• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBEBASAN BERSYARAT (PB) BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATANKLAS I TANJUNG GUSTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBEBASAN BERSYARAT (PB) BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATANKLAS I TANJUNG GUSTA MEDAN"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBEBASAN BERSYARAT (PB) BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA

DI LEMBAGA PEMASYARAKATANKLAS I TANJUNG GUSTA MEDAN

TESIS

OLEH

137005014

SUANDI FERNANDO PASARIBU

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

JUDUL TESIS : PEMBEBASAN BERSYARAT (PB) BAGI

PENYALAHGUNA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I TANJUNG

GUSTA MEDAN

NAMA MAHASISWA : SUANDI FERNANDO PASARIBU NOMOR POKOK : 137005014

PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui:

KomisiPembimbing

(Prof. Dr. AlviSyahrin, SH, MS)

Pembimbing Pembimbing

(Dr. Marlina, SH, MHum) (Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Tanggal Lulus : 29 Agustus 2015

(3)

Telah diuji pada

Tanggal : 29 Agustus 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. AlviSyahrin, SH, MS Anggota : 1. Dr. Marlina, SH, M.Hum

2. Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.H

3. Prof. Dr. MadiasaAblisar, SH, MS 4. Dr. Chairul Bariah, SH, M.Hum

(4)

ABSTRAK

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. M.S1 Dr. Marlina, SH. M.Hum2 Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH3

Suandi Fernando Pasaribu4

1 Ketua Komisi Pembimbing

2 Dosen Pembimbing Kedua

3 Dosen Pembimbing Ketiga

4 Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Tindak pidana narkotika merupakan suatu kejahatan yang kompleks karena dalam tindak pidana narkotika, pelaku tindak pidana bisa menjadi sekaligus korban.

Pembinaan terbaik terhadap warga binaan adalah dikembalikan/diintegrasikan di tengah-tengah masyarakat dan bukan disolasi dengan jeruji besi. Berdasarkan pra research dilakukan penulis di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan banyaknya pelaku tindak pidana mengakibatkan bertambahnya jumlah narapidana/ Warga Binaan Pemasyarakatan yang menjalani hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan. Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah implementasi Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan, apa kendala yang dihadapi oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dalam pemberian Pembebasan Bersyarat (PB) bagi Warga Binaan Pemasyarakatan yang kasus penyalahgunaan Narkotika, bagaimana pengawasan Pembebasan Bersyarat bagi warga binaan penyalahguna Narkotika di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dan penelitian hukum empiris dan sifatnya deskriptif analistis dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang akan dianalisis secara normatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Pembebasan Bersyarat bagi penyalahguna narkotika mengacu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Peraturan Pemerintah. Kendaladi dalam Lembaga Pemasyarakatan yaitu narapidana,Peraturan Perundang-Undangan, Petugas Lembaga Pemasyarakatan,masyarakat tempat tinggal narapidana, terlambatnya Kutipan Putusan Hakim (Ekstra Vonis), Upaya mengatasinya pegawai lapas wajib mendisiplinkan kepada napi untuk berkelakuan baik, mewajibkan perketatan peraturan perundang-undangan, menambah jumlah petugas lembaga pemasyarakatan, melakukan pengambilan Kutipan Hakim(Ekstra Vonis). Pengawasan dilakukan dengan wajib lapor sebulan sekali atau 3 bulan sekali ke Balai Pemasyarakatan dengan program petugas mengunjungi ke rumah klien narapidana

Kata kunci : Penyalahguna Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

(5)

ABSTRACT

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. M.S5 Dr. Marlina, SH. M.Hum6 Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH7

Suandi Fernando Pasaribu8

5 Professor of Criminal Law, the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

6 Lecture of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

7Supervisor Third

8Students Postgraduate Legal Studies University of North Sumatra

Narcotic crime is a crime that is complex because of the narcotic crime, the offender can be at once a victim. Best coaching against inmates is returned / integrated in society and not electrically insulated with iron bars. Based on research conducted by the author in pre Correctional Institution Class I Medan the number of perpetrators of criminal acts resulting in the increasing number of prisoners / prisoners are serving a prison sentence in the Penitentiary. Formulation of the problem addressed in this research is how the implementation of the Parole of Prisoners abuse of narcotics in Penitentiary Class I Medan, what obstacles faced by officers Correctional Institution Class I Medan in granting parole (PB) for prisoners whose cases of abuse of narcotics, how parole supervision for inmates abusers of narcotics in the Central Correctional Class I Medan.

The method used in this research is normative and empirical legal research and analytical descriptive nature by using primary legal materials, secondary and tertiary analyzed normatively.

The results showed that the implementation of parole for drug abusers refers to the Indonesian Government Regulation Number 99 Year 2012 regarding Amendment to Government Regulation No. 28 of 2006 on the Terms and Procedures for Citizens Rights Patronage Correctional government regulation.Constraints in the Penitentiary Inmates namely, Regulation Legislation, Prison officials,community dwelling inmates,Quotes delayed ruling Justice (Extra verdict).Efforts to overcome barriers prison employees are required to discipline the prisoners for good behavior, requiring tightening legislation, increasing the number of prison staff, conduct socialization to the People of the parole, perform retrieval Quotes Judge (Extra verdict). Supervision is done by the mandatory report once a month or once every 3 months to Hall of Corrections with program officers visit theclient's home to inmates.

Keywords : Narcotics Penitentiary abusers Class I Medan

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Penulis haturkan pada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan kasih-Nya sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “PEMBEBASAN BERSYARAT (PB) BAGI PENYALAHGUNA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I TANJUNG GUSTA MEDAN” penulisan tesis ini merupakan tugas wajib yang harus diselesaikan untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Magister Hukum di Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak dalam penyusunan tesis ini, karenanya Penulis mengucap terimakasih dan penghargaan setingginya kepada:

Kedua orang tua Penulis, Monang Pasaribu SH dan Mama Berliana Sitompul yang dengan tulus mencintai dan menyayangi Penulis, selalu sabar, perhatian, memberikan doa dan semangat yang selalu mengiringi langkah Penulis

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH., M.H selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(7)

4. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing Penulis dan memberikan masukan terhadap tesis ini.

5. Ibu Dr. Marlina, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing kedua yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing Penulis dan memberikan masukan terhadap tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H selaku Dosen Pembimbing ketiga yang telah membimbing Penulis dan memberikan masukan terhadap tesis ini.

7. Bapak Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH., M.S selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang konstruktif dalam penyempurnaan tesis ini.

8. Ibu Dr. Chairul Bariah, SH., M.Hum selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang konstruktif dalam penyempurnaan tesis ini.

9. Seluruh staff tata usaha Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dalam proses administrasi mulai pada saat memasuki kuliah hingga perkuliahan selesai.

