PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN”.(STUDI DI YAYASAN PENDIDIKAN LABUHAN [YASPENHAM] PASAR 5 KELURAHAN RENGAS PULAU KECAMATAN MEDAN
MARELAN KOTA MEDAN)
TESIS
Oleh
ITA HENDRIANI 127024038/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2015
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN”.(STUDI DI YAYASAN PENDIDIKAN LABUHAN [YASPENHAM] PASAR 5 KELURAHAN RENGAS PULAU KECAMATAN MEDAN
MARELAN KOTA MEDAN)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Program Studi Magister Studi Pembangunan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Oleh
ITA HENDRIANI 127024038/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2015
Judul Tesis : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN”. (STUDI DI YAYASAN PENDIDIKAN LABUHAN [YASPENHAM] PASAR 5 KELURAHAN RENGAS PULAU KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN)
Nama Mahasiswa : Ita Hendriani Nomor Pokok : 127024038
Program Studi : Studi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Drs. Agus Suriadi, M.Si Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)
Tanggal Lulus : 2 Februari 2014
Telah diuji pada
Tanggal 2 Februari 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA Anggota : Drs. Agus Suriadi, M.Si
: Drs. Kariono, M.Si : Hatta Ridho, S.Sos, MSP
: Porf. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si
PERNYATAAN
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN”.(STUDI DI YAYASAN PENDIDIKAN LABUHAN
[YASPENHAM] PASAR 5 KELURAHAN RENGAS PULAU KECAMATAN MEDAN MARELAN KOTA MEDAN)
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Februari 2015 Penulis
(Ita Hendriani)
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN (STUDI PADA YAYASAN PENDIDIKAN LABUHAN [YASPENHAM] PASAR 5 KELURHAN RENGAS PULAU KECAMATAN
MEDAN MARELAN KOTA MEDAN)
ABSTRAK
Pendidikan dan masyarakat merupakan hal yang tidak dapat dipisakan.
Oleh karenanya partisipasi aktif masyarakat sangat menentukan kemajuan penyelenggaraan pendidikan secara nasional. Fenomena inilah yang mendorong peneliti melakukan prosedur ilmiah untuk mengetahui lebih dalam partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di Yaspenham serta keberadaan faktor yang paling lemah kondisinya dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di Yaspenham. Secara teknis penelitian ini menggunakan data dan informasi yang dihasilkan melalui prosedur wawancara mendalam terhadap beberapa pihak yang dianggap sangat memahami permasalahan penelitian yang diajukan. Dengan demikian data dan informasi inilah yang menjadi dasar analisa secara mendalam terhadap fenomena sosial pendidikan dasar tersebut. Hasil penelitian menjelaskan bahwa wujud partisipasi orang tua siswa dan masyarakat di sekitar sekolah melalui aktivitas seperti dukungan moral, dukungan finansial atau pendanaan maupun kerjasama yang terjalin saat ini telah menjelaskan hasil yang cukup baik. Secara eksternal waktu dan momentum bersama yang sangat sulit ditentukan. Pola pertemuan antara berbagai pihak yang berkepentingan yang secara teknis telah ditentukan sebagaimana kebiasaan tentu saja belumlah cukup. Sehigga di masa yang akan datang kualitas partisipasi ini dapat lebih dikembangkan sedemikian rupa sehingga benar- benar memberikan efek positif bagi kualitas pendidikan yang dilaksanakan di SMP Yaspenham Kecamatan Medan Marelan.
Kata Kunci : Partisipasi Masyarakat, Orang Tua Siswa, dan Penyelenggaraan Pendidikan.
PUBLIC PARTICIPATION IN THE BASE EDUCATION MANAGEMENT (STUDY ON LABUAN EDUCATION FOUNDATION [YASPENHAM] 5TH
STREET OF RENGAS PULAU VILLAGE MARELAN DISTRICT IN MEDAN CITY)
ABSTRACT
Education and public is something that can not separable. Therefore, the active participation of the interest society is crucial progress in the implementation of national education. This phenomenon is motivating researchers conducted a scientific procedure to find out more in the public participation in the provision of education in Yaspenhan as well as the existence of the factors that most weak in an effort to increase public participation in the provision of education in junior Yaspenham. Technically, this study uses the data and also the information generated through in-depth interviews procedures against several persons are considered to truly understand the problems of the proposed research. Thus, the data and information is the basis for in-depth analysis of the social phenomenon of the middle grade of education. The results of the study explained that the form of student’s parents and the society who live all around the school through activities such as moral support, financial support or funding and cooperation that exists today has explained the results are quite good. Time and the moment along very difficult to determine. The pattern of regular meetings between various stakeholders who are technically been determined as was the custom of course not enough. Sehigga in future quality of this participation can be developed in a way that really gives a positive effect on the quality of education that is implemented in Yaspenham Junior Highschool in Marelan district Medan City.
Keywords : Public Participation, Student Parents', and Base of Education Management.
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan berkah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan pada Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumater Utara, Medan.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, saya banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Pembimbing serta Ketua Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen Tamu ketika Penulis melaksanakan sidang meja hijau
3. Bapak Prof. Dr. R. Hamdani Harahap, MA selaku Sekretaris Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.
4. Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan kesabarannya sudah sangat banyak membantu memberikan arahan dan bimbingan kepada Penulis untuk menyempurnakan penulisan tesis ini.
5. Bapak Drs. Kariono, M.Si dan Bapak Hatta Ridho S.Sos, MSP selaku Komisi Pembanding yang juga telah membantu mengarahkan penulisan tesis ini.
6. Seluruh Dosen dan Staf di Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang
telah banyak membantu baik dalam bidang akademik maupun administratif.
7. Ayahanda M. Rambe tercinta yang telah banyak berkorban, mendidik, hingga tak dapat terucapkan, trimakasih Ayah.
8. Suami tercinta Ir. H. Gozali Tanjung, anak yang amat di sayangi, Putri Liani, Rabilal Adenan, M. Yusril Zidan, dan Ari Aulia Rizki terimaksih atas semuanya, terutama untuk anak-anakku menjadi motivasi untuk menimba ilmu yang lebih tinggi lagi.
9. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di MSP Angkatan 2012 atas dukungan dan kerjasamanya, semoga kita semua sukses. Aamiin
10. Pengurus Yayasan Pendidikan Labuhan serta para guru yang telah banyak membantu dalam penulisan tesis ini
Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat kepada seluruh pembaca. Aamiin.
