan : Tidak diterbitkan.

Ansari, B. I. 2009. Komunikasi Matematika. Banda Aceh : PeNa.

Arikunto, S. 2006. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Dahar, R. W. 2011. Teori – Teori Belajar dan Pemebelajaran. Jakarta : Erlangga.

Dorhayani. 2009. Keefektifan Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Rantau Selatan Rantauprapat.Tesis pada PPs UNIMED Medan : Tidak diterbitkan.

Elvis, E. 2008. Mengembangkan Kemampuan Menalar dan Memecahkan Masalah melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika “PARADIKMA”, Vol. 1 No. 1, Juni 2008. Medan : Program Studi Pendidikan Matematika PPs UNIMED.

Fauzi, A. 2010. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada PPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan. Hacker, D. J. 2009. Handbook Of Metacognition In Education. New York :

Routledge.

Hamalik, O. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud.

Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang : Universitas Negeri Malang.

Human Development Report. 2013. Human Development Index (HDI) - 2012 Rankings.http://hdr.undp.org/en/statistics/ di download 13 februari 2013. Idaman, Sahabat. 2012. Teori Belajar Kognitif dan Metakognitif.

http://www.scribd.com/doc/97024609/Makalah-Kognitif-metakognitif Makalah : di download Oktober 2012.

Laurens, T. 2011. Metakognisi dalam Pembelajaran Matematika. Seminar

Nasional Matematika Juli 2011.

(42)

Kemendikbud. 2012. Dokumen kurikulum 2013. http://www.kangmartho.files.wordpress.com201301dokumen-kurikulum-2013.pdf

Marzuki. 2012. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsung. Tesis pada PPs UNIMED Medan : Tidak diterbitkan.

Miranda, Y. 2010. Pembelajaran Metakognitif dalam Strategi Kooperatif Think – Pair – Share dan Think – Pair – Share + Metakognitif terhadap Kemampuan Metakognitif Siswa pada Biologi di SMA Negeri Palangkaraya. Palangkaraya : FKIP Universitas Palangkaraya. http://www.ilmupendidikan.net/2010/03/16/pembelajaran-metakognitif.php

Nadia, R. 2013. Penyebab Indeks Matematika Siswa RI Terendah Di Dunia .http://kampus.okezone.com/read/2013/01/08/373/743021/penyebab-indeks-matematika-siswa-ri-terendah-di-dunia di download 08 Januari 2013.

NCTM. 1989. Curriculum and Standard for school mathematics. Reston, V.A : NCTM.

Risnanosanti, 2008. Melatih kemampuan metakognitif siswa dalam Pembelajaran matematika. Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika 2008.

Ruseffendi, H.E.T. 1998. Dasar – Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. IKIP Semarang Press.

Rusman. 2011. Model – Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group.

Santrock, J. W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Kencana.

Sardiman, A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Sembiring, S. 2007. Pelajaran Matematika untuk SMA/MA Kelas X Semester 1 & 2. Bandung : Yrama Widya.

(43)

Sudiarta, I. G. 2006. Penerapan Strategi Pembelajaran Berorientasi Pemecahan Masalah dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Statistika Matematika I Tahun 2006/2007. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran “UNDIKSHA” No.3 TH.XXXX Juli 2007, FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha.

http://www.scribd.com/doc/136272784/PEMAHAMAN-KONSEP-2

Sudjana, N. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Suhendra. 2005. Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kelompok Belajar Kecil untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA Pada Aspek Problem Solving Matematik. Tesis pada PPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan. Sumarno, J. 2007. Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika melalui

Pembelajaran dengan Strategi Metakognitif. Jurnal Pendidikan “WIDYATAMA” Vol.4 No.4, Desember 2007. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=10259

Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah. Bandung : FMIPA UPI. http://www.scribd.com/doc/76353753/Berfikir-Dan-Disposisi-Matematik-Utari

Tim Pelatihan Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta : Depdikbud.

Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA : UPI Bandung.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Jakarta : Kencana.

Gambar

 Tabel
Gambar
Tabel 1.1 Rata-rata nilai ulangan harian  matematika
Gambar 1.1. Proses penyelesaian jawaban kemampuan pemahaman
+2

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen Waktu dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Berwirausaha “. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian

Untuk mengetahui adakah pengaruh tipe kepribadian dengan derajat hipertensi pada pasien hipertensi wanita usia 30-50 tahun di puskesmas Gilingan Surakarta..

Dilihat dari ada atau tidak adanya kendala, maka pemrograman geometrik dapat dibedakan menjadi pemrograman geometrik takberkendala, dan pemrograman geometrik berkendala.

[r]

A cubical glass tank with sides of length one metre is placed on a horizontal table and half filled with water.. Thus, the depth of the water in the tank (the distance of the surface

liebih lanjut, bila dilakukan proses elr-i menggunakan alkohol mumi (hkm teknis) pada suhu yang lebih tinggi daripada suhu m g yang masih aman bagi keutuhan

Penambahan yogurt sinbiotik pada produk es krim diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi yogurt, sekaligus untuk memperbaiki kesehatan

Berdasarkan analisis statistik kelangsungan hidup ikan nila selama 30 hari perlakuan pakan (Lampiran 2) menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P&gt;0,05) antara