• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. vertikal (vertical trading relationship) dan hubungan horizontal (horizontal trading relationship).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. vertikal (vertical trading relationship) dan hubungan horizontal (horizontal trading relationship)."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1 Analisis Industri

Menurut Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott (2013) analisis industri berdasarkan pada beberapa fasilitas kerangka kerja yang dapat membantu pada beberapa hal penting dalam perusahaan yaitu :

a. Melakukan penilaian pada kinerja industri dan perusahaan.

b. Mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang mempengaruhi kinerja pada hubungan vertikal (vertical trading relationship) dan hubungan horizontal (horizontal trading relationship).

c. Menentukan bagaimana perubahan dalam lingkungan bisnis dapat mempengaruhi kinerja.

d. Mengidentifikasi peluang dan ancaman dalam lingkup bisnis. Dalam hal ini, kegiatan mendasar yang harus dilakukan pada analisis industri yaitu melalui analisis “SWOT”, merupakan sebuah “bread-and-butter” (hal yang tidak dapat dipisahkan) sebagai alat dalam melakukan perencanaan strategis. SWOT merupakan singkatan dari strengths (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunities (kesempatan), dan threats (ancaman). Analisis industri memberikan wawasan tentang “OT” (peluang dan ancaman).

Dalam melakukan analisis industri, dapat melalui kerangka kerja berdasarkan Michael Porter’s five forces dan Adam Brandenberger dan Barry Nalebuff’s Value Net.

Kedua kerangka ini menyediakan kerangka kerja yang memungkinkan untuk secara sistematis peneliti dapat melakukan penelitian pada lingkup isu-isu ekonomi yang luas dan terkadang bersifat kompleks. Pada penelitian ini, peneliti menerapkan kerangka kerja Michael Porter’s five forces.

2.2 Porter’s Five Forces

Terdapat beberapa alasan dalam menggunakan kerangka ini untuk mengevaluasi perilaku persaingan perusahaan. Pertama, popularitas dimana kerangka Porter’s Five Forces ini telah ada sejak tahun 1980 dan telah memberikan dampak yang besar area strategi bisnis dan pada cakupan ekonomi industri. Kedua, kerangka ini dapat

(2)

mendefinisikan struktur yang secara baik. Ketiga, kemampuan kerangka ini untuk diterapkan pada analisis empirik. Penerapan kerangka ini mampu untuk mengidentifikasi dan memilih perusahaan perusahaan yang telah mencapai keunggulan bersaing dan memilih target strategis yang relevan. Kempat, mempunyai kejelasan konsep utama. Kerangka ini memberikan strategis generik yang jelas dan secara mudah untuk menganalisis bagaimana sebuah perusahaan dapat mempertahankan keunggulan bersaing dan memiliki kinerja yang semakin baik (Ormanidhi & Stringa, 2008).

Pada kerangka Porter’s Five Forces ini, Porter mendeksripsikan bagaimana pemasok, distributor dan pesaing dapat merusak keuntungan perusahaan (Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott, 2013). Melalui identifikasi potensi profit atau tingkat ketertarikan terhadap industri, kerangka ini dapat menyediakan pondasi dasar dalam membangun strategi yang dapat menjembatani gap yang terjadi antara lingkungan eksternal perusahaan dan sumber daya yang dimiliki (Fleisher & Bensoussan, 2010).

Sebelum menerapkan kerangka kerja Porter’s Five Forces, terdapat beberapa batasan-batasan yang penting. Pertama, perlunya memberikan batasan perhatian terhadap hal yang diteliti yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan. Hal ini juga termasuk adanya ketersediaan dan harga dari produk subtitusi atau komplemen tetapi mengabaikan perubahan dalam pendapatan konsumen, selera, dan strategi perusahaan dalam meningkatkan permintaan, seperti iklan. Kedua, penerapan kerangka ini berfokus pada keseluruhan industri, bukan hanya pada perusahaan tertentu yang mungkin mempunyai posisi yang unik sehingga melindungi perusahaan dari persaingan.

Ketiga, kerangka kerja ini tidak secara eksplisit menjelaskan peran pemerintah, kecuali pemerintah pada hal ini berperan sebagai pemasok atau konsumen. Keempat, analisis pada kerangka Porter’s Five Forces merupakan analisis yang bersifat kualitatif (Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott, 2013).

Pada Porter’s Five Forces, kekuatan yang tinggi pada perusahaan merupakan ancaman dikarenakan dapat mengurangi keuntungan. Sedangkan kekuatan yang lemah dapat dilihat sebagai peluang karena memungkinkan perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Pada jangka pendek, kekuatan-kekuatan tersebut merupakan kendala pada aktivitas perusahaan. Namun pada jangka panjang, memungkinkan perusahaan untuk memilih startegi yang akan diterapkan dengan

(3)

mengubah kekuatan yang dimiliki menjadi keuntungan bagi perusahaan (Wheelen &

Hunger, 2010).

Penelitian ini akan membahas faktor-faktor pada Porter’s Five Forces yaitu tingkat rivalitas di antara para pesaing, ancaman pendatang baru, ancaman produk subtitusi dan komplemen, kekuatan tawar-menawar pemasok, dan kekuatan tawar- menawar pembeli.

Gambar 2.1 Faktor-Faktor Porter’s Five Forces Sumber: Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott (2013)

2.2.1 Tingkat Rivalitas di Antara Para Pesaing

Kekuatan ini mengacu pada intensitas munculnya persaingan dalam industri dimana hal ini merupakan kekuatan yang paling berpengaruh pada Porter’s Five Forces (Fleisher & Bensoussan, 2007). Strategi-strategi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dalam menghadapi persaingan yang ada hanya dapat sukses apabila dapat mengungguli keunggulan bersaing yang dimiliki oleh perusahaan pesaing (Daft & Marcic, 2013).

Menurut Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott (2013) tingkat rivalitas di antara para pesaing mengarah pada kemampuan perusahaan dalam merebut saham pada pasar yang ada. Melakukan analisis pada bagian ini harus dimulai dengan mendefinisikan terlebih dahulu pasar yang akan diteliti.

