• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. dalam menyelesaikan studi Program Sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. dalam menyelesaikan studi Program Sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban mahasiswa guna melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan studi Program Sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Udayana. Adapun judul skripsi ini adalah “PENGATURAN INTERNASIONAL

VANDALISME TERHADAP TERUMBU KARANG DI INDONESIA”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung kepada:

1. Bapak Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak Dr. Gde Made Swardhana, SH., MH., Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Ibu Dr. Ni Ketut Sri Utari, SH., MH., Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak Dr. I Gede Yusa, SH., MH., Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.

5. Ibu Anak Agung Sri Utari, SH., MH., Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana sekaligus menjadi Pembimbing II yang telah memberikan petunjuk, bimbingan serta arahan selama membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(2)

ii

6. Bapak Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, SH., M.Hum., Pembimbing I yang telah memberikan petunjuk, bimbingan serta arahan selama membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum., Pembimbing Akademik yang telah memberikan petunjuk, bimbingan serta arahan selama membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah mengajar mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

9. Bapak dan Ibu Pegawai Administrasi Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah banyak membantu dalam pengurusan proses administrasi. 10. Kepada Orang Tua Penulis, Alm. Yuliono, S.H. dan Enok Pujiati, Kakak

Dwi Ajeng Elie Ananda, S. Fam, serta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan moril dan materiil serta kasih sayang dalam penyusunan skripsi ini.

11. Kepada Seira Tamara Herlambang, Nyoman Gede Ngurah Bagus Artana, I Dewa Gde Agung Oka Pradnyadana, Atep Ridwan, Kadek Rudianto, Didiet Teguh Susanto, I Komang Tirtayasa, Komang Reksa Adiguna, Gede Ngurah Oka Prabawa, Made Ray Yasa, Arrian Setiagama, Pande Putu Tara Anggita, Dewa Ayu Surya Lahuru, Elvina Esmerelda, Nieko Natayo Susanto, Hesty Hardiyan, Angganurhadi, Ayu Trusnawati, Putu Intan Permatasari, Ida Ayu Sintya Maharani, dan Komaroh yang merupakan

(3)

iii

sahabat penulis serta teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan, doa, perhatian, semangat, dan hiburan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar dengan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, maka masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, Maret 2017

(4)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... v

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 10

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 11

1.5 Tujuan Penelitian ... 12

1.6 Manfaat Penelitian ... 13

1.7 Landasan Teoritis ... 14

1.8 Metode Penelitian... 21

BAB II TINJAUAN UMUM PARIWISATA, HUKUM LINGKUNGAN

INTERNASIONAL, VANDALISME, TERUMBU KARANG, DAN

(5)

x

2.1 Tinjauan Umum tentang Pariwisata ... 29

2.2 Tinjauan Umum tentang Hukum Lingkungan Internasional ... 34

2.3 Tinjauan Umum tentang Vandalisme ... 43

2.4 Tinjauan Umum tentang Terumbu Karang ... 44

2.5 Tinjauan Umum tentang Ekstradisi ... 50

BAB III PENJABARAN INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI PERILAKU VANDALISME TERHADAP TERUMBU KARANG OLEH WISATAWAN DI INDONESIA 3.1 Pengaturan dalam Instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa ... 53

3.2 Pengaturan pada Tingkat Regional ... 59

3.3 Perbandingan Derajat Keterikatan Terhadap Instrumen Internasional ... 64

BAB IV PENJABARAN PENGATURAN PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM VANDALISME TERHADAP TERUMBU KARANG DI INDONESIA 4.1 Regulasi Perlindungan Terhadap Terumbu Karang di Indonesia ... 68

4.2 Praktek Ekstradisi oleh Indonesia ... 75

4.3 Pertanggungjawaban Hukum Vandalisme Terhadap Terumbu Karang di Indonesia ... 80

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA

(6)

xi

ABSTRAK

Perkembangan teknologi yang sangat pesat berbanding lurus dengan kebutuhan manusia akan wisata. Manusia telah mengenal wisata sebagai jalan keluar untuk menenangkan diri dari kesibukan dan rutinitas keseharian. Wisata alam adalah salah satu alternatif pilihan bagi manusia untuk menenangkan pikirannya namun, tidak semua manusia yang melakukan kegiatan wisata ikut serta dalam menjaga kelestarian alam tersebut. Tangan-tangan jahil wisatawan seringkali menghasilkan dampak yang sangat buruk bagi kelangsungan hidup yang berada disekitar tempat wisata. Perusakan oleh tangan wisatawan yang jahil dapat menyebabkan kelestarian, keserasian, serta manfaat yang berada di ekosistem laut menjadi terganggu. Ekosistem laut sangat berbeda dengan ekosistem di darat dimana seluruh makhluk hidup di laut sangat berkaitan erat. Sebagai bayangan adalah ketika kerusakan terjadi di wilayah laut suatu negara, maka lambat laun akan berdampak terhadap ekosistem laut di negara lain. Hal ini menggambarkan pentingnya pengaturan hukum dan pola pencegahan secara dini yang wajib dimiliki Indonesia.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Penulis melalui skripsi ini akan membahas dua permasalahan hukum utama yakni: keberadaan hukum internasional dalam menangani vandalisme terhadap terumbu karang dan bagaimanakah pertanggungjawaban pelaku vandalisme terhadap terumbu karang.

Melalui penelitian normatif skripsi ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. tidak adanya suatu konvensi yang bersifat global dan mengikat negara-negara di dunia dalam menghadapi vandalisme terhadap terumbu karang. Peraturan-peraturan yang ada hanyalah bersifat soft law yang tidak memiliki kepastian hukum terhadap negara-negara di dunia. Sehingga belum tercapai suatu consensus global dalam menghadapi vandalisme terhadap terumbu karang. 2. Dalam hal tidak terdapatnya suatu konvensi yang bersifat global maka Indonesia dapat melakukan ekstradisi. Hukum Internasional harus mampu menghasilkan suatu peraturan yang bersifat Hard Law dan global. Indonesia juga harus memanfaatkan perjanjian ekstradisi yang telah diratifikasi dengan baik.

