• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK DENGAN METODE PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK DENGAN METODE PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK

DENGAN METODE PETA PIKIRAN (MIND MAPPING)

(PTK pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

oleh:

Wahyu Sulistiyana

S840809224

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK

DENGAN METODE PETA PIKIRAN

(MIND MAPPING)

(PTK pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo)

Disusun oleh:

Wahyu Sulistiyana

S840809224

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. ___________ _________

NIP 19440315 197804 1 001

Pembimbing II Drs. Suyono, M.Si. ___________ _________

NIP 19500301 197603 1 002

Mengetahui

Ketua Program Pendidikan Bahasa Indonesia

(3)

commit to user

iii

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK

DENGAN METODE PETA PIKIRAN

(MIND MAPPING)

(PTK pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo)

Disusun oleh:

Wahyu Sulistiyana

S840809224

Telah disetujui oleh Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua

: Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd ___________ ___________

Sekretaris : Dr. Nugraheni Eko W.,M.Hum. ___________ ___________

Anggota Penguji

1. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd. ___________ ___________

2. Drs. Suyono, M.Si. ___________ ________

Mengetahui Ketua Program Studi

Direktur PPS UNS Pendidikan Bahasa Indonesia

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama

: Wahyu Sulistiyana

NIM

: S840809224

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul

Upaya Meningkatkan

Keterampilan Menulis Cerita Pendek dengan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping)

(PTK pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo)

adalah betul-betul karya

saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda

citasi

dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari

tesis tersebut.

Sukoharjo, Januari 2011

Yang membuat pernyataan,

Wahyu Sulistiyana

(5)

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas karunia dan pertolongan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan

tesis ini. Dalam menyelesaikan tesis ini, peneliti banyak mendapat bantuan,

bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

peneliti menyampaikan terima kasih kepada yang peneliti hormati:

1.

Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin untuk

mengikuti program studi magister di Program Pascasarjana ini;

2.

Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan izin penyusunan tesis ini;

3.

Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Prof. Dr. Herman J. Waluyo,

M.Pd sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah memberi bimbingan dan

saran-saran serta motivasi untuk segera menyelesaikan tesis ini;

4.

Drs. Suyana , M.Si., Pembimbing II tesis ini yang dengan penuh kesabaran dan

ketelatenan telah memberikan saran, masukan, dan arahan demi kesempurnaan

tesis ini;

5.

Dwi Susilowati, S.Pd., M.Pd. Kepala SMP Negeri 4 Sukoharjo yang telah

berkenan memberi izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah

(6)

commit to user

vi

6.

Drs. Wahyudi Sri Handoko, Guru Kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo yang

telah berkenan menjadi kolaborator dan melaksanakan penelitian tindakan kelas

ini;

7.

Keluarga Sulistya Wibawa, Spd, M.Pd, yang telah mendampingi dan memberi

dorongan selama menempuh program studi magister di Program Pascasarjana ini;

Akhirnya, peneliti hanya dapat berdoa semoga Tuhan Yang Maha Esa

melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak tersebut di atas, dan

mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi sidang pembaca.

Sukoharjo, Januari 2011

Peneliti

Wahyu Sulistiyana.

(7)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ………..…

i

PENGESAHAN PEMBIMBING...

ii

PENGESAHAN PENGUJI TESIS ...

iii

PERNYATAAN ...

iv

KATA PENGANTAR ...

v

DAFTAR ISI ...

vii

DAFTAR TABEL ...

xi

DAFTAR GAMBAR ...

xii

DAFTAR LAMPIRAN………

xiii

ABSTRAK ...

xv

ABSTRACT ...

xvi

BAB I

PENDAHULUAN ………..

1

A. Latar Belakang Masalah ...

1

B. Rumusan Masalah ...

8

C. Tujuan Penelitian ...

9

D. Manfaat Penelitian ...

9

1. Manfaat Teoritis ...

9

2. Manfaat Praktis ...

9

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

11

A. Kajian Teori ...

11

(8)

commit to user

viii

a. Pengertian Keterampilan...

11

b. Hakikat Menulis...

12

1) Pengertian Menulis...

13

2) Tujuan Menulis...

20

3) Manfaat Menulis...

22

4) Tahap-tahap Menulis...

25

5) Asas-asas Menulis...

28

6) Jenis-jenis Tulisan...

31

c. Hakikat Cerita Pendek...

34

1) Pengertian Cerita Pendek...

34

2) Ciri-ciri Cerita Pendek...

38

3) Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek...

39

4) Pembahasan Unsur-unsur Cerita Pendek...

43

d. Hakikat Pembelajaran Menulis Cerita Pendek di SMP

60

1) Pembelajaran Keterampilan Menulis Cerita Pendek

61

2) Penilaian Keterampilan Menulis Cerita Pendek...

68

3) Model Penilaian Keterampilan Menulis Cerpen...

70

e. Hakikat Keterampilan Menulis Cerita Pendek...

72

2. Metode Peta Pikiran (

Mind Mapping

)...

72

a. Pengertian Metode Peta Pikiran (

Mind Mapping

)...

72

b. Langkah-langkah Pembuatan Peta Pikiran (

Mind

Mapping

...

78

c. Implementasi Metode Peta Pikiran (

Mind Mapping

)

dalam Pembelajaran Menulis Cerita Pendek...

83

B. Penelitian yang Relevan ...

84

C. Kerangka Berpikir ...

86

(9)

commit to user

ix

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN ...

90

A. Tempat dan Waktu Penelitian...

90

B. Bentuk dan Strategi Penelitian...

91

C. Subjek Penelitian ... ...

92

Halaman

D. Sumber Data Penelitian...

92

1. Peristiwa Proses Pembelajaran Menulis Cerpen...

92

2. Informan...

92

3. Dokumen...

93

E . Teknik Pengumpulan Data.... ...

93

1. Observasi... ...

93

2. Wawancara... ... ...

94

3. Analisis Dokumen...

95

F. Teknik Validitasi Data...

95

G. Teknik Analisis Data... ...

95

H. Prosedur Penelitian...

96

I. Indikator Keberhasilan Tindakan...………….

100

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...

102

A. Deskripsi Latar (

Setting

) Penelitian...

102

B. Kondisi Awal...

104

C. Pelaksanaan Tindakan dan Hasil Penelitian...

111

1. Siklus I...

111

a. Perencanaan Tindakan ...

111

b. Pelaksanaan Tindakan ...

113

c. Observasi ...

115

d. Analisis dan Refleksi...

117

2. Siklus II...

121

(10)

commit to user

x

b. Pelaksanaan Tindakan...

123

c. Observasi ...

124

d. Analisis dan Refleksi...

127

3. Siklus III...

130

Halaman

a. Perencanaan Tindakan...

130

b. Pelaksanaan Tindakan...

131

c. Observasi ...

133

d. Analisis dan Refleksi ...

136

D. Pembahasan Hasil Penelitian...

138

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ...

144

A. Simpulan... ...

144

B. Implikasi ...

145

C. Saran ...

146

DAFTAR PUSTAKA ……….

148

(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1

Model Penilaian Tugas Menulis Cerita Pendek...

71

2

Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian…………...

91

3

Perolehan Nilai Pretes Keterampilan Menulis Cerpen pada

Kondisi Awal...

111

4

Perolehan Nilai Tes Keterampilan Menulis Cerpen pada Siklus I

120

5

Perolehan Nilai Pretes Keterampilan Menulis Cerpen pada

Siklus II...

129

6

Perolehan Nilai Pretes Keterampilan Menulis Cerpen pada

(12)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1

Penggolongan Karangan The Liang Gie (2002: 32)...

33

2

Contoh

Mind Mapping

1 (Buzan, 2007: 21)...

80

3

Contoh

Mind Mapping

2 (Buzan, 2007: 131)...

81

4

Contoh

Mind Mapping

3 (Buzan, 2007: 35)...

82

5

Alur Kerangka Berpikir...

89

6

Prosedur Penelitian Tindakan Kelas...

97

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1

Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP

Negeri 4 Sukoharjo...

