• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DESAIN MUTU KURIKULUM MADRASAH UNGGULAN BERBASIS PESANTREN (STUDI MULTI KASUS DI MTS AL QODIRI 1 DAN NURUL ISLAM 1 JEMBER)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN DESAIN MUTU KURIKULUM MADRASAH UNGGULAN BERBASIS PESANTREN (STUDI MULTI KASUS DI MTS AL QODIRI 1 DAN NURUL ISLAM 1 JEMBER)"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN

DESAIN MUTU KURIKULUM

MADRASAH UNGGULAN BERBASIS PESANTREN

(STUDI MULTI KASUS DI MTS AL QODIRI 1 DAN NURUL ISLAM 1 JEMBER)

Disusun Oleh:

ARBAIN NURDIN , M.Pd.I AKHMAD MUNIR, M.Pd.I

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER 2018

Kategori:

Penelitian Pembinaan Kapasitas

(2)

2

LAPORAN PERKEMBANGAN/ KEMAJUAN PENELITIAN (PROGRESS REPORT)

Laporan antara (progress report) penelitian Program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) tahun 2018 sebagai berikut:

A. Identitas Penelitian

Judul Penelitian : Desain Mutu Kurikulum Madrasah Unggulan Berbasis Pesantren (Studi Multikasus di MTs AL Qadiri 1 Jember dan MTs Nurul Islam 1 Jember Jenis Penelitian : Kualitatif

Kategori penelitian : Penelitian Pembinaan Kapasitas

Peneliti : Arbain Nurdin, M.Pd.I

: Akhmad Munir, M.Pd.I B. Kegiatan yang telah dilakukan

No Kegiatan Hasil

1. Pengurusan surat izin penelitian

Terbitnya surat izin penelitian dari LP2M

2.

3. Penyusunan lembar pedoman wawancara

Sudah berbentuk kisi-kisi pertanyaan berdasarkan informan dan fokus penelitian

4. Wawancara dengan Kepala MTs Unggulan Al Qadiri 1 Jember

Wawancara dengan Kepala MTs Unggulan Al Qadiri 1 Jember masih menjawab 1 fokus penelitian, 2 fokus yang lain masih proses.

1. Konsep pemetaan kebutuhan kurikulum (sudah)

2. Formulasi Kurikulum (belum)

3. Kebijakan operasionalisasi kurikulum di Madrasah unggulan berbasis pesantren dalam kegiatan pembelajaran(belum)

5. Wawancara Kepala

Madrasah Tsanawiyah Unggulan Nurul Islam 1 Jember

Wawancara dengan Kepala Madrasah Tsanawiyah Unggulan Nurul Islam 1 Jember masih menjawab 1 fokus penelitian, 2 fokus yang lain masih proses.

a. Konsep pemetaan kebutuhan kurikulum (sudah)

b. Formulasi Kurikulum (belum)

c. Kebijakan operasionalisasi kurikulum di Madrasah unggulan berbasis

(3)

3

pesantren dalam kegiatan pembelajaran(belum)

6. Wawancara dengan Waka Kurikulum MTs Unggulan Al Qadiri 1 Jember

Fokus penelitian yang pertama dan kedua sudah terjawab dalam wawancara, cuma perlu di kuatkan dengan data dokumentasi dan di triangulasi lebih lanjut. Fokus penelitian yang ke 3 masih belum.

7. Wawancara dengan waka Kurikulum MTs Unggulan Nurul Islam 1 Jember

Fokus penelitian yang kedua dan ketiga sudah terjawab dalam wawancara, cuma perlu di kuatkan dengan data dokumentasi. Disamping itu perlu ditriangulasi lebih lanjut. Fokus penelitian yang ke 1 masih belum.

8. Wawancara dengan

pengasuh atau wakil pengasuh

Support data wawancara untuk fokus 1, 2 dan 3 sudah

9. Wawancara dengan pihak lembaga audit mutu

Support data wawancara untuk fokus 1 dan 3 sudah selesai. Untuk fokus ke 2 belum. Perlu ditindaklanjuti lebih lanjut 10. Wawancara dengan Guru-

guru

Wawancara dengan guru bidang studi untuk fokus penelitian ke 3 sudah, sedangkan fokus 1 dan 2 belum.

11. Penyusunan Proposal Penelitian (Bab I, II, dan III)

Sudah Tersusun dan terpetakan berdasarkan BAB

C. Rencana kegiatan yang akan dilakukan

No Kegiatan Waktu Pelaksanaan

Uraian 1. Penggalian Data

Lanjutan

Minggu ke-4 bulan November

Melanjutkan penggalian data wawancara, observasi dan dokumentasi yang kurang berdasarkan fokus-fokus penelitian yang belum terjawab

2. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dengan teori yang relevan dan perbandingan hasil dari penelitian sebelumnya

3. Penyajian lanjutan Bab IV

Minggu ke-4 bulan November

Mendeskripsikan temuan penelitian dalam bab IV Penyajian data berdasarkan hasil interview, pembahasan (kolaborasi antara temuan wawancara, observasi dan

(4)

4

dokumentasi) dengan kerangka teori. Kemudian di analisis serta pembuatan simpulan-simpulan.

4. Pembahasan hasil penelitian

Minggu ke-1 bulan Desember

Melakukan pembahasan terhadap hasil penyajian data yang tertuang dalam bab IV berdasarkan kerangka teoretik bab II dan di tuangkan dalam BAB V.

5. Pelaporan Minggu ke-2 bulan Desember

Penjilidan dan upload laporan 6. Publikasi Akhir bulan

Desember

Pembuatan jurnal

(5)

5

A. LATAR BELAKANG

Pondok pesantren dari lahirnya, hingga di era global ini mempunyai daya tarik yang khas sebagai institusi pengembangan dan proses pendewasaan peserta didik, ditilik dari sisi kehidupan sehari-harinya, sistem dan metodenya, isi pendidikanya dan lain sebagainya, baik pondok pesantren yang masih bercorak tradisional (konvensional) maupun yang bercorak modern. Dengan maraknya pendidikan berlabel internasional, semakin menambah ketatnya persaingan mutu pendidikan, terlebih lagi dilingkungan pesantren. Persaingan ini tentu saja memposisikan pesantren agar tetap menjadi lembaga pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Kehadiran pesantren sebagai institusi pendidikan mampu memberikan sumbangan penting dan krusial dalam proses transmisi ilmu-ilmu Islam, reproduksi ulama, pemeliharaan ilmu, dan tradisi Islam, bahkan pembentukan dan ekspansi masyarakat Muslim santri.1 Pesantren menjadi bagian infrastruktur masyarakat yang secara makro telah berperan menyadarkan masyarakat untuk memiliki idealisme, kemampuan intelektual, dan perilaku yang baik guna menata dan membangun karakter bangsa. Pesantren secara berkesinambungan berusaha membentuk perilaku masyarakatnya.2

Fenomena tersebut tentu saja dinilai sebagai bentuk perubahan pendidikan pesantren kearah yang lebih modern. Sebagaimana Marno menjelaskan, bahwa perubahan pondok pesantren bisa dilihat dari munculnya lembaga pendidikan formal (madrasah dan sekolah umum) di dalam pondok pesantren, hingga akhirnya pondok pesantren menjadi sub-sistem dari pendidikan Nasional.3

Memperhatikan pentingnya reposisi pesantren dalam merespon perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat, maka mau tidak mau pesantren harus mampu mengambil peran dan melakukan gerakan konstruktif dengan memformulasi sistem pendidikan pesantren dengan menyelenggarakan lembaga formal yang bermutu, salah satunya dengan mengadopsi filosofi dan pendekatan manajemen peningkatan mutu dengan tidak mengadopsi keseluruhan filosofinya yang mengutamakan kepentingan bisnis, yang pada

1 Azyumardi Azra, 1999, Konteks Berteologi di Indonesia, Pengalaman Islam (Jakarta:

Paramadina), 184-185.

