• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEMINAR NASIONAL II. FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2020 SISTEM PRODUKSI PETERNAKAN DAN PERIKANAN YANG BERKELANJUTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SEMINAR NASIONAL II. FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2020 SISTEM PRODUKSI PETERNAKAN DAN PERIKANAN YANG BERKELANJUTAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

106 Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar Bahan Kering, Protein Kasar

dan Serat Kasar Pelepah Nipah yang Difermentasi dengan Mikro Organisme Lokal (MOL)

Dimas Mahesa Putra

1

, Suryadi

2*

, Farizaldi

2

1 Mahasiswa Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi

2 Dosen Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi

ABSTRAK

* Korespondensi Penulis E-mail:

Suryadi.200759@gmail.com

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan bahan kering, Serat Kasar dan Protein Kasar pelepah nipah yang difermentasikan dengan mikroorganisme lokal (MOL) sayur. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan yaitu: lama fermentasi (0,5,10,15,20 hari) dengan 4 ulangan yaitu: P0 (pelepah nipah /kontrol); P1 (fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 5 hari) ; P2 (fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 10 hari) ; P3 (fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 15 hari) ; P4 (fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 20 hari). Data dianalisis menggunakan analisi ragam jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan analisis uji jarak polynomial orthogonal.

Analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan bahan kering dan serat kasar.

Kesimpulan penelitian ini adalah lama penyimpanan dari fermentasi pelepah nipah dengan mikroorganisme lokal (MOL) dapat mempengaruhi kandungan bahan kering dan serat kasar , tapi tidak berpengaruh terhadap protein kasar.

Penyimpanan fermentasi pelepah nipah selama 20 hari dapat menurunkan bahan kering dan serat kasar.

Kata kunci : lama penyimpanan, pelepah nipah, fermentasi, bahan kering (BK), serat kasar (SK), protein kasar (PK

PENDAHULUAN

Pakan merupakan faktor yang paling banyak membutuhkan biaya dalam usaha peternakan, yaitu berkisar 60 – 70 % dari seluruh biaya produksi.

Pakan memberikan pengaruh cukup besar dalam produktivitas ternak sehingga ketersedian pakan secara kontiniu sangatlah penting.

Nipah termasuk tanaman multifungsi, di mana hampir semua bagian dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan. Menurut Qolbi (2015) daun nipah dapat dimanfaatkan untuk membuat atap rumah dan anyaman dinding rumah. Pelepah nipah merupakan sisa pengambilan daun nipah sebagai bahan pembuatan atap dan anyaman dinding rumah yang belum dimanfaatkan oleh petani sebagai pakan ternak. Dari 1 (satu) pohon nipah yang telah dilayukan dapat menghasilkan pelepah sebesar 3 kg, apabila 1 hektar terdapat lebih kurang 3000 pohon maka, dipekirakan ada 9 ton/hektar/tahun (Akpakpan, 2011). Angka ini menunjukan tingkat potensi yang besar dari pelepah nipah sebagai bahan pakan ternak. Akan tetapi penggunaan pelepah nipah sebagai pakan ternak secara umum di batasi oleh kualitas nutrisi yang rendah, akibatnya konsumsi dan kecernaan pelepah nipah menjadi rendah pula. Kualitas

pelepah daun nipah sebagai pakan dapat ditingkatkan melalui aplikasi fermentasi.

Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Fermentasi berfungsi untuk memperbaiki nilai nutrisi bahan pakan sebagai pengawet bahan dan mnegurangi kehilangan zat anti nutrisi dalam suatu bahan makanan (Ferdiaz,1992). Mikrobiotik yang digunakan untuk miningkatkan kualitas dari pelepah nipah adalah mikroorganisme lokal (MOL) yang berasal dari limbah sayur pasar.

Mikro Organisme Lokal (MOL) merupakan mikroorganisme yang sudah ada pada bahan tertentu, dan dapat digunakan sebagai sumber inokulum yang menghasilkan enzim selulase untuk proses penurunan serat kasar bahan pakan yang berserat tinggi melalui metode fermentasi (Karmini, 1996). Hasil penelitian Mahata et al (2018) menyatakan bahwa mol sayur dapat menurunkan kandungan serat kasar kulit buah pinang sebesar 23,85%.

