• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEMINAR NASIONAL II. FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2020 SISTEM PRODUKSI PETERNAKAN DAN PERIKANAN YANG BERKELANJUTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEMINAR NASIONAL II. FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2020 SISTEM PRODUKSI PETERNAKAN DAN PERIKANAN YANG BERKELANJUTAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

260 Pengaruh Penambahan Enzim Mannanase dalam Ransum yang Mengandung Bungkil Inti Sawit Terhadap Bobot Organ Dalam dan Organ Pencernaan

Ayam Broiler

Anggraini

1

, Mairizal

2*

, Fahmida

2.

1 Mahasiswa Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi

2 Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi

ABSTRAK

*Korespondensi Penulis e-mail :

Mairizal_fapet@unja.ac.id

Bungkil Inti Sawit (BIS) merupakan hasil ikutan dari industri pengolahan kelapa sawit dan ketersediaannya cukup banyak di Indonesia. BIS memiliki kandungan protein kasar dan energi metabolis yang cukup tinggi, tetapi pemanfaatannya untuk ternak unggas dibatasi oleh kandungan serat kasar yang tinggi juga. Salah satu cara mengurangi kandungan serat kasar tersebut adalah dengan hidrolisis menggunakan enzim mannanase. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim mannanase dalam ransum yang mengandung BIS terhadap bobot organ dalam dan organ pencernaan ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan di kandang percobaan unggas dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah taraf pemberian enzim mannanase dalam ransum yaitu R0 (0ml/kg ransum ransum), R1(100ml/kg ransum), R2 (200ml/kg ransum), R3(300ml/kg ransum), dan R4 (400 ml/kg ransum). Peubah yang diamati yaitu konsumsi ransum, bobot akhir,bobot relatif organ dalam dan organ pencernaan broiler.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian enzim mannanase dalam ransum yang mengandung BIS berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap konsumsi ransum, bobot akhir,dan organ pencernaan, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap bobot relatif organ dalam. Pemberian enzim mannanase sebesar 100 ml/kg ransum menunjukkan pengaruh yang sama dengan pemberian enzim sebesar 400 ml/kg ransum terhadap semua peubah yang diamati.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan enzim mannanase dari bakteri Bacillus cereus V9 dalam hidrolisis ransum mengandung BIS sampai taraf 100 mL/Kg ransum dapat meningkatkan kinerja dari organ dalam dan organ pencernaan broiler.

Kata Kunci : bungki linti sawit, Bacillus cereus V9, ayam broiler,enzim mannanase

PENDAHULUAN

Industri peternakan di Indonesia khususnya unggas menghadapi tantangan yang sangat berat akibat biaya pakan yang mahal. Mahalnya biaya pakan disebabkan banyaknya industri peternakan yang menggantungkan pakan pada bahan baku impor dengan harga yang berfluktuatif. Oleh sebab itu perlu adanya diversifikasi bahan pakan dengan memanfaatkan hasil samping dari industry pertanian ataupun perkebunan.

Bungkil Inti Sawit merupakan hasil ikutan dari industri pengolahan kelapa sawit, dengan ketersediaannya di Indonesia sangat tinggi.BIS masih memiliki nilai nutrisi yang cukup tinggi dengan kandungan protein kasar (17,15%), lemak

kasar (8,45%), serat kasar (6,89%), Ca (0,64%) dan P(0,45%) dengan energi metabolis (2682 kkal/kg) (Mairizal dkk, 2018), sehingga bungkil inti sawit ini dapat dijadikan sebagai pakan ternak.

Kendala penggunaan BIS sebagai pakan unggas adalah tingginya kandungan serat kasar yang didominasi oleh galaktomanan (Tafsin, 2007) dan kontaminasi cangkang (mencapai 12%) yang dapat mengakibatkan kerusakan vili usus (Yatno, 2009).

Daud et al.,(2003) melaporkan bahwa kandungan

serat kasarpada bungkil inti sawit mencapai 13-

15,7%, ADF (31,7%) dan NDF (52%) sehingga

terbatas pemberiannya pada ternak unggas. Serat

kasar BIS mengandung 60% atau polisakarida non

(2)

261

pati (NSP) yang terdiri dari: mannan (78%), arabinoxylan (3%), selulosa (12%) dan glucuro noxylan (3%) (Dusterhoft, et al., 1993).