10. Bapak Suryanto selaku Kepala Bidang Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan yang memberikan informasi dan masukan yang berhubungan dengan tesis ini.

(8)

11. Bapak Parlindungan Siregar selaku Kepala Seksi Bimbingan Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan yang memberikan informasi dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

12. Ibu Irmawaty selaku Kepala Seksi Bimbingan Klien Dewasa Balai Pemasyarakatan Klas I Medan yang memberikan informasi dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

13. Bapak Tumpak Sinaga selaku Kepala Sub. Registrasi Klien Dewasa Balai Pemasyarakatan Klas I Medan yang memberikan informasi dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

14. Terimakasih kepada abang ipar Aiptu Hisar Pandapothan Samosir dan Kakak Denniwaty Pasaribu, SPd dan kepada kedua keponakan tersayang Elena Putri Samosir dan Juliana Livani Samosir atas semangat, doa dan kasih sayangnya.

15. Terimakasih kepada teman seperjuangan di kampus Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara untuk kebersamaannya selama ini.

Penulis menyadari akan ketidaksempurnaan hasil penelitian ini karena kesempurnaan hanya milik Tuhan Yesus Kristus, oleh sebab itu besar harapan Penulis kepada semua pihak untuk memberikan saran dan kritik yang membangun guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik lagi substansi maupun penulisannya di masa yang akan datang.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Akhir kata saya ucapkan terimakasih dan Tuhan memberkati.

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Suandi Fernando Pasaribu Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 23 Mei 1987 Agama : Protestan

Status : BelumMenikah

Alamat : Jl. Matahari Blok V No.265 Perumnas Helvetia

II. KELUARGA

Nama Ayah : MonangPasaribu, SH Nama Ibu : BerlianaSitompul Anak Ke : 2 dari 2 bersaudara Nama Sdr Kandung : DenniwatyPasaribu, Spd

III. PENDIDIKAN

TK : TK Swasta Methodist-3 Medan (1992-1993) SD : SD Swasta Methodist-3 Medan (1993-1999) SMP : SMP SwastaSantho Thomas I Medan (1999-2002) SMA : SMA Negri 4 Medan (2002-2005)

PerguruanTinggi/ S1 : FakultasHukumUniversitas Sumatera Utara (2005- 2009)

PerguruanTinggi/S2 : Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (2013-2015)

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. ... Latar Belakang ... 1

B. ... Perumus an Masalah ... 16

C. ... Tujuan Penelitian ... 17

D. ... Manfaat Penelitian ... 17

E. ... Keaslian Penelitian ... 18

F. ... Kerangk a Teori dan Konsep ... 19

1. ... Kerangk a Teori ... 19

2. ... Kerangk a Konsepsi ... 23

G. ... Metode Penelitian ... 26

1. Jenis Penelitian ... 26

2. Sumber Data Penelitian ... 26

3. Teknik Pengumpulan Data ... 27

4. Lokasi Pengumpulan Data ... 28

5. Analisis Data ... 28

BAB II IMPLEMENTASI PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN... 31

A. Pembebasan Bersyarat ... 31

1. Pengertian Pembebasan Bersyarat ... 31

2. Dasar Hukum Pembebasan Bersyarat ... 33

3. Syarat Pembebasan Bersyarat ... 33

B. Penyalahguna Narkotika ... 38 C. Prosedur Pembebasan Terhadap Narapidana Penyalahguna

(11)

Narkotika di Lembaga Klas I Medan ... 52

D. Implementasi Pembebasan Bersyarat Terhadap Narapidana Narapidana Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Medan Klas I Medan ... 64

BAB III KENDALA YANG DIHADAPILEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN DALAM PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN KASUS PENYALAHGUNA NARKOTIKA ... 89

A. Kendala Internal ... 92

B. Kendala Eksternal... 95

C. Upaya Mengatasi Kendala ... 96

BAB IV PENGAWASAN PEMBEBASAN BERSYARAT PENYALAHGUNA NARKOTIKA di BALAI PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN ... 99

A. ... Balai Pemasyarakatan ... 99

1. Sejarah Balai Pemasyarakatan ... 99

2.Struktur Organisasi Balai Pemasyarakatan Klas I Medan ... 100

B. ... Syarat dan Tugas Pembimbing Pemasyarakatan ... 104

C. ... Pengawa san Pembebasan Bersyarat bagi Penyalahguna Narkotika ... 107

D. ... Izin Pencabutan Pembebasan Bersyarat Penyalahguna Narkotika ... 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 125

A. Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 127 DAFTAR PUSTAKA

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Norma atau kaidah hukum selalu ada dalam masyarakat yang berguna untuk mengatur masyarakat itu sendiri.Masyarakat melanggar kaidah-kaidah hukum itu atau melakukan tindak pidana maka akan dikenakan sanksi. Seorang pelaku tindak pidana akan dikenakan hukuman berupa sanksi pidana. Pada hakekatnya sejarah hukum pidana adalah sejarah dari pidana dan pemidanaan yang senantiasa mempunyai hubungan erat dengan masalah tindak pidana.9

Mengenai jenis pidananya, bentuk-bentuk hukuman dapat diuraikan dalam hukum pidana Indonesia mengenal jenis pidana yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP, dimana disebutkan bahwa pidana terdiri atasdua yaitu:10

a. Pidana pokok 1. Pidana Mati 2. Pidana Penjara

9 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hal.23.

10Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(13)

ABSTRAK

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. M.S1 Dr. Marlina, SH. M.Hum2 Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH3

Suandi Fernando Pasaribu4

1 Ketua Komisi Pembimbing

2 Dosen Pembimbing Kedua

3 Dosen Pembimbing Ketiga

4 Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Tindak pidana narkotika merupakan suatu kejahatan yang kompleks karena dalam tindak pidana narkotika, pelaku tindak pidana bisa menjadi sekaligus korban.