153

2

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)...

174

3

Hasil Observasi...

189

4

Hasil Wawancara...

206

5

Instrumen Penelitian...

210

6

Hasil Peta Pikiran Siswa...

220

7

Rekapitulasi Nilai Keterampilan Menulis Cerita Pendek...

230

8

Foto Kegiatan Penelitian ...

232

(14)

commit to user

xiv

ABSTRAK

Wahyu Sulistiyana. S840809224. 2010.

Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis

Cerita Pendek dengan Metode Peta Pikiran (Mind Mapping) (PTK pada Siswa Kelas

VIIIA SMP Negeri 4 Sukoharjo).

Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa

Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan peningkatan

kualitas pembelajaran menulis cerpen siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo

dengan menerapkan metode peta pikiran (

mind mapping)

; (2) mengetahui

peningkatan keterampilan menulis cerpen dengan penerapan metode peta pikiran

(

mind mapping

) pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas

(

Classroom Action Research

), yaitu penelitian kolaboratif antara guru dan peneliti

untuk mengatasi permasalahan yang ada dalam pembelajaran. Sumber data penelitian

ini antara lain: peristiwa proses pembelajaran menulis cerpen, informan (guru

pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, siswa kelas VIII A SMP

Negeri 4 Sukoharjo), dokumen (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, foto kegiatan

pembelajaran, hasil peta pikiran siswa, cerpen). Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah observasi, wawancara dan analisis dokumen. Untuk menguji

validitas data peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber data dan triangulasi

metode. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis kritis berdasarkan

indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Proses penelitian dilaksanakan dalam

tiga siklus dengan empat tahap pada tiap siklusnya, yaitu tahap perencanaan, tahap

pelaksanaan, tahap observasi, serta tahap analisis dan refleksi.

(15)

commit to user

xv

ABSTRAC

Wahyu Sulistiyana, S 840809224. 2010 Improving writing Comprehension of Short

Story using mind mapping method can action research at the second year of SMP 4

Sukoharjo ). Thesis. Surakarta : Education of Indonesian language in Post graduate of

Sebelas Maret University, Surakarta.

This research is aimed to describe improving quality of learning short Story

writing to the second year of SMP 4 Sukoharjo using mind mapping method ; and to

Know improving writing comprehension of short Story using Mind Mapping to the

second year of SMPN 4 Sukoharjo

This study used classroom action research where collaborate research between

the teacher and the researcher to solve the learning problem . The data source

contains teaching learning process of short story writing, informant ( the Indonesian

language teacher and the students of the second year of SMPN 4 Sukaharjo),

document (the lesson plan, the teaching learning activities photograph, the result of

students mind mapping, short story). The methods of collecting data are observation,

interview, and analyzing document.for analyze the validity of data, the researcher use

triangular technique of data source, and triangular method. In analyzing data, the

reseacher used criticism technique based on indicator result that is approved. There

were three cycles in this action research in which each cycle used four steps, they are

planning, implementing, observing, and reflecting

(16)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Menurut Joni Ariadinata (2006: 23), terdapat dua hal klasik yang seringkali

disebutkan jika membicarakan pembelajaran sastra di sekolah. Pertama, siswa

menganggap bahwa karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan naskah drama) adalah

bahan–bahan yang sulit untuk dimengerti. Kedua, keengganan guru mengajarkan

sastra (karena memiliki stigma bahwa karya sastra itu sulit) sehingga kebanyakan

guru mengambil jalan pintas untuk mengajarkan teori.. Ia menambahkan bahwa dari

sisi guru, jalan pintas itu sangat memudahkan karena memang teori mudah diajarkan.

Dengan mengajarkan teori, maka tanggung jawab terhadap beban kurikulum menjadi

terkurangi. Berdasarkan pengalaman, model– model tes yang kemudian menjadi

acuan dalam ujian adalah teori (sedikit praktik, lebih–lebih apresiasi dan kreasi). Dari

sisi siswa juga melegakan karena dengan lebih banyak guru mengajarkan teori maka

beban “membaca dan menulis yang sulit” kemudian terhindarkan.

Dari paparan tersebut dapat diindikasikan bahwa pembelajaran sastra

mengalami kegagalan. Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat pembelajaran

sastra adalah satu hal yang urgen. Sastra turut memberikan kontribusi yang besar

dalam usaha pembinaan mental serta memperkaya kehidupan ruhaniah manusia.

Sastra dapat memberi pengaruh yang besar terhadap cara berpikir seseorang

(17)

commit to user

cara hidup diri sendiri dan suatu bangsa. Sastra dapat merangsang seseorang untuk

lebih memahami dan menghayati kehidupan. Sastra bukan merumuskan dan

mengabstraksikan kehidupan, tetapi menampilkannya. Pendek kata, pembelajaran

sastra merupakan satu kebutuhan dalam rangka pembentukan moral bangsa.

Urgensi pembelajaran sastra tersebut diperkuat oleh pendapat beberapa pakar.

Rahmanto (1988: 16) mengungkapkan empat manfaat pembelajaran sastra, yaitu: (1)

membantu keterampilan berbahasa, (2) meningkatkan pengetahuan budaya, (3)

mengembangkan cipta dan rasa, dan (4) menunjang pembentukan watak. Sebuah

karya sastra dapat membangkitkan daya kreativitas serta imajinasi siswa. Rangsangan

dari sebuah karya sastra mengendapkan sebuah kesadaran kreatif sekaligus kesadaran

kritis di dalam diri siswa yang akan dibutuhkan oleh cabang ilmu apa pun yang

dikehendaki. Ditambahkan oleh Ketua Mastera (Majelis Sastra Asia Tenggara)

Dendy Sugono (dalam

http://ganeca.blogspirit.com/)

bahwa kehidupan sastra tidak

dapat dipisahkan dari penggunaan bahasa masyarakat pendukungnya. Sastra memiliki

fungsi menumbuhkan rasa kenasionalan dan solidaritas kemanusiaan serta

mempengaruhi proses pembentukan kepribadian dan kebangsaan masyarakat.

Kemajuan sastra sering digunakan sebagai indikator kemajuan peradaban masyarakat

pendukungnya. Sementara itu, Gola Gong sebagaimana dikutip oleh Aris Kurniawan

(dalam

www.republika.co.id)

mengemukakan bahwa kemampuan menulis,

menganalisis, dan menyimpulkan persoalan serta meningkatnya kepekaan terhadap

nilai–nilai kemanusiaan adalah penting bagi siapa saja. Berhasilnya pengajaran sastra

(18)

commit to user

akan pentingnya mengapresiasi sastra akan mendorong mereka pada kemampuan

melihat persoalan secara objektif, membentuk karakter, merumuskan watak, dan

kepribadian. Pendeknya, bila salah satu tujuan pendidikan adalah meningkatkan

kualitas kemanusiaan seseorang, maka tidak bisa tidak, pengajaran sastra mesti

diletakkan sama pentingnya dengan pelajaran lain.

Terlepas dari urgensi pembelajaran sastra di atas, pada realitasnya,

pembelajaran sastra masih menemui banyak kendala. Ahmadun Yossi Herfanda dan

Gola Gong sebagaimana dikutip Aris Kurniawan (dalam

www.republika.co.id

)

mengungkapkan realitas terkini pembelajaran sastra di sekolah masih belum ideal.

Pembelajaran sastra yang semula bertujuan memberikan pengalaman sastra yang

mencakup pengalaman apresiatif dan ekspresif sekadar menjadi pelengkap

pembelajaran Bahasa Indonesia sehingga pembelajarannya pun kurang optimal.

Minimnya buku-buku sastra sebagai sumber belajar ditambah dengan alokasi waktu

pembelajaran yang terbatas dijadikan alasan kurang optimalnya pembelajaran sastra.

Sastra diajarkan sebatas sebagai pengetahuan sehingga hanya perlu dihafalkan.