Medan, Februari 2015 Penulis,
Ita Hendriani
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Ita Hendriani
Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 12 Mei 1966
Alamat : Jalan Bank No. 88 Komplek Deli Raya Titipan Medan
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
II. Pendidikan
1. SD N 4 Medan Tamat 1977 2. SMP N 5 Medan Tamat 1979 3. SMA N 3 Medan Tamat 1984 4. S-1 FIKIP Tamat 2001
5. S-2 Magister Studi Pembangunan FISIP USU Tahun 2012-2015
Medan, Februari 2015 Penulis,
Ita Hendriani
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Rumusan Masalah... 5
1.3 Tujuan Penelitian... 5
1.4 Manfaat Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar Manajemen Berbasis Sekolah... 7
2.2 Komite Sekolah... 10
2.2.1 Kedudukan dan Sifat Komite Sekolah... 15
2.2.2 Peran dan Fungsi Komite Sekolah... 17
2.2.3 Keanggotaan Komite Sekolah... 19
2.2.4 Kepengurusan Komite Sekolah... 20
2.3 Pengertian Dasar tentang Partisipasi Orangtua dan Masyarakat... 25
2.3.1 Bentuk-bentuk Partisipasi Orangtua dan Masyarakat... 26
2.3.2Upaya-upaya Peningkatan Partisipasi Orangtua dan Masyarakat untuk Mendukung Program Sekolah... 28
2.3.3 Kesejajaran Peran Orangtua, Sekolah dan Masyarkat dalam Pendidikan... 31
2.3.4 Membangun Kemitraan Orangtua, Sekolah dan Masyarakat... 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian... 39
3.2 Konsep Penelitian... 39
3.3 Sumber Informasi Penelitian... 40
3.4 Sumber Data Penelitian... 42
3.5 Teknik Pengumpulan Data... 42
3.6 Teknik Analisa Data... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 44
4.1.1 Gambaran Sarana dan Sarana... 44
4.1.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 46
4.1.3 Karakteristik Informan Peneitian... 47
4.2 Hasil Penelitian... 50
4.2.1 Hasil Wawancara Penelitian... 50
4.3 Pembahasan... 57
4.3.1 Partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di SMP Yaspenham ditinjau melalui faktor Dukungan moral, Bantuan dana dan Kerjasamanya... 61
4.3.2 Kerjasama dengan stakeholder SMP Yaspenham sebagai Faktor yang Perlu Ditingkatkan dalam Rangka Peningkatan Partisipasi Masyarakat... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 65
5.2 Saran... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1. Informan Penelitian... 41
4.1. Kondisi Ruang SMP Swasta Yaspenhan... 45
4.2. Jumlah Mobeleur………...……… 45
4.3. Jumlah Sarana Mobilitas………... 45
4.4. Karakteristik Informan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin... 48
4.5. Karakteristik Sumber Informasi Penelitian Berdasakan Pendidikan.. 49
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman 1. Kuesioner Penelitian... 70
2. Dokumentasi... 45
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN (STUDI PADA YAYASAN PENDIDIKAN LABUHAN [YASPENHAM] PASAR 5 KELURHAN RENGAS PULAU KECAMATAN
MEDAN MARELAN KOTA MEDAN)
ABSTRAK
Pendidikan dan masyarakat merupakan hal yang tidak dapat dipisakan.
Oleh karenanya partisipasi aktif masyarakat sangat menentukan kemajuan penyelenggaraan pendidikan secara nasional. Fenomena inilah yang mendorong peneliti melakukan prosedur ilmiah untuk mengetahui lebih dalam partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di Yaspenham serta keberadaan faktor yang paling lemah kondisinya dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di Yaspenham. Secara teknis penelitian ini menggunakan data dan informasi yang dihasilkan melalui prosedur wawancara mendalam terhadap beberapa pihak yang dianggap sangat memahami permasalahan penelitian yang diajukan. Dengan demikian data dan informasi inilah yang menjadi dasar analisa secara mendalam terhadap fenomena sosial pendidikan dasar tersebut. Hasil penelitian menjelaskan bahwa wujud partisipasi orang tua siswa dan masyarakat di sekitar sekolah melalui aktivitas seperti dukungan moral, dukungan finansial atau pendanaan maupun kerjasama yang terjalin saat ini telah menjelaskan hasil yang cukup baik. Secara eksternal waktu dan momentum bersama yang sangat sulit ditentukan. Pola pertemuan antara berbagai pihak yang berkepentingan yang secara teknis telah ditentukan sebagaimana kebiasaan tentu saja belumlah cukup. Sehigga di masa yang akan datang kualitas partisipasi ini dapat lebih dikembangkan sedemikian rupa sehingga benar- benar memberikan efek positif bagi kualitas pendidikan yang dilaksanakan di SMP Yaspenham Kecamatan Medan Marelan.
Kata Kunci : Partisipasi Masyarakat, Orang Tua Siswa, dan Penyelenggaraan Pendidikan.
PUBLIC PARTICIPATION IN THE BASE EDUCATION MANAGEMENT (STUDY ON LABUAN EDUCATION FOUNDATION [YASPENHAM] 5TH
STREET OF RENGAS PULAU VILLAGE MARELAN DISTRICT IN MEDAN CITY)
ABSTRACT
Education and public is something that can not separable. Therefore, the active participation of the interest society is crucial progress in the implementation of national education. This phenomenon is motivating researchers conducted a scientific procedure to find out more in the public participation in the provision of education in Yaspenhan as well as the existence of the factors that most weak in an effort to increase public participation in the provision of education in junior Yaspenham. Technically, this study uses the data and also the information generated through in-depth interviews procedures against several persons are considered to truly understand the problems of the proposed research. Thus, the data and information is the basis for in-depth analysis of the social phenomenon of the middle grade of education. The results of the study explained that the form of student’s parents and the society who live all around the school through activities such as moral support, financial support or funding and cooperation that exists today has explained the results are quite good. Time and the moment along very difficult to determine. The pattern of regular meetings between various stakeholders who are technically been determined as was the custom of course not enough. Sehigga in future quality of this participation can be developed in a way that really gives a positive effect on the quality of education that is implemented in Yaspenham Junior Highschool in Marelan district Medan City.
Keywords : Public Participation, Student Parents', and Base of Education Management.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Dalam Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 dinyatakan bahwa : “Pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, sarana, dan prasarana yang tersedia dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama”. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa peran serta masyarakat dan orang tua bertujuan mendayagunakan kemampuan yang ada pada orang tua dan masyarakat bagi pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan, terlebih pada era otonomi sekolah (Manajemen Berbasis Sekolah) saat ini peran serta orang tua dan masyarakat sangat menentukan.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal hidup dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Sekolah jelas bukan sekolah yang berjalan terisolasi dari masyarakat, melainkan sekolah yang berorientasi kepada kenyataan-kenyataan kehidupan dan hidup bersama-sama masyarakatnya.
Masyarakat memiliki potensi-potensi yang dapat didayagunakan dalam mendukung program-program sekolah. Untuk itu agar sekolah dapat 1
tumbuh dan berkembang, maka program sekolah harus sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
Partisipasi masyarakat dan orang tua di sekitarnya sangat penting. Di satu sisi sekolah memerlukan masukan dari masyarakat dalam menyusun program yang relevan, sekaligus memerlukan dukungan masyarakat dalam melaksanakan program tersebut. Dilain pihak, masyarakat memerlukan jasa sekolah untuk mendapatkan program-program pendidikan sesuai dengan yang diinginkan.
Jalinan semacam itu dapat terjadi, jika orang tua dan masyarakat dapat saling melengkapi untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan di tingkat sekolah.
Partisipasi orang tua dan masyarakat hendaknya diperhatikan oleh pihak sekolah, khususnya kepemimpinan Kepala Sekolah agar dapat terwujud dan terpelihara keberadaannya. Pada akhirnya apabila partisipasi telah terpelihara dengan baik, maka sekolah tidak akan mengalami kesulitan yang berarti dalam mengembangkan berbagai jenis program, karena semua pihak telah memahami dan merasa bertanggung jawab terhadap keberhasilan suatu program yang akan dikembangkan oleh pihak sekolah.
Dengan sendirinya agar semua terpelihara dengan baik, maka harus ada komunikasi timbal balik antara sekolah dengan semua pihak yang berkepentingan, terutama masyarakat setempat dan orang tua murid, sehingga sekolah, masyarakat dan orang tua merupakan satu kesatuan yang utuh dalam menyelenggarakan proses pendidikan yang bermutu di sekolah.
Melalui upaya-upaya yang dilakukan pihak sekolah diharapkan masyarakat dan orang tua murid dapat berpartisipasi aktif dan optimal dalam proses pendidikan di sekolah. Hal ini berarti bahwa pemberdayaan masyarakat harus menjadi tujuan utama dan peran serta masyarakat bukan hanya pada stakeholders, tetapi menjadi bagian mutlak dari sistem pengelolaan. Hal ini jelas menggambarkan bahwa sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan hendaknya melibatkan masyarakat dan orang tua murid.
