PENGARUHSERVICESCAPE DAN CUSTOMER EXPERIENCE TERHADAP SOCIAL LOCATION MARKETING
(STUDI KASUS PADA CAFE JALAN WAHID HASYIM MEDAN)
OLEH
AHMAD AZMI 150521044
PROGRAM STUDI STRATA-1 MANAJEMEN EKSTENSI DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DEPARTEMEN MANAJEMEN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI
Nama : Ahmad Azmi
NIM : 150521044
Program Studi : S1 Manajemen Ekstensi Konsentrasi : Manajemen Pemasaran
Judul : Pengaruh Servicescape dan Customer Experience Terhadap Social Location Marketing (Studi Kasus Pada Cafe Jalan Wahid Hasyim Medan)
Medan, Oktober 2017 Penulis,
Ahmad Azmi 150521044
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DEPARTEMEN MANAJEMEN LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Ahmad Azmi
NIM : 150521044
Program Studi : S1 Manajemen Ekstensi Konsentrasi : Manajemen Pemasaran
Judul : Pengaruh Servicescape dan Customer Experience Terhadap Social Location Marketing (Studi Kasus Pada Cafe Jalan Wahid Hasyim Medan)
Penguji I Penguji II
Dr. Amlys Syaputra Silalahi, M.Si Fadli, SE, M.Si
NIP. 19660406 199303 1 013 NIP. 19810628 20060410 1 005
Pembimbing
Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si NIP. 19760214 200501 1 002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DEPARTEMEN MANAJEMEN
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
Nama : Ahmad Azmi
NIM : 150521044
Program Studi : S1 Manajemen Ekstensi Konsentrasi : Manajemen Pemasaran
Judul : Pengaruh Servicescape dan Customer Experience Terhadap Social Location Marketing (Studi Kasus Pada Cafe Jalan Wahid Hasyim Medan)
Tanggal: Oktober 2017 A/n Ketua Departemen / Program Studi Manajemen
Dr. Amlys Syahputra Silalahi, SE, M.Si NIP. 19660406 199303 1 013
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DEPARTEMEN MANAJEMEN
PERSETUJUAN PENCETAKAN
Nama : Ahmad Azmi
NIM : 150521044
Program Studi : S1 Manajemen Ekstensi Konsentrasi : Manajemen Pemasaran
Judul : Pengaruh Servicescape dan Customer Experience Terhadap Social Location Marketing (Studi Kasus Pada Cafe Jalan Wahid Hasyim Medan)
Tanggal: Oktober 2017 A/n Ketua Departemen / Program Studi Manajemen
Dr. Amlys Syahputra Silalahi, SE, M.Si NIP. 19660406 199303 1 013
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN MANAJEMEN LEMBAR PERNYATAAN SKRIPSI
Saya yang bertanda tangan dibawah dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Servicescape dan Customer Experience Terhadap Social Location Marketing (Studi Kasus Pada Cafe Jalan Wahid Hasyim Medan)” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah. Apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Medan, Oktober 2017
Ahmad Azmi 150521044
PENGARUH SERVICESCAPE DAN CUSTOMER EXPERIENCE TERHADAP SOCIAL LOCATION MARKETING (STUDI
KASUS PADA CAFÉ JALAN WAHID MEDAN)
Saat ini cafe menjadi trend bisnis yang berkembang cukup pesat di Medan.
Banyak orang yang menghabiskan waktu mereka untuk bertemu, berkumpul dan bersosialisasi di cafe. Berkumpul di cafe menjadi trend dan gaya hidup bagi banyak orang saat ini, oleh karena itu manager cafe menawarkan konsep bisnis kafe untuk menarik minat dan perhatian pengunjung. Cafe harus memiliki daya saing dan daya tarik yang tinggi dengan memberikan kesan yang baik kepada pengunjung yang datang. Sekarang orang dpat berkomunikasi dan membagi berbagai pengalaman mereka melalui media sosial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh servicape dan pengalaman pelanggan melalui social location marketing. Penulis menggunakan metode interview dengan menggunakan kuesioneri. Penelitian ini dilakukan di 5 cafe di Jl. Wahid Hasyim, Medan. Data analysisi yang digunakan adalah smart PLS 3.0. Hasil dari penelitian ini adalah media sosial yang menjadi favorite setiap orang untuk digunakan adalah instagram. Pengunjung kafe akan membagi berbagai kafe yang memiliki servicescape yang menarik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh kuat antara servicecape terhadap pengalaman customer dan social location marketing.
Kata Kunci: Servicescape, Customer Experience, Social Location Marketing, Social Media
PENGARUH SERVICESCAPE DAN CUSTOMER EXPERIENCE TERHADAP SOCIAL LOCATION MARKETING (STUDI
KASUS PADA CAFÉ JALAN WAHID MEDAN)
Nowadays cafe became the bussiness trend which grew rapidly in Medan. Many people spend their time to meet, gather, and to socialize in the cafe. Currently hang out at the cafe became a trend and lifestyle for so many people, therefore the manager of the cafe offers the concept of cafe bussiness to attract the visitors. The cafe should be able to have high competitiveness and attractiveness by giving a good impression to customers who come at the cafe. As result, the cafe business competition should be became competitive.Nowadays people can communicate and share their experience through the social media easily. The cafe which offers unforgotable experience will be shared and promoted by using social media. The purpose of this research is to analyze the influence of serviscape and customers experience towardsocial location marketing. The writers uses interview method by using questionnaire. This research was held in 5 cafes at wahid hasyim street in medan. Data analysis which used is Smart PLS 3.0. The finding of this research concluded that the most media social which always used is instagram. The visitors of the cafe will share some photos of the cafe which has a fascinating servicape.
The result of this research shows how are the stong influence between servicescape toward cuatomers experience and social location marketing
Keyword: Servicescape, Customer Experience, Social Location Marketing, Social Media
Bismillahirrahmanirrahim
Peneliti mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan petunjuk-Nya kepada peneliti dalam masa proses menuntut ilmu dan menyelesaikan tugas akhir penyusunan skripsi ini serta tak lupa pula shalawat berangkaikan salam tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW.
Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Manajemen Universitas Sumatera Utara. Judul penelitian yang dilakukan peneliti adalah :
“Pengaruh Servicescape dan Customer Experience terhadap Social Location Marketing (Studi Kasus Pada Cafe Jl. Wahid Hasyim Medan”.
Selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan bimbingan, nasihat dan dorongan dari Orang tua tercinta. H.
Khairunedi Lubis dan Hj. Jamilah Baafai dan Abang kandung Ahmad Nazam dan Adik Kandung Putri Raudhatul Jannah. Dalam kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Muslich Lufti, SE, MBA dan Bapak Drs. Amlys Syahputra Silalahi, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Syafrizal Helmi Situmorang, SE, MSi selaku dosen pembimbing peneliti yang telah banyak dan sabar memberikan masukan dan perbaikan dari awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.
banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan dari awal hingga selesainya skripsii ini.
5. Bapak Drs. Amlys Syahputra Silalahi, M.Si selaku dosen Pembaca Penilai II peneliti yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk perbaikan dari awal hingga selesainya skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara untuk segala jasa-jasanya selama perkuliahan.
7. Teman-teman Program Studi Manajemen angkatan 2015 yang peneliti yaitu Alfifto, Chairul Arief, Arya, Nopy, bg risol, bg ishbir dan lain-lain yang selalu menguatkan dan menghibur peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini.
8. Rekan-rekan mahasiswa atas bantuan dan kerjasamanya sehingga peneliti dapat menyelesaikan pendidikan dan penulisan skripsi ini dengan baik.