Pengalaman sastra minim dimiliki oleh siswa terutama pengalaman kreasi seperti

menulis karya sastra, mementaskan drama, serta mendeklamasikan puisi. Jika mau

dicari kekurangan terbesar dalam pembelajaran sastra adalah minimnya kesempatan

bagi siswa untuk diajak berlatih menulis karya sastra. Anwarsono, (dalam Horison

edisi Agustus 2003) mengungkapkan bahwa salah seorang guru Bahasa dan Sastra

Indonesia di Lampung Timur mengungkapkan bahwa pengajaran sastra di sekolah

(19)

commit to user

pas, kurikulum yang hanya mendorong siswa untuk menghafal angkatan, judul karya

tanpa pernah mengajak siswa memasuki wilayah interpretasi maupun kreasi karya

sastra.

Fenomena serupa terjadi dalam pembelajaran sastra di kelas VIII A SMP

Negeri 4 Sukoharjo khususnya pada pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen).

Pembelajaran menulis cerpen masih dijejali berbagai teori tentang cerpen dengan

kegiatan praktik menulis yang sangat minim, bahkan bisa dikatakan tidak ada.

Akibatnya, siswa tidak terlatih untuk berkreasi menulis cerpen. Lebih lanjut,

keterampilan menulis siswa tidak terkembangkan dengan baik. Hal ini tercermin dari

perolehan nilai menulis siswa. Dari 34 siswa, hanya 14 siswa yang mencapai nilai di

atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) nya yaitu 70; sedangkan 20 siswa masih

mencapai nilai di bawah KKM. Hal ini berarti hanya 41,18% ketuntasan belajar

untuk kelas tersebut. Dari hasil pretes menulis cerpen yang dilakukan pada survei

awal diketahui bahwa siswa banyak melakukan kesalahan ejaan. Di samping itu,

kebanyakan siswa belum mampu menampilkan ide cerita yang kreatif dan segar. Ide

yang biasa saja pun tidak dikembangkan dengan baik. Salah satunya ditandai dengan

panjang cerita yang dihasilkan siswa. Cerpen yang ditulis siswa rata–rata tidak lebih

dari 400 kata. Tentunya hal ini kurang memenuhi syarat untuk disebut sebagai

sebuah cerpen. Di samping itu, siswa tidak bisa mengorganisasikan tulisannya dengan

baik. Unsur intrinsik belum tercakup di dalam cerpen. Pemanfaatan potensi kata juga

masih sangat kurang. Dijumpai pula konstruksi kalimat yang salah sehingga

(20)

commit to user

Dari segi proses, pembelajaran pada survei awal masih dilakukan secara

konvensional. Secara terinci, pembelajaran menulis cerpen tersebut dilakukan guru

dengan langkah–langkah sebagai berikut: (1) guru menugaskan siswa untuk membaca

cerpen yang ada dalam buku teks; (2) guru menjelaskan unsur–unsur intrinsik cerpen,

siswa diharuskan mencatat; (3) guru menanyakan unsur intrinsik cerpen yang terdapat

dalam cerpen yang telah dibaca; (4) guru menugaskan siswa untuk menulis cerpen

dengan satu tema yang telah ditentukan guru; (5) guru mengumpulkan cerpen yang

telah ditulis siswa seadanya; dan (6) guru menilai cerpen siswa.

Jika diperhatikan, pembelajaran masih berpusat pada guru. Guru mendominasi

pembelajaran dengan lebih banyak menerangkan materi di depan kelas. Hal ini

mempengaruhi keaktifan siswa. Meskipun guru memberi kesempatan pada siswa

untuk bertanya atau memberikan tanggapan, tidak ada siswa yang menggunakan

kesempatan tersebut.

Di samping itu, terlihat bahwa pembelajaran yang dilakukan lebih

mementingkan hasil daripada proses. Guru menilai cerpen siswa tanpa melihat

prosesnya. Pembelajaran demikian menyebabkan siswa jenuh dan bosan. Lebih

lanjut, proses pembelajaran tersebut mematikan fungsi kerja otak kanan yang

memacu kreativitas. Padahal, kreativitas inilah yang sangat diperlukan dalam

kegiatan menulis terutama menulis fiksi (dalam hal ini cerpen). Pembelajaran yang

(21)

commit to user

Media serta sumber pembelajaran yang bervariatif juga tidak tampak dalam

pembelajaran. Ketiadaan sumber belajar yang bervariatif menyebabkan siswa merasa

jenuh. Diakui oleh guru pengampu pelajaran Bahasa Indonesia bahwa buku teks yang

digunakan hanya satu macam. Itu pun masih berdasar pada kurikulum lama. Adapun

sumber belajar lain yang digunakan sekaligus sebagai bahan evaluasi adalah LKS

bahasa Indonesia. Di samping itu, alokasi waktu pembelajaran yang sangat terbatas –

menjadi permasalahan tersendiri. Siswa tidak dapat menyelesaikan karangannya

karena terbatasnya waktu yang diberikan.

Sementara itu, dari hasil wawancara yang dilakukan pada guru pengampu

pelajaran Bahasa Indonesia diketahui bahwa pembelajaran menulis cerpen seolah

telah menjadi momok bagi siswa. Jangankan untuk menulis cerpen, untuk memahami

unsur intrinsik cerpen saja, siswa masih mengalami kesulitan. Oleh karena itulah,

guru lebih banyak memberikan teori tentang unsur intrinsik cerpen dan belum berani

menugaskan siswa untuk menulis cerpen. Guru berasumsi, pemahaman siswa

terhadap unsur intrinsik itulah hal yang paling penting dicapai dalam pembelajaran

menulis cerpen. Keterampilan menulis cerpen siswa akan terpupuk seiring dengan

pemahaman siswa terhadap unsur intrinsik cerpen tersebut.

Dari pihak siswa diketahui bahwa kesulitan siswa dalam menulis cerpen

disebabkan oleh tidak adanya ide. Beberapa siswa menyatakan bahwa mereka tidak

tahu apa yang mesti mereka tulis. Beberapa siswa yang lain mengungkapkan bahwa

mereka sudah memiliki ide tetapi tidak tahu cara menuangkannya dalam sebuah

(22)

commit to user

mereka merasa tidak bebas untuk menulis karena terbatasnya waktu menulis yang

diberikan. Diakui pula oleh siswa, meskipun mereka berulang kali mempelajari unsur

instrinsik cerpen, mereka masih merasa kesulitan untuk menulis cerpen.

Untuk menyikapi permasalahan tersebut diperlukan satu metode pembelajaran

yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran menulis cerpen. Diharapkan dengan

peningkatan kualitas proses pembelajaran, hasil pembelajaran berupa keterampilan

menulis cerpen siswa pun meningkat. Peta pikiran atau biasa dikenal dengan istilah

mind mapping

adalah metode yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Berakar dari kesulitan siswa dalam memahami dan menerapkan unsur intrinsik dalam

cerpen yang dibuatnya serta kesulitan dalam mengembangkan ide cerita dipilihlah

metode peta pikiran (

mind mapping

). Metode yang dipopulerkan oleh Tony Buzan ini

merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan keterampilan menulis. Hal ini

dibuktikan oleh Awit Mariani Rosia dalam Penelitian Tindakan Kelas yang

dilakukannya pada siswa kelas I SMP 12 Bandung tahun ajaran 2004/2005. Hasil

penelitian yang berjudul “Penerapan Metode Peta Pikiran (

Mind Mapping

) dalam

Pembelajaran Menulis Narasi dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis”

menunjukkan adanya peningkatan keterampilan menulis siswa dengan penerapan

metode tersebut.

