• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Natamisin terhadap Karakteristik Es Krim Yogurt Sinbiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Natamisin terhadap Karakteristik Es Krim Yogurt Sinbiotik"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN NATAMISIN TERHADAP

KARAKTERISTIK ES KRIM YOGURT SINBIOTIK

SKRIPSI

I GDE YUDIS NATHA PRAWIRA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Yudis Natha Prawira. D14203062. 2010. Pengaruh Penambahan Natamisin terhadap Karakteristik Es Krim Yogurt Sinbiotik.. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Henny Nuraeni, MSi

Es krim merupakan produk makanan beku yang memiliki nilai gizi tinggi karena bahan baku utamanya berupa susu. Penambahan yogurt sinbiotik pada produk es krim diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi yogurt, sekaligus untuk memperbaiki kesehatan masyarakat dengan cara meningkatkan viabilitas mikroorganisme yang berguna bagi saluran pencernaan. Es krim yogurt juga aman dinikmati oleh para konsumen yang menderita lactose intolerance karena kandungan laktosanya lebih rendah yang disebabkan sebagian besar laktosa telah dihidrolisis menjadi monosakarida selama fermentasi yogurt. Karakteristik mikrobiologis es krim yogurt sinbiotik dapat ditentukan melalui pengamatan terhadap jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL), total mikroba atau Total Plate Count (TPC), dan jumlah kapang-khamir, sedangkan karakteristik organoleptik dapat dilihat melalui pengamatan penampakan umum, warna, rasa, aroma, daya leleh, dan tekstur yang dianalisis melalui uji hedonik.

Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk pemeriksaan kultur starter yogurt dan penentuan konsentrasi natamisin yang terbaik dalam yogurt probiotik. Penelitian utama bertujuan untuk mempelajari karakteristik es krim yogurt sinbiotik yang dibuat dengan menambahkan yogurt probiotik dan prebiotik fruktooligosakarida (FOS) dalam formulasi adonan es krim.

Hasil penelitian pendahuluan didapatkan bahwa konsentrasi natamisin terbaik untuk produk yogurt probiotik adalah 20 ppm berdasarkan pada keasaman, viskositas dan karakteristik mikrobiologi yogurt probiotik. Hasil penelitian utama menunjukkan jumlah BAL dalam es krim yogurt sinbiotik tidak dipengaruhi oleh konsentrasi dan kondisi penambahan natamisin. Populasi kapang-khamir dalam yogurt mampu ditekan pertumbuhannya sejalan dengan peningkatan konsentrasi natamisin, namun tidak dalam es krim karena bahan-bahan tambahan dalam pembuatan adonan seperti gula sangat mendukung pertumbuhan kapang-khamir dalam es krim yogurt sinbiotik. Karakteristik organoleptik es krim yogurt sinbiotik dengan penambahan natamisin yang berbeda secara umum dapat diterima dengan nilai suka-netral (2,46).

(3)

ABSTRACT

Affect of Natamycin on Characteristic of Synbiotic Yoghurt Ice Cream

Prawira, Y.N., R.R.A. Maheswari, and H. Nuraeni.

Ice cream is one of the popular frozen dessert among people. The modern industrial ice cream is highly competitive and subject to aconstant demand for new innovative and attractive products. Microbial quality of low-fat symbiotic yoghurt ice cream can be determined by evaluations of Total Plate Counts (TPC), Lactic Acid Bacteria (LAB) and mold-yeast count. physical characteristic of yoghurt ice cream can be determined by sensory evaluations (physical appearance, color, taste, and flavor). The objection of the preliminary research is to determined the best amount of natamycin for yoghurt ice cream, which are 20 ppm based on acidity, viscocity, and microbiology characteristic. The result of the primary research has shown that the LAB count in yoghurt ice cream was not affect by the addition of natamycin. The population of mold-yeast in yoghurt can be suppressed with the natamycin addition, but not in the ice cream because the ingredients for making the ice cream, such as sugar, could stimulate the growth of mold and yeast. the result of yoghurt ice cream sensory evaluations are the ice cream yoghurt can be accepted by panelist.

(4)

PENGARUH PENAMBAHAN NATAMISIN TERHADAP

KARAKTERISTIK ES KRIM YOGURT SINBIOTIK

I GDE YUDIS NATHA PRAWIRA D14203062

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Natamisin terhadap Karakteristik Es Krim

Yogurt Sinbiotik

Nama : I Gde Yudis Natha Prawira

NIM : D14203062

Menyetujui:

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA. Dr. Ir. Henny Nuraeni, MSi NIP. 19620504 198703 2 002 NIP. 19640202 198903 2 001

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc NIP. 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

I Gde Yudis Natha Prawira lahir di Bogor pada tanggal 21 Maret 1986. Penulis

merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Made Tidy Natha

Andjaya dan Ibu Caecillia Chrismie Nurwitri.

Penulis menjalani pendidikan dasar di SD Budi Mulia Bogor dari tahun

1991-1997. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP

Budi Mulia Bogor, sedangkan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada

tahun 2003 di SMA Negeri 1 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program

Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui

jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada tahun 2003.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan antara lain

sebagai anggota di Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (Kemaki) pada tahun 2005-2007,

sebagai Ketua Seksi Publikasi dan Dokumentasi (2005-2006) dan sebagai Ketua Umum

pada Perayaan Natal Civa IPB (2006-2007). Penulis juga aktif menjadi asisten

praktikum mata kuliah Dasar Teknologi Hasil Ternak (2006), mata kuliah Dasar

Mikrobiologi Hasil Ternak (2006), mata kuliah Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Mahakuasa karena

berkat anugerah dan kasih-Nya maka penelitian dan penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan. Skripsi yang berjudul Pengaruh Penambahan Natamisin Terhadap Karakteristik Es Krim Yogurt Sinbiotik merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Dewasa ini, masyarakat membutuhkan produk pangan yang halal, aman dan

sehat. Hal ini mendorong industri untuk berusaha mempertahankan kualitas produk

selama proses penyimpanan dan pemasaran. Salah satu usaha yang ditempuh adalah

dengan menggunakan bahan pengawet. Pemanfaatan bahan pengawet yang aman

bertujuan agar memberikan jaminan terhadap keamanan pangan produk dan aman untuk

dikonsumsi masyarakat. Salah satu contoh bahan pengawet yang aman untuk digunakan

adalah natamisin.

Yogurt memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan manusia terutama

pencernaan. Salah satu cara agar masyarakat dapat semakin menikmati yogurt adalah dengan mengolahnya menjadi produk es krim yogurt. Skripsi berjudul “Pengaruh Penambahan Natamisin terhadap Karakteristik Es Krim Yogurt Sinbiotik” diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai diversifikasi produk olahan

yogurt tersebut.

Penulis menyadari bahwa informasi dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Semoga penelitian mengenai es krim yogurt sinbiotik dapat terus dikembangkan melalui

penelitian-penelitian di masa yang akan datang.

Bogor, Januari 2011

(8)
(9)
(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi susu... 4

2. Perubahan Nama-nama Bakteri Asam Laktat berdasarkan Revisi Taksonomi...

14

3. Genus dari Bakteri Asam laktat... 15

4. Karakteristik Yogurt Probiotik dengan Penambahan Natamisin pada Konsentrasi Berbeda...

34

5. Karakteristik Fisik dan Kimia Es Krim Yogurt Sinbiotik

dengan Penambahan Natamisin 20 ppm...

39

6. Karakteristik Mikrobiologis Es Krim Yogurt Sinbiotik... 41

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Rumus Bangun Natamisin ... 20

2. Diagram Alir Proses Pembuatan Yogurt Sinbiotik tanpa atau dengan Penambahan Bakteriosin Natamisin pada Konsentrasi

Berbeda... 30

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Form Pengujian Organoleptik ………..…… 55

2. Hasil Sidik Ragam pH Es Krim Yogurt Sinbiotik Berbagai

Konsentrasi Natamisin ……….…

56

3. Hasil Sidik Ragam Total Asam Tertritasi Es Krim Yogurt

Berbagai Konsentrasi Natamisin ………...

56

4. Hasil Kruskal-Wallis Viskositas Es Krim Yogurt Sinbiotik

berbagai Konsentrasi Natamisin ………...………

56

5. Hasil Kruskal-Wallis Pengaruh Penambahan Natamisin 20 ppm terhadap Jumlah Bakteri Asam Laktat Es Krim …………...………

57

6. Hasil Kruskal-Wallis Pengaruh Penambahan Natamisin 20 ppm

terhadap Total Bakteri (TPC) Es Krim ……….