Dengan begitu saling membutuhkan antar sesama sangatlah diperlukan untuk bagaimana memajukan dari pada pendidikan itu sendiri. Dengan adanya bantuan ataupun kerjasama-kerjasama tersebut diharapkan penyelenggaraan pendidikan menjadi besar. Ketika partisipasi dari masyarakat semakin besar maka secara otomatis makin besar pula rasa memiliki masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut, karena dengan adanya rasa memiliki masyarakat akan tahu dan sadar bahwasanya lembaga pendidikan adalah juga merupakan bagian daripada mereka. Kondisi seperti demikian itu masyarakat akan dengan sendirinya ikut memantau, memberikan masukan dan bahkan menjaga keberlangsungannya, seperti dalam hal-hal yang menyangkut kepada kebijakan dan program yang dicanangkanya, karena berbagai kebijakan dan program inilah yang paling sering dilihat dan dikritisi oleh masyarakat dan lembaga-lembaga lainya. Selain kedua hal tersebut di atas, ketika rasa memiliki terhadap lembaga pendidikan dimiliki oleh masyarakat maka masyarakat akan membatu ataupun memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk kecintaanya. Seperti misal hal-hal yang bersifat sangat
fisik, seperti bangunan, alat peraga dan semua bahan penunjang pendidikan akan diberikan, dijaga serta dirawat oleh masyarakat dengan sepenuh hati. Dari berbagai gambaran di atas semakin jelaslah ketika pihak lembaga pendidikan tersebut tidak memberikan sebuah pelayanan yang maksimal kepada anak didik ini sangatlah riskan karena bahwasanya sudah jelas pihak sekolah tidak akan bisa maju sendiri untuk mengelola lembaganya tanpa bantuan dari pada masyarakat yang partisipasinya sangatlah dinantikan, begitupun masyarakat lembaga pendidikan merupakan sebuah keharusan untuk mendidik dan membimbing generasi-generasi mereka agar menjadi lebih baik lagi. Karena, maju ataupun mundurnya suatu bangsa ini adalah tergantung dari bagaimana peran serta kaum intelek mudanya. Dengan demikian peran lembaga pendidikan formal selayaknya sekolah tentunya sangatlah vital karena lembaga pendidikan adalah wadah serta jembatan untuk bagaimana memproses generasi-generasi muda agar menjadi lebih baik lagi sebagai fundamental yang kokoh dari bangsa dan Negara ini. Jadi sangatlah tidak masuk akal apabila lembaga pendidikan tidak memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakatnya, demikian juga masyarakat apabila mereka tidak ada peranan untuk lembaga pendidikan hal tersebut juga sangatlah tidak masuk akal. Penulis mengamati Sekolah Menengah Pertama Yayasan Pendidikan Labuhan Pasar 5 Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Kota Medan, salah satu lembaga pendidikan di Kota Medan dimana penulisa melihat bahwa kerjasama antara pihak masyarakat dengan lembaga sekolah yang secara suka rela bantu membantu dalam rangka untuk kepentingan
bersama kurang begitu tergali. Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul: “Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan”.(Studi di Yayasan Pendidikan Labuhan Pasar 5 Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Kota Medan).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis mengagkat permasalahan penelitian ini dalam pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di Yaspenhan ditinjau melalui faktor Dukungan moral, Bantuan dana dan Kerjasamanya ?
2. Faktor apakah yang paling lemah kondisinya sehingga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di Yaspenhan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di SMP Yaspenhan ditinjau melalui faktor Dukungan moral, Bantuan dana dan Kerjasamanya.
2. Untuk mengidentifikasi keberadaan faktor yang paling lemah kondisinya sehingga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di SMP Yaspenhan.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis
Sebagai sumbangan untuk dijadikan pengetahuan terutama bagi Pemerintah Kota Medan c.q Dinas Pendidikan agar dapat merespon dengan baik apa yang diharapkan masyarakat untuk meningkatkan penyelenggaraan pendidikan khususnya di Kecamatan Medan Marelan.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dan untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis.
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Penger tian Dasar Manajemen Ber basis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari istilah School-Based Management (SBM) sebagai suatu model pengelolaan sekolah secara desentralisasi di tingkat sekolah. MBS merupakan sistem pengelolaan sekolah yang menjadikan lembaga sekolah sebagai institusi yang memiliki otonomi luas dengan segala tanggungjawabnya untuk mengembangkan dan melaksanakan visi, misi, dan tujuan-tujuan yang disepakati. Sekolah memiliki kewenangan luas untuk menetapkan berbagai kebijakan teknis operasional sekolah dengan berbagai implikasinya sesuai dengan kebutuhan aktual siswa atau masyarakat. Dalam MBS, sekolah memiliki kewenangan luas untuk menggali dan memanfaatkan berbagai sumberdaya sesuai dengan prioritas kebutuhan aktual sekolah.
Implementasi praktis dari konsep dasar MBS sangat bervariasi dari satu negara dengan negara lainnya, bahkan dari satu sekolah dengan sekolah lainnya. Hal ini sangat tergantung kepada sistem politik pendidikan dan kebijakan dasar sistem pengelolaan pendidikan yang diterapkan di negara yang bersangkutan. Di negara bagian Quesland, Australia, misalnya, MBS dilaksanakan dengan mempadukan kebijakan dasar pendidikan pemerintah negara bagian dengan aspirasi dan partisipasi masyarakat yang dihimpun dalam wadah “School Council” dan “Parent and Community Association”. Perpaduan dari dua kepentingan tersebut dibicarakan dan 7
didiskusikan secara terbuka, dan hasilnya dituangkan dalam dokumen tertulis yang dijadikan pedoman bagi semua pihak terkait. Dokumen tertulis tersebut terdiri dari: 1) “school policy” (kebijakan sekolah) yang memuat visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran prioritas pengembangan program sekolah untuk mencapai visi, misi, dan tujuan-tujuan yang dikehendaki bersama, 2) “school planning review”, yaitu rencana jangka pendek atau menengah sekolah yang memuat berbagai rencana kerja sekolah untuk jangka waktu antara tiga sampai lima tahun, dan 3) “school annual planning”, yaitu program kerja tahunan sekolah yang lebih rinci, termasuk anggaran biaya yang diperlukan.
Penilaian terhadap penjaminan, kualitas dan akuntabilitas hasil kegiatan sekolah (quality assurance and accountability of the school programs) dilakukan melalui monitoring dan evaluasi secara kontinyu oleh berbagai pihak yang terkait dengan kegiatan sekolah. Bahkan jika perlu, pihak “school council” dan “parent and community association”
membentuk tim monitoring dan evaluasi yang bersifat permanen. Anggota tim ini dipilih secara demokratis dari kedua belah pihak sebagai representasi dari kedua lembaga tersebut. Dengan cara ini, perkembangan dan kemajuan sekolah dapat selalu dimonitor dan diinformasikan kepada kedua lembaga yang bersangkutan sebagai bahan evaluasi untuk perubahan atau perbaikan dokumen yang disepakati bersama.
Secara teoritis, pengelolaan sekolah dalam MBS ditandai oleh adanya karakteristik dasar pemberian otonomi sekolah yang luas dan
tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi dalam mendukung program sekolah. Otonomi yang luas diberikan kepada institusi lokal sekolah untuk mengelola berbagai sumberdaya yang tersedia dan mengalokasikan dana yang tersedia sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah dalam upaya meningkatkan mutu sekolah secara umum dan mutu hasil belajar siswa.
