• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Akhir. Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tugas Akhir. Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1)"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Akhir

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

NOVRIANTO 1610024427065

YAYASAN MUHAMMAD YAMIN PADANG SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI PADANG

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN 2020

(2)

Tugas Akhir

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang Unruk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

Disusun Oleh:

NOVRIANTO 1610024427065

Disetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing 1

Riam Marlina A, ST., MT NIDN:102709850

Pembimbing 2

Rizto Salia Zakri, ST., MT NIDN:002107920

Ketua Program Studi

Riam Marlina A, ST., MT NIDN:102709850

Ketua STTIND Padang

Riko Ervil, MT NIDN.1014057501

(3)

i

Nama : NOVRIANTO

Npm : 1610024427065

Pembimbing : Riam Marlina A, ST, MT Pembimbing II : Rizto Salia Zakri, ST., MT

Abstrak

Kegiatan peledakan merupakan salah satu metode yang saat ini sering digunakan dalam kegiatan penambangan bahan galian baik itu proses pemberaian material tanah penutup pada kegiatan penambangan batubara maupun dalam proses pembongkaran batuan induk dalam penambangan batuan andesit. Selain menguntungkan kegiatan peledakan juga memiliki efek yang bisa berdampak negatif dan beresiko dapat merugikan kegiatan penambangan, salah satunya adalah fly rock. Fly rock adalah fragmentasi batuan yang terlempar akibat hasil ledakan. Fragmentasi batuan yang terlempar melebihi radius aman dapat mengakibatkan kerusakan terhadap alat mekanis, cidera, bahkan kematian untuk manusia. Hal ini lah yang menyebabkan efek dari fly rock menjadi salah satu perhatian utama pada setiap kegiatan peledakan. Tujuan penelitian mengetahui radius aman untuk alat dan manusia menurut rhicard and moore, dan geometri ideal untuk mendapatkan fly rock dalam radius aman. Oleh karena itu fly rock akibat peledakan harus sesuai dengan keputusan menteri ESDM nomor 1287 K/30/MEM/ 2018 tentang pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik. Berdasarkan KEPMEN 1287 K/30/MEM/ 2018 dari hasil pengukuran fly rock yang dilapangan maka didapatkan nilai lempar menurut rhicard and moore sebesar 204 m untuk peledakan pertama, 194 m untuk peledakan ke dua, dan 107 m untuk peledakan ke tiga. Geometri ideal untuk mendapatkan fly rock dalam radius aman yaitu berdasarkan C.J Konya diperoleh nilai Burden: 2 m, spasi: 2,28 m, stemming: 1,5 m, Kedalaman lubang: 6 m, isian: 4,4 m, dan diameter lubang ledak: 3 inch, diperoleh nilai radius aman sebesar 195,72 m.

Kata Kunci: Fly Rock, Geometri peledakan, Tambang Andesit, dan KEPMEN 1287 K/30/MEM/ 2018

(4)

ii

Name : NOVRIANTO

Npm : 1610024427065

Advisor I : Riam Marlina A, ST, MT Advisor II : Rizto Salia Zakri, ST., MT

Abstrack

Blasting activity is one of the methods currently used in mining activities, both in the process of delivering cover soil material in coal mining activities and in the process of dismantling parent rock in andesite rock mining. Besides being beneficial to blasting activities, it also has effects that can have a negative impact and can be detrimental to mining activities, one of which is fly rock. Fly rock is rock fragmentation thrown by the explosion. Rock fragmentation thrown over the safe radius can cause damage to mechanical devices, injuries, and even death for humans. This is what causes the effects of fly rock to be one of the main concerns in every blasting activity. Therefore it is necessary to know the safe radius for tools and humans according to rhicard and moore, the ideal geometry to get fly rock in a safe radius and to know the safe radius of fly rock based on the proposed geometry. Therefore fly rock due to blasting must be in accordance with Minister of Energy and Mineral Resources Decree number 1287 K / 30 / MEM / 2018 regarding guidelines for implementing good mining engineering principles.