Kata Kunci: vandalisme terhadap terumbu karang, ekstradisi, pengaturan

(7)

xii ABSTRACT

Rapid technological development is directly proportional to the human need for travel. Humans have known travel as a way to cool off from the hustle and bustle of everyday life. Ecotourism is one of the alternative options for people to calm their mind however, that not all humans who do travel activities to participate in the natural preserve. Hands of ignorant tourists often produce disastrous consequences for the survival of which are located around the tourist attractions. The destruction by the hands of ignorant traveler can lead to sustainability, harmony, and the benefits that are in the marine ecosystem become disrupted. Marine ecosystem is very different from land ecosystems on which all life on the sea is very closely related. As we can imagine, when the damage occurred in the sea area of a country, then it will eventually have an impact on marine ecosystems in other countries. This illustrates the importance of the legal regulation and pattern of early prevention must be owned by Indonesia.

This study uses normative legal research with the legislation approaches, case approaches, and conceptual approaches. The author through this thesis will discuss two main legal issues namely: the existence of international law in dealing with vandalism on coral reefs and how the perpetrators of vandalism towards the reef will be charged.

Through normative research of this thesis, it can be deduced as follows: 1. The absence of a global convention that binds on the countries in the world in the face of vandalism on coral reefs. The regulations are only soft laws which does not have the legal certainty of the countries in the world. So it has not reached a global consensus in the face of vandalism on coral reefs. 2. In case of the absence of a global convention then Indonesia can extradite. International law must be able to produce a regulation that is Hard Law and globally. Indonesia should also take the advantages of the extradition treaty which has been well ratified.

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Laut memberikan sejumlah bahan makan yang menunjang kehidupan manusia, selain itu dalam sejarahnya laut digunakan sebagai jalur transportasi perdagangan, sarana transportasi, serta alat pembeda suatu bangsa. Dalam perkembangannya, laut memiliki fungsi yang sangat berharga yaitu sebagai penghasil tambang dasar laut.1

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dengan luas perairan yang lebih besar dibandingkan dengan luas daratan, menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (selanjutnya disebut LIPI) luas daratan Indonesia adalah 1.890.754 KM2 sedangkan luas lautan Indonesia sebesar 3.302.498 KM2. Luas wilayah Laut Indonesia sendiri antara lain sebagai berikut: 0,3 juta km2 merupakan laut territorial, 2,8 juta km2 merupakan perairan kepulauan, dan 2,7 Juta km2 merupakan Zona Ekonomi Eksklusif. Indonesia bertanggungjawab dalam menjaga kelestarian bawah laut wilayahnya.2

Selain Indonesia memiliki banyak pulau yang kaya akan seni dan budaya yang berpotensi untuk dikembangkan, hampir seluruh pulau di Indonesia dikelilingi dengan hamparan pantai yang cantik dan lautan yang sangat kaya. Itu membuat wisata bahari menjadi potensi terbesar dalam

1 Mohammad Sodik Dikdik, 2011, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia, Refika Aditama,

Bandung,h.1.

2 LIPI, 17 Februari 2016, “LIPI Ditetapkan Sebagai Wali Data Ekosistem Terumbu Karang dan Padang Lamun,

siaran press, URL : http://www.lipi.go.id/siaranpress/LIPI-Ditetapkan-Sebagai-Wali-Data-Ekosistem-Terumbu-Karang-dan-Padang-Lamun/15010, diakses pada tanggal 11 Februari 2017.

(9)

2

mengembangkan pariwisata di Indonesia. Wisata bahari umumnya bertujuan sebagai usaha untuk mencari keseimbangan dan keserasian lingkungan hidup khususnya flora dan fauna laut.3

Salah satu flora dan fauna tersebut adalah terumbu karang. Terumbu karang seperti yang tertulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat menjadi KBBI) adalah bangunan yang disusun oleh beberapa organisme yang memiliki kalsium karbonat pada kulitnya. Indonesia sangat beruntung dikarenakan terdapat gugusan segitiga karang (coral triangle) yang sangat terkait antara ekologi dan ekosistem pesisir seluruh lautan di dunia. Adapun fungsi terumbu karang yang sangat diperlukan dunia antara lain sebagai aset wisata bahari, sebagai benteng alami kawasan pantai dari gempuran ombak, sebagai sumber makanan, dan sebagai bahan obat-obatan.

Aset berharga dunia terletak di dalam lautan, namun harta tersebut terwujud dalam berbagai jenis biota laut. Tingkat perkembangbiakan biota laut sangat tergantung dari kelestarian terumbu karang yang bukan hanya menjadi tempat tinggal, tetapi juga sumber pakan dan lahan untuk makhluk laut hidup.

Selain fungsi di atas, terumbu karang tepian juga berfungsi menetralisasi kekuatan angin dan gelombang lautan. Apabila terumbu karang berfungsi dengan baik dapat menghemat biaya hingga 550.000 dolar AS untuk perlindungan pantai oleh erosi lautan. Sebaliknya apabila terumbu karang rusak, diperlukan dana besar untuk pemulihannya serta memakan waktu yang cukup lama.4

3 Putu, Ratih Pertiwi, 2011, “Degradasi terumbu Karang Akibat Aktifitas Pariwisata”, Tugas Suistainable

Tourism Program Pasca Sarjana Kajian Pariwisata (DDIP) Universitas Udayana, h. 1.

4 Yuni Ikawati, 13 Februari 2009, “Segitiga Koral, Jantung Dunia”. LIPI, URL :

http://www.lipi.go.id/berita/segitiga-koral-jantung-dunia/4175, diakses pada tanggal 23 Oktober 2016 pukul 20.32 WITA.