Sekolah diberi kewenangan yang luas untuk mengembangkan program- program kurikulum dan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa serta tuntutan masyarakat setempat. Dengan otonomi luas ini, sekolah dapat meningkatkan kinerja staf dengan menawarkan partisipasi aktif mereka dalam mengambil keputusan bersama dan bertanggungjawab bersama dalam pelaksanaan keputusan yang diambil.
Selain otonomi yang luas, sekolah juga didukung oleh adanya partisipasi yang tinggi dari pihak orangtua siswa dan masyarakat di sekitar sekolah dalam merealisir program-program sekolah. Orangtua dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah melalui bantuan finansial, tetapi bersama “school council” merumuskan dan mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah secara umum.
Masyarakat menyediakan diri untuk membantu sekolah sebagai nara sumber atau organisator kegiatan sekolah yang dapat meningkatkan mutu hasil belajar siswa dan prestise sekolah secara keseluruhan. Orangtua dan masyarakat juga terlibat secara aktif dalam proses kontrol kualitas pengelolaan sekolah. Dengan demikian, dalam pelaksanaan MBS, sekolah
dituntut untuk memiliki tingkat “accountability” yang tinggi kepada masyarakat dan pemerintah.
Dalam prakteknya, pelaksanaan MBS akan bervariasi dari satu sekolah dengan sekolah yang lainnya atau antara satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini sangat tergantung dari persiapan aspek-aspek pendukung implementasi MBS di tingkat sekolah serta kemampuan sumber daya manusia pelaksana di tingkat sekolah. Implementasi MBS dalam pengelolaan pendidikan dasar di Indonesia, khususnya Sekolah Menengah Petama, memerlukan modifikasi konsep dan aplikasi sesuai dengan kondisi aktual sekolah, agar inovasi yang ditawarkan dapat dilaksanakan dengan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar MBS. Selain itu, penerapan MBS secara praktis perlu dukungan berbagai faktor yang dewasa ini secara aktual ada sekolah, sehingga MBS mampu meningkatkan efektivitas pengelolaan SMP dengan lebih baik.
2.2. Komite Sekolah
Masyarakat merupakan suatu komunitas yang selalu berkembang dan berubah menuju suatu keadaan kehidupan yang diharapkan. Masyarakat memiliki peranan dalam penyelenggaraan pendidikan, diantaranya:
1. Menentukan tujuan dan aspirasi pendidikan
2. Menentukan kebijakan dan rencana-rencana sekolah 3. Menyediakan sumber-sumber yang diperlukan pendidikan 4. Mengorganisasi partisipasi masyarakat dalam pendidikan
Oleh karena itu, keberadaan masyarakat terhadap sekolah sangat diperlukan dalam melakukan pembaharuan program sekolah yang memerlukan dukungan, terutama dukungan dari masyarakat secara optimal.
Partisipasi optimal dari masyarakat yang dimaksud adalah kesadaran dan kepedulian masyarakat melakukan aktivitas-aktivitas untuk turut serta mengambil keputusan, melaksanakan dan mengevaluasi keputusan suatu program pendidikan di sekolah secara proporsional yang dilandasi kesepakatan. Sebagai konsekuensi untuk mengakomodasi aspirasi, harapan dan kebutuhan stakeholder sekolah, maka perlu dikembangkan adanya wadah untuk menampung dan menyalurkannya. Wadah tersebut berfungsi sebagai forum dimana representasi para stakeholder sekolah terwakili secara proporsional. Dalam berbagai dokumen yang ada serta konsensus yang telah muncul dalam berbagai forum dan wadah ini diberi nama “Komite Sekolah”.
Partisipasi yang berlaku pada masyarakat kita, masih belum diartikan secara universal. Para perencana pembangunan mengartikan partisipasi sebagai dukungan terhadap rencana atau proyek pembangunan yang direncanakan dan ditentukan oleh pemerintah. Ukuran partisipasi masyarakat diukur oleh berapa besar sumbangan yang diberikan masyarakat untuk ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga yang diberikan kepada pemerintah. Partisipasi yang berlaku secara universal adalah kerja sama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan,
dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
Sebagai konsekuensi perluasan makna partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, maka perlu dibentuk suatu wadah untuk menampung dan menyalurkannya yang diberi nama Komite Sekolah. Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Komite Sekolah merupakan suatu badan atau lembaga non profit dan non politis, dibentuk berdasarkan musyawarah yang demokratis oleh para stake-holder pendidikan pada tingkat satuan pendidikan sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggungjawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan.
Ditinjau dari perspektif sejarah persekolahan pada tingkat SD, SLTP, dan SMU/SMK di Indonesia, masyarakat sekolah, khususnya orang tua siswa, telah memerankan sebagian fungsinya dalam membantu penyelenggaraan pendidikan.
Sebelum tahun 1974 masyarakat orang tua siswa di lingkungan masing-masing sekolah telah membentuk Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG).
Sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan jalur sekolah semakin meningkat, maka POMG pada awal tahun 1974 dibubarkan dan dibentuk suatu badan yang dikenal dengan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Pasang surut perkembangan
penyelenggaraan pendidikan jalur dan jenis sekolah, tidak dapat dilepaskan dari partisipasi masyarakat, khususnya orang tua peserta didik termasuk keberadaan BP3.
Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dan hasil pendidikan yang diberikan oleh sekolah, dan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan, dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya demokratisasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peran serta masyarakat untuk bersinergi dalam suatu wadah yang lebih sekedar lembaga pengumpul dana pendidikan dari orang tua siswa.
Pada saat ini, selain adanya BP3 dibentuk pula Komite Sekolah (di beberapa sekolah yang memperoleh program khusus), beranggotakan kepala sekolah sebagai ketua dan salah seorang guru, ketua BP3, ketua LKMD dan tokoh masyarakat sebagai anggota. Pembentukan komite dimaksudkan untuk menangani pelaksanaan rehabilitasi bangunan sekolah (SD dan MI), dan pembangunan unit sekolah baru (SLTP dan MTs), sedangkan di SMK, selain terdapat BP3 dibentuk juga Majelis Sekolah yang mempunyai peran menjembatani sekolah dengan industri dalam pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), dan Bursa Kerja Khusus (BKK) yang merupakan kerja sama sekolah dengan Depnaker dalam pemasaran lulusan.
Kondisi nyata tersebut dalam memasuki era Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) perlu dibenahi selaras dengan tuntutan perubahan yang dilandasi
kesepakatan, komitmen, kesadaran, dan kesiapan membangun budaya baru dan profesionalisme dalam mewujudkan “Masyarakat Sekolah” yang memiliki loyalitas pada peningkatan mutu sekolah. Untuk terciptanya suatu masyarakat sekolah yang kompak dan sinergis, maka Komite Sekolah merupakan bentuk atau wujud kebersamaan yang dibangun melalui kesepakatan (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002).
Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama. Nama Komite Sekolah merupakan nama generik. Artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati.
Dengan demikian, organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaannya sesuai dengan panduan ini atau melebur menjadi organisasi baru, yang bernama Komite Sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002).
Peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di sekolah, kewenangannya akan berkembang sesuai kebutuhan dalam wadah Komite Sekolah.
2.2.1. Kedudukan dan Sifat Komite Sekolah
Komite Sekolah berkedudukan di satuan pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah. Satuan pendidikan dalam berbagai jenjang, jenis, dan jalur pendidikan, mempunyai penyebaran lokasi yang amat beragam. Ada sekolah tunggal dan ada sekolah yang berada dalam satu kompleks. Ada sekolah negeri dan ada sekolah swasta yang didirikan oleh yayasan penyelenggara pendidikan.