Peneliti menyadari sksipsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, namun harapan peneliti semoga skripsi ini bermanfaat kepada pembaca. Semoga Allah SWT memberi hidayah dan taufik kepada kita. Amin.
Medan, 12 Agustus 2017 Peneliti,
Ahmad Azmi
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Social Location Marketing ... 8
2.2 ServicesCap ... 16
2.3 Customer Experience ... 20
2.4 Penelitian Terdahulu ... 24
2.5 Kerangka Konseptual ... 26
2.8 Hipotesis ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
3.1 Jenis Penelitian ... 29
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 29
3.3 Batasan Operasional... 29
3.4 Hubungan Antar Variabel ... 31
3.5 Defenisi Operasional Variabel ... 33
3.6 Skala Pengukuran Variabel ... 34
3.7 Populasi dan Sampel Penelitian ... 35
3.8 Jenis dan Sumber Data ... 36
3.9 Metode Pengumpulan Data ... 36
3.10 Teknik Analisis Data... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
4.1 Gambaran Umum Cafe ... 45
4.2 Tekhnik Analisis Data ... 48
4.3 Analisis Deskripti Jawaban Responden ... 52
4.4 Hasil Analisis Data ... 62
4.5 Pembahasan ... 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
5.1 Kesimpulan ... 85
5.2 Saran ... 86
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Café JL Wahid Hasyim ... 1
2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu... 25
3.1 Tabel Operasional Variabel ... 32
3.2 Instrumen Skala Interval ... 33
3.3 Model Persamaan Pengukuran Variabel Interval ... 41
4.1 Crosstab Jenis Kelamin dan Umur ... 41
4.2 Crosstab Jenis Kelamin dan Pekerjaan ... 49
4.3 Crosstab Jenis Kelamin dan Frekuensi ke Cafe ... 50
4.4 Crosstab Jenis Kelamin dan Apakah menggunakan media sosial ... 50
4.5 Crosstab Jenis Kelamin dan Media Sosisa Apa Yang Digunkan ... 51
4.6 Crosstab Jenis Kelamin dan Café Yang dikunjungi ... 52
4.7 Pendapat Responden Terhadap Variabel Servicescape ... 52
4.8 Pendapat Responden Terhadap Variabel Experience ... 55
4.9 Pendapat Responden Terhadap Variabel Social Location Marketing .. 60
4.10 Loading Factors Algoritma Model Awal ... 64
4.11 Loading Factor Algoritma Model Akhir ... 66
4.12 Crosstab Loadings ... 70
4.13 Fornell Larcker Criteon ... 71
4.14 Outler Loading Model Struktural ... 74
4.15 R Square ... 75
4.16 Path Coefficient ... 77
4.17 Indirect Efect ... 79
4.18 Total effect ... 80
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Proses Zero Moment ... 8
2.2 Kerangka Konseptual ... 27
3.1 Konstruk Variabel Servicescape ... 30
3.2 Konstruk Variabel Social Location Marketing ... 30
3.3 Konstruk Social Customer Experience ... 31
3.4 Pola Hubungan Variabel Penelitian ... 31
3.5 Model Diagram Alur Penelitian ... 39
4.1 Café Potret ... 45
4.2 Chriurgie Cafe ... 46
4.3 Kito Art Cafe ... 46
4.4 White House Cafe ... 47
4.5 Jumpa Kawan ... 47
4.6 Kerangka Model Pertama ... 63
4.7 Loadinf Faktor Model Pertama ... 64
4.8 Kerangka Model Akhir ... 66
4.9 Tampilan Outer Model ... 67
4.10 Tampilan Output ... 68
4.11 Diagram AVE... 69
4.12 Diagram Composite Realiability ... 72
4.13 Diagram Croanbach Alpha ... 73
4.14 Tampilan Inner Model ... 73
4.15 Path Cefficient ... 77
4.16 Sobel Test... 79
No. Lampiran Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 89
2 Data Kuesioner Uji Validitas dan Reliabilitas ... 92
3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 93
4 Data Jawaban Reponden ... 95
5 Analisis Jalur ... 104
6 Path Analysis ... 106
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, serta semakin majunya teknologi menyebabkan persaingan bisnis menjadi semakin kompetitif, baik di pasar domestik maupun internasional. Aliran informasi yang cepat dan luas seolah olah menghapus batas wilayah suatu negara. Hal ini membuat perusahaan - perusahaan dalam dunia bisnis mengalami tantangan bisnis tersendiri. Oleh karena itu diperlukan inovasi dan kreatifitas dari perusahaan untuk mengembangkan produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan dengan tujuan agar bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga produk itu dapat bersaing di pasar.
Saat ini bisnis cafe memiliki prospek bagus untuk masa depan, di mana begitu banyak orang menghabiskan waktu mereka di cafe untuk berkumpul dan bersosialisasi.Di sisi lain, semakin tinggi pendapatan masyarakat dan perubahan status sosial yang setara dengan perubahan gaya hidup. Karena fenomena tersebut, bangkitnya cafe dan persaingan usaha di bidang itu menjadi kompetitif. Manager Cafe harus lebih pandai melihat peluang dan selera konsumen untuk membuat konsep yang berbeda dari cafe lain, sehingga orang selalu menyukai sesuatu yang baru dan berbeda dari cafe lain yang ada. Namun, manager cafe selalu harus melakukan perubahan atau inovasi dan memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen agar tercipta kepuasan pelanggan.Desain cafe, interior, dan suasana yang enak adalah alasan mengapa konsumen memilih tempat dan menikmati pesanan mereka.
Indonesia merupakan pasar besar untuk bisnis cafe.Bisnis cafe di Indonesia terus tumbuh pesat sehingga patut diperhitungkan sebagai salah satu bisnis yang menguntungkan di era modern ini. Saat ini lebih dari 10.000 cafe di Indonesia yang diprediksi masih akan terus tumbuh. Pada 2013-2017, total pendapatan sektor cafe diperkirakan meningkat dari USD 3,4 miliar menjadi USD 4,16 miliar.Semakin tinggi pendapatan masyarakat dan status sosial yang berdampak dengan perubahan gaya hidup yang lebih memilih untuk bertemu dan berbicara tatap muka serta menghabiskan waktu mereka di café (JPNN, 2016). Di Medan, banyak cafe yang muncul dan menyebar di semua tempat tetapi tidak semua cafe di Medan mempunyai pelanggan yang banyak dan tetap. Hal ini menyebabkan tingginya persaingan diantara pengelola cafe.
Tabel 1.1
Café Jl. K.H Wahid Hasyim
Nama Café Alamat Café
Café Potret Jl. K.H Wahid Hasyim
Kito Art Café Jl. K.H Wahid Hasyim
Chirurgie Café & Books Jl. K.H Wahid Hasyim
White Haus Café Jl. K.H Wahid Hasyim
Jumpa Kawan Café Jl. K.H Wahid Hasyim
Sumber : Observasi lapangan.
Agar cafe memiliki daya tarik, cafe harus memiliki servicescape yg baik seperti denah, kondisi lingkungan sekitar, temperature udara, kualitas udara, kenyamanan, musik, tampilan dekorasi dan lebih banyak lagi. Servicescape itu harus dapat mengkombinasikan perasaan kognitif, emosional dan juga fisiologis.
Bitner (1992) .Selain itu servicescape sangat penting untuk customer experience karena lingkungan tersebut memberikan tanda maupun sinyal-sinyal tangible maupunintangible akan jasa yang akan disampaikan kepada konsumen.