Based on KEPMEN 1287 K / 30 / MEM / 2018 from the results of field fly rock measurements, the value of throwing according to rhicard and moore is 204 m for the first blasting, 194 m for the second blasting, and 107 m for the third blasting.

Ideal geometry to get fly rock within a safe radius that is based on CJ Konya obtained Burden values: 2 m, spacing: 2.28 m, stemming: 1.5 m, hole depth: 6 m, filling: 4.4 m, and hole diameter explosive: 3 inch, obtained a safe radius value of 195.72 m.

Keywords: Fly Rock, Blasting Geometry, , Andesite Mine, and KEPMEN 1287 K / 30 / MEM / 2018

(5)

iii

berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir sesuai waktu yang ditentukan. Shalawat beriring salam penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya ke zaman modern saat ini.

Tugas Akhir ini berjudul “Analisis Pengaruh Geometri Peledakan Terhadap Fly Rock Hasil Peledakan Di PT. Bintang Sumatra Pacific Kec. Pangkalan Kab. Lima Puluh Kota”. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini belum sempurna karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Walaupun demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyelesaian tugas ini tepat pada waktunya.

Penulisan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Teristimewa kepada keluarga besar penulis, Ayah yang telah memberikan kasih dan sayang kepada penulis mulai dari kecil sampai sekarang, Almarhummah ibu, saudara penulis yaitu kak Putri dan adik titi yang telah memberikan dukungan, semangat serta perhatian kepada penulis. Tanpa cinta dari keluarga mungkin tugas akhir ini tidak bisa diselesaikan.

2. Bapak Riko Ervil, MT Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

(6)

iv

4. Bapak Rizto Salia Zakri, ST., MT selaku Dosen Pemimbing II.

5. Seluruh Dosen Teknik Pertambangan dan Karyawan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

6. Teman-teman Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan dengan pahala yang berlipat ganda. Penulis sadar bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi peningkatan di masa depan. Semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan masyarakat luas pada umumnya.

Padang, Juni 2020

Penulis

(7)

v

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Gambar ... vii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Rumusan Masalah ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Landasan Teori... 6

2.1.1 Geometri Pemboran ... 7

2.1.2 Metode Peledakan ... 10

2.1.3 Fly Rock ... 30

2.1.4 Tinjauan Umum Perusahaan ... 33

2.2 Kerangka Konseptual ... 43

(8)

vi

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 44

3.2.2 Waktu Penelitian ... 45

3.3 Variabel Penelitian ... 45

3.4 Data dan Sumber Data ... 45

3.4.1 Data ... 45

3.4.2 Jenis Data ... 46

3.4.3 Sumber Data ... 47

3.4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 48

3.5.1 Pengolahan Data ... 48

3.5.2 Analisa Data ... 50

3.6 Kerangka Metodologi ... 51

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 53

4.1 Pengumpulan Data ... 53

4.1.1 Data Primer ... 53

4.1.2 Data Sekunder ... 56

4.2 Pengolahan Data ... 58

4.2.1 Pengolahan Data Menurut Richard and Moore ... 58

4.2.2 Pengolahan Data Menurut R.L. Ash dan C.J. Konya ... 61

4.2.3 Pengolahan Data Fly Rock Geometri Usulan ... 62

(9)