Para peneliti telah banyak melaporkan bahwa lama penyimpanan dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan

(2)

107

kecernaan pada suatu limbah perkebunan atau pertanian. Menurut Binta et al (2013) menyatakan bahwa lama pemeraman menggunakan EM4 pada limbah pelepah nipah dapat menurunkan kandungan selulosa dan lignin.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu di pelajari lama penyimpanan terhadap kadar bahan kering, serat kasar dan protein kasar pelepah nipah yang di fermentasi dengan mikro organisme lokal (MOL) sayur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan hasil fermentasi pelepah nipah dengan mikroorganisme lokal (MOL) sayur terhadap kadar bahan kering, protein kasar, dan serat kasar.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboraotrium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan dari tanggal 6 Juni sampai dengan 16 September 2020. Analisa bahan kering, protein kasar dan serat kasar dilakukan di Laboraotrium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelepah nipah, MOL sayur dan bahan kimia untuk analisa proksimat. Pelepah nipah diperoleh dari Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Alat yang digunakan adalah: timbangan pakan, wadah fermentasi, parang, selang, kain kasa, blander dan peralatan untuk analisa proximat.

Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan yaitu: lama fermentasi (0, 5, 10, 15, dan 20 hari) dan 4 ulangan, sehingga terdapat 20 unit.

Perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

P0 : Pelepah nipah selama 0 hari

P2 : Fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 5 hari

P3 :Fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 10 hari

P4 :Fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 15 hari

P5 : Fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 20 hari

Penlitian ini dilaksanakan dalam dua tahap/proses, yaitu: pembuatan MOL sayur dan proses fermentasi pelepah dengan MOL sayur.

1. Tahap Pembuatan MOL sayur

Tahap/proses pembuatan MOL sayur mengikuti prosedur Adrizal et al, (2017). Limbah sayur (bayam, kol, kubis, dan kangkung) yang diperoleh dari pasar dibersihkan dan dihaluskan lalu ditimbang masing-masing limbah sayur 250 gr, kemudian dimasukan dalam satu wadah fermentasi dan dicampur sampai homogen. Campuran tersebut ditambahkan air cucian beras sebanyak 1 liter, 20 gr gula merah parut dan 50 gr garam dapur.

Campuran limbah sayur difermentasi pada kondisi anerob selama 3 minggu. Gas CO2 yang terbentuk selama proses fermentasi ditampung dengan air pada wadah lain dengan slang yang terhubung dengan wadah tersebut. Cairan MOL dengan ampas sayur dipisahkan menggunakan kain kasa.

Selanjutnya cairan MOL siap digunakan.

2. Tahap/proses fermentasi pelepah dengan MOL sayur

Pelepah nipah dilakukan perlakuan fisik yaitu dengan cara pemotongan berukuran ±2 cm lalu dekeringkan. Proses fermentasi pelepah nipah dengan MOL sayur megikuti prosedur dari Mahata dkk, (2018). Pelepah nipah yang telah kering kemudian digiling halus dan ditimbang ± 200 gr, lalu ditempatkan dalam wadah fermentasi yang bertutup, kemudian ditambahkan 500 ml MOL sayur aduk sampai homogen. Kemudian beri identitas masing–masing wadah fermentasi tersebut dengan kode P1 (pelepah nipah 0 hari), P2 (fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 5 hari), P3

(fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 10 hari), P4 (fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 15 hari), P5 (fermentasi pelepah nipah + MOL sayur selama 20 hari) . Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada gambar 1.

Variabel yang diamati dan Analisis Data

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: a) Kadar Bahan Kering (BK); b) Kadar Protein Kasar dan c) Kadar Serat Kasar. Analisis data menggunakan Model matematika rancangan acak lengkap (RAL) yaitu :

Yij = µ + Ti + Ɛij Keterangan :

Yij: Hasil pengamatan dari perakuan ke-I dan ulangan ke-j

µ : Nilai tengah umum I : Perlakuan (1, 2, 3, dan 4) J : Ulangan 1, 2, dan 3

Ɛ : Pengaruh sisa (galat) dari percobaan yang mendapat perlakuan ke-I dan ulangan ke-j Selanjutnya data dianalisis menggunakan analisis keragaman Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan analisis

(3)

108

uji jarak polynomial orthogonal (Steel and Torrie, 1994).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan Kering (BK)

Rata-rata kadar bahan kering dari pelepah nipah fermentasi adalah sebesar 93,77 % sampai 89,07%. Kandungan tertinggi pada perlakuan P0 (kontrol) yaitu sekitar 93,77 %. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa lama fermentasi pelepah nipah menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) sayur

memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,05) terhadap kandungan bahan kering yang dihasilkan. Rata-rata kadar

Bahan kering dari pelepah nipah fermentasi adalah sebesar 93,77 % sampai 89,07%.