57

7. Hasil Analisis Ragam Kapang Khamir (KK) pada Es Krim Yogurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamisin 20 ppm ………...…

57

8. Rataan BAL, TPC dan Kapang Khamir (KK) Es Krim Yogurt Sinbiotik dengan Penambahan Natamisin 20 ppm ………...

57

9. Cara Pembuatan dan Komposisi Media Plate Count Agar (PCA) –

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Susu merupakan bahan pangan hewani yang memiliki peranan penting dalam

pemenuhan kebutuhan gizi manusia. Susu memiliki kandungan berbagai jenis zat

gizi yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan bagi manusia.

Zat gizi susu tersebut antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan

kandungan asam amino yang lengkap. Proses pengolahan susu menjadi berbagai

macam produk olahan bertujuan untuk meningkatkan daya terima konsumen

terhadap produk susu, sekaligus berguna untuk meningkatkan daya simpannya. Hal

ini disebabkan susu merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan,

terutama kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Es krim merupakan salah satu produk olahan susu yang sangat digemari di

kalangan masyarakat dengan berbagai usia. Populernya produk es krim ini

disebabkan selain memiliki rasa yang enak, juga memiliki kandungan nutrisi yang

tinggi seperti halnya susu. Peningkatan nilai gizi dan fungsi dari konsumsi produk es

krim dapat dilakukan melalui diversifikasi produk atau penambahan

komponen-komponen yang bermanfaat. Salah satu contohnya adalah produk es krim yogurt

sinbiotik yang diperoleh dengan penambahan yogurt dalam formulasi es krim.

Yogurt yang diperkaya dengan bakteri probiotik dan substrat prebiotik

merupakan salah satu hasil produk olahan susu yang memiliki manfaat ganda.

Manfaat tersebut antara lain sebagai sumber nutrisi untuk memenuhi kebutuhan dasar

bagi tubuh, sekaligus bagi kesehatan karena memiliki aktifitas antimikroorganisme

yang dihasilkan oleh kultur starter yogurt atau bakteri probiotik terhadap keberadaan

bakteri patogen yang terdapat dalam saluran pencernaan manusia, sehingga sering

disebut sebagai sinbiotik. Penambahan yogurt sinbiotik ke dalam formula adonan es

krim ini diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi dan manfaat terapeutik pada

produk es krim yogurt sinbiotik tersebut.

Bakteriosin adalah salah satu hasil metabolism bakteri asam laktat yang

merupakan zat antimikroba yang bekerja pada bakteri lain yang berkerabat dengan

bakteri produsen. Bakteriosin telah digunakan secara umum sebagai bahan

biopreservatif untuk bahan pangan. Hal ini disebabkan karena bakteriosin memiliki

(14)

2 terdapat dalam bahan pangan, khususnya yang memiliki sifat patogen dan perusak.

Bakteriosin telah terbukti aman untuk dikonsumsi, karena secara alami tersusun atas

protein. Penambahan bakteriosin pada produk es krim yogurt ini merupakan upaya

peningkatan keamanan dan daya tahan bahan pangan dengan tetap mempertahankan

kualitas produk pada umur simpan yang relatif cukup lama. Bakteriosin yang

ditambahkan dalam penelitian ini adalah Natamycin (natamisin), suatu agen

antimycotic yang aman dan dapat digunakan untuk biopreservatif, khususnya dalam

bahan pangan yang bersifat asam yang beresiko tinggi ditumbuhi oleh kapang dan

khamir penyebab kerusakan produk.

Tujuan

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan

bakteriosin natamisin terhadap mutu fisik (daya leleh, viskositas dan overrun), kimia

(tingkat keasaman berupa nilai pH dan total asam tertritasi) dan mikrobiologi (total

mikroba, total bakteri asam laktat serta total kapang dan khamir) dari es krim yogurt

sinbiotik. Penerimaan panelis terhadap produk es krim yogurt sinbiotik dipelajari

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Susu

Susu merupakan salah satu bahan pangan hewani yang memiliki manfaat

besar dalam pemenuhan kebutuhan gizi dari manusia. Susu segar berasal dari ambing

sapi sehat yang diperah dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami

penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami proses

pemanasan (Dewan Standarisasi Nasional, 1998). Kandungan berbagai jenis gizi

dalam susu yang dibutuhkan oleh manusia antara lain protein, lemak, karbohidrat,

vitamin, mineral, juga kandungan asam amino yang lengkap. Pengolahan produk

susu menjadi berbagai macam produk bertujuan untuk meningkatkan daya terima

dari konsumen dan meningkatkan umur simpan dari produk susu tersebut. Hal ini

disebabkan produk susu merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan

dan dapat mengurangi nilai kegunaan dari produk susu tersebut.

Komposisi Susu

Komposisi dalam susu sangat beragam tergantung dari beberapa faktor,

antara lain jenis ternak, waktu pemerahan, musim, umur ternak dan pakan ternak.

Selain itu komposisi susu dapat dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti penambahan

air atau bahan-bahan lainnya, maupun adanya aktivitas bakteri pada susu yang

tentunya dapat mempengaruhi komposisi susu (Buckle et al., 2007). Susu

mengandung vitamin yang penting bagi tubuh manusia yaitu vitamin A dan D,

riboflavin (vitamin B12), triptofan dan asam amino penting lainnya yang berperan

dalam pembentukan vitamin B niasin. Sebaliknya kandungan vitamin C dan E relatif

sangat sedikit, oleh sebab itu susu tidak dapat digunakan sebagai sumbervitamin C

dan E. Jika susu terpapar sinar ultra violet secara terus menerus maka peluang

hilangnya vitamin B12 (riboflavin) yang terdapat pada susu akan semakin besar.

Susu mengandung sekitar 87,4% air dan 12,6% padatan susu. Komposisi susu secara

(16)

4

jenuh sebesar 25-30%, dan asam lemak tidak jenuh ganda sebesar 4% (Buckle et al.,

2007). Kandungan lemak pada susu berperan penting pada flavor, citarasa di mulut

(mouthfeel) maupun kestabilan produk hasil olahan susu. Lemak susu mengandung

sejumlah asam lemak rantai pendek antara lain asam butirat, asam kaprilat, asam

kaproat dan asam kaprat (Brown, 2008).

Seperti bahan pangan hewani lainnya, susu juga mengandung kolesterol

yang akan berdampak negatif pada manusia jika terdapat dalam jumlah banyak pada

darah. Lemak dan kolesterol tersebut tentunya juga terdapat pada produk olahan

berbahan baku susu misalnya es krim, mentega, keju, yogurt dan produk lainnya.

Oleh sebab itu kini makin banyak konsumen yang memilih produk olahan susu yang

rendah lemak (sekitar 1-2% lemak) atau bahkan produk olahan susu tanpa lemak

(Harte et al., 2003).

Protein yang terdapat di dalam susu terdiri dari dua kelompok protein

utama, yaitu kasein yang sebagian besar terdapat dalam bentuk koloidal dalam susu

dan protein whey yang sebagian besar merupakan bahan larut dalam susu. Kasein

merupakan protein utama susu yang jumlahnya mencapai kira-kira 80% dari total

protein. Kira-kira 18% dari bahan yang dapat larut tertinggal dalam protein whey

(17)

5

Laktosa adalah karbohidrat utama dalam susu. Laktosa tidak semanis

sukrosa dan memiliki daya larut hanya 20% pada suhu kamar Unsur lainnya berupa

mineral yang terkandung dalam susu antara lain adalah kalium, kalsium magnesium,

klorida, fosfor, dan sulfur. Unsur yang terbanyak pada susu adalah kalsium,

sedangkan unsur lainnya berada dalam jumlah kecil (Buckle et al., 2007).

Sifat Fisiko-Kimia Susu

Warna susu berkisar antara putih kebiruan hingga putih keemasan.

Perbedaan warna ini tergantung pada bangsa ternak, jenis makanan dan kandungan

lemak serta bahan padat yang terkandung dalam susu. Salah satu sifat fisik susu

adalah berat jenis. Besarnya berat jenis pada susu dipengaruhi oleh kadar lemak susu

dan komponen-komponen terlarut baik dalam bentuk koloid maupun suspensi,

seperti kasein, garam-garam susu dan laktosa (Brown, 2008).

Sifat fisik susu lainnya adalah titik beku susu. Titik beku susu dipengaruhi

oleh kandungan laktosa, garam-garam dan karbondioksida dalam susu. Semakin

besar kandungan zat-zat tersebut dalam susu, maka titik bekunya pun akan semakin

rendah. Persentase padatan susu mempengaruhi titik didih susu. Semakin besar

persentase padatan pada susu, maka semakin tinggi pula titik didih susu tersebut

(Buckle et al., 2007).

Sifat Mikrobiologi Susu

Zat-zat dalam susu memiliki perbandingan yang sempurna sehingga susu

menjadi mudah untuk dicerna dan sangat cocok untuk nutrisi bagi pertumbuhan, baik

pertumbuhan manusia maupun pertumbuhan beberapa jenis mikroorganisme.