Dalam metode peta pikiran (

mind mapping

) tersebut, pertama-tama siswa

menuliskan satu kata kunci dari tema yang dipilih di tengah kertas. Tema tersebut

kemudian dijabarkan dalam ranting-ranting berupa unsur cerpen yang meliputi alur,

(23)

commit to user

dasarnya, dengan metode ini, siswa dituntun untuk membuat perencanaan sebelum

menulis cerpen. Bila dalam perencanaan tulisan sering dikenal dengan pembuatan

kerangka karangan (

outlining

), maka dalam peta pikiran,

outlining

tersebut berupa

kata kunci yang dilengkapi dengan gambar berwarna yang dipetakan. Selain lebih

menarik, kelebihan lain dari peta pikiran ini adalah siswa dapat menambah kata kunci

di mana pun jika di tengah kegiatan menulis ia mendapatkan ide baru. Peta pikiran

tersebut dapat terus berkembang sesuai dengan keinginan penulisnya. Dengan

demikian, dalam metode ini, siswa dibebaskan untuk menulis “apa pun” sesuai

dengan keinginan serta kreativitas mereka. Di samping itu, simbol serta gambar

berwarna yang digunakan berpotensi mengoptimalkan fungsi kerja otak kanan yang

memacu kreativitas serta imajinasi sehingga diharapkan siswa tidak kehabisan ide

dalam menulis cerpen.

Implikasi dari uraian di atas dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah

perlu diterapkannya metode peta pikiran (

mind mapping

) sebagai upaya

meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran menulis cerpen pada siswa

kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas

(PTK).

B. Rumusan Masalah

Berdasar pada latar belakang masalah yang dikemukakan dalam uraian di atas,

(24)

commit to user

1.

Bagaimanakah peningkatan kualitas proses pembelajaran menulis cerpen dengan

penerapan metode peta pikiran (

mind mapping)

pada siswa kelas VIII A SMP

Negeri 4 Sukoharjo?

2.

Apakah penerapan metode peta pikiran (

mind mapping)

dapat meningkatkan

keterampilan menulis cerpen siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1.

Mendeskripsikan peningkatan kualitas proses pembelajaran menulis cerpen siswa

kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo dengan menerapkan metode peta pikiran

(

mind mapping)

.

2.

Mengetahui peningkatan kemampuan menulis cerpen dengan penerapan metode

peta pikiran (

mind mapping

) pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 4 Sukoharjo.

D.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1.

Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya khazanah ilmu

pengetahuan pembelajaran sastra khususnya pada aspek metode alternatif

pembelajaran menulis cerpen.

2.

Manfaat Praktis

a.

Bagi Siswa

(25)

commit to user

2)

Melatih siswa untuk berpikir imajinatif dan kreatif.

3)

Meningkatkan keterampilan menulis cerpen siswa.

b.

Bagi Guru

1)

Meningkatkan kinerja guru.

2)

Mendorong guru untuk melaksanakan pembelajaran yang inovatif kreatif.

3)

Mengatasi permasalahan pembelajaran menulis cerpen yang dialami oleh

guru.

c.

Bagi Peneliti

1)

Mengembangkan wawasan dan pengalaman peneliti.

2)

Pengaplikasian teori yang telah diperoleh.

(26)

commit to user

11

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN,

KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori

Pada bagian Bab II berikut akan dideskripsikan beberapa konsep atau teori

yang relevan dengan topik kajian atau masalah yang diteliti. Teori atau konsep itu

meliputi teori yang berhubungan dengan (1) keterampilan menulis cerita pendek

(cerpen), dan (2) metode peta pikiran

(Mind Mapping)

.

1. Keterampilan Menulis Cerita Pendek

Pada subbab ini akan dideskripsikan konsep-konsep atau teori-teori yang

terkait dengan keterampilan menulis cerita pendek. Untuk maksud tersebut, secara

berturut-turut pada bab ini dideskripsikan teori tentang (a) pengertian keterampilan,

(b) hakikat menulis, (c) hakikat cerita pendek, (d) hakikat pembelajaran menulis

cerita pendek di SMP, (e) hakikat keterampilan menulis cerita pendek.

a.

Pengertian Keterampilan

Menurut Gagne dan Briggs (1979: 49-50) terdapat lima kategori keluaran

(27)

Kata

keterampilan

yang melekat pada frasa (kelompok kata)

“keterampilan

menulis cerita pendek”

pada penelitian ini memiliki acuan pengertian yang sepadan

dengan salah satu kategori keluaran belajar yang disebutkan Gagne dan Briggs di

atas, yaitu keterampilan intelektual. Dijelaskan oleh Winkel (1991: 73), yang

dimaksud keterampilan intelektual ialah keterampilan untuk berhubungan dengan

lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya

konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, gambar). Menurut

Muhibbin Syah (2000: 119) keterampilan bukan hanya meliputi gerakan motorik

melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Jadi,

keterampilan intelektual di sini berkenaan dengan kecekatan orang dalam

mendayagunakan segala fungsi mental/kognitifnya untuk mencapai hasil secara

maksimal. Melalui penjelasan itu, kata

keterampilan

pada penyebutan penelitian ini,

bukan dimaksudkan sebagai keterampilan motorik yang berhubungan dengan

gerakan-gerakan otot tubuh seseorang.

Berdasarkan pandangan itu, pengertian keterampilan menulis cerita pendek di

sini diartikan sebagai kecekatan seseorang (siswa) dalam hubungannya dengan

bagaimana ia mendayagunakan semua fungsi mental/kognitifnya untuk menuangkan

buah pikiran dan imajinasinya secara teratur dan terorganisasi ke dalam sebuah

karangan yang berbentuk cerita pendek.

b.

Hakikat Menulis

(28)

manfaat menulis, (4) tahap-tahap penulisan, (5) azas-azas menulis, dan (6) jenis-jenis

tulisan.

1)

Pengertian Menulis

Menulis adalah suatu kegiatan penyampaian pesan dengan menggunakan

tulisan sebagai mediumnya. Pesan adalah isi atau muatan yang terkandung dalam

suatu tulisan. Adapun tulisan merupakan sebuah sistem komunikasi antar manusia

yang menggunakan symbol atau lambang bilangan yang dapat dilihat dan disepakati

pemakainya (Sabarti Akhadiah, 1998: 1.3). Pendapat lain mengatakan bahwa menulis

merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi

secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan

suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif (Henry Guntur Tarigan, 1993: 3).

Iim Rahmina (1997: 7.1) berpendapat bahwa menulis merupakan suatu

kegiatan pengungkapan ide, gagasan, pikiran, atau perasaan secara tertulis. Menurut

The Liang Gie (1992: 17), menulis merupakan padanan dari kata mengarang.

Mengarang adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan

gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk

dipahami. Unsur karang-mengarang meliputi empat hal, yaitu : (1) gagasan

(idea)

,

adalah topik atau tema yang diungkapkan secara tertulis; (2) tuturan

(discourse)

, yaitu

bentuk pengungkapan gagasan untuk dipahami pembaca; (3) tatanan

(organization)

,

yaitu tertib pengaturan dan penyusunan gagasan dengan memperhatikan aturan, asas,

(29)

bahasa tulis yang berkaitan dengan kosakata, tata bahasa dan retorika.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah

kegiatan berkomunikasi secara tidak langsung untuk menyampaikan pesan dengan

menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Tulisan itu terdiri atas rangkaian huruf

yang bermakna dengan segala kelengkapan lambang tulisan seperti ejaan dan

pungtuasi. Kegiatan menulis ini bersifat produktif dan ekspresif.

Menulis sebagai salah satu dari empat keterampilan berbahasa adalah media

komunikasi pengungkap pikiran, idea tau gagasan untuk mencapai suatu maksud atau

tujuan. Menulis pada hakikatnya melakukan kegiatan yang kompleks. Diungkapkan

oleh Atar Semi (1990: 8) bahwa menulis adalah pemindahan pikiran atau

perasaan ke dalam bentuk lambang-lambang bahasa. Dengan kata lain, menulis

adalah melahirkan pikiran dan perasaan lewat tulisan (Hernowo, 2002: 116). Menulis

dapat juga diartikan sebagai aktivitas berkomunikasi mengungkapkan pikiran,

perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis (Agus Suriamihardja, H.