Kandungan tertinggi terjadi pada perlakuan P0 (kontrol) yaitu sekitar 93,77 %. Hasil analisis ragam menunjukan pelepah nipah menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) sayur memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P < 0,05) terhadap kandungan bahan kering yang dihasilkan.

Tabel 1. Rata-rata Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), dan Serat kasar

Variabel yang diamati Lama Penyimpanan (hari)

0 5 10 15 20

Bahan Kering (%) 93,77 90,90 89,96 89,22 89,07

Protein kasar (%) 4,68 6,22 7,14 6,96 6,88

Serat Kasar (%) 44,55 27,92 26,56 29,02 29,27

Hasil uji lanjut polynomial orthogonal menunjukan bahwa pemberian mikroorganisme lokal (MOL) sayur dapat mempengaruhi kandungan bahan kering pelepah nipah yang mempengaruhi kurva linear, kuadratik, kubik, tetapi tidak mengikuti

kurva kuartik. Grafik pengaruh lama penyimpan fermentasi pelepah nipah menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) sayur terhadap kadar bahan kering dapat dilihat pada gambar 2

Gambar 1. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan Hasil Fermentasi Pelepah Nipah Mengunakan Mikroorganisme lokal (MOL) sayur Terhadap Bahan Kering (BK).

Hasil pada Gambar 2, dapat diketahui bahwa semakin lama fermentasi pelepah nipah dengan mikroorganisme lokal (MOL) maka angka rata – rata kadar bahan kering semakin menurun, yang berati mengindikasian bahwa kadar air (KA) meningkat. Hal ini disebabkan adanya dugaan bahwa bertambahnya waktu fermentasi maka mikroorgnisme yang hidup pada proses fermentasi akan semakin baik, merata dan kompak. Semakin banyak mikroorganisme yang hidup maka semakin banyak juga zat makanan yang ada pada bahan makanan yang ada pada bahan dirombak sebagai sumber energi. Akibatnya molekul air dari proses metabolisme mikroorganisme juga meningkat.

Hal ini sesuai dengan pendapat Fardiaz (1988) bahwa selama fermentasi berlangsung, mikroorganisme menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi yang dapat menghasilkan molekul

air dan karbondioksida. Air yang dihasilkan dalam produk inilah yang akan menyebabkan kadar air menjadi tinggi dan bahan kering menjadi rendah (Winarno et al., 1980).

Protein Kasar (PK)

Rata-rata kadar protein kasar pelepah nipah fermentasi dapat disajikan pada tabel 1. Dari hasil analisis ragam menunjukan bahwa lama fermentasi pelepah nipah menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) sayur tidak berpengaruh terhadap protein kasar pelepah nipah. Grafik pengaruh lama penyimpanan fermentasi pelepah nipah menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) sayur terhadap kadar bahan kering dapat dilihat pada gambar 3. Namun jika dilihat pada gambar 2 dapat dilihat bahwa angka/nilai rata-rata kadar protein cenderung meningkat. . Hal ini diduga karena

(4)

109

dalam proses fermentasi, asam bakteri membuat bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh sehingga

dapat menyimpan bahan dalam waktu yang lama

Gambar 1. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan Hasil Fermentasi Pelepah Nipah Mengunakan Mikroorganisme lokal (MOL) sayur Terhadap Protein Kasar (PK).

Dalam proses tersebut membuat kadar protein dapat dipertahankan dan mudah diserap oleh mikroba karena senyawa protein kasar fermentasi sudah diurai menjadi lebih sederhana (Achmad dkk., 2015). Hal ini sesuai dengan pendapat Nunung (2012) yang menyatakan bahwa pembuatan fermentasi pada kondisi asam membuat bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh sehingga dapat menyimpan bahan dalam waktu lama. Dalam proses tersebut membuat kadar protein dapat dipertahankan dan mudah diserap oleh mikroba karena senyawa protein fermentasi sudah diurai menjadi lebih sederhana. Menurut Ohmomo dkk, (2002) kandungan protein kasar dalam proses fermentasi tidak hanya dipengaruhi oleh lama fermentasi tetapi juga dipengaruhi oleh kadar air, kualitas bahan baku, kandungan protein pada bahan baku, serta tingkat keberhasilan pembuatan silase tersebut, protein yang dihasilkan sampai fermentasi selesai tidak merubah

kandungan protein kasar (protein tetap) proses sintesi protein kasar tidak terjadi lagi