Menurut David (2005), strategi ini hanya dapat diraih oleh satu perusahaan dan dapat berhasil dilakukan sejauh adanya keungulan bersaing yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya. Munculnya pesaing bagi perusahaan mengacu pada

(4)

meningkatnya jumlah dari pesaing dimana pesaing mempunyai ukuran dan kapabilitas yang sama, penurunan permintaan, dan pemotongan harga menjadi umum. Persaingan juga terjadi apabila konsumen dapat dengan mudah beralih pada merek yang lain, hambatan untuk meninggalkan pasar tinggi, biaya tetap yang dmiliki perusahaan tinggi, produk dapat bertahan lama, perusahaan pesaing memiliki strategi yang beragam, tingkat originalitas dan budaya, serta ketika merger atau akuisisi merupakan hal yang umum terjadi pada industri. Apabila intensitas persaingan meingkat maka dapat berakibat pada penurunan keuntungan industri, pada kasus tertentu dapat menyebabkan industri tidak lagi mempunyai daya tarik.

Dengan kaitannya pada perusahaan, peneliti melakukan spesifikasi pada hal-hal berikut :

a.i.1. Tingkat Pertumbuhan Industri

Perusahaan harus terlebih dahulu memastikan kondisi pertumbuhan industri, sedang berada pada tahap stagnant, declining,atau growing. Perusahaan tidak dapat secara mudah memperluas cakupan mereka tanpa mengambil pasar dari pesaingnya. Hal ini akan memunculkan persaingan antar perusahaan (Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott, 2013).

Ketika perusahaan berada pada pasar yang sedang berkembang, perusahaan berusaha untuk secara efektif menggunakan sumber daya untuk memperluas area lingkup pembeli. Pasar yang sedang berkembang akan mengurangi tekanan untuk mendapatkan pembeli dari pesaing. Persaingan pada industri yang stagnant atau mengalami penurunan dapat memberikan persaingan yang lebih sengit antar perusahaan untuk meningkatkan pangsa pasar mereka melalui menatik minat pembeli dari pesaing (Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 2005).

Apabila pertumbuhan industri lambat, maka dapat terjadi perang harga antar perusahaan yang berada dalam industri tersebut. Hal ini dapat menjadi salah satu cara yang diterapkan untuk dapat mempertahankan keberlangsungan usaha.

2 Kuantitas Perusahaan

Apabila jumlah pesaing sedikit dan kurang lebih berada pada ukuran pasar yang sama, perusahaan akan saling memperhatikan pergerakan satu sama lain untuk

(5)

memastikan bahwa perusahaan masih berada dalam persaingan yang sama dengan pesaing (Wheelen & Hunger, 2010).

Intensitas persaingan diantara pesaing akan meningkat seturut dengan meningkatnya jumlah pesaing, ketika pesaing memiliki ukuran dan kapabilitas yang sama dengan perusahaan, permintaan produk dalam industri mengalami penurunan, dan seringnya terjadi pemotongan harga. Ketika persaingan meningkat, keuntungan perusahaan menurun, dalam kondisi tertentu dapat menyebabkan industri menjadi tidak atraktif. Ketika perusahaan pesaing lemah dalam hal ini, umumnya perusahaan akan meningkatkan kegiatan pemasaran dan produksi dalam upaya untuk memanfaatkan peluang yang ada (David, 2015).

Jika pesaing-pesaing yang muncul memiliki kemampuan dan ukuran yang sama dengan perusahaan, maka akan diikuti dengan permintaan produk/jasa yang semakin berkurang dan adanya pemotongan harga menjadi hal yang lumrah (Daft, & Marcic, 2013).

3 Diferensiasi Produk

Produk yang diberikan sangat unik dengan beragam kualifikasi yang berbeda dari yang ditawarkan perusahaan lainnya akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pembeli. Sedangkan produk/jasa yang memiliki karakteristik yang hampir sama, terkadang kurang diperhatikan oleh pembeli (Wheelen & Hunger, 2010).

Ketika pembeli menemukan produk/jasa yang beragam dan memenuhi kebutuhan mereka, maka secara berkesinambungan pembeli akan melakukan pembelian dari waktu ke waktu. Industri dengan banyak perusahaan yang terlibat di dalamnya dan sukses dalam menerapkan diferensiasi produk/jasa menghadapi tingkat persaingan yang lebih rendah, hasilnya tingkat persaingan antar perusahaan akan semakin rendah.

Perusahaan yang mengembangkan dan mempertahankan diferensiasi produk/jasa yang tidak mudah untuk ditiru oleh pesaing seringkali dapat meningkatkan tingkat pengembalian (Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 2005).

4 Biaya Peralihan

Efek dari biaya peralihan dapat di identifikasi melalui produk/jasa yang terdiferensiasi. Semakin rendah biaya peralihan oleh pembeli, maka semakin mudah untuk pesaing mempengaruhi pembeli melalui penawaran harga produk dan

(6)

jasa.Sebalinya, semakin tinggi biaya peralihan, maka semakin sulit usaha yang harus dilakukan oleh pesaing untuk menarik minat pembeli (Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 2005). Ketika produk tidak terdiferensiasi dan biaya peralihan antar perusahaan rendah, perusahaan meyakini bahwa pengurangan biaya akan dapat menaikan pangsa pasar (Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott, 2013).

5. Frekuensi Penjualan

Frekuensi penjualan adalah seberapa banyak/seringnya terjadi penjualan produkjasa pada periode tertentu dalam perusahaan. Kinerja salah satunya dapat diukur dari sejauh mana produk perusahaan yang ditawarkan kemudan diterima oleh konsumen dan memungkinkan terjadinya pembeli berulang (repeated buying). Menurut Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott (2013), perusahaan mungkin saja tergoda untuk menghalangi pesaingnya agar dapat memperoleh jumlah penjualan yang lebih besar.

6. Penetapan Harga Perusahaan

Perusahaan low-cost pada umumnya memiliki profit-maximizing harga yang lebih rendah. Perusahaan low-cost juga memiliki alasan bahwa jika mereka memotong harga, maka pesaing perusahaan yang bersifat high-cost dapat keluar dari industri.