(10)

3

Dewasa ini, keadaan laut sangat memprihatinkan sehingga kerusakan laut menjadi salah satu kajian penting dalam dunia internasional. Begitu banyaknya masalah lingkungan hidup yang terjadi di seluruh dunia telah diperingatkan oleh Rachel Carson pada tahun 1962.5

Perkembangan teknologi yang sangat pesat berbanding lurus dengan kebutuhan manusia akan wisata. Manusia telah mengenal wisata sebagai jalan keluar untuk menenangkan diri dari kesibukan dan rutinitas keseharian. Wisata alam adalah salah satu alternatif pilihan bagi manusia untuk menenangkan pikirannya namun, tidak semua manusia yang melakukan kegiatan wisata ikut serta dalam menjaga kelestarian alam tersebut. Tangan-tangan jahil wisatawan seringkali menghasilkan dampak yang sangat buruk bagi kelangsungan hidup yang berada disekitar tempat wisata.

Perusakan oleh tangan wisatawan yang jahil dapat menyebabkan kelestarian, keserasian, serta manfaat yang berada di ekosistem laut menjadi terganggu. Ekosistem laut sangat berbeda dengan ekosistem di darat dimana seluruh makhluk hidup di laut sangat berkaitan erat. Sebagai bayangan adalah ketika kerusakan terjadi di wilayah laut suatu negara, maka lambat laun akan berdampak terhadap ekosistem laut di negara lain.

Begitu pentingnya suatu kesehatan lingkungan laut, maka dibentuklah suatu konvensi internasional yang dinamakan United Nations Convention on The Law of the Sea (selanjutnya disebut UNCLOS) 1982. Indonesia termasuk salah satu negara yang mendapatkan untung dari ditetapkannya UNCLOS, hal itu disebabkan Indonesia yang merupakan Negara Kepulauan diapit oleh dua Samudera yang besar yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

5 Carson menyatakan bahwa musim semi yang semula indah digambarkan menjadi musim semi yang sunyi dan

menakutkan, lihat di Akib. Muhammad dan Arief Hidayat, 2014, Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, Rajawali Pers, Depok, h. 7, dikutip dari Rachel Carson, 1990, Musim Bunga Yang Bisu (The Silent Spring), terjemahan dari Budi Kasworo, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, h.2.

(11)

4

Wisata di Indonesia sudah berkembang pesat di daratan maupun di lautan dalam menyuguhkan wisata alam yang indah. Pesona Indonesia di bawah laut mengundang banyak kekaguman dunia. Pesona tersebut salah satunya berada di Provinsi Bali tepatnya di daerah Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung, namun pada hari Minggu tanggal 11 September 2016 Gubernur Bali menyatakan kekecewaannya terhadap wisatawan mancanegara yang berlibur di pulau Dewata. Aksi vandalisme terumbu karang beredar pertamakali setelah operator wisata selam OK Divers mengunggah ke media sosial.6

Dalam foto yang telah beredar di dunia maya, terumbu karang digurat dengan nama-nama antara lain: Phey Lym, Miya, dan 33 Baby. Dalam foto tersebut terdapat pula tulisan-tulisan yang menggunakan huruf Mandarin, hal tersebut membuktikan bahwa dalam perkembangan kelangsungan hidup masyarakat Internasional, lingkungan hidup tidak dapat diabaikan kedudukannya dalam kehidupan manusia. Adanya kerusakan lingkungan baik yang terjadi secara alami maupun karena perbuatan manusia merupakan ancaman besar bagi kelangsungan hidup manusia.7

Seiring beredarnya berita mengenai vandalisme terumbu karang, Menteri pariwisata Indonesia berjanji untuk menindaklanjutinya.8 Selain di Nusa Penida, kawasan Raja Ampat Papua juga terkena imbas dari penyelaman oleh turis asing. Rantai jangkar hingga pasir telah bercampur dalam gugusan terumbu karang di kawasan Raja Ampat. Adanya rantai tersebut diduga milik

6 Liputan6, 11 September 2016, “Parah, Penyelam Corat-Coret Terumbu Karang Pantai Bali”. Liputan6

Regional, URL : http://www.liputan6.com/regional/read/2599327/parah-penyelam-corat-coret-terumbu-karang-pantai-bali, diakses pada tanggal 14 September 2016 pukul 20.32 WITA.

7 Sari. Intan Permata, 2016, “Perlindungan Dan Pengelolaan Terumbu Karang Terhadap Lingkungan Hidup Di

Indonesia Ditinjau Dari Hukum Internasional”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, h.9.

8 Andina Rahayu, 14 September 2016, “Laut Dirusak, Terumbu Karang Dikoyak-Koyak. Ini Kenapa Ya

Turis-Turis Kok Perilakunya Begitu Norak!”. Hipwee, URL : http://www.hipwee.com/travel/Laut-Dirusak-Terumbu-Karang-Dikoyak-Koyak-Ini-Kenapa-Ya-Turis-Turis-Kok-Perilakunya-Begitu-Norak. diakses pada tanggal 29 September 2016 pukul 18.05 WITA.

(12)

5

pribadi yang merupakan jangkar dari yacht kecil yang digunakan untuk mengangkut wisatawan. Selain itu beberapa rekaman yang menunjukan perilaku turis mancanegara sengaja menginjak terumbu karang di kawasan Friwinbonda, Raja Ampat, Papua telah beredar. Dalam etika menyelam, menginjak-injak karang adalah salah satu perilaku yang diharamkan bagi setiap penyelam.9

Berdasarkan data LIPI, varietas terumbu karang yang berada di perairan Indonesia merupakan yang terkaya di dunia. Selain mendominasi, terumbu karang di Indonesia memiliki keaneka ragaman hayati yang sangat tinggi dan menunjang perekonomian Indonesia. Direktur Perancangan Destinasi dan Investigasi Kementerian Pariwisata, menjelaskan bahwa beberapa spot menyelam di kawasan Raja Ampat telah ditemukan dalam keadaan menyedihkan dan rusak.10

Dalam Black’s Law Dictionary revisi ke empat menjelaskan, “Vandalisme is willfull or ignorant destruction of artistict or literary treasures; hostility to or contempt for what is beautiful or venerable”. Pernyataan itu menjelaskan bahwa vandalisme sendiri memiliki dua pengertian, pertama vandalisme merupakan perusakan baik disengaja maupun tidak yang dilakukan terhadap harta seni atau satra dan pengertian kedua adalah penistaan dan penghinaan terhadap sesuatu yang indah dan terhormat.