Akhlan Husein dan Nunuy Nurjanah, 1997: 2)

The Liang Gie (2002: 3) menyamakan pengertian menulis dengan

mengarang. Diungkapkan bahwa menulis arti pertamanya ialah membuat huruf,

angka, nama, sesuatu tanda kebahasaan apa pun dengan sesuatu alat tulis ada suatu

halaman tertentu. Kini dalam pengertiannya yang luas, menulis merupakan kata

sepadan yang mempunyai arti sama dengan mengarang. Mengarang adalah segenap

rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya

(30)

Nurgiyantoro (1988: 273) menambahkan pengertian menulis sebagai aktivitas

mengemukakan gagasan melalui bahasa. Aktivitas pertama menekankan unsur bahasa

sedangkan yang kedua gagasan. Gagasan merupakan makna yang menyadarkan.

Dalam tulisan, gagasan cemerlang yang tersirat dalam tulisan akan mampu memikat

pembaca dan pada akhirnya mampu membuat pembaca melakukan

perubahan-perubahan besar yang berarti dalam hidupnya.

Sebuah tulisan mencerminkan jiwa penulisnya. Oleh karenanya, kegiatan

mengarang adalah suatu proses kegiatan pikiran manusia yang hendak

mengungkapkan kandungan jiwanya kepada orang lain atau kepada diri sendiri dalam

tulisan (Widyamartaya, 1991: 9). Hernowo (2002: 215) menegaskan bahwa menulis

merupakan aktivitas intelektual praktis yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan amat

berguna untuk mengukur sudah seberapa tinggi pertumbuhan ruhani seseorang.

Aktivitas menulis juga bermanfaat menyeimbangkan fungsi kerja kedua belahan otak,

baik otak kanan maupun otak kiri. (Hernowo, 2002: 230)

Sebuah tulisan dikatakan berhasil apabila tulisan tersebut dapat dipahami

dengan mudah oleh pembaca. Segala ide dan pesan yang disampaikan dipahami

secara baik oleh pembacanya, tafsiran pembaca sama dengan maksud penulis (Semi,

1990: 8). Sopa (dalam Ari Kusmiatun, 2005: 136) menambahkan komunikasi dengan

cara menulis akan berhasil baik jika apa yang hendak disampaikan dapat sama

dengan apa yang dipersepsi. Agar terpahami dengan baik, sebuah tulisan harus

terorganisasi dengan baik. Senada dengan pendapat tersebut, Sabarti Akhdiah, Maidar

(31)

Berdasar pada beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, secara umum

dapat dikemukakan bahwa menulis adalah aktivitas melahirkan pikiran dan perasaan

lewat tulisan secara tertib dan tertata sehingga dipahami oleh pembaca.

Frunchling, Rosemary T. dan Oldham, N.B. (1976 : 7) di dalam bukunya

mengatakan sebagai berikut :

We write to communicate

Such an obirous statement hardly needs to be made – or so it would seem. A

lot of people, howefer, do not communiace when they write. They

miscommunicate.

Why ? Because writing effectively to communicate doas demand some

thougt and a bit of practice – nothing more than the average person can

muster. Writing – the everyday, essential writing that is our topic – is not an

obscure, esoteric skill that only a few can master. Writing the everyday,

essential writing that is our topic – is not an obscure, esoteric skill that only

a few can master.

Tulisan yang komunikatif jarang membutuhkan tindakan, akan tetapi banyak

orang yang tidak berkomunikasi ketika mereka menulis. Penyebabnya adalah menulis

secara efektif untuk berkomunikasi perlu pemikiran serius dan sedikit praktik.

Menulis yang dilakukan setiap hari, menulis hal-hal penting untuk dijadikan topik

adalah keterampilan yang cukup jelas dan hanya dipahami beberapa orang tertentu

saja, hanya sedikit yang dapat menguasai.

Menulis adalah bentuk lain dari ungkapan seorang pembicara yang tidak

harus dibimbing karena sudah menjadi kebiasaan. Bimbingan yang diharapkan

hanyalah kebenaran tulisan sesuai dengan kaidah. Menulis dan berbicara formal

menuntut kemampuan individu agar lebih selektif, lebih tetib, lebih akurat, dan lebih

(32)

for selectiob, orderliness, occuracy, and efficiency

(Irmscher, 1969: 25).

Menulis bagi sebagian orang merupakan sebuah pekerjaan yang

menyulitkan. Padahal menulis merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari

seperti menulis surat, menulis diary, maupun menulis sebagai bagian dari pekerjaan

kita sehari-hari. Untuk menimbulkan keinginan menulis harus diawali dengan

kegemaran membaca. Dengan banyak membaca, hasil pemikiran orang lain dapat

diketahui. Gaya penulisan dari seorang penulis yang karyanya kita baca dapat kita

jadikan acuan sebelum penulis itu menemukan gayanya sendiri. Dengan membaca

banyak buku, lambat laun akan timbul keinginan penulis untuk menulis dan

merenungkan pikirannya dalam bentuk tulisan.

Dapat menulis dengan baik merupakan kesenangan, anugerah, dan kepuasan

pribadi, tetapi sangat sedikit penulis yang baik mau mengungkapkan kejujurannya

bahwa tulisannya itu baik. Menyukai apa saja termasuk menulis membutuhkan

waktu, dedikasi, dan kerja keras. Akan tetapi ada sebuah cara untuk menjadikan

menulis itu menyenangkan. Anda harus banyak membaca tugas dan mendengarkan

nasihat dari instruktur. Ketika mendapatkan topik untuk karangan anda, segeralah

bekerja dengan memanfaatkan apa saja yang disebut penemuan atau ilham.

Pernyataan ini sebagaimana pendapat yang dikemukakan berikut ini.

(33)

Menulis perlu dibiasakan. Pembiasaan ini sangatlah penting karena

lama-kelamaan otot menulis kita akan semakin terlatih. Ibarat hendak bertanding olahraga,

latihan-latihan berupa pemanasan sangatlah penting untuk melemaskan otot-otot kita.

Selain itu, menulis harus dijadikan sebuah gaya hidup. Biasakanlah budaya menulis

dalam hidup sehari-hari. Tulislah diary, jurnal, surat pribadi, bahkan catatan belanja.

Di kantor, sambutlah pekerjaan yang mewajibkan kita untuk menulis dengan senang

hati. Jangan lupa, banyak-banyaklah membaca buku untuk menggali sumber

informasi yang akan memperkaya tulisan kita. Perlu diingat, sering-seringlah

membuat intisari ataupun semacam resensi bagi buku yang baru kita baca. Inipun

dapat dijadikan pembiasaan menulis. (http://carol karimartikel. blogdrive.com).

Ciri-ciri khas yang dimiliki oleh bahasa tulis dapat disebutkan antara lain

sebagai berikut : (a) dalam pemakaiannya, antara penulis dan pendengar kehilangan

sarana komunikasi yang dalam pemakaiannya bahasa lisan memberikan sumbangan

paling hakiki untuk terjadi dan berhasilnya komunikasi; (b) biasanya tidak ada

kemungkinan hubungan fisik antara penulis dan pembaca; (c) dalam hal teks tertulis,

sering kali penulis malahan tidak hadir sebagiannya ataupun seluruhnya dalam situasi

komunikasi; (d) teks tertulis juga mungkin sekali makin lepas dari kerangka referensi

aslinya. Penulis mungkin mengarang tulisannya berdasarkan situasi tertentu, situasi

pribadi, situasi sosial, dan lain-lain, pembaca yang tidak tahu situasi itu membina

situasi dan kerangka acuan tersendiri, berdasarkan situasi dia sediri sebagai pembaca

dan berdasarkan informasi yang terkandung dalam tulisan yang dibacanya; (e)

(34)

situasi komunikasi; (f) teks tertulis pada prinsipnya dapat direproduksi dalam

berbagai bentuk: fotocopi, stensilan, buku, dan lain-lain; (g) komunikasi antara

penulis dan pembaca lewat tulisan membuka kemungkinan adanya jarak jauh antara

kedua belah pihak dalam hal ruang, waktu, juga dari segi kebudayaan (Teeuw, A.,

2003: 23-26).

Sebenarnya menulis itu gampang, kalau saja kita: (a) tahu apa yang akan kita

tulis; (b) punya bahan dan referensi yang lengkap; (c) bisa memetakan pikiran kita

tentang apa yang akan kita tulis; (d) punya ketetapan hati dan niat; (e) rajin berlatih

dan tidak kenal putus asa; dan (f) memiliki cukup rasa percaya diri

(

http://carolkarimartikel.blogdrive.com).