7. Kapasitas Berlebih

Perusahaan dengan kapasitas berlebih memiliki tekanan yang lebih besar untuk meningkatkan penjualan dan juga memperluas cakupan usaha dengan tujuan mencuri bisnis dari saingan.

8. Kesulitan Dalam Mengamati Perubahan Harga

Kondisi ini meningkatkan respon waktu dari pesaing, terjadinya pemotongan harga memugkinkan untuk mendapatkan pangsa pasar sebelum pesaing terlebih dahulu melakukan pemotongan harga. Hal ini juga meningkatkan potensi untuk terjadinya misreads dan misjudgements dan membuat kondisi semakin sulit bagi perusahaan untuk mengembangkan facilitating pratices.

9. Kepemimpinan Harga

Dalam penerapan kepemimpinan harga, tidak terdapat adanya informasi harga atau facilitating pratices, perusahaan dapat tidak setuju terhadap harga yang berada di industri dan terhadap adanya harga yang lebih rendah untuk dapat meraih keuntungan.

Sejarah dari cooperative pricing dapat menjamin partisipan pada industri dimana

(7)

masing-masing perusahaan berusaha untuk menentukan harga yang dapat memberikan keuntungan yang kolektif bagi semua orang.

10. Hambatan Keluar Dari Usaha

Kondisi ini memperpanjang terjadinya perang harga antar perusahaan untuk berjuang dalam persaingan dan bukan keluar dari industri yang ada. Hambatan untuk keluar ini terdiri dari faktor ekonomi, sosial dan emosional yang dapat mencegah perusahaan untuk keluar dari industri. Apabila hambatan yang ada tinggi, maka perusahaan berada pada kondisi industri yang unprofitable dimana secara keseluruhan permintaan bersifat statis atau declining. Hal ini menyebabkan seringkali kapasitas produksi yang berlebih menggiring terjadinya intensitas persaingan dan persaingan harga sehingga perusahaan-perusahaan menerapkan pemotongan harga untuk menyelaraskan permintaan pembeli dengan kapasitas perusahaan dan menutupi biaya tetap perusahaan (Hill & Jones, 2009).

2.2.2 Ancaman Pendatang Baru

Berdasarkan bukti yang ada, menyatakan bahwa perusahaan seringkali menemukan kesulitan dalam menentukan pesaing barunya. Mengidentifikasi pesaing baru penting dikarenakan mereka dapat mengancam pangsa pasar dari perusahaan yang telah ada sebelumnya. Terkadang, pendatang baru tertarik untuk mendapatkan pangsa pasar yang besar. Hal ini menyebabkan pesaing baru memaksa perusahaan yang telah ada sebelumnya untuk menjadi lebih efektif dan efisien serta belajar bagaimana cara untuk bersaing pada dimensi yang baru, misalnya melalui penggunaan jalur distribusi via internet (Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 2005).

Wheelen & Hunger (2010) menjelaskan bahwa pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk memperoleh pangsa pasar dan sumber daya yang lebih banyak. Ancaman pendatang baru bergantung pada kehadiran hambatan-hambatan untuk masuk dan reaksi yang akan diperoleh dari pesaing yang telah ada sebelumnya. Hambatan-hambatan untuk masuk merupakan sebuah halangan yang mempersulit sebuah perusahaan untuk masuk ke dalam industri.

(8)

Menurut Fleisher & Bensoussan (2007), hambatan bagi pendatang baru merupakan level kesulitan tertentu yang harus dihadapi oleh perusahaan-perusahaan dalam mempertimbangkan persaingan ketika memasuki suatu industri.

Semakin mudah perusahaan untuk masuk dalam suatu industri maka intensitas persaingan yang terjadi antara pengusaha akan meningkat. Hal-hal yang dapat menghambat masuknya perusahaan dalam suatu industri antara lain kebutuhan untuk mencapai skala ekonomis secara cepat, kebutuhan dan spesialisasi teknologi, kurangnya pengalaman, tingginya kesetiaan pembeli pada merek tertentu, kebutuhan modal tinggi, keterbatasan dalam jaringan distribusi, kebijakan pemerintah, dan lain sebagainya.

Menghadapi hambatan-hambatan tersebut, terkadang perusahaan yang memasuki industri melalui produk yang berkualitas tinggi, harga yang lebih rendah, dan sumber daya pemasaran yang besar (David, 2005). Pada penelitian ini, peneliti membatasi pada hal-hal berikut dikarenakan keterkaitan dengan perusahaan yang dijadikan subjek penelitian, yaitu :

1. Identitas Merek

Pendatang baru harus mampu berinvestasi secara besar-besaran untuk dapat membangun reputasi yang kuat dan kesadaran terhadap brand perusahaan tersebut (Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott, 2013).

2. Kebutuhan Modal

Perusahaan yang bersaing dalam industri yang baru harus memiliki sumber daya yang cukup sebagai investasi awal. Selain fasilitas fisik, kebutuhan modal juga mencakup kebutuhan pada persediaan, aktivitas pemasaran, atatupun fungsi bisnis kritis.

Meskipun bersaing dalam industri yang baru dapat dikatakan menarik, namun kebutuhan modal untuk dapat sukses memasuki pasar mungkin saja tidak tersedia dalam usaha mengejar kesempatan pada pasar (Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 2005).

3. Kebijakan Pemerintah

Pemerintah dapat membatasi masuknya perusahaan baru dalam suatu industri melalui syarat perijinan usaha (Wheelen & Hunger, 2010). Selain itu, pembatasan yang terkadang ditentukan oleh pemerintah untuk masuk pada suatu industri dikarenakan kebutuhan untuk meningkatkan jasa yang berkualitas atau kebutuhan untuk melindungi pekerjaan (Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 2005).

(9)

4. Akses Pendatang Baru Pada Aktivitas Utama Bisnis

Aktivitas utama bisnis yang dimaksud pada penulisan ini adalah, teknologi, proses, bahan mentah, distribusi, dan lokasi. Adanya hak paten, lokasi yang unik atau mudah untuk dijangkau, dan lain sebagainya dapat menjadi hambatan tertentu untuk pendatang baru dalam memasuki industri (Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott, 2013).