Di medan, ada begitu banyak cafe baru yang muncul dan tersebar di kota Medan. Tapi tidak semua café di medan memiliki jumlah pengunjung yang tinggi.
Sikap konsumen dan loyalitas dipengaruhi oleh banyak hal seperti servicescape dan social media.
Servicescape yang menarik akan memberikan kesan baik (experience) kepada pelanggan. Pengelola cafe (tempat) harus mengemas produknya tidak hanya menawarkan benefit and cost namun juga menawarkan pengalaman yang unik dengan memasukkan unsur-unsur yang dapat memberikan nilai (value) kepada pelanggan berupa pengalaman dan emotional positif. Penelitian tentang pentingnya value bagi pelanggan telah diteliti oleh (Ryu, Lee & Kim, 2012)
Experiential value telah didefinisikan sebagai persepsi dan interaksi yang melibatkan penggunaan langsung atau penghargaan terhadap barang dan jasa.Interaksi ini menyediakan dasar untuk preferensi relativistik yang diadakan oleh individu yang terlibat (Holbrook dan Corfman, 1985; Mathwick, et al., 2001).Experiential Value mungkin interaktif, relatif, disukai, pribadi, dan mungkin berubah secara dinamis sebagai pengalaman menumpuk .
Disisi lain, melalui aktivitas media sosial, setiap orang dapat berkomunikasi dan berbagi pengalaman (experience) yang dirasakan dengan orang lain dengan mudah..Melalui media sosial ini mereka dapat memperoleh dan menyampaikan berbagai informasi yang dibutuhkan kapan dan dimana saja.
Sejak munculnya media sosal yang berbasis lokasi (Social Media Location Based).Selain menggunakan smartphone sebagai alat komunikasi suara, hampir tiga dari empat pengguna smartphone tersebut menggukan smartphone untuk
mendapatkan informasi berbasis lokasi secara real time, seperti jasa pelayanan geosocial dan Foursquare. Para pengguna Foursquare diarahkan untuk lebih cepat mendapatkan informasi berupa rekomendasi yang memberitahu pengguna terhadap apa yang sedang terjadi di sektiar mereka, baik café favorit maupun café yang baru berdiri . Dengan hanya melakukan check-in pada lokasi atau tempat tertentu memungkinkan satu orang berkomunikasi pada banyak orang lain tentang pilihan merek atau lokasi tertentu sehingga menunjukkan pada jaringan mereka yang menjadi preferensi hingga mampu menjadikan brand itu masuk dalam tahap pertimbangan dalam siklus pembelian mereka (salt 2011).
Perkembangan teknologi internet dan perubahan budaya menjadikan media sosial menjadi suatu kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat modern masa kini. Terbukti hanya dalam beberapa tahun Facebook telah menjadi media sosial paling populer di dunia dan Twitter telah menjadi media sosial fenomenal dengan sistem mini blogging-nya Keterbatasan itulah yang mendasari lahirnya Path.
Path merupakan perpaduan fitur-fitur yang sudah ada pada media sosial lain, seperti Friendster, Foursquare, Instagram, Facebook, Twitter, yang menjadi satu pada aplikasi media sosial Path ini. Path telah menjadi salah satu aplikasi yang harus dimilikidi smartphone.Diantara sekian banyak pilihan untuk online sharing, Path memberikan fitur-fitur unik yang membedakannya dari media sosial populer lainnya seperti Facebook, Twitter, Instagram ataupun Google+. (inkvibe, 2013). Path juga dapat dihubungkan dengan media sosial lainnya, seperti Facebook, Twitter, Foursquare dan Tumblr, setiap aktivitas kita di Path dapat
juga dibagikan secara otomatis ke empat media sosial tadi dengan melakukan setting terlebih dahulu untuk menggunakan fitur sharingini (Trenologi,2013).
Media sosial sudah semakin maju dengan adanya penambahan fitur check in / sharing dimana pengguna media sosial dapat berbagi lokasi sosial.Social location marketing adalah bisnis yang membawa kita lebih dekat dengan pelanggan dari pada alat pemasaran lainnya di dalam sejarah. Hal ini lebih kuat dari pada bentuk lain media sosial dan mempunyai imbalan yang tinggi untuk biaya dari pada bentuk pemasaran digital. Faktor utama lain yang mengejar konsumen untuk datang adalah penggunaan media sosial. Disamping itu berfungsi sebagai media promosi produk, media sosial dapat dimanfaatkan sebagai media interaksi konsumen.Dengan mengulang frekuensi promosi, paling tidak membuat promosi produk dibaca oleh konsumen.
Melalui media sosial ini mereka dapat memperoleh dan menyampaikan berbagai informasi yang dibutuhkan kapan dan dimana saja. Saat ini, media sosial sudah semakin maju dengan adanya penambahan fitur check in dimana pengguna media sosial dapat berbagi lokasi sosial. Proses memanfaatkan alat berbagi lokasi sosial sebagai saluran pemasaran dikenal sebagai pemasaran lokasi sosial.
Satu hal yang membedakan berbagi lokasi sosial dari banyak pemasaran media sosial adalah bahwa berbagi lokasi sosial dilengkapi fitur khusus untuk lokasi. Dimana setiap orang nantinya menjadi atau sedang dalam proses menjadi pelanggan, pengunjung, atau pengguna. Sehingga berbagi lokasi sosial tidak hanya sekadar menambahkan lokasi tetapi juga akan mempengaruhi keputusan pembelian. Hal ini dikarenakan data yang dihasilkan oleh berbagi lokasi sosial
adalah sangat berharga. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai Social Location Marketing dan mengambil judul penelitian “Pengaruh Servicescape dan Customer Experience terhadap Social Location Marketing (studi kasus pada cafe jalan Wahid Hasyim Medan)”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu “Apakah ada pengaruh Servicescape dan Customer Experience terhadap Social Location Marketing (studi kasus pada cafe di jalan Wahid Hasyim Medan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui apakah ada pengaruh Servicescape dan Customer Experienceterhadap Social Location Marketing (studi kasus pada kafe di jalan Wahid Hasyim Medan)”
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Pemilik Usaha
Diharapkan dapat memberikan masukan positif untuk bahan pertimbangan dan evaluasi dari Servicescape dan Customer Experience Terhadap Social Location Marketing.
2. Bagi peneliti
Penelitian ini menjadi kesempatan untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh selama ini di bangku kuliah serta diharapkan menambah
pemahaman mengenai servicescape, Customer Experience dan Social Location Marketing dalam dunia bisnis untuk diterapkan dimasa mendatang.
3. Bagi pihak lainnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan referensi perpustakaan bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah komunikasi pemasaran dan juga perilaku konsumen.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Social Location Marketing
Peran social location marketing dalam setiap tahap siklus keputusan pembelian (Salt, 2011) terjadi saat konsumen melakukan check-in di suatu tempat mereka secara afinitas mendeklarasikan ke publik tempat tersebut. Baik disengaja ataupun tidak, mereka membuat pernyataan bahwa menggunakan tempat ini sebagai bagian dari hidup mereka. Mereka memberitahu orang-orang di jaringan mereka bahwa tempat ini layak dikunjungi.Di era ekonomi baru, dimana perkembangan akan teknologi informasi dan telekomunikasi yang semakin berkembang mengubah teori moment of truth.
Lecinski (2011) dalam bukunya Zero Moment of Truth menjelaskan bahwa terdapat proses yang mendahului sebelum terjadinya moment of truth.