2 Suwendi, 2004, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 117

3 Marno, 2007, Islam : By Management and Leardership, (Jakarta : Lintas Pustaka), 100.

(6)

6

umumnya banyak diterapkan diperusahaan yang mengejar keuntungan provit dari pada proses pemberdayaan moral, intelektual dan spiritual sehingga memiliki kematangan mental kepribadian.

Keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan, baik yang masih mempertahankan sistem pendidikan tradisionalnya maupun yang sudah mengalami perubahan, memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dari waktu ke waktu, pesantren semakin tumbuh dan berkembang kuantitas maupun kualitasnya. Tidak sedikit masyarakat yang menaruh perhatian dan harapan terhadap pesantren sebagai pendidikan alternatif.

Terlebih lagi dengan berbagai inovasi sistem pendidikan yang dikembangkan di pesantren dengan mengadopsi corak pendidikan umum, menjadikan pesantren semakin kompetitif untuk menawarkan pendidikan kepada masyarakat. Meski telah melakukan berbagai inovasi pendidikan, sampai saat ini pendidikan pesantren tidak kehilangan karakteristiknya yang unik yang membedakan dirinya dengan model pendidikan umum yang diformulasikan dalam bentuk sekolahan.4

Saat ini, ada kecenderungan kuat di kalangan keluarga Muslim untuk menyekolahkan anaknya di pesantren, baik karena alasan religius ataupun lingkungan sosial dan budaya. Fenomena ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan pesantren tengah mengalami semacam “kebangkitan” atau setidaknya menemukan “popularitas” baru. Hal ini menjadi indikasi tentang harapan orang tua muslim untuk mendapatkan pendidikan Islami yang baik, kompetitif, dan bermutu bagi anak-anaknya.5 Salah satu indikator dari pendidikan bermutu adalah kemampuan institusi pendidikan tersebut melahirkan sumberdaya manusia yang bermutu. Ada pun ciri sumber daya yang bermutu adalah manusia yang memiliki kemampuan prakarsa, kerja sama, kerja tim, pelatihan kesejawatan, penilaian, komunikasi, penalaran, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, penggunaan informasi, perencanaan keterampilan belajar dan keterampilan multibudaya.6

4 M. Sulthon dan Moh. Khusnuridlo, 2006,Manajemen Pondok Pesantren dalam Perspektif Global (Yogyakarta: Laksbang), 10-11

5 Sulthon dan Khusnuridlo, 2006, Manajemen Pondok Pesantren..., 29.

6 Abdul Hadis dan Nurhayati B., 2010 Manajemen Mutu Pendidikan (Bandung: Alfabeta), 70-71

(7)

7

Pendidikan bermutu dapat dilihat dari sisi prestasi siswa, proses pembelajaran, kemampuan lulusan dalam mengembangkan potensinya di masyarakat serta dalam hal memecahkan masalah dan berpikir kritis. Oleh karena itu, perlu mengkaji mutu dari segi proses, produk, maupun sisi internal dan kesesuaian. Mutu dilihat dari proses adalah efektivitas dan efisiensi seluruh faktor berperan dalam proses pendidikan. Faktor-faktor tersebut, misalnya, kualitas pendidik, sarana-prasarana, suasana belajar, kurikulum yang dilaksanakan, dan manajemen pengelolaannya. Faktor-faktor tersebut yang akan membedakan mutu pendidikan pesantren, dan mutu proses pendidikan dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap lulusannya. Lulusan dari pesantren yang mempunyai faktor-faktor yang mendukung proses pembelajaran bermutu tinggi akan mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang tinggi pula. Atau dengan kata lain, pendidikan yang bermutu pada dasarnya akan menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu pula.7

Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, berbagai kebijakan penyelenggaraan pendidikan telah ditetapkan, termasuk penetapan standar nasional pendidikan (SNP) sebagai kriteria minimal penyelenggaraan pendidikan yang dimaksudkan sebagai acuan peningkatan mutu pendidikan.

Sebagaimana mana tertuang pada lingkup standar nasional pendidikan meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan (kurikulum), standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan.88 Kriteria tersebut merupakan standar dalam menetapkan perencanaan dan pengelolaan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dalam berbagai aspek.

Fenomena hadirnya madrasah unggulan berbasis pesantren, adalah babak baru pesantren menggalang kebangkitan mutu dan bersinergi dengan perkembangan zaman, bukan semata-mata mengadopsi, namun tetap kokoh menjaga reputasi pesantren ditengah derasnya gelombang kompetisi sebagai

7 M. Sukardjo dan Ukim Kamaruddin, 2009, Landasan Kependidikan, Konsep dan Aplikasinya (Jakarta: Rajawali Pers), 83.

8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab 2 Pasal 2 Ayat 1.

(8)

8

konsekswensi perkembangan globalisasi. Pesantren mampu tampil dan menjadi bagian penting dalam mengembangkan pendidikan nasional melalui penyelenggaraan madrasah unggulan berbasis pesantren. Umumnya madrasah unggulan berkembang di daerah perkotaan yang mayoritas sudah dilabelisasi oleh pemerintah sebagai madrasah negeri yang mengembangkan keunggulan- keunggulan tertentu, kini pesantren sebagai madrasah swasta juga turut serta diapresiasi dan di dukung oleh pemerintah mengembangkan potensi madrasahnya sesuai dengan kultur dan espektasi pesantren dan masyarakat pada umumnya.

Berdasarkan fakta objektif diatas, proses peningkatan mutu menjadi penting, dituntut para stake holder kelembagaan pesantren mampu melakukan terobosan dan gagasan kreatif dan kebijakan strategis dalam rangka peningkatan mutu madrasah unggulan berbasis pesantren, sehingga mampu menjadikan madrasah sebagai institusi yang unggul, yang dapat melahirkan generasi-generasi yang memiliki keluasan ilmu, kematangan jiwa, keluhuran akhlak, serta memiliki keterampilan-keterampilan professional yang akan menjawab tuntutan zaman dan espektasi kebutuhan masyarakat. Maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Desain Mutu Kurikulum Madrasah Unggulan Berbasis Pesantren yang objek penelitiannya di MTs Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs Unggulan Nurul Islam 1 Jember.9 kedua lembaga pendidikan unggulan tersebut di bawah naungan Pondok pesantren dari waktu kewaktu mampu meramu kebijakan strategisnya, membentuk lembaga formal dan

9 Hasil observasi sementara dan data-data dokumentasi di Pondok Pesantren Nurul Islam Jember, lembaga tersebut mengelola beberapa pendidikan formal seperti PAUD dan TK “Anaprasa” Nuris Jember, MI “Unggulan” Nuris Jember, MTs “Unggulan” Nuris Jember, MA “Unggulan” Nuris Jember, yang masing-masing memiliki program yang berorientasi pada mutu. Kedua, dari sisi programnya, ada Madrasah Sains / M-Sains, Tingkat SMP, MTs, SMA, MA, SMK, yang meliputi programM-Sains Robotika, M-Sains Astronomi Toefl, M-Sains Bahasa Inggris, M-Sains Toefl, M- Sains Biologi, M-Sains Kimia, M-Sains Fisika, M-Sains Matematika, M-Sains Geografi, M-Sains Ekonomi, M-Sains IPS, Public Speaking, Karya Tulis Ilmiah, Programming, Desain Grafis, Teknik Kendaraan Ringan (TKR) Tekhnik Sepeda Motor (TSM). Dibidang pengembangan bahasa, meliputi pengembangan bahasa arab dan inggris. Dibidang bahasa arab meliputi Al-Muhadatsah Al-Arabiyah (Arabic Conversation) English Conversation (Al-Muhadatsah Al-Injilisiyah).

