SKRIPSI
Disusun oleh :
Cicin Nilawati NPM : 0933010034
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknologi Pangan
Oleh:
Cicin Nilawati
NPM 0933010034
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
pelaksanaan penyusunan skripsi dengan judul €Pemanfaatan Umbi Gembili
(Dioscorea esculenta) dalam Pembuatan Es Krim Sinbiotik• hingga
terselesaikannya pembuatan laporan skripsi ini. Skripsi ini merupakan tugas akhir
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan.
Kemudahan dan kelancaran pelaksanaan skripsi serta penyusunan
laporan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini dengan penuh rasa hormat dan rendah hati, penulis ingin
menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN
€Veteran• Jatim.
2. Ibu Dr. Dedin Rosida, STP, MKes selaku Ketua Jurusan Teknologi Pangan
UPN €Veteran• Jawa Timur
3. Ibu Ir. Ulya Sarofa selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan
pengarahan dan bimbingan serta memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Ir. Tri Mulyani, MS selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan serta memberikan saran dalam
penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Dedin Rosida, STP, MKes, Bapak Ir. Rudi Nurismanto, Msi selaku
Dosen Penguji seminar proposal dan hasil penelitihan, yang telah banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan serta memberikan saran dalam
penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Staf di Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi
Industri UPN €Veteran• Jatim.
7. Keluargaku Tercinta Ayah dan Ibu, terima kasih banyak atas segala dorongan,
kesabaran, dukungan material dan spiritual yang diberikan hingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. €Tanpa kalian aku bukanlah apa-apa•
8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009, terimakasih atas semangat yang
diberikan selama ini.
9. Saudara ‚ saudara Mahapala UPN €Veteran• Surabaya terimakasih atas
bersifat obyektif dan membangun guna kesempurnaan skripsi ini.
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI... ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
INTISARI... ... vii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Tujuan Penelitian ... 4
C. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 5
A. Umbi Gembili (
Dioscorea esculenta
) ... 5B. Es Krim ... 7
1. Kualitas Es Krim... 8
2. Bahan-bahan Dasar dalam Pembuatan Es Krim... 10
3. Proses Pembuatan Es Krim... 16
C. Inulin sebagai Komponen Prebiotik ... 19
D. Susu Skim sebagai Cryoprotectant ... 20
E. Sinbiotik ... 22
F. Probiotik... 23
1. Peranan Probiotik... 23
2. Bakteri Probiotik... 24
3. Lactobacillus casei... 25
4. Bifidobacterium... 25
G. Fermentasi Bakteri Asam Laktat... 26
H. Efek Pembekuan Terhadap Viabilitas BAL... 27
2. Net Present Value (NPV)... 32
3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)... 33
4. Payback Periode (PP)... 33
5. Internal Rate of Return (IRR)... 33
M. Landasan Teori ... 33
N. Hipotesa... 36
BAB III. METODE PENELITIAN... 37
A. Tempat dan Waktu... 37
B. Bahan ... 37
C. Alat ... 37
D. Metode Penelitian ... 38
E. Prosedur Penelitian... 41
1. Pembuatan Kultur Kerja... 41
2. Pembuatan Starter... 41
3. Pembuatan Filtrat Umbi Gembili... 42
4. Pembuatan Es Krim sinbiotik Umbi Gembli... 42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46
A. Hasil Analisa Bahan Baku... 46
1. Umbi Gembili... 46
2. Total Bakteri Asam Laktat Starter Awal... 47
B. Hasil Analisa Produk Es Krim Sinbiotik Umbi Gembili.... ... 47
1. Overrun... 47
2. Waktu Pelelehan... 50
3. Protein Total... 52
4. Stabilitas emulsi... 54
5. Kadar Lemak... 55
C. Analisis Keputusan ... 61
D. Analisis Es Krim Sinbiotik Umbi Gembili untuk Perlakuan .... Terbaik... 64
1. Viabilitas Bakteri Asam Laktat... 64
E. Analisis Finansial ... 65
1. Kapasitas Produksi... 65
2. Biaya Produksi... 66
3. Harga Pokok Produksi... 66
4. Harga Jual Produksi... 66
5. Break Event Point (BEP)... 67
6. Net Present Value (NPV)... 67
7. Payback Periode (PP)... 68
8. Gross Benefit Cost Ratio... 68
9. Rate of Return (ROR)... 68
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
DAFTAR PUSTAKA
0933010034
INTISARI
Sinbiotik merupakan gabungan antara probiotik dan prebiotik. Pada dasarnya bahan dasar dalam pembuatan es krim adalah susu sapi, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan dilakukan inovasi dalam pembuatan es krim yaitu pembuatan es krim berbahan dasar umbi gembili. Pada umbi gembili mengandung inulin yang besar oleh karena itu diharapkan dapat memudahkan masyarakat dalam mengkonsumsi dan memanfaatkan khasiat inulin umbi gembili. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian €Pemanfaatan umbi gembili (Dioscorea esculenta) dalam pembuatan es krim sinbiotik•. Disamping itu penggunaan konsentrasi starter yang tepat merupakan faktor yang penting karena dapat mempengaruhi viabilitas Lactobacillus casei dan Biffidobacerium breve.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor yaitu penambahan susu skim (0; 2,5; 5; 7,5% b/v) dan faktor II adalah konsentrasi starter (Lactobacillus casei) dan (Biffidobacterium breve) 1:1 (2; 4; dan 6% v/v).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan penambahan susu skim 7,5% dan konsentrasi starter (Lactobacillus casei) dan (Biffidobakterium breve) 6%. Perlakuan tersebut mempunyai viabilitas bakteri asam laktat pada minggu 1 ‚ 4 berturut ‚ turut adalah 107,263%;
97,065%,
117,189%
; 109,094%; protein total 7,644%, kecepatan melelehPada saat ini banyak produk olahan dari berbagai jenis
makanan dan minuman salah satunya adalah es krim. Es krim
merupakan salah satu jenis makanan yang sangat disukai oleh
konsumen segala usia dari anak- anak hingga dewasa. Konsumsi es
krim meningkat dari waktu ke waktu ditandai dengan makin
meningkatnya varian dan jumlah es krim di pasaran. Konsumsi es
krim di Indonesia berkisar 0,5 liter/orang/tahun dan diperkirakan makin
meningkat seiring dengan memasyarakatnya es krim (Setiadi, 2002).
Menurut Hadiwiyoto (1983), es krim merupakan salah satu jenis
makanan beku yang banyak diminati oleh masyarakat dari berbagai
kalangan, baik kalangan muda maupun kalangan tua. Es krim dibuat
dari bahan-bahan utama yang terdiri atas lemak, susu, gula atau
bahan pemanis, bahan padatan bukan lemak, zat penstabil dan
pengemulsi.
Pada umumnya bahan dasar dalam pembuatan es krim adalah
susu sapi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dilakukan berbagai inovasi dalam pembuatan es krim
diantaranya pembuatan es krim berbahan dasar susu nabati sebagai
alternatif pengganti susu sapi, salah satunya adalah pembuatan es
krim berbahan dasar filtrat umbi gembili. Penggunaan umbi gembili
dimaksudkan untuk diversivikasi terhadap komoditi umbi - umbian
yang komoditinya tinggi di Indonesia. Pada umbi gembili mengandung
inulin yang tinggi yaitu sebesar 14,77%. Sifat fungsional inulin sebagai
serat makanan dapat larut (soluble dietary fiber) sangat bermanfaat
bagi pencernaan dan kesehatan tubuh (Sardesai,2003). Sifat penting
lain dari inulin adalah sebagai serat makanan. Sifat ini berpengaruh
pada fungsi usus dan perbaikan parameter lemak dalam darah. Inulin
mempengaruhi fungsi usus dengan meningkatkan massa feses dan
meningkatkan frekuensi defekasi terutama pada penderita konstipasi.
inulin pada pembuatan es krim sinbiotik dari susu skim adalah
formulasi sinbiotik. Minda (2006) menemukan bahwa peambahan
inulin mempunyai pengaruh yang berarti terhadap karakteristik set
yoghurt dari susu skim yatu menurunkan pH.
Sinbiotik adalah gabungan antara probiotik dan prebiotik. Umbi
gembili dapat dimanfaatkan sebagai es krim sinbiotik karena umbi
gembili mengandung komponen prebiotik yaitu inulin. Penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa dari sepuluh umbi uwi (Dioscorea
spp.) mengandung inulin dalam kadar yang bervariasi pada Dioscorea
esculenta (gembili) yaitu sebesar 14,77% (db), diikuti Dioscorea
rotundata (uwi putih kulit coklat) mengandung inulin 14,63%, Dioscorea
alata (uwi kuning kulit tebal) mengandung inulin 13,11%, Dioscorea
bulbifera (Gembolo) mengandung inulin 10,96%, dan Dioscorea
opposita (uwi putih kulit kuning) mengandung inulin 9,02% (Winarti et
al, 2011). Oleh karena itu umbi Dioscorea mempunyai potensi sebagai
sumber inulin.