Jagung dan bungkil kedelai merupakan bahan pakan utama dalam penyusunan ransum unggas.

Govin et al., (2017) menyatakan bahwa jagung dan bungkil kedelai yang banyak di gunakan dalam ransum unggas mengandung sejumlah non starchpolysaccharides (NSP). Jagung mengandung 8% NSP terdiri dari: arabinoxylans, mannan dan β- glukan sedangkan bungkil kedelai mengandung selulosa, xylan, arabinoxylans dan xyloglucans (Meng and Slominski, 2005) serta mannan sekitar 1,6% (Hsiao et al., 2004).

Penggunaan jagung dan bungkil kedelai dalam ransum yang mengandung BIS dalam jumlah yang tinggi tentunya akan meningkatkan kandungan mannan. Mannan merupakan kumpulan dari polimer-polimer manosa yang termasuk dalam polysacarida. Mannan bisa dihidrolisa menjadi mannosa maupun manno-oligosakarida (MOS) dengan bantuan enzim mannanase. Hidrolisis polisakarida mannan dengan bantuan enzim akan mengurangi faktor antinutrisi, viskositas usus, melepaskan nutrisi dari dinding sel, serta memecah mannan menjadi gula sederhana sehingga memungkinkan nutrisi serta enzim pencernaan bergerak lebih bebas dan meningkatkan penyerapan nutrisi (Latham et al.,2016). Ng dan Chong (2002) melaporkan bahwa penggunaan enzim mannanase juga mampu meningkatkan nilai nutrisi BIS.

Tingginya serat kasar dalam ransum akan mempengaruhi proses pencernaan. Anggorodi (1985) menyatakan peningkatan serat kasar dalam ransum akan meningkatkan bobot organ pencernaan. Karena sistem organ pencernaan berkembang sesuai dengan ransum yang diberikan. Organ dalam dan organ pencernaan memiliki peranan masing-masing untuk memproses zat makanan dalam,sehingga kelainan pada organ dalam biasanya ditandai dengan adanya

perubahan organ dalam secara fisik seperti perubahan berat dan ukuran.

MATERI DAN METODA

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 03 Agustus 2019 sampai 07 November 2019 yang bertempat di kandang percobaan ternak unggas Fakultas Peternakan Universitas Jambi dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah: 200 ekor DOC strain lohman. Bahan-bahan yang digunakan pada susunan ransum yaitu:

bungkil inti sawit, bungkil kedelai, jagung, tepung ikan, poles, CaCO3, metionin, lysism dan minyak kelapa.Enzim mannanase yang dihasilkan dari bakteri Bacillus cereus prduksi (Mairizal, 2018).

Kandang yang digunakan sebanyak 20 unit, tempat pakan, tempat minum dan lampu. Peralatan yang digunakan adalah timbangan, pisau, ember, terpal, gayung, tempat minum, tempat pakan, alat ukur panjang dan tambang.

Metode Penelitian

Proses Hidrolisis Ransum Broiler Mengandung Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit terlebih dahulu digiling sehingga ukuran partikelnya menjadi lebih kecil, setelah itu dilakukakan penyaringan, kemudian dihomogenkan dengan bahan pakan lainnya (Tabel 1). Setelah itu ransum ditambahkan dengan enzim mannanase dari Bacillus cereus V9 sesuai dengan perlakuan (R0) 0 ml; (R1) 100 ml; (R2) 200 ml;

(R3) 300 ml; dan (R4) 400 ml untuk setiap kilogram ransum. Kemudian ransum yang sudah dihomogenkan diinkubasi pada suhu kamar selama 60 jam (Olaniyi et al.,2014).