Dibidang Manajemen, pondok pesantren tersebut mengembangkan manajemen Mutu Ekstrakurikuler MI UnggulanNuris Full Day School, Manajemen Mutu Tahfidz Al Quran, Manajemen Mutu Aqidatul Awam, Manajemen Mutu TPA, MPKIS (Manajemen Pengembangan Kitab Kuning). Pada program tahfidz terdapat Madrasah Tahfid Al Quran, MHQ MTs, MHQ Putra dan putri. Disamping program diatas, lebih lanjut pada tataran uji pemahaman dan penguatan mental dalam pengembangan kitab, terdapat program Bahtsul Masa’il.

(9)

9

lembaga mutu dan audit mutu khas pesantren, formulasi kurikulum, manajemen peningkatan mutu, mendesain program-program unggulan sehingga mampu mendorong atmosfir mutu akademik dan non akademik madrasah sehingga menjadi madrasah unggulan. Tidak jarang prestasi- prestasinya tampak dan membanggakan.

Peneliti ingin memfokuskan galian penelitiannya pada aspek desain formulasi kurikulum madrasah unggulan berbasis pesantren, bagaimana kerangka konsepsi kurikulumnya, penetapan standarnya mutu kurikulumnya, serta pola pengorganisasian sumberdaya dalam mengimplementasikan konsepsi/ desain kurikulum madrasah unggulan berbasis pesantren.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana karakterisatik kurikulum di Madrasah Unggulan Berbasis Pesantren (Studi Kasus di MTs Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs Unggulan Nurul Islam 1 Jember)?

2. Bagaimana formulasi pengembangan kurikulum di Madrasah Unggulan Berbasis Pesantren (Studi Kasus di MTs Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs Unggulan Nurul Islam 1 Jember)?

3. Bagaimana strategi partisipasi steakholder dalam penerapan kurikulum di madrasah unggulan berbasis pesantren (Studi Kasus di MTs Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs Unggulan Nurul Islam 1 Jember)

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mendeskripsikan karakteristik kurikulum di Madrasah Unggulan Berbasis Pesantren (Studi Kasus di MTs Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs Unggulan Nurul Islam 1 Jember).

2. Untuk mendeskripsikan dan menemukan formulasi pengembangan kurikulum di Madrasah Unggulan Berbasis Pesantren (Studi Kasus di MTs Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs Unggulan Nurul Islam 1 Jember)

3. Untuk mendeskripsikan dan menemukan strategi partisipasi steakholder dalam penerapan kurikulum di madrasah unggulan berbasis pesantren dalam

(10)

10

kegiatan pembelajaran (Studi Kasus di MTs Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs Unggulan Nurul Islam 1 Jember)

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.Baik bagi peneliti sendiri maupun beberapa pihak yang terlibat langsung maupun tidak dalam penyelesaian penelitian ini.

Manfaat disini dapat terklasifikasikan menjadi 2 bagian, yakni manfaat teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan kontribusi cakrawala pengetahuan secara teoritis tentang peningkatan mutu kurikulum madrasah unggulan berbasis pesantren, yang dapat dijadikan dasar teoretis konseptual dalam menentukan suatu kebijakan untuk memajukan dan menjadikan sekolah berkualitas yang tercermin pada seluruh civitas akademika.

2. Manfaat Praktis

Dapat memberikan kontribusi secara praktis bagi lembaga pendidikan pada khususnya yang memiliki tanggung jawab besar dalam pengelolaan kelembagaan. Beberapa pihak di lembaga pendidikan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini. Sedangkan bagi peneliti dapat memahami dan mempunyai gambaran secara riil permasalahan yang ada dilembaga yang diteliti, yang kemudian dapat menjadi pengalaman secara akademis dan riset, bahwa antara teori dengan praktek sangatlah berbeda. Oleh karena itu, bagaimana mengambil sintesa dari keduanya dengan melakukan riset yang diharapkan dapat muncul titik terang, yang kemudian menegaskan formulasi penyikapannya.

(11)

11

BAB II KAJIAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Dasar Pemikiran Pengembangan Madrasah Unggulan

Masyarakat Indonesia tidak sedikit yang lebih mempercayai lembaga pendidikan madrasah dari pada sekolah umum. Lembaga pendidikan Islam ini diminati oleh masyarakat yang menghendaki para putra-putrinya memperoleh pendidikan agama yang cukup sekaligus pendidikan umum yang memadai. Namun, ada empat masalah utama yang sedang dihadapi oleh madrasah pada umumnya, yaitu : masalah identitas diri madrasah, masalah jenis pendidikan yang dipilih sesuai titik tekan keagamaan, masalah kemunduran kualitas ajaran Islam yang berimplikasi pada kedangkalan pemahaman Islam dan masalah sumber daya internal yang ada dan pemanfaatannya bagi pembangunan madrasah sendiri di masa depan.10 Berikut beberapa dasar pemikiran lain dikembangkannya model madrasah unggulan:

a. Dasar Religius

Islam memerintahkan belajar pada ayat pertama yang diturunkan pada Rasulullah SAW oleh karena belajar itu adalah kewajiban utama dan sarana terbaik mencerdaskan umat.[21] Perintah belajar tersebut tidak terbatas pada urusan duniawi saja, tetapi juga dalam urusan ukhrawi. Firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 122:

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap- tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.

(Q.S At Taubah: 122)11

Lafadz “liyatafaqqahuu fidiin” dalam ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban memperdalam ilmu agama.[22]

10 Muhaimin. 2005, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. (Jakarta : Raja Grafindo Persada),186.

11 Muhammad Taufiq, Software Quran In Word, Versi 1, 3, Surat 009: 122

(12)

12

Arti seorang muslim perlu mendalami ilmu agama dan mengajarkan kepada orang lain berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan kemaslahatan bagi mereka, sehingga memberikan pengetahuan hukum- hukum agama yang pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang beriman. Hal ini disebabkan banyaknya orang yang pintar dalam urusan duniawi namun mereka lalai dalam urusan akhirat. Firman Allah SWT:

Artinya : “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai”.(Q.S. Ar Rum: 7).12

Jadi belajar agama merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang muslim sebagai benteng yang dapat menjaga diri dan tetap dalam koridor yang disyariatkan. Begitu pentingnya belajar agama sehingga Allah SWT memberikan kedudukan tinggi pada orang yang memusatkan perhatian mendalami ilmu agama sebagaimana derajatnya orang-orang berjihad dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimah Allah SWT.

Salah satu cara yang bisa dilakukan dengan belajar disebuah lembaga yang khusus mengajarkan ilmu-ilmu agama yaitu Madrasah.

b. Dasar Yuridis

Penyelenggaraan Madrasah secara yuridis diatur dalam tata perundangan kita. Sila pertama yang menyebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki makna bahwa agama dijadikan sebagai pembimbing sekaligus keseimbangan hidup bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa lembaga keagamaan seperti Madrasah diakui sebagai tempat pembinaan mental spiritual bangsa indonesia. Secara konstitusional pasal 29 ayat 2 negara menjamin kebebasan rakyatnya dalam melaksanakan ajaran agamanya.