Oleh karena itu, maka Komite Sekolah dapat dibentuk dengan alternatif sebagai berikut:
Pertama, Komite Sekolah yang dibentuk di satu satuan pendidikan.
Satuan pendidikan sekolah yang siswanya dalam jumlah yang banyak, atau sekolah khusus seperti Sekolah Luar Biasa, temasuk dalam ketegori yang dapat membentuk Komite Sekolah sendiri. Kedua, Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan sekolah yang sejenis. Sebagai misal, beberapa SD yang terletak di dalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan dapat membentuk satu Komite Sekolah. Ketiga, Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan dan terletak di dalam satu kompleks atau kawasan yang berdekatan. Sebagai misal, ada satu kompleks pendidikan yang terdiri dari satuan pendidikan TK, SD, SLB, dan SMU, dan bahkan SMK dapat membentuk satu Komite Sekolah. Keempat, Komite Sekolah yang dibentuk untuk beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenis dan jenjang pendidikan milik atau dalam pembinaan satu yayasan penyelenggara pendidikan, misalnya sekolah-sekolah di bawah lembaga pendidikan Muhammadiyah, Al Azhar, Al Izhar, Sekolah Katholik, Sekolah Kristen dan sebagainya.
Komite Sekolah merupakan badan yang bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan sekolah maupun lembaga pemerintah lainnya. Komite Sekolah dan sekolah memiliki kemandirian masing-masing, tetapi tetap sebagai mitra yang harus saling bekerja sama sejalan dengan konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Dibentuknya Komite Sekolah dimaksudkan agar adanya suatu organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite Sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat setempat. Oleh karena itu, Komite Sekolah yang dibangun harus merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif. Artinya, Komite Sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada pengguna (client model), berbagai kewenangan (power sharing and advocacy model) dan kemitraan (partnership model) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan.
Adapun tujuan dibentuknya Komite Sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat sekolah adalah sebagai berikut.
1. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.
2. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
2.2.2. Peran dan Fungsi Komite Sekolah
Keberadaan Komite Sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pembentukannya harus memperhatikan pembagian peran sesuai posisi dan otonomi yang ada. Adapun peran yang dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai berikut.
a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan.
b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Untuk menjalankan perannya itu, Komite Sekolah memiliki fungsi sebagai berikut.
a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
b. Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/
dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
1) kebijakan dan program pendidikan;
2) Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);
3) kriteria kinerja satuan pendidikan;
4) kriteria tenaga kependidikan;
5) kriteria fasilitas pendidikan; dan
6) hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.
d. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.
e. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
f. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Komite Sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya, melakukan akuntabilitas sebagai berikut.
a. Komite Sekolah menyampaikan hasil kajian pelaksanaan program sekolah kepada stakeholder secara periodik, baik yang berupa
keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran program sekolah.
b. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban bantuan masyarakat baik berupa materi (dana, barang tak bergerak maupun bergerak), maupun non materi (tenaga, pikiran) kepada masyarakat dan pemerintah setempat
2.2.3 Keanggotaan Komite Sekolah
Keanggotaan Komite Sekolah berasal dari unsur-unsur yang ada dalam masyarakat. Di samping itu unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota.
Anggota Komite Sekolah dari unsur masyarakat dapat berasal dari komponen- komponen sebagai berikut:
a. Perwakilan orang tua/wali peserta didik berdasarkan jenjang kelas yang dipilih secara demokratis.
b. Tokoh masyarakat (ketua RT/RW/RK, kepala dusun, ulama, budayawan, pemuka adat).
c. Anggota masyarakat yang mempunyai perhatian atau dijadikan figur dan mempunyai perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan.
d. Pejabat pemerintah setempat (Kepala Desa/Lurah, Kepolisian, Koramil, Depnaker, Kadin, dan instansi lain).
e. Dunia usaha/industri (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain- lain).
f. Pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan.
g. Organisasi profesi tenaga pendidikan (PGRI, ISPI, dan lain-lain).
h. Perwakilan siswa bagi tingkat SLTP/SMU/SMK yang dipilih secara demokratis berdasarkan jenjang kelas.
i. Perwakilan forum alumni SD/SLTP/SMU/SMK yang telah dewasa dan mandiri.
Anggota Komite Sekolah yang berasal dari unsur dewan guru, yayasan/
lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa sebanyak- banyaknya berjumlah tiga orang.
Jumlah anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya 9 (sembilan) orang dan jumlahnya harus gasal. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa keanggotaan Komite Sekolah ditetapkan di dalam AD/ART.
2.2.4. Kepengurusan Komite Sekolah
Pengurus Komite Sekolah ditetapkan berdasarkan AD/ART yang sekurang- kurangnya terdiri atas seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan bidang-bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pengurus komite dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis. Khusus jabatan ketua komite bukan berasal dari kepala satuan pendidikan. Jika diperlukan dapat diangkat petugas khusus yang menangani urusan administrasi Komite Sekolah dan bukan pegawai sekolah, berdasarkan kesepakatan rapat Komite Sekolah.
Pengurus Komite Sekolah adalah personal yang ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut.
a. Dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis dan terbuka dalam musyawarah Komite Sekolah.
b. Masa kerja ditetapkan oleh musyawarah anggota Komite Sekolah.
c. Jika diperlukan pengurus Komite Sekolah dapat menunjuk atau dibantu oleh tim ahli sebagai konsultan sesuai dengan bidang keahliannya.
Mekanisme kerja pengurus Komite Sekolah dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
a. Pengurus komite Sekolah terpilih bertanggungjawab kepada musyawarah anggota sebagai forum tertinggi sesuai AD dan ART.
b. Pengurus Komite Sekolah menyusun program kerja yang disetujui melalui musyawarah anggota yang berfokus pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan peserta didik.
c. Apabila pengurus Komite Sekolah terpilih dinilai tidak produktif dalam masa jabatannya, maka musyawarah anggota dapat memberhentikan dan mengganti dengan kepengurusan baru.
d. Pembiayaan pengurus Komite Sekolah diambil dari anggaran Komite Sekolah yang ditetapkan melalui musyawarah.
Komite Sekolah wajib memiliki AD/ART. Anggaran Dasar sekurang- kurangnya memuat:
a. Nama dan tempat kedudukan.
b. Dasar, tujuan, dan kegiatan.
c. Keanggotaan dan kepengurusan.
d. Hak dan kewajiban anggota dan pengurus.
e. Keuangan.
f. Mekanisme kerja dan rapat-rapat.
g. Perubahan AD dan ART, serta pembubaran organisasi.
Anggaran Rumah Tangga sekurang-kurangnya memuat:
a. Mekanisme pemilihan dan penetapan anggota dan pengurus Komite Sekolah.
b. Rincian tugas Komite Sekolah.
c. Mekanisme rapat.
d. Kerja sama dengan pihak lain.
e. Ketentuan penutup.
Pembentukan Komite Sekolah harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan demokratis. Dilakukan secara transparan adalah bahwa Komite Sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan. Dilakukan secara akuntabel adalah bahwa panitia persiapan hendaknya menyampaikan laporan pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dana kepanitiaan.
Dilakukan secara demokratis adalah bahwa dalam proses pemilihan anggota dan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu pemilihan anggota dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan suara.
Pembentukan komite Sekolah diawali dengan pembentukan panitia persiapan yang dibentuk oleh kepala satuan pendidikan dan/atau oleh atau oleh masyarakat. Panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri), dan orang tua peserta didik.
Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan Komite Sekolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk pengurus/anggota BP3, Majelis Sekolah, dan Komite Sekolah yang sudah ada) tentang Komite Sekolah menurut keputusan ini.
b. Menyusun kriteria dan mengidentifikasi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;
c. Menyeleksi anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;
d. Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat;
e. Menyusun nama-nama anggota terpilih;
f. Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Komite Sekolah;
g. Menyampaikan nama pengurus dan anggota Komite Sekolah kepada kepala satuan pendidikan.
h. Panitia Persiapan dinyatakan bubar setelah Komite Sekolah terbentuk.
Calon anggota Komite Sekolah yang disepakati dalam musyawarah atau mendapat dukungan suara terbanyak melalui pemungutan suara secara langsung menjadi anggota Komite Sekolah sesuai dengan jumlah anggota yang disepakati dari masing-masing unsur. Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama kali dengan Surat Keputusan kepala satuan pendidikan, dan selanjutnya diatur dalam AD dan ART. Misalnya dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga disebutkan bahwa pemilihan anggota dan pengurus Komite Sekolah ditetapkan oleh musyawarah anggota Komite Sekolah.
Pengurus dan anggota komite terpilih dilaporkan kepada pemerintah daerah dan dinas pendidikan setempat. Untuk memperoleh kekuatan hukum, Komite Sekolah dapat dikukuhkan oleh pejabat pemerintahan setempat. Misalnya Komite Sekolah untuk SD dan SLTP dikukuhkan oleh Camat dan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan; SMU/SMK dikukuhkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota.
Penyelenggaraan pendidikan jalur sekolah sesuai dengan jenjang dan jenis, baik negeri maupun swasta, telah diatur melalui perundang-undangan serta perangkat peraturan yang mengikutinya. Selain itu setiap penyelenggaraan persekolahan dibina oleh instansi yang berwenang. Dengan demikian, kondisi tersebut berimplikasi terhadap tatanan dan hubungan baik vertikal maupun horizontal yang baku antara sekolah dengan instansi lain. Hubungan-hubungan tersebut bisa berupa laporan, konsultasi, koordinasi, pelayanan, dan kemitraan.
Tata hubungan antara Komite Sekolah dengan satuan pendidikan, Dewan Pendidikan, dan institusi lain yang bertanggungjawab dalam pengelolaan pendidikan dengan Komite-komite Sekolah pada satuan pendidikan lain bersifat koordinatif.
2.3. Penger tian Dasar tentang Par tisipasi Or ang Tua dan Masyar akat Istilah partisipasi mengandung arti keikutsertaan. Menurut Kamus Besar Indonesia (1989:679), partisipasi adalah “sejumlah orang yang turut berperan dalam suatu kegiatan; keikutsertaan dan peran serta”.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa unsur penting yang tercakup dalam pengertian partisipasi, diantaranya: Pertama, dalam
partisipasi yang ditelaah bukan hanya keikutsertaan secara fisik tetapi juga fikiran dan perasaan (mental dan emosional). Kedua, partisipasi dapat digunakan untuk memotivasi orang-orang yang menyumbangkan kemampuannya kepada situasi kelompok sehingga daya kemampuan berfikir serta inisiatifnya dapat timbul dan diarahkan kepada tujuan-tujuan kelompok. Ketiga, dalam partisipasi mengandung pengertian orang untuk ikut serta dan bertanggungjawab dalam kegiatan-kegiatan organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi rasa keterlibatan psikologis individu dengan tugas yang diberikan kepadanya, semakin tinggi pula rasa tanggung jawab seseorang dalam melaksanakan tugas tersebut. Beberapa hal yang berhubungan dengan partisipasi orang tua dan masyarakat sebagai berikut:
1. Partisipasi masyarakat merupakan satu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat.
2. Masyarakat akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki program tersebut.
3. Partisipasi merupakan hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan.
2.3.1. Bentuk-bentuk Par tisipasi Or ang Tua dan Masyar akat
Keterlibatan seseorang terhadap suatu program akan berbeda-beda, tergantung jenis keterlibatannya yang dapat dibedakan menjadi lima bagian yaitu:
1. Partispasi buah pikiran
2. Partsipasi tenaga 3. Partisipasi harta benda
4. Partisipasi keterampilan atau kemahiran 5. Partisipasi sosial
Dari beberapa jenis partisipasi tersebut diharapkan dapat dikembangkan oleh sekolah, sehingga partisipasi masyarakat dan orang tua murid terwujud secara optimal. Dalam hal ini sekolah harus mampu menggali semua jenis partisipasi dari masyarakat dan orang tua murid yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing demi kelancaran program sekolah.
Sedangkan partisipasi berdasarkan pengelompokan dapat ditinjau dari tujuan, pengelolaan, frekuensi, langsung dan tidak langsung, serta kelembagaan sebagai berikut:
1. Partisipasi ditinjau dari segi tujuan, meliputi:
a. Partispasi berupa probilisasi, yaitu partisipasi yang bertujuan hanya untuk mendukung kebijaksanaan yang telah ditetapkan dari atas.
b. Partisipasi saling menunjang, yakni partisipasi yang bertujuan tidak hanya mendukung kebijaksanaan yang telah ditetapkan akan tetapi juga mengoreksi serta mengisi kekurangan kebijakan tersebut.
2. Partisipasi ditinjau dari segi pengelolaan, meliputi:
a. Partisipasi pada tahap perencanaan
b. Partisipasi pada tahap pelaksanaan c. Partisipasi pada tahap evaluasi
3. Partisipasi ditinjau dari segi frekuensinya, meliputi:
a. Partisipasi yang hanya dapat dilakukan secara periodik b. Partisipasi yang dilakukan tidak secara periodik
4. Partisipasi ditinjau dari segi langsung tidak langsung, meliputi:
a. Partisipasi langsung yaitu partisipasi yang dilakukan oleh orang yang berkepentingan.
b. Partisipasi tidak langsung yaitu dapat dilakukan dengan dua cara:
Pertama, orang atau warga masyarakat membentuk suatu kelompok, kemudian didalam kelompok tersebut orang atau warga masyarakat mengungkapkan partisipasinya. Kedua, orang-orang atau kelompok tertentu mengungkapkan masalah, kemudian kelompok mengolahnya.
5. Partisipasi ditinjau dari kelembagaan, meliputi:
a. Partisipasi yang disampaikan secara perorangan tanpa adanya lembaga
b. Partisipasi massa
c. Partisipasi teratur melalui lembaga penengah yang menyalurkan aspirasi masyarakat dan wakil-wakil diberbagai golongan masyarakat.
2.3.2. Upaya-upaya Peningkatan Par tisipasi Or ang tua dan Masyar akat untuk mendukung Pr ogram Sekolah
Sangat penting bagi sekolah untuk menjalankan peranan kepemimpinan yang aktif dalam menggalakkan program-program sekolah melalui peran serta aktif orang tua dan masyarakat. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam mengupayakan partisipasi orang tua dan masyarakat terhadap keberhasilan program sekolah, diantaranya:
1. Menjalin Komunikasi yang Efektif dengan Orang Tua dan Masyarakat
Partisipasi orang tua dan masyarakat akan tumbuh jika orang tua dan masyarakat juga merasakan manfaat dari keikutsertaanya dalam program sekolah. Manfaat dapat diartikan luas, termasuk rasa diperhatikan dan rasa puas karena dapat menyumbangkan kemampuannya bagi kepentingan sekolah. Jadi prinsip menumbuhkan hubungan dengan masyarakat adalah saling memberikan kepuasan. Salah satu jalan penting untuk membina hubungan dengan masyarakat adalah menetapkan komunikasi yang efektif.
Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk membangun komunikasi dengan orang tua dan masyarakat, yaitu:
a. Mengidentifikasi orang-orang kunci, yaitu orang-orang yang mampu mempengaruhi teman lain. Orang-orang itulah yang tahap pertama dihubungi, diajak konsultasi, dan diminta bantuannya untuk menarik orang lain berpartisipasi dalam program sekolah. Tokoh-tokoh semacam itu dapat berasal dari orang tua siswa atau warga masyarakat yang
“dituakan” atau “informal leaders”, pejabat, tokoh bisnis, dan profesi lainnya.
b. Melibatkan orang-orang kunci tersebut dalam kegiatan sekolah, khususnya yang sesuai dengan minatnya. Misalnya tokoh seni dapat dilibatkan dalam pembinaan kesenian di sekolah. Orang yang hobi olahraga dapat dilibatkan dalam program olahraga sekolah. Selanjutnya tokoh-tokoh tersebut diperankan sebagai mediator dengan masyarakat luas.
c. Memilih saat yang tepat, misalnya pelibatan masyarakat yang hobi olahraga dikaitkan dengan adanya PON atau sejenis yaitu saat minat olahraga di masyarakat sedang naik. Pelibatan tokoh dan masyarakat yang peduli terhadap kebersihan/kesehatan dimulai pada hari Kesehatan Nasional misalnya.
2. Melibatkan Masyarakat dan Orang Tua dalam Program Sekolah
Pepatah “Tak senang jika tak kenal” juga berlaku dalam hal ini. Oleh karena itu sekolah harus mengenalkan program dan kegiatannya kepada masyarakat. Dalam program tersebut harus tampak manfaat yang diperoleh masyarakat jika membantu program sekolah. Untuk maksud di atas, sekolah dapat melakukan:
a. Melaksanakan program-program kemasyarakatan, misalnya kebersihan lingkungan, mambantu lalu lintas di sekitar sekolah, dan sebagainya.
Program sederhana semacam ini dapat menumbuhkan simpati masyarakat.
b. Mengadakan open house yang memberi kesempatan masyarakat luas
untuk mengetahui program dan kegiatan sekolah. Tentu saja dalam kesempatan semacam itu sekolah perlu menonjolkan program-program yang menarik minat masyarakat.
c. Mengadakan buletin sekolah atau majalah atau lembar informasi yang secara berkala memuat kegiatan dan program sekolah, untuk diinformasikan kepada masyarakat.
d. Mengundang tokoh untuk menjadi pembicara atau pembina suatu program sekolah. Misalnya mengundang dokter yang tinggal di sekitar sekolah atau orang tua untuk menjadi pembicara atau pembina program kesehatan sekolah.
e. Membuat program kerja sama sekolah dengan masyarakat, misalnya perayaan hari-hari nasional maupun keagamaan
3. Memberdayakan Dewan Sekolah
Keberadaan Dewan Sekolah akan menjadi penentu dalam pelaksanaan otonomi pendidikan di sekolah. Melalui Dewan Sekolah orang tua dan masyarakat ikut merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi pengelolaan pendidikan di sekolah. Untuk meningkatkan komitmen peran serta masyarakat dalam menjunjang pendidikan, termasuk dari dunia usaha, perlu dilakukan antara lain dengan upaya sebagai berikut:
a. Melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan tentang pendidikan terutama ditingkat sekolah. Melalui otonomi, pengambilan keputusan yang menyangkut pelaksanaan layanan jasa pendidikan akan semakin mendekati kepentingan masyarakat yang dilayani.
b. Selanjutnya program imlab swadana, yaitu pemerintah baru akan memberikan sejumlah bantuan tertentu pada sekolah apabila masyarakat telah menyediakan sejumlah biaya pendamping.
c. Mengembangkan sistem sponsorship bagi kegiatan pendidikan.
Melalui upaya-upaya yang dilakukan pihak sekolah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dan orang tua dalam mendukung program-program sekolah dapat teroptimalkan.
2.3.3. K esejajar an P er an Or ang Tua, Sekolah dan Masyar akat Dalam P endidikan
Comer dan Haynes (1997) mengatakan anak-anak belajar dengan lebih baik jika lingkungan sekelilingnya mendukung, yakni orangtua, guru, dan anggota keluarga lainnya serta kalangan masyarakat sekitar. Sekolah tidak dapat memberikan semua kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan siswa, sehingga diperlukan keterlibatan bermakna oleh orangtua dan anggota masyarakat. Hal ini sangat masuk akal mengingat sebetulnya orangtua, guru dan masyarakat memiliki kesempatan untuk mendiskusikan sejauhmana kemajuan anak. Seiring dengan masyarakat yang semakin kompleks dan penuh tuntutan, maka kebutuhan untuk bermitra seringkali dikesampingkan. Alasannya baik pendidik maupun orangtua tidak memiliki waktu yang cukup untuk bertemu dan membangun hubungan yang baik dalam rangka kemajuan si anak. Sementara ini masyarakat telah menciptakan bias pembagian peran antara orangtua dan guru. Kita terbiasa dengan pandangan bahwa sekolah harus menangani anak dari sisiakademik, sedangkan keluarga mengurusi masalah moral dan
perkembangan emosional anak. Padahal, anak juga belajar mengenai masalah moral dan emosi dari apa yang dijumpainya di ruang kelas. Begitu juga ketika mereka berada di tengah-tengah masyarakat, sesungguhnya mereka juga mengamati sikap-sikap orang dewasa
Permasalahan awal yang harus dipahami adalah bahwa orangtua yang menyekolahkan anaknya rata-rata memiliki hubungan yang kurang kuat dengan sekolah. Banyak dari mereka yang merasa segan untuk membangun hubungan itu, terlebih bagi mereka yang memiliki latar belakang pengalaman tidak menyukai sekolah ketika masih bersekolah dulu. Adapun guru hanya bekerja dan tidak tahu banyak tentang lingkungan sekitar sekolah. Jadi, sebelum ketiga komponen ini membentuk kemitraan, baik guru, keluarga, maupun masyarakat pertama-tama harus belajar percaya dan menghormati satu sama lain.
Kerjasama antara guru, orangtua, kalangan bisnis, dan anggota masyarakat lainnya dalam bentuk mitra penuh berpeluang besar dalam menciptakan program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan lokal yang unik sekaligus menggambarkan keanekaragaman di dalam sekolah. Jadi, mereka dapat membawa iklim sekolah yang baik karena menghargai dan menanggapi adanya perbedaan dan kesamaan di antara siswa. Dengan kata lain partisipasi yang dicita-citakan adalah partisipasi sehat.
Beragam kerjasama dilakukan oleh sekolah dengan berbagai pihak.
Menurut Keith & Girling (1991: 256-259), bentuk hubungan antara sekolah dengan para stakeholder-nya terbagi menjadi tiga model. Model pertama adalah profesional, kedua yaitu advokasi, dan ketiga ialah kemitraan. Model Kemitraan mengandung pembagian tanggungjawab dan inisiatif antara keluarga, sekolah dan masyarakat yang ditujukan pada pencapaian target
kependidikan tertentu. Model ini berbeda dengan dua model lainnya. Model profesional mengandalkan pada layanan pegawai sekolah dan para pakar, sehingga hubungan yang terjalin dengan pihak orangtua atau masyarakat umumnya hanya satu arah. Adapun model advokasi terkesan lebih mendudukkan dirinya sebagai usaha oposisi terhadap kebijakan pendidikan pada umumnya dan sekolah pada khususnya.