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ransum yang disusun dengan komposisi seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Bahan Penyusun Ransum Basal (%)

Bahan Komposisi (%)

BIS Jagung

30,00 31,00

Bungkil Kedelai 19,00

Poles 4,00

Tepung ikan 12,00

Minyak sawit 2,00

Topmix Methionin Lysin CaCO

3

0,25 0,25 0,25 0,25

Jumlah 100,00

(3)

262

Tabel 2. Kandungan Zat Pakan Bahan Penyusun Ransum %

Bahan BK* PK* SK* LK* Ca P Meth Lysin Tript ME (kkal/kg) Jagung 87,47 5,70 3,36 1,34 0,43 0,35 0,18 0,28 0,07 3370 Poles 89,60 10,96 1,49 7,53 0,38 0,29 0,20 0,50 0,11 1630 B.Kedelai 87,08 40,00 5,29 1,37 0,61 0,70 0,60 2,56 1,00 2240 BIS 89,15 15,02 16,78 5,43 0,62 0,49 0,24 0,35 0,50 2682 Tep. Ikan 89,90 61,09 10,67 8,37 5,17 2,08 1,51 3,97 0,45 3080 M.kelapa 0,00 0,00 0,00 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 8600 CaCO3 0,00 0,00 0,00 0,00 40,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Topmix** 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,003 0,003 0,00 0,00 Dl-Met 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 L-Lysin 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Ket: *) Hasil analisis Mairizal (2018)

**) Tabel konposisi kandungan kemasan topmix produksi madion.

Tabel.3. Kandungan zat makanan ransum perlakuan

zat makanan ransum perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4

Bahan kering

a

(%) 93,51 93,55 93,53 93,05 93,30

Abu

a

(%) 7,19 6,91 7,17 7,94 7,02

protein kasar

a

(%) 22,42 22,64 22,64 22,86 22,86

serat kasar

a

(%) 9,81 5,83 5,87 5,72 5,68

lemak kasar

a

(%) 6,14 5,88 5,98 5,83 6,09

Ca (%) 1,12 1,14 1,14 1,15 1,16

P (%) 0,64 0,64 0,64 0,64 0,65

Energi Metabolisme (Kkal/Kg)

b

3066,30 3083,50 3077,74 3083,29 3077,54

Ket: hasil perhitungan tabel 1 dengan kandungan zat makanan setiap bahan pakan.

a. Hasil Analsisi Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, 2019.

b. Hasil analisis Laboratorium Dasar dan terpadu Universitas Jambi.

Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Pemeliharaan ini dilakukan selama 35 hari dengan tipe kandang koloni dan sebanyak 20 unit.

Sebelum digunakan kandang terlebih dahulu dilakukan sanitasi. Penempatan perlakuan dilakukan dengan diundi (lotre), Sedangkan untuk pengacakan ayam dilakukan dengan menimbang anak ayam (DOC) yang baru datang, untuk mengetahui keragamannya.Selanjutnya ayam ditempatkan secara acak kedalam 20 unit kandang dan masing-masingnya berjumlah 10 ekor.Ayam diberikan larutan gula, untuk menghilangkan stres dan mengembalikan energy.Ransum yang diberikan ditimbang terlebih dahulu.pemberikan pakan secara ad libitum.Pengukuran sisa konsumsi ransum dilakukan setiap akhir minggu.

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada ayam umur 35 hari. Sebelum pemotongan, ayam dipuasakan terlebih dahulu selama 8 jam. Setiap unit kandang perlakuan diambil 2 ekor.Pemotongan dilakukan pada pangkal leher hingga saluran nafas, makan, dan pembuluh darah putus sehingga darah keluar dengan sempurna. Kemudian dipisahkan organ dalam dan organ pencernaan untuk diteliti baik dengan cara di timbang bobot organnya maupun diukur panjangnya.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan.

Setiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan dan setiap ulangan (unit percobaan) terdiri atas 10 ekor broiler. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

R0: 0 ml hidrolisis ransum tanpa enzim mannanase R1: 100 ml hidrolisis ransum dengan enzim

mannanase

R2: 200 ml Hidrolisis ransum dengan enzim mannanase

R3: 300 ml Hidrolisis ransum dengan enzim mannanase

R4: 400 ml Hidrolisis ransum dengan enzim mannanase

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan 5 perlakuan dan 4 ulangan.