Hekmat and Mcmahon (1992) dan Godward (2000) dalam
Kailasapathy (2002), menyatakan bahwa es krim merupakan media
yang baik untuk menyalurkan bakteri probiotik ke konsumen.
Penggunaan kultur bakteri probiotik seperti Lactobacillus casei
merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan pemanfaatan
bakteri probiotik dalam produk es krim. Sedangkan Bifidobacterrium
breve merupakan kelompok bakteri yang bayak ditemukan dalam
fases bayi bersama dengan Bifidobacterium infantis dan
Bifidobacterium longum terutama pada bayi yang menyusu ASI.
Bersama dengan spesies lain dari galur Bifidobacteria, bakteri ini
banyak ditemukan alami usus besar.
Menurut Goff (2006), susu skim mengandung laktosa, casein,
protein dan mineral. Laktosa adalah disakarida yang terdiri dari
glukosa dan galaktosa. Salah satu fungsi laktosa yang paling utama
adalah sebagai media fermentasi bagi bakteri asam laktat. Selain
berfungsi meningkatkan pertumbuhan bakteri Lactobacillus casei, susu
krim yang berfungsi meningkatkan rasa es krim dan juga memberikan
body dan tekstur es krim (Marshall, 2003).
Proses pembekuan dalam pembuatan es krim probiotik dapat
menurunkan viabilitas bakteri asam laktat. Menurut Davidson et al
(2000) proses pembekuan dapat menyebabkan penurunan jumlah
bakteri sebesar € sampai 1 log cycle. Penambahan bahan pelindung
(Cryoprotectant agent) seperti susu skim dapat mengurangi efek
pembekuan terhadap viabilitas bakteri asam laktat (Leslie, 1995).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007), pada
pembuatan es krim susu jagung probiotik dengan menggunakan
starter Lactobacillus casei dan masa inkubasi 24 jam diperoleh
perlakuan terbaik menggunakan konsentrasi susu skim 20% dan
konsentrasi starter 2% dengan menghasilkan total bakteri asam laktat
8,548 log CFU/ml, viabilitas bakteri asam laktat 93,062%, total asam
2,406%, derajat keasaman (pH) 4,067, total padatan terlarut 36,477 (%
Brix), protein terlarut 0,507%, kecepatan meleleh 16,739 (menit/5gr)
dan overrun 24,290%.
Menurut Arbuckle (1972) dalam Potter (1978), es krim dengan
kualitas standart mengandung bahan padatan bukan lemak minimal
9%, dan Hekmat and McMahon (1992) menyatakan bahwa
penambahan starter pada es krim probiotik berkisar antara 2 • 4%.
Karena bahan yang dipakai berbeda maka dalam penelitian ini
dilakukan penambahan susu skim (0; 2,5; 5; 7,5%) dan juga starter
(Lactobacillus casei FNCC) dan (Bifidobacterium brevie BRL-131) 2; 4;
B. TUJUAN
1. Mengkaji pengaruh penambahan susu skim dan konsentrasi starter
(Lactobacillus casei FNCC) dan (Bifidobacterium breve BRL-131)
terhadap karakteristik sifat fisik, kimia dan organoleptik es krim sinbiotik
umbi gembili
2. Mendapatkan kombinasi perlakuan terbaik pada konsentrasi starter dan
penambahan susu skim
3. Mendapatkan viabilitas bakteri probiotik pada es krim sinbiotik umbi
gembili selama penyimpanan pada perlakuan terbaik
C. MANFAAT
1. Memberikan informasi mengenai pembuatan es krim sinbiotik umbi
gembili dengan kualitas yang baik dan disukai konsumen.
2. Diversifikasi pengolahan umbi gembili yaitu dengan diolah menjadi es
krim sinbiotik umbi gembili.
Dioscorea esculenta (Gambar 1.) atau gembili merupakan suku
Dioscoreceae yang masih cukup luas penanamannya di pedesaan
walaupun semakin terancam kelestariannya. Umbi gembili biasanya
dikonsumsi dengan cara direbus dan mempunyai tekstur kenyal. Umbi
gembili serupa dengan gembolo tetapi berukuran lebih kecil. Tumbuhan
gembili merambat dengan rambatan berputar ke arah kanan (searah jarum
jam), bunganya agak berduri.
Gambar 1. Gembili (Dioscorea esculenta). (Sumber : Winarti et al, 2011)
Gembili biasanya ditanam dalam jumlah terbatas, meskipun
penduduk sangat menyukainya. Hal ini disebabkan ketersediaan bibit
terbatas dan umur panennya agak lama, yaitu 7€9 bulan. Tanaman gembili
tersebar di beberapa wilayah Papua, terutama di Merauke. Suku Kanum di
Merauke sebagai salah satu sub suku Marind yang mendiami Taman
Nasional Wasur (Paay 2004) mengkonsumsi gembili secara turun-temurun
sebagai makanan pokok. Namun saat musim paceklik atau belum
memasuki masa panen gembili, penduduk melakukan kegiatan berburu
dan sebagai pangan alternatifnya adalah sagu dan pisang.
Nilai gizi gembili tidak jauh berbeda dibanding dengan ubi kayu
segar (Suhardi dkk, 2002). Gembili dan ubi kayu telah menjadi sumber
bahan pangan sekunder yang penting dibeberapa negara tropis. Di Afrika
Selatan gembili selain digunakan sebagai bahan pangan juga dijadikan
Menurut Pompei et.al.(2008), inulin dapat meningkatkan
pertumbuhan Bifidobacterium adolesentis, Bifidobacterium longum,
Lactobacillus plantarum, Lactobacillus casei, Lactobacillus reuteri,
Lactobacillus delbruechii dan dapat menghambat pertumbuhan E. Coli dan
Clostridia.
Kadar inulin tertinggi terdapat pada Dioscorea esculenta (gembili)
yaitu sebesar 14,77% (db), diikuti Dioscorea rotundata (uwi putih kulit
coklat) mengandung inulin 14,63%, Dioscorea alata (uwi kuning kulit tebal)
mengandung inulin 13,11%, Dioscorea bulbifera (Gembolo) mengandung
inulin 10,96%, dan Dioscorea opposita (uwi putih kulit kuning) mengandung
inulin 9,02% (Winarti et al, 2011). Oleh karena itu umbi Dioscorea
mempunyai potensi sebagai sumber inulin.
Tabel 1. Jenis Umbi Uwi ( Dioscorea spp. ) dan nilai rata -rata kadar inulin
Jenis Uwi Jenis/ Varietas Uwi Kadar Inulin (%)
D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10
Uwi putih (Dioscorea alata)
Uwi katak (Dioscorea pinthaphylla) Gadung (Dioscorea hispida)
Uwi kuning kulit ungu (Dioscorea alata) Uwi ungu (Dioscorea alata)
Gembili (Dioscorea esculenta) Uwi kuning (Dioscorea alata)
Uwi putih kulit kuning (Dioscorea opposita) Gembolo (Dioscorea bulbifera)
Uwi putih kulit coklat (Dioscorea rotundata)
4,59 2,88 4,77 8,76 7,54 14,77 13,11 9,02 10,96 14,63 (Sumber : Winarti et al, 2011).
Inulin adalah polimer dari unit-unit fruktosa dengan gugus terminal
glukosa. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan •(2 -1)
glikosidik, sehingga tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim dalam sistem
pencernaan mamalia dan mencapai usus besar tanpa mengalami
perubahan struktur, oleh karena itu inulin dapat berfungsi sebagai prebiotik
(Robertfroid, 2005).
Telah dilakukan isolasi inulin dari umbi Dioscorea esculenta (gembili)
dan diuji aktivitas prebiotiknya terhadap pertumbuhan bakteri probiotik.
antara selisih jumlah sel (log cfu/ml) bakteri probiotik pada media prebiotik
waktu tertentu dan jumlah sel jam ke-0 dengan selisih jumlah sel bakteri
probiotik pada media glukosa waktu tertentu dan jumlah sel bakteri
probiotik pada media glukosa jam ke-0 dikurangi perbandingan antara
selisih jumlah sel bakteri enterik pada media prebiotik waktu tertentu dan
jumlah sel bakteri enterik jam ke-0 dengan selisih jumlah sel bakteri enterik
pada media glukosa waktu tertentu dan jumlah sel bakteri enterik jam ke-0
(Huebner, et al, 2007).