Adapun implikasi dari vandalisme terumbu karang yang dilakukan dengan cara menggurat sisi sisi terumbu karang adalah kematian terumbu karang itu sendiri. Apabila luka akibat vandalisme dengan cara mencoret permukaan terumbu karang kemudian melebar dan terbuka maka resiko terbesar yang akan dihadapi adalah kematian terumbu karang itu sendiri. Namun,

9 Echi, 4 April 2016, “Video Wisatawan Snorkeling Sambil Injak-Injak Terumbu Karang di Raja Ampat Buat

Geram Netizen”. Phinemo, URL : http://www.phinemo.com/Video-Wisatawan-Snorkeling-Sambil-Injak-Injak-Terumbu-Karang-di-Raja-Ampat-Buat-Geram-Netizen. diakses pada tanggal 29 September 2016 pukul 18.19 WITA.

10 Tri Wahyuni, 14 April 2015, “Kawasan Wisata Raja Ampat Mulai Rusak”. CNN Indonesia, URL :

http://www.CNNindonesia.com/gaya-hidup/20150414160338-269-46603/. diakses pada tanggal 29 September 2016 pukul 18.27 WITA.

(13)

6

mengingat keadaan lingkungan yang sangat buruk dan seringnya terumbu karang tersebut diinjak-injak, maka kemungkinan penyembuhan terumbu karang itu sangat susah.11 The Society for Coastal Ecosystem Studies-Asia Pasific berpendapat bahwa kemungkinan karang akan pulih kembali membutuhkan waktu ratusan tahun mengingat terumbu karang merupakan makhluk hidup yang sangat rapuh.

Apabila terumbukarang mati maka tidak ada tempat tinggal bagi biota laut yang memerlukan terumbukarang sebagai penunjang hidupnya. Apabila rumah dan ekosistem terumbukarang musnah maka akan berdampak langsung kepada kehidupan manusia yang sangat bergantung dengan hasil kekayaan laut.

Vandalisme terhadap terumbu karang semakin menyadarkan kita akan pentingnya keberlangsungan ekosistem laut yang juga terancam dari tangan tangan jahil wisatawan, baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Menurut ulasan Antara News, sebanyak 69% dari 2,5 juta hektar terumbu karang di Indonesia telah rusak dan hancur. Beberapa wilayah tersebut lima diantaranya adalah: Pulau Bali (Sanur), Bengkulu (Pulau Enggano), Jawa Barat (Pantura), Pulau Weh, Irian Barat (Kepulauan Raja Ampat), dan Kepulauan Seribu, Jakarta (Pulau Kelapa).

Di dalam Global Code of Ethics for Tourism (kemudian disingkat menjadi GCET) memasukan suatu logika yang bertujuan untuk terus menerus memadukan perlindungan terhadap lingkungan, pembangunan ekonomi dan perjuangan untuk melawan kemiskinan seperti yang dirumuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1992 pada Earth Summit di Rio de Jainero, dan dinyatakan dalam agenda 21, yang telah disepakati.12

11 Melissa Bonauli, 9 September 2016, “Perusakan Karang di Bali”, Detikcom, URL :

http://www.detik.com/travel/read.2016/09/09/2016/192519/3295288/1382, diakses pada tanggal 13 Desember 2016.

(14)

7

Pariwisata harusnya bertujuan sebagai alat untuk meningkatkan kebutuhan akan kualitas hidup yang sangat dipengaruhi oleh keadaan alam di bumi ini. Dalam hal tersebut para pelaku wisata baik wisatawan, penyedia jasa wisata, dan pemerintah haruslah memenuhi hal yang telah diatur. Terumbu karang di Indonesia juga mengingatkan akan pentingnya menjaga kelestarian hidup dan menjadi pembelajaran mengenai keterkaitan setiap individu di dalam ekosistem. Apabila salah satu komponen dalam ekosistem terumbu karang rusak, maka akan mempengaruhi kehidupan individu yang lain termasuk manusia. Manusia sangat bergantung pada ligkungan termasuk laut. Hal tersebut diatur di dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (kemudian disebut UUD NRI 1945) pada pasal 28H ayat (1)

Orang-orang menjadi lebih sadar akan pentingnya menjaga ekosistem terumbu karang. Hal ini merupakan tanggungjawab setiap orang agar memelihara lingkungan demi kebaikan generasi yang akan datang. Selain itu, tujuan dari GCET sendiri adalah memajukan pariwisata yang bertanggung jawab dan berkelanjutan yang dapat dijangkau oleh banyak orang dalam melaksanakan hak atas waktu luang dan hak atas pejalanan, serta dalam hubungannya dengan pilihan kemasyarakatan dari seluruh dunia.13

Perlindungan hak dalam pariwisata yang dijamin melalui ketentuan fundamental di dalam sejumlah instrumen internasional seperti Universal Declaration of Human Right (kemudian disingkat menjadi UDHR), GCET, dan International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (kemudian disingkat menjadi IESCR). Setiap orang memiliki hak untuk melakukan kegiatan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengalaman pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjunginya dalam waktu sementara.14

13 Ibid.

14 Ni Putu Eva Laheri, 2015, “Tanggung Jawab Negara terhadap Kerugian Wisatawan Berkaitan Dengan

Pelanggaran Hak Berwisata Sebagai Bagian Dari hak Asasi Manusia”, Tesis Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.40.