vii

5.3 Analisis Radius Aman Fly Rock Berdasarkan Geometri Usulan ... 68

BAB VI PENUTUP ... 70

6.1 Kesimpulan ... 70

6.2 Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

viii

Gambar 2.2 Proses pecahnya batuan ... 19

Gambar 2.3 Pola Peledakan Corner Cut (Echelon) ... 21

Gambar 2.4 Pola peledakan V-Cut ... 21

Gambar 2.5 Pola peledakan Box Cut... 22

Gambar 2.6 Geometri peledakan menurut teori R.L.Ash ... 22

Gambar 2.7 Tampak depan terjadinya exces fly rock ... 31

Gambar 2.8 Burden yang besar dan top priming penyebab fly rock ... 31

Gambar 2.9 Efek Crater sebagai penyebab fly rock ... 32

Gambar 2.10 Bulldozer D85E-55 ... 37

Gambar 2.11 CRD Furukawa PCR 200 ... 37

Gambar 2.12 Excavator Komatsu PC 200 ... 38

Gambar 2.13 Dump truck Hino lohan ... 38

Gambar 2.14 Crusher ... 39

Gambar 2.15 lokasi titik pemboran ... 40

Gambar 2.16 kegiatan pemboran lubang peledakan ... 40

Gambar 2.17 Lubang bor ... 41

Gambar 2.18 Detonator listrik ... 41

Gambar 2.19 pengisian bahan peledak ... 42

Gambar 2.20 Blasting machine ... 42

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ... 52

Gambar 4.1 Lemparan fly rock... 55

(11)

ix

Gambar 4.5 Jarak lokasi peledakan dengan evakuasi alat ... 57

Gambar 4.6 Rancangan geometri ... 58

Gambar 4.7 Radius aman peledakan ... 60

Gambar 4.8 Radius aman geometri usulan ... 64

(12)

x

Tabel 4.3 Spesifikasi AN ... 56

Tabel 4.4 Geometri peledakan aktual di lapangan ... 59

Tabel 4.5 Pengolahan fly rock aktual ... 60

Tabel 4.6 Perbandingan lemparan fly rock aktual dengan teoritis ... 61

Tabel 4.7 Geometri usulan dengan menggunakan metode R.L.Ash ... 62

Tabel 4.8 Geometri usulan dengan menggunakan metode C.J. Konya ... 62

Tabel 4.9 Teori Richard and Moore (2005) dan R.L. Ash ... 63

Tabel 4.10 Teori Richards and Moore (2005) dan C.J. Konya ... 63

Tabel 5.1 Geometri dan fly rock peledakan aktual ... 66

Tabel 5.2 Geometri teoritis dan radius lempar fly rock ... 67

Tabel 5.3 Geometri usulan dan geometri aktual ... 68

(13)

xi

Lampiran B Perhitungan menggunakan rumus R.L.Ash Lampiran C Perhitungan mengunakan rumus CJ.Konya

Lampiran D Pengolahan data fly rock geometri usulan teori C.j Konya Lampiran E Pengolahan data fly rock geometri usulan teori R.L.Ash Lampiran F Peta geologi PT. BSP

Lampiran G Peta kesampaian daerah PT. BSP Lampiran H Peta topografi

Lampiran I Pengukuran Fly Roc Lampiran J Dokumentasi lapangan

(14)

1

PT Bintang Sumatra Pacific (PT BSP) adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pertambangan batu andesit dengan sistem tambang terbuka dan metode penambangan quary, proses pemberaian andesit menggunakan sistem peledakan. Tujuan peledakan umumnya adalah untuk memecahkan batuan.

Pekerjaan ini membutuhkan sejumlah energi yang cukup sehingga melebihi atau melampaui batas elastis batuan. Kegiatan peledakan dipilih dengan beberapa pertimbangan yakni lebih cepat dalam segi waktu pembongkaran dan lebih efisien dalam hal perawatan alat mekanis bila dibanding dengan menggunakan metode ripping-dozing.

Selain menguntungkan kegiatan peledakan juga memiliki efek yang bisa berdampak negatif, dan beresiko dapat merugikan kegiatan penambangan, salah satunya adalah Fly Rock. Fly rock adalah fragmentasi batuan yang terlempar akibat hasil ledakan. Fragmentasi batuan yang terlempar melebihi radius aman dapat mengakibatkan kerusakan terhadap alat mekanis, cidera, bahkan kematian untuk manusia. Hal ini lah yang menyebabkan efek dari fly rock menjadi salah satu perhatian utama pada setiap kegiatan peledakan (Havis, dkk 2015).