Nilai aktivitas prebiotik inulin tertinggi pada Lactobacillus casei
inkubasi 72 jam, yaitu 1,210 diikuti pada Bifidobacterium breve inkubasi 72
jam yaitu 1,071, sedangkan nilai terendah pada Lactobacillus acidophilus
inkubasi 24 jam yaitu 0,227. Nilai aktivitas prebiotik inulin standar tertinggi
pada Lactobacillus casei inkubasi 72 jam yaitu 0,902 diikuti
Bifidobacterium breve inkubasi 72 jam yaitu 0,752 dan nilai terendah pada
Bifidobacterium bifidum inkubasi 48 jam yaitu 0,105
Inulin adalah salah satu prebiotik karbohidrat, yang didefinisikan
sebagai bahan yang dapat dimetabolisme dan memacu secara selektif
pertumbuhan mikrobiota saluran pencernaan (gastrointestinal tract)
(Huebner, et al, 2007). Demikian halnya inulin dari umbi Dioscorea
esculenta dapat dimetabolisme dan memacu pertumbuhan Bifidobacteria
dan Lactobacilli dengan nilai yang berbeda-beda untuk masing-masing
bakteri.
B. Es Krim.
Menurut definisi dari Standart Nasional Indonesia (SNI)
01-3713-1995, es krim adalah makanan semi padat yang dibuat dengan cara
pembekuan tepung es krim atau dari campuran susu, lemak hewani
maupun lemak nabati, gula, dengan atau tanpa bahan makanan lain dan
bahan makanan yang diijinkan.
Menurut Goff (2006), es krim merupakan perpaduan antara sistem
emulsi dan foam (buih). Es krim termasuk dalam sistem emulsi Oil in water
fase kontinyu. Foam (buih) adalah gas yang terdispersi dalam cairan.
Komposisi es krim dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Es Krim
Komponen Jumlah (%)
Lemak
Bahan Padatan Bukan Lemak Pemanis
Penstabil dan Pengemulsi
10 ‚ 16 9 ‚ 12 12 ‚ 16 0,2 ‚ 0,5
Sumber : Goff (2006)
Berdasarkan kandungan lemaknya, es krim dibagi menjadi tiga
kategori yaitu es krim kualitas ekonomi, standar, dan es krim mewah.
Klasifikasi es krim berdasarkan kandungan lemaknya dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi Es krim Berdasarkan Kandungan Lemak
Macam Lemak (%) Bahan Padatan Bukan Lemak (%) Pemanis (%) Penstabil (%) Total Padatan (%) Es krim ekonomi
Es krim standar Es krim mewah Es susu
10 ‚ 12 12 ‚ 14 16 ‚ 20 4 ‚ 6
9 ‚ 11 9 ‚ 11 5 ‚ 8 11,5 ‚ 12
13 ‚ 15 13 ‚ 16 13 ‚ 17 13 ‚ 13,5
0,25 ‚ 0,5 0,2 ‚ 0,4 0,25 ‚ 0,4 0,35 ‚ 0,4
35 ‚ 37 37,5 ‚ 39
40 ‚ 41 29 ‚ 30 Sumber : Arbuckle (1972) dalam Potter (1978)
Menurut Standard Nasional Indonesia (SNI 01-3713-1995), es krim
adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan
tepung es krim atau dari campuran susu, lemak hewani maupun nabati,
gula, dengan atau tanpa bahan makanan lain dan bahan makanan yang
diizinkan (Departemen Perindustrian, 1995b). Proses pembuatan es krim
meliputi persiapan bahan untuk mendapatkan formulasi yang diinginkan,
dilanjutkan dengan tahap berikutnya yaitu pencampuran, pasteurisasi,
homogenisasi, penuaan, pembekuan dan pengerasan (Marshall dan
Arbuckle, 1996).
1. Kualitas Es krim
Syarat mutu es krim menurut Standart Nasional Indonesia (SNI)
Tabel 4. Standart Kualitas Es Krim Secara Nasional
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Keadaan 1.1 Penampakan 1.2 Bau 1.3 Rasa Lemak Gula Protein
Jumlah Padatan Non Lemak
Bahan Tambahan Makanan
6.1 Pewarna Tambahan
6.2 Pemanis Buatan
6.3 Pemantap dan
Pengemulsi
Cemaran Logam
7.1 Timbal (Pb)
7.2 Tembaga (Cu)
Cemaran Arsen
Cemaran Mikroba
9.1 Angka Lempeng Total
9.2 MPN Coliform
9.3 Salmonella
9.4 Listeria spp
-% b/b % b/b % b/b % b/b mg/kg mg/kg mg/kg Koloni/g APM/g Koloni/25g Koloni/25g Normal Normal Normal Min 5,0 Min 8,0 Min 2,7 Min 3,4
Sesuai SNI 01-0222-1995
Negative
Sesuai SNI 01-0222-1995
Maks. 1,0 Maks. 20,0 Maks 0,5 Maks. 30.000 < 3 Negative Negative
Sumber : SNI 01-3713-1995 ( 1995 )
Menurut Padaga (2005), pada dasarnya kualitas es krim ditentukan
oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Overrun
Overrun adalah pengembangan volume yaitu kenaikan volume
es krim antara sebelum dan sesudah pembekuan (Hadiwiyoto, 1983).
Es krim yang berkualitas memiliki overrun berkisar antara 70-80%
sedangkan untuk industri rumah tangga berkisar antara 35-50%.
Overrun dapat dihasilkan dari pengadukan (agitasi) pada saat proses
massa yang keras. Overrun mempengaruhi tekstur dan kepadatan yang
sangat menentukan kualitas es krim.
b. Kecepatan meleleh
Es krim yang baik akan lebih tahan terhadap pelelehan pada
saat dihidangkan pada suhu kamar. Kecepatan meleleh es krim
dipengaruhi oleh komposisi bahan-bahan yang digunakan pada
pembuatan es krim. Es krim yang mempunyai kecepatan meleleh yang
rendah atau lambat meleleh, kurang disukai konsumen karena bentuk
es krim akan tetap tidak berubah pada suhu kamar sehingga memberi
kesan terlalu banyak padatan yang digunakan, akan tetapi es krim
terlalu cepat meleleh juga kurang disukai karena es krim akan segera
mencair pada suhu ruang.
Menurut Marshall (2003), kecepatan meleleh secara umum
disebabkan oleh bahan penstabil, bahan pengemulsi, keseimbangan
komposisi serta kondisi pemrosesan dan penyimpanan. Bahan
penstabil akan meningkatkan viscositas adonan es krim, sehingga es
krim yang dihasilkan akan memiliki overrun yang tinggi dan tekstur yang
lembut karena terbentuknya kristal-kristal es yang kecil dan
memperlambat pelelehan es krim pada saat dihidangkan. Kristal es
yang besar akan lebih cepat mencair dari pada kristal es yang kecil
sehingga mempercepat proses pelelehan es krim.
c. Tekstur
Tekstur es krim yang baik adalah tidak keras, lembut dan tampak
mengkilat. Tekstur lembut es krim sangat dipengaruhi oleh komposisi es
krim, cara mengolah dan kondisi suhu penyimpanan.
d. Rasa dan aroma
Rasa dan aroma sangat mempengaruhi kesukaan konsumen
terhadap es krim bahkan dapat dikatakan faktor penentu yang utama.
2. Bahan -bahan Dasar dalam Pembuatan Es krim :
a. Lemak
Lemak susu atau lemak yang bukan berasal dari susu
meningkatkan rasa, membentuk tekstur yang halus, membentuk body
dan memperbaiki kualitas pelelehan es krim (Goff, 2006).
Menurut Frandsen dan Arbuckle (1961), untuk menghasilkan es
krim dengan cita rasa yang baik biasanya digunakan lemak yang
bermutu baik sebesar 16%, sedangkan menurut Arbuckle (1986)
sebesar 12%. Lemak dalam es krim dapat meningkatkan tekstur atau
kehalusan es krim yang dihasilkan (Potter, 1978). Lemak dalam es krim
dapat memperlambat pelelehan es krim, meningkatkan kekentalan,
mengurangi pengembangan dan dapat mempengaruhi kestabilan
adonan es krim (frandsen dan Arbuckle, 1961).
b. Bahan padatan bukan lemak
Bahan padatan bukan lemak adalah bagian dari susu yang telah
diambil lemaknya dan mengandung laktosa, protein dan mineral serta
vitamin-vitamin yang tidak larut lemak. Komponen terpenting dalam
bahan padatan bukan lemak adalah protein. Sumber bahan padatan
bukan lemak yang paling baik adalah susu skim baik dalam bentuk susu
kental maupun bubuk (Padaga, 2005).