(15)

8

Di Indonesia sendiri kepariwisataan diatur di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan (selanjutnya akan disebut UU Kepariwisataan). Dalam poin menimbang huruf (a) dijelaskan bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumberdaya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Kemudian dalam bab XV UU Kepariwisataan mengatur mengenai ketentuan pidana terhadap tindakan merusak fisik daya Tarik wisata (Pasal 64 ayat (1) dan ayat (2)).15

Dari uraian tersebut di atas, terdapat suatu kekaburan norma dalam peraturan mengenai terumbu karang itu sendiri, aturan seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tidak mengatur mengenai hal tersebut. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (yang kemudian disingkat menjadi PP Pengendalian Pencemaran Laut) pada pasal 15 ayat (1) hanyalah mengatur mengenai pengrusakan laut secara luas yaitu kegiatan penangkapan ikan dan tambang.

Berdasarkan pada uraian singkat di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji secara mendalam yang kemudian dituangkan dalam sebuah penulisan karya ilmiah yang berjudul:

15 Pasal 64 UU Kepariwisataan:

Ayat (1):

“Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik daya Tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Ayat (2):

“Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak fisik, atau mengurangi nilai daya Tarik sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(16)

9

“Penjabaran Pengaturan Internasional Vandalisme Terhadap Terumbu Karang di

Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka didapatkan dua rumusan masalah yang penting utuk dikaji, yaitu:

1) Bagaimanakah penjabaran instrument hukum internasional mengenai perilaku vandalisme terhadap terumbukarang oleh wisatawan di Indonesia?

2) Bagaimanakah penjabaran pengaturan pertanggungjawaban hukum Vandalisme terhadap terumbu karang di Indonesia?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Agar penulisan karya ilmiah ini tidak jauh menyimpang dari pokok permasalahan maka penulis membatasi ruang lingkup pembatasannya. Dalam skripsi ini penulis akan meninjau instrumen hukum internasional terhadap perilaku vandalisme yang dilakukan wisatawan terhadap terumbu karang di Indonesia.

Di dalam pokok bahasan kesatu, akan dibatasi pada pengaturan yang bersifat global dan pengaturan yang bersifat regional mengenai perilaku vandalisme terhadap terumbu karang dalam norma-norma instrumen internasional yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Berwisata dan Lingkungan Hidup serta pelestarian dan perlindungan terhadap ekosistem terumbu karang oleh wisatawan global.

Pokok bahasan kedua akan membahas mengenai upaya penegakan hukum internasional yang dapat dilakukan untuk menghadapi perilaku vandalisme di dalam norma-norma hukum nasional dan internasional. Dalam pokok bahasan kedua juga akan dijelaskan upaya-upaya yang

(17)

10

bisa ditempuh dalam penegakaan hukum internasional yang berkaitan dengan vandalisme terhadap terumbu karang oleh wisatawan global.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Dalam menjamin orisinalitas skripsi ini, maka dalam penelitian digunakan berbagai sumber pustaka atau literatur seperti jurnal, skripsi, tesis, maupun karya ilmiah hukum lainnya. Selain itu, penulis juga menggunakan berbagai sumber peraturan perundang-undangan, konvensi, perjanjian, maupun instrumen hukum internasional lainnya. Kepustakaan tersebut digunakan sebagai sumber pendukung, pedoman, dan acuan dalam menjawab rumusan masalah yang terangkat dalam penelitian ini. Selain itu literatur ini juga digunakan untuk memperkaya wawasan yang dipetik secara selektif yang berhubungan langsung dengan kajian mengenai vandalisme terhadap terumbu karang oleh wisatawan global.

Mengenai kesamaan terhadap skripsi ini baik melalu internet maupun perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana atau Universitas lain, belum ditemukan penelitian yang sama dengan penelitian ini, namun terdapat beberapa skripsi yang terkait dengan tulisan ini. Berikut penulis uraikan judul skripsi, identitas penulis, serta rumusan masalah yang disajikan dalam bentuk table.

Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sejenis

No. Judul Penulis Rumusan Masalah

1. Perlindungan dan Pengelolaan Terumbu Karang Terhadap Lingkungan Hidup di Indonesia Ditinjau Dari Hukum Internasional Intan Permata Sari, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2016 1. Bagaimana pengaturan pengelolaan terumbu karang dan lingkungan hidup dalam hukum nasional?

2. Bagaimana pengaturan pengelolaan terumbu karang dan lingkungan hidup dalam hukum internasional?

(18)

11

3. Bagaimana perlindungan dan pengelolaan terumbu karang dan lingkungan hidup dalam hukum internasional?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji, menelusuri dan menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam rumusan masalah. Ditinjau dari rumasan masalah, maka didapatkan dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1.5.1 Tujuan Umum.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui instrumen hukum internasional yang berhubungan dengan perilaku vandalisme terhadap terumbu karang oleh wisatawan global serta untuk mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh.

1.5.2 Tujuan Khusus.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menganalisa instrumen hukum internasional terhadap perilaku vandalisme terhadap terumbu karang oleh wisatawan global.

2. Untuk menganalisa upaya pertanggung jawaban yang dapat ditempuh sebagai wujud tindak lanjut perilaku vandalisme terhadap terumbu karang oleh wisatawan global.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.6.1 Manfaat Teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan hukum mengenai ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur perilaku vandalisme terhadap terumbu karang oleh wisatawan global.

(19)

12 1.6.2 Manfaat Praktis.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi yang baik kepada pihak terkait dengan perlindungan lingkungan hidup, terkhusus lagi yang berada di Indonesia, yaitu:

1. Bagi Direktur Perancangan Destinasi dan Investigasi Kementerian Pariwisata Indonesia, penelitian ini diharapkan bermanfaat yakni sebagai rujukan untuk menyusun peraturan dan kebijakan dalam mengantisipasi perilaku vandalisme terhadap terumbu karang yang ada di lautan Indonesia oleh wisatawan global.

2. Bagi Penyedia Jasa Pariwisata,penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai dukungan dan perlindungan hukum internasional terhadap eksistensi terumbu karang di Indonesia agar tidak terjadi penyalahgunaan kesempatan.