Terjadinya fly rock yang berlebihan dari kegiatan peledakan dimana bisa karena kondisi kurangnya stemming dalam lubang ledak, perbandingan burden dengan diameter lubang terlalu kecil, atau adanya zona lemah dibagian freeface.

Mekanisme terjadinya fly rock karena adanya rifling potensi lemparan lebih

(15)

kearah atas, sementara pada fenomena face burst dan crater arah lemparan bisa terjadi pada sudut lebih rendah sehingga memungkinkan arah lemparan cukup jauh dan berdampak sangat berbahaya. (Suryadi,2018).

Lemparan batu yang jauh akibat mekanisme face burst perlu dikendalikan dengan proses mempersiapkan lokasi, proses desain pola pemboran dan pemasangan titik bor, proses pola ledak dan charging sheet, stemming.

Pengendalian agar tidak terjadinya rifling bisa dengan memastikan kolom stemming sesuai plan dengan menggunakan meteran, lakukan stemming dengan material yang khusus. Sedangkan untuk mengendalikan cratering kemiringan pemboran presisi tegak lurus dengan toleransi 3o, memastikan kolom jumlah isian dengan menggunakan meteran.

Jarak lemparan maksimum dari kegiatan peledakan tersebut berkisar antara 100 sampai dengan 500 meter, sementara jarak wilayah penambangan dengan jalan lintas hanya 500 meter, dengan kebun milik masyarakat 150 - 400 meter, dan fasilitas perusahaan seperti mes kantor berkisar 300 - 350 meter sehingga saat ini permasalahan fly rock menjadi perhatian khusus bagi perusahaan. Berdasarkan laporan pengaduan di sekitar area penambangan terdapat tiga kali kejadian lemparan batuan yang mencapai lahan kebun milik masyarakat, timbangan dan jalan raya selama tiga bulan terakhir. Laporan menjelaskan bahwa lemparan batuan berada pada radius 100 hingga 500 meter dari sumber peledakan.

Lemparan batuan tersebut menyebabkan kerusakan pada beberapa tanaman dan fasilitas perusahaan seperti timbangan dan kantor yang berada di sekitar perusahaan dan kebun milik masyarakat yang tidak bersedia lahannya dibebaskan

(16)

oleh pihak perusahaan, sehingga muncul lah beberapa pengaduan. Pada penelitian ini tiga kali data: Peledakan 1 dengan geometri, burden 2,2 m, spasi 1,8 m, stemming 1,3 m, kedalaman lubang 5,7 m, isian 4,4 m, diameter lubang ledak 3 inch, dan kemiringan lubang ledak 89o dengan radius fly rock 204 m. Peledakan 2 dengan geometri, Burden 2,1 m, spasi 1,9 m, stemming 1,3 m, kedalaman lubang ledak 5,9 m, isian bahan peledak 4,3 m, diameter lubang ledak 3 inch, dan kemiringan lubang ledak 89o dengan radius lempar fly rock 194 m. Peledakan 3 dengan geometri, Burden 2,4 m, spasi 1,7 m, stemming 1,4 m, kedalaman lubang 4,5 m, diameter lubang ledak 3 inch, dan kemiringan lubang 89o dengan radius lemparan fly rock 107 m. Kejadian ini tentunya menyebabkan beberapa kerugian baik dari segi waktu maupun biaya perbaikan. Kondisi tersebut menjadi perhatian khusus yang perlu penyelesaian sesegera mungkin untuk meminimalisir kerugian yang akan terjadi di masa mendatang. Untuk gambar kerusakan akibat fly rock dapat dilihat pada lampiran J.