Termasuk kebebasan belajar di Madrasah. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satunya adalah penyelenggaraan Madrasah. Secara operasional ketentuan Madrasah terakhir diatur dalam keputusan menteri agama No. 1 tahun 2001 setelah lahirnya Direktorat pendidikan keagamaan dan pondok pesantren khususnya melayani pondok

12 Muhammad Taufiq, Software Quran In Word, Versi 1, 3, Surat 030: 07

(13)

13

pesantren dan Madrasah. keberadaan Madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional diperkuat dengan lahirnya Undang-undang No. 20 tahun 2003 terutama pasal 30 ayat 1 hingga 4 yang menyatakan bahwa:

1) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan peraturan perundangan. Ini berarti pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan oleh pemerintah (pendidikan keagamaan negeri) dan dapat diselenggarakan oleh masyarakat (pendidikan keagamaan swasta).

2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yangmemahami dan mengamalkan nilai-nilai agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama.

3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur formal, non formal dan informal. Ketentuan ini memberikan ruang yang sangat luas pada lembaga pendidikan keagamaan untuk menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal persekolahan, non formal seperti kursus, pelatihan, kelompok belajar keagamaan

(majlis ta’lim), atau jalur informal seperti pendidikan dalam keluarga.

4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan madrasah, pesantren, dan bentuk lain yang sejenis.13

2. Konsep Pengembangan Kurikulum

Kata kurikulum berasal dari bahasa yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish.

Pengertian ini kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan. Dari bahasa Arab, istilah kurikulum diartikan dengan manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.

13 Azizy, A. Qodri dkk, 2003, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: Departemen Agama), 58-59

(14)

14

Al-Khauly (1981) menjelaskan almanhaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Dalam kontek pendidikan kurikulum diartikan sebagai jalan terang yang dilalui pendidik dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai-nilai.

Menurut Al-Khauly, bahwa al-manhaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional.14

Sedangkan secara terminologi, menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan-kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan pendidik atau dipelajari peserta didik. Selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar. Menurut Caswel dan Campbell dalam buku mereka yang terkenal Curriculum Development (1935)15 mengemukakan kurikulum adalah

To be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Perubahan penekanan pada pengalaman ini lebih ditegaskan oleh Ronald C. Doll, The

commonly accepted definition of the curriculum has changed from content of courses of study and list of subjects and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of the school…

Definisi yang dikemukakan oleh Doll tidak hanya menunjukkan adanya perubahan penekanan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas cakupannya.

Lebih lanjut Hilda Hilda Taba mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat-pendapat tersebut. Perbedaan antara kurikulum dan pengajaran menurutnya bukan terletak pada implementasinya, tetapi pada keluasan cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan, isi dan metode yang lebih luas atau lebih umum, sedangkan yang lebih sempit atau lebih khusus menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya membentuk suatu kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka

14 Muhaimain. 2005, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (upaya mengefektifan pendidikan agama Islam disekolah). (Bandung, PT. Rosdakarya), 1

15 Nana Syaodih Sukmadinata, 2002, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 4

(15)

15

panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus atau lebih dekat. Kurikulum memberikan pegangan pada pelaksanaan pengajaran di kelas, tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab pendidik untuk menjabarkannya.16

Pendapat-pendapat yang muncul dalam proses kurikulum meliputi semua pengalaman didalam lingkungan pendidikan, baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan, terkait belajar dan perkembangan siswa. ada tiga aspek yang berkaitan dengan proses kurikulum, pertama) keputusan yang dibuat mengenai tujuan (umum dan khusus) institusional pendidikan. Kedua) keputusan, terkait dengan isi/materi pelajaran yang sesuai dan diyakini dapat mencapai tujuan. Ketiga) metode mengajar yang sesuai untuk mengorganisasikan dan menyampaikan isi kontek pelajaran. metode dalam pembelajaran itu akan menjadi pengalaman pendidikan bagi siswa, pengalaman tersebut merupakan produk dari interaksi apa yang diajarkan, bagaimana menyajikan dan cara siswa belajar.17

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU. No. 20/2003) bahwa dalam menyusun kurikulum harus memperhatikan peningkatan iman dan taqwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan agama, dinamikan perkembangan global dan persatuan dan kesatuan serta nilai kebangsaan.18

Dalam proses pengembangan kurikulum, setidaknya memperhatikan beberapa hal, meliputi: landasan pengembangan, prinsip-prinsip, pendekatan- pendekatan, prosedur-prosedur serta beberapa model pengembangan kurikulum.

16 Hilda Taba, 1872, Curriculum Development Theory and Practice, (New York: Harcourt, Brace and World,), 7

17 Bafadal, Ibrahim, 2006, Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar Sentralisasi Menuju Desentralisasi (Jakarta, PT Bumi Aksara), 9

18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UUD republik Indosia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sikdiknas.(Bandung. Penebit Citra Umbara), 117

(16)

16

a. Landasan-landasan Pengembangan Kurikulum

Pada sisi yang pertama aspek landasan pengembangan kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum program studi PAI setidaknya memperhatikan beberapa landasan, diantaranya:

1) Landasan Religius

Landasan religius (agama) yang ditetapkan berdasarkan nilai-nilai Ilahi dalam al Qur’an dan as-Sunnah.

2) Landasan Yuridis

Hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah, serta berlangsung seumur hidup. Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas Falsafah Negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, mampu mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti luhur dan mencintai bangsa dan sesama manusia, sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945,19 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

3) Landasan Filosofis

Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum.

Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Kedua, filsafat dapat menentukan isi atau materi yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Keempat, melalui filsafat, dapat ditentukan bagaimana tolok ukur keberhasilan proses pendidikan.20

b. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum program studi PAI memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan sebagai berikut:

19 Oemar Hamalik, 2008, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya), 64-65

20 Wina Sanjaya, 2008, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 43

(17)

17

Prinsip Pertama, prinsip relevansi. Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevan ke luar dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi dan proses yang tercakup dalam kurikulum harus relevan dengan tuntutan, kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Sedangkan relevansi ke dalam yaitu terdapat kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yakni antara tujuan, isi, proses penyampaian dan penilaian. Relevansi internal menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.

Prinsip kedua, adalah fleksibelitas. Kurikulum hendaknya bersifat luntur atau fleksibel. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal- hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan dan latar belakang peserta didik.

Prinsip ketiga adalah kontinuitas yaitu kesinambungan. Perkembangan dan proses belajar peserta didik berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan lainnya hingga ke jenjang pekerjaan.

Prinsip keempat adalah praktis yakni mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Prinsip ini juga disebut dengan prinsip efisiensi.

Prinsip kelima adalah efektivitas. Dalam suatu kurikulum, yang juga harus diperhatikan yaitu keberhasilan dari pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar.21

c. Pendekatan-pendekatan Pengembangan Kurikulum

Pada sisi ketiga, aspek pendekatan-pendekatan pengembangan kurikulum.

Dalam pengembangan kurikulum program studi PAI, memperhatikan beberapa pendekatan-pendekatan. Mengingat pendekatan adalah cara kerja

21 Hoover, Kenneth H. (1982). The Professional Teacher‟ s Handbook dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2002, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 150-151

(18)

18

dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik.