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, bobot akhir, bobot organ dalam dan organ pencernaan ayam broiler.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis

menggunakan Analisis Ragam.Apabila terdapat

pengaruh yang nyata antara perlakuan maka

dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan

(Steel dan Torrie, 1993).

(4)

263 HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum

Pengaruh pemberian enzim mannanase dari Bacillus cereus V9 dalam hidrolisis ransum yang mengandung BIS terhadap konsumsi ransum dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian enzim mannanase dalam hidrolisis ransum yang mengandung BIS berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan R0 (0 mL/kg ransum) berbeda nyata (P<0,05) jika di bandingkan dengan perlakuan R1 (100 ml/kg ransum), sampai dengan R4 (400 ml/kg ransum). Sedangkan perlakuan R1 sampai dengan R4 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>05).

Rendahnya konsumsi ransum pada perlakuan R0 jika dibandingkan dengan perlakuan R1, R2, R3, dan R4 disebabkan tingginya

kandungan serat kasar ransum R0, yaitu sebesar 9,81% sedangkan R1 sampai dengan R4 kisaran serat kasarnya sebesar 5,68% sampai dengan 5,87%. Menurut NRC (1994) kandungan serat kasar ransum untuk broiler tidak boleh lebih dari 6%.

Tingginya kandungan serat dapat menurunkan konsumsi ransum karena serat kasar bersifat voluminius atau bulky sehingga kapasitas tembolok cepat terpenuhi. Anggorodi (1994) sifat bulky akan menurunkan kecernaan bahan pakan yang lain sehingga unggas mengalami kenyang semu. Tingginya konsumsi ransum pada perlakuan R1 sampai dengan R4 menunjukkan bahwa hidrolisis ransum mengandung BIS menggunakan enzim mannanase dengan pemberian 100 ml, 200 ml, 300 ml dan 400 ml memberikan dampak yang baik terhadap konsumsi ransum.

Tabel.3. Konsumsi ransum ayam broiler yang mengandung bungkil inti sawit dengan penambahan enzim mannanase.

Perlakuan Konsumsi Ransum (gram/ ekor/ hari)

R0 51,52

b

± 1,45

R1 59,63

a

± 3,65

R2 56,76

a

± 0,44

R3 56,67

a

± 1,32

R4 56,73

a

± 4,44

Ket: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Menurut Chen et al., (1987) dengan menggunakan bakteri Bacillus M50 yang mampu ditumbuhkan dengan media yang mengandung galaktomanan, dimana enzim yang dihasilkan dapat menghidrolisa mannan menjadi mannooligosakarida, mannobiosa dan mannosa. Rataan konsumsi ransum yang didapatkan pada penelitian ini berkisar antara 51,52 g/ekor/hari sampai dengan 56,73 g/ekor/hari. Nilai tersebut menunjukkan tidak jauh berbeda dengan penelitian Mairizal et al,.(2019), yaitu: 69,60 g/ekor/hari sampai dengan 71,27 g/ekor/hari pada ayam broiler umur 5 minggu.

Bobot Akhir

Pengaruh pemberian enzim mannanase dari Bacillus cereus V9 dalam hidrolisis ransumyang mengandung bungkil inti sawit terhadap bobot akhir dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian enzim mannanase dalam ransum hidrolisis yang

mengandung bungkil inti sawit menunjukkan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot akhir.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bobot akhir pada perlakuan R0 (0 ml enzim mannanase/kg ransum) berbeda nyata (P<0,05) dengan bobot akhir pada perlakuan R1 (100 ml/kg ransum).

Sedangkan bobot akhir pada perlakuan R1 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Meningkatnya bobot akhir pada perlakuan R1 sampai dengan R4 menunjukkan bahwa kandungan serat kasar ransum mengalami penurunan. Berbeda halnya dengan perlakuan R0 dimana bobot akhir mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan pada perlakuan R1 sampai dengan R4 sudah dilakukan hidrolisis ransum oleh enzim mannanase dari Bacilluscereus V9 sehingga fraksi mannan terdegradasi menjadi monosakarida seperti manosa, glukosa dan mannan oligosakarida sehingga lebih mudah untuk diserap oleh ayam broiler.

Tabel.4. Bobot akhir dari ransum perlakuan yang mengandung bungkil inti sawit yang dihidrolisis dengan enzim mannanase.

Perlakuan Bobot Akhir (g/kg)

R0 885,60

b

± 28,38

R1 1115,77

a

± 75,80

R2 1104,55

a

± 31,45

R3 1125,56

a

± 67,56

R4 1114,47

a

± 86,87

Ket: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

(5)

264

Menurut Daud dkk, (1993) Fraksi mannan adalah salah satu pembatas penggunaan BIS terutama untuk unggas, kandungan serat yang tinggi dan komponen dominannya berupa manosa yang mencapai 56,4% dari total dinding sel BIS dan ada dalam bentuk ikatan ẞ-mannan. Ketika serat kasar didalam ransum sudah dihidrolisis dengan bantuan enzim mannanase yang berasal dari bakteri Bacillus cerius V9 maka manan akan berubah menjadi manosa, galaktosa, dan manan oligosakarida (MOS) yang akan di manfaatkan oleh bakteri baik yang berada didalam usus. Menurut Ramli (2005), bahwa MOS (manan oligosakarida) mampu mencegah penempelan bakteri patogen Salmonella, E. coli, dan Vibrio cholera pada usus halus sehinga tidak terjadi kolonisasi yang dapat menimbulkan penyakit, dan dapat menjadi sumber

makanan terhadap bakteri lain yang menguntungkan.

Rataan bobot akhir yang didapatkan pada penelitian ini berkisar antara 885,60 gr/ekor sampai dengan 1114,47 gr/ekor. Nilai ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan laporan Mairizal, et al (2019) yaitu 1145.80 gr/ekor) sampai dengan 1146.25 gr/ekor pada pemberian probiotik dan BIS yang dihidrolisis dengan enzim mannanase untuk meningkatkan produksi ayam broiler .

Bobot Relatif Organ Dalam

Pengaruh pemberian enzim mannanase dari Bacillus cereus V9 dalam hidrolisis ransum mengandung bungkil inti sawit terhadap organ dalam dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel.5. Bobot Relatif Organ Dalam pada Ayam Broiler

Parameter Perlakuan (%)

R0 R1 R2 R3 R4

Hati ( %) 2,43

a

± 0,03 2,42

a

± 0,21 2,40

a

± 0,26 2,36

a

± 0,15 2,28

a

± 0,16 Jantung (%) 0,55

a

± 0,05 0,52

a

± 0,12 0,49

a

± 0,10 0,51

a

± 0,05 0,54

a

± 0,07

Ket: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian enzim mannanase dalam ransum hidrolisis yang mengandung bungkil inti sawit menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot hati ayam broiler. Hal ini dikarenakan tingginya serat kasar yang terkandung didalam ransum tidak memberi dampak terhadap bobot relatif hati, sehingga bobot hati pada setiap perlakuan normal. Menurut Yuwanta (2004) hati mensekresikan getah empedu yang disalurkan kedalam duodenum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hidrolisis ransum berbasis bungkil inti sawit dengan penambahan enzim mannanase dari bakteri Bacillus cereus V9 tidak mempengaruhi kinerja organ hati, sehingga perlakuan R0, R1, R2, R3, dan R4 tidak berbeda.

Rataan bobot relatif hati pada penelitian ini sebesar 2,43% sampai dengan 2,28% hasil tersebut tidak jauh berbeda seperti yang dilaporkan oleh Sadewo (2018) bahwa bobot hati selama 35 hari pemeliharaan sebesar 2,39 % sampai dengan 2,83%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

pemberian enzim mannanase yang dihasilkan dari bakteri Bacillus Cereus V9 didalam ransum hidrolisis yang mengandung bungkil inti sawit memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot relatif jantung. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa perlakuan pemberian enzim mannanase dalam hidrolisis ransum mengandung bungkil inti sawit tidak mempengaruhi kinerja dari jantung. Menurut Retnodiarti (2001) jantung merupakan organ vital yang berfungsi sebagai pemompa sirkulasi darah. Rataan bobot relatif jantung pada penelitian ini sebesar 0,55%

sampai dengan 0,54% nilai tersebut tidak jauh berbedadari pernyataan Ramli (2008) yang menggunakan ayam strain Cobb umur 28 hari dengan bobot jantung sebesar 0,67%.

Bobot relatif Organ Pencernaan

Pengaruh pemberian enzim mannanase dari Bacillus cereus V9 dalam ransum hidrolisis mengandung bungkil inti sawit terhadap bobot organ pencernaan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel.6. Bobot Relatif Organ Pencernaan pada Ayam Broiler

Parameter Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4

Gizzard (%) 3,65

a

± 0,31 3,06

b

± 0,16 3,30

b

± 0,27 3,53

b

± 0,27 3,13

b

± 0,15 Duodenum (%) 1,54

a

± 0,09 1,26

b

± 0,09 1,32

b

± 0,06 1,24

b

± 0,05 1,34

b

± 0,12 Jejenum (%) 9,52

a

± 0,26 7,42

b

± 0,90 7,98

b

± 0,21 7,10

b

± 0,70 8,18

b

± 1,02 Ileum (%) 7,92

a

± 0,51 6,08

b

± 0,56 5,83

b

± 0,46 5,90

b

± 0,73 6,13

b

± 0,72

Ket: superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian enzim mannanase dalam hidrolisis ransum yang mengandung bungkil inti sawit

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot relatif

gizzard. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa

bobot relatif gizzard pada perlakuan R0 berbeda

(6)

265

nyata (P<0,05) dengan perlakuan R1, R2, R3, dan R4, sedangkan R1, R2, R3 dan R4 tidak berbeda nyata (P>0,05).

Tingginya bobot relatif gizzard pada perlakuan R0 di pengaruhi oleh tingginya serat kasar yang terkandung di dalam ransum. Serat kasar yang tinggi dalam ransum dapat menyebabkan beban gizzard lebih besar untuk memperkecil ukuran partikel ransum secara fisik, akibatnya urat daging gizzard tersebut akan lebih tebal sehingga memperbesar ukuran gizzard.

Menurut Rosyani (2013) bahwa serat yang tinggi dalam pakan dapat memperbesar ukuran gizzard karena organ tersebut dipicu untuk lebih banyak bekerja secara fisiologis dalam memproses pencernaan serat baik secara enzimatis maupun mekanis.Bobot relatif gizzard pada penelitian ini yaitu 3,65% sampai dengan 3,13%.

Nilai bobot gizzard ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan pendapat Sturkie (2000) bahwa persentase bobot relatif gizzard pada ayam broiler sebesar 3,8% sampai dengan 3,3 berat gizzard berada diatas kisaran normal.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian enzim mannanase dalam ransum yang mengandung BIS berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase bobot relatif duodenum. Uji lanjut Duncan menunjukkan pada perlakuan R0 (0 ml/kg ransum) berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan R1 (100 ml/kg ransum), sampai dengan R4 (400ml/kg ransum). Sedangkan pada perlakuan R1 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) jika dibandingkan dengan perlakuan R2, R3 dan R4.

Tingginya persentase bobot relatif duodenum pada perlakuan R0 di pengaruhi oleh kandungan serat kasar yang tinggi di dalam ransum. Serat kasar yang tinggi mengakibatkan duodenum akan mengalami peningkatan kerjanya dalam mendegradasi serat. Menurut Amrullah (2004) kandungan serat kasar yang tinggi dalam ransum akan mempengaruhi berat, panjang, dan mempertebal berbagai saluran pencernaan ayam broiler.

Rataan pada persentase bobot relatif duodenum ini adalah 1,54% sampai dengan 1,34 % Nilai tersebut menunjukkan tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan penelitian Simarmata, (2016) rataan bobot usus relatif pada ayam broiler yang diberi pakan BISF (bungkil initi sawit fermentasi) dalam ransum yaitu 0,50% sampai dengan 1,19%.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian enzim mannanase dalam ransum hidrolisis yang mengandung bungkil inti sawit memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap bobot relatif jejenum. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bobot relatif dari jejenum pada perlakuan R0 (0 ml/kg ransum) berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan R1 (100 ml/ kg ransum).

Tingginya persentase bobot relatif jejenum pada perlakuan R0 diduga kandungan serat kasar yang tinggi pada ransum memberikan dampak terhadap proses penyerapan zat nutrisi yang terkandung didalam ransum. Hal tersebut dikarenakan serat kasar didalam ransum tidak mampu di cerna oleh ayam broiler. Menurut Widianingsih (2008), bahwa ayam broiler yang di pelihara mengalami gangguan kesehatan organ pencernaan, sehingga respon fisik usus memanjang.Pada persentase bobot relatif jejenum ini memiliki rataan sebesar 9,52 % sampai dengan 8,18%, nilai tersebut tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan penelitian Simarmata (2016) 8,63 % sampai dengan 20,38% dengan umur 5 minggu.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian enzim mannanase dari bakteri Bacillus Cereus V9 didalam ransum hidrolisis yang mengandung bungkil inti sawit menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap persentase bobot relatif ileum. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan R0 (0 ml/kg ransum) berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya.

Sedangkan pada perlakuan R1 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan R2, R3 dan R4.

Tingginya persentase bobot relatif ileum pada perlakuan R0 lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan tingginya serat kasar yang didominasi dengan fraksi mannan didalam ransum, memberikan dampak terhadap proses penyerapan zat nutrisis yang belum terserap sepenuhnya oleh organ pencernaan jejenum. Menurut Mc Donal dkk (2002) bahwa kecernaan bahan makanan erat kaitannya dengan komposisi dan jumlah fraksi manan pada ransum. Oleh sebab itu dilakukan hidrolisis ransumdengan bantuan enzim mannanase dari bakteri Bacillus Cereus V9, hidrolisis bertujuan untuk memecah fraksi manan di dalam ransum menjadi senyawa sederhana yang mudah di cerna ternak.Rataan bobot relatif ileum pada penelitian ini berkisar 8,09% sampai dengan 6,12%. Nilai yang diperoleh dari hasil penelitian ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan Silitonga, et al (2013) bahwa bobot relatif usus sebesar 8,30% sampai dengan 9,18 % dari bobot hidup selama 35 hari pemeliharaan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa penambahan enzim

mannanase dari bakteri Bacillus cereus V9 dalam

hidrolisis ransum mengandung bungkil inti sawit

sampai taraf 100 ml/kg ransum dapat

meningkatkan kinerja dari organ dalam dan organ

pencernaan ayam broiler.

(7)

266 UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih saya ucapkan kepada para dosen pembimbing, sehinggga saya mampu menyelesaikan laporan ini dan dapat mengikuti acara seminar nasional. Terima kasih kepada para panitia sekalian yang sudah memberikan saya kesempatan untuk ikut serta dalam rangka pengabdian diri kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler.Cetakan Ke-2. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.

Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas.

PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Anita, D.W.I., Astuti, I., dan Suharto. 2012.

Pengaruh Pemberian Tepung Daun Teh Tua dalam Ransum terhadap Performan dan Persentase Lemak Abdominal Ayam Broiler.

Jurnal Tropical Animal Husbandry 1(1) :1-6.

Chen, Y., J. Long, L. Liao, Y. Zhang, J. Yang. 2000.

Study on The Production of Beta-mannanase by Bacillus M50. Wei Sheng Wu Xue Bao;

40(1):62-8

Daut MJ, Jarvis MC, Rasidah A. 2003. Fibre of PKC and its Potential as Poultry Feed.

Proceeding.16

th

MSPA Annual Coference, Kuala Lumpur, Malaysia

Dusterhoft, E.M., A.W. Bonte and A.G.J. Voragen.

1993. Solubilisation of Non-starch Poly saccharides from Oil Seed Meals by Polysacharide Degrading Enzymes. Journal of The Science Food and Agriculture, 63: 211-220 Mairizal 2018. Potensi Bakteri Asal Saluran

Pencernaan Sebagai Agensi Probiotik dan Enzim Mananase Untuk Menghidrolisis Bungkil Inti Sawit dan Aplikasi Dalam Ransum Broiler.