Pembinaan terbaik terhadap warga binaan adalah dikembalikan/diintegrasikan di tengah-tengah masyarakat dan bukan disolasi dengan jeruji besi. Berdasarkan pra research dilakukan penulis di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan banyaknya pelaku tindak pidana mengakibatkan bertambahnya jumlah narapidana/ Warga Binaan Pemasyarakatan yang menjalani hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan. Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah implementasi Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan, apa kendala yang dihadapi oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dalam pemberian Pembebasan Bersyarat (PB) bagi Warga Binaan Pemasyarakatan yang kasus penyalahgunaan Narkotika, bagaimana pengawasan Pembebasan Bersyarat bagi warga binaan penyalahguna Narkotika di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif dan penelitian hukum empiris dan sifatnya deskriptif analistis dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang akan dianalisis secara normatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Pembebasan Bersyarat bagi penyalahguna narkotika mengacu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Peraturan Pemerintah. Kendaladi dalam Lembaga Pemasyarakatan yaitu narapidana,Peraturan Perundang-Undangan, Petugas Lembaga Pemasyarakatan,masyarakat tempat tinggal narapidana, terlambatnya Kutipan Putusan Hakim (Ekstra Vonis), Upaya mengatasinya pegawai lapas wajib mendisiplinkan kepada napi untuk berkelakuan baik, mewajibkan perketatan peraturan perundang-undangan, menambah jumlah petugas lembaga pemasyarakatan, melakukan pengambilan Kutipan Hakim(Ekstra Vonis). Pengawasan dilakukan dengan wajib lapor sebulan sekali atau 3 bulan sekali ke Balai Pemasyarakatan dengan program petugas mengunjungi ke rumah klien narapidana

Kata kunci : Penyalahguna Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

(14)

ABSTRACT

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH. M.S5 Dr. Marlina, SH. M.Hum6 Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH7

Suandi Fernando Pasaribu8

5 Professor of Criminal Law, the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

6 Lecture of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

7Supervisor Third

8Students Postgraduate Legal Studies University of North Sumatra

Narcotic crime is a crime that is complex because of the narcotic crime, the offender can be at once a victim. Best coaching against inmates is returned / integrated in society and not electrically insulated with iron bars. Based on research conducted by the author in pre Correctional Institution Class I Medan the number of perpetrators of criminal acts resulting in the increasing number of prisoners / prisoners are serving a prison sentence in the Penitentiary. Formulation of the problem addressed in this research is how the implementation of the Parole of Prisoners abuse of narcotics in Penitentiary Class I Medan, what obstacles faced by officers Correctional Institution Class I Medan in granting parole (PB) for prisoners whose cases of abuse of narcotics, how parole supervision for inmates abusers of narcotics in the Central Correctional Class I Medan.

The method used in this research is normative and empirical legal research and analytical descriptive nature by using primary legal materials, secondary and tertiary analyzed normatively.

The results showed that the implementation of parole for drug abusers refers to the Indonesian Government Regulation Number 99 Year 2012 regarding Amendment to Government Regulation No. 28 of 2006 on the Terms and Procedures for Citizens Rights Patronage Correctional government regulation.Constraints in the Penitentiary Inmates namely, Regulation Legislation, Prison officials,community dwelling inmates,Quotes delayed ruling Justice (Extra verdict).Efforts to overcome barriers prison employees are required to discipline the prisoners for good behavior, requiring tightening legislation, increasing the number of prison staff, conduct socialization to the People of the parole, perform retrieval Quotes Judge (Extra verdict). Supervision is done by the mandatory report once a month or once every 3 months to Hall of Corrections with program officers visit theclient's home to inmates.

Keywords : Narcotics Penitentiary abusers Class I Medan

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Norma atau kaidah hukum selalu ada dalam masyarakat yang berguna untuk mengatur masyarakat itu sendiri.Masyarakat melanggar kaidah-kaidah hukum itu atau melakukan tindak pidana maka akan dikenakan sanksi. Seorang pelaku tindak pidana akan dikenakan hukuman berupa sanksi pidana. Pada hakekatnya sejarah hukum pidana adalah sejarah dari pidana dan pemidanaan yang senantiasa mempunyai hubungan erat dengan masalah tindak pidana.9

Mengenai jenis pidananya, bentuk-bentuk hukuman dapat diuraikan dalam hukum pidana Indonesia mengenal jenis pidana yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP, dimana disebutkan bahwa pidana terdiri atasdua yaitu:10

a. Pidana pokok 1. Pidana Mati 2. Pidana Penjara

9 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1986), hal.23.

10Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(16)

3. Pidana Kurungan 4. Denda

b. Pidana tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumumanputusan hakim

Keterangan Pidana Mati adalah satu satunya bentuk hukuman yang menjadi diskursus di masyarakat sebab hukuman mati merampas kehidupan seseorang. Sisi lain hak hidup adalah salah satu hak yang dijamin oleh UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Sebagian orang berpendapat bahwa pidana mati dibenarkan dalam hal-hal tertentu yaitu apabila si pelaku telah memperlihatkan melalui perbuatannya bahwa dia adalah orang yang sangat membahayakan kepentingan umum maka dibutuhkan suatu hukum yang tegas yaitu hukuman mati.

Hukuman Pidana Penjara, pidana membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang yaitu dengan menempatkan terpidana dalam suatu tempat (lembaga pemasyarakatan) dimana terpidana tidak bisa bebas keluar masuk dan di dalamnya diwajibkan tunduk dan taat serta menjalankan semua peraturan dan tata tertib yang berlaku. Hukuman penjara minimum 1 hari dan maksimum 15 tahun (Pasal 12 ayat 2) dan dapat melebihi batas maksimum yakni dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 12 (3) KUHP. Persamaan antara pidana penjara dan pidana kurungan yaitu sama-sama berupa pidana yaitu sama-sama menghilangkan kemerdekaan bergerak, mengenal maksimum umum, maksimum khusus dan minimum umum dan tidak mengenal minimum khusus, sama-sama diwajibkan bekerja, sama-sama bertempat di penjara.

Perbedaannya lebih ringan pidana kurungan daripada pidana penjara (Pasal 69

(17)

KUHP), ancaman maksimum umum dari pidana penjara 15 tahun sedangkan pidana kurungan hanya 1 tahun, pelaksanaan pidana penjara dapat dilakukan di lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia sedangkan pidana kurungan hanya bisa dilaksanakan di tempat dimana ia berdiam ketika diadakan keputusan hakim.

Pidana denda diancam pada jenis pelanggaran (buku III) baik secara alternatif maupun berdiri sendiri. Hukuman tutupan sebagai pidana pokok bagian terakhir di bawah pidana denda. Pidana tutupan disediakan bagi politisi yang melakukan kejahatan oleh ideologi yang dianutnya. Pencabutan hak-hak tertentu menurut pasal 35 ayat 1 KUHP hanya diperbolehkan hak memegang jabatan pada umunya atau jabatan tertentu, hak menjalankan jabatan dalam angkatan bersenjata/TNI, hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum, hak menjadi penasihat umum atau pengurus atau penetapan keadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas anak bukan anak sendiri, hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri, hak menjalankan mata pencaharian. Pidana perampasan hak memegang jabatan dikatakan bahwa hakim tidak berwenang memecat seseorang pejabat dari jabatannya dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk melakukan pemecatan tersebut, pidana perampasan barang tertentu ada 2 jenis barang yang dirampas melalui putusan hakim yaitu barang-barang milik terhukum yaitu barang yang diperoleh dengan kejahatan, yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan Pasal 39 KUHP, pidana pengumuman putusan hakim

(18)

merupakan publikasi ekstra dari putusan pemidanaan seorang dari pengadilan pidana.11

Hukuman yang diberikan kepada seorang pelaku tindak pidanabukanlah semata-mata sebagai tindakan balasan atas kejahatan yang telah ia lakukan.

Padadasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan yaitu :

Pemasyarakatan narapidana wajib menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang diwajibkan kepadanya menurut ketentuan pelaksanaan yang diatur dalam Pasal 29 KUHP. Kewajiban bekerja lagi narapidana penjara dapat juga dilakukan di luar lembaga pemasyarakatan kecuali bagi narapidana tertentu dijelaskan di dalam Pasal 25 KUHP.

12

1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum demi pengayoman masyarakat.

2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan berguna dalam masyarakat.

3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana dengan memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

4. Membebaskan rasa bersalah pada diri terpidana.

Indonesia menganut falsafat pembinaan narapidana, yang disebut dengan nama “Pemasyarakatan”, sedangkan istilah penjara diubah namanya menjadi

11Kombes Pol.Dr.Ismu Gunadi & Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, hal 74-83

12http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum penitensier diakses 2 Maret 2015 pukul 17.40

(19)

“Lembaga Pemasyarakatan”13 yang digunakan sebagai tempat untuk membina dan sekaligus sebagai tempat untuk mendidik narapidana. Pemasyarakatan yang dimaksud disini harus diartikan dengan “memasyarakatkan” kembali terpidana sehingga menjadi warga yang baik dan berguna( healthily re-entry into community) yang pada hakekatnya adalah “resosialisasi”.14

Istilah sistem kepenjaraan telah diubah menjadi sistem pemasyarakatan.15

13Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan, Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ke-3

14Resosialisasi yaitu suatu proses interaksi antara narapidana petugas lembaga pemasyarakatan dan masyarakat ke dalam proses interaksi mana termasuk mengubah sistem nilai-nilai daripada narapidana, sehingga ia akan dapat dengan baik dan efektif mengadaptasi norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, di dalam buku Romli Atmasasmita, Dari Pemenjaraan ke Pembinaan Narapidana. (Bandung, Alumni 1971), hal.5

15Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ke 2

Perbedaan sistem Kepenjaraan dengan pemasyarakatan sistem kepanjaraan menganut liberalisme individualisme, narapidana dianggap sebagai objek, tidak diperkenalkan kepada masyarakat, di dalam memperbaiki narapidana lebih banyak mempergunakan kekerasan/unsur penjeraan dalam penjara, mengakui narapidana sebagai manusia yang sudah tidak ada gunanya lagi. Sistem pemasyarakatan menganut Pancasila dan UUD 1945, narapidana di samping objek juga merupakan subjek, tidak terlepas dari masyarakat, di dalam memperbaiki narapidana lebih banyak mempergunakan kekuatan/unsur yang ada dalam

(20)

masyarakat, mengakui narapidana sebagai manusia yang harus dikembalikan martabatnya sebagai manusia.16

Pertama kali dikemukakan oleh Sahardjo dalam pidato penerimaan gelar Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Indonesia tanggal 5 Juli

1963 yang memberikan rumusan bahwa disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena hilangnya kemerdekaan bergerak,17 Pemasyarakatan juga membimbing terpidana agar bertobat, mendidik ia supaya menjadi seorang anggota masyarakat yang berguna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tujuan pemidanaan adalah untuk Pemasyarakatan.Para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) belum tentu orang jahat.Masyarakat sebenarnya tidak memahami norma kemasyarakatan yang berlaku sehingga melakukan pelanggaran hukum. Narapidana dapat kembali menjadi warganegara yang baik diperlukan pembinaan yang efektif. Pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan meliputi dua jenis pembinaan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian yang di dalamnya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dapat langsung dilakukan oleh Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dengan bimbingan Pembina/Pembimbing.18Pembinaan kepribadian ditujukan untuk kesadaran mental dan fisik sehingga dapat menyadari kesalahan yang pernah dilakukan.19

16S.R.Sianturi, SH dan Mompang L Panggabean SH, Hukum Peitensia di Indonesia, hal. 102

17Sahardjo dalam buku Suwarto, Op.Cit.,hal.37

18Suwarto, Op.cit.,2013, hal.19

19Ibid., Hal.47

Pembinaan kemandirian ditujukan untuk memberikan keterampilan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar dapat

(21)

memiliki bekal hidup setelah selesai menjalani pidana.Negara hukum narapidana juga memiliki hak-hak yang dilindungi dan diakui oleh penegak hukum, khususnya para staf di Lembaga Pemasyarakatan. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) juga harus harus diayomi hak-haknya walaupun telah melanggar hukum, di samping itu juga ada ketidakadilan perilaku bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), misalnya penyiksaan, tidak mendapat fasilitas yang wajar dan tidak adanya kesempatan untuk mendapat Pembebasan Bersyarat.20

Menurut Sahardjo pembinaan dijabarkan menjadi 10 prinsip Lembaga Pemasyarakatan yaitu :21

1. Ayomi dan berikan hidup agar mereka dapat menjalankan perannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.

2. Penjatuhan pidana tidak lagi didasari oleh latar belakang pembalasan.

3. Berikan bimbingan ( bukan penyiksaan) supaya mereka bertaubat.

4. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk, atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana.

5. Selama kehilangan (dibatasi) kemerdekaan bergeraknya pada narapidana dan anak didik tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar pengisi waktu.

20Susana Rita K., Nasib Narapidana, Mereka Hanya Menjemput Kematian Di Lembaga Pemasyarakatan, Harian Kompas, 13 April 2007, Hal.4

21Sahardjo, dalam buku Romli Atsasmita, Strategi Pembinaan Pelanggar Hukum Dalam Konteks Penegakan Hukum di Indonesia, (Bandung: Penerbit Alumni, 1982) Hal.12

(22)

7. Pembinaan dan bimbingan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik adalah berdasarkan Pancasila.

8. Narapidana dan anak didik bagaikan orang sakit yang perlu diobati agar mereka sadar bahwa pelanggaran hukum yang pernah dilakukannya adalah merusak dirinya, keluarganya, dan lingkungannya kemudian dibina dan dibimbing kejalan yang benar.

9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana berupa membatasi kemerdekaan dalam jangka waktu tertentu.