Protein, lemak dan karbohidrat yang terkandung di dalam susu merupakan media

yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, baik patogen maupun saprofit

(Jay, 1992).

Suhu merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi jumlah

mikroorganisme dalam susu. Hampir semua mikroorganisme yang terdapat dalam

susu berkembang biak pada selang suhu antara 21oC hingga 37,78oC. Pada suhu 20

hingga 30oC pertumbuhan mikroorganisme akan sedikit tertekan. Mikroorganisme

(18)

6

Bakteri yang selalu ada dalam produk susu adalah bakteri penghasil asam,

yang sebagian besar dari bakteri tersebut merupakan merupakan famili

Lactobactericeae dan Streptococcus lactis. Beberapa spesies dari Micrococcaceae

sering berada di dalam susu yang kurang terjaga kebersihannya. Bakteri ini akan

menyebabkan susu menjadi asam. (Hui, 2004). Famili dari Enterobacteriaceae,

terutama Escherichia coli dan Aerobacter aerogenes kerap kali ditemukan dalam

susu. Kedua spesies bakteri ini menyebabkan terjadinya fermentasi terhadap laktosa

(Ray, 2001).

Kerusakan Susu

Susu adalah bahan pangan yang mudah rusak dan mudah terkontaminasi

oleh mikroba karena susu merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan

mikroorganisme. Kerusakan susu oleh kontaminasi mikroba dapat disebabkan oleh

berbagai macam faktor, antara lain alat pemerahan dan tempat penyimpanan susu

yang kurang bersih, udara, lalat, dan buruknya penanganan oleh manusia (Buckle et

al., 2007).

Susu memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi dimana

mikroorganisme dapat menggunakannya untuk pertumbuhan. Di dalam susu segar

maupun susu pasteurisasi masih terdapat beberapa macam bakteria yg hidup,

sehingga untuk proses penyimpanannya dilakukan pendinginan dengan

menggunakan refrigerator. Walaupun susu disimpan di dalam refrigerator, namun

beberapa mikroba perusak masih mungkin tumbuh pada susu tersebut sehingga umur

simpan susu segar maupun susu pasteurisasi relatif terbatas (Ray, 2001).

Pada susu segar, adanya mikroorganisme berasal dari beberapa sumber

antara lain ambing, permukaan tubuh ternak, pakan, air minum ternak, udara,

maupun peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk pemerahan dan

penyimpanan. Tipe mikroorganisme utama yang umumnya terdapat di dalam ambing

yang sehat antara lain Micrococcus, Streptococcus dan Corynebacterium. Pada

umumnya susu segar memiliki kandungan mikroorganisme sebesar <103 sel/ml. Pada

sapi yang memiliki gejala mastitis, Streptococus agalactiae, Staphylococcus aureus,

coliform dan Pseudomonas dapat ditemui dalam jumlah yang cukup besar. Peralatan

(19)

7

seperti Pseudomonas, Alcaligenes, dan Flavobacterium. Begitu juga dengan jenis

bakteri Gram positif seperti Micrococcus dan Enterococcus (Goktepe et al., 2006).

Selama masa penyimpanan susu di dalam refrigerator sebelum dilakukan

proses pasteurisasi, maka bakteri yang dapat berkembang di dalam susu segar

hanyalah bakteri yang bersifat psikotropik. Jenis-jenis bakteri tersebut antara lain

Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, beberapa koliform, dan Bacillus spp.

Bakteri tersebut dapat mempengaruhi kualitas pada susu segar (misalnya rasa dan

tekstur susu). Beberapa bakteri diantaranya juga mampu memproduksi enzim tahan

panas, seperti proteinase dan lipase. Enzim ini juga mampu untuk mempengaruhi

kualitas dari produk susu segar, bahkan setelah melalui proses pasteurisasi pada susu

segar (Lund et al., 2000).

Pengawasan mutu mikrobiologi dari susu segar dan susu pasteurisasi

dilakukan di banyak negara melalui badan pengawas kesehatan pangan. Di Amerika

Serikat jumlah mikroba (Total Plate Count) pada susu segar yang dijual di pasaran

adalah sekitar 1x105 hingga 3 x105 koloni/ml, sedangkan syarat mutu susu segar

yang digunakan untuk kebutuhan industri adalah 0,5 hingga 1x106 koloni/ml (Ray,

2001). Persyaratan mutu mikrobiologi susu telah ditentukan pemerintah Indonesia

berdasarkan keputusan Badan Standardisasi Nasional tentang Batas Maksimum

Cemaran Mikroba dalam Pangan yang tertuang dalam Standar Nasional Indonesia

yaitu SNI 7388:2009. Persyaratan pada SNI untuk batas maksimum susu segar untuk

diproses lebih lanjut meliputi ALT (angka lempeng total) 1x106 koloni/ml, koliform

2x101 koloni/ml, APM (angka paling mungkin) E. coli <3/ml, Salmonella negatif/25

ml dan S. aureus 1x102 koloni/ml.

Mikroorganisme yang terdapat di dalam susu pasteurisasi merupakan

mikroorganisme yang dapat bertahan dari proses pasteurisasi pada susu segar (seperti

mikroorganisme termodurik) dan mereka yang masuk ke dalam produk susu pasca

proses pasteurisasi dan sebelum pengemasan (kontaminasi pasca pasteurisasi).

Beberapa contoh dari mikroorganisme termodurik yang dapat bertahan dari proses

pasteurisasi antara lain Micrococcus, bebebrapa jenis Enterococcus (E. faecalis),

Streptococcus, beberapa jenis Lactobacillus (seperti L. viridescens), dan spora dari

Bacillus dan Clostridium. Beberapa kontaminan pasca proses pemanasan antara lain

(20)

8

Sebagian besar kerusakan susu disebabkan oleh mikroorganisme. Beberapa

kerusakan tersebut antara lain, (1) pengasaman dan penggumpalan susu karena

terbentuknya asam laktat, (2) pengentalan dan pembentukan lendir, dan (3)

penggumpalan susu tanpa penurunan pH yang diakibatkan oleh aktivitas bakteri

Bacillus cereus (Buckle et al., 2007).

Yogurt

Yogurt merupakan hasil fermentasi susu yang dibuat dengan penambahan

satu kultur atau lebih pada bahan yang mengandung krim susu, sebagian susu skim

atau skim. Kultur starter yang ditambahkan berupa bakteri atau kombinasi dari dua

bakteri asam laktat spesifik, yaitu Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dan

Streptococcus thermophilus (Hui, 2004).

Yogurt sering digunakan sebagai makanan yang bertujuan untuk kebutuhan

diet (dietetic purposes) atau kesehatan (therapeutic purposes), terutama bagi

konsumen yang menginginkan produk pangan dengan kalori rendah. Penderita

lactose intolerance sangat baik mengkonsumsi produk yogurt karena jumlah laktosa

yang terkandung sangat rendah. Bakteri Lactobacillus seperti L. acidophilus, L.

casei, atau keduanya memiliki potensi untuk mendegradasi laktosa sehingga

membantu dalam proses pencernaan laktosa (Ray, 2001).

Berdasarkan perbedaan metode pembuatannya, tipe yogurt dibagi menjadi

dua yaitu set yogurt dan stirred yogurt. Klafikasi ini berdasarkan pada sistem

pembuatannya dan struktur fisik dari koagulum. Set yogurt merupakan produk

dengan karakteristik proses bahwa pada waktu inkubasi atau fermentasi susu berada

di dalam kemasan individual, sehingga karakteristik koagulumnya tidak berubah.

Pada stirred yogurt fermentasi susu dilakukan pada wadah yang relatif sangat besar

(fermentor) dan setelah inkubasi barulah produk dikemas dalam kemasan individual

sehingga memungkinkan koagulumnya mengalami perubahan tekstur dan konsistensi

sebelum pendinginan dan pengemasan selesai (Hui, 2004). Yogurt komersial dibagi

menjadi tiga kategori utama, yaitu : plain yogurt atau natural yogurt (tanpa

penambahan bahan lainnya selain susu dan kultur BAL), fruit yogurt (yogurt dengan

penambahan buah), dan flavoured yogurt yaitu yogurt dengan penambahan bahan

(21)

9

Jika pada yogurt ditambahkan probiotik, maka interaksi probiotik dengan

kultur yogurt menjadi lebih baik sehingga produk sinbiotik menjadi lebih unggul.

Diduga kultur bakteri asam laktat yang digunakan dalam pembuatan yogurt akan

lebih intensif ketika digunakan bersamaan dengan probiotik yang sengaja

ditambahkan pada yogurt (Knut, 2001).