Adapun pendekatan pendekatan yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

1) Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu) Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum. Prioritas pendekatan ini adalah mengutamakan sifat perencanaan program dan juga mengutamakan penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu.22

2) Pendekatan berorientasi pada tujuan.

Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan ini adalah a) Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum, b) Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula di dalam menetapkan materi pelajaran atau bidang studi, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. c) Tujuan-tujuan yang jelas tersebut juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai. d) Hasil penelitian yang terarah tersebut akan membantu penyusun kurikulum dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.23

3) Pendekatan Rekonstruksionalisme

Pendekatan ini disebut juga rekontruksi sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat.24

4) Pendekatan Humanistik

Kurikulum ini berpusat pada siswa atau peserta didik (student-centered) dan mengutamakan perkembangan afektif peserta didik sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan pada tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik.25

22 Abdullah Idi, 2007, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media), 199.

23 Subandijah, 1993, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 56

24 Nasution, S. 1993, Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Citra Aditya Bakti) 48.

25 Idi, 2007, Pengembangan Kurikulum….. 203

(19)

19

5) Pendekatan Akuntabilitas (Accountability).

Suatu sistem yang akuntabel menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta mengatur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan peserta didik dalam mencapai standar tersebut. Agar memenuhi tuntutan tersebut, para pengembang kurikulum mengkhususkan tujuan pelajaran agar dapat mengukur prestasi belajar. Dalam banyak hal gerakan ini menuju kepada ujian akademis yang ketat sebagai syarat memasuki lembaga pendidikan yang lebih tinggi.2626

6) Pendekatan Interdisipliner.

Banyak usaha telah dijalankan selama ini untuk mendobrak tembok pemisah yang dibuat-buat antara berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu yang terdapat dalam pendekatan bidang studi. Masalah-masalah dalam kehidupan tidak hanya melibatkan satu disiplin, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner.

3. Karakteristik Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran di Madrasah Unggulan

Sekolah atau madrasah unggulan dilihat dari aspek kurikulum bersandar pada kebijakan pendidikan nasional. Secara bertahap dilakukan penulisan materi ajar dalam bahasa Inggris (untuk mapel umum) dan Arab (untuk mapel PAI dan Bahasa Arab), khususnya untuk jenjang MTs. Selain itu kurikulum diperkaya dengan mengadopsi kurikulum dari sekolah pada negara maju. Adapun keunggulan yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan program khusus penguatan baca tulis Al-Qur’an baik untuk guru maupun peserta didik.

b. Memiliki standar dalam pengembangan kemampuan berfikir kritis dan budaya akademik, dengan mengembangankan kegiatan karya tulis ilmiah bagi MTs 17

c. Menetapkan standar dalam Menetapkan standar dalam penggunaan Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pembelajaran

26 Idi, 2007, Pengembangan Kurikulum….. 203

(20)

20

(email, blog atau e-learning project, e-library) dan menjadikan internet sebagai sumber belajar

d. Menyusun perencanaan, implementasi dan evaluasi penerapan bahasa inggris dan arab di madrasah secara bertahap

e. Mengembangkan budaya islami di madrasah

f. Mengembangkan muatan karakter santri meliputi : pengembangan etos keilmuan yang tinggi, tafaqquh fi ad-din, pembiasaan beribadah secara istiqomah, pembinaan akhlakul karimah, riyadhah spiritual, penanaman visi dan orientasi hidup sebagai penyampaian risalah dakwah, penanaman nilainilai moral utama.

g. Pada aspek Standar Kompetensi Lulusan Standar keunggulan kompetensi lulusan setidaknya memuat: pertama, dari Rata-rata hasil UN minimal 7,5. Kedua, memiliki kompetensi bahasa inggris dan arab bagi guru dengan skor TOEFL minimum 350 dan TOEAFL 300.

Ketiga, memiliki kompetensi bahasa inggris dan arab bagi peserta didik didik MTs didorong untuk mencapai kompetensi bahasa inggris dan arab dengan TOEFL minimum 300 dan TOEAFL 250 melalui program yang dilakukan secara bertahap. Keempat, menetapkan standar pembinaan prestasi bidang akademik, keagamaan, olahraga dan seni, dan memperoleh prestasi minimal dalam kurun waktu tiga tahun meraih 6 kejuaraan tingkat kabupaten (juara I), 4 kejuaraan tingkat Provinsi (juara I, II, III), 2 kejuaraan tingkat Nasional (Juara I-VI, dan harapan I, II, III).2727

h. Pada aspek pembelajaran, bahwa proses pembelajaran bersifat interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan menantang sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Proses pembelajaran memberikan ruang yang cukup untuk peserta didik agar memiliki akhlak mulia, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneurship, jiwa patriot, jiwa inovator, prakarsa, kreativitas, kemandirian berdasarkan bakat, minat dan perkembangan fisik maupun

27 Lampiran Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 609B Tahun 2012 Tentang Rintisan Madrasah Unggulan, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rintisan Madrasah Unggulan.

(21)

21

psikologisnya secara optimal yang terintegrasi pada keseluruhan kegiatan pembelajaran. Pendidik harus dapat mengembangkan proses pembelajaran yang membangun pengalaman belajar peserta didik melalui kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang efektif dan efisien. Mutu pembelajaran ditingkatkan dengan dukungan penerapan TIK pada semua mata pelajaran serta menggunakan bahasa Inggris untuk kelompok sains dan matematika dan bahasa Arab untuk mata pelajaran PAI dan Bahasa Arab untuk jenjang MTs.

Ada pun model keunggulan yang perlu dikembangkan sebagai berikut : a) Menetapkan standar minimal indicator hasil belajar secara komprehensif dengan mengembangkan seluruh ranah pembelajaran; b) Menetapkan prosedur operasional dan administrasi standar pelaksanaan pembelajaran yang interaktif inspiratif, menyenangkan dan menantang; c) Menetapkan indikator pembelajaran yang mengembangkan akhlak mulia, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneurship patriotisme,inovator, kreatif, dan mandiri; d) Menetapkan standar prosedur pembelajaran dengan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi beserta prosedur evaluasinya dan melakukan langkah penguatan dengan memberikan fasilitasi pendukung di madrasah serta dengan mengoptimalkan peran MGMP; e) Menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi; f) Menetapkan indikator mutu pengelolaan kelas dengan model kelas interaktif dan kompetitif; g) Menerapkan standar penggunaan bahasa Inggris dan Arab pada proses pembelajaran (MTs) secara bertahap. h) Mengembangkan alat peraga proses pembelajaran berbasis ICT; i) Penggunaan teknologi informasi sebagai penunjang administrasi akademik khususnya dalam pengelolaan administrasi hasil belajar; j) Menetapkan tahapan pengembangan perpustakaan madrasah menuju perpustakaan unggul dan menetapkan indicator kesuksesan pengelolaan perpustakaan; k) Bagi MTs memiliki Laboratorium IPA, IPS, Bahasa/ Multimedia disertai dengan program pengelolaan, indicator sukses dan rencana tahapan pengembangan; l) Melaksanakan remedial berbasis pemetaan dalam KKM dan mengadministrasikannya; m) Melaksanakan kegiatan pengayaan dengan

(22)

22

merujuk pada standar soal olimpiade, menetapkan target pencapaian standar pengayaan dan melakukan evaluasi pencapaian hasil belajar.28