Skim merupakan bagian susu yang tertinggal setelah krim
diambil sebagian atau seluruhnya melalui proses pemisahan dengan
alat sentrifungal berdasarkan perbedaan berat jenis krim dan skim dari
susu. Susu skim mengandung semua zat makanan susu, sedikit lemak,
dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D dan E) terdapat dalam
jumlah rendah (Buckle dkk, 1987). Komposisi kimia susu skim dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Kimia Susu Skim
Komponen
Kandungan (%)Protein Lemak Laktosa
Air Abu
35,9 0,8 52,3
3,0 8,0
Sumber : Webb and Whittier (1970) dalam Resmanto (2006)
Bahan padatan bukan lemak meningkatkan rasa es krim dan
Penggunaan baha
tanpa merusak tek
dan Arbuckle (196
kekentalan, ketah
Padatan susu buk
krim dan menimbu
Pada prose
emulsi lemak set
meningkatkan dan
pada kekentalan e
Penggunaan baha
menyebabkan aro
menyebabkan terb
sebagai akibat krist
Bahan pad
laktosa atau baha
tekstur dan nilai g
yang bersifat pasi
dkk., 1987). Lakto
galaktosa. Salah sa
media fermentasi b
dapat dilihat pada
Gam
Menurut Ha
banyak mengandu
berfungsi untuk
han padatan bukan lemak juga meningkatka
tekstur dari es krim (Potter, 1978). Menurut
961) padatan susu bukan lemak dapat men
tahanan leleh, dan menurunkan titik beku
ukan lemak juga berfungsi untuk membentuk
bulkan cita rasa (Sugiono, 1992).
ses pembuatan es krim, protein berfungsi me
setelah proses homogenisasi, membantu pe
an menstabilkan daya mengikat air yang ber
es krim dan menghasilkan tekstur es krim yan
ahan padatan bukan lemak yang berlebih
aroma es krim kurang sedap, kelebihan
erbentuknya tekstur yang kurang lembut seper
kristalisasi dari gula susu (Padaga, 2005).
adatan susu bukan lemak atau susu skim me
han padat dari serum, mempunyai pengaruh
i gizi produk, terdapat kemungkinan kristalisa
asir (sandiness) jika terlalu banyak digunaka
ktosa adalah disakarida yang terdiri dari glu
h satu fungsi laktosa yang paling utama adala
si bagi bakteri asam laktat (Goff, 2006). Strukt
a Gambar 2.
ambar 2 . Struktur Laktosa (Goff, 2006)
Hadiwiyoto (1983), susu skim merupakan ba
dung protein. Protein susu dalam pembuata
k membantu proses pembuihan deng
tkan overrun
ut Frendsen
eningkatkan
ku es krim.
k tekstur es
enstabilkan
pembuihan,
berpengaruh
yang lembut.
bihan dapat
an laktosa
erti berpasir
engandung
uh terhadap
isasi laktosa
kan (Buckle
glukosa dan
alah sebagai
uktur laktosa
bagian yang
atan es krim
memerangkap udara ke adonan dan menyerap sebagian air dalam
adonan sehingga diperoleh adonan yang lembut (Goff, 2006)
c. Gula
Gula memberikan rasa manis pada es krim. Konsentrasi gula
yang digunakan dalam pembuatan es krim juga menentukan titik beku
es krim. Semakin banyak jumlah gula yang digunakan dalam
pembuatan es krim, maka semakin rendah titik beku. Banyak jenis
pemanis yang dapat digunakan dalam pembuatan es krim diantaranya
gula tebu, sirup jagung, gula invert, laktosa, fruktosa. Gula pasir
(sukrosa) yang diproses dari gula tebu merupakan pemanis yang sering
digunakan karena stabil dan konstan rasa manisnya (Hui, 1992).
Menurut Padaga (2004), bahan pemanis selain berfungsi untuk
memberikan rasa manis juga dapat meningkatkan cita rasa,
menurunkan titik beku yang dapat membentuk kristal-kristal es krim
yang halus sehingga meningkatkan penerimaan dan kesukaan
konsumen. Menurut Sugiono (1992), gula merupakan komponen utama
yang berfungsi sebagai pemanis dan sebagai pembentuk tekstur es krim
yang halus dan lembut. Gambar Struktur Sukrosa dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Struktur Sukrosa (Anonymous, 2011)
d. Penstabil
Kenaikan suhu selama distribusi menyebabkan kristal es mencair
dan pendinginan kembali menyebabkan kristal es menjadi lebih besar,
sehingga menghasilkan perubahan tekstur yang kurang baik pada es
krim. Penstabil hidrokoloid berfungsi untuk membentuk ikatan dengan
Jumlah dan tipe penstabil yang diperlukan tergantung komposisi pada
proses pembuatan es krim, kondisi proses, suhu proses, kondisi dan
waktu penyimpanan dan faktor lain (Hui, 1992).
Stabilizer merupakan bahan aditif yang ditambahkan dalam
jumlah kecil untuk mempertahankan stabilitas emulsi sekaligus
memperbaiki kelembutan produk, mencegah pembentukan kristal es
yang besar, memberikan keseragaman produk, memberikan ketahanan
agar tidak meleleh atau mencair dan memperbaiki sifat produk. Es krim
yang diperoleh menjadi lebih halus dan lembut. Tekstur lembut es krim
juga dapat diperoleh melalui proses pembekuan cepat yang akan
menghasilkan kristal es berukuran kecil dan halus serta tekstur es krim
lembut (Campbell & Marshall, 1975).
Stabilizer mempunyai daya ikat air yang tinggi sehingga efektif
dalam pembentukan tekstur halus yang memperbaiki struktur es krim
(Arbuckle & Marshall, 2000). Stabilizer bekerja dengan cara
menurunkan tegangan permukaan melalui pembentukan lapisan
pelindung yang menyelimuti globula fase terdispersi sehingga senyawa
yang tidak larut akan lebih terdispersi dan lebih stabil dalam emulsi
(Fennema, 1985).
Bahan penstabil adalah senyawa-senyawa hidrokoloid, biasanya
polisakarida yang berperan dalam meningkatkan kekentalan ICM (Ice
CreamMix) terutama pada keadaan sebelum dibekukan. Penambahan
bahan penstabil pada pembuatan es krim memberikan banyak manfaat.
Selain itu, penambahan bahan penstabil juga dapat memperpanjang
masa simpan karena dapat mencegah terjadinya kristalisasi es selama
penyimpanan. Tanpa bahan penstabil, tekstur es krim akan menjadi
kasar karena terbentuk kristal-kristal es. Bahan penstabil juga
meningkatkan kemampuan menyerap air, sehingga ICM (Ice CreamMix)
menjadi lebih kental dan produk es krim tidak mudah meleleh (Padaga,
2004).
Penstabil berfungsi untuk emulsi, yaitu membentuk selaput yang
berukuran mikro untuk mengikat molekul lemak, air dan udara. Dengan
demikian air tidak akan mengkristal dan lemak tidak akan mengeras
Bahan penstabil adalah koloid hidrofilik yang dapat menurunkan
konsentrasi air bebas dengan cara menyerap atau mengikat air tersebut
sehingga mengurangi rekristalisasi es, memperkecil ukuran Kristal es,
dan meningkatkan kehalusan tekstur (Cambell, 1975). Menurut Arbuckle
(1986), tujuan utama penggunaan bahan penstabil pada es krim adalah
untuk menghasilkan kehalusan dan tekstur yang baik, untuk
menghambat atau mengurangi pembentukan kembali Kristal es krim
selama penyimpanan, menghasilkan keseragaman produk, dan
menghambat pelelehan. Menurut Glikcksman (1969), bahan penstabil
yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah gelatin dan
CMC (Carboxymethyl Cellulose) sebanyak 0,16%. Semua bahan
penstabil mempunyai kemampuan tinggi untuk mengikat air dan efektif
untuk membentuk kehalusan dan tekstur produk akhir es krim (Arbuckle,
1986).
Penstabil atau stabilizer yang sering digunakan dalam
pembuatan es krim antara lain gelatin, gum guar, gum karaya, xantan,
karagenan, pectin atau gum buatan pabrik seperti Carboxymethyl
Cellulose (CMC) yang berasal dari sellulose. Dalam pembuatan es krim,
stabiliser bersama dengan air membentuk gel sehingga dapat
memperbaiki body dan tekstur dari es krim. Stablisator juga
menghasilkan produk yang tidak cepat meleleh atau mencair.
Stabilisator yang mengikat air juga membantu untuk mencegah
terbentuknya kristal es yang besar selama proses pembekuan, yang
mana terbentuknya kristal es yang besar akan menghasilkan produk
dengan tekstur yang kasar (Potter, 1978).
e. Pengemulsi.
Emulsifier membantu dispersi globula-globula lemak selama proses
pembuatan es krim dan mencegah globula-globula lemak tersebut
menyatu dan berubah menjadi butiran lemak selama proses
pendinginan dan pencampuran. Emulsifier juga memperbaiki proses
pembuihan untuk mendapatkan overrun yang diinginkan. Emulsifier
juga membantu membuat es krim tidak cepat meleleh. Kuning telur
Emulsifier komersial pada umumnya berisi monogliserida dan digliserida
(Potter, 1978). Lesitin mempunyai struktur seperti lemak tetapi
mengandung asam fosfat. Lesitin mempunyai gugus polar dan
nonpolar. Gugus polar yang terdapat pada ester fosfatnya bersifat
hidrofilik dan mempunyai kecenderungan larut dalam air, sedangkan
gugus nonpolar yang terdapat pada ester asam-asam lemaknya adalah
lipofilik yang mempunyai kecenderungan untuk larut dalam lemak atau
minyak (Winarno, dkk, 1989).