5. Skala Ekonomis

Skala ekonomi menggambarkan turunnya biaya satuan (unit costs) suatu produk (atau operasional atau fungsi yang dilakukan untuk menghasilkan produk) apabila volume absolut per-periode meningkat. Skala ekonomi menghalangi masuknya pendatang baru dengan memaksa mereka untuk masuk pada skala besar dan mengambil resiko menghadapi reaksi yang keras dari pesaing yang ada atau masuk dengan skala kecil dan beroperasi dengan tingkat biaya yang tidak menguntungkan. Jenis hambatan masuk skala ekonomi terjadi pada saat ekonomi melakukan integrasi vertikal, artinya beroperasi pada tahap produksi atau distribusi berikutnya. Pendatang baru harus melakukan integrasi atau menghadapi biaya yang tidak menguntungkan, selain juga kemungkinan tertutupnya sumber masukan atau pasar bagi produknya jika sebagian besar pesaing telah mapan teringerasi (Porter, 2007). Skala ekonomis dapat terjadi pada hampir semua fungsi bisnis meliputi manufaktur, pembelian, penelitian dan pengembangan, pemasaran dan jaringan pelayanan. Perbedaan geografis kegiatan dan perbedaan produk yang ditawarkan juga dapat menciptakan keuntungan pasar.

6. Jaringan Externalities

Hal ini memberikan manfaat bagi incumbents sebagai pondasi awal dalam kegiatan perusahaan. Apabila incumbents terlalu lambat dalam menetapkan langkah awalnya maka pesaing dapat melakukan hal serupa dengan meluncurkan produk.

7. Harapan Terkait Postentry Competition

Hal ini terkait seberapa jauh kemampuan incumbents dalam menghadapi persaingan harga dalam menghadapi pendatang baru, bagaimana kemampuan incumbents dalam atau selama melalui perang harga, apakah incumbents memiliki kapasitas berlebih untuk menguasai pasar atau bahkan jika dibutuhkan, untuk mengeluarkan pendatang baru dari persaingan yang ada.

(10)
(11)

2.2.3 Ancaman Produk Subtitusi dan Komplemen

Menurut Wheelen & Hunger (2010), produk subtitusi merupakan produk yang nampak berbeda namun tetap dapat memenuhi kebutuhan yang sama dari produk lainnya. Berdasarkan pada Porter, produk subtitusi membatasi laba potensial dari industri dengan menetapkan harga tertinggi (ceiling price) yang dapat diberikan oleh perusahaan dalam industri. Untuk membatasi agar biaya peralihan rendah, maka produksubtitusi harus mempunyai efek yang kuat dalam industri. Hal yang terkadang sulit pada bagian ini yaitu identifikasi terhadap produk subtitusi artinya mencari produk yang dapat melakukan/memberikan fungsi yang sama walaupun terdapat perbedaan wujud dan kelihatannya tidak berfungsi sebagai produk subtitusi.

Kekuatan ini menjelaskan resiko terjadinya perpindahan pasar yang disebabkan oleh adanya atau potensi subtitusi produk (Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott, 2013). Hal ini disebabkan karena kekuatan dari produk alternatif maupun subtitusi dapat memberikan pengaruh pada biaya atau pada tren tertentu seperti meningkatkan kesadaran pembeli dan berakibat pada peralihan kesetiaan pembeli pada produk perusahaan (Daft & Marcic, 2013).

Salah satu hal yang menyebabkan tekanan pada persaingan semakin meningkat dikarenakan adanya produk subtitusi, yang seringkali terjadi adalah biaya produk subtitusi yang lebih rendah dan biaya peralihan oleh pembeli juga rendah. Kekuatan persaingan dari adanya produk subtitusi dapat diukur dari pangsa pasar produk tersebut.

Dalam hal ini, setiap perusahaan membuat perencanaan untuk meningkatkan kapasitas dan pangsa pasar (David, 2005).

1. Harga dan Kinerja Produk

Perbedaan harga dan kinerja yang ditawarkan oleh perusahaan dapat mempengaruhi persaingan. Pada umumnya, pembeli akan mencari kinerja terbaik dengan harga terendah.

2. Biaya Peralihan

Apabila produk yang diberikan oleh pesaing lebih rendah dari yang ditawarkan oleh perusahaan maka hal tersebut dapat mengakibatkan biaya peralihan yang semakin tinggi.

(12)

3. Kecenderungan Pembeli untuk Beralih

Ketika biaya peralihan besar artinya selisih antara yang satu dengan yang lain besar sedangkan kinerja dan hasil yang diberikan masih dalam batas yang diinginkan konsumen, konsumen akan sangat mudah untuk beralih pada pesaing.

2.2.4 Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok

Menurut Hitt, Ireland, dan Hoskisson (2005), menaikkan harga dan mengurangi kualitas dari produk mereka sangat berpotensi untuk dilakukan oleh pemasok untuk mengerahkan kekuatan pada beberapa perusahaan yang bersaing dalam satu industri.

Apabila perusahaan tidak dapat mengatasi kenaikan biaya yang disebabkan oleh struktur harga oleh pemasok maka keuntungan perusahaan akan berkurang dikarenakan aktivitas yang dilakukan oleh pemasok.

Kekuatan ini mengacu pada kemampuan pemasok dalam memberikan pengaruh baik dari segi harga, ketersediaan produk, dan kualitas dari material input terhadap perusahaan dalam suatu industri (Fleisher & Bensoussan, 2007).

Kekuatan tawar menawar pemasok mempengaruhi intensitas persaingan dalam industri, terutama ketika banyak konsentrasi pemasok, hanya sedikit bahan mentah yang bersifat susbtitusi, atau ketika biaya peralihan terhadap bahan mentah cenderung mahal.