Maksudnya konsumen sebelum melakukan moment of truth, akan cenderung mencari informasi mengenai produk atau jasa yang dibutuhkan sebelum melakukan pembelian.Pencarian informasi dengan cara yang dahulu konvensional yaitu pergi mengunjungi toko-toko sekarang berubah menggunakan teknologi informasidan komunikasi
Gambar 2.1
Proses Zero Moment of Truth
1. Stimulus, merupakan tahapan awal dimana individu mengetahui sebuah produk/ aware to the brand’s presence
2. Zero Moment of Truth (ZMOT), adalah tahap berikutnya dimana individu secara aktif mempelajari informasi dari sebuah produk yang terdapat di internet
3. First Moment of Truth (FMOT), adalah tahap dimana individu berinteraksi langsung dengan produk seperti melihat produk di toko, memperoleh penjelasan dari sales team dan lainnya
4. Second Moment of Truth (SMOT), merupakan tahap saat individu telah membeli dan memperoleh experience setelah menggunakan produk tersebut, apakah menyenangkan atau menyebalkan
Zero moment of truth adalah sebuah tindakan kita menggunakan gadgfet, hp, laptop, tablet, komputer apapun itu yang bisa membuat anda berhubungan dengan internet dan melakukan sebuah review dari suatu produk yang ingin di beli. Zero moment of truth merupakan sebuah konsep pemasaran yang mengacu pada keputusan pembelian pelanggan dan tidak terjadi dengan sendirinya. Pada teori ini konsumen yang ditargetkan bukanlah konsumen yang dipengaruhi oleh iklan suatu produk, brand atau layanan, melainkan model konsumen yang secar aktif mencari informasi mengenai pandangan dan bahkan andil dalam berbagai forum mengenai suatu produk yang diminatinya. (Lecinski, 2011)
2.1.1 Dimensi Social Location Marketing
Social Location Marketingmenurut(Salt, 2011) yang membagi dimensi Social Location Marketing menjadi empat bagian yaitu:
1. Searching: Membuat audiens target menyadari adanya keberadaansuatu brand.
Ini secara tradisional biasanya dihubungkan dengan advertising (periklanan) namun dalam bentuk lingkungan masyarakat saat ini yang lebih “word of mouth aware” membuat konsumen yang sudah ada untuk menjadipengiklan Anda
adalah usaha yang lebih umum. Perangkat berbagi lokasi sosial telah mencapai hal itu. Perangkat seperti ini yang menyiarkan bahwa seorang pengguna tak hanya berbelanja, tapi juga berbelanja di suatu tempat tertentu. Terlepas apakah pengguna berbelanja di suatu pasar swalayan terkenal, ia memberitahu jaringan sosialnya bahwa ia berbelanja di suatu merek atau tempat tertentu untuk menarik perhatian mereka yang belum pernah berbelanja di tempat itu sebelumnya.
2. Finding: Membuat target audiens menyadari suatu brand biasanya takcukup untuk menarik pembeli, namun membuat target audiens menjadi aware terhadap suatu merek adalah langkah berikut untuk menjadikan merek itu termasuk dalam tahap pertimbangan dalam siklus pembelian keputusan.
Untuk melakukan itu brand perlu memiliki posisi pilihan yang lebih baik daripada kompetitor. Sekali lagi, perangkat berbagi sosial location memiliki peran, karena semua brand saat ini menghadapi kompetisi dan setiap konsumen memiliki beberapa pilihan, positioning antara kompetitior itu dan menjadi pilihan untuk pembelian konsumen menjadi sangat berharga. Karena jaringan dari pengguna umumnya dihadapi oleh pilihan yang banyak, maka informasi yang bisa membantu mereka memutuskan dengan cepat akan sangat berharga, seperti rekomendasi dari teman mampu mengubah brand masuk ke dalam tahap pertimbangan bagi pembeli.
3. Check In: Tahapan Check Inmungkin akan beradatepat sebelum pembelian
atau beberapa bulan atau tahun sebelum pembelian. Kebanyakan pertimbangan tergantung pada pentingnya kebutuhan dari pembeli, harga dari produk atau jasa, dan banyaknya informasi yang tersedia. Perangkat berbagai sosial location memiliki bisa memiliki peran dalam semua keputusan ini.
Check-in pada saat pembelian dan menyatakan suatu pembelian mungkin pengguanan perangkat ini paling yang kuat. Setiap perangkat media sosial berbasis lokasi melakukan hal ini dengan cara berbeda, tapi penggunaan paling dasar adalah melakukan check-in pembelian dengan menambahkan pembicaraan pada media sosial lain seperti Twitter. Karena pembicaraan ini terjadi pada saat pembelian, mereka menyediakan kesempatan terbaik untuk brand atau bisnis mendapatkan umpan balik dan terlibat dalam pembicaraan itu. Dari hal yang sederhana seperti ucapan “terima kasih” hingga ke pembicaraan yang lebih mendetail menunjukkan brand tersebut menjadi bagian dari komunitas dan menghargai konsumen.
4. Sharing : Kemampuan konsumen potensial untuk mendapatkan rekomendasi, komparasi, bahkan ulasan terhadap suatu produk, jasa dari jaringan sosial mereka semakin meluas dengan adanya perangkat media sosial. Bisnis kini menjadi bagian dari komunitas dan termasuk dalam tahapan pertimbangan akhir dalam melakukan suatu keputusan membeli. Rekomendasi atau referensi dari suatu teman dalam jaringan menjadi sangat penting
2.1.2 Media Sosial
Sosial media atau dalam bahasa Indonesianya disebut dengan media sosial merupakan salah satu produk dunia digital yang mengedepankan proses interaksi
antara individu satu dengan yang lainnya, ini menciptakan sebuah keterikatan antara Social Media dengan individu tersebut Situmorang (2016).
Menurut Richter dan Koch (2007) dalam Situmorang (2016), Media Sosial merupakan aplikasi online, sarana dan media yang ditujukan untuk memfasilitasi interaksi, kolaborasi dan sharing materi. Sedangkan Kaplan dan Haenlein (2010) mendefenisikan media sosial sebagai sekelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun atas dasar ideologis dan teknologi web 2.0, yang memungkinkan terjadi penciptaan dan pertukaran yang dihasilkan dari pengguna konten. Jadi Media Sosial menggunakan teknologi berbasis web untuk mengaktifkan komunikasi ke dialog interaktif
Menurut Wikipedia, Social Media adalan information content created by people using highly accessible and scalable publishing technologies, berarti social media sebagai realisasi dari konsep web 2.0: media yang kontennya diciptakan oleh masyarakat umum/user dengan dukungan teknologi (website atau web application) yang menganut konsep web 2.0. Jadi, what makes a social media, social media adalah aspek kontennya yang diciptakan oleh masyarakat umum (sosial) : sebuah penggabungan sosiologi dengan fasilitas teknologi. Merubah hubungan komunikasi one-to-many (dari media yang dimiliki para pemodal saja) ke many-to-many (dari masyarakat untuk masyarakat).
Menurut Kaplan dan Haenlein (2010) Terdapat dua elemen di dalam social media yaitu media research. (social reference, media richness) dan social processes (self presentation, self disclosure)
1. Social preserence. Didefinisikan sebagai kotak suara, visual maupun fisik
yang terjadi ketika terjadi proses komunikasi, menurut social presence dipengaruhi oleh intimacy dan immediacy.
2. Media richness. Media richness didasarkan pada tujuan komunikasi yaitu untuk mengurangi ketidakjelasan dan ketidakyakinan pada saat sebuah informasi disampaikan.