Sifat Mikrobiologi

Kultur starter yogurt komersial terdiri atas Lactobacillus delbrueckii subsp.

bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Hasil penelitian Utami (1995)

mendapatkan, bahwa inokulasi biakan starter terbaik pada yogurt adalah konsentrasi

3% dengan perbandingan terbaik antara Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus

dan Streptococcus thermophilus adalah 1 : 1.

Kombinasi L. delbrueckii subsp. bulgaricus dan S. thermophilus pada

produk akan mempercepat dan menghasilkan total asam yang lebih banyak

dibandingkan dalam bentuk tunggalnya. Hal ini disebabkan aktifitas proteolitik dari

L. bulgaricus yang menghasilkan asam amino seperti valin, histidin dan glisin

sehingga dapat merangsang pertumbuhan dan produksi asam dari bakteri S.

thermophilus Sebaliknya aktifitas dari S. thermophilus akan menurunkan pH dan

menghasilkan asam format yang dapat menstimulasi aktifitas L. delbrueckii subsp.

bulgaricus (Ray, 2001).

Yogurt yang mengandung L. delbrueckii subsp. bulgaricus dan S.

thermophilus dapat mempengaruhi jumlah Clostridium dan Bifidobacteria yang

terdapat dalam usus manusia. Dengan konsumsi yogurt secara teratur maka terjadi

perubahan jumlah mikroflora di dalam usus yaitu jumlah Clostridium menurun dan

Bifidobacteria meningkat (Hekmat dan McMahon, 1992). Pada awal inkubasi S.

thermophilus tumbuh lebih cepat dan mendominasi proses fermentasi, sedangkan L.

delbrueckii subsp. bulgaricus tumbuh lebih lambat. Pada saat pH mencapai 4,2

pertumbuhan S. thermophilus akan semakin melambat hingga pada saat pH di bawah

4,2 maka proses fermentasi yang terjadi didominasi oleh L. delbrueckii

subsp.bulgaricus. (Hui, 2004).

Bakteri L. delbrueckii subsp.bulgaricus dan S. thermophilus merupakan

(22)

10

Bakteri asam laktat yang tergolong ke dalam homofermentatif dapat megubah lebih

dari 85% glukosa atau heksosa lainnya menjadi asam laktat (Campbell-Platt, 2009).

Proses Fermentasi

Bakteri asam laktat memproduksi asam organik seperti asam laktat dan

asam asetat yang membantu mengatur aktifitas pencernaan dan memperbaiki

pencernaan serta absorpsi pada tubuh manusia. Komponen-komponen yang

diproduksi oleh bakteri asam laktat dapat pula menekan proses pembusukan

makanan dalam usus dan merangsang ekskresi kotoran ke luar. Selain itu bakteri

asam laktat memiliki pengaruh bakteriostatik terhadap mikroba tertentu (Goktepe et

al., 2006).

Laktosa atau gula susu yang berupa disakarida dihidrolisis menjadi

monosakarida glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase. Unit-unit monosakarida

tersebut (dalam kondisi asam) kemudian difermentasi oleh bakteri asam laktat

menjadi asam laktat (Hui, 2004).

Yogurt yang memiliki keasaman kurang lebih 1% asam laktat akan

menyebabkan bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella sp menjadi inaktif. Selain

itu koliform akan menjadi tidak mampu bertahan pada kondisi pH rendah dan

penghambatan ini diperkuat oleh produksi senyawa-senyawa antibiotik yang

dihasilkan oleh mikroorganisme yogurt (Tamime dan Robinson, 1999).

Kasein merupakan protein terbesar yang terdapat dalam susu dan sangat

dipengaruhi oleh kondisi penurunan nilai pH. Penurunan tingkat keasaman atau nilai

pH susu berakibat misela-misela tersebut menjadi endapan dan membentuk jeli

sehingga terbentuk gel yogurt (Brown, 2008).

Pembuatan Yogurt

Pembuatan yogurt dimulai dengan persiapan kultur, yaitu dengan

membiakkan kultur murni Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus dan

Streptococcus thermophilus. Umumnya pada pembuatan plain yogurt tidak

ditambahkan gula maupun flavor sehingga yogurt yang dihasilkan memiliki citarasa

asli. Kandungan lemak dalam yogurt dapat diatur sesuai dengan tingkat kesukaan

(23)

11

pembuatan yogurt antara lain susu skim, atau susu rendah lemak. Sedangkan bahan

tambahan pangan yang dapat digunakan untuk meningkatkan mutu yogurt antara lain

vitamin A, vitamin D, pemanis alami atau pemanis buatan, penstabil, perisa

(flavoring ingredients), maupun pewarna pangan. Selain itu, ke dalam yogurt dapat

pula ditambahkan bakteri laktat lainnya misalnya Lactobacillus acidophilus yang

mampu menghasilkan bakteriosin. Lactobacillus acidophilus termasuk probiotik,

sehingga dengan penambahan L. acidophilus pada yogurt akan menghasilkan yogurt

sinbiotik (Hui, 2004).

Pada pembuatan minuman susu fermentasi, diharapkan akan dihasilkan

produk akhir dengan pH 3,8. Nilai pH yang rendah, jauh di bawah titik isoelektrik

protein susu (4,6) akan mencegah pertumbuhan bakteri lainnya termasuk juga bakteri

patogen selama proses penyimpanan. Namun demikian, kapang masih mungkin

tumbuh pada produk dengan tingkat keasaman tinggi sehingga dapat menyebabkan

kerusakan yogurt (Goktepe et al, 2006 dan Hui, 2004). Hal ini dapat dicegah dengan

penambahan bahan tambahan pangan yang bersifat antimikotik pada yogurt untuk

mencegah atau menghambat pertumbuhan kapang, sehingga dapat memperpanjang

umur simpan yogurt.

Sifat dan Nilai Gizi Yogurt

Umumnya sifat yogurt dipengaruhi oleh komposisi bahan mentah yang

digunakan. Karakteristik yogurt yang dihasilkan adalah halus, membentuk gel kental

dengan rasa asam dan flavor yang menyerupai flavor green apple. Beberapa yogurt

menunjukkan karakteristik konsistensi yang menyerupai puding (Hui, 2004).

Flavor yang dimiliki oleh yogurt memiliki karakteristik unik dan umumnya

tidak ditemui dalam produk susu fermentasi lainnya. Flavor tersebut dipengaruhi

oleh suhu inkubasi, jumlah inokulum yang ditambahkan, periode inkubasi, sumber

kultur, perlakuan pemanasan bahan dasar susu dan pH produk akhir (Hui, 2004 dan

Ray, 2001).

Plain yoghurt merupakan yogurt murni tanpa penambahan flavor atau buah

serta tanpa bahan penstabil maupun pemanis. Karakteristik yogurt ini adalah

umumnya asam, berflavor khas yogurt dengan tingkat keasaman berkisar antara 0,9 –

(24)

12

konsumen karena kurangnya variasi rasa dan aroma, namun bagi konsumen yang

membatasi konsumsi gula maka plain yoghurt merupakan salah satu pilihan yang

tepat. Bakteri asam laktat pada yogurt non pasteurisasi yang disimpan pada suhu

rendah masih dapat berkembang secara lambat, sehingga proses produksi asam laktat

pun masih berlangsung. Hal ini menyebabkan yogurt yang terlalu lama disimpan

pada suhu rendah akan memiliki rasa asam yang sangat pekat, yang berasal dari asam

laktat dalam jumlah besar. Yogurt non pasteurisasi yang disimpan pada suhu 10oC

memiliki umur simpan sekitar 2 minggu (Hui, 2004).

Pemanasan yogurt pada suhu berkisar antara 60 – 65oC selama 15-20 menit

dapat mempertahankan mutu yogurt antara 6 – 8 minggu apabila disimpan pada suhu

dingin (12oC). Yogurt yang tidak dipanaskan memiliki waktu simpan 3 minggu

apabila disimpan pada suhu dingin. Pemanasan yogurt dapat memperpanjang masa

simpan yogurt karena dengan aplikasi panas dapat membunuh bakteri-bakteri lain

yang mungkin telah mencemari yogurt. Selain itu bakteri asam laktat pada yogurt

pasteurisasi akan mati sehingga produk tidak semakin masam (Lund et al., 2000).

Mikroflora Usus

Mikroflora usus terdapat semenjak manusia dilahirkan dan terdiri atas

bermacam-macam mikroorganisme yang memiliki fungsi penting bagi inangnya,

khususnya yaitu manusia. Janin hidup dan tumbuh dalam kondisi steril dalam

kandungan, selanjutnya akan terekspos oleh mikroba yang berasal dari saluran

genital, feses, mikroba kulit ibunya, dan lingkungan setelah dilahirkan (Goktepe, et

al., 2006).