3. Bagi wisatawan, penelitian ini diharapkan memberikan wawasan mengenai perlindungan hukum internasional dalam upaya pelestarian lingkungan hidup yang ada di Indonesia agar tidak terjadi lagi kejadian serupa serta membantu para wisatawan dalam menelaah dasar hukum yang dapat digunakan apabila dikemudian hari terulang lagi kejadian yang serupa dengan sebelumnya.

1.7 Landasan Teoritis

Salah satu unsur terpenting dalam penelitian yang memiliki peran sangat besar adalah teori. Sugiono dalam menafsirkan pendapat Neumen menjelaskan teori adalah seperangkat konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antara variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan

(20)

13

fenomena.16 Dalam membahas permasalahan yang ada, penelitian ini menggunakan Teori Relativisme Budaya dan Teori Prinsip Pembedaan.

1.7.1 Teori Marx.

Teori ini dibawah oleh Karl Marx yang kemudian disebut Marx. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan sosial dapat terbentuk dari adanya konflik. Menurut Marx sejarah manusia adalah proses alamiah dimana hukumnya dapat diketahui adanya.17 Marx tidak habisnya mengkritik kaum kapitalis yang mengeksploitasi kaum buruh. Atas kritikan tajam Marx tersebut budaya kapitalis yang sempat menjamur bisa dihentikan pada titik terendah pada Negara dunia ketiga era kemunculan pemikiran-pemikiran kritis yang sadar akan pentingnya lingkungan.

Secara tidak kita sadari bahwa kapitalisme telah menaburkan benih-benih kecil yang membuat perilaku baik seseorang menjadi perilaku kejam yang perusak. Perilaku orang yang memiliki kedudukan yang haus akan kekayaan akan mempertahankannnya apapun caranya. Jika dihubungkan dengan lingkungan hidup, perilaku seperti inilah yang akan terus melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam yang merupakan faktor utama dalam kegiatan ekonomi. Sebagai dampaknya adalah rusaknya lingkungan hidup di sekitar kita. Dalam teori Marxis terdapat dua aspek yang relevan untuk memahami tentang isu-isu ekologi dan lingkungan, yaitu:

1. Matrealisme Dialektik

Dewasa ini telah muncul pemahaman bahwa alam tidaklah statis, sekalipun tanpa campur tangan manusia. Dalam suatu ukuran komunitasnya, alam tidak berada dalam posisi keseimbangan

16 Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kwalitatif Dan R & D, Cv. Alfa Beta,

Bandung, h.52.

(21)

14

serta tidak pula dalam posisi terbaiknya. Sehingga sebagai analoginya persaingan dalam dunia ekonomi antara kekuatan-kekuatan yang berbeda dianggap akan meleburkan dirinya dalam system yang seimbang dan stabil. Sehingga dalam aspek ini dapat disimpulkan bahwa keseimbangan dan keselarasan itu bersifat idealis dan ideologis.

2. Teori Akumulasi

Teori ini menjelaskan bahwa syarat dari pertumbuhan kapitalisme adalah adanya hasil dari upaya kekuatan-kekuatan dalam menghadapi tekanan-tekanan kompetisi diantara mereka sehingga mereka terus mencari kekayaan alam yang baru dan terus mengembangkan bisnisnya baik di sektor pariwisata untuk terus menarik wisatawan datang tanpa memikirkan resiko kerusakan terhadap lingkungannya sendiri.

Dari kedua aspek teori Marxis diatas terdapat dua sebab utama kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perilaku kelompok kapitalis. Sebab sebab tersebut adalah peleburan dari kekuatan-kekuatan yang berbeda sehingga menginginkan keseimbangan lingkungan yang idealis dan persaingan antara kekuatan-kekuatan yang memaksa mereka untuk mencari lingkungan yang baru sebagai daya Tarik wisata yang mampu menarik wisatawan untuk datang tanpa mempedulikan akibat dari perbuataan tersebut.18

1.7.2 Teori Aksi.

Teori aksi dikemukakan oleh tokoh yang ahli di bidang sosiologi dan ekonomi bernama Max Weber yang kemudian dipanggil Max. pendapat Max adalah seorang individu melakukan tindakan adalah berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsiran atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu. Teori Max kemudian dikembangkan oleh Talcott Parsons yang kemudian dipanggil Parsons.

(22)

15

Parsons menyatakan bahwa aksi itu bukanlah perilaku melainkan merupakan tanggapan atau respons mekanis terhadap suatu stimulus. Menurutnya perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif. Parsons menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang antara lain system sosial, system budaya dan system masing-masing individu.

Jika dilihat dari teori ini, maka dapat dilihat dalam setiap system sosial individu menduduki suatu tempat atau status tertentu serta bertindak dan berperan sesuai atau tidak sesuai dengan norma dan aturan yang dibuat oleh system tersebut.

1.7.3 Teori Mengikatnya Hukum Internasional.

Adapun beberapa teori yang dapat menjelaskan dasar kekuatan hukum internasional terhadap seluruh masyarakat internasional. Hukum mengatur kehidupan manusia sejak berada dalam kandungan sampai meninggal dunia. Hukum juga menjangkau seluruh aturan dalam semua aspek kehidupan masyarakat. Kemudian munculah sebuah pertanyaan bagaiman hukum tersebut dapat berlaku? Pertanyaan itu dapat dijelaskan melalui beberapa teori antara lain:

1. Teori Hukum Alam

Mazhab ini mulanya diungkapkan oleh Aristoteles. Menurut beliau, hukum terbagi menjadi dua macam yaitu hukum yang dibuat oleh Negara dan/atau pemerintah dan hukum yang tidak terikat pada manusia tentang baik dan buruk. Mazhab ini kemudian dikembangkan oleh Thomas Aquino dimana beliau menyatakan bahwa kejadian di alam semesta ini diperintah dan dikemudikan oleh suatu undang-undang abadi yang diciptakan oleh Tuhan yang telah menciptakan alam semesta ini.