3. Self Presentation. Merupakan keinginan untuk mengendalikan kesan kepada orang lain, pada satu sisi mempunyai tujuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mendapatkan keuntungan seperti menciptakan kean positif kepada mertua, menciptakan pencitraan yang konsisten pada satu identitas kepribadian seperti mengenakan pakaian yang bergaya agar dipersepsikan muda dan trendi
4. Self disclosure. Merupakan sebuah langkah kritis yang penting dalam pengembangan hubungan dekat. Self disclosure dilakukan melalui pengungkapan diri baik sadar atau tidak sadar pembukaan informasi pribadi (misalnya, pikiran, perasaan, suka, tidak suka) yang konsisten dengan satu gambaran pribadi yang ingin ditampilkan.
Menurut Kotler (2012) media sosial merupakan sarana bagi konsumen untuk berbagi teks, gambar, audio dan video informasi satu sama lain dan dengan perusahaan dan sebaliknya. Media sosial menurut Kotler (2012) terbagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Online Communities and Forums. Online communities and forums dibentuk oleh konsumen tanpa adanya pengaruh iklan dan afiliasi perusahaan atau mendapatkan dukungan dari perusahaan di mana anggota yang tergabung
dalam online communities dapat berkomunikasi dengan perusahaan dan satu anggota dengan anggota lainnya melalui posting, instant messaging dan chat discussions tentang minat khusus yang berhubungan dengan produk dan merek.
2. Blog-gers. Blog merupakan catatan jurnal online atau dicari yang diperbaharui secara berkala dan merupakan saluran yang penting bagi Word of Mouth.
3. Social Networks. Merupakan kekuatan yang penting dalam kegiatan pemasaran baik business to customer dan business to business. Social networks dapat berupa situs jejaring sosial seperti Facebook, Myspace, Linkedln dan Twitter
Menurut Kotler (2002), Pengertian Pemasaran Sosial adalah penggunaan
prinsip-prinsip pemasaran dan teknik pemasaran untuk mempengaruhi sasaran, yang dengan secara sukarela menerima, memodifikasi, atau
meninggalkan perilaku untuk kepentingan individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan.
Jadi, dengan demikian pemasaran sosial adalah strategi untuk mengubah perilaku yang mengkombinasikan elemen-elemen terbaik pendekatan tradisional dan perubahan sosial dalam sebuah kerangka karya perencanaan dan pelaksanaan terintegrasi serta memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan keterampilan pemasaran. Media sosial mempunyai ciri-ciri, yaitu sebagai berikut:
1. Pesan yang disampaikan tidak hanya untuk satu orang saja namun bisa berbagai banyak orang contohnya pesan melalui SMS ataupun internet
2. Pesan yang disampaikan bebas, tanpa harus melalui suatu Gatekeeper 3. Pesan yang disampaikan cenderung lebih cepat dibanding media lainnya 4. Penerima pesan yang menentukan waktu interaksi
5. Pertumbuhan Media Sosial
Media sosial memiliki kelenihan dibandingkan dengan media konvensional, antara lain:
1. Kesederhanaan, sekarang ini dengan bantuan internet semua terasa mudah, kegiatan jual beli pun tidak perlu mempertemukan penjual dan pembelinya.
Jadi media sosial telah mengubah cara perusahaan berbisnis secara radikan memaksa adanya metodologi, prosedur, kultur dan struktur operasional.
2. Membangun Hubungan dan mengatasi krisis, sosial media menawarkan kesempatan tak tertandingi untuk berinteraksi dengan pelanggan dan membangun hubungan. Perusahaan mendapatkan sebuah feedback langsung, ide, pengujian dan mengelola layanan pelanggan dengan cepat. Jadi sebuah program media sosial yang telah dibangun secara penuh dapat melindungi sebuah brand dimasa krisis, memberi tahu para ekekutif tentang trend baru dan minat pelanggan, mempengaruhi pelanggan dalam memilih suatu merek.
3. JangkauanGlobal, Media sosial menciptakan pengaruh dan skala yang tak dapatdilakukan oleh Media tradisional, baik secara jangkauan,kecepatan, pengaruh dan biaya. Melalui media sosial, bisnis dapat mengkomunikasikaninformasi dalam sekejap, terlepas dari lokasi geografis
Terukur, Media sosial membantu mendapatkan pelanggan baru kemudian menggerakkan mereka melakukan transaksi dan memperkuat jangkauan. Yang
penting perusahaan tidak terlalu berlebihan dan kelihatan memaksa pelanggan, selin itu dukungan dan umpan balik dari pelanggan akan membantu perusahaan untuk melihat tren dan mempercepat penyebaran promosi.
2.2 Servicescape
Salah satu karakteristik yang dimiliki oleh jasa adalah intangibility.Disini dijelaskan bahwa jasa tidak memiliki bentuk yang dapat dilihat, diraba, dirasakan, ataupun dicicipi.Oleh karena itu, kesan pertama konsumen tentang jasa yang ditawarkan tergantung terhadap bukti-bukti fisik dari penyedia jasa.Bitner (1992) mengkaji peran lingkungan fisik dalam sebuah industri jasa melalui model servicescape.Istilah servicescape mengacu kepada gaya dan penampilan dari lingkungan fisik dan juga mencakup pada unsur-unsur lain dari lingkungan jasa yang membentuk pengalaman konsumen.
Menurut Lovelock dan Wirtz (2004) servicescape adalah saat dibuatnya dalam lima rasa oleh perancang lingkungan fisik dimana layanan diberikan. Jika servicescape di buat momen menarik untuk konsumen lima rasa, itu akan berdampak terhadap keputusan konsumen. Desain arsitektur dan elemen desain yang terkait merupakan komponen penting dari suatu servicescape. Menurut Lin dan Namasivayam (2013) servicescape digambarkan sebagai lingkungan fisik ke dalam unsur yang berbeda seperti tata letak keseluruhan, desain dan dekorasi.
Servicescape juga mencakup atmosfer seperti pencahayaan, warna dan musik.
Melalui beberapa pengertian para peneliti sebelumnya dapat disimpulkan bahwa servicescape adalah lingkungan fisik beserta elemen-elemennya yang mempengaruhi perilaku konsumen dan membentuk pengalaman konsumen
tersebut dalam mengkonsumsi jasa. Pemahaman mengenai servicescape sangat penting bagi pemasar jasa, karena servicescape mempunyai beberapa peranan sekaligus (Zeithaml dan Bitner,1996), yaitu:
1. Package, servicescape berperan untuk dapat “membungkus” atau
“mengemas” jasa yang ditawarkan dan mengkomunikasikan citra yang ditawarkan oleh perusahaan jasa kepada para konsumennya.
2. Fasilitator, servicescape memainkan peran yang cukup signifikan, yaitu sebagai perantara hubungan antara persepsi konsumen dengan pengalaman sebenarnya yang dirasakan oleh konsumen di dalam servicescape dan evaluasi akhir selama proses penghantaran jasa dan setelah konsumen selesai mengkonsumsi jasa.
3. Socializer, desain servicescape juga berperan dalam proses sosialisasi melalui pengkomunikasian nilai-nilai,norma, perilaku, peran dan pola hubungan antar karyawan, serta antar konsumen dan karyawan.