Komposisi dari mikroflora usus berubah seiring dengan bertambahnya umur

seseorang. Manusia dewasa yang sehat memiliki mikroflora usus yang berada pada

keseimbangan walaupun terdapat perbedaan pada individu yang satu dengan individu

lainnya. Menurut Mitsuoka (1990), perubahan yang terjadi dengan mikroflora

disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain karena bertambahnya usia,

stress, konstipasi, dan diare yang dialami oleh individu tersebut. Salminen dan

Wright (1998) menyatakan bahwa komposisi mikroflora usus pada lokasi spesifik

ditentukan oleh lingkungan fisik (misalnya gerakan usus) dan lingkungan kimia

(25)

13

merupakan mikroba yang dominan terhadap flora bayi yang sedang dalam masa

pemberian ASI, sedangkan bayi yang diberikan susu formula memiliki flora yang

lebih beragam, antara lain meliputi Bifidobacteria, mikroba aerobik dan anaerobik

(Mitsouka, 1990).

Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat (BAL) adalah bakteri yang dapat memfermentasi

gula-gula sederhana seperti glukosa atau laktosa untuk memproduksi sejumlah besar asam

laktat. Klasifikasi bakteri asam laktat dibuat pada tahun 1919 oleh S. Orla-Jensen

(Hui, 2004). Kini dengan penggunaan metode untuk teknologi dan tipe molekuler

DNA maka berdampak besar pada taksonominya sehingga perlu dilakukan revisi

taksonomi (Tabel 2), sedangkan pada Tabel 3 tercantum sepuluh nama genus bakteri

asam laktat.

Bakteri asam laktat termasuk kelompok bakteri Gram-positif, tidak

membentuk spora, dapat berbentuk koki, kokobasili atau batang. Pada umumnya

BAL bersifat katalase negatif, namun beberapa galur memiliki sifat katalase semu

yang dapat dideteksi dalam kultur yang dipupukkan pada media dengan konsentrasi

gula rendah, dan membutuhkan karbohidrat yang difermentasi untuk

pertumbuhannya (Ray, 2001).

Bakteri asam laktat diklasifikasikan menjadi dua golongan berdasarkan hasil

metabolisme glukosa, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. BAL

homofermentatif mengubah 95% glukosa menjadi asam laktat serta sejumlah kecil

CO2 serta asam-asam volatile (Rahman et al., 1992). BAL heterofermentatif

menghasilkan asam asetat, asam laktat, CO2, dan etanol dalam jumlah yang besar

(Mitsuoka, 1990). Bakteri asam laktat juga memiliki kemampuan untuk

menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme lainnya. Senyawa-senyawa antimikroba tersebut antara lain asam

laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, diasetil, serta bakteriosin (De Vuyst dan

(26)

14

Tabel 2. Perubahan Nama-nama Bakteri Asam Laktat bedasarkan Revisi Taksonomi

Lactobacillus delbrueckii subsp. lactis Lactobacillus lactis

Lactobacillus rhamnosus Lactobacillus casei subsp. Rhamnosus

Lactobacillus sakei Lactobacillus sake dan sebagian besar strain dari Lactobacillus bavaricus Lactobacillus sanfranciscensis Lactobacillus sanfrancisco

Lactococcus lactis subsp. cremoris Streptococcus cremoris

Lactococcus lactis subsp. lactis Streptococcus lactis

Lactococcus lactis subsp. lactis biovar. Diacetylactis

Keterangan : Tidak semua bacteria dalam daftar tersebut digunakan sebagai starter, beberapa diantaranya merupakan hasil isolasi dari produk fermentasi pangan (http://www.bacterio.cict.fr.)

Kultur Starter Yogurt.

Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus. Bakteri Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus merupakan salah satu bakteri yang berperan sebagai

kultur starter bakteri dalam proses pembuatan produk yogurt. Bakteri ini dapat hidup

di dalam usus namun hanya dapat bertahan selama sekitar tiga jam setelah masuk ke

(27)

15 Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus tidak tergolong ke dalam bakteri

probiotik (Goktepe et al., 2006).

Tabel 3. Genus dari Bakteri Asam Laktat

Genus Genus terdahulu Jumlah spesies Fermentasi Gula

Lactococcus Lactic atau Grup N

Streptococcus

5 Homo

Enterococcusa Fecal Streptococcus 14 Homo

Streptococcusb 39 Homo

Keterangan : abeberapa bersifat patogenik bBanyak yang bersifat patogenik

c

Fermentasi glukosa melalui jalur homofermentatif, serta pentoses dan 6-P- glyconate melalui jalur heterofermentatif.

Bakteri L. delbrueckii subsp. bulgaricus termasuk bakteri Gram-positif,

memiliki bentuk batang, berukuran medium atau panjang. Bakteri laktat ini tidak

dapat tumbuh pada suhu 10OC, namun mampu bertahan hidup dalam suhu 45OC,

memiliki sifat reduksi litmus kuat, tidak tahan pada kondisi garam (6,5%), dan

bersifat termodurik (Rahman et al., 1992).

Banyak penelitian menunjukkan adanya korelasi keberadaan L. delbrueckii

subsp. bulgaricus dengan mikroflora usus. Terdapat perubahan mikroflora dalam

feses manusia setelah mengkonsumsi yogurt yang mengandung bakteri Lactobacillus

delbrueckii subsp. bulgaricus. Jumlah Bifidobakteria dalam feses meningkat,

(28)

16

Streptococcus thermophilus. Bakteri S. thermophilus (Streptococcus

salivarius subsp. thermophilus) merupakan salah satu bakteri yang berperan dalam

proses pembuatan yogurt seperti halnya Lactobacillus delbruekii subsp. bulgaricus.

Bakteri laktat S. thermophilus juga hanya dapat bertahan hidup dalam usus manusia

dalam rentang waktu yang tidak lama (Goktepe et al., 2006).

Bakteri S. thermophilus merupakan bakteri yang berbentuk bulat dengan

susunan membentuk rantai panjang atau pendek, termasuk dalam golongan bakteri

Gram-positif, dapat mereduksi litmus milk dan katalase negatif. Bakteri ini tidak

toleran terhadap konsentrasi garam lebih dari 6,5% dengan pH optimal untuk

pertumbuhan adalah 6,5. S. thermophilus dibedakan dari genus Streptococcus lainnya

berdasarkan pertumbuhan pada suhu 45oC, dan tidak dapat tumbuh pada suhu 10oC

(Jay, 2000).

Bakteri S. thermophilus yang ditumbuhkan pada susu kerbau memiliki sifat

antibakteri. Beberapa bakteri yang dihambat oleh S. thermophilus adalah Bacillus

cereus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhosa, Escherichia coli, dan

Staphylococcus aureus (Davidson and Branen, 1993).

Kultur Starter Probiotik.

Lactobacillus acidophilus

Bakteri Lactobacillus acidophilus juga merupakan bakteri yang hidup di

dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri ini memiliki pengaruh yang baik bagi

kesehatan manusia yaitu membantu keseimbangan jumlah mikroflora di dalam usus, meningkatkan aktifitas enzim β-galaktosidase, menurunkan kolesterol serta mengontrol perkembangan sel kanker (Hui, 2004).

L. acidophilus merupakan bakteri yang berbentuk batang, termasuk ke

dalam famili Lactobacillaceae, genus Lactobacillus. Bakteri ini tergolong ke dalam

bakteri Gram-positif dan tidak membentuk spora. L. acidophilus bersifat

homofermentatif, menghasilkan D, L-asam laktat (dari glukosa). Suhu optimum bagi

pertumbuhan bakteri ini adalah 35 – 38oC dan pertumbuhannya akan terhambat pada

suhu 15oC (Lund et al., 2000).

Ketidakstabilan sel Lactobacillus acidophilus yang ditambahkan ke dalam

(29)

17

pada yogurt. Hal ini akan menyebabkan Lactobacillus acidophilus menjadi

kehilangan viabilitasnya. Kehilangan ini dapat dicegah dengan cara penambahan

katalis yaitu enzim katalase (Ray, 2001).

Penambahan Lactobacillus acidophilus atau kultur starter yogurt yang

mengandung Lactobacillus lactis dan Streptococcus thermophilus ke dalam susu

mampu menurunkan gejala lactose maldigestion pada anak-anak. Selain itu bakteri

ini juga mempunyai aktifitas antimutagenik yang mampu menghambat senyawa

mutagenik yang dihasilkan oleh Salmonella Typhimurium (Hui, 2004).

