UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK
SISWA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN
PENDEKATAN METAKOGNISI
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
MARIA OLIVIA PURBA 8106172038
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
MARIA OLIVIA PURBA. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi. Tesis. Medan : Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2015.
Tujuan dari penelitian ini untuk : (1) mengetahui peningkatan pemahaman konsep matematika siswa yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (2) mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (3) mendeskripsikan kadar aktivitas aktif siswa selama pembelajaran melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (4) mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (5) mengetahui kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran selama pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi berlangsung dan (6) mengetahui proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal-soal melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X7 SMA Negeri 1 Pematangsiantar Tahun Ajaran 2013/2014 dengan banyak siswa keseluruhan adalah 32 orang dengan objek penelitian adalah penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematika siswa. Instrumen yang digunakan terdiri dari : (1) tes kemampuan pemahaman konsep matematika, (2) tes kemampuan pemecahan masalah matematika dan (3) lembar observasi. Seluruh instrumen yang digunakan telah divalidasi oleh pakar dan diujicobakan di lapangan, hasilnya disimpulkan bahwa : (1) seluruh butir tes adalah valid dan memiliki tingkat reliabilitas dengan kategori baik, (2) lembar observasi telah divalidasi oleh pakar dan dinyatakan layak digunakan dalam penelitian.
Penelitian terdiri dari dua siklus dan tes diberikan pada setiap akhir siklus. Hasil tindakan siklus I dan II : (1) Hasil tes pemahaman konsep matematika siklus I sebesar 56,3% siswa memiliki tingkat kemampuan minimal sedang, pada siklus II sebesar 84,4%. Artinya ada peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa dari siklus I ke siklus II yaitu sebesar 28,1%; (2) Hasil tes pemecahan masalah matematika siswa siklus I sebesar 53,1% siswa memiliki tingkat kemampuan minimal sedang, pada siklus II sebesar 81,2%. Artinya ada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dari siklus I ke siklus II yaitu sebesar 28,1%; (3) Kadar aktifitas aktif siswa pada siklus I terdapat dua dari lima kategori pengamatan yang berada pada batas toleransi waktu, pada siklus II terdapat lima dari lima kategori pengamatan berada pada batas waktu toleransi; (4) Respon siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi pada siklus I dan II termasuk dalam kategori respon positif; (5). Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi berada pada kategori baik.
saran selanjutnya : (1) kepada lembaga terkait dapat mensosialisasikan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematika siswa, (2) kepada guru dapat menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi pada pembelajaran matematika sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif, (3) kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada pokok bahasan dan kemampuan matematik yang lain dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.
ABSTRACT
MARIA OLIVIA PURBA. Efforts to Improve Comprehension Ability of Mathematics Concepts and Mathematics Problem Solving Ability Students Through the Application of Problem Based Learning Approach Metacognition. Thesis. Field: Mathematics Education Program Post-Graduate Studies, State University of Medan, in 2015.
The purpose of this study was to : (1) determine an improved understanding of the mathematical concepts that students are taught through the application of problem-based learning approach to metacognition, (2) determine the increase in mathematical solving ability of students who are taught through the application of problem-based learning with metacognitive approach, (3 ) describe the levels of active student activity during the learning through the implementation of problem-based learning approach to metacognition, (4) evaluate the response of students towards learning through the implementation of problem-based learning approach to metacognition, (5) determine the ability of the teacher to manage learning for learning problem-based learning approach metacognition takes place and (6) knowing the answers that the students in solving problems through the application of problem-based learning approach to metacognition.
This research is a class act. Subjects in this study were grade students of SMA Negeri 1 Pematangsiantar X7 academic year 2013/2014 the number of students overall are 32 people with the object of research is the application of problem-based learning approach to metacognition as an effort to improve understanding of mathematical concepts and problem solving students. The instrument used consisted of : (1) tests the ability of understanding of mathematical concepts, (2) test the ability of solving mathematical problems, and (3) the observation sheet. The entire instrument used has been validated by experts and tested in the field, the results conclude that: (1) whole grains test is valid and has a good level of reliability with the category, (2) the observation sheet has been validated by experts and declared fit for use in research.
The study consisted of two cycles and tests given at the end of each cycle. Results of cycle I and II : (1) The results of tests understanding of mathematical concepts first cycle of 56.3% of students have a minimum level of ability is, in the second cycle of 84.4%. This means that there is an increase in students' comprehension of mathematical concepts from the first cycle to the second cycle is equal to 28.1%; (2) The results of students' mathematical problem solving test first cycle of 53,1% of students have a minimum level of ability is, in the second cycle of 81.2%. This means that there is an increase in mathematical problem-solving ability of students from the first cycle to the second cycle is equal to 28,1%; (3) Levels of activity of active students in the first cycle of the five categories, there are two observations that are within the tolerance limits of time, on the second cycle there are five of five categories of observations are on a time limit of tolerance; (4) The response of students to the problem-based learning model with the approach of metacognition in cycle I and II are included in the category of positive response; (5). The ability of teachers to manage problem-based learning with metacognitive approaches are in good category.
socialize with the problem-based learning model approach to improve understanding of metacognition in mathematical problem solving concepts and students, (2) the teacher can use a problem-based learning model with metacognitive approach to learning mathematics as an alternative for implementing innovative math learning, (3) to other researchers can continue research on the subject and the ability of others to use the mathematical model of the problem-based learning approach to metacognition.
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas kasih dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Siswa Melalui Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi”. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M. Pd.)
Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri
Medan.
Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang terlibat membantu
penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, selaku Rektor beserta staf-stafnya di
Universitas Negeri Medan, Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd.,
Bapak Syarifuddin, M.Sc.,Ph.D, dan Bapak Prof. Dr. Abdul Hasan Saragih,
M.Pd, berturut-turut selaku Direktur, Asisten Direktur I, dan II Program
Pascasarjana Unimed. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Bapak Prof. Dr.
Hasratuddin, M.Pd, berturut-turut selaku Ketua dan Sekretaris Prodi
Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unimed dan Bapak Dapot Tua
Manullang, SE., M.Si sebagai pegawai di Prodi Matematika yang telah banyak
membantu penulis dalam urusan administrasi selama perkuliahan hingga
2. Bapak Prof. Bornok Sinaga, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd,
selaku Pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis sejak awal sampai dengan selesainya penulisan tesis ini. Bapak
Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi, M.Pd, Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, MS, dan
Bapak Prof. Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd selaku narasumber yang telah
memberikan masukan dan saran mulai dari rencana penelitian sampai
selesainya penyusunan tesis ini.
3. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Program Studi Pendidikan Matematika
yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna bagi penulis
dalam menjalankan tugas-tugas sesuai dengan profesi penulis.
4. Bapak Drs. Hinsa Simatupang selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1
Pematangsiantar yang telah membantu penulis selama penelitian.
5. Orang tuaku tercinta Ayahanda Ir. Joriaman Purba dan Ibunda B.Rosmawaty
Sinaga, Ayah mertua Ludin Silalahi dan Ibu mertua Alija Purba yang
memberikan motivasi kepada penulis selama mengikuti perkuliahan dan dalam
menyelesaikan penyusunan tesis ini.Penulis juga sampaikan rasa terima kasih
kepada Abang dan kakak penulis Daniel Victoryus Purba,ST dan Rohma Sari
Saragih,Amd , Adik penulis Honesty Marta Purba serta ponakanku Bee Emily
Daniella Purba yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat untuk
penulis.
6. Kekasih hati, suamiku tercinta Johansen Silalahi, S.Hut sebagai motivator yang
luar biasa yang senantiasa memberikan motivasi, bantuan moral dan doa
tersayang Aulia Margaret Zwageri Silalahi, kehadiranmu menambah semangat
bagi bunda dalam menyelesaiakan tesis ini.
7. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan selama
perkuliahan terkhusus N.F.Susanti Tamba yang senantiasa bersama berjuang
dalam penyusunan tesis ini.
8. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang tidak
dapat penulis ucapkan satu persatu yang telah mendukung dan memberikan
bantuan selama penulisan tesis ini.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyelesaian tesis ini,
namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata
bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya tesis ini
bermanfaat. Tuhan memberkati.
Medan, Februari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Hal LEMBAR PERSETUJUAN
ABSTRAK... i
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR……….. iv
DAFTAR ISI ……….. vi
DAFTAR TABEL ……….. viii
DAFTAR GAMBAR……….. x
DAFTAR LAMPIRAN ………...……….... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………....…….. 1
1.2 Identifikasi Masalah ………..…. 15
1.3 Pembatasan Masalah ………..… 15
1.4 Rumusan Masalah ……….. 16
1.5 Tujuan Penelitian ……… 16
1.6 Manfaat Penelitian ………... 17
1.7 Definisi Operasional ……… 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Pemahaman Konsep...……….. 21
2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah………... 24
2.3 Pendekatan Metakognisi ... 28
2.4 Pembelajaran Berbasis Masalah...…………... 36
2.5 Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi ……...… 40
2.6 Aktifitas Belajar Siswa dalam Proses Pembelajaran..…….. 43
2.7 Respon Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 47
2.8 Proses Jawaban Siswa...………. 48
2.9 Teori Belajar ...……….. 49
2.10 Kajian Teori...………. 57
2.11 Penelitian yang Relevan ... 59
2.12 Kerangka Konseptual ...……… 63
2.13 Hipotesis Tindakan ...……… 68
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ………. 69
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian……… 69
3.3 Subjek dan Objek Penlitian ...……… 70
3.4 Prosedur dan Desain Penelitian……….. 71
3.5 Instrumen dan Tehnik Pengumpul Data ...………. 78
3.6 Uji Coba Instrumen ...……….. 85
3.7 Teknik Analisis Data ... 92
4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I ... 102
4.1.2. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II ...…… 107
4.2. Pembahasan Penelitian……… 170
4.3. Keterbatasan Penelitian……… 178
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan... 179
5.2. Saran………... 182
DAFTAR PUSTAKA... 183
DAFTAR TABEL Tabel
Hal
1.1 Rata-rata Nilai Ulangan Harian Matematika Siswa... 2
2.1 Sintaks Pengajaran Berbasis Masalah ... 39
2.2 Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi ... 41
3.1 Kisi-kisi Pemahaman Konsep Matematika ... 78
3.2 Kisi-kisi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 79
3.3 Aspek Penilaian Respon Siswa ... 82
3.4 Aktifitas Guru Selama Proses Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Pendekatan Metakognisi... 84
3.5 Hasil Validasi Perangkat Pembalajaran... 86
3.6 Hasil Validasi Tes Pemahaman Konsep... 87
3.7 Hasil Validasi Tes Pemecahan Masalah... 87
3.8 Hasil Analisis Uji Coba Tes Pemahaman Konsep Matematika... 91
3.9 Hasil Analisis Uji Coba Tes Pemecahan Masalah Matematika... 91
3.10 Hasil Analisis Ujicoba Tes Pemahaman Konsep Matematika Siklus II....………... 92
3.11 Hasil Analisis Ujicoba Tes Pemecahan Masalah Matematika Siklus II...………... 92
3.12 Kriteria Pencapaian Waktu Ideal Aktivitas Siswa... 97
3.13 Kriteria Keberhasilan... 100
4.1 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 1 Siklus I... 102
4.2 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 2 Siklus I... 103
4.3 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 3 Siklus I... 104
4.4 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus I ...………... 105
4.5 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 1 Siklus I ... 107
4.6 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 2 Siklus I ... 108
4.7 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 3 Siklus I ... 109
4.8 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 4 Siklus I ... 110
4.9 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus I.... 111
4.10 Rerata Prosentase Waktu Aktivitas Siswa Siklus I ... 113
4.11 Respon Siswa Kelas X7 Terhadap Komponen dan Kegiatan Pembelajaran Siklus I ... 116
[image:11.595.75.537.113.766.2]4.13 Rangkuman Refleksi Siklus I... 135 4.14 Revisi Perangkat Pembelajaran ... 137 4.15 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 1
Siklus II ... 139 4.16 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 2
Siklus II ... 140 4.17 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 3
Siklus II ... 142 4.18 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus II.... 143 4.19 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 1
Siklus II... 145 4.20 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 2
Siklus II... 146 4.21 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 3
Siklus II... 147 4.22 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 4
Siklus II... 149 4.23 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus II.... 150 4.24 Rerata Prosentas Waktu Aktivitas Siswa Siklus II... 152 4.25 Respon Siswa Kelas X7 Terhadap Komponen dan Kegiatan
Pembelajaran Siklus II... 155 4.26 Hasil Observasi Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran
Siklus II... 157 4.27 Rangkuman Refleksi Siklus II... 168 4.28 Presentase Peningkatan Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematika Siswa Perindikator... 170 4.29 Presentase Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1.1 Proses Penyelesaian Jawaban Tes Pemahaman Konsep
Matematika Siswa ... 6
1.2 Proses Penyelesaian Jawaban Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 9
3.1 Diagram Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 77
4.1 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 1 Siklus I ... 103
4.2 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 2 Siklus I... 104
4.3 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 3 Siklus I... 105
4.4 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus I... 106
4.5 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 1 Siklus I ... 107
4.6 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 2 Siklus I ... 108
4.7 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 3 Siklus I ... 109
4.8 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 4 Siklus I ... 110
4.9 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus I... 112
4.10 Kadar Aktifitas Siswa Siklus I ... 114
4.11 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Siklus I ... 117
4.12 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Siklus I ... 122
4.13 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 1 Siklus II ..………... 139
4.14 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 2 Siklus II ..………... 141
4.15 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Indikator 3 Siklus II ..………... 142
4.16 Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus II ..………...………... 144
4.17 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 1 Siklus II ..………... 145
4.18 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 2 Siklus II ..………... 146
4.19 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Indikator 3 Siklus II ..………... 148
4.21 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus II ..………... 151 4.22 Aktifitas Siswa Siklus II ... 152 4.23 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Siklus II ... 156 4.24 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Siklus II ....