4. Differentiator, servicescape juga dapat digunakan untuk membedakan perusahaan dari para pesaingnya melalui gaya arsitektur untuk menyampaikan jenis layanan yang memberikan dan mengkomunikasikan tipe segmen pasar yang akan dilayani. Perubahan servicescape juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan repositioning agar dapat menarik segmen pasar baru (Hoffman dan Bateson,2002)
Menurut Museum Guggenheim di Bilbao dan organisasi lainnya dalam Lovelock, Wirtz, dan Mussry (2010) terdapat empat tujuan utama dari servicescape yaitu:
1. Membentuk pengalaman dan perilaku pelanggan.
2. Sebagai pencitraan, positioning, dan diferensiasi 3. Menjadi bagian dari proposisi nilai
4. Memfasilitasi penghantaran jasa, dan memperkuat kualitas sekaligus produktivitas jasa.
2.2.1 Dimensi Servicescape
Servicescape memiliki beberapa dimensi yang terbentuk dari penilitian sebelumnya. Menurut Lovelock, Wirtz, dan Mussry (2010) yang membagi dimensi servicescape menjadi tiga bagian yaitu:
1. Ambient Conditions
Ambient conditions adalah karakteristik lingkungan layanan yang berkaitan dengan kelima panca indera. Tanpa disadarai ambient conditions dapat mempengaruhi emosional, persepsi dan juga perilaku seseorang. Kondisi sekitar juga akan menghasilkan dan menimbulkan suasana hati dari seorang konsumen terhadap apa yang dirasakannya. Adapun sub dimensi dari ambientconditionsyaitu musik, aroma, warna, pencahayaan, suhu udara, kebisingan (noise).
2. Spatial Layout and Functionality
Tata Letak ruang mengacu pada cara dimana objek seperti mesin, peralatan, dan perabot diatur dalam lingkungan jasa (Bitner, 1992). Fungsionalitas merujuk pada kemampuan benda-benda tersebut untuk memudahkan performa transaksi layanan. Tata letak ruang dan fungsionalitas menciptakan servicescape visual dan fungsional sehingga penghantaran dan konsumsi
layanan bisa terjadi Lovelock, Wirtz, dan Mussry ,(2010).
3. Signs, Symbols, and Artifacts
Tanda, simbol, dan artefak digunakan oleh penyedia jasa untuk membantu memberikan petunjuk-petunjuk yang akan memudahkan dan memandu konsumen untuk menemukan apa yang mereka cari saat berada di dalam lingkungan jasa. Menurut Bitner (1992), tanda, simbol, dan artefak adalah benda-benda lain dilingkungan jasa yang kurang dapat berkomunikasi secara langsung dibandingkan dengan tanda-tanda, namun memberikan isyarat implisit kepadakonsumen tentang makna dari tempat dan norma-norma di tempat tersebut.
2.3 Customer Experience
Konsep customer experience merupakan kelanjutan dari konsep experiential marketing. Customer experience (pengalaman pelanggan) merupakansalah satu model yang mengikuti customer equity. Model ini dikembangkan oleh Bern Schmitt dalam bukunyaCustomer Experience Managementyang merupakan kelanjutan dari buku Experiential Marketing yang sebelumnya telah mendunia.Model customer experience adalah suatu model dalam pemasaran yang mengikuti customer equity Model ini dikembangkan oleh Bern Schmitt dalam bukunya Customer ExperienceManagement, yang merupakan kelanjutan dari buku sebelumnya, yaitu Experiential Marketing.
Experience adalah peristiwa pribadi yang terjadi sebagai jawaban atas beberapa rangsangan. Pengalaman atau experience melibatkan seluruh dalam setiap peristiwa kehidupan. Dengan kata lain, sebagai pemasar harus menata
lingkungan yang benar untuk pelanggan dan apa sebenarnya yangdiinginkan pelanggan. Pengalaman atau experience pada umumnya bukan dihasilkan atas diri sendiri tapi bersifat membujuk pada atau secara psikologi pengalaman adalah sesuatu hal yang terjadi tanpa unsur kesengajaan. (Schmitt 1999).
Experiential Marketing merupakan sebuah pendekatan baru untuk memberikan informasi mengenai merek dan produk.Hal ini terkait erat dengan pengalaman pelanggan dan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus pada fungsi dan keuntungan sebuah produk (Andreani, 2007).
CEM mempresentasikan pola strategis perusahaan dalam jangka panjang yang berdasarkan atas pertimbangan nilai pelanggan yang sebelumnya hanya menyentuh pola taktis pada jangka pendek perusahaan.Hal ini berdampak luas pada aktivitas bagaimana sebuah bisnis dikelola.Dalam sudut pandang CEM untuk jangka panjang, perusahaan harus memahami bagaimana dan mengapa
pelanggan bertindak.Apa yang menjadi motivasi pelanggan? Apa yang pelanggan butuhkan saat ini. Dan bagaimana pelanggan berubah dalam perjalanan waktu?.Kemudian menggunakan informasi tersebut untuk memastikan bahwa pelanggan menerima pengalaman pada tingkat dan jenis yang paling tepat, (Utoyo, 2005).
Customer experience secara sederhana yaitu suatu proses, strategi danimplementasi dari suatu perusahaan untuk mengelola pelanggan terhadap pengalamannya dengan sebuah produk atau layanan. Pada dasarnya customerexperience adalah penciptaan kepuasan pelanggan melalui pengalaman.
Olehsebab itu, customer experience adalah soal memahami life style konsumen
dan melebarkan pandangan pemasar dari produk ke proses konsumsi, (Irawan, 2006).
Customer experience berupaya menjawab kebutuhan dengan tidak melihatbisnis dari perspektif perusahaan, melainkan dari perspektif pelanggan.Pengalaman dan pengelolaan pengalaman pelanggan pada setiap titik kontak (touch points) merupakan bagian penting dalam memelihara dan meningkatkan kepuasan konsumen.
Customer experience mengambarkan upaya untuk
mendefenisikanpengalaman pada setiap titik kontak dengan konsumen dari berbagai jenis tipeinteraksi, bahwa setiap titik persentuhan pelanggan atau konsumen dengan merek (perusahaan) adalah bagian dari strategi implementasi yang penting bagi perusahaan yang ingin mencapai kepuasan konsumennya.
2.3.1 Dimensi Customer Experience
Menurut Schmitt (1999), customer experience dapat dibagi menjadi lima dimensi pengalaman, yaitu :
1. Sense
Adalah segala aspek dari produk atau jasa yang berhubungan dengan panca indra manusia melalui penglihatan (sight), pendengaran (sound), perabaan (touch), pengecapan (taste), dan penciuman (smell). Sense berkaitan dengan gaya (styles) dan simbol-simbol verbal danvisual yang mampu menciptakan keutuhan sebuah kesan. Untuk menciptakan kesan yang kuat, baik melalui iklan, packaging ataupun website, seorang pemasar perlu memilih warna yang tepat sejalandengan company profile.
2. Feel
Adalah perasaan dan emosi positif yang muncul mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati (mood).Perasaan di sini sangatlah berbeda dengan kesan sensorik karena hal ini berkaitan dengan suasana hati dan emosi
jiwa seseorang.Ini bukan sekedar menyangkut keindahan, tetapi suasana hati dan emosi jiwa yang mampu membangkitkan kebahagiaan atau bahkan kesedihan.
Feel Merupakan perasaan emosi yang muncul dari dalam hati secara positif dan persaan gembira yang terjadi pada saat mengkonsumsi.
Unsur sense meliputi tentang suasana hati dan perasaan atau emosi positif (Schmitt, 1999).Pengalaman afektif adalah pengalaman mengenai tingkatan, yakni perasaanyang berbeda terhadap intensitas, mulai dari perasaan positif ringan ataukeadaan mood negative terhadap emosi yang tinggi.
3. Think
Adalah intelektualitas yang menciptakan kesadaran kognigtif dan mendorong konsumen dalam berfikir kreatif serta bertujuan untuk memecahkan masalah (problem solving experiences) yang mengikutsertakan konsumen terhadap penilaian kembali (reevaluation) pada produk atau jasa dan perusahaan.Think Merupakan pemikiran kreatif yang muncul di benak konsumen akan suatu merek/perusahaan atau pelanggan diajak untuk terlibat dalam pemikiran kreatif. (Schmitt, 1999). Prinsip think terdiri atas 3 yaitu surprise, intrigue, dan provocation
a. Surpise (terkejut)
Terkejut adalah penting dalam membuat konsumen terikat
dalam pemikiran kreatif. Terkejut terjadi ketika anda beralih dari harapan yang bersifat umum.Terkejut memiliki hal yang positif. Dalam hal ini, konsumen mendapatkan lebih dari apa yang mereka minta, atau melebihi harapan mereka.
b. Intrigue (membangkitkan)
Membangkitakan pikiran tergantung pada karakteristik seseorang.
Apa yang membuat orang berimajinasi dengan orang lain, yang tergantung pada tingkat pengetahuan, ketertarikan dan pengalaman sebelumnya.
c. Provokasi
Provokasi dapat merangsang pembahasan, yang menciptakan kontroversi atau kejutan yang tergantung pada perhatian dan kelompok sasaran yang mana terihat penuh agresif, dan berisiko.
4. Act
Adalah pengalaman konsumen yang berhubungan dengan pengalaman jasmaniah (bodily experiences), gaya hidup (life styles), pola perilaku jangka panjang, dan pengalaman atas interaksi yang muncul. Variabel ini mencerminkan pengalaman-pengalaman konsumen dalam memilih pilihan- pilihan atas sesuatu dengan cara yang berbeda-beda, pilihan gaya hidup, pilihan pola perilaku dan cara berinteraksi. Act berkaitan dengan perilaku yang nyata dan gaya hidup seseorang.Hal ini berhubungan dengan bagaimana membuat orang berbuat sesuatu dan mengekspresikan gaya hidupnya.
5. Relate
Adalah variabel yang berupaya untuk menghubungkan merek dengan dirinya
sendiri, orang lain dan budaya. Relate marketing lebih daripada perasaan- perasaan pribadi seseorang, yakni memberikan nilai lebih pada “individual experiences” dan mengaitkan dirinya dengan pribadi yang ideal, orang lain, maupun kebudayaan yang lain.
2.4 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti Judul Penelitian Model
penelitian Hasil Penelitian situmorang,
marhayanie, yulinda (2016)
Servicescape, Social Media and Loyalty Consumer (Study Case to Cafe Visitor ln Medan)
Path Analysis
Servicescape dan social media berpengaruh positif terhadap loyalitas consumer (study case to café visitor in medan)
Situmorang (2017)
Gen C and Gen Y : Experience, Net Emotional Value and Net Promoter Score
Analisis regresi berganda
Findings from the research that Gen C and Gen Y have diffrent behaviour in experience, emotional and loyalty. The findings also show local brand and national brand can compete with multinational brand.
Simatupang (2010)
Physical Evidence and Servicescape in Building Customer Experience, Behavior, and Motivation Setiabudi
Analisis regresi berganda
menunjukkan bahwa Restoran Warung Mbah Jingkrak Setiabudi berhasil untuk memberikan kondisi physical evidence dan
servicescape yang baik untuk pelanggan.
Lin (2016)
Effect of visual servicescape aesthetics
comprehension and appreciation on consumer experience
Structural equation model (SEM)
Menunjukan hasil yang positif dan signifikan dari VSAC dan
appreciation on consumer experience
Nirukti (2012) Pengaruh Brand Awareness dan
WordofMouth Terhadap Keputusa n Membeli
Analisis regresi berganda
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara brand awareness dan word of mouth terhadap keputusan pembelian.
2.5 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor- faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.Kerangka konseptual adalah pondasi utama dimana proyek penelitian itu ditujukan, dimana kerangka konseptual menghubungkan secara teoritis antara variabel bebas dan variabel terikat.
Social location marketing adalah kegiatan memasarkan lokasi dengan menggunakan media sosial. Dalam bidang ekonomi social location marketing bertindak sebagai salah satu upaya marketing yang strategis, yakni upaya memperkenalkan lokasi baru untuk dapat meraih keuntungan sebanyak mungkin.
Dalam hal ini social location marketing merupakan suatu kekuatan menarik yang ditujukan kepada sejumlah pembeli tertentu, hal mana dilaksanakan oleh produsen atau pedagang maupun para pengguna media sosial agar dapat mempengaruhi penjualan barang atau jasa atau lokasi tertentu dengan cara menguntungkan.
Social location marketing akan memasarkan lokasi sosial menggunakan media sosial. Social location marketing ini nantinya akan membuat orang atau pengguna media sosial lain menyadari adanya lokasi tersebut.
Salah satu karakteristik yang dimiliki oleh jasa adalah intangibility.Disini dijelaskan bahwa jasa tidak memiliki bentuk yang dapat dilihat, diraba, dirasakan, ataupun dicicipi.Oleh karena itu, kesan pertama konsumen tentang jasa yang ditawarkan tergantung terhadap bukti-bukti fisik dari penyedia jasa.Bitner (1992) mengkaji peran lingkungan fisik dalam sebuah industri jasa melalui model servicescape.Istilah servicescape mengacu kepada gaya dan penampilan dari
lingkungan fisik dan juga mencakup pada unsur-unsur lain dari lingkungan jasa yang membentuk pengalaman konsumen.
Experience adalah peristiwa pribadi yang terjadi sebagai jawaban atas beberapa rangsangan. Pengalaman atau experience melibatkan seluruh dalam setiap peristiwa kehidupan. Dengan kata lain, sebagai pemasar harus menata lingkungan yang benar untuk pelanggan dan apa sebenarnya yangdiinginkan pelanggan. Pengalaman atau experience pada umumnya bukan dihasilkan atas diri sendiri tapi bersifat membujuk pada atau secara psikologi pengalaman adalah sesuatu hal yang terjadi tanpa unsur kesengajaan. (Schmitt 1999).
2.6 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual sebelumnya, maka hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah :
H1: Servicescape berpengaruh positif dan signifikan terhadap Social Location Marketing pada kafe jalan Wahid Hasyim di Kota Medan.
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
H2: Servicescape berpengaruh positif dan signifikan terhadap Customer Experience pada kafe jalan Wahid Hasyim di Kota Medan.
H3: Customer Experience berpengaruh positif dan signifikan terhadap Social Location Marketing pada kafe jalan Wahid Hasyim di Kota Medan.
H4: Servicescape dan Customer Experience berpengaruh positif dan signifikan terhadap Social Location Marketing pada kafe jalan Wahid Hasyim di Kota Medan.
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian asosiatif, yaitu penelitian yang menghubungkan dua variable atau lebih. (situmorang, 2017) Adapun variabel yang dihubungkan dalam penelitian ini adalahservicescape danCustomer Experienceterhadap Social Location Marketing
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jalan Wahid Hasyim Medan, Peneliti memilih lokasi ini karena di Jalan Wahid Hasyim Medan karena terdapat banyak usaha kuliner Penelitian ini dilaksanakan pada April 2017 sampai dengan Juni 2017.