Prebiotik

Prebiotik merupakan bahan yang tidak tercerna di dalam tubuh atau

non-digestible food ingredient yang memicu aktivitas dan pertumbuhan yang selektif

terhadap satu jenis ataupun lebih bakteri penghuni kolon yang bermanfaat bagi

kesehatan manusia (Aryana dan McGrew, 2007). Prebiotik pada umumnya adalah

karbohidrat dalam bentuk oligosakarida (oligofruktosa maupun oligoglukosa) dan

dietary fiber (inulin). Bahan pangan yang merupakan sumber dari prebiotik antara

lain adalah bawang putih, asparagus, pisang, umbi dahlia dan ubi jalar. Suatu

prebiotik harus memenuhi kriteria antara lain (a) tidak terhidrolisis dan diserap di

bagian usus halus ataupun usus besar, (b) substrat tersebut haruslah selektif untuk

satu maupun sejumlah mikroflora yang menguntungkan bagi kolon, dan (c) memiliki

kemampuan untuk mengubah mikroflora pada kolon menjadi komposisi yang

menguntungkan bagi kesehatan manusia, terutama pada bagian kolon (McFarlan dan

Cummings, 1999).

Fruktooligosakarida (FOS)

Fruktooligosakarida (FOS) merupakan oligosakarida yang tidak dapat

dicerna oleh manusia. Umumnya substrat ini terdapat di bawang merah yang

umumnya digunakan pada olahan pangan serta memiliki efek yang bagus untuk

kesehatan. FOS tidak dapat dihidrolisis oleh enzim usus halus sehingga FOS ini

dapat mencapai usus besar. Selanjutnya FOS dimetabolisme oleh mikroflora yang

terdapat pada usus besar. Hasil akhir dari proses fermentasinya berupa gas, asam

(30)

18

McGrew, 2007). Lactobacillus dan Bifidobacterium dapat menfermentasi prebiotik

FOS. Bahan prebiotik FOS banyak juga ditambahkan ke dalam susu formula, yogurt

dan produk pangan lainnya (Kaplan dan Hudkins, 2000).

Bakteriosin

Bakteriosin pada awalnya didefinisikan secara spesifik berhubungan dengan

colicin yaitu jenis protein antibiotik, yang mensitesis suatu komponen yang dapat

mematikan atau menghambat pertumbuhan sel. Kemampuan daya serapnya

bergantung terhadap adanya kehadiran reseptor spesifik pada bagian bakteri yang

sensitif. Ciri-ciri lain yang membedakan substansi penghambat jenis colicin antara

lain berat molekulnya yang relatif tinggi, aktifitas penghambat yang sensitif

(umumnya dibatasi pada strain Enterobactericeae) dan gabungan plasmid yang

menentukan genetik (Ray, 2001).

Sekarang ini telah ditemukan bahwa sebagian besar bakteriosin yang

diproduksi berasal dari bakteri Gram positif. Hal ini jelas tidak sesuai dengan ciri-ciri

pada colicin. Bakteriosin cenderung menjadi lebih aktif terhadap strain bakteri Gram

positif. Beberapa bakteriosin, seperti nisin, mengandung lanthionin yang merupakan

asam amino termodifikasi yang terbentuk setelah terjadi hasil translasi pada molekul

(De Vuyst dan Leroy, 2007).

BAL memiliki kemampuan untuk memproduksi asam laktat yang

merupakan produk utama dari proses metabolisme yang berguna untuk menghambat

pertumbuhan dari mikroorganisme yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan.

Selain asam laktat, bakteri asam laktat juga memiliki kemampuan untuk

memproduksi berbagai substansi antimikroba. Beberapa contoh dari substansi

antimikroba ini antara lain hidogen peroksida, diasetil, asam organik, dan bakteriosin

(Jay, 1992).

Bakteriosin merupakan substansi protein yang umumnya memiliki berat

molekul kecil dan memiliki aktivitas sebagai bakterisidal, melalui sintesis protein

yang diatur oleh plasmid. Senyawa antimikroba atau bakteriosin memiliki banyak

peran dan manfaat, terutama terhadap kemampuan atau sifat antagonistiknya, dalam

bidang biopreservatif bahan pangan, juga terhadap kemampuannya dalam

(31)

19

sebagai terapeutik. Beberapa spesies bakteri asam laktat yang telah diketahui

memiliki kemampuan dalam memproduksi bakteriosin antara lain adalah

Streptococcus lactis, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus acidophilus,

Pediococcus acidilactici, Enterococcus faecum, Enterococcus lactis, Leuconostoc

mesenteroides dan Listeria monocytogenes (Lund et al., 2000).

Ray (2001) menambahkan definisi bakteriosin dengan beberapa kriteria

tambahan, antara lain sebagai berikut : (1) memiliki spektrum aktivitas yang relatif

sempit dan terpusat di sekitar spesies penghasil bakteriosin tersebut, (2) komponen

senyawa aktif utamanya terdiri atas fraksi protein, (3) memiliki sifat bakterisidal, (4)

memiliki reseptor spesifik terhadap sel sasaran dan (5) gen yang determinan terdapat

di dalam plasmid yang memiliki peranan pada produksi dan imunitas.

Bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri asam laktat umumnya digunakan

sebagai komponen aktif untuk biopreservatif bahan pangan. Beberapa bakteriosin

memiliki tingkat ketahanan dan stabil pada perlakuan panas, sehingga hal ini

membuat bakteriosin tersebut aplikatif terhadap proses pemanasan. Bakteriosin juga

memiliki sifat irreversible, mudah untuk dicerna, memiliki pengaruh positif terhadap

kesehatan dan dapat aktif pada konsentrasi yang rendah (De Vuyst dan Vandamme,

1994).

Natamisin

Natamisin (natamycin) pertama kali ditemukan pada tahun 1955.

Natamisin ini ditemukan dalam sebuah filtrat kultur bakteri Streptomyces natalensis.

Bakteri Streptomyces ini diisolasi dari tanah yang berasal dari provinsi Natal di

Afrika Selatan. Oleh karena itu nama natamisin ini diambil dari nama daerah

tersebut. Pada awalnya natamisin disebut dengan pimaricin, sesuai dengan nama kota

terdekat yaitu Pietermaritzburg. Pengaruh komponen antimikotik dari natamisin ini

pada awalnya ditunjukkan terdapat pada bahan pangan seperti buah-buahan lunak

seperti strawberi dan raspberi, jus buah, minuman berkarbonasi, dressed poultry,

sosis, cottage cheese dan hard cheese. Sekarang ini natamisin telah diizinkan

penggunaannya sebagai bahan tambahan pada bahan pangan di seluruh dunia (De

Vuyst dan Leroy, 2007). The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food

(32)

20

dari berbagai senyawa yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Hingga kini

JECFA telah melakukan evaluasi terhadap lebih dari 1.500 jenis bahan tambahan

pangan, termasuk natamisin. Pada tahun 1966 JECFA mulai mempelajari keamanan

dalam pemanfaatan natamisin sebagai antimikroba, dan kajian terakhir tentang

natamisin dilakukan JECFA pada tahun 2002 (DSM, 2010).

Natamycin umumnya digunakan dalam produk seperti keju, krim asam,

yogurt dan campuran salad dalam kemasan. Penggunaan natamisin terutama untuk

perlakuan pada permukaan keju dan daging yang diproses yaitu digunakan pada

permukaan sosis kering/sosis fementasi untuk mencegah pertumbuhan kapang pada

selongsong sosis. Sebagai bahan tambahan pangan, di Eropa natamisin diberi

kode/nomer E 235, namun natamisin yang beredar di Amerika Serikat tetap ditulis

sebagai natamycin (Anonymousa), 2010). Rumus molekul natamisis adalah

C33H47NO13 sedangkan rumus bangun natamisin tercantum pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumus Bangun Natamisin (Anonymous, 2005)

Penggunaan natamisin pada pangan, terutama pada keju dan olahan susu

lainnya, juga telah diuji secara intensif oleh beberapa institusi. Hasil uji

menunjukkan bahwa natamisin tidak bersifat toksik (DSM, 2010). Dari kajian

terhadap hewan percobaan, pemberian ransum yang mengandung natamisin dalam

jumlah tertentu ternyata tidak menunjukkan tokisitas akut. LD50 terendah adalah 450

mg/kg (atau 450 ppm). Bahkan LD50 pada tikus adalah ≥2300 mg/kg, dan dosis rutin

sebanyak 500 mg/kg/hari selama 2 tahun ternyata tidak menunjukkan adanya tumor.

Selain itu, penggunaan natamisin sebagai bahan tambahan pangan tidak berpengaruh

(33)

21

Natamisin bersifat tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa serta

memiliki kelarutan dalam air yang sangat rendah. Namun demikian penggunaan

natamisin efektif pada konsentrasi yang sangat rendah. Sebagian besar kapang

mempunyai konsentrasi penghambatan minimun (minimum inhitory concentration)

sebesar <10ppm. Natamisin akan berikatan dengan ergosterol yang membentuk

building block pada dinding sel khamir maupun kapang. Hal ini tentunya

menyebabkan kerusakan pada dinding sel khamir atau kapang, sehingga

mengakibatkan sel mati. Dinding sel bakteri tidak mengandung ergosterol sehingga

adanya natamisin tidak berpengaruh pada pertumbuhan bakteri (DSM, 2010).