Bahan pengemulsi digunakan untuk memperbaiki kualitas
pembuihan dari es krim dengan memproduksi kristal es yang lebih kecil
dan rongga udara yang lebih kecil, menghasilkan tekstur yang lunak dan
tidak cepat meleleh (Hui, 1992).
3. Proses Pembuatan Es Krim.
a. Proses Pencampuran
Langkah pertama dalam pembuatan es krim adalah dengan
menggabungkan bahan yang berupa cairan dengan lemak kemudian
dipanaskan pada suhu 43oC. Gula dan bahan tambahan kering lainnya
ditambahkan ke dalam campuran yang telah dihangatkan. Bahan
tambahan yang kasar seperti kacang atau buah-buahan tidak
ditambahkan pada tahap ini dikarenakan akan ikut hancur selama
proses, akan tetapi bahan-bahan kasar tersebut dapat ditambahkan
selama proses pembekuan dan pembuihan (Potter, 1987).
b. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pemanasan adonan es krim pada
suhu dan waktu yang dikehendaki untuk membunuh mikroorganisme
patogen (Hui, 1992). Menurut Marshall (2003) Proses pasteurisasi
bertujuan untuk :
ð§ Membunuh bakteri-bakteri patogen, yaitu bakteri berbahaya yang
dapat menimbulkan penyakit pada manusia.
ð§ Membantu proses pencampuran bahan dengan cara melelehkan
ð§ Mempertinggi atau memperpanjang daya simpan produk.
ð§ Memberikan atau menimbulkan cita-rasa yang lebih menarik.
ð§ Meningkatkan keseragaman produk.
Proses pasteurisasi pada pembuatan es krim dapat dilakukan pada
suhu seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Metode Pasteurisasi
Metode Waktu Suhu (oC/oF)
Low Temperature Low Time (LTLT)
High Tempetarure Short Time (HTST)
High Heat Short Time (HHST)
Ultra High Temperature (UHT)
30 menit
25 detik
1-3 detik
2-40 detik
69/155
80/175
90/194
135/275
Sumber: Marshal and Arbuckle (1996)
c. Homogenisasi
Proses homogenisasi bertujuan untuk memperkecil dan
menyeragamkan ukuran globula lemak sehingga 90% dari
globula-globula lemak tersebut mempunyai ukuran kurang dari 2ƒm.
Berkurangnya ukuran dari globula lemak menjadi globula-globula yang
lebih kecil meningkatkan area permukaan. Hal tersebut menghasilkan
produk yang lebih seragam dan konsisten, mempunyai tekstur yang
halus, dan mencegah terjadinya pemecahan adonan selama proses
pembekuan (Hui, 1992).
Proses homogenisasi dapat berlangsung dengan efektif, adonan
es krim harus benar-benar berupa cairan dan suhu yang digunakan
lebih baik diatas titik lelehnya. Proses homogenisasi dapat dilakukan
pada suhu berkisar 60oC, dibawah suhu tersebut globula lemak akan
bergerombol dan viskositas larutan terlalu tinggi. Batasan temperatur
maksimal untuk proses homogenisasi tidak dapat ditentukan dengan
pasti, tetapi didasarkan desain dan konstruksi dari alat homogenisasi.
Temperatur antara 65-85oC biasanya menghasilkan produk akhir yang
d. Pematangan (aging)
Proses pematangan (aging) dilakukan pada suhu 4oC selama 3
sampai 24 jam. Selama proses pematangan memberikan waktu bagi
lemak untuk lebih solid, stabiliser membengkak dan bergabung dengan
air, protein susu juga larut dalam air dan viskositas campuran
meningkat. Perubahan ini mengakibatkan semakin cepatnya proses
pembuihan sehingga overrun meningkat selama pembekuan, body dan
tekstur es krim yang lebih halus dan kecepatan meleleh yang lebih
rendah (Potter, 1978).
e. Pembekuan dan Agitasi
Proses pembekuan dan agitasi memberikan pengaruh penting
pada tekstur es krim. Pembekuan dan agitasi bertujuan untuk
membekukan adonan sampai suhu rendah, secepat mungkin, dan untuk
mendapatkan overrun yang cukup yakni naiknya volume es krim selama
pembekuan karena penyatuan gelembung udara yang halus dalam
proses pembuihan. Proses pembekuan dilakukan pada suhu -10oC
(Buckle,1987).
Proses pembekuan dan agitasi bertujuan untuk memasukkan
udara ke dalam adonan es krim sehingga dihasilkan volume es krim
dengan overrun yang sesuai dengan standart es krim. Proses
pembekuan dan agitasi dapat dilakukan dengan menggunakan ice
cream maker, dimana pada saat pembekuan disertai dengan
pengadukan oleh dusher (sayap-sayap ice cream maker). Proses ini
berlangsung selama 30 menit atau sampai diperoleh es krim setengah
beku (Padaga, 2005).
f. Pengerasan es krim
Proses Pengerasan es krim dilakukan pada suhu -34 oC.
Pengerasan es krim membuat es krim yang dihasilkan tetap kaku dan
C. Inulin sebagai komponen prebiotik
Inulin adalah salah satu komponen bahan pangan yang kandungan
serat pangannya sangat tinggi (lebih dari 90 persen, bk), dimanfaatkan
dalam pangan fungsional. Inulin bersifat larut di dalam air, tidak dapat
dicerna oleh enzim-enzim pencernaan sehingga mencapai usus besar
tanpa mengalami perubahan struktur, inulin dapat mengalami fermentasi
akibat aktivitas mikroflora yang terdapat di dalam usus besar sehingga
berimplikasi positif terhadap kesehatan tubuh. Oleh karena itu inulin dapat
digunakan sebagai prebiotik (Widowati, 2005).
Inulin merupakan polimer dari unit-unit fruktosa yang umumnya
mempunyai terminal glukosa. Unit-unit fruktosa tersebut dihubungkan
dengan •(2 -1) glikosidik. Secara umum inulin yang terdapat dalam
tanaman mengandung 2 sampai 150 unit fruktosa. Inulin yang paling
sederhana adalah 1-ketosa yang hanya mempunyai dua unit fruktosa dan
satu unit glukosa (Anonymous,2008).
Inulin dan oligosakarida disebut sebagai prebiotik karena secara
selektif
merangsang pertumbuhan dan aktivitas beragam varietas
bakteri usus yang dapat meningkatkan kesehatan. Karena sifat ini
maka inulin dan oligosakarida dapat dikombinasikan dengan sediaan
probiotik (bakteri hidup yang ditambahkan pada makanan inang
untuk meningkatkan kesehatan) (Anonymous,2009).
Gambar Struktur Inulin dapat dilihat pada Gambar 4.
D. Susu Skim Sebagai Cryoprotectant
Cryoprotection merupakan suatu proses untuk melindungi bahan
dari kerusakan yang mematikan dari jaringan hidup (Raid and Morrison,
1993). Cryoprotectant adalah zat kimia non elektrolit yang berfungsi
mereduksi pengaruh letal proses pemaparan kriopreservasi sel, pengaruh
tersebut dapat berupa efek larutan (solution effects) maupun pembentukan
kristal es extra atau intraseluler (Supriatna, 1993 dalam Harianto, 2005).
Menurut Mazur (1992), ada dua jenis cryoprotectant berdasarkan
cara kerjanya. Jenis pertama yaitu cryoprotectant yang bersifat agen
penetrasi, kerjanya berdasarkan sifat koligatifnya yaitu mereduksi dalam
bentuk garam pada temperatur tertentu dengan membiarkan sel
mengalami sedikit kerusakan pada temperatur tersebut. Cryoprotectant ini
bekerja atau melindungi sel dari dalam, cryoprotectant masuk ke dalam sel
dikarenakan berat molekul yang kecil sehingga mampu menembus dinding
sel dan melakukan perlindungan terhadap sel dari pengaruh suhu rendah
dari dalam. Jenis ke dua yaitu cryoprotectant sebagai agen non-penetrasi,
kerjanya dengan menghidrasi sel pada tahap awal proses pembekuan,
dengan demikian sel mengalami pembekuan dengan cepat sebelum
terjadinya kerusakan akibat peningkatan konsentrasi zat terlarut intraseluler
selama proses pembekuan lambat. Kerjanya dengan melindungi dari luar
sel dengan cara mengurangi kristal es yang bersinggungan dengan
membran sel. Komponen ini yaitu polimer dari senyawa yang mengandung
ikatan hidrogen yang mampu berikatan dengan air (Aw).