Terkadang, pemasok dan produsen mensiasati persaingan ini melalui beberapa hal seperti penetapan harga yang wajar, peningkatan kualitas, pengembangan jasa yang baru, just-in-time deliveries, dan mengurangi biaya penyimpanan. Peningkatan- peningkatan tersebut dapat berdampak pada keuntungan jangka panjang. Perusahaan dapat melakukan strategi backward integration untuk mendapatkan kontrol atau kepemilikan terhadap pemasok. Tindakan ini tepat dilakukan jika pemasok tidak dapat dipercaya, biaya terlalu mahal, tidak dapat menyediakan kebutuhkan dasar perusahaan (David, 2005). Hal-hal yang turut mempengaruhi kekuatan tawar-menawar pemasok adalah :

1. Penetapan Harga Pemasok

Penetapan terhadap produk yang diberikan pemasok dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam bersaing. Apabila harga yang ditetapkan oleh pemasok tinggi, maka secara tidak langsung biaya akhir yang akan dikenakan kepada pembeli

(13)

juga akan semakin tinggi. Penetapan harga akan berdampak pada keuntugan yang diperoleh perusahaan (David, 2005).

Untuk mengatasi hal ini, perusahaan dapat melakukan backward integration agar dapat memperoleh kontrol atau kepemilikan atas pemasok. Hal ini efektif untuk diterapkan jika pemasok tidak dapat diandalkan, mempunyai biaya yang besar, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan secara konsisten (Daft & Marcic, 2013).

2. Kuantitas Pemasok

Konsentrasi pemasok juga berpengaruh pada persaingan. Apabila jumlah pemasok lebih sedikit daripada jumlah perusahaan maka pemasok dapat lebih memainkan harga.

3. Kemampuan pemasok untuk melakukan forward integration

Menurut Martinez & Wolverton (2009), pemasok adalah organisasi ataupun individual yang menyediakan bahan, informasi, atau pengetahuan yang memungkinkan organisasi untuk memproduksi produk dan jasanya. Pemasok memiliki kemampuan untuk dapat mengendalikan bahkan memiliki pembeli perusahaan.

2.2.5 Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli

Fleisher& Bensoussan (2007) mengatakan bahwa pembeli dari sebuah perusahaan mempunyai peranan yang penting dalam menetapkan struktur industri melalui kemampuan mereka menurunkan harga melalui perbandingan terhadap pesaing atau dapat juga melalui meningkatkan ekspektasi kualitas terhadap produk.

Perusahaan pesaing dapat melakukan penawaran melalui perpanjangan jaminan atau pelayanan khusus untuk mendapatkan kesetiaan pembeli. Kekuatan tawar-menawar pembeli juga tinggi apabila produk yang ditawarkan bersifat standar atau tidak terdiferensiasi (David, 2005). Hal-hal yang turut mempengaruhi kekuatan tawar- menawar pembeli adalah :

1. Penetapan Harga Pembeli

Perusahaan tentunya ingin memaksimalkan tingkat pengembalian modal. Namun di sisi lain, pembeli (pelanggan dari industri atau sebuah perusahaan) ingin memperoleh produk dengan biaya yang serendah mungkin. Untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh pembeli, pembeli berusaha melakukan penawaran untuk kualitas yang

(14)

lebih baik, kualitas layanan yang semakin baik, dan biaya yang rendah (Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 2005). Pembeli memiliki kekuatan terhadap penetapan harga akhir yang dapat dilakukan melalui proses negosiasi.

2. Kuantitas Pembeli

Perbandingan jumlah pembeli dengan perusahaan yang ada dapat mempengaruhi kinerja dan keuntungan perusahaan. Apabila jumlah pembeli lebih banyak dari perusahaan maka akan memungkinkan untuk perusahaan mendapatkan keuntungan lebih dari produk yang ditawarkan dan memungkinkan untuk terjadinya keberlangsungan usaha tetapi apabila jumlah pembeli lebih sedikit maka pembeli akan mempunyai kekuatan yang lebih dalam proses tawar menawar.

3. Biaya Peralihan

Biaya peralihan yang rendah dari satu perusahaan ke perusahaan pesaing akan memudahkan pembeli untuk melakukan pembelian pada perusahaan pesaing. (Hitt, Ireland, dan Hoskisson, 2005).

4. Ketersediaan Informasi

Saat ini akses teknologi dan informasi menjadi semakin mudah dan dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun. Selain itu, informasi juga dapat diperoleh dari adanya relasi atau koneksi. Sehingga, pembeli memiliki kekuatan yang lebih ketika melakukan penawaran terhadap pihak perusahaan dikarenakan setidaknya telah memiliki informasi terkait penawaran yang di inginkan baik dari segi kualitas maupun harga. Ketersedian informasi dapat menjadi kekuatan tersendiri yang dimiliki oleh pembeli. Akses internet yang dapat dijumpai di berbagai tempat dan cara dapat memberikan informasi yang sangat luas dan mudah diperoleh bagi pembeli baik mengenai produk, jasa, dan pesaing (Daft & Marcic, 2013).

5. Kualitas Produk dan Layanan

Kualitas produk dan layanan akan mempengaruhi terhadap respon pembeli dan keputusan pembeli untuk melakukan pembelian di masa mendatang. Apabila kinerja perusahaan baik maka produk dan layanan yang akan diberikan kepada konsumen juga.

6. Kepuasan Konsumen

Kepuasan konsumen dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dan hal ini ditandai melalui kinerja perusahaan yang dirasakan oleh konsumen. Konsumen yang

(15)

merasa puas dapat meningkatkan jumlah penjualan misalnya melalui word of mouth atau repeated buying.

2.3 Five Forces Scorecard

Analisis Porter’s five forces melalui lima komponen akan menghasilkan banyak data yang dapat bersifat membingungkan dan bertentangan. Ketersediaan five forces scorecard akan membantu dalam menonjolkan hal-hal penting dalam melakukan analisis Porter’s five forces yang telah dilakukan sebelumnya (Nead, 2013). Penilaian scorecard dilakukan pada setiap indikator Porter’s five forces yang digolongkan dalam 3 skala yaitu tinggi, rendah, dan sedang. Peneliti memiliki keleluasaan dalam memberikan penggolongan pada analisis Porter’s five forces ini. Hasil dari five forces scorecard akan memberikan pandangan terkait kondisi peluang dan ancaman perusahaan saat ini.