Serat Kasar

Rata- rata kadar serat kasar pelepah nipah fermentasi dapat disajikan pada tabel 1. Dari hasil analisis ragam menunjukan bahwa lama fermentasi pelepah nipah menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) sayur memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P < 0,05) terhadap kandungan serat kasar. Hasil uji lanjut polynomial orthogonal menunjukan bahwa pemberian mikro organisme lokal (MOL) sayur dapat mempengaruhi kandungan serat kasar pelepah nipah yang mempengaruhi kurva linear, kuadratik, kubik, tetapi tidak mengikuti kurva kuartik. Grafik pengaruh lama penyimpanan fermentasi pelepah nipah menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) sayur terhadap kadar protein kasar dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan Hasil Fermentasi Pelepah Nipah Mengunakan Mikroorganisme lokal (MOL) sayur Terhadap Serat Kasar (SK)

(5)

110

Gambar 3. menunjukan bahwa semakin lama penyimpanan hasil fermentasi pelepah nipah menggunakan mikro organisme lokal (MOL) sayur, maka kadar serat kasar semakin menurun, hal ini diduga karena adanya aktivitas dari enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroorganisme lokal (MOL) sayur digunakan untuk memecah serat. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle dkk. (1987) menyatakan bahwa aktifitas enzim yang semakin cepat akan mempercepat dalam memecah serat sebanding dengan pembentukan mikroba.

Berpengaruhnya lama penyimpanan fermentasi terhadap kandungan serat kasar disebabkan karena beberapa faktor : tidak adanya oksigen dari bahan makanan silase, respirasi sel tanaman, pengaruh terhadap fermentasi, pengaruh terhadap nilai nutrisi, kadar air, faktor tanaman, aditif dan penyimpanan (Coblentz, 2003).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

Lama penyimpanan hasil fermentasi pelepah nipah berpengaruh nyata terhadap derajat keasaman (pH) dan serat kasar, tetapi tidak berpengaruh terhadap protein kasar. Penyimpanan hasil fermentasi pelepah nipah sampai 12 minggu dapat menurunkan kandungan serat kasar dan pH.

SARAN

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi pemeberian mikroorganisme lokal (MOL) terhadap pelepah nipah. Perlu adanya korelasi antara konsentrasi pemberian mikroorganisme lokal (MOL) sayur dengan lama fermentasi

DAFTAR PUSTAKA

Adrizal, M. E. Mahata, Y. Heryandi and R. Amizar.

2017.Evaluation of Pineapple (Ananascomosus (L.) Merr) Waste Fermented Using Different Local Mikroorganisme Solutions As Poultry Feed. Pakistan Journal of Nutrition, 16: 84-89.

Akpakpan (2011). Influence of Cooking Variables on the Soda and Soda-Ethanol Pulping of Nypa Fruticans Petioles. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 5(12): 1202-1208.

Anggorodi, R., 1994, Ilmu Makanan Ternak Umum, PT Gramedia, Jakarta.

Budiyani, N., 2016. Analisis Kualitas Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL) Bongol Pisang. E- Jurnal Agroteknolohi Tropika, 5(1). Pp.63-72 Binta,D, Susinggih, W., Febrianto, A.M. 2011.

Pengaruh Lama Pemeraman Terhadap Kadar Lignin dan Selulosa Pulp (Kulit dan Pelepah

Sawit) Menggunakan Biodegrator EM. Jurnal Industri Vol. 2 (1). Hal.75-83.

Buckle. K.A., R.A. Edward., C.H. Fleet dan M.

Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Adiono dan Hari Purnomo. Universitas Indonesia, Jakarta.

Coblentz,W.2003. Prinsiple of Silage making.

http://www.uaex.edu, diakses tgl 08 November 2020.

Ditjenbun, (2016) Daftar Komoditi Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/KPTS/PD 310/9/2006.

Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan 1.

Gramedia. Jakarta.

Fardiaz, S. 1989. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antara Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hartadi, H., Tilman, A. D., Reksohadiprojo, S., Kusumo, S. P dan S. Lebdosoekodjo. 1991.

Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University press, Yogyakarta.

Hermayanti, Yeni, G. Eli. 2006. Modul Analisa Proksimat. Padang : SMAK 3 Padang.

Hutasoit, Griyantoro, D., & Melwita, E. (2016).