Beberapa senyawa cryoprotectant antara lain susu skim, sukrosa,
gliserol, dimetil sulfoksida (DMSO), asetamida suksnimida dan asam malat
dapat melindungi berbagai jenis sel, kultur jaringan dan mikroorganisme
melawan kerusakan selama pembekuan maupun pengeringan beku
(Gibson et al, 1996 dalam Surono, 1999).
Susu skim sebagai senyawa cryoprotectant yang digunakan
memiliki komponen glukosa dan laktosa, dalam air susu sebagai sumber
energi dan substansi pelindung yaitu lipoprotein dari skim yang berfungsi
Susu skim merupakan bahan yang dapat berfungsi sebagai
senyawa cryoprotectant. Kasein, laktosa, protein whey dan semua unsur
pokok susu memberikan perlindungan terhadap bakteri selama
pembekuan. Prinsip dasar dari perusakan karena pembekuan disebabkan
oleh peningkatan konsentrasi pelarut. Penambahan senyawa
cryoprotectant dalam konsentrasi yang terbatas dapat mengurangi
kerusakan akibat pembekuan (Reid dan Morrison, 1993).
Penggunaan senyawa susu skim sebagai bahan cryoprotective juga
dapat membantu meminimalkan translokasi komponen hingga kerusakan
membran sel. Polimer dari senyawa cryoprotectant juga yang tidak
memasuki sel, mempunyai beberapa kegunaan dalam menurunkan suhu
dalam pembentukan kristal es. Mekanisme pelapisan oleh senyawa
cryoprotectant ini sebagai mekanisme dalam sistem cryobiological (Reid
dan Morrison, 1993).
Molekul cryoprotectant berinteraksi dan berikatan dengan molekul
protein melalui gugus fungsional pada permukaan. Molekul air
menghidrasi sisa gugus fungsional dari cryoprotectant sehingga
masing-masing molekul protein dapat ditutup oleh molekul cryoprotectant. Metode
tersebut saling berinteraksi secara timbal balik antara molekul protein dan
molekul cryoprotectant (Matsumoto dan Noghuci, 1992).
Pengaruh perlindungan yang dihasilkan oleh adanya cryoprotectant
antara lain : 1) Mengurangi kerusakan karena pengaruh larutan dan
pembekuan intraselluler 2) Perlindungan terhadap temperatur yang sangat
rendah saat terjadinya pembekuan intraselluler 3) Mempengaruhi stabilitas
membran sel (Gordon, 1994).
Supriatna (1993) dalam Harianto (2005), menjelaskan
cryoprotectant dalam alur mekanisme reaksi preservasi sel adalah sebagai
berikut :
1. Penurunan titik beku medium cryoprotectant
Kemampuan cryoprotectant mengikat air dengan kuat, berpengaruh
pada tekanan uap sehingga titik beku medium akan lebih menurun.
Sesuai dengan konsentrasi medium yang digunakan, titik beku akan
turun dari -2oC sampai -3oC. hal ini bermanfaat karena sel memperoleh
beku, pengeluaran air dari sel baru terjadi pada temperatur yang lebih
rendah lagi sehingga reduksi volume di akhir proses cooling dapat
berkurang.
2. Perlindungan terhadap membran sel
Senyawa dapat berinteraksi dengan membran sel. Interaksi ini
mengurangi kerusakan membran sel saat terjadi perubahan dari
keadaan relatif cair ke struktur relatif padat atau mungkin lebih penting
lagi ketika kembali ke struktur yang relatif cair selama proses thawing.
Interaksi cryoprotectant berupa kelenturan membran, tidak rapuh
sehingga kerusakan irreversible karena retak dapat diatasi.
3. Menekan laju pengaruh negatif dari peningkatan konsentrasi
Pada temperatur yang cukup rendah, kristal es akan terbentuk. Kristal
es yang terbentuk merupakan awal peningkatan kembali konsentrasi
yang diikuti oleh dehidrasi. Dehidrasi akan dihambat dengan adanya
senyawa cryoprotectant yang memiliki daya ikat kuat terhadap air.
Molekul-molekul zat terlarut dalam campuran air dan senyawa ini dapat
mengurangi kerusakan sel, dibandingkan dengan sel berada dalam
larutan berkonsentrasi yang lebih tinggi tanpa adanya senyawa
cryoprotectant.
Medium pembekuan mempengaruhi jumlah sel yang mati selama
pembekuan. Terdapatnya cryoprotectant akan memperbesar jumlah sel
yang hidup (Kumalaningsih, 1988).
E. Sinbio tik
Sinbiotik adalah gabungan antara probiotik dan prebiotik. Probiotik
adalah suplemen dalam makanan yang mengandung bakteri yang sangat
menguntungkan. Beberapa probiotik terdapat secara alami contohnya
seperti Lactobacillus dalam Yoghurt (Winarti, 2010). Prebiotik adalah
ingredients atau suatu bahan makanan yang dapat memberikan pengaruh
menguntungkan bagi kesehatan karena dapat menstimulasi pertumbuhan
dan aktifitas berbagai mikrobia di dalam saluran pencernaan. Prebiotik
juga golongan non karbohidrat lainnya (Anonim, 2007, www.kompas.com,
2007).
Istilah sinbiotik digunakan manakala suatu produk mengandung
probiotik dan prebiotik, berasal dari kata sinergis, sebagai contoh produk
yang mengandung oligofruktosa dan probiotik Bifidobacteria, memenuhi
kriteria sinbiotik. Berbagai produk sinbiotik terdapat di pasaran baik dalam
bentuk yoghurt yang mengandung prebiotik, maupun dalam sachet berisi
serpihan prebiotik dan butiran bakteri probiotik. Di Jepang dan Selandia
Baru produk pangan sinbiotik sudah banyak beredar di pasaran, namun di
Indonesia belum ada sehingga memiliki prospek yang bagus untuk
dikembangkan dengan bahan baku lokal yang murah dan mudah di dapat
(Winarti, 2010).
F. Probiotik
Probiotik adalah mikroorganisme hidup baik dalam bentuk tunggal
atau campuran yang ditambahkan pada bahan pangan dengan tujuan
untuk memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan sistem
pencernaan (Havenaar and Veld, 1992 dalam Widodo 2003). Fuller (1989)
dalam Hekmat and McMahon (1992) mendefinisikan probiotik sebagai
mikrobia hidup yang dapat mempengaruhi kesehatan dengan cara
menyeimbangkan mikrobia usus dan mencegah serta menyeleksi mikrobia
yang tidak menguntungkan.
1. Peranan Probiotik
Probiotik mempunyai peranan positif terhadap kesehatan,
diantaranya menurunkan intoleransi terhadap laktosa, menurunkan kadar
serum kolesterol, mengurangi frekuensi terjadinya penyakit diare,
menstimulasi sistim imunitas tubuh, mengendalikan infeksi patogen,
mampu berperan sebagai pengganti antibiotik, serta mampu menekan
terjadinya tumor dan kanker dengan cara memelihara keseimbangan
mikrobia dalam sistem pencernaan (Scheinbach, 1998 dalam Widodo,
Menurut Winarti (2010), konsumsi probiotik berguna bagi kesehatan
antara lain : menurunkan gejala malabsorbsi laktosa, meningkatkan
ketahanan alami terhadap infeksi saluran pencernaan, menekan
pertumbuhan sel kanker, menurunkan kolesterol dalam darah,
memperbaiki sistem pencernaan dan menstimulasi imunitas saluran
pencernaan.
2. Bakteri Probiotik
Menurut Widodo (2003), bakteri asam laktat (BAL) merupakan satu
kelompok atau familia bakteri yang telah banyak digunakan sebagai
probiotik. Tidak semua bakteri asam laktat dapat berperan sebagai
probiotik. Untuk dapat berperan sebagai probiotik, beberapa persyaratan
harus dipenuhi, diantaranya :
· Mempunyai viabilitas yang tinggi sehingga tetap hidup, tumbuh dan
tetap aktif dalam sisitem pencernaan.
· Berasal dari genus bakteri yang aman dikonsumsi.
· Tahan terhadap asam, garam empedu (bile salts) dan kondisi anaerob.
· Mampu tumbuh dengan cepat dan menempel (melakukan kolonisasi)
pada dinding saluran pencernaan.
· Mampu mendegradasi laktosa dan menurunkan kadar serum kolesterol.
· Mempunyai karakter pemacu kesehatan tubuh.
Bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai probiotik untuk
konsumsi manusia antara lain Lactobacillus acidophillus, Lactobacillus
rhamnosus, Lactobacillus reuteri, Lactobacillus casei, Bifidobacterium
bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium brevie, dan
Bifidobacterium infantis (Widodo, 2003).