Tabel 2.1 Template Five Forces Scorecard

Tingkat Rivalitas di Antara Para Pesaing Rendah Sedang Tinggi Tingkat Pertumbuhan Industri

Kuantitas Perusahaan Diferensiasi

Biaya Peralihan Frekuensi Penjualan Kepemimpinan Harga Kapasitas Berlebih

Perubahan Harga dan Penjualan Penetapan Harga Perusahaan Hambatan Keluar

Ancaman Pendatang Baru Rendah Sedang Tinggi

Identitas Merek Kebutuhan Modal Kebijakan Pemerintah Skala Ekonomis Akses Pendatang Baru Jaringan Externalities Postenrty Competition

Ancaman Produk Subtitusi dan Komplemen Rendah Sedang Tinggi Harga dan kinerja jasa/produk

Biaya Peralihan

Kecenderungan Pembeli untuk Beralih

Kekuatan Tawar-Menawar Pemasok Rendah Sedang Tinggi Penetapan Harga Pemasok

Kuantitas Pemasok

Kemampuan pemasok untuk melakukan forward integration

(16)

Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli Rendah Sedang Tinggi Penetapan Harga Pembeli

Kuantitas Pembeli Biaya Peralihan Ketersediaan Informasi Kualitas Layanan Kepuasan Konsumen

Sumber : Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott (2013); diolah peneliti (2015)

2.4 External Factor Evaluation (EFE) Matrix

Melalui aktivitas yang telah dilakukan pada analisis Porter’s five forces dan hasil yang diperoleh dari five forces scorecard, akan dilakukan evaluasi menggunakan external factor evaluation (EFE) Matrix. EFE Matrix adalah alat dari manajemen strategi yang seringkali digunakan untuk mengukur nilai dari kondisi bisnis saat ini.

Matriks ini memberikan cerminan dari peluang dan ancaman yang sedang dihadapi dalam bisnis. Riston (2008) mengatakan bahwa keuntungan dari melakukan analisis eksternal antara lain untuk meningkatkan kesadaran manajerial terkait perubahan lingkungan, meningkatkan pengambilan keputusan terkait alokasi sumber daya dan memfasilitasi manajemen resiko (Ommani, 2011).

Berdasarkan David (2011), external factor evaluation (EFE) Matrix memungkinkan strategi-strategi yang telah dimiliki untuk disimpulkan dan guna mengevalusi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, legal, teknologi, dan persaingan. EFE Matrix dapat dikembangkan melalui beberapa cara sebagai berikut :

a.i.1. Membuat daftar terhadap lingkungan eksternal yang diidentifikasi pada proses eksternal audit sebanyak 15-20 faktor dan digolongkan dalam peluang dan ancaman dimana hal-hal tersebut terjadi pada perusahaan dan industri.

a.i.2. Melakukan pembobotan pada setiap faktor dari 0.0 (sangat tidak penting) hingga 1.0 (sangat penting). Bobot yang ada mengindetifikasikan tingkat kepentingan dari setiap faktor dalam pengaruhnya terhadap kesuksesan perusahaan dalam industri.

a.i.3. Memberikan peringkat pada setiap faktor eksternal untuk mengidentifikasikan seberapa efektif strategi yang saat ini dilakukan perusahaan dalam merespon faktor yang ada. Sistem peringkat terdiri atas 4 = respon yang diberikan sangat baik (sudah memaksimalkan peluang dan mengatasi ancaman), 3 = respon yang diberikan diatas

(17)

rata-rata (memanfaatkan peluang tetapi belum maksimal serta mengatasi ancaman dan sudah berhasil), 2 = respon yang diberikan rata-rata (mulai memanfaatkan peluang serta berupaya mengatasi ancaman tetapi belum berhasil), 1 = respon yang diberikan buruk (tidak memanfaatkan peluang serta tidak dapat mengatasi ancaman).

a.i.4. Menentukan skor bobot dengan mengalikan bobot setiap faktor terhadap rating yang telah ditentukan.

a.i.5. Menjumlahkan skor bobot untuk setiap variabel dan menentukan total bobot dari perusahaan.

Tabel 2.2 EFE Matrix

Faktor-faktor Eksternal Bobot Peringkat Skor Bobot Peluang

Peluang 1 ….. ….. …..

Peluang 2 ….. ….. …..

Peluang 3, dst ….. ….. …..

Ancaman

Ancaman 1 ….. ….. …..

Ancaman 2 ….. ….. …..

Ancaman 3,dst ….. ….. …..

Total rata-rata bobot 1,0 …..

Sumber : David (2011); diolah peneliti (2015)

Berdasarkan hasil yang akan nampak dari matriks ini, Total bobot tertinggi yang mungkin dimiliki perusahaan adalah 4.0 dan yang terendah sebesar 1.0. Total bobot adalah 4.0. Total rata-rata bobot sebesar 2.5 mengidentifikasikan bahwa perusahaan memberikan respon yang baik terhadap peluang dan ancaman yang terjadi pada industri.

Dengan kata lain, strategi yang dimiliki perusahaan telah secara efektif memanfaatkan peluang yang ada dan meminimalkan potensi ancaman yang terjadi pada lingkungan eksternal. Sedangkan total bobot sebesar 1.0 mengidentifikasikan bahwa strategi perusahaan saat ini tidak memanfaatkan peluang yang ada dan tidak menghindari ancaman eksternal (David, 2011).

(18)

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu

NO JUDUL PENULIS TUJUAN METODE HASIL PENELITIAN

1. Guidelines For Applying Porter's

Five Forces

Framework: A Set Of Industry Analysis Templates

Michael E.

Dobbs Untuk

menyediakan template praktis

dan juga

komprehensif bagi praktisi dan pelajar dalam mengaplikasikan kerangka kerja Michael Porter’s five forces pada analisis industri

Deksriptif terhadap template Porter’s five forces berdasarkan pengalaman manajer, pemilik usaha dalam lingkup kecil.