Sesuai penerapan yang dilakukan Adrian J. Moore dan Alan B. Richard (2005), radius aman alat ditentukan dari 2 kali lemparan terjauh aktual untuk mencegah terhadap hal hal yang tidak terduga. Sedangkan menurut semua praktisi peledakan menetapkan radius aman unit adalah 300 m dan manusia 500 m dari lokasi peledakan. Ketika pada kondisi semua unit dan manusia bisa di evakuasi, jika adanya fly rock tidak menjadi kekawatiran yang serius (Arief Usman, dkk 2015).

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti telah melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Geometri Peledakan Terhadap (Fly Rock) Hasil

(17)

Peledakan di PT. Bintang Sumatra Pacific Kec. Pangkalan Kab. Lima Puluh Kota”.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah:

1. Lemparan fly rock mencapai 500 m, melebihi radius aman.

2. Kebun warga dan fasilitas penunjang tambang berada dalam radius fly rock dan kerusakan fasilitas dan kebun warga akibat fly rock.

3. Cratering dan face burst mengakibatkan terjadinya fly rock.

4. Stemming yang kurang dalam mengakibatkan terjadinya fly rock.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Hanya membahas jarak lemparan fly rock maksimum dan menganalisa jarak evakuasi optimal.

2. Geometri peledakan yang dihitung hanya yang mempengaruhi terjadinya fly rock.

3. Kondisi air dilubang ledak atau dilokasi peledakan tidak dibahas.

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Berapakah radius lemparan aktual menurut teori rhicard and moore?

2. Berapakah geometri ideal menurut R.L.Ash dan C. J. Konya?

3. Berapakah radius aman fly rock berdasarkan geometri usulan?

(18)

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui radius lemparan aktual menurut rhicard and moore.

2. Mengetahui geometri ideal menurut R.L.Ash dan C. J. Konya.

3. Mengetahui radius aman fly rock berdasarkan geometri usulan.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis terutama pada bidang peledakan.

2. Bagi perusahaan

a. Perusahaan dapat mengetahui apakah fly rock akibat peledakan sudah sesuai dengan keputusan mentri ESDM nomor 1287 K/30/MEM/2018 tentang pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik.

b. Dapat dijadikan dasar untuk menentukan kebijakan perusahaan dalam mempersiapkan perencanaan kegiatan peledakan berikutnya.

3. Bagi Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND)

a. Bagi program studi Teknik Pertambangan dan STTIND Padang Penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk diadakan penelitian selanjutnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan studi perbandingan bagi penelitian yang terkait dengan kegiatan peledakan khususnya fly rock.

(19)

6

Metode pemboran dan peledakan adalah salah satu metode pembongkaran pada batu andesit karena andesit tergolong batuan yang sangat keras sehingga tidak bisa menggunakan alat mekanis. Metode ini bertujuan untuk meretakkan, menghancurkan ataupun membongkar batuan dari batuan induknya untuk memenuhi target produksi dan memperlancarkan proses pemuatan dan pengangkutan. Kegiatan peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan penambangan salah satunya bila dampak terhadap lingkungan (fly rock, vibration, air blast, gas beracun dan debu) dapat diminimalkan (Koesnaryo, 2012).

Menurut Syeban (2013) yang mempengaruhi terjadinya fly rock akibat kegiatan peledakan, yaitu face burst, cratering dan rifling. Menurut Suryadi (2013) kedalaman lubang ledak dan stemming sangat berpengaruh terjadinya fly rock, burden yang besar dan top priming penyebab fly rock dan efek crater sebagai penyebab fly rock. Menurut Usman (2015) faktor penyebab terjadinya lemparan fly rock tidak terkontrol adalah ketidaksesuaian burden, ketidak sesuaian stemming, material stemming, kondisi lokasi peledakan, dan kedalaman lubang ledak. Penggunaan waktu tunda yang tepat akan berpengaruh terhadap arah lemparan dari fly rock. (Putri, 2016) Selain itu adanya bidang bebas juga akan memperngaruhi arah lemparan fly rock akan terlempar. Sedangkan jarak

(20)

lemparan terjauh dari fly rock dapat disebabkan karena terlalu pendek jarak burden awal, dan terlalu pendeknya isian stemming.