3.3 Batasan Operasional
Batasan operasional dilakukan untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan menganalisis permasalahan selama penelitian ini dilakukan. Maka batasan operasional penelitian ini dibatasi pada :
3.3.1 Variabel Independen yaitu Servicescape (X1)
servicescape adalah saat dibuatnya dalam lima rasa oleh perancang lingkungan fisik dimana layanan diberikan. Servicescape memiliki beberapa dimensi yang terbentuk dari penilitian sebelumnya. dimensi servicescape menjadi tiga bagian yaitu: Ambition Condition, Spatial Layout, dan sign, symbol, and artefack. Konstruk variabel Servicescape disajikan pada Gambar 3.1
Gambar 3.1
Konstruk Variabel Servicescape
3.3.2 Variabel Independen yaitu Customer Experience (X2)
Schmitt (1999) mendefenisikan Customer experience secara sederhana yaitu suatu proses, strategi dan implementasi dari suatu perusahaan untuk mengelola pelanggan terhadap pengalamannya dengan sebuah produk atau
layanan. customer experience dapat dibagi menjadi lima dimensi yaitu : Sense, Feel, Think, Act, Relate. Konstruk variabel Servicescape disajikan pada Gambar 3.2
Gambar 3.2
Konstruk Variabel Customer Experience
3.3.3 Variabel Dependen yaitu Social Location Marketing(Y)
Social location marketing adalah bisnis yang membawa kita lebih dekat dengan pelanggan Dengan hanya melakukan check-in pada lokasi atau tempat tertentu memungkinkan satu orang berkomunikasi pada banyak orang lain tentang
pilihan merek atau lokasi tertentu. Social Location Marketing dapat dibagi menajadi 4 dimensi yaitu: Seearching, Finding, Check In, Sharing. Konstruk variabel Servicescape disajikan pada Gambar 3.3
Gambar 3.3
Konstruk Variabel Social Location Marketing
3.4 Hubungan Antar Variabel
Variabel-variabel dalam penelitian merupakan variabel laten yang terdiri dari konstruk-konstruk penyusun variabel tersebut. Oleh karena itu, hubungan antar variabel yang diteliti bersifat eksogenus (exogenous construct) atau endogenus (endogenous construct). Variabel eksogenus bertindak sebagai variabel bebas, dan variabel endogenus bertindak sebagai variabel terikat (Sinulingga, 2013). Hubungan antar variabel eksogenus dan endogenus yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan dalam pola hubungan jalur karena memiliki pengaruh secara langsung dan tidak langsung.
Gambar 3.4 Pola Hubungan Jalur Variabel Penelitian
3.5 Defenisi Operasionalisasi Variabel Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Definisi
Variabel Dimensi Indikator Skala
Servicesca pe (X1)
servicescape adalah saat dibuatnya dalam lima rasa oleh perancang lingkungan fisik dimana layanan diberikan.
Ambient Conditions
Tingkat suasana
Tingkat keharmonisan music Tingkat kenyamanan café
Skala Interval Spatial Layout
and
Functionality
Tingkat desain eksterior dan interior
Tingkat kebersihan café
Tingkat kelengkapan fasilitas café Signs,
Symbols, and Artifacts
Tingkat kejelasan simbol-simbol dalam dan luar ruang café
Tingkat dekorasi café
Tingkat penampilan karyawan Customer
Experience (X2)
suatu proses, strategi danimplement asi dari suatu perusahaan untuk mengelola pelanggan terhadap pengalamanny a dengan sebuah produk
Sense penglihatan (sight), perabaan (touch), pengecapan (taste), penciuman (smell)
Skala Interval
Fell Suasana hati (Moods) Emosi (Emotions) Think Terkejut (Surprise)
Membangkitkan (Intrigue) Provokasi
Act Pengalaman jasmani
Gaya hidup
Pola perilaku jangka pangjang Pengalaman atas interaksi yang muncul
Relate Jalinan hubungan keluarga Komunitas merek
Pengaruh sosial Social
Location Marketing (Y)
Social location marketing adalah bisnis yang
membawa kita lebih dekat dengan pelanggan dari pada alat pemasaran lainnya di dalam sejarah.
Searching Pelanggan mencari informasi mengenai cafe melalui media sosial
Skala Interval Finding Pelanggan mencari tahu mengenai
lokasi cafe yang ingin dituju
Chek In Kegiatan chek in melalui media sosial
Sharing Kegiatan memposting dan merekomendasikan orang lain untuk mengunjungi café tersebut
3.6 Skala Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan skala interval, skala yang memiliki satuan
nominal dan ordinal serta menangkap informasi tentang perbedaan kuantitas suatu konsep dari satu pengamatan ke pengamatan berikutnya. Seperti halnya ukuran ordinal, ukuran interval mengurutkan orang atau objek pada interval atau jarak yang sama. Skala yang di terapkan pada data yang dapat dirangking dan dengan peringkat tersebut kita bias mengetahui perbedaan di antara peringkat-peringkat tersebut dan kita bias menghitung besarnya perbedaan itu. Namun harus diperhatikan bahwa dalam skala ini perbandingan rasio yang ada tidak diperhitungkan. Skala interval yang digunakan didalam penelitian ini adalah bersifat favorable dimana :
Tabel 3.2
Instrumen Skala Interval
No Jawaban Skor
1 Sangat Setuju (SS) 5
2 Setuju (S) 4
3 Kurang Setuju (KS) 3
4 Tidak Setuju (TS) 2
5 Sangat Tidak Setuju (STS) 1
3.7 Populasi dan Sampel Penelitian 3.7.1 Populasi
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya sebagai objek penelitian (Kuncoro, 2013).Adapun pengertian populasi lainnya Menurut bailey dalam (priyono, 2016), populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti sehingga sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri.Populasi dalam penelitian ini
adalah pelanggan yang menggunakan media sosial Path, Foursquare dan media sosial lainnya yang tidak diketahui jumlahnya.
3.7.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2010: 62) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengunjung yang pernah mengunjungi café di jl wahid hasyim.
Menurut Sugiyono (2010: 78) Accidental Sampling adalah mengambil responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data dengan kriteria utamanya adalah pengunjung yang pernah mengunjungi café di jl wahid hasyim, dalam penarikan jumlah ukuran sampel, apabila populasinya tidak diketahui secara pasti jumlahnya (accidental sampling) maka digunakan teknik atau rumus sesuai dengan teori Malhotra (2006) paling sedikit harus empat atau lima kali dari jumlah item pertanyaan. Total pertanyaan dalam penelitian ini adalah 26 pertanyaan, sehingga minimal ukuran sampel penelitian ini adalah
26 x 5 = 130
Jadi jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 130 responden.
Dengan demikian, jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 130 Pelanggan atau pengunjung café sampel menggunakan non probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atas kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2012). Jenis non probability sampling yang digunakan adalah jenis purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Adapun kriteria dalam penelitian ini yaitu:
1. Pria dan wanita minimal usia 15 tahun.
2. mempunyai aplikasi path, foursquare, instagram, facebook dan media sosial lainya.
3. pernah mengunjungi café di jl. Wahid hasyim. Medan lebih dari 1 kali.
3.8 Jenis dan Sumber Data
Menurut Situmorang dan Lufti (2015), jenis data yang dilakukan penelitian adalah :
3.8.2 Data Primer
Data primer (primary data) yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/suatu organisasi secara langsung dari objek yang diteliti dan untuk kepentingan studi yang bersangkutan yang dapat berupa interview, observasi.
3.8.3 Data Sekunder
Data sekunder (secondary data) yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain.Data sekunder dalam penelitian ini adalah teori-teori dan data yang bersumber dari buku-buku dan majalah-majalah.
3.9 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah :
3.9.2 Kuesioner