160
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal
1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 185
2 Lembar Aktifitas Siswa ... 221
3 Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus I ... 251
4 Tes Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus II ... 254
5 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siklus I... 257
6 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siklus II ... 259
7 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep Matematika... 261
8 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 262
9 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman Konsep... 263
10 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 267
11 Lembar Pengamatan Aktifitas Siswa ... 270
12 Angket Respon Siswa ... 272
13 Lembar Observasi Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi ... 273
14 Laporan Hasil Validasi Instrumen Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian... 276
15 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 285
16 Daftar Nama Siswa Kelas X-7 ... 298
17 Daftar Nama Kelompok Siswa Siklus I ... 299
18 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Pada Siklus I ... 300
19 Deskripsi Hasil Tes Pemahaman Konsep Siklus I Perindikator... 301
20 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siklus I ... 303
21 Deskripsi Hasil Tes Pemecahan Masalah Siklus I Perindikator... 304
22 Data Aktivitas Siswa Siklus I ... 306
23 Data Respon Siswa Siklus I ... 307
24 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Siklus I ... 308
25 Daftar Nama Kelompok Siswa Siklus II ... 311
26 Hasil Tes Pemahaman Konsep Matematika Siklus II... 312
27 Deskripsi Hasil Tes Pemahaman Konsep Siklus II Perindikator... 313
28 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siklus II ... 315
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sekarang ini
memudahkan kita untuk memperoleh berbagai informasi dengan cepat dari
berbagai belahan dunia. Namun di sisi lain untuk mempelajari keseluruhan
informasi mengenai IPTEK diperlukan kemampuan yang memadai bahkan lebih
untuk memilih yang sesuai dengan budaya kita bahkan mengolah kembali
informasi tersebut menjadi suatu kenyataan. Dampak IPTEK di dalam era
globalisasi dipandang sebagai suatu masalah. Masalah merupakan kesenjangan
antara harapan dengan kenyataan. Menurut Uno (2011:130) menyatakan bahwa :
Seseorang akan merasa mudah memecahkan masalah dengan bantuan matematika, karena ilmu matematika itu sendiri memberikan kebenaran berdasarkan alasan logis dan sistematis. Di samping itu, matematika dapat memudahkan dalam memecahkan masalah karena proses kerja matematika dilalui secara berurut yang meliputi tahap observasi, menebak, menguji hipotesis, mencari analogi dan akhirnya merumuskan teorema-teorema.
Untuk menyelesaikan masalah perlu ada sumber daya manusia yang
handal dan mampu bersaing secara global. Untuk itu diperlukan kemampuan
tingkat tinggi yaitu berpikir logis, kritis, kreatif dan kemampuan kerjasama secara
proaktif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar
matematika. Fungsi mata pelajaran matematika adalah sebagai alat, pola pikir dan
ilmu atau pengetahuan. Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 (Elvis,
2008:25) tentang standar isi, tujuan pembelajaran matematika di sekolah
menengah atas ialah agar peserta didik memiliki kemampuan :
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tingginya tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus
dengan hasil belajar matematika siswa. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil
belajar siswa pada bidang studi matematika kurang menggembirakan. Menurut
catatan Human Development Report 2013 (http://hdr.undp.org/en/statistics/), pada
tahun 2012 HDI (Human Development Index) Indonesia menempati peringkat 121 dan berada pada kategori medium human development. Selain itu, pada
pemeringkatan Programme for International Student Assessment (PISA) terakhir,
kemampuan literasi matematika siswa Indonesia sangat rendah. Indonesia
menempati peringkat ke-61 dari 65 negara peserta pemeringkatan. Peringkat
Indonesia ini kalah jauh dari Thailand yang menempati posisi ke-50 dalam indeks
literasi matematika. Sedangkan urutan terakhir ditempati oleh Kyrgizstan (Nadia,
2013). Hasil yang kurang memuaskan juga berlaku di SMA Negeri 1
Pematangsiantar. Rata-rata nilai ulangan harian untuk tiga kelas dari 13 kelas
[image:18.595.60.529.77.712.2]belum mencapai ketuntasan seperti yang terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1.1
Rata-rata nilai ulangan harian matematika Kelas X5, X6 dan X10 SMA Negeri 1 Pematangsiantar
X5 X6 X10
UH 50 45 45
KKM 62 62 62
Presiden Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI) Drs. Firman Syah
Noor, M.Pd memaparkan berdasarkan hasil penelitian Trend in International
Mathematics and Science Study (TIMMS) yang dilakukan oleh Frederick K. S.
Leung pada 2003, ada tiga penyebab utama mengapa indeks literasi matematika
siswa di Indonesia sangat rendah. "Guru besar University of Hong Kong itu
menyebut lemahnya kurikulum di Indonesia, kurang terlatihnya guru-guru
Indonesia, dan kurangnya dukungan dari lingkungan dan sekolah menjadi
penyebab utama peringkat literasi Matematika siswa kita di urutan bawah," ujar
Firman ketika dihubungi Okezone, Selasa (8/1/2013). Firman juga menjabarkan,
kurikulum pendidikan matematika di Tanah Air belum menekankan pada
pemecahan masalah, melainkan pada hal-hal prosedural. Siswa dilatih menghafal
rumus tetapi kurang menguasai penerapannya dalam memecahkan suatu
masalah. Selain itu, objek materi pelajaran yang diberikan guru juga tidak lengkap
bila dibandingkan dengan kurikulum internasional, misalnya Cambridge. (Nadia,
2013).