Terdapat beberapa kendala pada penerapan Porter’s Five Forces Model ini, yaitu pembahasan yang kurang mendalam, analisis struktur yang kurang, kurangnya wawasan yang strategis, millennial generation preferences. Hal yang membuat hingga saat ini masih banyak yang menerapkan kerangka ini dikarenakan Porter’s five forces mempunyai struktur yang sistematis dan sangat terfokus sehingga menjadi tepat dan efektif apabila diaplikasikan. Kerangka Porter’s five forces dapat menjadi alat yang sangat kuat apabila dilakukan oleh manajer yang mempunyai kemampuan dalam bidang ini ataupun seorang analisis.

2. Using The Porter Model To Analyze The US Elderberry Industry

Cernusca M.M Gold, M.A Godsey L.D

Mengidentifikas i

para pelaku pasar sepanjang rantai pasokan, status industri saat ini, arah, keadaan masa

depan dan

keterbatasan pasar serta resiko potensi dan peluang peluang usaha dan elderberry prosesor .

Penelitian dilakukan

dengan metode

kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan

kerangka Porter’s Five Force dan metode SCP (Structure-Conduct- Performance). Data kuantitaif diperoleh melalui survei yang diedarkan

menggunakan email.

Sedangkan data

kualitatif melalui wawancara dengan pengambilan sample secara snowball

Kerangka Porter’s five forces digunakan untuk mengidentifikasi pengembangan industri dan untuk mengantisipasi pengaruhnya terhadap industri. Elderberry merupakan usaha yang kecil tapi termasuk pada industri yang sedang bertumbuh dengan prospek yang tinggi. Melalui penelitian ini, peneliti dapat mengidentifikasi posisi perusahaan pada industri, mengidentifikasi seberapa kuat faktor-faktor Porter’s five forces dalam mempengaruhi perusahaan serta menganalisis langkah- langkah yang telah diterapkan perusahaan dalam menghadapi kondisi eksternal yang terjadi.

(19)
(20)

3. U

nPringle J

Huisman J Menganalisis sektor universitas pada Ontarois’s higher

education terhadap industrinya Melalui penelitian ini membantu dalam menggambarkan kondisi lingkungan eksternal terhadap kontirbusi profit pada institusi yang bersangkutan. Selain itu, tekonologi dan kebijakan pemerintah merupakan pemicu yang dapat mempengaruhi kondisi dari lingkungan eksternal tersebut terutama terhadap ancaman pendatang baru dan ancaman produk subtitusi.

4. S

us t

Iritani, D.R Silva, D.A.L Saavedra Y.M.B Grael, P.F.F Ometto, A.R

Menganalisis strategi berkelanjutan melalui penilaian performa lingkungan eksternal

Hasil penilaian siklus hidup menyatakan bahwa pada dampak lingkungan yang paling signifikan pada perusahaan ini terjadi pada tahapan dari pasokan bahan baku dan ditribusi produk.

Berdasarkan hasil penelitian baik dari data primer maupun sekunder terhadap siklus kehidupan produk pada produk furniture terdapat dua strategi berkelanjutan yaitu untuk mengoptimalkan sistem transportasi dan penggunaan alternatif bahan baku.

5. S

tD aL a

Eko, J.A.S Mengetahui kondisi lingkungan internal

maupun eksternal Diva laundry, mengetahui faktor strategis

yang mempengaruhi persaingan Diva laundry, mengetahui

keunggulan Diva laundry yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya saing.

Respon perusahaan terhadap lingkungan eksternal dan internal berada di bawah rata-rata. Artinya masih terdapat banyak peluang yang belum dimanfaatkan dan adanya ancaman yang dapat mengganggu kinerja perusahaan. Sedangkan kondisi internal yang dinilai mengindikasikan bahwa perusahaan masih memiliki keunggulan yang

belum dimanfaatkan. Hasil analisis dengan menggunakan CP Matriks mengindikasikan bahwa Q Laundry merupakan pesaing yang kuat bagi Diva Laundry.

Pada hasil analisis SWOT strategi yang direkomendasikan adalah Penetrasi pasar.

Sedangkan dari matriks IE,merekomendasi strategi Pengembangan produk. Pada QSPM, strategi bersaing yang direkomendasikan kepada Diva

(21)

Sumber : Cernusca, Gold, dan Godsey (2012); Dobbs (2014); Pringle, Huisman (2011); Iritani,Silva, Saavedra, Grael, dan Ometto (2014), Eko (2013); diolah peneliti (2015)

(22)

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Michael E. Dobbs dengan judul Guidelines For Applying Porter's Five Forces Framework: A Set Of Industry Analysis Templates, memberikan pandangan terhadap kendala yang seirngkali dihadapi oleh peneliti dalam melakukan penelitian menggunakan kerangka kerja ini. Seperti yang diungkapkan pada buku pedoman maupun buku lainnya terkait Porter's Five Forces ini, terdapat persamaan dengan hasil dari penelitian ini yaitu kendala utama yang paling sering terjadi adalah pembahasan yang kurang mendalam sehingga hasil yang diperoleh dari penelitian pun menjadi tidak akurat, tidak lengkap dan menghasilkan analisis yang tidak memberikan bantuan apapun. Pada akhirnya akan merujuk pada kesalahan dalam melakukan analisis, pengambilan keputusan yang buruk dan mempengaruhi hasil kerja organisasi. Namun, hal yang membuat hingga saat ini masih banyak yang menerapkan kerangka ini dikarenakan Porter’s five forces mempunyai struktur yang sistematis dan sangat terfokus sehingga menjadi tepat dan efektif apabila diaplikasikan. Kerangka Porter’s five forces dapat menjadi alat yang sangat kuat apabila dilakukan oleh manajer yang mempunyai kemampuan dalam bidang ini ataupun seorang analisis. Porter’s five forces ini memiliki format standar untuk semua template. Selain itu memungkinkan untuk dimodifikasi atau diberi tambahan penjelasan terkait keterkaitan yang ada antar faktor-faktor tersebut.