Mengetahui apa yang akan kita tulis sangatlah penting karena memudahkan

kita untuk memulai menulis. Sedangkan untuk menulis suatu topik, diperlukan

sumber-sumber referensi dari berbagai media seperti koran, majalah, buku, radio,

televisi dan informasi internet.

Memetakan pikiran untuk sesuatu yang akan kita tulis perlu dilakukan agar

tulisan yang akan dibuatnya tertata secara sistematis. Yang tidak kalah pentingnya

adalah mempunyai ketetapan hati dan niat. Menulis tanpa ada niat yang kuat tidak

akan menghasilkan tulisan yang baik. Untuk itu, membulatkan tekat antara ketetapan

hati dan niat yang baik dalam menghasilkan tulisan harus tetap diperjuangkan.

Ternyata menulispun membutuhkan latihan yang rajin. Dengan latihan yang

rajin dan tidak kenal putus asa, tulisan-tulisan yang dibuatnya suatu saat akan

(35)

yang dirasakan dan dialami setiap hari secara bebas dan tidak perlu takut membuat

kesalahan. Yang terakhir adalah memiliki cukup rasa percaya diri. Memiliki rasa

percaya diri akan bisa memicu semangat menulis. Kalau kita tidak memiliki rasa

percaya diri, bagaimana orang lain bisa percaya dengan kemampuan kita?

Untuk menghasilkan tulisan yang baik, seorang penulis hendaknya memiliki

tiga keterampilan dasar yang meliputi: (a) keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan

menggunakan ejaan, tanda baca, pembentukan kata, pemilihan kata serta penggunaan

kalimat yang efektif; (b) keterampilan penyajian, yaitu keterampilan pembentukan

dan pengembangan paragraph, keterampilan merinci pokok bahasan menjadi sub

pokok bahasan, menyusun pokok bahasan dan sub pokok bahasan ke dalam susunan

yang sistematis; (c) keterampilan perwajahan, yaitu keterampilan pengaturan tipografi

dan pemanfaatan sarana tulis secara efektif dan efisien, tipe huruf, dan lain-lain.

Ketiga keterampilan tersebut saling menunjang dalam kegiatan menulis tentunya

didukung oleh keterampilan menyimak, membaca serta berbicara yang baik (Semi,

1990: 10).

2)

Tujuan Menulis

Tujuan yang harus dicapai melalui pembelajaran menulis di sekolah dasar

ialah agar siswa memahami cara menulis berbagai hal yang telah dikemukakan serta

mampu mengkomunikasikan ide atau pesan melalui tulisan. Tujuan menulis yang

perlu diperhatikan, bukan hanya memupuk pengetahuan dan ketrampilan menulis

(36)

Nuraeni, H. Alam Sutanjaya, Mien Rumini, 1994: 270).

Tujuan artistik atau estetis yaitu tujuan tentang nilai keindahan, tujuan

informatif, yaitu memberikan informasi kepada pembaca, tujuan persuasif, yakni

mendorong atau menarik perhatian pembaca agar mau menerima informasi yang

disampaikan penulis.

Widyamartaya (1991: 13) membedakan tujuan mengarang menjadi tiga

macam: (a) memberi tahu, memberi informasi karangan khusus ditujukan pada

pikiran untuk menambah pengetahuan, mengajukan pendapat, mengupas persoalan,

(b) menggerakkan hati, menggetarkan perasaan, mengharukan, karangan khusus

ditujukan untuk menggugah perasaan, untuk mempengaruhi, mengambil hati,

membangkitkan simpati, (c) campuran kedua hal di atas, yaitu memberi tahu

sekaligus mempengaruhi.

Setelah mencermati paparan di atas bahwa tujuan pembelajaran menulis

di sekolah dasar ialah siswa mampu menulis berbagai jenis tulisan serta mampu

mengkomunikasikan tulisan itu kepada orang lain. Secara umum tujuan menulis akan

ditentukan oleh jenis atau bentuk tulisan atau karangan yang digunakan. Misalnya,

bila jenis atau bentuk tulisan laporan atau paparan tujuan yang ingin dicapai ialah

memberitahu atau memberi informasi. Apabila jenis atau bentuk tulisan cerita atau

narasi tujuannya untuk menceritakan sesuatu agar pembaca tergerak hatinya atau

(37)

3)

Manfaat Menulis

Memang dalam pengajaran umumnya diterima bahwa pada setiap orang

harus dikembangkan keterampilan pokok yang disebut 3R, yakni

Reading, ‘Riting,

‘Ritmalic

(Membaca, Menulis, Menghitung). Dari antara 3R itu, kiranya menulis

merupakan suatu keterampilan yang terbesar jasanya bagi peradaban manusia.

Bayangkan saja seandainya umat manusia tidak memiliki dan mengembangkan

keterampilan menulis sehingga tiada tulisan-tulisan yang mewariskan seluruh

kebudayaan rohaniah turun-temurun sepanjang abad mungkin manusia dewasa ini

merupakan kumpulan kera yang berbaju saja. (The Liang Gie, 2002: 22-23).

Pada penjelasan lain The Liang Gie (2002: 21) menjelaskan betapa

pentingnya kegiatan mengarang untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

kemajuan perseorangan tidak diragukan lagi. Seseorang yang tidak mempunyai

keterampilan mengarang adalah ibarat burung yang sayapnya kurang satu sehingga

tidak dapat terbang jauh dan tinggi untuk mencapai sukses seluas-luasnya dalam

hidup.

Untuk menjelaskan pentingnya menulis Asul Wiyanto (2006: 3)

mengajukan pertanyaan “Mengapa kita harus menulis?” yang membedakan zaman

prasejarah ditandai dengan tidak diabadikan dengan tulisan sehingga tidak diketahui

generasi sesudahnya. Baru setelah ditemukan batu tertulis, peristiwa penting masa

lalu dapat diketahui dan manusia meninggalkan zaman prasejarah untuk memasuki

(38)

Lebih lanjut Asul Wiyanto (2006: 4) mengatakan bahwa tulisan adalah

rekaman peristiwa, pengalaman, pengetahuan, ilmu, serta pemikiran manusia. Tulisan

dapat menembus ruang dan waktu. Artinya tulisan dapat dibaca oleh orang yang

berbeda diberbagai tempat pada waktu sekarang dan yang akan dating. Dengan

tulisan itu manusia lain yang tinggal di tempat yang jauh dapat menangkap dan

memahami pengetahuan dan pikiran tersebut. Hebatnya lagi tulisan dapat dibaca

sekarang, sepuluh tahun lagi, bahkan sampai kapanpun. Sampai sekarang masih

banyak kita jumpai buku-buku yang ditulis berabad-abad yang lalu dan masih dibaca

dan dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat zaman sekarang. Karena itu,

seandainya sekarang tidak ada yang mau menulis, lambat laun pengetahuan itu hilang

dan generasi berikutnya akan kembali lagi ke zaman prasejarah.