Model kemitraan mengandalkan pada kepentingan pribadi orangtua dan anggota masyarakat yang mau tidak mau membuat mereka berpartisipasi dalam aktivitas yang berkaitan dengan sekolah. Kemitraan memandang semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap sekolah merupakan pihak yang dapat didayagunakan dan mampu membantu sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, sehingga jejaringnya begitu luas atau dengan kata lain hampir semua orang; siswa, orangtua, guru, staf, penduduk setempat, kalangan pengusaha, dan organisasi-organisasi lokal. Kemitraan memang menitikberatkan pada keterlibatan yang dilandasi oleh kepentingan pribadi, sehingga ketika orangtua terlibat dalam pengambilan keputusan sebenarnya yang melandasi adalah kepentingan anak dari orangtua bersangkutan.
Mitra sekolah selain orangtua adalah masyarakat, dan berkenaan dengan itu Kowalski (2004: 41) menyebutkan alasan kuat perlunya sekolah menjalin kemitraan dengan masyarakat, yakni sebagai berikut:
1. Masyarakat telah membayar pajak untuk terselenggaranya pendidikan 2. Kebanyakan komunikasi sekolah dan masyarakat dilakukan satu
arah, sehingga ada informasi dari masyarakat yang tidak sampai ke sekolah
3. Pendekatan informal cenderung kurang efektif dibandingkan
dengan cara yang lebih sistematis 4. Masyarakat terdiri atas keberagaman
Dengan demikian tidak beralasan lagi mendudukkan sekolah sebagai satu-satunya pranata sosial yang bertanggungjawab atas tumbuhkembangnya sesosok individu. Ada dunia di luar sekolah yang juga memberi kontribusi akan hal itu, dan implikasinya harus ada pensikapan positif dari orangtua dan masyarakat untuk melakukan kerjasama terutama dalam menselaraskan nilai dan pengetahuan siswa dan dukungan penyelenggaraan pendidikan yang dinyatakan dalam bentuk partisipasi pendidikan.
2.3.4. Membangun Kemitr aan Or angtua, Sekolah dan Masyar akat
Pada sebuah penulisan yang dilakukan oleh Bauch dan Goldring (1995: 16- 17), dikemukakan adanya implikasi berupa kurang baiknya pengkondisian lembaga dengan nuansa birokratis jika kita bermaksud mengundang lebih banyak partisipasi orangtua. Nuansa ini tercermin dari adanya ukuran sekolah yang terus menerus bertambah besar, semakin peliknya kurikulum, pembedaan siswa, dan terdapat konflik antara staf sekolah dengan pihak eksternal yang mengarah pada masalah akuntabilitas lembaga. Model yang disarankan Bauch dan Goldring untuk dikembangkan adalah model komunitarian, yakni model yang mengedepankan keeratan sosial di antara siswa, orangtua, dan sekolah dengan didasarkan atas nilai, kepercayaan dan harapan yang sama, pengorganisasian kurikulum yang sederhana, tidak
adanya pembedaan siswa, dan ukuran yang tidak terlalu besar.
Membangun kemitraan dengan orangtua menurut Molloy, dkk (1995 :62) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Memulai kemitraan
Sekolah selaku pemicu awal kemitraan memulai dengan menganalisis kebutuhan baik siswa, orangtua maupun sekolah. Kesamaan atau kesejalanan kebutuhan diantara ketiga pihak tersebut adalah latar belakang yang baik untuk memulai kemitraan. Sekolah dalam tahapan ini juga perlu menelusuri informasi tentang kemitraan yang pernah dilakukan sebelumnya antara sekolah dan orangtua, sehingga dapat menjadi acuanpada kegiatan selanjutnya. Informasi lain yang perlu diketahui pihak sekolah adalah mengenai potensi orangtua sebagai mitra sekolah. Potensi yang dimaksud bisa dari berbagai sudut pandang, antara lain ekonomi, pekerjaan, keahlian dan pengalaman, kepentingan, minat, kegemaran, dan lain sebagainya.
2. Membangun kemitraan
Pola persuasif menjadi pilihan yang utama dalam mengundang perhatian orangtua akan permasalahan kenakalan anak. Kemasan yang informal juga menjadi cara jitu untuk membangun kemitraan antara sekolah dan orangtua sebelum mengarah kepada bentuk kegiatan yang formal. Efektivitas kemitraan sekolah dan orangtua dalam membangun kemampuan sosial anak akan lebih dipertajam dengan hadirnya fasilitator yang berkeahlian dan bersifat netral, misal pakar pendidikan tinggi dan
praktisi. Kemitraan bahkan dapat diperluas menjadi sebuah jaringan dengan melibatkan bagian - bagian masyarakat, misal unit pelayanan publik, media lokal, perusahaan komersil, wadah pelatihan.
Tempat yang dipergunakan pun tidak hanya sekolah, contoh antara lain berupa perpustakaan publik, rumah sakit, kegiatan bazaar, pameran daerah, karnaval, museum, kantor polisi, dan lain sebagainya. Merajut jaringan kemitraan memang tidak dapat dikatakan mudah, namun demikian dampak dari keberadaannya tidak dapat dianggap sepele karena bisa menghadirkan dukungan bagi sekolah yang lebih luas (http://www.nwrel.org/request/feb01/networking.html, di akses 2011). Pihak - pihak yang dilibatkan antara lain komite sekolah itu sendiri, pemimpin agama, mitra bisnis, organisasi publik, LSM dan organisasi lainnya, dan tokoh komunikasi.
3. Mengembangkan visi bersama
Pihak sekolah maupun orangtua bersama - sama merancang visi yang dalam hal ini dimisalkan berupa pencegahan kenakalan anak. Kedua pihak berpikir tentang tujuan yang hendak dicapai dan cara apa yang dilakukan guna meraihnya. Dari tuangan pemikiran tersebut diharapkan munculnya rasa tanggungjawab akan pelaksanaan, keberlangsungan, dan keterkaitan kegiatan.
4. Mengimplementasikan perencanaan ke dalam tindakan kolaboratif Sebagai kegiatan kolaboratif, maka keterlibatan semua pihak sangat diperlukan. Sebagai contoh tujuan sebuah kegiatan yang berupa memperkuat hubungan anak dan orangtua melalui peningkatan keterampilan komunikasi, maka secara implementatif aktivitas yang
dilaksanakan harus dapat menunjuk secara nyata interaksi antara anak dan orangtua, misal perlombaan antara keluarga siswa dan lokakarya pola asuh anak yang melibatkan orangtua dan siswa sebagai peserta.
Contoh lain semisal upaya membangun citra diri anak di tengah - tengah masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan mengajak anak dan orangtua mengunjungi rumah sakit, museum, perpustakaan, kantor polisi, dan lain sebagainya.
Di sisi lain Grant (1979: 128) mengingatkan bahwa kemitraan tidak boleh mengabaikan prinsip akuntabilitas dan kemandirian. Dalam hal menumbuhkan kemandirian, secara eksplisit Grant menganjurkan agar setelah terbentuknya kelompok kemitraan masing-masing anggota harus menjaga kenetralan khususnya dalam segi politik. Kemandirian finansial juga menjadi penekanan dalam hal ini, dan meskipun ada bantuan dari pihak lain, kelompok kemitraan wajib memegang teguh prinsip akuntabilitas.
Terbentuknya kelompok kemitraan dalam iklim demokratis pastilah memiliki latar belakang pemihakan terhadap kaum yang lemah. Untuk itu White dan Wehlage (1995: 37) mengungkapkan daripada memulai kolaborasi yang menekankan pada profesionalisme dan program, sebaiknya lebih memilih untuk mengawalinya dengan strategi politis mengajak pihak atau lembaga lain memihak kepada kepentingan kaum lemah. Dengan demikian sumberdaya yang ada otomatis akan lebih banyak berada di golongan masyarakat yang kurang beruntung.