Berikutnya, penelitian terdahulu yang dikaji berjudul Using The Porter Model To Analyze The US Elderberry Industry karya Cernusca, Gold dan Godsey.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang bersifat deskriptif, penelitian ini merupakan penarapan secara langsung kerangka kerja Porter’s five forces dalam menganalisis perusahaan Elderberry yang bergerak pada industri fruit-bearing shrub. Berbeda dengan peneltian dengan kerangka Porter’s five forces pada umumnya, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif untuk memperoleh informasi terkait pasar dan industrinya. Hasil pada penelitian ini, memberikan informasi terkait kondisi industri dan analisis terkait faktor-faktor eksternal yang tersedia pada kerangka kerja terhadap pengaruhnya di perusahaan.

Ketiga, penelitian terdahulu karya Pringle dan Huisman yang berjudul

(23)

Porter’s Five Forces Framework. Kerangka ini berbasis pada mikroekenomi sehingga untuk melengkapi penelitian dan analisis yang dilakukan, peneliti juga menambahkan faktor makro yang mempengaruhi yaitu dari aspek pemerintahan dan keadaan ekonomi saat ini serta kaitannya dengan perkembangan teknologi.

Peneliti membuat kesimpulan dengan memetakan komponen-komponen Porter’s Five Forces terhadap pengaruhnya pada kontribusi profit institusi. Selain itu, peneliti mengatakan bahwa pada institusi ini, teknologi dan kebijakan pemerintah pemicu yang kuat dan dapat mempengaruhi komponen-komponen tersebut.

Keempat, peneliti memilih penelitian terdahulu karya Iritani, et al. dengan judul Sustainable Strategies Analysis Through Life Cycle Assessment: A Case Study In A Furniture Industryin The Furniture Industrial Sector. Pemilihan ini untuk melengkapi dan memberikan tambahan wawasan peneliti terkait industri furniture. Penelitian ini dikaji menggunakan penilaian pada siklus hidup bisnis dan lingkungan yang mempengaruhinya.

Penelitian berikutnya berjudul Strategi Keunggulan Bersaing Pada Diva Laundry Dalam Menghadapi Persaingan Antar Usaha Jasa Laundry Di Mojokerto, karya Eko J.A.S. Penelitian ini membantu dalam memberikan pemahaman terkait penerapan dan analisis EFE Matrix guna mengetahui kondisi lingkungan eksternal pada persaingan usaha. Peneliti menggunakan analisis kualitatif dengan perolehan data melalui wawancara dengan menggunakan kerangka kerja baik dari sisi internal maupun eksternal usaha yaitu matriks EFE, matriks IFE, CP matriks, matriks SWOT, matriks IE dan QSPM. Hasil akhir dari penelitian ini yaitu penerapan strategi penetrasi pasar.

(24)

2.6 Kerangka Kerja Penelitian : Analisis Lingkungan Eksternal Menggunakan Kerangka Kerja Porter’s Five Forces Pada Perusahaan CV Citra Jaya

Gambar 2.2 Kerangka Kerja Penelitian

Sumber: Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott, (2013); diolah peneliti (2015) Kerangka berpikir diatas menjelaskan bahwa peneliti melakukan analisis

(25)

dikembangkan Michael E. Porter yaitu Porter’s Five Forces. Pada kerangka ini membatasi penelitian pada lima lingkup yaitu tingkat rivalitas di antara para pesaing, ancaman pendatang baru, produk subtitusi dan komplemen, kekuatan tawar menawar pemasok dan kekuatan tawar menawar pembeli.

Pada lingkup tingkat rivalitas di antara para pesaing dilihat dari tingkat pertumbuhan industri, konsentrasi perusahaan, diferensiasi produk, biaya peralihan, frekuensi penjualan, biaya lain, kapasitas berlebih, penyesuaian harga, hambatan keluar, elastisitas harga, dan cooperative pricing. Ancaman pendatang baru dilihat dari identitas merek, kebutuhan modal, kebijakan pemerintah, akses pendatang baru, skala ekonomis, kurva belajar, jaringan externalities, dan postentry competition. Ancaman produk subtitusi dan komplemen dilihat dari harga dan kinerja produk, biaya peralihan, dan kecenderungan pembeli untuk beralih.

Kekuatan tawar-menawar pemasok dilihat dari penetapan harga, konsentrasi pemasok, dan kemampuan pemasok untuk melakukan forward integration. Kekuatan tawar-menawar pembeli dilihat dari penetapan harga, konsentrasi pembeli, biaya peralihan, ketersediaan informasi, kualitas layanan dan kepuasan konsumen. Peneliti akan menganalisis setiap komponen pada kerangka kerja Porter’s Five Forces dalam bentuk deksriptif kemudian melakukan penggolongan terhadap faktor-faktor dari komponen tersebut berdasarkan peluang atau ancaman bagi perusahaan.

Gambar

Gambar 2.1 Faktor-Faktor Porter’s Five Forces Sumber: Bensako, Dravone, Shanley, dan Scott (2013)
Tabel 2.1 Template Five Forces Scorecard
Tabel 2.2 EFE Matrix
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Pasi Aron di Jangka

Buku teks yang berbasis aktivitas ini disusun sebagai salah satu penunjang penerapan Kurikulum 2013 yang disempurnakan yang sangat mengedepankan pada pencapaian kompetensi

Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya Pelayanan Kesehatan, baik pencegahan penyakit, peningkatan

Kontraktor konstruksi harus mengungkapkan metode pengakuan pendapatan, dasar yang digunakan untuk mengklasifikasikan aktiva dan kewajiban sebagai aktiva lancar (sifat dan lamanya

Untuk melihat prospek kerjasama yang dapat menguntungkan bagi Indonesia digunakan Model MARKAL Dengan memanfaatkan CDM maka diharapkan negara berkembang, khususnya Indonesia

industri batu bata adalah industri yang mengolah bahan baku tanah liat dan bahan.. pembantu berupa air dan pasir serta serbuk gergaji melalui

Selain terintegrasi dengan plant lain, beberapa hasil samping juga bisa dapat dijadikan bahan baku ataupun bahan tambahan untuk proses pengolahan, misalnya slag pada converting

Kredit dapat diberikan dengan mempertimbangkan rentang waktu budidaya mutiara dari awal investasi hingga diperoleh hasil panen pertama umumnya pada tahun ketiga.. Perlu