Berdasarkan pengamatan awal peneliti, peneliti menemukan bahwa diawal
pembelajaran terlihat siswa kurang antusias dalam menerima pelajaran
matematika. Setelah diadakan wawancara, ternyata siswa merasa bosan dengan
pelajaran tersebut. Pembelajaran dilakukan secara monoton. Guru menjelaskan
pelajaran dan siswa diarahkan mendengarkan penjelasan guru dan mencatat. Hal
tersebut mengakibatkan kurang responnya siswa terhadap pembelajaran. Selain
itu, guru memberikan soal-soal rutin dan siswa diminta untuk menyelesaikan soal
tersebut dengan menggunakan rumus dan aturan-aturan yang ada dalam materi
pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya dengan materi baru yang sedang
diajarkan. Selain itu guru juga kurang memperhatikan perkembangan belajar
siswa. Siswa tidak diajak untuk bertanya hal-hal yang kurang dimengerti. Kondisi
pembelajaran yang berlangsung dalam kelas membuat siswa pasif. Pembelajaran
seperti diatas dinamakan pembelajaran yang konvensional. Seperti dikatakan
Ansari (2009:2-3) :
Pembelajaran konvensional atau mekanistik menekankan pada latihan mengerjakan soal atau drill dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau algoritma tertentu. Menurut paling tidak ada dua konsekuensinya. Pertama, siswa kurang aktif dan pola pembelajaran ini kurang menanamkan pemahaman konsep sehingga kurang mengundang sikap kritis. Kedua, jika siswa diberi soal yang berbeda dengan soal latihan, mereka kebingungan karena tidak tahu harus mulai darimana mereka bekerja.
Pemahaman konsep matematika merupakan salah satu aspek yang penting
dalam matematika. Tim MKPBM (2001:36) menyatakan bahwa konsep adalah ide
abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh
dan non contoh. Indikator pemahaman konsep menurut NCTM (1989:223) adalah:
(1)Mendefenisikan konsep secara verbal dan tulisan; (2) Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh; (3) Menggunakan model, diagram dan simbol-simbol untuk memprsentasikan suatu konsep ; (4) Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lain; (5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep; (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep ; (7) mengaplikasikan konsep ke pemecahan masalah.
Dalam pembelajaran matematika para siswa dibiasakan untuk memperoleh
pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak
dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Menurut Santrock (2007:352)
menyatakan bahwa :
mereka. Murid membentuk konsep melalui pengalaman langsung dengan objek atau kejadian dalam dunia mereka.
Belajar matematika dengan pemahaman yang mendalam dan bermakna
akan membawa siswa merasakan manfaat matematika dalam kehidupan
sehari-hari. Pemahaman konsep merupakan tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada
pengetahuan. Misalnya dapat menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri
sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberikan contoh lain dari yang telah
dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Matematika
tidak ada artinya kalau hanya dihafalkan. Kenyataan dilapangan banyak siswa
hanya mampu menghafal konsep tanpa mampu menggunakannya dalam
pemecahan masalah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Trianto (2010:6) yang
menyatakan bahwa :
Kenyataan dilapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Berbicara mengenai proses pembelajaran dan pengajaran yang sering membuat kita kecewa, apalagi dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar.
Seperti halnya dalam menentukan himpunan penyelesaian dari suatu
pertidaksamaan linier. Siswa tidak bisa menghafal setiap penyelesaian dari
persamaan. Siswa hanya perlu konsep dari tanda ketidaksamaan yang digunakan
dalam soal. Sebagai contoh, pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Pematangsiantar
diberikan soal sebagai berikut : Apakah x = 10 merupakan salah satu penyelesaian
dari pertidaksamaan 4
3 1 2 2
1
x
x ? Jelaskan jawabanmu!. Setelah soal ini
Gambar 1.1. Proses penyelesaian jawaban kemampuan pemahaman konsep siswa
Dari lembar jawaban diatas terlihat bahwa siswa dapat menyelesaiakan
soal tersebut. Siswa menemukan bahwa himpunan penyelesaian dari
pertidaksamaan tersebut adalah {xR│x<12}. Namun mereka tidak memahami makna dari himpunan penyelesaian yang mereka peroleh sehingga siswa
menyimpulkan bahwasanya 10 bukan merupakan penyelesaian dari soal tersebut.
Dengan kata lain, siswa tidak mampu menentukan contoh dan bukan contoh dari
bilangan yang termasuk dalam himpunan penyelsaian. Saat peneliti menanyakan
kepada siswa tentang pengertian himpunan penyelesaian, kebanyakan siswa hanya
diam. Mereka tidak dapat menyatakan pengertian himpunan penyelesaian dengan
bahasa mereka sendiri. Dari keseluruhan siswa yang berjumlah 30 orang dapat
dilihat hanya 5 orang (16,7 %) yang menjawab dengan benar, 15 orang (50%)
menjawab tetapi salah dan 10 orang (33,3%) tidak menjawab sama sekali.
Kurangnya pemahaman konsep siswa mengakibatkan siswa kurang
mampu menyelesaikan latihan yang berbeda dari soal contoh sehingga
pembelajaran matematika yang berorientasi pada pemahaman siswa perlu
diperhatikan. Pemahaman dapat diartikan kebermaknaan informasi yang disajikan
oleh guru pada struktur kognitif yang dimiliki siswa. Guru hendaknya memilih
yang sesuai sehingga dapat memotivasi siswa untuk memahami konsep dalam
menyelesaikan masalah dan menciptakan suasana kelas yang mendorong siswa
untuk dapat menemukan sendiri pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan
sebelumnya.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang
sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya siswa
dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta
keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah.
Sumarmo (2010:5) menyatakan bahwa pemecahan masalah sebagai suatu
pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali
(reinvention) dan memahami materi, konsep dan prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah atau situasi yang kontekstual
kemudian melalui induksi siswa menemukan konsep/prinsip matematika. Hasil
penelitian Capper (Tim MKPBM, 2001:84) menyatakan bahwa pengalaman
siswa, perkembangan kognitif serta minat (keterkaitannya) terhadap matematika
merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pemecahan masalah. Tingkat kesulitan kemampuan pemecahan masalah harus
disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak. Menurut Polya (Tim MKPBM,
2001:84) menyatakan solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase
penyelesaian yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian,
menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan kembali
terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Hudojo (2005:129) menyatakan :
dan kemudian ia membimbing siswa-siswanya untuk sampai pada pemecahan masalah.
Pemahaman akan konsep menjadi modal yang cukup penting dalam
melakukan pemecahan masalah, karena dalam menentukan strategi pemecahan
masalah diperlukan penguasaan konsep yang mendasari permasalahan tersebut.
Tim MKPBM (2001:8) mengungkapkan pemecahan masalah merupakan bagian
dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses
pembelajaran maupun penyelesaiannya siswa dimungkinkan memperoleh
pengalaman menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang sudah dimiliki
untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin artinya untuk
sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam.
Menurut Polya (Tim MKPBM, 2001:84) soal pemecahan masalah
mencakup empat fase penyelesaian yaitu memahami masalah, merencanakan
penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan
kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Untuk memperoleh data
yang akurat, peneliti melakukan studi kasus awal dengan memberikan tes
pemecahan masalah sebagai berikut : Sepotong kawat sepanjang x cm akan dibuat persegi panjang dengan ukuran panjang sama dengan dua kali ukuran lebar. Jika
persegi panjang yang terbentuk luasnya lebih dari kelilingnya, tentukan panjang
kawat yang memenuhi!. Setelah soal ini diujikan kepada siswa banyak siswa
Gambar 1.2. Proses penyelesaian jawaban kemampuan pemecahan masalah siswa
Dari lembar jawaban siswa terlihat bahwa :
-Siswa kurang memahami masalah. Lembar jawaban pertama : Terlihat dari
data yang diketahui bahwa siswa menuliskan panjang = 2 x lebar, lebar = 1.
Lembar jawaban kedua : Terlihat dari data yang diketahui bahwa siswa
menuliskan P.kawat = x cm dan P.persegi = 2l.persegi. Kemudian siswa tidak mencantumkan bahwa persegi panjang yang terbentuk luasnya lebih dari
kelilingnya. Dari kedua lembar jawaban siswa terlihat bahwa siswa tidak
dapat mengubah soal tersebut kedalam bahasa matematika. Hal tersebut
terlihat pada data yang ditanyakan dimana kedua siswa langsung menuliskan
panjang kawat yang memenuhi tanpa mengubahnya kedalam bahasa
matematik.
-Siswa tidak dapat merencanakan penyelesaian dengan benar. Lembar jawaban
pertama : Siswa menggambarkan persegi panjang dengan masing-masing
panjang AB=d, BC=a, CD=b dan AD=c dengan a=2 dan c=1. Dari lembar
jawaban terlihat bahwa siswa merencanakan menyelesaiakan soal dengan
mencari nilai dari c bukan panjang kawat yang memenuhi. Sama halnya
merupakan panjang kawat seluruhnya. Dari lembaran siswa juga terlihat
bahwa siswa berencana menghitung panjang kawat dengan menggunakan
keliling persegi dan langsung mengganti nilai x dengan angka 1. Padahal
dalam tahap ini diharapkan siswa dapat menggunakan data yang diketahui
yaitu luas persegi panjang lebih dari kelilingnya.
-Siswa tidak dapat menyelesaikan masalah sesuai rencana. Karena rencana
yang dibuat tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka siswa pasti tidak
dapat menyelesaikan soal dengan baik. Pada lembar jawaban pertama : siswa
hanya menulis a+b+c tanpa mengerti apa yang harus dikerjakan. Siswa
menemukan nilai c padahal bukan hal tersebut yang diminta dari soal.
Dengan kata lain, siswa tidak mengerti apa yang ditanyakan dari soal. Pada
lembar jawaban kedua : siswa menuliskan bahwa panjang kawat yang
memenuhi = 2p+2l. Kemudian siswa mengganti panjang persegi panjang
dengan angka 2 dan lebar dengan angka 1. Setelah itu, siswa mencari luas
dari persegi panjang dengan mengalikan pxl = 2x1. Sehingga ia
menyimpulkan bahwa panjang kawat yang membentuk persegi panjang
adalah 8cm. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa siswa kurang
memahami hal yang ditanyakan dari soal sehingga tidak dapat menyelesaikan
soal dengan baik.
-Siswa tidak melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang
telah dikerjakan.
Selanjutnya peneliti mengadakan tanya jawab dengan siswa. Sebahagian
besar siswa menyatakan bahwa mereka kesulitan dalam menerjemahkan soal
menyelesaikannya. Misalnya soal “ukuran panjang sama dengan dua kali ukuran
lebar”. Siswa memisalkan bahwa lebar persegi panjang adalah x, padahal x
merupakan panjang kawat keseluruhan. Dari 30 siswa, tidak ada satupun siswa
yang menjawab benar (0%), 25 siswa (75%) menjawab tetapi salah dan 5 siswa
(25%) tidak menjawab sama sekali. Kutipan ini menunjukkan kegagalan siswa
dalam memecahkan masalah dalam matematika sehingga pembelajaran
matematika yang berorientasi pada pemecahan masalah perlu diperhatikan.
Kemendikbud (2012:9) menyatakan hasil studi TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia
berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi
yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat,
prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Saat ini tugas
dan peran guru bukan lagi sebagai pemberi informasi (transfer of knowledge),
tetapi sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of learning) agar dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuan melalui berbagai aktifitas seperti pemecahan
masalah, penalaran dan berkomunikasi sebagai wahana pelatihan bepikir kritis
dan kreatif. Sullivan (Ansari, 2009:3) menyatakan:
Peran dan tugas guru sekarang adalah memberi kesempatan belajar maksimal pada siswa dengan jalan (1) melibatkannya secara aktif dalam eksplorasi matematik; (2) mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah ada pada mereka; (3) mendorong agar mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi; (4) mendorong agar berani mengambil resiko dalam menyelesaikan soal; (5) memberi kebebasan berkomunikasi untuk menjelaskan idenya dan mendengarkan ide temannya.
Proses pembelajaran yang dilakukan disekolah berkaitan dengan ranah
kognitif, afektif, psikomotorik dan disertai pembelajaran metakognitif. Hal
dilaksanakan berhubungan dengan ranah kognitif, afektif, psikomotorik dan
disertai pembelajaran metakognitif akan memungkinkan peningkatan kesadaran
siswa terhadap apa yang dipelajari. Metakognisi adalah kesadaran berpikir tentang
apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Menurut Tim MKPBM
(2001:95) bahwa :
Metakognisi adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Dengan kemampuan seperti ini seseorang dimungkinkan memiliki kemampuan tinggi dalam pemecahan masalah, karena dalam setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan :”apa yang saya kerjakan?”, “mengapa saya mengerjakan ini?”, ”hal apa yang bisa membantu saya dalam menyelesaikan masalah ini?”
Kemampuan metakognisi siswa dapat diberdayakan melalui
strategi-strategi pembelajaran di sekolah. Menurut Miranda (2010:4) menyatakan bahwa :
Mengidentifikasi ide-ide penting dengan menggarisbawahi atau menemukan kata kunci pada bahan bacaan, kemudian merangkai menjadi satu kalimat dan menulis kembali pada jurnal belajar, meramalkan hasil, memutuskan bagaimana menggunakan waktu dan mengulang informasi merupakan ketrampilan tingkat tinggi. Strategi yang digunakan untuk mengetahui proses kognitif seseorang dan cara berpikir tentang bagaimana informasi diproses dikenal sebagai strategi metakognitif (Arends, 1998). Jika siswa telah memiliki metakognisi, siswa akan terampil dalam strategi metakognitif. Siswa yang terampil dalam strategi metakognitif akan lebih cepat menjadi anak yang mandiri.
Sudiarta (2006) menemukan bahwa siswa sering berhasil memecahkan
masalah matematika tertentu tetapi gagal jika konteks masalah matematika
tersebut sedikit berubah. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa berpikir
tingkat metakognitif. Penerapan pendekatan metakognisi dalam pemecahan
masalah tidak semata-mata bertujuan untuk mencari jawaban yang benar, tetapi
metakognisi diyakini membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan
pemahaman konsep siswa menjadi lebih mendalam dan luas penerapannya.
Risnanosanti (2008:115) menyatakan :
Hasil siswa yang menguasai kemampuan metakognitif akan menjadi lebih berkemampuan dalam menghadapi permasalahan. Siswa juga akan memperoleh keuntungan terutama rasa percaya diri dan menjadi lebih independen sebagai pembelajar, bahkan siswa yang berkemampuan rendah akan tetapi aktif belajar dengan proses metakognitif ternyata menjadi lebih mampu memecahkan permasalahan standard dibanding siswa yang sama yang tidak belajar dengan pengajaran metakognitif.
Prosedur pembelajaran dengan pendekatan metakognisi, mengadopsi
model Mayer (Fauzi, 2010:30-32) yang lebih dominan mengembangkan
metacognitive questioning dari metode IMPROVE (Introducing the new concepts,
Metacognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulties, Obtaining mastery, Verification and Enrichment) adalah dengan menyajikan pelajaran dalam tiga tahapan yaitu tahap pertama adalah diskusi awal, tahap kedua
siswa bekerja secara mandiri dan kelompok untuk berlatih mengajukan dan
menjawab pertanyaan metakognitifnya dalam memecahkan masalah matematisnya
dan tahap ketiga adalah membuat simpulan atas apa yang dilakukan dikelas
dengan menjawab pertanyaan. Dengan demikian pendekatan metakognisi
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan
masalah siswa. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematik dengan pendekatan
metakognisi pada umumnya positif.
Pembelajaran Berbasis Masalah (BPM) dari perspektif pedagogik berpijak
pada teori belajar konstruktivisme. Menurut Arends (Trianto, 2010:92) pengajaran
berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir
tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Dalam
pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat memampukan siswa menguasai
konsep dan memecahkan masalah dengan kebiasaan berpikir kritis, logis,
sitematis, dan terstruktur. Menurut Sinaga (2007:8) bahwa :
Pembelajaran berdasarkan masalah berusaha untuk memandirikan siswa. Tuntutan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk bertanya dan mencari solusi masalah nyata (autentik) dengan cara mereka sendiri dan siswa menampilkan hasil kerja dengan kebebasan berpikir dan dorongan inkuiri terbuka.
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu
siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan
keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui
pelibatan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi
pembelajar yang otonom dan mandiri. Hasil penelitian Sinaga (2007:319)
menunjukkan bahwa dengan menggunakan model PBM-B3 menunjukkan
ketercapaian ketuntasan belajar siswa secara klasikal, prosentase waktu ideal
untuk setiap kategori aktivitas siswa dan guru sudah dipenuhi, rata-rata nilai
kategori kemampuan guru mengelola pembelajaran termasuk kategori cukup baik
dan respons siswa dan guru terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran adalah
positif. Selain itu disarankan bahwa penerapan Model PBM-B3 dapat dijadikan
alternatif jawaban untuk meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan siswa
memecahkan masalah serta meningkatkan minat siswa belajar dalam matematika.
Dengan demikian diharapkan pembelajaran berbasis masalah dapat
meningkatkan pemahaman konsep dan pemecahan masalah siswa.
penelitian tentang upaya meningkatkan pemahaman konsep dan
pemecahan masalah matematik siswa melalui penerapan pembelajaran
berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang di atas, dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Pola pembelajaran yang diterapkan guru di sekolah masih konvensional.
2. Pemahaman konsep matematik siswa masih rendah.
3. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematik masih rendah.
4. Dalam proses pembelajaran guru kurang mengaktifkan siswa.
5. Respon siswa terhadap pelajaran matematika masih kurang baik.
6. Minat siswa terhadap matematik kurang positif.
1.3Batasan Masalah
Berbagai masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang
cukup luas dan kompleks serta cakupan materi matematika yang sangat banyak.
Agar penelitian ini lebih fokus, maka masalah yang akan diteliti fokus pada :
1. Pemahaman konsep matematik siswa masih rendah, akan ditingkatkan
melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
metakognisi.
2. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematik masih rendah,
akan ditingkatkan melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah
dengan pendekatan metakognisi.
3. Dalam proses pembelajaran guru kurangnya mengaktifkan siswa.
5. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal matematika masih
terfokus pada pengerjaan guru.
1.4Rumusan Masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematik siswa
yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan metakognisi?
2. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan metakognisi?
3. Bagaimana kadar aktivitas aktif siswa yang diajar melalui penerapan
pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi?
4. Bagaimana respon siswa yang diajar melalui penerapan pembelajaran
berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi?
5. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran selama
pembelajaran pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
metakognisi berlangsung?
6. Bagaimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang
diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan metakognisi?
1.5Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan yang diajukan dalam penelitian ini, maka yang
1. Mengetahui peningkatan pemahaman konsep matematik siswa yang diajar
melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
metakognisi.
2. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah
dengan pendekatan metakognisi.
3. Mendeskripsikan kadar aktivitas aktif siswa selama pembelajaran melalui
penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
metakognisi.
4. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran melalui penerapan
pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.
5. Mengetahui kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran selama
pembelajaran pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
metakognisi berlangsung.
6. Mengetahui proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan
soal-soal melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan metakognisi.
1.6Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para guru untuk menerapkan
pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi dalam
belajar yang memperhatikan peningkatan kemampuan pemahaman konsep
2. Sebagai alternatif pembelajaran yang diharapkan dapat membuat siswa
lebih aktif dalam penemuan sendiri akan konsep-konsep matematika dan
mengoptimalkan pemahaman konsep dan kemampuan pemecahaan
masalah.
3. Sebagai bahan informasi dalam mendesain bahan ajar matematika yang
berorientasi pada aktifitas siswa.
4. Bahan informasi lanjutan bagi peneliti lainnya yang dapat digunakan
sebagai bahan untuk pengembangan dalam inovasi proses belajar dan
usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran.
1.7Defenisi Operasional
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan
dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep dan
istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pemahaman konsep adalah mencakup tiga indikator yaitu : (1) menyatakan
ulang sebuah konsep; (2) memberi contoh dan bukan contoh dan (3)
mengaplikasikan konsep.
2. Pemecahan masalah adalah mencakup empat langkah-langkah penyelesaian
masalah yaitu (1) memahami masalah; (2) merencanakan pemecahan; (3)
melakukan perhitungan dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh.
3. Metakognisi adalah kesadaran strategi berpikir tentang apa yang dipikirkan.
4. Pendekatan metakognisi adalah cara membangun kesadaran strategi berfikir
tentang apa yang dipikirkan siswa melalui mengajukan pertanyaan,
mengingatkan kembali informasi yang penting, menguji pemahaman,
yang terkait dengan masalah yang dipecahkan. Dalam pendekatan
metakognisi terdapat tiga tahapan yaitu (1) diskusi awal ; (2) siswa bekerja
secara mandiri dan kelompok untuk berlatih mengajukan dan menjawab
pertanyaan metakognitifnya dalam memecahkan masalah matematisnya dan
(3) membuat simpulan atas apa yang dilakukan dikelas dengan menjawab
pertanyaan.
5. Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang mengacu pada
lima langkah pokok yaitu (1) orientasi siswa pada masalah ; (2)
mengorganisasi siswa untuk belajar ; (3) membimbing investigasi individual
maupun kelompok ; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan
(5) menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah.
6. Aktifitas aktif siswa adalah kegiatan siswa dalam proses
pembelajaran yang meliputi membaca (buku siswa, LAS, sumber pelajaran
yang relevan dengan materi pelajaran), menulis yang relevan dengan
kegiatan (menulis penjelasan guru, menyelesaikan masalah, membuat
rangkuman, mencatat dari buku teman atau penjelasan guru, mengerjakan
LAS), berdiskusi dan bertanya antara siswa dengan siswa, berdiskusi atau
bertanya antara siswa dengan guru (menanggapi pertanyaan guru, bertanya
pada guru).
7. Respons siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran adalah
pendapat siswa tentang senang/tidak senang dan baru/tidak baru terhadap
komponen dan kegiatan pembelajaran, siswa berminat mengikuti
pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
terhadap keterbacaan buku siswa, lembar kegiatan siswa, penggunaan
bahasa dan penampilan guru dalam pelaksanaan pembelajaran.
8. Proses jawaban siswa adalah hasil jawaban siswa terkait pemahaman konsep
dan pemecahan masalah. Hasil jawaban siswa akan dianalisis berdasarkan
(1) kesalahan dan kesulitan siswa menyelesaikan soal ; (2) langkah-langkah
pengerjaan soal dan (3) tahapan indikator pemahaman konsep dan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan
Berdasarkan temuan, hasil analisis data penetilian dan pembahasan
penelitian yang telah diuraikan pada bab III dikemukakan beberapa simpulan
sebagai berikut :
1. Hasil tindakan pada siklus I setelah diberikan tes pemahaman konsep
matematika siswa terdapat 18 dari 32 siswa yang mengikuti tes memiliki nilai
dengan kategori minimal sedang atau sebesar 56,3% siswa memiliki tingkat
pemahaman konsep matematika secara klasikal. Kemudian setelah tindakan
diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II sebanyak dua kali pertemuan siswa
kembali diberi tes kemampuan pemahaman konsep matematika siswa, terdapat
27 dari 32 siswa yang mengikuti tes memiliki nilai dengan kategori minimal
sedang. Tingkat keberhasilan pada siklus II ini secara klasikal sebesar 84,4%.
Hal ini berarti ada peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika
siswa dari siklus I ke siklus II.
2. Hasil tindakan pada siklus I setelah diberikan tes pemecahan masalah
matematika siswa, terdapat 15 dari 32 siswa yang mengikuti tes pemecahan
masalah matematika memiliki nilai dengan kategori minimal sedang atau
sebesar 53,1% siswa memiliki tingkat pemecahan masalah matematika secara
klasikal. Kemudian setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II
sebanyak dua kali pertemuan siswa kembali diberi tes kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa, terdapat 26 dari 32 siswa yang mengikuti tes
sedang. Tingkat keberhasilan pada siklus II ini secara klasikal sebesar 81,2%.
Hal ini berarti ada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa dari siklus I ke siklus II.
3. Hasil observasi aktivitas siswa pada tindakan siklus I terdapat dua dari lima
kategori pengamatan aktivitas aktif siswa berada pada batas toleransi yang
ditentukan dan setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II
diperoleh lima dari lima kategori pengamatan aktivitas aktif siswa telah berada
pada batas toleransi yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
peningkatan kadar aktivitas aktif siswa dari siklus I ke siklus II.
4. Hasil observasi respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan metakognisi menunjukkan bahwa pada siklus I persentase respon
siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi
adalah 93,36% siswa memberikan respon yang positif. Setelah tindakan
diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II terdapat 95,12% siswa yang
memberikan respon positif. Hal ini menujukkan adanya peningkatan respon
siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi
dari siklus I ke siklus II.
5. Hasil observasi terhadap kemampuan guru mengelola pembelajaran pada siklus
I aspek penilaian kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berbasis
masalah dengan pendekatan metakognisi berada pada kategori baik (3,82).
Setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II aspek penilaian
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berbasis masalah dengan
pendekatan metakognisi berada pada kategori baik (3,96). Hal tersebut terlihat
menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran dari siklus I ke siklus II.
5.2. Saran
Berdasarkan simpulan penelitian yang diuraikan diatas, dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1. Kepada Guru
a. Pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi
merupakan salah satu alternatif bagi guru matematika dalam
mengajarkan materi pelajaran matematika.
b. Dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
metakognisi sebaiknya pada awal pembelajaran menjelaskan aturan
main kelima tahapan dalam proses pembelajaran yang diharapkan,
memiliki kemampuan yang memadai dalam mengantisipasi skenario
pembelajararan yang telah direncanakan ketika situasi kondisi tidak
sesuai dengan harapan.
c. Dalam menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan
metakognisi sebaiknya guru sering mengajukan pertanyaan,
mengingatkan kembali informasi yang penting, menguji pemahaman
siswa, mengarahakan siswa menandai hal-hal yang penting dan
memberikan informasi yang penting terkait masalah yang dipecahkan.
Selain itu membentuk pemimpin diskusi untuk menjamin kelangsungan
diskusi secara teratur dan tertib sehingga peserta benar-benar
d. Karena pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi
memerlukan waktu yang relatif banyak, maka dalam pelaksanaanya
guru diharapkan dapat mengefektifkan waktu dengan sebaik-baiknya
terutama dalam hal mengerjakan LAS dan pembentukan kelompok.
2. Kepada peneliti Lanjutan
a. Untuk penelitian lebih lanjut yang tertarik melakukan penelitian dengan
pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi
diharapkan mengembangkan dengan permasalahan-permasalahan yang lebih
banyak dan diterapkan untuk subyek dan kajian yang berbeda.
b. Pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi dapat
dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan kemampuan matematika
lain yang belum diteliti.
c. Jumlah pertemuan yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, V. 2011. Peningkatkan Pemahaman Konsep Dan Komunikasi Matematik Siswa Dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing Berbantuan Software Autograph. Tesis pada PPs UNIMED Medan : Tidak diterbitkan.
Ansari, B. I. 2009. Komunikasi Matematika. Banda Aceh : PeNa.
Arikunto, S. 2006. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Dahar, R. W. 2011. Teori – Teori Belajar dan Pemebelajaran. Jakarta : Erlangga.
Dorhayani. 2009. Keefektifan Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Rantau Selatan Rantauprapat.Tesis pada PPs UNIMED Medan : Tidak diterbitkan.
Elvis, E. 2008. Mengembangkan Kemampuan Menalar dan Memecahkan Masalah melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika “PARADIKMA”, Vol. 1 No. 1, Juni 2008. Medan : Program Studi Pendidikan Matematika PPs UNIMED.
Fauzi, A. 2010. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada PPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan. Hacker, D. J. 2009. Handbook Of Metacognition In Education. New York :
Routledge.
Hamalik, O. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud.
Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang : Universitas Negeri Malang.
Human Development Report. 2013. Human Development Index (HDI) - 2012 Rankings.http://hdr.undp.org/en/statistics/ di download 13 februari 2013. Idaman, Sahabat. 2012. Teori Belajar Kognitif dan Metakognitif.
http://www.scribd.com/doc/97024609/Makalah-Kognitif-metakognitif Makalah : di download Oktober 2012.
Laurens, T. 2011. Metakognisi dalam Pembelajaran Matematika. Seminar
Nasional Matematika Juli 2011.
Kemendikbud. 2012. Dokumen kurikulum 2013. http://www.kangmartho.files.wordpress.com201301dokumen-kurikulum-2013.pdf
Marzuki. 2012. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsung. Tesis pada PPs UNIMED Medan : Tidak diterbitkan.
Miranda, Y. 2010. Pembelajaran Metakognitif dalam Strategi Kooperatif Think – Pair – Share dan Think – Pair – Share + Metakognitif terhadap Kemampuan Metakognitif Siswa pada Biologi di SMA Negeri Palangkaraya. Palangkaraya : FKIP Universitas Palangkaraya. http://www.ilmupendidikan.net/2010/03/16/pembelajaran-metakognitif.php
Nadia, R. 2013. Penyebab Indeks Matematika Siswa RI Terendah Di Dunia .http://kampus.okezone.com/read/2013/01/08/373/743021/penyebab-indeks-matematika-siswa-ri-terendah-di-dunia di download 08 Januari 2013.
NCTM. 1989. Curriculum and Standard for school mathematics. Reston, V.A : NCTM.
Risnanosanti, 2008. Melatih kemampuan metakognitif siswa dalam Pembelajaran matematika. Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika 2008.
Ruseffendi, H.E.T. 1998. Dasar – Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. IKIP Semarang Press.
Rusman. 2011. Model – Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media Group.
Santrock, J. W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Sardiman, A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
Sembiring, S. 2007. Pelajaran Matematika untuk SMA/MA Kelas X Semester 1 & 2. Bandung : Yrama Widya.
Sudiarta, I. G. 2006. Penerapan Strategi Pembelajaran Berorientasi Pemecahan Masalah dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Statistika Matematika I Tahun 2006/2007. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran “UNDIKSHA” No.3 TH.XXXX Juli 2007, FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha.
http://www.scribd.com/doc/136272784/PEMAHAMAN-KONSEP-2
Sudjana, N. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Suhendra. 2005. Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kelompok Belajar Kecil untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA Pada Aspek Problem Solving Matematik. Tesis pada PPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan. Sumarno, J. 2007. Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika melalui
Pembelajaran dengan Strategi Metakognitif. Jurnal Pendidikan “WIDYATAMA” Vol.4 No.4, Desember 2007. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=10259
Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah. Bandung : FMIPA UPI. http://www.scribd.com/doc/76353753/Berfikir-Dan-Disposisi-Matematik-Utari
Tim Pelatihan Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta : Depdikbud.
Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA : UPI Bandung.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Jakarta : Kencana.