Kriteria pemilihan bakteri probiotik, selain mampu bertahan
terhadap suasana asam dan berfungsi meningkatkan kesehatan juga harus
mampu tumbuh cepat dalam medium fermentasi yang sederhana dan
murah, mampu bertahan dalam pengolahan tanpa kehilangan kemampuan,
serta bisa digabung dengan berbagai jenis bahan makanan (Anonymous,
2002a). Mikroorganisme probiotik harus sesuai dengan teknologi dalam
memproduksi makanan, bisa mempertahankan viabilitas dan efisiensinya
dapat memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan, suatu produk
harus mengandung bakteri probiotik sebesar 107cfu/ml (Shah, 2000 dalam
Mullen, 2001).
3. Lactobacillus casei
Lactobacillus casei merupakan bakteri gram positif, fakultatif
anaerob, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Ukuran sel berkisar
antara 0,7-1,1 x 2,0-4,0 „m. L. casei tahan terhadap asam dan dalam
metobolisme fermentasi mengahasilkan asam laktat sebagai produk akhir
dari metabolisme. L. casei dapat tumbuh pada suhu 15o C tetapi tidak
pada suhu 45o C, bisa diisolasi dari produk berbasis susu mentah atau
terfermentasi dan saluran pencernaan manusia atau hewan (Anonymous,
2004). Lactobacillus casei tumbuh pada pH 5 ‚ 8 (Matsuzaki dalam
Farnworth, 2003). Lactobacillus casei dapat dilihat pada Gambar 5 .
Gambar 5. Lactobacillus casei (Anonymous, 2004)
4. Bifidobactrium
Karakteristik utama dari Bifidobacteria adalah berukuran 2 ‚ 8 ƒm,
gram positif, anaerobik dalam pencernaan mamalia, bersifat
heterofermentatif, tidak membetuk spora, memiliki suhu optimum
pertumbuhan 36 ‚ 38oC, dan pH optimum 6,5 ‚ 7,0.
Bifidobacteria terbukti mampu mencapai usus. Dari penelitian
(Marteau, 1992) yaitu pembuatan susu fermentasi dengan B. Bifidum dan
individu yang mengonsumsinya (Tirtasujana, 1998). Bifidobactrium dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Bifidobacterum breve (Tirtasujana, 1998)
G. Fermentasi Bakteri Asam Laktat
Fermentasi merupakan proses metabolisme dimana karbohidrat
dan komponen yang terlibat didalamnya dioksidasi dengan melepaskan
energi dalam ketiadaan akseptor eksternal. Penerima elektron akhir
merupakan komponen organik yang diproduksi secara langsung dari
pemecahan karbohidrat dan sebagai akibatnya hanya sebagian dari
komponen utama yang terjadi dan hanya sejumlah kecil energi yang
terlepas selama proses berlangsung (Jay, 1992).
Istilah fermentasi dapat digunakan untuk menyatakan pemecahan
gula menjadi alkohol dan karbon dioksida baik dengan menggunakan
enzim maupun mikroorganisme dan dalam kondisi anaerobik maupun
aerobik. Meskipun demikian fermentasi memiliki kelebihan yaitu dapat
meningkatkan nilai nutrisinya (Potter and Hotchkiss, 1995). Menurut
Sorhaug dan Stepaniak (1997) bakteri Bifido bifidum akan mengeluarkan
asam asetat, asam laktat, serta antibakteri bifidin pertama kali ketika
dilingkungan susu telah ada aktifitas protease. Kadar asam laktat yang
tinggi diduga untuk menghambat aktivitas protease yang semakin tinggi.
Dalam fermentasi bakteri asam laktat akan memfermentasikan
terutama adalah terbentuknya asam laktat dimana asam laktat tersebut
akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan
menimbulkan rasa asam. Hal ini juga berakibat menghambat pertumbuhan
dari beberapa jenis mikroorganisme lainnya. Seperti telah disebutkan
sebelumnya bahwa produk yang dihasilkan dari fermentasi bakteri asam
laktat akan berbeda tergantung pada jenis bakteri asam laktatnya apakah
homofermentatif atau heterofermentatif (Buckle et al, 1987).
Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah bakteri yang memfermentasi gula
(heksosa) untuk menghasilkan sejumlah besar asam laktat. Keberadaan
asam laktat memungkinkan terjadinya penghambatan pertumbuhan
berbagai mikrobia patogen dan pembusuk. Secara fisiologis, BAL ada
yang bersifat homofermentatif dan ada pula yang heterofermentatif.
Bakteri yang bersifat homofermentatif mayoritas menghasilkan asam laktat,
sedangkan yang bersifat heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat
juga menghasilkan asam asetat, etanol dan karbondioksida (Widodo,2003).
H. Efek Pembekuan Terhadap Viabilitas Bakteri Asam Lakta t
Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan
beku (Winarno, dkk., 1980). Menurut Jay (1992), terdapat dua tipe
pembekuan yaitu pembekuan cepat dan pembekuan lambat. Pembekuan
cepat merupakan proses pembekuan makanan pada suhu dibawah -200C
dalam waktu 30 menit. Menurut Frazier and Westhoff (1987), pembekuan
lambat merupakan proses pembekuan makanan pada suhu -15 sampai ‚
290C dalam waktu 3 sampai 72 jam.
Bakteri dapat kehilangan viabilitas selama proses pembekuan
(Harrision, 1965 dalam Hong and Marshall, 2001). Menurut Moss and
Speck (1963) dalam Hong and Marshall (2001), lingkungan dimana bakteri
dibekukan dapat mempengaruhi viabilitas sel. Perubahan permeabilitas
membran sel dan dehidrasi intraseluller (intraseluller dehidration) yang
dikarenakan oleh terbentuknya kristal es mengakibatkan mikroba menjadi
tidak aktif selama pembekuan.
Pembentukan kristal es ekstra menyebabkan kerusakan mekanik
menjadi lebih kental sehingga menyebabkan kerusakan osmotik (Beal,
2001). Mazur (1966) dalam Hong and Marshall (2001) menyatakan bahwa
pembentukan kristal es intaseluller merupakan penyebab utama kematian
sel, hal ini dikarenakan terbentuknya kristal dalam sel dan tingginya
konsentrasi zat terlarut.
Proses pembekuan dapat menyebabkan penurunan jumlah bakteri
sebesar … sampai 1 log cycle. Naik turunnya suhu menyebabkan
terbentuknya kristal es selama 6 sampai 12 bulan masa simpan, yang
dapat mengakibatkan pecahnya sel bakteri dan menurunkan viabilitasnya
(Davidson et al., 2000).
I. Es Krim Probiotik
Hekmat and McMahon (1992) menyatakan bahwa es krim probiotik
dibuat dengan cara memfermentasikan Ice cream mix standar dengan
kultur bakteri probiotik kemudian dibekukan dalam freezer. Menurut
Adams and Nout (2001), penggunaan kultur starter pada produk-produk
susu didasarkan pada pembentukan asam laktat dan asam-asam lainnya
untuk menurunkan pH sehingga dihasilkan produk fermentasi yang aman
dengan mikroorganisme yang stabil.
Hekmat and McMahon (1992) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa es krim probiotik merupakan media yang baik untuk menyalurkan
mikrobia menguntungkan seperti Lactobacillus acidophilus dan
Bifidobacterium bifidum kepada konsumen. Bakteri tersebut dapat tumbuh
dalam berbagai adonan es krim dan tahan selama penyimpanan beku.
Haynes and Playnes (2002) dalam penelitiannya menyebutkan
penggunaan kultur secara langsung merupakan metode yang sesuai untuk
menghasilkan es krim probiotik rendah lemak untuk mempertahankan
jumlah organisme yang tahan selama penyimpanan.
J. Pembuatan Es Krim Probiotik
Berdasarkan penelitian Sari (2007) prosedur pembuatan es krim
jagung probiotik adalah terdiri dari dua adonan. Adonan yang pertama yaitu
yang kedua terdiri dari kuning telur dan gula pasir. Penambahan strarter
dlakukan pada penaikan suhu adonan dalam inkubator.
Gambar 7 . Diagaram alir proses pembuatan Es krim jagung probiotik (Sari,2007)
Susu jagung
100ml
Pasteurisasi suhu
68oC selama 30
Kuning telur 0,45%,
5gr gula pasir
Pengocokan sampai putih
Pematangan
(aging) 4oC 24 jam
Pembekuan dan Pembuihan 25
Es krim Homogenisasi
selama 5 menit
Pengerasan adonan
suhu † -10oC 24 jam
Penaikan suhu dalam inkubator
Inkubasi
30oC 24 jam
L.casei (2, 4, 6% v/v)
Pemanasan awal
40oC
Susu skim (10, 15, 20% b/v)
CMC 0,3 (b/v)
K. Analisa Keputusan
Keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih
tindakan yang terbaik dari sejumlah alternative yang ada. Pengambilan
keputusan adalah proses yang mencakup semua pikiran dan kegiatan yang
diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan yang terbaik
(Siagian, 1987).
Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur yang logis
dan kuantitatif yang tidak hanya menerangkan pengambilan keputusan,
tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan
(Mangkusubroto dan Listiani, 1987).
Analisis keputusan adalah dasar untuk memilih alternative terbaik
yang dilakukan membandingkan antara aspek kualitas, kuantitas dan
aspek finanscial dari produk eskrim jagung probiotik dengan perlakuan
penambahan susu skim dan konsentrasi starter (Lactobacillus casei).
L. Analisa Finansial
Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut
lembaga atau menginvestasikan modalnya kedalam proyek (Pudjotjiptono,
1984).
Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti
suatu proyek layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji,
diteliti dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat
berkembang atau tidak (Tiomar, 1994).
Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk
menilai atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan
besarnya laba tersebut terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga
jual produk dan volume penjualan (Muljadi, 1986).
Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak
tidaknya suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa
kriteria yang digunakan dapat dipertanggung jawabkan penggunaannya
adalah :
2. Net Present Value (NPV)
3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)
4. Payback Period
5. Internal Rate of Return (IRR)
1. Penentuan Break Even Point (BEP) (Susanto dan Saneto, 1994)
Studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau
taksiran yang didasarkan atau anggapan-anggapan yang tidak terlalu bisa
dipenuhi. Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan.
Salah satu penyimpangan itu ialah apabila pabrik berproduksi dibawah
kapasitasnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang selanjutnya
mempengaruhi besarnya keuntungan.
Suatu analisis yang menunjukkan hubungan atara keuntungan,
volume produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Even Point
(BEP). BEP adalah salah satu keadaan tingkat produksi tertentu yang
menyebabkan besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan
besarnya nilai atau hasil penjualan atau laba. Jadi pada keadaan tertentu
tersebut perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan juga tidak
mengalami kerugian.
Untuk memperoleh keuntungan perusahaan tersebut harus
ditingkatkan dari penerimaannya harus berada di atas titik tersebut.
Penerimaan dari penjualan dapat ditingkatkan melalui 3 cara, yaitu
menaikkan harga jual perunit, menaikkan volume penjualan, dan
menaikkan harga jualnya.
Penentuan BEP dapat dikerjakan secara aljabar atau grafik. Dalam
penentuan BEP secara aljabar didasarkan atas hubungan antara nilai
penjualan, biaya produksi keseluruhan (biaya tetap + biaya tidak tetap) dan
volume produksi. Volume penjualan pokok dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :
BEP =
VC
P
FC
-Keterangan:
Po = Produk pulang/pokok
VC = Biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)
Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut:
a. Biaya Titik Impas
BEP =
(
biaya
tidak tet
ap/pendapa
tan
)
1
Tetap
Biaya
-b. Presentase
Titik impas:
BEP (%) =
( )
Pendapatan
Rp
BEP
´ 100%
c. Kapasitas Titik Impas
Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus
dilakukan untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik
impas adalah sebagai berikut:
Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas ´ Pendapatan
2. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan
sekarang dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai
NPV lebih besar dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan,
jika dalam perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka
proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Susanto dan Saneto,
1994). Rumus NPV adalah :
NPV =
(
)
å
- +
-n
t i t
Ct B
2 1
'
Keterangan:
Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada
tahun t
Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t
t = 1, 2, 3,‡‡‡n
n = Umur ekonomi dari pada proyek.
3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)
Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya
kotor yang telah dirupiahkan sekarang (present value) (Susanto dan
Saneto, 1994).
Nilai B/C Ratio =
Produksi
Biaya
Pendapatan
4. Payback Period (Susanto dan Saneto,1994)
Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk
pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa
prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Payback period
tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus penentuannya adalah
sebagai berikut: PP =
Ab
1
Keterangan: I = Jumlah modal
Ab = Penerimaan bersih perbulan
5. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return merupakan tingkat bunga yang
menunjukkan persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang
dengan jumlah investasi (modal) awal dari suatu proyek yang sedang
dikerjakan. Criteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih
apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku, sedangkan bila
IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut
dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.
IRR = 1 +
"
NPV
'
NPV
NPV
-
(I" ‚ i')Keterangan:
NPV' = NPV positif hasil percobaan nilai
NPV" = NPV negatif hasil percobaan nilai; i = Tingkat bunga
M. Landasan Teori
Es krim merupakan perpaduan antara sistem emulsi dan foam
fase cair lain. Es krim termasuk dalam sistem emulsi Oil in water (o/w),
dimana lemak bertindak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase
kontinyu (Goff, 2006).
Es krim dapat didefinisikan sebagai foam (buih) yang membeku
sebagian dengan kadar udara sebesar 40 ‚ 45% dari volume total (Berger,
1997). Foam (buih) adalah gas yang terdispersi dalam cairan (Goff, 2006).
Menurut Arbuckle (1972), rongga udara yang terbentuk mempunyai tiga
fungsi utama yaitu membuat es krim menjadi ringan, tidak terlalu padat;
membuat es krim menjadi lembut, dan mengurangi rasa dingin yang
berlebihan.
Overrun adalah pengembangan volume yaitu kenaikan volume es
krim antara sebelum dan sesudah pembekuan (Hadiwiyoto, 1993).
Overrun mempengaruhi tekstur dan kepadatan yang sangat menentukan
kualitas es krim. Penggunaan bahan padatan bukan lemak dapat
meningkatkan overrun tanpa merusak tekstur dari es krim (Potter, 1978).
Es krim merupakan media yang baik untuk menyalurkan bakteri
probiotik ke konsumen. Es krim probiotik adalah produk yang dihasilkan
melalui proses fermentasi Ice cream mix dengan bakteri probiotik (Hekmat
and McMahon, 1992). Proses fermentasi Ice cream mix merupakan
tahapan yang penting untuk pertumbuhan bakteri probiotik seperti
Lactobacillus casei. Menurut Widodo (2003), Lactobacillus casei
membutuhkan laktosa yang dapat difermentasi karena bakteri tersebut
tidak akan mampu hidup dalam medium yang mengandung sangat sedikit
laktosa. Lactobacillus casei merupakan bakteri asam laktat yang bersifat
homofermentatif, yaitu bakteri yang menghasilkan produk fermentasi
tunggal yaitu asam laktat.
Menurut Potter (1978), pada pembuatan es krim susu skim
berfungsi meningkatkan rasa es krim dan juga memberikan body dan
tekstur es krim yang diinginkan. Penggunaan susu skim juga meningkatkan
overrun tanpa merusak tekstur dari es krim. Hui (1992), menyatakan bahwa
protein susu mempunyai peranan penting dalam membentuk proses
pembuihan atau pembentukan rongga udara yaitu dengan cara
memerangkap udara kedalam adonan selain itu juga berfungsi untuk
pengemulsian lemak sehingga dihasilkan es krim yang lebih stabil dan
lembut.
Pertumbuhan Lactobacillus casei memegang peranan penting
dalam pembuatan es krim probiotik dimana suatu produk dikatakan
sebagai probiotik apabila mengandung bakteri probiotik dengan jumlah
minimal 107 cfu/ml serta tahan selama proses pengolahan, konsumsi dan
saat melewati saluran pencernaan. Jumlah inokulum yang ditambahkan
pada produk dapat mempengaruhi pertumbuhan produk. Menurut Fardiaz
(1992), jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase
adaptasi. Semakin cepat bakteri dapat beradaptasi terhadap substrat dan
lingkungan disekitarnya maka semakin cepat pertumbuhannya.
Lactobacillus acidophillus IFO 13951 dan Bifidobacterium longum
ATCC 15708 merupakan bakteri probiotik. Kedua bakteri tersebut
mempunyai karakreristik dan jalur pembentukan asam laktat yang berbeda.
Lactobacillus acidophillus merupakan bakteri asam laktat dalam
pembentukan asan laktat melalui jalur homofermentatif (Purwoko, 2007).
Sedangkan Bifido bakterium longum dalam pembentukan asam laktat
melalui jalur Bifidobacterium (Salminen et al, 2004).
Proses pembekuan dapat memberikan efek terhadap viabilitas
bakteri asam laktat (Lactobacillus casei) dimana bakteri dapat kehilangan
viabilitas selama proses pembekuan (Harrision, 1965 dalam Hong and
Marshall, 2001). Menurut Moss and Speck (1963) dalam Hong and
Marshall (2001), lingkungan dimana bakteri dibekukan dapat
mempengaruhi viabilitas sel. Perubahan permeabilitas membran sel dan
dehidrasi intraseluller (intraseluller dehidration) yang dikarenakan oleh
terbentuknya kristal es mengakibatkan mikroba menjadi tidak aktif selama
pembekuan. Penambahan bahan pelindung (Cryoprotectant agent) seperti
susu skim dapat mengurangi efek pembekuan terhadap viabilitas bakteri
asam laktat (Leslie, 1995). Menurut Wei (2004), bahan pelindung seperti