4. Karakteristik Madrasah Unggulan

Menurut Moedjiarto, setidaknya dalam praktik dilapangan terdapat tiga tipe madrasah atau sekolah Islam unggulan. Pertama, tipe madrasah atau sekolah Islam berbasis pada anak cerdas. Tipe seperti ini sekolah atau madrasah hanya menerima dan menyeleksi secara ketat calon siswa yang masuk dengan kriteria memiliki prestasi akademik yang tinggi. Meskipun proses belajar-mengajar di lingkungan madrasah atau sekolah Islam tersebut tidak terlalu istimewa bahkan biasa-biasa saja, namun karena input siswa yang unggul, maka mempengaruhi output nya tetap berkualitas.Kedua, tipe madrasah atau sekolah Islam berbasis pada fasilitas. Sekolah Islam atau madrasah semacam ini cenderung menawarkan fasilitas yang serba lengkap dan memadahi untuk menunjang kegiatan pembelajarannya. Tipe ini cenderung memasang tarif lebih tinggi ketimbang rata-rata sekolah atau madrasah pada umumnya. Ketiga, tipe madrasah atau sekolah Islam berbasis pada iklim belajar. Tipe ini cenderung menekankan pada iklim belajar yang positif di lingkungan sekolah/madrasah. Lembaga pendidikan dapat menerima dan mampu memproses siswa yang masuk (input) dengan prestasi rendah menjadi lulusan (output) yang bermutu tinggi. Tipe ketiga ini termasuk agak langka, karena harus bekerja ekstra keras untuk menghasilkan kualitas yang bagus.29

5. Upaya Peningkatan Mutu Madarasah Unggulan

Konsep peningkatan mutu seperti yang dikembangkan Philip Crosby, Edward Deming dan Joseph Juran yang mengembangkan konsep Total quality manajemen, pada prinsipnya, bahwa dalam meraih kualitas maka komitmen harus dibangun dalam setiap diri karena pertama, kualitas merupakan kunci

28 Lampiran Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 609B Tahun 2012 Tentang Rintisan Madrasah Unggulan, Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rintisan Madrasah Unggulan.

29 Moedjiarto, 2002, Sekolah Unggul, (Surabaya: Duta Graha Pustaka). 34.

(23)

23

ke arah program yang berhasil. Kedua, perbaikan-perbaikan kualitas menuntut komitmen menajemen sepenuhnya untuk dapat berhasil.Komitmen kepada kualitas ini harus terus-menerus. Ketiga, perbaikan kualitas adalah kerja keras.Tidak ada jalan pintas atau perbaikan cepat. Menuntut perbaikan budaya bagi organisasi secara keseluruhan. Keempat, perbaikan kualitas menuntut banyak pelatihan. Kelima, perbaikan kualitas menuntut keterlibatan semua karyawan secara aktif, dan komitmen mutlak dari manajemen senior.30

Total quality manajemen (manajemen mutu terpadu) sebagai salah satu suatu filosofi dan suatu metodologi untuk membantu para pengelola dalam mengelola perubahan dan inti dari TQM adalah perubahan budaya dari pelakunya.31 Lebih lanjut Slamet (1995) menegaskan bahwa TQM adalah suatu prosedur dimana setiap orang berusaha keras secara terus menerus memperbaiki jalan menuju sukses.TQM bukanlah seperangkat peraturan dan ketentuan yang kaku, tetapi merupakan proses-proses dan prosedur-prosedur untuk memperbaiki kinerja. TQM juga menselaraskan usaha-usaha orang banyak sedemikian rupa sehingga orang-orang tersebut menghadapi tugasnya dengan penuh semangat dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan.32

Pada tataran aplikasi, ada lima unsur utama dalam penerapan TQM, yaitu:

(1) berfokus pada pelanggan, (2) perbaikan pada proses secara sistematik, (3) pemikiran jangka panjang, (4) pengembangan sumber daya manusia, dan (5) komitmen pada mutu.33 Dalam konteks sekolah pertama seluruh program sekolah diarahkan dan difokuskan pada pelanggan dalam hal ini siswa sebagai pelanggan internal, orang tua dan masyarakat. Kedua, seluruh kegiatan(program) senantiasa disusun secara sistemik dan terorganisir. Ketiga, komitmen sekolah dalam proses pendidikan lebih diorientasikan pada pemikiran jangka panjang, artinya bukan semata hanya memproduk siswa secara spontan dan sekedar lulus, tanpa dibekali dengan potensi, keterampilan

30 Edward Sallis, 1993, Total Quality Management in Education, (London: Kogan Page Limited), 25.

31 Salis, 1993, Total Quality Management...

32 Slamet, Margono. 1994, Manajemen Mutu Terpadu Dan Perguruan Tinggi Bermutu. (Proyek Heds Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan)

33 Margono. Manajemen Mutu...

(24)

24

dan mental yang kuat dengan prinsip-prinsip yang telah dirumuskan..

Keempat, seluruh sumber daya sekolah senantiasa dipacu dan terus ditingkatkan baik kinerja maupun potensi-potensinya demi tercapainya sumber daya yang berkualitas.34

Proses peningkatan mutu yang dilakukan sekolah/ madrasah, faktanya tidak semua mampu menerapkan seluruh filosofi dan prosedur peningkatan mutu, dengan beberapa faktor: Pertama, kurangnya sosialisasi kepada semua unsur sekolah, hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman impelementor terhadap manajemen peningkatan mutu sehingga sumberdaya manusia belum siap. Kedua, Kurangnya kepekaan dalam mengidentifikasi tantangan nyata sekolah, hal ini dibuktikan dengan belum adanya susunan data khusus oleh sekolah mengenai tantangan nyata sekolah.Hal ini disebabkan karena sekolah belum maksimal mengoperasionalkan pendekatan SWOT, sekolah masih disibukkan kegiatan rutinitas, tetapi untuk bersaing dan meningkatkan lembaganya masih terbentur dengan kegiatan-kegiatan tekhnis. Ketiga, alternatif langkah pemecahan persoalan, artinya sekolah mampu mencari solusi / alternatif untuk mengatasi permasalahan yang ada, namun dalam kenyataannya sekolah belum mampu mengambil tindakan yang dapat mengubah kondisi tidak siap menjadi siap.

34 Prinsip tersebut menurut Deming pertama,miliki tekad yang kuat dan terus menerus untuk memperbaiki mutu produk dan jasa, kedua, menggunakan filosofi yang tidak bisa menerima keterlambatan, kesalahan, cacat materi dan cacat pekerjaan.Ketiga, menghentikan pemeriksaan mutu pada akhir proses, ganti dengan adanya proses yang baik sejak awal sampai akhir guna mendapatkan hasil yang bermutu. Keempat, hendaknya jangan terkecoh oleh besarnya biaya saja;

yang mahal belum tentu baik, yang mudah belum tentu baik, demikian pula sebaliknya.Kelima, intens melakukan terus menerus berupa kegiatan sampai kearah pada pencapaian mutu.Keenam,hendaknya melembagakan pembinaan dalam bentuk on the job atau training untuk semua orang (pimpinan, guru, dan staf sekolah lainnya) agar masing-masing dapat selalu meningkatkan kualitas kerjanya, Ketujuh, hendaknya melembagakan kepemimpinan yang membantu setiap orang untuk dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kedelapan, hendaknya menghilangkan sumber-sumber yang menyebabkan orang merasa takut dalam organisasi, artinya berbagai masalah yang timbul perlu di sharingkan, bukan dipendam, sehingga nantinya dicarikan alternatif solusinya dan mengajak seluruh civitas sekolah berani menghadapi masalah.Kesembilan, hendaknya menghilangkan segala yang menghambat komunikasi antar bagian dan antar individu dalam organisasi sekolah, artinya perlu adanya keterbukaan menjadi penting antara bawahan dengan atasan meskipun ada perasaan sungkan.Kesepuluh, singkirkan penghalang yang merebut hak para pimpinan dan pelaksana untuk bangga atas hasil kerjanya.Kesebelas, lembagakan program yang kuat untuk pendidikan, pelatihan dan pengembangan diri bagi semua orang. Kedua belas, Ciptakan struktur yang memungkinkan semua orang bisa ikut serta dalam usaha memperbaiki mutu organisasi sekolah (Deming dalam Sallis, Edward Total Quality Management in Education; 1993:48-49)

(25)

25

Keempat, melakukan rencana peningkatan mutu kurang efektif, hal ini dibuktikan dengan belum optimalnya pelaksanaan rencana peningkatan mutu.