Selain itu kegiatan menulis atau mengarang akan melahirkan enam jenis

nilai, yaitu (a) kecerdasan maksudnya seseorang akan senantiasa tambah daya

pikirnya dan kemampuan khayalnya. Sampai tingkat kecerdasannya, (b)

kependidikan, yaitu dapat memelihara ketekunan kerja dan senantiasa berusaha

memajukan diri, (c) Kejiwaan, keberhasilan mengarang dapat menimbulkan kepuasan

batin, kegembiraan kalbu, kebanggaan pribadi, kepercayaan diri, (d) kemasyarakatan,

pengarang yang sudah berhasil akan mendapatkan penghargaan dari masyarakat, (e)

Keuangan, hasil tulisan atau karangan yang sudah diterima masyarakat, akan

diberikan imbalan uang, (f) Kefilsafatan, buah pikiran seseorang akan tetap abadi atau

(39)

Sementara itu Bernard Perey (dalam The Liang Gie, 2002: 21-22) dalam

bukunya

The Power of Creative Writing

(1981) berpendapat bahwa manfaat kegiatan

mengarang ada enam, yaitu mengarang sebagai suatu sarana untuk (a) pengungkapan

diri

(a tool for self-expression),

(b) pemahaman

(a tool for understanding)

, (c)

membantu mengembangkan kepuasan pribadi, kebangsaan, dan suatu perasaan

bangga diri

(a tool to help developing personal satifaction, pride, an a feling of self

worth)

, (d) suatu sarana untuk meningkatkan kesadaran dan penerapan terhadap

lingkungan sekeliling seseorang

(a tool for increasing a wereness and perception of

one’s envirounment)

, (e) suatu sarana untuk keterlibatan secara bersemangat dan

bukannya penerimaan yang pasrah

(a tool active involvement, not passive accetemee)

,

dan (f) suatu sarana untuk mengembangkan suatu pemahaman tentang dan

kemampuan menggunakan bahasa

(a tool for developing an understanding of and

ability to use the language).

Selanjutnya Widyamartaya (1991: 8) mengatakan mengarang itu banyak

keuntungannya. Terutama bagi orang yang suka bergelut dengan ilmu pengetahuan.

Orang yang sering mengarang, pengetahuannya akan tambah dan berkembang. Sebab

untuk membuat sebuah karangan orang perlu banyak membaca. Dengan demikian

seorang pengarang akan berlatih dan terlatih membaca kritis. Mengarang juga dapat

melatih orang untuk mengeluarkan pikirannya dengan baik sehingga dapat dimengerti

orang lain. Dengan demikian pengarang yang baik tentu akan membina dan

(40)

4)

Tahap-tahap Penulisan

Menulis sebagai suatu aktivitas melahirkan pikiran dan perasaan lewat

tulisan secara tertata sehingga dipahami oleh pembaca merupakan suatu proses.

Sebagai suatu proses, aktivitas menulis dilakukan dalam beberapa tahap. Sabarti

Akhadiah, Maidar G. Arsjad dan Sakura H. Ridwan (1999: 3) mengemukakan tiga

tahap dalam aktivitas menulis, yaitu: (a) tahap prapenulisan, (b) tahap penulisan, dan

(c) tahap revisi.

a)

Tahap Prapenulisan

Tahap ini merupakan tahap perencanaan atau persiapan menulis. Dalam

tahap ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu:

(1)

Pemilihan topik

Topik merupakan bahan atau pokok pembicaraan dalam tulisan. Pemilihan

topik ini merupakan langkah awal yang penting karena topik inilah yang menentukan

apa saja yang akan dibahas dalam tulisan. Topik tulisan dapat diperoleh dari berbagai

sumber. Semi (1990: 11 - 12) mengemukakan empat sumber dalam pemilihan topik,

yaitu pengalaman, pengamatan, imajinasi serta pendapat dan keyakinan.

(2)

Pembatasan topik

Setelah topik dipilih, topik tersebut perlu dibatasi. Membatasi topik berarti

mempersempit dan memperkhusus lingkup pembicaraan dalam penulisan. Topik

(41)

(3)

Pemilihan Judul

Topik yang telah dipilih harus dinyatakan dalam judul. Judul harus

mencerminkan keseluruhan isi tulisan. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada

karangan fiktif. Judul dibuat secara mana suka oleh pengarangnya. Terkadang judul

tulisan dalam karangan fiktif sama sekali tidak berhubungan dengan isi tulisan

meskipun pada dasarnya, judul yang dipilih pengarang mengandung makna tertentu.

Di sini, judul sekadar nama atau semacam label dalam karangan. Diungkapkan oleh

Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad dan Sakura H. Ridwan (1997: 43) bahwa

penulisan judul tulisan nonformal tidak terikat pada aturan-aturan seperti yang

berlaku untuk tulisan formal. Penulis bebas merumuskan judul yang dirasa cocok

serta menarik pembaca. Meskipun demikian, perumusan judul harus mengacuhkan

kaidah-kaidah umum yang berlaku misalnya menyinggung rasa keagamaan, suku, ras,

nilai moral serta falsafah.

(4)

Tujuan Penulisan Karangan

Tujuan penulisan karangan merupakan arah atau maksud yang hendak

dicapai. Tujuan penulisan harus ditentukan lebih dahulu karena tujuan tersebut akan

dijadikan titik tolak dalam seluruh kegiatan menulis. Tujuan penulisan tersebut akan

mengarahkan penulis pada jenis tulisan yang akan dibuat.

(5)

Kerangka Karangan

(42)

kerangka berarti memecahkan topik ke dalam sub-subtopik. Kerangka ini dapat

berupa kerangka topik yang terdiri dari topik-topik serta kerangka kalimat yang

terdiri dari kalimat-kalimat. Penyusunan kerangka karangan ini merupakan kegiatan

terakhir yang dilakukan pada tahap persiapan.

b)

Tahap Penulisan

Pada tahap penulisan, topik-topik yang telah dijabarkan ke dalam

sub-subtopik dalam kerangka karangan disusun. Penyusunan tersebut diramu dengan

bahan-bahan yang telah didapat. Dalam tahap ini, bahasa sangat diperlukan untuk

mengemukakan gagasan. Pada tahap penulisan ini perlu diperhatikan

content

(isi,

gagasan),

form

(organisasi isi),

grammar

(tata bahasa dan pola kalimat),

style

(gaya:

pilihan struktur dan kosa kata) serta

mechanics

(ejaan) (Burhan Nurgiyantoro, 2001:

306). Berbeda dengan karangan ilmiah, dalam karangan fiktif, aspek-aspek tersebut

tidak diberlakukan secara ketat.

c)

Tahap Revisi

Tahap revisi dilakukan setelah buram seluruh tulisan telah selesai. Tulisan

tersebut perlu dibaca kenudian diperbaiki, dikurangi atau kadang diperluas. Tahap

revisi ini juga disebut dengan tahap penyuntingan yang mencakup penyuntingan isi

dan penyuntingan bahasa. Penyuntingan isi berkenaan dengan penyuntingan naskah.

Adapun penyuntingan bahasa mencakup ketepatan penyajian. Penyuntingan tulisan

disesuaikan dengan jenis naskah, berupa fiksi ataukah nonfiksi. Penyuntingan pada

(43)

tertentu, gaya tutur yang mengandaikan, klimaks dan antiklimaks, gaya penyampaian

yang mendekati gaya tutur lisan dan nonformal, lebih menyentuh rasa daripada

pikiran, gaya deskripsi yang lebih berkisah daripada menerangkan dan sebagainya.

Sementara itu, penyuntingan tulisan nonfiksi lebih diarahkan pada prinsip

kebenaran. Kalimat-kalimatnya lugas, formal, lebih menyentuh pikiran daripada rasa

serta deskripsi yang lebih bersifat menerangkan. Meskipun demikian, tidak berarti

tulisan nonfiksi kering dan akademis. Faktor keindahan juga perlu diperhatikan. Oleh

karenanya, deskripsi yang jelas, logis, mengalir, serta enak dibaca juga perlu

dipertimbangkan dalam menyunting tulisan nonfiksi tersebut.

5)

Asas-asas Menulis

Setiap kegiatan yang dilakukan memerlukan sejumlah asas yang dapat

dijadikan pedoman. Demikian pula halnya dengan aktivitas menulis. The Liang Gie

(2002: 33 – 37) mengemukakan enam asas menulis –yang disebut dengan asas

mengarang– sebagai berikut.

a)

Kejelasan (clarity)

Berdasarkan asas ini, setiap karangan haruslah jelas benar. Tulisan harus

mencerminkan gagasan yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembacanya. Di

samping itu, tulisan yang jelas berarti tidak dapat disalahtafsirkan oleh pembacanya.