Kemudian mazhab ini juga dikembangkan oleh Hugo de Groot. Menurutnya, hukum alam adalah buah pikiran yang menunjukan mana yang benar dan mana yang tidak benar.19 Menurut

(23)

16

teori hukum alam sendiri, hukum internasional memiliki kekuatan hukum yang mengikat masyarakat internasional karena hukum internasional sendiri lah yang merupakan hukum alam. Hal tersebut disebabkan karena kehidupan masyarakat bangsa-bangsa yang menghendaki akan hal tersebut. Dalam mazhab ini terdapat kelemahan dimana pengertiannya yang sangat abstrak dan penilaiannya tergantung pada setiap individunya.

2. Teori Positivisme

Teori ini menjelaskan bahwa kaidah-kaidah hukum internasional memiliki karakter yang sama dengan hukum nasional sepanjang kaidah-kaidah hukum tersebut merupakan hasil dari kehendak Negara. Seperti teori hukum alam, teori positivism yang dipelopori oleh Bynkershoek juga memiliki kelemahan.

Pemikiran mengenai kehendak Negara hanyalah suatu susunan kata yang dipakai untuk menunjukan fakta hukum internasional mengikat suatu Negara. Selain itu dinilai sangat sulit untuk menyatukan fakta dengan suatu teori konsensual hukum internasional. Dalam prakteknya, tidak perlu memintah suatu kaidah hukum internasional oleh suatu Negara demi membuktikan bahwa Negara tersebut telah menyetujuinya. Dalam perkembangannya, tidak diperlukan suatu persetujuan tegas untuk menetapkan kaidah melalui traktat-traktat.20

Teori ini menjelaskan bahwa hukum internasional mengikat pada suatu Negara diakibatkan oleh kehendak Negara itu sendiri. Menurut Zorn hukum internasional itu merupakan hukum tata Negara yang mengatur mengenai hubungan keluar Negara tersebut. Dalam teori ini juga dijelaskan

(24)

17

bahwa hukum internasional kedudukannya tidaklah lebih tinggi dari hukum Negara karena tidak memiliki kekuatan yang mengikat atas ketidak mauan Negara untuk menerimanya.

3. Teori Kehendak Bersama Negara

Tokoh dalam teori ini adalah Triepel. Beliau menjelaskan mengenai hukum internasional yang mempunyai kekuatan mengikat bukan karena kehendak Negara melainkan karena adanya kehendak bersama yang lebih tinggi dari kehendak masing- masing Negara. Kehendak ini tidak harus dinyatakan secara spesifik melainkan secara diam-diam.

4. Mazhab Wiena

Dalam mazhab ini berpendapat bahwa bukan karena kehendak Negara melainkan suatu norma hukum yang merupakan dasar terakhir dari kekuatan mengikat hukum internasional. Dalam mazhab ini munculah suatu istilah “grundnorm” yang tidak dapat lagi dikembalikan kepada suatu kaedah yang lebih tinggi. Mazhab ini dipelopori oleh Hans Kelsen yang menganggap azas “pacta sunt servanda” sebagai kaedah dasar dalam hukum internasional.

5. Mazhab Perancis

Mazhab Perancis menjelaskan kekuatan mengikat hukum internasional didasarkan pada faktor-faktor biologis, sosial, dan sejarah yang kemudian disebut dengan fakta kemasyarakatan. Dalam hal ini timbulah pemikiran bahwa hukum sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dalam konteks hukum internasional adalah bangsa.21

1.7.4 Teori Mengenai Organisasi Internasional.

21 Mochtar Kusumaatmadja, 1982, Pengantar Hukum Internasional, Buku I Bagian Umum, Binacipta, Bandung,

(25)

18

Organisasi internasional merupakan suatu organisasi yang dibentuk antar pemerintah. Pada perkembangannya organisasi internasional bukan saja dibentuk antar pemerintah namun juga dapat dibentuk oleh selain pemerintah. Organisasi tersebut dikenal dengan non- governmental organization yang kemudian akan disingkat menjadi NGO.

Status organisasi internasional dalam hukum internasional adalah sebagai subjek hukum, ikut serta membantu dalam pembentukan hukum internasional, sebagai forum untuk menyelesaikan permasalahan anggotanya, dan sebagai alat pemaksa kaidah hukum internasional.

1.8 Metode Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengungkap suatu kebenaran secara sistematis, metodelogis, dan konsisten. Atas dasar itulah setiap penelitianyang diterapkan haruslah sesuai dengan ilmu pengetahuan induknya.22

Metodologi dalam penelitian ini antara lain: 1.8.1 Jenis Penelitian

Penulisan skripsi ini akan menggunakan jenis penelitian normatif. Penelitian hukum normative adalah penelitian yang mengkaji permasalahan yang sumbernya berasal dari sumber hukum primer antara lain: peraturan undangan, teori hukum, doktrin dan perundang-undangan. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum normative adalah penelitian hukum keputakaan.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan jenis pendekatan antara lain:

(26)

19 1. Pendekatan Perundang-Undangan

Penulis akan menelaah undang-undang maupun peraturan perundang-undangan yang lainnya yang berkaitan dengan kasus yang diangkat. Instrumen hukum tersebut antara lain:

A. Resolution of General Assembly Number A/C.2/65/L.28/Rev.1 dengan judul Protection of Coral Reefs for Sustainable Livelihoods and Development tanggal 22 November 2010;

B. Resolution adopted by the General Assembly on 20 December 2010 Number A/RES/65/150 dengan judul Protection of Coral Reefs for Sustainable Livelihoods and Development;

C. Resolution adopted by the General Assembly on 22 December 2011 Number A/RES/66/194 dengan judul Protection of Coral Reefs for Sustainable Livelihoods and Development.