Sebagai sebuah contoh guru masih belum sepenuhnya mampu menciptakan kondisi/ metode pembelajaran yang efektif, siswa masih kurang siap dalam menerima pelajaran, adanya kesenjangan di bidang keahilan tertentu (guru mengajar tidak sesuai dengan bidang studi) buku setiap pelajaran kurang lengkap, serta sarana prasarana dan dana kurang memadai.35

Untuk menyikapi hal tersebut pemerintah tetap dan terus mengupakan, mulai dengan melakukan pembinaan dan pelatihan peningkatan kapasitas ketenagaan dan tata kelola kelembagaan dengan melibatkan stake holder di lembaga pendidikan. Disamping itu kegiatan supervisi tetap dilaksanakan, melalui supervisi akademik dan supervisi manajerial sebagai bentuk upaya menampung aspirasi dan menindaklanjuti progress report perkembangan sekolah. Kebijakan evaluasi diri sekolah/madrasah yang rutin setiap tahun dilakukan oleh sekolah/ madrasah sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemerintah, masih dimaknai sebagai bentuk kegiatan pelaporan administratif yang pada tataran aplikatif masih belum dimaknai sebagai follow up perbaikan sekolah/ madrasah, karena sebab kondisi lembaga masih memiliki kompleksitas problem internal. Setiap sekolah/madrasah memiliki minesite dan kultur yang beragam, sehingga komitmen meraih mutu, kadangkalanya masih terjebak dengan anggaran dan mental sumberdaya manusia yang fruktuatif yakni antara maju dan tidak, sehingga kegiatan di sekolah terkesan berjalan apa adanya.

Secara ideal, sebenarnya semangat otonomi pendidikan memberikan kewenangan bagi sekolah untuk mengelola secara profesional, akuntabel dan transparan guna mencapai mutu pendidikan yangdiharapkan dengan melibatkan sumberdaya yang ada untuk berpacu meningkatkan etos kerja demi terwujudnya prestasi akademis dan non akademis, sehingga harapannya menjadikan sekolah atau madrasah unggulan. Kewenangan di era otonomi daerah ini merupakan momentum strategis untuk mengelola sekolah menjadi

35 Dwi Ningsih, Rahayu, Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah Pada Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti, Jurnal, Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fisip Universitas Riau, 2012:3

(26)

26

sekolah unggulan, disamping karena tuntutan zaman dan perubahan sosial, disisi lain karena tuntutan dunia kerja. Peserta didik tidak hanya dibekali ilmu pengetahuan agama, tetapi harus di imbangi dengan penguasaan disiplin ilmu pengetahuan umum, keterampilandan kecakapan-kecakapan lain yang harus terus ditingkatkan sekolah melalui tenaga pendidik yang profesional.36

Merefleksikan tentang harapan lembaga pendidikan menjadi sekolah/

madrasah unggulan, bahwa madrasah unggulan adalah madrasah program unggulan yang lahir dari sebuah keinginan untuk memiliki madrasah yang mampu berprestasi di tingkat nasional dan dunia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi ditunjang oleh akhlakul karimah. Sementara sekolah Islam unggulan adalah sekolah yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam keluaran (out put) pendidikannya. Untuk mencapai keunggulan tersebut, maka masukan (input), proses pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta sarana penunjangnya harus diarahkan untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut.37

Oleh karena itu ada beberapa faktor pendukung dalam terselenggaranya sekolah yang unggul. Sebagaimana menurut Imron Arifin, unsur pendukung madrasah atau sekolah Islam berprestasi (unggul) itu setidaknya ada sembilan faktor, yaitu: Faktor sarana dan prasarana, Faktor guru, Faktor murid, Faktor tatanan organisasi dan mekanisme kerja, Faktor kemitraan, Faktor komitmen /sistem nilai, Faktor motivasi, iklim kerja, dan semangat kerja., Faktor

36 Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Asep Deni Nurmansyah yang fokusnya meneliti tentang Implementasi Manajemen Mutu Terpadu Di Sekolah Menengah Kejuruan Dilingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Subang, yang diterbitkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia, tahun 2012. Hasil penelitiannya efektif dilakukan, melalui siklus manajemen mutu, mulai dari perencanaannya, pengendalian mutu, proses peningkatan mutu terutama pelayanan pendidikannya.

Hal itu juga tidak lepas dari peran pemimpin yang memiliki etos kerja yang tinggi dan berorientasi pada bawahan. Upaya yang dilakukan kepala sekolah di SMK mampu mendorong para bawahannya untuk komitmen pada etos kerja dan spirit mendorong kualitas peserta didiknya sehingga output yang dihasilkan membanggakan.

37 Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Wardiman Djojonegoro tahun 1994 tepatnya setahun setelah pengangkatannya,. Istilah sekolah unggul lahir dari satu visi yang jauh menjangkau ke depan, wawasan keunggulan. Menurut Wardiman, selain mengharapkan terjadinya distribusi ilmu pengetahuan, dengan membuat sekolah unggul ditiap-tiap propinsi, peningkatan SDM menjadi sasaran berikutnya. Lebih lanjut, Wardiman menambahkan bahwa kehadiran sekolah unggul bukan untuk diskriminasi, tetapi untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dan memiliki wawasan keunggulan. Sinergi, Jurnal Populer Sumber Daya Manusia, Volume 1, No. 1 Januari-Maret 1998. Hal. 15.

(27)

27

keterlibatan semua pihak, Faktor kepemimpinan kepala sekolah.38 Dengan demikian, harapan menjadikan sekolah unggulan dapat terwujud melalui strategi manajemen peningkatan mutu yang efektif dan berkelanjutan.

38 Arifin, Imron, 2008, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengelola Sekolah Berprestasi, (Yogyakarta: Aditya Media), 322-323.

(28)

28

BAB III

METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN

Sesuai dengan judul yang peneliti angkat, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.Menurut Moleong “Metode Kualitatif”

adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang perilaku yang dapat diamati.39Pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya.

Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas.

1. Kehadiran Peneliti dan Lokasi Penelitian a. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif mutlak diperlukan, karena peneliti sendiri merupakan alat (instrumen) pengumpul data yang utama sehingga kehadiran peneliti mutlak diperlukan dalam menguraikan data.

Karena dengan terjun langsung ke lapangan maka peneliti dapat melihat secara langsung fenomena di daerah yang akan diteliti. Peneliti sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya".40 Peneliti berusaha sebaik mungkin bersikap selektif, penuh kehati-hatian, dan serius dalam menyaring data sesuai dengan realitas di lapangan sehingga data yang terkumpul benar-benar relevan dan terjamin keabsahannya.Peneliti sebisa mungkin menghindari kesan-kesan yang dapat menyinggung perasaan maupun merugikan informan. Proses pemilihan informan, peneliti menggunakan teknik purposive (bertujuan) yaitu peneliti memilih orang- orang yang dianggap mengetahui secara jelas permasalahan yang diteliti.