Disertasi Program Doktor Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Andalas.

Padang.

Mairizal,. Manin, F,. Hendalia, E. 2019. The Effect of Giving Probiotics and Palm Karnel Meal Subjected to Enzymatic Hydrilysis with Mannanase on Broiler Growth Performance. J.

Pakistan Of Nutrition. ISSN 1680-5194.

Ramli, N., I.K.G. Wiryawan, dan M. Tafsin. 2005.

Daya Hambat Polisakarida Mengandung Mannan yang Dieksresikan dari Bungkil Inti

Sawit Terhadap Salmonella spp. dan E. Coli Secara in Vitro. Panduan Seminar Nasional AINI V. Universitas Brawijaya. Malang.

Rosyani, S.2013. Pemberian Pakan Konsetrat Mengandung Tepung Inti Sawit yang Ditambahkan Pollard atau Dedak dan Pengaruhnya Terhadap Persentase Organ Dalam Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sadewo, F,H. 2018. Pengaruh Level Penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam Ransum Terhadap Persentase Karkas dan Organ Dalam Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Simarmata, B.A.R 2016. Penggunaan Bungkil Intisawit yang Difermentasi dengan Cairan Rumen Kerbau dan Saccharomyces Cereviceae dalam Ransum terhadap Ukuran Usus Ayam Broiler. J Program Studi Peternakan.

Universitas Jambi.

Sturkie. 2000. Pofil Organ dalam Ayam Pedaging (Broiler) yang Diberi Tepung Daun Sirih (Piper Betle Linn) Segai Imbuhan Pakan. J. Ilmu Peternakan Fakultas Sain dan Teknolgi UIN.

Alauddin Makassar.

Tafsin M. 2007. Kajian Polisakarida Mannan Dan Bungkilinti Sawit Sebagai Pengendali Salmonella Thypimurium dan Immunostimulan pada Unggas. Disertasi. Sekolah Pascasarjana.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Usman, A.N.R. 2010. Pertumbuhan Ayam Broiler (Melalui Sistem Pencernaannya) yang Diberi Pakan Nabati Dan Komersial Dengan Penambahan Dysapro. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wahju, J. 2006. Ilmu Nutrisi Unggas. Edisi Kelima.

Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Widaningsih, N.M. 2008. Persentase Organ Dalam Broiler yang Diberi Ransum Crumble Berperekat Oggok, Bentonit dan Tapioka.

Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yatno. 2009. Isolasi Protein Bungkil Inti Sawit dan Kajian Nilai Biologinya Sebagai Alternatif Bungkil Kedelai Pada Puyuh. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yuwanta, T. 2000. Beberapa Metode Praktis Penetasan Telur. Fakultas Peternakan.

Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil yang diperoleh, jelas bahwa untuk mendapatkan servis bawah yang baik, maka perlu dilatih teknik yang baik selain itu kondisi fisik juga seperti daya ledak

Namun seiring dengan kemajuan teknologi, wisata agro Nusa pelangi harus berkompetisi dengan industri pengolahan susu yang melalukan ekspansi pasar dengan

Evaluasi Penggunaan Tapioka Sebagai Bahan Perekat Terhadap Sifat Fisik Wafer Ransum Komplit Berbasis Jerami Padi. Anita Yuliasari, Rasmi Murni, Suparjo, Yatno

Saran yang dapat disampaikan adalah agar masyarakat nelayan Pelabuhan Perikanan Pantai Carocok Tarusan untuk mempertahankan penggunaan alat tangkap yang ramah

• Asesmen terfokus Asesmen terfokus --kasus medis: dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki orientasi baik, kasus medis: dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki

Tujuan penelitian adalah (1) Mengidentifikasi dan mengkaji tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan Provinsi Jamb i, (2) Mengetahui faktor- faktor

menunjukan bahwa semakin lama penyimpanan hasil fermentasi pelepah nipah menggunakan mikro organisme lokal (MOL) sayur, maka kadar serat kasar semakin menurun, hal ini

Pada umur 2 minggu tidak berbeda nyata antara ketiga jenis ayam kampung, sedangkan pada umur 6 dan 10 minggu menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antara