10. Pembinaan dan bimbingan diberikan kepada narapidana serta anak didik maka disediakan sarana yang diperlukan.

Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tertuang hak-hak yang dimiliki oleh warga binaan seperti hak beribadah, hak perawatan jasmani dan rohani, pelayanan kesehatan, pendidikan dan pengajaran serta hak lain yang seharusnya dilindungi dan dijamin. Dengan kata lain orang yang menjalani masa pidana, hak-hak kewarganegaraan dan kemanusiannya tidak akan hilang.22

Sistem Pemasyarakatan berfungsi untuk menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Lebih lanjut Soejono Dirdjosisworo menyimpulkan sebagai berikut “Yang

22Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

(23)

dimaksud dengan pembinaan napi adalah segala daya upaya perbaikan terhadap tuna warga atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dengan maksud secara langsung dan minimal menghindarkan pengulangan tingkah laku yang menyebabkan keputusan hakim tersebut. Lapas mempunyai tugas pemasyarakatan dan berfungsi dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana, memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja, melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib, serta melakukan urusan tata usaha rumah tangga Lapas. Sistem Pemasyarakatan identik dengan reintegrasi sosial, terpidana tidak hanya menjadi objek tetapi juga menjadi subjek dalam pembinaan”.23

Selain hak-hak narapidana juga ada kewajiban yang harus dipenuhi olehnarapidana seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu :

Hal tersebut adalah salah satu hal yang sampai sekarang belum dapat direalisasikan secara baik oleh instansi terkait.

24

1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu

2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Menurut peraturan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan juga tercantum kewajiban narapidana yaitu:25

23Soerjono D.Sosio Kriminologi, Ilmu-ilmu Sosial Dalam Studi Kejahatan, (Bandung: Sinar Baru, 1985) Hal.235

24Pasal 15, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ditulis di Lembaran Negara RI 1995, Nomor 3614

(24)

1. Mentaati semua peraturan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan 2. Wajib berlaku sopan, patuh dan hormat kepada semua petugas

3. Wajib menghargai semua Warga Binaan Pemasyarakatan 4. Wajib menjaga keamanan, ketertiban, kebersihan dan keindahan 5. Wajib berpakaian rapi dan sopan

6. Wajib mengikuti program pembinaan

7. Wajib memelihara barang-barang milik Negara 8. Wajib menitipkan barang-barang berharga

9. Wajib memberitahu kepada petugas apabila melihat atau mengetahui tanda-tanda atau keadaan bahaya bagi keamanan Lembaga Pemasyarakatan

Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya atau istilah yang dikenal masyarakat sebagai tindak pidana Narkotika. Sebagaimana yang disebutkan oleh UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika pada pasal 1 ke 1

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.”

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 narkotika digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu :

1. Narkotika golongan I

25Catur Darma Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

(25)

Narkotika golongan satu hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, kokain, opium, Ganja, Katinon, MDMDA/Ecstasy.

2. Narkotika golongan II

Berkhasiat untuk pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon.

3. Narkotika golongan III

Berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfin.

Tindak pidana narkotika merupakan suatu kejahatan yang kompleks karena dalam tindak pidana narkotika, pelaku tindak pidana bisa menjadi sekaligus korban.

Berdasarkan pra research yang dilakukan penulis di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan masih cukup banyak ditemukan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dengan kasus pemakai diatur dalam Pasal 127 UU No.35 Tahun 2009, pengedar bukan pemakai diatur dalam Pasal 115, 120, 125 UU No.35 Tahun 2009. Pemakai sekaligus pengedar diatur dalam Pasal 127, dan Pasal 114 UU No.35 Tahun 2009, dan bandar diatur dalam Pasal 113, Pasal 118, Pasal 112, Pasal 123 UU No.35 Tahun2009.Banyaknya pelaku tindak pidana mengakibatkan bertambahnya jumlah

(26)

narapidana/Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang menjalani hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan (lapas). Pada saat ini kita sering mendengar istilah Pembebasan Bersyarat (Voorwaardelijke in Vrijheidstelling/VI) proses pembinaan tahap akhir bagi narapidana/Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), banyak orang yang belum mengetahui tentang Pembebasan Bersyarat tersebut. Masyarakat awam hanya tahu bahwa Pembebasan Bersyarat merupakan upaya pemerintah untuk membebaskan narapidana atau pelaku kejahatan.Pandangan seperti ini harus segera diluruskan karena dapat menimbulkan pandangan negatif.

Dasar hukum Pembebasan Bersyarat adalah Pasal 15 KUHP dan yang menyatakan orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang yang menyatakan Pemasyarakatan, narapidana memiliki hak untuk mendapatkan Pembebasan Bersyarat (PB) bila telah melalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit sembilan bulan dari masa hukumannya. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Pembebasan Bersyarat (PB) adalah proses pembinaan narapidana dan anak pidana diluar Lembaga Pemasyarakatan (lapas) setelah menjalani sekurang kurangnya 2/3 dari masa pidana minimal 9 (sembilan) bulan.26

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35Tahun 2009 tentang Narkotika pengertian dari narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

26Pasal 14, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ditulis di Lembaran Negara RI 1995, Nomor 3614

(27)

tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Ilmu kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya masih bermanfaat bagi pengobatan, namun biladisalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Narkoba dapat menjadi menghambat pembangunan nasional yang beraspek materiel-spiritual.

Bahaya pemakaian narkoba sangat besar pengaruhnya terhadap negara, jika sampai terjadi pemakaian narkoba secara besar-besaran di masyarakat, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang sakit, apabila terjadi demikian negara akan rapuh dari dalam karena ketahanan nasional merosot.Hal ini harus lebih dipertimbangkan lagi apabila Pemerintah melaluiKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ingin memberikan Pembebasan Bersyarat kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)/narapidana narkotika.27

Banyaknya kasus penyalahgunaan Narkotika tidak hanya dikota-kota besar saja, tetapi sudah sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas.Hal ini menyebabkan banyaknya pelaku penyalahgunaan narkotika yang dikenai sanksi pidana penjara, dan berdampak pada bertambahnya Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I

27Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan,2004), hal 5

(28)

Medan.Pemidanaan atau penghukuman diatur lebih jelas dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP).Menurut Wirjono Prodjodikoro tindak pidana ialah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman.Narapidana yang telah melakukan tindak pidana dibawa ke pengadilan dan dijatuhi pidana yang setimpal.Warga Binaan Pemasyarakatan tersebut ke dalam lingkungan masyarakat, menjadikan ia bertanggung jawab terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar atau lingkungannya.28

Hak dan kewajiban merupakan tolak ukur berhasil tidaknya pola pembinaan yang dilakukan oleh para petugas kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)/narapidana.Dalam hal inidapat dilihat apakah petugas benar-benar memperhatikan hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan apakah narapidana juga sadar selain hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) juga mempunyai kewajiban yang harus dilakukan dengan baik dan penuh kesadaran.Dalam hal inidituntut adanya kerjasama yang baik antara petugas dan para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP). Pembebasan Bersyarat merupakan salah satu perwujudandari pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), yaitu pengembalian Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) kepada masyarakat (pembebasan narapidana) agar menjadi orang yang baik dan berguna asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu sebelum ia selesai menjalani masa pidananya29

28Suwarto, Individualisasi Pemidanaan, (Medan, Pustaka Bangsa Press, 2013), hal.120

29Suwarto, Op.Cit., Hal.87

. Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang diberikan Pembebasan Bersyarat

(29)

menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) harus telah memenuhi syarat-syarat tertentu, baru kemudian dilepas ke masyarakat yang telah menyatakan siap menerimanya.

Masyarakat diharapkan turut berperan dalam memberikan pembinaan dan pendidikan bagi narapidana.Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang dianggap telah memenuhi syarat-syarat tertentu, mempunyai kemungkinan dapat dikabulkannya permohonan Pembebasan Bersyaratnya sebelum habis masa pidananya.Narapidana yang dikabulkan permohonan Pembebasan Bersyaratnya harus menjalani masa percobaan, yaitu selama sisa pidananya yang belum dijalani ditambah satu tahun.Masa percobaan ini merupakan masa peralihan dari kehidupan yang serba terbatas menuju kehidupan bebas sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Narapidana yang dianggap telah memenuhi syarat-syarat tertentu,mempunyai kemungkinan dapat dikabulkannya permohonan Pembebasan Bersyaratnya sebelum habis masa pidananya. Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang dikabulkanpermohonan Pembebasan Bersyaratnya harus menjalani masa percobaan, yaitu selama sisa pidananya yang belum dijalani ditambah satu tahun.Masa percobaan ini merupakan masa peralihan dari kehidupan yang serba terbatas menuju kehidupan bebas sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Penulis melakukan penelitian tentang hak asasi warga binaan di Lapas Klas I Medan yang salah satunya mengenai pembebasan bersyarat bertujuan secepat mungkin warga binaan pemasyarakatan kembali ke masyarakat, pembinaan terbaik terhadap warga binaan adalah dikembalikan/diintegrasikan di tengah-tengah

(30)

masyarakat. Pembinaan yang terbaik bukanlah disolasi dengan jeruji besi atau di balik tembok penjara. Jumlah narapidana yang sedang menjalani hukuman pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan sebesar 2.264 orang terhitung hingga bulan April. Penelitian dilakukan di Lapas I Medan karena dominan mayoritas kasusnya mengenai penyalahgunaan narkotika sebesar 1.624 narapidana yang memiliki masa pidana tinggi yaitu di atas 5 tahun karena terlalu banyaknya kasus mengenai penyalahgunaan narkotika membuat over kapasitas yang batas tampung sebesar 1.024 orang, kasus korupsi 8 narapidana, teroris 2 narapidana dan dibentuk Lapas Khusus Narkotika di Humbahas, Langkat dan Raya ( Simalungun Siantar) namun disana masih rentan pengamanannya salah satunya minimnya sumber daya petugasnya, tim medis, psikolog, sarana medis kesehatan. Dalam kasus narkotika yang utama dibutuhkan adalah media kesehatan untuk memperbaiki kesehatannya akibat narkotika, segi bangunan yang belum memenuhi syarat standarisasi penjara.30

A. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan maka pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah implementasi Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan?

30Hasil Penghitungan wawancara dengan Bagian Pembinaan Register Narapidana Dewasa di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

(31)

2. Apa kendala yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dalam pemberian Pembebasan Bersyarat (PB) bagi Warga Binaan Pemasyarakatanyang kasus penyalahgunaan Narkotika?

3. Bagaimana pengawasan Pembebasan Bersyaratbagi warga binaan penyalahguna Narkotika di Balai Pemasyarakatan Klas I

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang dibahas secara lebih mendalam dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui implementasi Pembebasan Bersyarat terhadap Narapidana penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh petugas di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dalam proses Pembebasan Bersyarat (PB) bagi Warga Binaan Pemasyarakatanyang kasus penyalahgunaan Narkotika.

3. Untuk mengetahui pengawasan petugas Balai Pemasyarakatan Klas I Medan terhadap narapidana yang mendapatkan Pembebasan Bersyarat

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1. Secara teoritis penelitian dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran dalam pengkajian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang

(32)

hukum, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi praktisi maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai pemberian pembebasan bersyarat warga binaan Pemasyarakatan Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medantentang Narkotika.

3. Untuk Mahasiwa Hukum

Memberikan sumbangan pemikiran kepada mahasiwa fakultas hukum dalam memperluas wawasan terkait pemberian pembebasan bersyarat warga binaan Pemasyarakatan Penyalahgunaan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan tentang Narkotika.

4. Untuk masyarakat

Memberikan informasi ilmiah mengenai peraturan yang berlaku pada narapidana penyalahguna narkotika.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan Universitas lainnya tidak terdapat kesamaan. Dari penelusuran yang dilakukan, ditemukan beberapa judul tesis terdahulu yaitu:

1. Holmes Rio Natanael Siregar (NIM:107005106) dengan judul : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat Sebagai Salah Satu Proses Reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan ditinjau dari UU No.12 Tahun 1995 Tentang

(33)

Pemasyarakatan.Tulisantesis ini tidak ditemukan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.

2. Sri Asmaniah (NIM 077005026) dengan judul : Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Balai Ditinjau Dari Undang- Undang Nomor 12 tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Permasalahannya:

1. Apa Pertimbangan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Tanjung Balai Dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat

2. Hambatan-Hambatan yang terjadi Dalam Pelaksanaan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Tanjung Balai

Judul dan permasalahan yang ada di atas tidak memliki kesamaan terhadap judul dan permasalahan dengan penelitian ini. Penelitian ini belum ada yang meneliti dan membahasnya sehingga secara akademis keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan.

E. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Hukum harus menjamin bahwa setiap orang dengan kedudukannya di muka hukum dan pengadilan tidak membedakan strata sosial dan tidak ada prioritas si miskin terhadap si kaya dalam mendapatkan keadilan, meskipun dalam praktiknya terjadi diskriminasi.

(34)

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan/pegangan teoritis, terhadap prosedur penegakan hukum pemberian pembebasan bersyarat bagi penyalahguna narkotika ditinjau dari UU No.35 Tahun 2009 di lembaga pemasyarakatan Klas I Medan.

Teori yang digunakan teori pemidanaan, pada umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga golongan besar, yaitu:31

Teori ini artinya untuk membalas tindak pidana yang dilakukan seseorang. Jadi pidana menurut teori ini hanya semata-mata untuk pidana itu sendiri. Teori pembalasan ini terbagi 2 yaitu teori pembalasan subjektif ialah pembalasan terhadapkesalahan pelaku, pembalasan objektif ialah pembalasan terhadap apa yang telah diciptakan pelaku di dunia luar.

a. Teori Absolut atau Teori Pembalasan

32

Secara garis besar, tujuan pidana menurut teori relatif bukanlah sekedar pembalasan, akan tetapi untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat. Jadi tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk mencegah agar ketertiban di b. Teori Relatif atau Teori Tujuan

31Suwarto, Op.cit, Hal.23

32Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hal 26.

(35)

dalam masyarakat tidak terganggu. Teori ini dibagi 2 yaitu prevensi umum (generale preventie) bertujuan untuk menghindarkan supaya orang pada umumnya

tidak melanggar. Prevensi khusus bertujuan menghindarkan supaya pembuat (dader) tidak melanggar.33

a. tujuan pidana adalah pencegahan (Prevensi)

Prevensi umum menekankan bahwa tujuan pidana adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat dari gangguan penjahat.

Memidana pelaku kejahatan, diharapkan anggota masyarakat lainnya tidak akan melakukan tindak pidana. Teori prevensi khusus menekankan bahwa tujuan pidana itu dimaksudkan agar narapidana jangan mengulangi perbuatannya lagi. Berfungsi untuk mendidik dan memperbaiki narapidana agar menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna. Dari uraian di atas dapat dikemukakan beberapa karakteristik dari teori relatif atau teori utilitarian, yaitu :

b. pencegahan bukanlah pidana akhir, tapi merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat.

c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja. (misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana.

d. Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan.

33E.Utrecht, Hukum Pidana I,( Jakarta: Universitas Jakarta, 1958), hal.157

(36)

e. Pidana berorientasi ke depan, pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak dapat membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.34

c. Teori Gabungan

Menurut teori gabungan bahwa tujuan pidana itu selain membalas kesalahan penjahat juga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat, dengan mewujudkan ketertiban. Teori ini menggunakan kedua teori di atas (teori absolut dan teori relatif) sebagai dasar pemidanaan, dengan pertimbangan bahwa kedua teori memiliki kelemahan-kelemahan yaitu :35

Perbedaan pendapat di kalangan sarjana mengenai tujuan pidana itu, namun ada satu hal yang tidak dapat dibantah, yaitu bahwa pidana itu merupakan salah satu 1. Kelemahan teori absolut adalah menimbulkan ketidak adilan karena dalam

penjatuhan hukuman perlu mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan pembalasan yang dimaksud tidak harus negara yang melaksanakan.

2. Kelemahan teori relatif yaitu dapat menimbulkan ketidakadilan karena pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukum berat, kepuasan masyarakat diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki masyarakat dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti sulit dilaksanakan.

34E.Utrecht, Op.cit, hal 157.

35Koeswadji, Perkembangan Macam-Macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana, Cetakan I, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995), Hal 11-12.

(37)

sarana untuk mencegah kejahatan serta memperbaiki narapidana agar menjadi manusia yang berguna di masyarakat.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah bagian penghubung yang menerangkan suatu yang sebelumnya hanya baru ada dipikiran. “Peranan konsep dalam pemeliharaan adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi antara bisnis dan realitis.36Konsepsi yang dimaksud disini adalah kerangka konsepsional merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan penulis. Konsep diartikan sebagai kata yang abtraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional.37

a. Pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (duaper tiga) masa Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Adanya penegasan kerangka konsepsi, maka akan diperoleh suatu pandangan dalam menganalisis masalah yang akan diteliti baik dipandang dari aspek yuridis maupun aspek sosiologis. Penelitian ini dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau defenisi operasional sebagai berikut:

36Masri Singaribun dkk, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1999) hal.34

37Sumardi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Parsada 1998) hal.3

(38)

pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut minimal 9 (sembilan) bulan.38

b. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas

c. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. 39

d. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.40

e. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara warga yang baik dan bertanggung jawab.41

38Indonesia (g), Peraturan tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, PP Nomor 32 Tahun 1999, Lembaran Negara Nomor 69 Tahun 1999, TLN Nomor 3846, ps.1 bagian 7

39Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

40Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

41Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

(39)

f. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

g. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

F. Metode Penelitian

Metode artinya cara tepat untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan.

Sedangkan penelitian adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan.42

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan penelitian hukum empiris.

Metode penelitian normatif hukum yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder berupa hukum positif dan bagaimana

42Moh. Nazir, Metode Penelitian (Ghalia Indonesia Jakarta, 1998), hal.13

(40)

penyerapannya dalam praktek di Indonesia.43 Metode penelitian sosiologis/empiris yaitu penelitian yang berdasarkan kondisi lapangan berkaitan dengan pembebasan bersyarat warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.44

Menurut Soerjono Soekanto, seorang sarjana hukum, adalah seorang ilmuwan yang memahami hukum dan mengetahui menghimpun data hukum secara sistematis dan konsisten. Mengumpulkan data atau menghimpun data berarti melakukan penelitian artinya apabila seorangilmuwan antara lain berfungsi sebagai seorangyang mengetahui dan menghimpun data tentang bidang yang diperdalaminya maka dia harus melakukan penelitian.

Perbandingan antara ketentuan hukum secara normatif dengan pelaksanaannya di lapangan.

45

2. Sumber Data Penelitian

Adapun jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu sumber bahan hukum yang bersumber dari kepustakaan, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Berdasarkan jenis dan sumber data tersebut maka penelitian ini lazim disebut penelitian kepustakaan (library research).Sebagai penunjang bagi data sekunder tersebut penelitian ini juga membutuhkan data primer, yakni data yang diperoleh secara langsung dari lapangan,

43Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal.118

45Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hal.33.

(41)

masyarakat dan pemerintah.46

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat antara lain Undang- Undang Dasar 1945, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan atau yurisprudensi, KUHPidana, KUHAPidana dan sebagainya.

Data-data yang dimaksud antara lain data yang didapat dari Lapas I Medan dan lain-lain.

47

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain berupa makalah, lokakarya, seminar, simposium, diskusi, hasil-hasil penelitian, majalah/koran, pendapat pakar, tesis atau disertasi yang ada hubungannya dengan objek penelitian ini.48

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder contohnya kamus, ensiklopedi dan sebagainya.49

Mengenai wawancara/interview dilakukan terhadap individu yang menjadi pelaku dan petugas lapas. Wawancara yang dimaksud wawancara yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik mengumpulkan data yang diperoleh untuk menjawab masalah dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kepustakaan, pedoman wawancara/

46Soerjono Soekanto, Metode penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press, 1984), hal.24

47Ibid

48Ibid

49Ibid, hal. 52

(42)

interviewdan daftar pertanyaan. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik :

a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu melalui buku-buku, jurnal, terhadap bahan hukum tertulis yang relevan dengan permasalahan yang dimaksud dengan tujuan untuk mendapatkan teori-teori, asas-asas perlindungan, konsep- konsep dan doktrin, pendapat serta pemikiran dari para ahli dan para peneliti terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang dikaji, terhadap semua data sekunder yang diperoleh melalui membaca, melihat dan mendengar seminar maupun materi kuliah serta penelusuran resmi internet untuk mendapatkan teori, asas, prinsip dan kaidah serta norma yang relevan dengan Pembebasan Bersyarat warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

b. Field research atau penelitian lapangan, yaitu meneliti dengan melakukan wawancara secara langsung dengan Informan yakni Pejabat Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.50

4. Lokasi Pengumpulan Data

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Lapas Klas I Medan. Alasan pemilihan lokasi ini dikarenakan kondisi Lapas Klas I Medan yang saat ini sudah melebihi kapasitas sehingga sangat rentan terjadinya pelanggaran di dalam pelaksanaan penegakan hukum dan HAM bagi tahanan dan narapidana.

Yang menjadi responden dan populasi dalam penelitian ini terdiri atas:

50Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal 11.

(43)

1) Narapidanayang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan 2) Petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

3) Petugas Balai Pemasyarakatan Klas I Medan.

5. Analisis Data

Data-data yang telah terkumpul baik yang didapatkan dari penelitian kepustakaan maupun dari hasil penelitian lapangan yang tercakup berupa data primer dan sekunder, selanjutnya diolah dan dianalisa secara normatif, logis dan sistematis dengan menggunakan metode kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif.

Mendapatkan suatu pemahaman mengenai objek yang diteliti yaitu mengenai peranan lembaga pemasyarakatan dalam penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak asasi tahanan dan narapidana.

Pengolahan data secara kualitatif dan memaparkannya secara deskriptif akhirnya diperoleh suatu kesimpulan bahwa penelitian yang dilakukan akan memperoleh hasil yang benar dan akurat dalam menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Dengan pemaparan secara deskriptif maka penelitian ini dapat menjelaskan pelaksanaan penegakan hukum pemberian pembebasan bersyarat tahanan dan narapidana di Lapas Klas I Medan.

Soedjono dan Abdurrahman menyatakan bahwa deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

(44)

keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan faktor-faktor yang tampak atau sebagaimana adanya51

51Soedjono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal.23

(45)

BAB II

IMPLEMENTASI PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN

KLAS I TANJUNG GUSTA MEDAN

A. Pembebasan bersyarat (Voorwaardelijke in Vrijhedidstelling/VI) 1. Pengertian Pembebasan bersyarat

Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan. Setelah bebas dari lapas selain dibebani oleh beberapa syarat, narapidana juga diberikan tambahan masa percobaan selama setahun dan langsung ditambahkan pada sisa pidananya.

Ada beberapa pengertian tentang Pembebasan Bersyarat, antara lain:

a. Pembebasan Bersyarat menurut Pasal 15 ayat (1) KUHP menyebutkan bahwa, Pembebasan Besyarat secara umum diatur dalam Pasal 15 ayat 1 KUHP menyebut bahwa, “orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah lalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit Sembilan bulan daripada itu”.52

52Pasal 15 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pasal 16 ayat 1 KUHP menyebut bahwa, Keputusan pelepasan dengan perjanjian itu diambil oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus rumah penjara di tempat adanya si

(46)

terhukum itu dan setelah mendapat kabar dari Jaksa. Keputusan ini tidak akan diambil sebelum Dewan Pusat urusan memperbaiki keadilan orang yang dilepas dari penjara, didengar, yang dipekerjakannya diatur oleh Menteri Kehakiman.53 b. Pembebasan Bersyarat menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32

Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan, yang menyatakan bahwa, “Pembebasan Bersyarat adalah Proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidananya minimal 9 (sembilan) bulan”.54

c. Menurut Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No.M.01.PK.04-10 Tahun 1999 Tentang Pembebasan Bersyarat yang menyatakan bahwa,

“Pembebasan Bersyarat adalah proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan yang dilaksanakan berdasar Pasal 15 dan Pasal 16 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana serta Pasal 14, Pasal 22 dan Pasal 29 Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan”.

d. Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.M.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang syarat dan Tata Cara Pembebasan Bersyarat yang menyatakan bahwa, “Pembebasan Bersyarat adalah Proses pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan setelah menjalani

53Pasal 16 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

54Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999

(47)

sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) masa pidananya minimal 9(sembilan) bulan.”

2. Dasar hukum Pembebasan Bersyarat

Dasar hukum pemberian Pembebasan bersyarat di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan antara lain :

1. Pembebasan Bersyarat secara umum diatur dalam Pasal 15 ayat 1 KUHP menyebut bahwa, “orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah lalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit Sembilan bulan daripada itu”. Dan Pasal 16 ayat 1 KUHP menyebut bahwa,

Keputusan pelepasan dengan perjanjian itu diambil oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus rumah penjara di tempat adanya si terhukum itu dan setelah mendapat kabar dari Jaksa. Keputusan ini tidak akan diambil sebelum Dewan Pusat urusan memperbaiki keadilan orang yang dilepas dari penjara, didengar, yang dipekerjakannya diatur oleh Menteri Kehakiman.Berdasarkan Pasal 14 ayat 1 huruf K Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang menyatakan bahwa,”Narapidana berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat.”

2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1999 jo Pasal 43 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan adalah menyangkut masalah syarat-syarat administrative dan syarat substantive dalam Pemberian Pembebasan Bersyarat.

3. Berdasarkan Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 17 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Gambar

Tabel II
Tabel III
Tabel IV

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) telah menetapkan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentangManajemen Penyidikan Tindak Pidana yang mengatur

Masih banyak hambatan-hambatan dalam pengelolaan kegiatan pemberitaan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali seperti antara lain : Belum

Menguji pengaruh Tuber Promoter dalam menginduksi umbi mikro kentang secara in vitro pada suhu tinggi dapat digunakan sebagai model dalam sistem produksi kentang di

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah mengandung hak dan kewajiban dari para pihak yang membuatnya, sehingga apabila hal-hal yang telah disepakati dalam

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan keberadaan ikan Nomei yaitu penelitian dasar terkait habitat dan preferensi pemijahan ikan Nomei yang ditemukan di

Perlakuan K1W2 lebih efektif untuk menghasilkan tanaman poliploid, walaupun hasil flow cytometry menunjukkan tanaman jahe tersebut masih moxiploid (2n=2x+4x) tetapi

Menguasai meteri sesuai bidang ilmu yang dipilih seharusnya sudah menjadi tugas bagi mahasiswa, sayangnya penguasaan materi menjadi alasan utama bagi mahasiswa