Kehadiran peneliti di lapangan dalam rangka menggali informasi, peneliti

39 Lexy.J.Meleong, 1992, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Pt. Remaja Rosda Karya),.6

40 .Meleong, 1992, Metodologi Penelitian...., 121

(29)

29

menggunakan tiga tahapan, yaitu: pemilihan informan awal, pemilihan informan lanjutan, menghentikan pemilihan informan lanjutan, peneliti menganggap penelitian telah selesai, kecuali bila ditemukan lagi informasi- informasi baru yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

b. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Al Qadiri 1 Jember dan Nurul Islam I Jember. Peneliti memilih lokasi tersebut karena banyak prestasi-prestasi gemilang yang membanggakan.

2. Instrumen Penelitian

Dalam kegiatan penelitian untuk memperoleh data yang berasal dari lapangan, seorang peneliti biasanya menggunakan instrumen yang mampu mengambil informasi dari objek atau subjek yang diteliti. Untuk mencapai tujuan tersebut seorang peneliti dapat membuat instrumen.41 Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data.42 Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini, peneliti menjadi instrumen kunci atau utama, sebagai instrumen kunci, peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan instrumen tambahan berupa pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman dokumentasi.

3. Data Dan Sumber Data

Dalam penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka menurut Lutfand bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain- lain.43 Adapun sumber data dalam hal ini adalah:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh peneliti dari sumber utama. Dalam penelitian ini yang

41Sukardi, 2005, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi Dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara), 121

42 Suharsimi Arikunto, 2000, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta), 177

43 Arikunto, 2000, Manajemen Penelitian, 112

(30)

30

menjadi sumber data utama yaitu Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Islam, para madrasah formal unggulan, guru, beberapa staf siswa.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data pelengkap yang berfungsi melengkapi data yang di perlukan oleh data primer. Adapun sumber data sekunder yang diperlukan yaitu: pedoman manajemen, buku profil pondok pesantren dan sekolah/madrasah formal, majalah, jurnal, dokumentasi foto kegiatan-kegiatan dan lain sebagainya.

4. Tekhnik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama yang relevan dan obyektif. Dalam penelitian ini adalah:

a. Metode Interview (wawancara)

Metode interview adalah “cara pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasarkan pada tujuan penelitian.44 Dalam penelitian ini, metode interview ini digunakan untuk memperoleh data tentang desain mutu kurikulum madrasah unggulan berbasis pesantren melalui proses wawancara dengan pimpinan pondok pesantren, kepala madrasah, sekolah, Guru, para staf dan siswa serta beberapa informan pendukung lainnya.

b. Metode Observasi

Dalam penelitian kualitatif, observasi dapat digunakan untuk memeriksa latar, aktivitas individu atau kelompok individu dalam latar, orang yang berperan serta dalam suatu aktifitas dan maknanya.45 Metode observasi adalah “suatu pengamatan dan pencatatan secara sistematik fenomena- fenomena yang diselidiki".46 Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang keakuratan dan kepastiannya dalam hasil wawancara.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah “apabila menyelidiki ditujukan dalam penguraian dan penjelasan apa yang telah lalu dengan melalui sumber-

44 Arikunto, Manajemen Penelitian 193

45 M. Patton, 1987, Qualitative Evaluation Methods, (Beverly Hill: Sage Publications), 16

46 Sutrisno Hadi, 1994, Metodologi Reseach Ii, (Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM), 136

(31)

31

sumber dokumen.47Data dokumentasi ini digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Salah satu cara yang dilakukan adalah menela’ah rekaman dan dokumen. Selain itu metode dokumentasi ini pula digunakan untuk mengetahui: Profil pondok pesantren dan lembaga pendidikan formal unggulan yang meliputi: Sejarah berdirinya, Visi, Misi dan Tujuan, Struktur organisasi dan deskripsi tugas Data tenaga pendidik dan kependidikan, Kebijakan Program, dan aturan (Tata tertib sekolah), Rencana strategis pondok pesantren dan Sekolah/madrasah, Fasilitas-fasilitas pendukung.

5. Tekhnik Analisa Data

Moleong mengklasifikasikan tiga model analisis data dalam penelitian kualitatif, yaitu (1) metode perbandingan konstan (constant comparative method) seperti yang dikemukakan oleh Glaser & Strauss, (2) metode analisis data menurut Spradley, dan

(3) metode analisis data menurut Miles & Huberman.48 Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analisis data menurut Miles &

Huberman yaitu analisis model interaktif. Analisis data berlangsung secara simultan yang dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data dengan alur tahapan: pengumpulan data (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan kesimpulan atau verifikasi (conclution drawing & verifying).49

6. Pengecekan Keabsahan Data.

Dalam penelitian kualitatif, keabsahan data merupakan usaha untuk meningkatkan derajat kepercayaan data.50 Untuk menjamin kesahihan dan keabsahan data, maka peneliti berupaya menggunakan metode pengecekan keabsahan temuan.Dalam penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data didasarkan pada kriteria-kriteria untuk menjamin kepercayaan data yang diperoleh melalui penelitian.Terdapat empat kriteria untuk menjaga keabsahan

47 Winarno Surachmad, 1990, Dasar-Dasar Dan Teknik Research, (Jakarta: Tarsito), 132

48 Moleong, Metodologi Penelitian...., 15

49 Miles, M. B. dan Huberman Am, 1984, An Expenden Source Book, Qualitative Data Analysis, (London: sage publication), 20

50 Moleong, Metodologi Penelitian...., 107

(32)

32

data menurut Nasution dan Moleong, sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua kriteria, yaitu kredibilitas atau derajat kepercayaan, dependibiltas atau kebergantungan.

Gambar

Gambar 4.1  Buku Saku Jujur

Referensi

Dokumen terkait

1. In-line : pengendalian mutu dilakukan di bagian produksi selama proses produksi berlangsung,. Contohnya, mengambil sampel tiap jam produksi. On-line : pengendalian mutu

Berdasarkan analisis IRF, guncangan harga beras di pedagang pengecer Cianjur dan pedagang di luar Cianjur, yakni pedagang di Pasar Cipinang, sama- sama tidak

Umur rencana perkerasan jalan ialah jumlah tahun saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat structural

Hasil Penelitian menunjukan bahwa minat mahasiswa pada matakuliah Limnologi dengan menerapkan pembelajaran PjBL berada pada kategori sangat berminat dalam kriteria

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kriteria Sikap Pribadi (SIKAP), Mana- jemen (MNJ), Mampu Bekerjasama (KRJ), Mampu Mencapai Target yang Direncanakan (TARGET)

Namun, ia juga percaya dengan Alin dan Aryo ,yang dengan yakin menjelaskan bahwa mereka ketika terbangun, tiba-tiba sudah berada di rumah amak!. Karena sudah paham kalau Aryo

Hasil penelitian menunjukan bahwa metode pendekatan MW-Mile reserve merupakan metdoe perhitungan paling adil bagi pengguna dan pemilik jaringan tansmisi karena besar biaya

Pengiriman Vendor, Truk Pengirim Barang, Detail Pengiriman Truk, Surat Jalan, Detail Surat Jalan, Detail Biaya Pengiriman, Invoice Jasa Pengiriman Barang, Hutang