Kejelasan berarti tidak samar-samar, tidak kabur sehingga setiap butir ide yang

diungkapkan tampak nyata oleh pembaca. Untuk memenuhi asas ini, H.W. Fowler

(44)

kejelasan dalam kegiatan menulis sepanjang menyangkut kata-kata dapat

dilaksanakan dengan memilih: (1) kata yang umum dikenal ketimbang kata yang

harus dicari-cari artinya; (2) kata yang konkret ketimbang kata yang abstrak; (3) kata

tunggal ketimbang keterangan yang panjang lebar; (4) kata yang pendek ketimbang

kata yang panjang; (5) kata dalam bahasa sendiri ketimbang kata asing.

Asas menulis yang pertama ini berlaku untuk tulisan nonfiksi ilmiah, tetapi

tidak berlaku untuk tulisan fiksi. Dalam tulisan fiksi seperti cerpen, novel, drama

maupun puisi, asas-asas tersebut sengaja dilanggar untuk memperoleh efek

keindahan.

b)

Keringkasan (conciseness)

Keringkasan yang dimaksud dalam asas menulis ini bukan berarti setiap

tulisan harus pendek. Keringkasan berarti suatu tulisan tidak boleh ada penghamburan

kata, tidak terdapat butir ide yang dikemukakan berulang-ulang, gagasan tidak

disampaikan dalam kalimat yang terlalu panjang. Harry Shaw sebagaimana

diungkapkan oleh The Liang Gie (2002: 36) mengungkapkan bahwa penulisan yang

baik diperoleh dari ide-ide yang kaya dan kata-kata yang hemat, bukan kebalikannya,

ide yang miskin dan kata yang boros. Jadi, sesuatu karangan adalah ringkas bilamana

karangan itu mengungkapkan banyak buah pikiran dalam kata-kata yang sedikit.

Sebagaimana halnya dengan asas yang pertama, asas menulis yang kedua

tidak berlaku sepenuhnya untuk tulisan fiksi. Puisi terkadang diungkapkan dengan

(45)

dengan novel dan cerpen yang diungkapkan dengan kata berlebihan untuk

memperoleh efek keindahan, memperkuat perwatakan serta memperjelas

setting

.

c)

Ketepatan (correctness)

Asas ketepatan mengandung ketentuan bahwa suatu penulisan harus dapat

menyampaikan butir-butir gagasan kepada membaca dengan kecocokan sepenuhnya

seperti yang dimaksud oleh penulisnya (The Liang Gie, 2002: 36). Untuk menepati

asas ini, penulis harus memperhatikan berbagai aturan dan ketentuan tata bahasa,

ejaan, tanda baca serta kelaziman.

Seperti halnya dua asas sebelumnya, asas ketiga ini tidak berlaku

sepenuh-nya untuk tulisan fiksi. Tulisan fiksi bersifat multitafsir. Pemahaman pembaca bukan

bergantung pada ketepatan tulisan, akan tetapi tingkat apresiasi yang dimilikinya.

d)

Kesatupaduan (unity)

Berdasar pada asas ini, segala hal yang disajikan dalam tulisan tersebut

memuat satu gagasan pokok atau sering disebut dengan tema. Tulisan yang tersusun

atas alinea-alinea tidak boleh ada uraian yang menyimpang serta tidak ada ide yang

lepas dari gagasan pokok tersebut. Asas yang sering disebut dengan syarat kohesi

suatu tulisan ini berlaku untuk semua jenis tulisan baik fiksi maupun nonfiksi.

e)

Pertautan (coherence)

Jika pada asas sebelumnya sebuah tulisan harus memuat satu gagasan

(46)

berkaitan satu sama lain. Kalimat satu dengan kalimat yang lain harus

berkesinambungan. Asas yang sering disebut dengan prinsip koherensi ini berlaku

untuk semua tulisan baik jenis fiksi maupun nonfiksi.

f)

Penegasan (emphasis)

Asas ini menegaskan bahwa dalam tulisan perlu ada penekanan atau

penonjolan tertentu. Hal ini diperlukan agar pembaca mendapatkan kesan yang kuat

terhadap suatu tulisan. Asas ini sangat perlu untuk diterapkan pada tulisan-tulisan

fiksi meskipun tulisan nonfiksi juga perlu memperhatikan asas ini. Penegasan pada

beberapa bagian fiksi menjadikan tulisan lebih menarik.

6)

Jenis-jenis Tulisan

Ada banyak cara yang dipilih seseorang untuk mengemukakan gagasannya

dalam sebuah tulisan. Cara yang dipilih serta tujuan penulisan menghasilkan berbagai

bentuk tulisan. Semi (1990: 32) mengemukakan empat bentuk atau jenis tulisan,

yaitu: narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.

Narasi merupakan satu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan

dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi (Gorys

Keraf, 2004: 136). Penggambaran peristiwa dalam bentuk paragraf narasi didasarkan

pada perkembangan dari waktu ke waktu. Semi (1990: 33) mengemukakan ciri

penanda narasi, yaitu: (a) berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia;

(b) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian

(47)

berdasarkan konflik; (d) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampaiannnya

bersifat sastra; (e) menekankan susunan kronologis; dan (f) biasanya memiliki dialog.

Eksposisi merupakan tulisan yang bertujuan menjelaskan atau memberikan

informasi tentang sesuatu (Semi, 1990: 37). Eksposisi ditandai dengan tulisan berupa:

pengertian atau pengetahuan; menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, kapan,

dan bagaimana; disampaikan dengan lugas serta bahasa yang baku; penggunaan

bahasa netral, tidak memihak serta tidak memaksakan sikap penulis terhadap

pembaca.

Deskripsi merupakan tulisan yang bertujuan memberikan perincian atau

detail tentang objek. Perincian tersebut memberi pengaruh pada sensitivitas dan

imajinasi pembaca atau pendengar. Tulisan deskripsi yang berhasil, dapat membawa

pembaca untuk melihat, mendengar, merasakan atau mengalami langsung objek

tersebut.

Argumentasi merupakan tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk

pembaca tentang kebenaran pendapat atau pernyataan penulis (Semi, 1990: 47).

Argumen merupakan proses penalaran. Oleh karenanya, sebuah tulisan argumentatif

dapat dikembangkan dengan teknik induktif maupun deduktif.

The Liang Gie (2002: 25) menggolongkan tulisan berdasar pada bentuk,

tujuan, isi, ciri khas, fungsi serta sifatnya. Berdasar pada bentuk --sama halnya

dengan Semi- The Liang Gie mengklasifikasikan tulisan menjadi empat, yaitu: narasi,

eksposisi, deskripsi. dan argumentasi. Berdasar ragamnya, tulisan dibedakan atas

(48)

atas tulisan ilmiah, tulisan informatif, prosa serta puisi. Menurut rumpunnya, tulisan

dibedakan atas karangan kependidikan, karangan penelitian, kisah, laporan,

ringkasan, ulasan, novel, cerpen, fiksi ilmu, drama, puisi lirik epik serta dramatik.

Secara lebih jelas, penggolongan tuli

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 1. Penggolongan Karangan
Tabel 1. Model Penilaian Tugas Menulis Cerita Pendek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengguna layanan internet di Perpustakaan Universitas Katolik Santo Thomas yang melakukan penelusuran informasi secara online dapat dikatakan pengguna yang sadar akan

Jika diberikan satu set dokumen teks D yang berisi opini (atau sentimen) mengenai suatu objek, maka opinion mining bertujuan untuk mengekstrak atribut dan komponen dari objek

(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang

PERILAKU LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN SERAT POLYPROPYLENE (FIBER PLASTIC BENESER), Rikar Paledung, NPM 120214473, tahun 2016, Peminatan Struktur,

[r]

Berdasarkan laju pertumbuhan tanaman per dosis pupuk N yang dihasilkan, Hc-41/II dan Hc-48H merupakan aksesi potensial kenaf yang paling tanggap terhadap aplikasi pupuk

a) Masih sedikitnya pembelajaran gerak dan lagu yang diterapkan kepada anak usia dini oleh pendidik, yang mengakibatkan anak tidak senang bermain alat

Likert- scale overall calculation for teachers’ perception towards lesson study by taking into account three characteristics that determine positive perceptions over