D. Resolusi United Nations Environment Programme (UNEP) No. 2/12 tanggal 23-27 Mei 2016 dengan Judul Sustainable Coral Reefs Management;

E. Global Code of Ethics for Tourism (GCET);

F. Regional Plan Of Action Coral Triangle Initiative On Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF);

G. ASEAN Declaration on Environmental Sustainability (deklarasi Singapura 2007); H. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UUPPLH);

I. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (UU Kepariwisataan); dan

(27)

20 2. Pendekatan Kasus

Dalam skripsi ini akan diangkat sebuah kasus yaitu kasus vandalisme yang dilakukan oleh turis-turis yang tidak bertanggungjawab. Kasus tersebut terjadi di perairan Nusa Penida, Bali dimana para wisatawan menggurat tubuh terumbu karang sehingga membentuk tulisan-tulisan. Tulisan itu antara lain: Phey Lym, Miya, dan 33 Baby sedangkan sisanya ditulis dengan aksara Mandarin dan Korea.

Selain itu vandalisme terhadap terumbu karang juga terjadi di kawasan perairan Raja Ampat Papua. Terumbu karang mulai rusak karena diinjak-injak oleh para wisatawan dengan sengaja, bahkan pemilik yacht pribadi tidak segan membuang rantai jangkar begitu saja ke kawasan perairan Raja Ampat Papua.23

3. Pendekatan Konseptual

Dalam penulisan ini, penulis akan menelaah konsep-konsep hukum yang terdapat pada berbagai instrumen hukum primer maupun instrumen hukum lainnya yang memiliki korelasi dengan kasus yang diangkat. Melalui pendekatan ini, penulis akan menghubungkan kasus dan fakta-fakta yang terjadi yang kemudian akan dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik internasional maupun nasional.

1.8.3 Bahan Hukum.

Penelitian hukum normative hanya mengenal data sekunder. Data tersebut terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, maka dalam mengolah dan

(28)

21

menganalisis seluruh bahan hukum tersebut haruslah memperhatikan berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum.24 Adapun bahan hukum yang digunakan penulis antara lain:

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan utama tempat mendapatkan sumber-sumber penelitian hukum. Bahan hukum primer merupakan hasil tindakan atau kegiatan oleh lembaga yang berwenang untuk itu.25 bahan hukum primer tersebut, yaitu:

a. Resolution of General Assembly Number A/C.2/65/L.28/Rev.1 dengan judul Protection of Coral Reefs for Sustainable Livelihoods and Development tanggal 22 November 2010;

b. Resolution adopted by the General Assembly on 20 December 2010 Number A/RES/65/150 dengan judul Protection of Coral Reefs for Sustainable Livelihoods and Development;

c. Resolution adopted by the General Assembly on 22 December 2011 Number A/RES/66/194 dengan judul Protection of Coral Reefs for Sustainable Livelihoods and Development.

d. Resolusi United Nations Environment Programme (UNEP) No. 2/12 tanggal 23-27 Mei 2016 dengan Judul Sustainable Coral Reefs Management;

e. Global Code of Ethics for Tourism (GCET);

f. Regional Plan Of Action Coral Triangle Initiative On Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF);

24 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h. 24. 25 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Cet. VIII, Kencana Predana Media Group, Jakarta, h. 144.

(29)

22

g. ASEAN Declaration on Environmental Sustainability (deklarasi Singapura 2007); h. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UUPPLH);

i. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (UU Kepariwisataan); dan

j. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi (UU Ekstradisi). 2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.26 Bahan hukum tersebut antara lain buku literatur, majalah, makalah serta internet yang memiliki hubungan dengan pengaturan pariwisata dan lingkungan internasional.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumen. Studi dokumen adalah langkah awal dari setiap penelitiaan hukum baik penelitian hukum normative maupun penelitian hukum empiris, hal itu disebabkan karena penelitian hukum selalu bertolah dari premis normative.27

Pengumpulan bahan hukum untuk menyusun penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan bahan hukum primer akan disesuaikan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

2. Pengumpulan bahan sekunder akan dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan.

26 Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.cit, h. 32. 27 Amiruddin dan Zaenal Asikin, Op.cit, h. 68.

(30)

23 1.8.5 Teknik Analisis

Teknik analisis bahan hukum akan disesuaikan dengan pedoman Fakulats Hukum Universitas Udayana, antara lain:

a. Teknik deskripsi, teknik ini merupakan uraian terhadap kondisi baik kondisi hukum maupun non- hukum;

b. Teknik evaluasi, teknik ini merupakan penilaian terhadap suatu pandangan;

c. Teknik kontruksi, berupa pembentukan kontruksi yuridis dengan melakukan analogi dan pembalikan proposisi;

d. Teknik argumentasi, merupakan pemberian nilai yang bersifat penalaran hukum; dan e. Teknik sitematisasi, berupa upaya untuk mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum

antara perundang-undangan yang sederajat maupun tidak sederajat.28

28 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana,

Gambar

Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sejenis

Referensi

Dokumen terkait

Jaya Abadi Manado masih terdapat kesalahan pencatatan dimana biaya pemeliharaan kendaraan seharusnya perusahaan memasukan biaya ini kedalam kategori biaya yang

Dengan menggunakan metode six sigma melalui pendekatan DMAIC akan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas yang menjadi akar penyebab masalah dari proses

Pelaksanaan program MTBS akan berhasil bila seluruh kunjungan Balita ke puskesmas telah ditangani dengan pendekatan MTBS, dalam hal ini sangat diharapkan peran

Dengan demikian F hitung lebih besar dari F tabel yaitu 4.678 > 3.138, hal ini memberikan arti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari customer reletionship dan

sebesar $12.000 $12.000 dapat dapat digunakan digunakan sebagai sebagai dasar dasar untuk untuk mencatat mencatat goodwill yang. goodwill yang ditetapkan ditetapkan pada

ORGANISASI, TUGAS DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PEMBENIHAN IKAN PADA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN. BAGAN

ORGANISASI, TUGAS DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PENYULUH PERTANIAN PADA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN. BAGAN

Hubungan antara Assessment berbasis portofolio terhadap hasil belajar matematika siswa pada materi segitiga kelas VII SMPN 2 Ngunut.77 BAB VI: