• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Profil Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina

Rataan ± Simpangan Baku (KK)

Jantan Betina

Sebelum dilatih terbang

---(g/dl)--- 14,844 ± 2,807 (18,9)

---(g/dl)--- 15,206 ± 2,071 (13,6) Sesudah dilatih terbang 15,686 ± 1,566 (9,9) 15,169 ± 2,217 (14,6)

Rataan hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 14,844 g/dl ± 2,807 g/dl (KK=18,9%), 15,206 g/dl ± 2,071 g/dl (KK=13,6%) (Tabel 1). Menurut Mitruka dan Rawnsley (1977) kadar hemoglobin burung merpati berkisar antara 10,7- 14,9 g%, itik 9,0 – 21 g%, kalkun 8,8 – 13,4 g%, dan puyuh 10,7 – 14,3 g%. Kadar hemoglobin pada burung beo menurut Archawaranon (2005) yaitu (13,59 – 14,32 g/dl). Berarti nilai hemoglobin pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan burung merpati dan unggas lain yang dilaporkan oleh Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005).

Gambar 5. Burung Merpati

(2)

18 Nilai hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang tidak berbeda. Hasil penelitian ini berbeda dengan Archawaranon (2005) yang menyatakan bahwa nilai hemoglobin betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan.

Rataan dan simpangan baku hemoglobin antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masing-masing adalah 15,686 g/dl ± 1,566 g/dl (KK=9,9 %) dan 15,169 g/dl ± 2,217 g/dl (KK=14,6 %) (Tabel 1), apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005), pada penelitian ini mempunyai nilai yang tinggi seperti halnya nilai hemoglobin sebelum dilatih terbang. Nilai hemoglobin merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa latihan terbang pada penelitian ini belum mempengaruhi nilai hemoglobin.

Rataan dan simpangan baku hemoglobin antara burung merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda seperti disajikan pada Tabel 1.

Nilai hemoglobin burung merpati jantan sebelum dilatih terbang diperoleh rataan 14,844 g/dl ± 2,807 g/dl (KK=18,9 %), sedangkan sesudah dilatih terbang diperoleh rataan 15,686 g/dl ± 1,566 g/dl (KK=9,9 %) apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005) pada penelitian ini mempunyai nilai hemoglobin yang lebih tinggi. Meningkatnya hemoglobin disebabkan adanya aktifitas terbang karena banyak membutuhkan oksigen seperti dikemukakan (Lasiewksi, 1972; Berstien et al., 1973) pada burung-burung migran, saat terbang membutuhkan banyak oksigen begitu juga dengan pendapat (Viscor et al., 1985) bahwa aktifitas terbang diikuti oleh peningkatan jumlah hemoglobin.

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku hemoglobin burung merpati betina sebelum dilatih terbang adalah 15,206 g/dl ± 2,071 g/dl (KK=13,6%) sedangkan pada burung merpati betina yang sudah diterbangkan diperoleh rataan 15,169 g/dl ± 2,217 g/dl (KK=14,6%), jika dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005), hasil penelitian ini mempunyai nilai yang cukup tinggi seperti halnya nilai hemoglobin sebelum dilatih terbang. Ini menunjukan bahwa nilai hemoglobin burung merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda.

Koefisien keragaman yang diperoleh pada penelitian ini beragam baik jantan maupun betina sebelum dilatih terbang, akan tetapi nilai koefisien keragaman jantan

(3)

19 lebih tinggi yaitu 18,9% dibandingkan dengan betina sebelum dilatih terbang yaitu 13,6%.

Koefisien keragaman pada jantan sesudah dilatih terbang tidak beragam karena pada merpati jantan diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 9,9% sedangkan pada betina sebesar 14,6% berarti masih beragam. Nilai koefisien keragaman yang tinggi terdapat pada betina dibandingkan jantan sesudah dilatih terbang atau jantan lebih seragam dibandingkan betina. Nilai koefisien keragaman pada jantan sesudah dilatih terbang tidak beragam karena pada merpati jantan yang sudah dilatih terbang diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 9,9% sedangkan pada jantan yang belum dilatih terbang adalah sebesar 18,9% berati masih beragam berarti bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman burung merpati jantan sebelum dilatih terbang lebih beragam dibandingkan sesudah dilatih terbang. Adanya keragaman pada nilai hematologi pada burung yang dilatih menmungkinkan untuk memilih burung yang memiliki nilai hamatologi yang dibutuhakan untuk burungi merpati agar dapat dilatih terbang.

Hematokrit (PCV %)

Hematokrit (PCV%) Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

Hematokrit (PCV%) burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Profil Hematokrit (PCV%) Burung Merpati Jantan dan Betina Rataan ± Simpangan Baku (KK)

Jantan Betina

Sebelum dilatih terbang

---(%)--- 44,30 ± 8,26 (18,6)

---(%)--- 46,77 ± 4,74 (10,1)a Sesudah dilatih terbang 46,61 ± 3,47 (7,43)1 39,93 ± 9,84 (2,46)b2

Ket : Superskrip dengan angka yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05) Superskrip dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05)

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) antara burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang yaitu pada burung merpati jantan diperoleh rataan 44,30 ± 8,26 % (KK=18,6%) dan burung merpati betina diperoleh rataan 46,77 ± 4,74 % (KK=10,1%)a.

(4)

20 (Tabel 2) Hasil penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) menyatakan jumlah hematokrit pada burung merpati berkisar antara 39,3% - 59,4%, itik 32,6% - 47,5%, kalkun 30,4% - 45,6% dan puyuh 30,0% - 45,1%. Berarti nilai hematokrit pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan merpati yang dilaporkan oleh Mitruka dan Rawnsley (1977).

Rataan hematokrit betina sebelum dilatih terbang lebih tinggi dibanding dengan jantan sama akan tetapi berbeda dengan penelitian Campbell dan Dein (1984); Sturkie (1986) bahwa secara umum jumlah hematokrit lebih tinggi jantan dibandingkan betina.

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masing- masing adalah diperoleh yaitu 46,61 % ± 3,47 (KK=7,43%)1 39,93 % ± 9,84 % (KK=24,6%)2. (Tabel 2) Hasil ini menunjukan bahwa nilai hematokrit jantan dan betina sesudah terbang berbeda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) yang menyatakan bahwa rataan hematokrit burung merpati adalah 49%, dengan demikian pada penelitian ini mempunyai nilai hematokrit yang lebih rendah.

Meningkatnya hematokrit yang diperoleh setelah burung dilatih terbang dalam penelitian ini disamping perbedaan jenis kelamin juga pengaruh aktifitas latihan terbang. Lasiewksi (1972) dan Berstien et al. (1973) menyatakan bahwa pada burung migran saat terbang memerlukan banyak oksigen sehingga terjadi peningkatan hematokrit dalam darah Viscor et al. (1985) menyatakan bahwa aktifitas terbang diikuti dengan peningkatan hematokrit.

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) burung merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang diperoleh rataan 44,30% ± 8,26% (KK=18,6%) dan 46,61 ± 3,47 (KK=7,43%).

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa nilai hematokrit burung merpati jantan sebelum dan sesudah terbang tidak berbeda (sama), hal ini menunjukkan bahwa aktifitas dilatih terbang dan tidak dilatih terbang tidak mempengaruhi nilai hematokrit pada burung merpati. Canals et al. (2007) menyatakan bahwa parameter hematologi burung dan mamalia tampaknya merespon kebutuhan lingkungan, seperti hipoksia pada ketinggian tinggi dan kebutuhan energi penggerak dan penerbangan.

(5)

21 Burung yang terbang dan tidak terbang serta mamalia membutuhkan kebutuhan energi berbeda, adapun hematokrit kapiler tidak berbeda pada setiap takson.

Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977), maka nilai hematokrit (PCV%) merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang Pada penelitian ini lebih rendah.

Rataan Hematokrit burung merpati jantan yang sudah dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum dilatih terbang hal ini disebabkan pada aktifitas terbang banyak membutuhkan oksigen yang dapat mempengaruhi meningkatnya hematokrit sebagaimana dikemukakan Lasiewksi (1972) dan Berstien et al. (1973).

Pada burung-burung migran, saat terbang akan membutuhkan banyak oksigen begitu juga dengan pendapat (Viscor et al 1985) yang menyatakan bahwa aktiftas penerbangan burung dapat mempengaruhi peningkatan jumlah hematokrit.

Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) burung merpati betina sebelum dilatih terbang dan sesudah diltaih terbang adalah 46,77% ± 4,74%

(KK=10,1)a dan 39,93% ± 9,84% (KK=24,6)b. Kondisi ini menunjukkan bahwa nilai baku hematokrit (PCV%) burung merpati betina sebelum dilatih terbang berbeda.

Berarti apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai hematokrit (PCV%) sebelum dilatih terbang.

Koefisien keragaman pada jantan maupun betina sebelum dilatih terbang pada penelitian ini beragam, hal ini berarti masih bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan yaitu 18,6% sedangkan betina sebesar 10,1%.

Nilai koefisien keragaman pada jantan sebelum dilatih terbang beragam karena nilai yang diperoleh pada jantan sebelum dilatih terbang yaitu 18,6% . Berarti masih bisa dilakukan seleksi sedangkan pada betina nilai koefisien keragamannya diperoleh yaitu 7,43% (berarti seragam).

Koefisien keragaman pada jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak beragam karena pada burung merpati jantan diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 7,43% dan pada betina sebesar 24,6%. Adapun nilai koefisien keragaman betina lebih tinggi dibandingkan pada jantan.

(6)

22 Nilai koefisien keragaman pada jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang beragam, hal ini dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan sebelum dilatih terbang diperoleh sebesar 18,6 % sedangkan sesudah dilatih terbang yaitu sebesar 7,43 %.

Koefisien keragaman pada betina sebelum dan sesudah dilatih terbang beragam, sehingga hal ini dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh betina sebelum dilatih terbang diperoleh sebesar 10,1% sedangkan sesudah dilatih terbang yaitu 24,6 %. Nilai koefisien keragaman betina sesudah dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum dilatih terbang.

Pada penelitian ini menunjukan masih ada keragaman nilai hemtokrit pada jantan setelah dilatih terbang. Selanjutnya dapat dipilih burung merpati yang memiliki nilai hematokrit yang dapat memenuhi aktifitas terbang.

Butir Darah Merah

Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah DilatihTerbang

Butir darah merah burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) antara burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 2,691 x 106/mm3 ± 1,938 x 106/mm3 (KK=72,0

%)a 3,158 x 106/mm3 ± 1,753 x 106/mm3 (KK=55,5 %)b. Nilai butir darah merah (eritrosit) burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05).

Tabel 3. Profil Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan dan Betina Rataan ± Simpangan Baku (KK)

Jantan Betina

Sebelum dilatih terbang

---(106/mm3)--- 2,691 ± 1,938 (72,0)a

---(106/mm3)--- 3,158±1,753 (55,5)b Sesudah dilatih terbang 3,712 ± 1,124 (30,2) 2,715 ±2,101 (77,3)

Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05)

(7)

23 Mitruka dan Rawnsley (1977) bahwa menyatakan bahwa burung merpati mempunyai butir darah merah (2,13 - 4,20) x 106/mm3. Adapun hasil penelitian Fowler (1978) menunjukkan bahwa elang mempunyai butir darah merah (2,30 – 3,25) x 106/mm3. Apabila dibandingkan dengan butir darah merah burung lain yang dilaporkan Suzana (2007) pada Beo Kalimantan memiliki jumlah eritrosit terbesar (2,63 x 106/mm3), kemudian diikuti Beo Flores (2,40 x 106/mm3),Beo Medan (2,20 x 106/mm3) dan Beo Nias (2,17 x 106/mm3), maka rataan butir darah merah merpati pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan jenis burung lainnya.

Pada penelitian ini diperoleh nilai rataan butir darah merah (eritrosit) lebih tinggi burung merpati betina dibandingkan dengan burung merpati jantan, hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nirman & Robinson (1972) bahwa nilai butir darah merah jantan lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Peningkatan butir darah merah pada burung jantan karena androgen dan efek balik dari estrogen.

peneliti lain berpendapat bahwa jumlah eritrosit pada burung jantan umumnya lebih tinggi dibandingkan burung betina (Santosa et al., 2003).

Pengaruh perbedaan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi nilai butir darah merah (eritrosit) hal tersebut sesuai dengan pendapat (Strurkie, 1976; Schalm et al., 1986) yang menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin pada burung merpati juga mempengaruhi jumlah nilai eritrosit. Begitu pula seperti yang dinyatakan (Santosa et al., 2003) bahwa hormon seks memiliki peran penting dalam produksi eritrosit.

Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masing- masing adalah 3,712 x 106/mm3 ± 1,124 x 106/mm3 (KK=30,2%) 2,715 x 106/mm3 ± 2,101 x 106/mm3(KK=77,3%). Ini menunjukkan bahwa nilai rataan merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak beda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977), butir darah merah merpati pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. .

Selanjutnya Brown (1988) menyatakan bahwa jenis hewan yang memiliki ukuran eritrosit kecil, jumlahnya lebih banyak, sebaliknya yang ukurannya lebih besar jumlahnya akan lebih sedikit, untuk unit volume tertentu. Jumlah eritrosit

(8)

24 berbeda tidak hanya untuk tiap jenis hewan saja. Perbedaan trah (breed), kondisi nutrisi, aktifitas fisik, dan umur dapat memberikan perbedaan dalam jumlah eritrosit.

Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) burung merpati jantan sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 2,691x106/mm3 ± 1,938x106/mm3(KK=72,0%), dan 3,712 x106/mm3 ± 1,124 x106/mm3 (KK=30,2%) (Tabel 3). Berarti nilai butir darah merah merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) pada penelitian ini mempunyai nilai yang rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang.

Faktor yang mempengaruhi nilai sel darah merah (eritrosit) dipengaruhi oleh aktifitas fisik seperti penerbangan burung merpati yang berkaitan dengan pengeluaran energi. Diduga jarak penerbangan yang pendek sehingga hasilnya berbeda. Akan tetapi nilai butir darah merah burung merpati jantan sesudah dilatih terbang lebih tinggi dibanding yang tidak dilatih terbang.

Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) antara burung merpati betina sebelum dilatih terbang diperoleh hasil berkisar 3,158 x 106/mm3 ± 1,753 x 106/mm3 (KK=55,5%) 2,715 x 106/mm3 ± 2,101 x 106/mm3 (KK=77,3%).

Apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. Ini menunjukkan bahwa nilai butir darah merah burung merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda.

Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh aktifitas terbang burung merpati yang membutuhkan oksigen sehingga mempengaruhi peningkatan jumlah eritrosit. Pada burung-burung migran, saat terbang akan membutuhkan banyak oksigen (Lasiewksi 1972;Berstien et al., 1973) dan hal ini diikuti oleh peningkatan dan jumlah sel eritrosit (Viscor et al., 1985).

Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik jantan maupun betina sebelum dilatih terbang. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan yaitu 72,0% sedangkan pada betina diperoleh nilai sebesar 55,5%, akan tetapi pada jantan nilai koefisien keragamannya lebih tinggi.

Koefisien keragaman pada jantan dan betina sesudah dilatih terbang beragam hal tersebut dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman jantan sesudah dilatih

(9)

25 terbang diperoleh nilai sebesar 30,2% sedangkan betina diperoleh nilai yaitu 77,3%.

Nilai koefisien keragaman yang tinggi diperoleh pada betina sesudah dilatih terbang.

Koefisien keragaman butir darah merah yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan sebelum dilatih terbang adalah 72,0% sedangkan sesudah dilatih terbang yaitu 30,2%.

Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam pada betina sebelum dan sesudah dilatih terbang, hal ini masih bisa dilakukan seleksi.

Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada betina sebelum dilatih terbang sebesar 55,5% sedangkan pada betina sesudah dilatih terbang yaitu 77,3%. Nilai koefisien keragaman pada betina sesudah dilatih terbang tinggi dibandingkan dengan jantan. Adanya keragaman butir darah merah pada burung merpati yang dilatih pada penelitian ini, selanjutnya bisa dipilih burung merpati yang memiliki butir darah merah yang dapat mendukung aktifitas terbang.

Butir Darah Putih

Butir Darah Putih Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

Hasil pengamatan terhadap perhitungan butir darah putih dari pengambilan sampel darah burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Profil Butir Darah Putih Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah Dilatih Terbang

Rataan ± Simpangan Baku (KK)

Jantan Betina

Sebelum dilatih terbang

---(103/mm3)--- 6,62 ± 4,35 (65,7)a

---(103/mm3)--- 9,62 ± 4,95 (51,4)b Sesudah dilatih terbang 4,344 ±2,038 46,9)a 5,937 ± 3,310 (55,7)b Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05)

Rataan dan simpangan baku butir darah putih (leukosit) adalah burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang masing-masing 6,62 x 103/mm3 ± 4,35 x 103/mm3 (KK=65,7%) 9,62 x 103/mm3 ± 4,95 x 103/mm3(KK=51,4%) (Tabel 4). Hasil penelitian lain yaitu Mitruka dan Rawnsley (1977) menyatakan bahwa pada

(10)

26 penelitian beberapa jenis burung lain, kisaran jumlah leukosit bervariasi. Merpati mempunyai jumlah leukosit berkisar antara (10,0 - 30,0) x 103/mm3, itik (13,4 – 33,2) x 103/mm3, kalkun (16,0 - 25,5) x 103/mm3, dan puyuh (12,5 - 24,6) x 103/mm3.

Adapun penelitian Sturkie (1965) bahwa leukosit pada burung berkisar 15- 30x103/mm3 baik untuk burung jantan maupun betina. Berarti leukosit pada penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1965) mempunyai nilai butir darah putih yang rendah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai butir darah putih (leukosit) burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05). Dari hasil penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1965) pun berbeda nilai leukosit yang diperoleh dari merpati dan jenis unggas lainnya, hasilnya tidak mempunyai nilai yang tinggi. Archawaranon (2005) menyatakan bahwa leukosit yang tinggi kemungkinan memiliki resiko terserang penyakit yang lebih tinggi. Pada beo Thailand betina mempunyai leukosit yang tinggi dibandingkan beo jantan (Archawaranon, 2005) seperti halnya ditemui pada ayam (Lucas dan Jamroz, 1961) dan burung puyuh (Nirmalan dan Robinson, 1972).

Rataan yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan nilai butir darah putih lebih tinggi betina dibandingkan dengan jantan. Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh jenis kelamin seperti pernyataaan (Brown 1989; Sturkie 1976) bahwa leukosit yang berfungsi sebagai unit mobil dari sistem pertahanan tubuh, umumnya dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pengaruh berbagai keadaan, seperti stress, aktivitas fisiologi yang tinggi, gizi, dan berbagai faktor lainnya seperti lingkungan, efek hormon, obat-obatan, dan sinar x. Selain itu pemberian estrogen akan meningkatkan leukosit pada burung-burung puyuh jantan (Nirmalan dan Robinson, 1972). Burung muda memiliki leukosit yang lebih tinggi daripada dewasa.

Sel darah putih atau leukosit sangat berbeda dari eritrosit, karena adanya nukleus dan memiliki kemampuan gerak yang independen. Masa hidup sel-sel darah putih sangat bervariasi, mulai dari beberapa jam untuk granulosit, sampai bulanan untuk monosit, dan bahkan tahunan untuk limfosit. Di dalam aliran darah kebanyakan sel-sel darah putih bersifat non fungsional dan hanya diangkut ke jaringan tertentu saat dibutuhkan (Fradson,1992).

(11)

27 Tabel 4 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah putih (leukosit) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang diperoleh hasil nilai jantan berkisar 4,344 x103/mm3 ± 2,038 x103/mm3 (KK=46,9%)a sedangkan pada burung merpati betina 5,937x103/mm3 ± 3,310) x103/mm3 (KK=55,7%)b. Ini menunjukkan bahwa nilai darah putih (leukosit) betina burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05). Apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1986) pada penelitian ini mempunyai nilai yang rendah seperti halnya nilai butir darah putih sebelum dilatih terbang.

Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah putih (leukosit) burung merpati jantan sebelum dilatih terbang masing-masing adalah diperoleh hasil nilai berkisar 6,62 x103/mm3 ± 4,35 x103/mm3 (KK=65,7%) sedangkan pada burung jantan yang sudah dilatih terbang diperoleh hasil 4,344 x103/mm3 ± 2,038 x103/mm3 (KK=46,9%). Apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1986) pada penelitian ini mempunyai nilai yang rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. Ini menunjukan bahwa nilai darah putih (leukosit) betina burung merpati jantan sebelum dilatih terbang tidak berbeda.

Nilai butir darah putih yang dihasilkan dari penelitian ini diperoleh nilai burung merpati jantan sebelum dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan sesudah terbang, pada saat terbang butir darah putih normal yang mempengaruhi vitalitas saat malakukan aktifitas terbang (sehat). Sturkie (1986) menyatakan bahwa leukosit yang tinggi kemungkinan memiliki resiko penyakit yang lebih tinggi.

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah putih (leukosit) burung merpati betina sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 9,62 x103/mm3 ± 4,95 x 103/mm3 (KK=51,4%)b 5,937 x 103/mm3 ± 3,310 x 103/mm3 (KK=55,7%). Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1986), maka butir darah putih pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. Ini menunjukkan bahwa nilai darah putih (leukosit) burung merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda.

(12)

28 Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik jantan maupun betina sebelum dilatih terbang. Hal ini masih bisa dilakukan seleksi.

Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan adalah 65,7% dan pada betina yaitu 51,4%. Nilai koefisien keragaman jantan cenderung lebih tinggi dibandingkan betina.

Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik jantan maupun betina sesudah dilatih terbang. Berarti masih bisa dilakukan seleksi.

Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan yaitu 46,9% sedangkan pada betina sebesar 55,7%. Berarti nilai koefisien keragaman betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan.

Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik jantan maupun jantan sesudah dilatih terbang. Berarti masih bisa dilakukan seleksi.

Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan diperoleh nilai sebesar 65,7%

sedangkan pada betina yaitu 46,9%. Nilai koefisien keragaman jantan lebih tinggi dibandingkan betina.

Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam betina sebelum dilatih terbang, berarti hal ini masih bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman betina sebelum dilatih terbang adalah sebesar 51,4% sedangkan betina yang sesudah dilatih terbang yaitu 55,7%. Nilai koefisien keragaman betina sesudah dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan sebelum dilatih terbang.

Pada penelitian ini masih ada keragaman nilai butir darah putih pada burung merpati yang dilatih terbang. Sebaiknya dipilih burung merpati yang memiliki nilai butir darah putih yang jumlahnya memenuhi untuk dilatih terbang.

Bobot Badan

Bobot badan merpati jantan dan merpati betina dalam penelitian ini sangat nyata (P<0,05). Rataan bobot badan merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang masing-masing 339,8 ± 25,49 serta g 334,8 ± 23,74 g. Rataan bobot badan merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang masing-masing adalah 303,1 ± 36,10 g selanjutnya rataan bobot badan merpati betina sesudah dilatih terbang yaitu 305,7 ± 32,34 g.

Bobot badan merpati jantan sebelum dilatih terbang memiliki koefisien keragaman sebesar 7,50% selanjutnya koefisien keragaman bobot badan merpati jantan sesudah dilatih terbang sebesar 7,09%. Bobot badan merpati betina sebelum

(13)

29 dilatih terbang memiliki koefisien keragaman sebesar 11,91% selanjutnya koefisien keragaman bobot badan merpati betina sesudah dilatih terbang sebesar 10,58%, hal tersebut menunjukkan bahwa bobot badan merpati betina lebih beragam dibandingkan dengan merpati jantan.

Merpati jantan memiliki rataan bobot badan lebih besar dibandingkan merpati betina, namun dalam penelitian ini ditemukan merpati jantan yang memiliki bobot badan yang lebih rendah dibandingkan bobot badan merpati betina. Bobot badan merpati jantan terendah dalam penelitian ini yaitu 280 g, sedangkan bobot badan merpati betina tertinggi yaitu 360 g. Perbedaan bobot badan ini menunjukkan bahwa bobot badan merpati lokal masih beragam.

Konsumsi Pakan

Merpati merupakan jenis unggas yang menyukai makanan berupa biji-bijian, seperti jagung yang dijadikan pakan dalam penelitian ini. Rataan konsumsi pakan jagung dalam penelitian ini yaitu 38,69 ± 8,91 g/pasang/hari dengan koefisien keragaman 23,03%, hal tersebut menunjukkan konsumsi pakan merpati pada penelitian ini masih beragam, karena konsumsi pakan tertinggi dalam penelitian ini yaitu 61,43 g/pasang/hari dan konsumsi pakan terendah yaitu 25,29 g/pasang/hari.

Pakan yang dikonsumsi tergantung dari bangsa merpati, cuaca, nafsu makan, besar badan, serta jumlah dan besar anak (Blakely dan Bade, 1998).

Gambar

Tabel 2.    Profil Hematokrit (PCV%) Burung Merpati Jantan dan Betina   Rataan ± Simpangan Baku (KK)
Tabel 3.  Profil Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan dan Betina   Rataan ± Simpangan Baku (KK)
Tabel  4.     Profil  Butir Darah Putih  Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum    dan  Sesudah Dilatih Terbang

Referensi

Dokumen terkait

Nilai dominasi ini juga didukung oleh kecilnya konsentrasi nitrat pada saat kepadatan tertinggi (hari ke-4) di tambak tanpa pemberian pupuk, dimana pada ekosistem air laut,

ke satuan kerja yang bertangggungjawab. Jumlah Publikasi Respon dihitung berdasarkan jumlah respon pengaduan yang dipublikasikan pada bulan bersangkutan, bukan

Persiapan pelaksanaan motor keliling Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Mata Aksara dalam kaitannya menumbuhkan dan meningkatkan minat baca masyarakat di sekitar desa

Sistem hidrolik pesawat H-8 memasok daya hidrolik menuju sistem-sistem pengguna yang berupa sistem kendali terbang dan sistem roda pendarat. Pada sistem kendali

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada proses penyimpanan dimana terdapat 13 rumah makan yang mengeringkan peralatannya secara alami dikeringkan sendiri

Oleh sebab itulah akhirnya mendorong terjadinya peningkatan harga karena buah ciplukan memang merupakan herba yang dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendistribusikan kuesioner. Hasil survey kuesioner terkumpul 16 responden dari 16 perusahaan kontraktor golongan M. Data yang

Hasil Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa Siklus I ……….. Hasil Lembar Observasi Keterampilan Sosial Siklus