Pengaruh Waktu Fermentasi Dan Kadar Air Nira Nipah Dalam Pembuatan Bioetanol Menggunakan Saccharomycescerevisiae.Jurnal Teknik Kimia, 22, 46–53.

Irianto, K., 2006, Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme, jilid1, Yrama Widya, Bandung.

Juanda, Irfan, dan Nurdiana. 2011. Pengaruh Metode Dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu MOL (Mikroorganisme Lokal). Jurnal. Floratek.

6: 140-143.

Karmini, M, 1996. Aktivitas Enzim Hidrolitik Kapang rhizopus Sp. Pada proses fermentasi tempe.

Center for Research and Development of Nutriotion and Food, NIHRD.

McDonald, P, R.A Edward and Y.E.D Greenhalgh.

1987. Animal Nutrition. ELBS, London.

Mudjiman, 2004 Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murtidjo, B.A., 1987, Pedoman Meramu Pakan Unggas, Kanisius, Yogyakarta.

Mahata, M. E., Y. Rizal dan Ardi. 2018.

Pengolahan dan pemanfaatan limbah kulit pinang (areca catechu L.) sebagai pakan aditif ternak unggas. Laporan Penelitian. Hibah Kompetensi Dikti. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Andalas.

Mamilianti, W., Yusroni., 2008. Pengaruh Mikro organisme Lokal Terhadap Penggemukan Sapi Potong. Upaya Peningkatan Pendapatan Peternak. Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan, pp.84-93.

Qolbi., Welit dan Kajang. 2005. Kerajinan Tradisional yang Terkikis Jaman. Retrieved from https://penadesa.or.id/2020/04/01/welit-

(6)

111

dan-kajang-kerajinan-tradisional-yang-terkikis- jaman/.

Rachman dan sudarto (1992). Nipah Sumber Pemanis Baru. Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Suhatyo, A. A. 2011. Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia Mikroorganisme Lokal (MOL) Yang Digunakan Pada Budidaya Padi Metode SRI (System of Rice Insectification). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi, Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Jakarta.

Suparjo, 2010, Analisis Bahan Pakan Secara Kimiawi, Laboratorium Makanan.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. UNESA Pres, Surabaya.

Teo. S.,W.F, Ang, A.F.S. L.Lok, B.R.Kurukulasuriya and H.T.W. Tan. 2010. The Status and Distribution of the Nipah Palm, Nypa Fruticans Wurmb. (Arecaceae), in Singapore. Nature in Singapore. 3. p.45-52.

Tillman, A.D.,H, Hartadi., H, Reksohadiprojo dan Lebdosoekojo, 1991, Ilmu Makanan Ternak, Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Utama, C. S., A. Mulyanto. 2009. Potensi Limbah Sayur Menjadi Stater Fermentasi. Jurnal Kesehatan Vol. 2(1). p: 6 – 13.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Bahan Kering (BK), Protein Kasar (PK), dan Serat kasar
Gambar 3. Grafik Pengaruh Lama Penyimpanan Hasil Fermentasi Pelepah Nipah Mengunakan                      Mikroorganisme lokal (MOL) sayur Terhadap Serat Kasar (SK)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian enzim mannanase dari bakteri Bacillus Cereus V9 didalam ransum hidrolisis yang mengandung bungkil inti sawit

Pada umur 2 minggu tidak berbeda nyata antara ketiga jenis ayam kampung, sedangkan pada umur 6 dan 10 minggu menunjukkan perbedaan yang sangat nyata antara

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaruh pemberian tepung ikan rucah fermentasi dalam ransum menunjukan pengaruh yang nyata (P&lt;0.05) terhadap konsumsi ransum,

Namun seiring dengan kemajuan teknologi, wisata agro Nusa pelangi harus berkompetisi dengan industri pengolahan susu yang melalukan ekspansi pasar dengan

Evaluasi Penggunaan Tapioka Sebagai Bahan Perekat Terhadap Sifat Fisik Wafer Ransum Komplit Berbasis Jerami Padi. Anita Yuliasari, Rasmi Murni, Suparjo, Yatno

Saran yang dapat disampaikan adalah agar masyarakat nelayan Pelabuhan Perikanan Pantai Carocok Tarusan untuk mempertahankan penggunaan alat tangkap yang ramah

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien

Strategi ini menggunakan pendekatan berbasis hak, yang artinya langkah- langkah strategis yang dijelaskan di dalam dokumen ini bertujuan untuk memastikan terpenuhinya