Pengemasan

Pengemasan merupakan salah satu proses yang sangat berperan penting

dalam industri pangan. Tujuan utama proses pengemasan adalah untuk menjaga

kualitas produk dari pengaruh luar, seperti adanya kontaminasi mikroorganisme

ataupun partikel kotoran, menghindari berkurangnya komponen-komponen yang ada

dalam bahan pangan, juga melindungi produk pangan tersebut dari pengaruh panas

dan cahaya. Proses pengemasan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat

penyimpanan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi

maupun kerusakan pasca produksi (Bureau dan Moulton, 1995).

Produk es krim harus dikemas dalam wadah yang tertutup rapat yang tidak

dipengaruhi ataupun mempengaruhi kandungan maupun isi dari produk es krim, serta

aman selama proses penyimpanan maupun pengiriman (Dewan Standarisasi

Nasional, 1995). Kemasan yang terbuat dari kertas karton atau cardboard baik untuk

digunakan pada penyimpanan produk olahan susu. Hal ini disebabkan kertas karton

tersebut tahan terhadap proses pembekuan serta memiliki nilai permeabilitas air dan

gas yang sangat rendah (Bureau dan Moulton, 1995).

Kemasan jenis poly propylene (PP)dapat pula digunakan sebagai kemasan

untuk produk es krim. Poly prolylene relatif banyak digunakan untuk kemasan

pangan maupun non pangan. Kemas plastik PP dikenal sebagai produk plastik yang

relatif ramah lingkungan, karena plastik jenis ini masih mungkin untuk didaur ulang

(34)

22

Keunggulan plastik PP untuk kemasan pangan antara lain permeabilitas uap air yang

sangat rendah sehingga produk yang dikemas relatif tidak mengalami perubahan

kadar air dalam jangka waktu agak lama. Selain itu titik leleh plastik PP sekitar

160oC sehingga plastik ini dapat digunakan untuk mengemas produk pangan yang

mengalami proses pemanasan. Plastik PP terbuat dari bahan yang tidak toksik,

mudah dibersihkan dan tidak meninggalkan noda pada kemasannya (Anomymous b),

2010).

Penilaian Organoleptik

Penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan metode penilaian

yang sering digunakan karena memiliki keunggulan dapat dilaksanakan secara cepat

dan langsung. Penerapan penilaian sensorial yang dilakukan dalam praktek nyata

disebut sebagai uji organoleptik dan dilakukan berdasarkan prosedur tertentu. Sistem

penilaian dari organoleptik telah dibakukan dan telah dijadikan sebagai alat penilaian

dalam laboratorium. Penilaian organoleptik sering digunakan sebagai metoda dalam

penelitian dan pengembangan produk pangan. Prosedur penilaian tersebut

memerlukan prosedur pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam

melakukan analisis data (Karagul-Yuceer et al., 1999).

Pada uji organoleptik, indera yang berperan penting dalam proses pengujian

adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran. Indera

yang paling umum digunakan untuk proses penilaian penerimaan suatu makanan

adalah penglihatan dan pencicipan, lalu disusul oleh indera peraba. Selain itu dalam

proses uji organoleptik diperlukan sejumlah panelis (orang yang akan menjadi

anggota panel untuk proses pengujian). Panelis tersebut dapat dikelompokkan

menjadi beberapa golongan, yaitu panelis terbatas, panelis terlatih, panelis tidak

terlatih, dan panelis konsumen. Panelis dalam uji hedonik diminta tanggapan

pribadinya mengenai kesukaan, atau sebaliknya mengenai ketidaksukaan. Panelis

tersebut juga akan diminta untuk menentukan tingkat dari kesukaan tersebut.

Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut sebagai skala hedonik. Berbeda dengan uji

kesukaan, uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka, melainkan

menyatakan kesan mengenai baik atau buruknya produk pangan yang diuji. Kesan

(35)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Ternak bagian

Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,

Fakultas Peternakan Insitut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama 10 bulan

dimulai sejak Desember 2008 hingga September 2009.

Materi

Bahan baku yang digunakan untuk proses pembuatan yogurt dan es krim

sinbiotik adalah susu skim bubuk, emulsifier dan stabilizer Cremodan-sim, gula

(sukrosa), perisa vanilla, bakteriosin Natamisin, kultur starter yogurt (S. thermophilus

dan L. delbruecki subsp. bulgaricus) dan kultur probiotik (L. acidophilus dan

Bifidobacterium bifidum) dan fruktooligosakarida (FOS). Semua kultur yang

digunakan merupakan koleksi Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil

Ternak. Bahan yang digunakan untuk analisis kimia dan mikrobiologi antara lain

adalah buffer pH 4, buffer pH 7, NaOH 0,1%, HCl 0,02 N, H2SO4 pekat 91-92%,

besi sulfat 5%, barium hidroksida 4,5%, reagen Teles, larutan standar Laktosa,

selenium mix, natrium hidroksi-natrium tiosulfat 30%, larutan borat jenuh, amil

alkohol, kalium oksalat, indikator fenolftalein, indikator merah metal, indikator biru

metil, asam klorida (HCl), larutan kanji, Plate Count Agar (PCA), deMan Rogosa

Sharp Agar (MRSA), Potato Dextrose Agar (PDA) dan aquadestilata.

Peralatan yang digunakan untuk proses pembuatan yogurt dan es krim

antara lain kompor, panci, sendok pengaduk, wadah kemasan, gelas ukur, mangkuk,

timbangan, mixer, ice cream maker, refrigerator dan freezer. Alat untuk analisis fisik

dan kimia adalah labu Erlenmeyer, viskotester, stopwatch, inkubator, pipet, tabung

reaksi, spektrofotometer, cawan Petri, sentrifus, kertas saring, saringan, eksikator,

(36)

24 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah

dengan tiga taraf perlakuan yaitu pemberian konsentrasi natamisin yang berbeda ke

dalam yogurt sinbiotik (10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm) dengan tiga kali ulangan

untuk penelitian pendahuluan dan dua taraf perlakuan yaitu kondisi penambahan

bakteriosin sebanyak 20 ppm yang berbeda : (a) natamisin ditambahkan pada

pembuatan yogurt sinbiotik atau (b) natamisin ditambahkan pada pembuatan adonan

es krim yogurt sinbiotik dengan tiga kali ulangan untuk penelitian utama. Peubah

yang diamati untuk penelitian pendahuluan adalah viskositas, nilai pH, TAT (Total

Asam Tertritasi), perhitungan mikrobiologi yang meliputi TPC (Total Plate Count),

BAL (Bakteri Asam Laktat) dan kapang/khamir pada yogurt sinbiotik. Peubah yang

diamati untuk penelitian utama adalah (a) sifat fisik es krim yang meliputi daya leleh,

viskositas dan overrun, (b) sifat kimia es krim yang meliputi pengukuran

keasamanan yaitu pH dan TAT (Total Asam Tertritasi) serta (c) sifat mikrobiologi

yang meliputi Total Plate Count (TPC), total Bakteri Asam Laktat (BAL) dan total

kapang dan khamir. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002), model matematika

yang digunakan sebagai berikut :

Yij = µ + αi + εijk

Keterangan :

a. Penelitian Pendahuluan

Yij = hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh penambahan natamisin ke-i

εij = galat percobaan akibat ulangan ke-j dari perlakuan ke-i i = persentase penambahan natamisin (10 ppm, 15 ppm, 20 ppm)

(37)

25

b. Penelitian Utama

Yij = hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai rataan umum

αi = pengaruh penambahan natamisin 20 ppm pada kondisi ke-i

εij = galat percobaan akibat ulangan ke-j dari perlakuan ke-i

i = kondisi penambahan natamisin 20 ppm (natamisin ditambahkan pada

pembuatan yogurt sinbiotik atau natamisin ditambahkan pada pembuatan

adonan es krim yogurt sinbiotik)

j = ulangan (1, 2,dan 3)

Data yang diperoleh dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama

dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Data hasil pengujian organoleptik terhadap

penampilan umum, warna, rasa, aroma, daya leleh, dan tekstur dianalisis dengan

menggunakan uji hedonik, kemudian diolah secara deskriptif.

Metode Analisis Waktu Pelelehan (Muse dan Hartel, 2004).

Waktu pelelehan diukur dengan menggunakan cara sebagai berikut :

sebanyak lima gram es krim ditempatkan pada saringan yang di bawahnya terdapat

gelas piala dan dilakukan pada tempat yang bersuhu ruang (27±1oC). Waktu yang

diperlukan es krim untuk mencair sempurna pada suhu ruang tersebut merupakan

waktu leleh dari es krim.

Viskositas (Campbell-Platt, 2009).

Viskositas diuji dengan alat viskotester. Sebelum melakukan pengukuran,

sampel es krim dilelehkan dan dibiarkan hingga mencapai suhu kamar (27±1oC).

Sampel yang diukur meliputi adonan yang belum dibekukan (menit ke-0) dan adonan

setelah pembekuan.

Overrun (Muse dan Hartel, 2004)

Pengembangan volume es krim yogurt sinbiotik dihitung berdasarkan

perbedaan berat adonan mula-mula dengan berat es krim yogurt sinbiotik pada

(38)

26

W1 – W2

Overrun = x 100%

W2

Keterangan :

W1 = berat adonan/satuan volume

W2 = berat es krim/satuan volume

Nilai pH (Campbell-Platt, 2009)

Pengukuran nilai pH menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, alat pH

meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4 dan pH 7.

Sampel sebanyak 10 ml diambil dan selanjutnya elektroda pH meter dicelupkan ke

dalam sampel tersebut. Nilai yang dibaca adalah nilai pH meter yang telah stabil.

Total Asam Tertitrasi (Campbell-Platt, 2009)

Pengukuran total asam tertitrasi pada es krim diukur dengan menggunakan

metode titrasi yang dinyatakan sebagai persentase (%) asam laktat. Sampel es krim

yang telah dicairkan sebanyak 10 ml dipipet ke dalam labu Erlenmeyer, lalu

ditambahkan indikator PP (fenolftalein) 2 - 3 tetes dan dititrasi dengan menggunakan

NaOH 0,1 N. Titrasi dihentikan apabila telah terjadi perubahan warna merah muda

yang tetap. Total asam tertitrasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

a x b x 90,08

Total asam tertritasi (% asam laktat) = x 100 %

1000 x c

Keterangan :

a = volume NaOH yang digunakan (ml)

b = normalitas NaOH (N)

(39)

27

Total Plate Count atau Angka Lempeng Total (Badan Standardisasi Nasional, 2009)

Sampel sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi

45 ml larutan pengencer Buffer Pepton Water (BPW). Campuran dihomogenkan dan

didapat pengenceran sepersepuluh (P-1). Selanjutnya dari P-1 dipipet sebanyak 1 ml

dan dilarutkan kembali ke dalam larutan pengencer BPW sebanyak 9 ml, maka

diperoleh P-2. Cara yang sama dilakukan hingga P-9. Pemupukan dilakukan terhadap

masing-masing pengenceran yang dikehendaki (P-4 hingga P-9). Sebesar 1 ml sampel

dari pengenceran terpilih dipipet ke dalam cawan Petri dan ditambahkan medium

Plate Count Agar (PCA) sebanyak 12 – 15 ml, lalu dihomogenkan/digoyang sejenak

agar merata dan dibiarkan hingga agar mengeras. Cawan Petri selanjutnya diinkubasi

pada suhu 37oC dengan posisi terbalik selama 24-48 jam. Koloni yang tumbuh

dihitung berdasarkan Standard Plate Count.

Total Bakteri Asam Laktat (Badan Standardisasi Nasional, 2009)

Pemupukan untuk bakteri asam laktat menggunakan metode tuang atau pour

plate. Pemupukan dengan metode tuang dilakukan dengan cara mengambil sebanyak

1 ml sampel yang telah diencerkan kemudian disebarkan pada permukaan cawan

Petri. Media MRSA steril sebanyak 12 – 15 ml dituangkan ke dalam cawan Petri dan

dihomogenisasi/digoyang sejenak agar sampel tersebar merata, lalu dibiarkan hingga

agar media mengeras. Cawan Petri kemudian dibalik dan diinkubasi pada suhu 37oC

selama 24-48 jam. Jumlah bakteri asam laktat (BAL) ditentukan melalui

penghitungan koloni BAL dalam cawan. Hasil analisis ditentukan berdasarkan

Standard Plate Count (SPC).

Total Kapang dan Khamir (Badan Standardisasi Nasional, 2009)

Penghitungan total kapang dan khamir dilakukan dengan memipet yogurt

sinbiotik sebanyak 5 ml ke dalam 45 ml pengencer Buffer Pepton Water (BPW).

Campuran dihomogenkan dan didapat pengenceran sepersepuluh (P-1). Selanjutnya

dari P-1 dipipet sebanyak 1 ml dan dilarutkan ke dalam larutan pengencer BPW

sebanyak 9 ml, maka diperoleh P-2. Cara yang sama dilakukan hingga P-5.

(40)

28

hingga P-5) sebesar 1 ml ke dalam cawan Petri lalu ditambahkan medium Potatoes

Dextrose Agar (PDA) sebanyak 12 – 15 ml, kemudian dihomogenkan dan dibiarkan

hingga agar mengeras. Cawan Petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 25±1oC dengan

posisi terbalik. Berdasarkan Standard Plate Count dilakukan penghitungan koloni

yang tumbuh dilakukan setelah 2 – 7 hari masa inkubasi.

Uji Hedonik (Meilgaard et al., 1999)

Pengujian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode pengujian

hedonik. Panelis diminta tanggapan pribadinya yang menyatakan tingkat kesukaan

panelis terhadap aroma, warna, tekstur, rasa dan daya leleh es krim yogurt sinbiotik.

Pengujian menggunakan panelis tidak terlatih sebanyak 60 orang. Pengujian hedonik

menggunakan angka 5 skala numerik, yaitu sangat suka (1), suka (2), netral (3), tidak

suka (4), dan sangat tidak suka (5) untuk masing-masing atribut.

Apabila nilai LoA (level of acceptance) parameter yang diuji <70% nilai

tertinggi, maka parameter yang dinilai dapat diterima oleh panelis, namun apabila

nilai LoA >70% nilai tertinggi, maka parameter produk yang diujikan tidak diterima

oleh panelis, sehingga diperlukan perbaikan terhadap kualitas dari produk tersebut

(Karagul-Yuceer et al., 1999).

Metode Penelitian

Penelitian ini mencakup dua tahapan penelitian, yaitu penelitian

pendahuluan dan penelitian utama.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk pembuatan yogurt

sinbiotik. Susu skim bubuk direkonstitusi dan dipanaskan hinggga mencapai suhu

85-950 C, lalu dipertahankan pada suhu tersebut selama 30 menit untuk mendapatkan

total padatan. Susu kemudian didinginkan hingga mencapai suhu 45oC lalu dilakukan

inokulasi kultur starter yogurt yang terdiri atas campuran S. thermophilus dan L.

delbrueckii subsp. bulgaricus serta probiotik (L. acidophilus dan B.bifidum) dengan

perbandingan masing-masing sebesar 1:1:1:1. Susu yang telah dicampur dengan

Gambar

Tabel 2. Perubahan Nama-nama Bakteri Asam Laktat bedasarkan Revisi
Tabel 3. Genus dari Bakteri Asam Laktat
Gambar 2. Tahapan Proses Pembuatan Yogurt Sinbiotik tanpa atau dengan
Gambar 3.  Tahapan Proses Pembuatan Es Krim Yogurt Sinbiotik (Mitten dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Es krim sudah dikenal banyak masyarakat dan disukai oleh golongan umur dengan penambahan susu tempe pada es krim sangat bermanfaat untuk proses pencernaan

Permasalahan yang dihadapi dalam pembuatan es krim sinbiotik ubi jalar ungu adalah tidak adanya laktosa pada filtrat ubi jalar ungu selain itu proses pembekuan dapat menurunkan

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan sari nenas (Ananas sativus) dengan konsentrasi berbeda terhadap nilai pH dan overrun es krim.. Parameter yang

Data hasil pengamatan untuk sifat organoleptik es krim dengan penambahan tepung kacang hijau terhadap warna es krim dapat dilihat pada tabel 3.. Berdasarkan

kegiatan penyuluhan pembuatan Es krim berbahan dasar susu sapi segar dengan penambahan buah naga merah - Responden mau menerima bahwa Pembuatan Es Krim berbahan

Permasalahan yang dihadapi dalam pembuatan es krim sinbiotik ubi jalar ungu adalah tidak adanya laktosa pada filtrat ubi jalar ungu selain itu proses pembekuan dapat menurunkan

Penambahan konsentrasi tepung sagu dalam yoghurt memberikan perbedaan terhadap hasil rata-rata total padatan es krim yoghurt karena tepung sagu merupakan karbohidrat yang

Kadar protein es krim tertinggi yaitu 1,458 % pada perlakuan penambahan temulawak 30 g dan penambahan bubur buah nanas 60 g. Sedangkan kadar protein es krim terendah yaitu 1,102