2.1.1 Geometri Pemboran

Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman lubang tembak, kemiringan lubang tembak, tinggi jenjang, dan juga pola pemboran.

1. Diameter Lubang Tembak

Diameter lubang tembak yang terlalu kecil menyebabkan faktor energi yang dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar batuan yang akan diledakan, jika diameter lubang tembak terlalu besar maka lubang tembak tidak cukup untuk menghasilkan fragmentasi yang baik, terutama pada batuan yang banyak terdapat kekar dengan jarak kerapatan yang tinggi.

Diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan atau hancuran yang lebih baik pada bagian atap jenjang. Hal ini berhubungan dengan stemming, dimana lubang tembak yang besar maka panjang stemming juga akan semakin besar dikarenakan untuk menghindari getaran dan batuan t erbang, sedangkan jika menggunakan lubang tembak yang kecil maka panjang stemming dapat dikurangi.

Ukuran diameter lubang ledak yang akan dipilih akan tergantung pada:

a. Volume massa batuan yang akan dibongkar (volume produksi) b. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian

c. Tinggi fragmentasi yang diinginkan d. Alat muat yang digunakan

(21)

2. Kedalaman Lubang Tembak

Kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang yang diterapkan. Dan untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata maka hendaknya kedalaman lubang tembak harus lebih besar dari tinggi jenjang, yang mana kelebihan dari pada kedalaman ini disebut dengan sub drilling.

3. Kemiringan Lubang Tembak ( Arah Pemboran)

Arah pemboran yang kita ketahui ada dua, yaitu arah pemboran tegak dan arah pemboran miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar untuk menjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi dalam geometri peledakan. Lubang tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian lantai jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar, sehingga menimbulkan tonjolan pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan gelombang tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi akan diteruskan pada bagian bawah lantai jenjang.

Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada lantai jenjang yang lebih kecil.

4. Pola Pemboran

Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan bidang bebas yang mencukupi. Minimal dua bidang bebas yang harus ada. Peledakan dengan hanya satu bidang bebas, disebut crater blasting , akan menghasilkan kawah dengan lemparan fragmentasi ke atas dan tidak terkontrol. Dengan

(22)

mempertimbangkan hal tersebut, maka pada tambang terbuka selalu dibuat minimal dua bidang bebas, yaitu dinding bidang bebas dan puncak jenjang (top bench). Selanjutnya terdapat tiga pola pengeboran yang mungkin dibuat secara teratur dan dapat dilihat pada gambar 2.1 yaitu:

a. Pola bujur sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama.

b. Pola persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih besar di banding burden.

c. Pola zig zag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat zig zag yang berasal dari pola bujur sangkar maupun persegi panjang.

Sumber: www.romiehendrawan/pola-peledakan (2020)

Gambar 2.1 Sketsa Pola Pengeboran Pada Tambang Terbuka Baik buruknya hasil peledakan akan sangat ditentukan oleh kualitas lubang bor. Kualitas lubang bor dalam hal ini ditinjau dari segi:

a. Keteraturan tata letak lubang bor

Tujuan pemboran adalah untuk meletakkan bahan peledak pada posisi (tempat) yang sudah direncanakan. Setiap bantuan akan memberikan reaksi (respon) yang berbeda terhadap peledakan. Reaksi ini bervariasi sangat luas dan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti perlapisan, struktur

(23)

geologi alamiah, dan lain-lain yang selalu berubah dari titik ke titik.

Tidaklah mungkin untuk menyusun suatu pola peledakan yang dapat mengakomodasi semua variasi itu. Untuk itu, didalam prakteknya lubang bor dirancang dengan pola yang teratur sedemikian rupa sehingga bahan peledak dapat terdistribusi secara merata dan dengan demikian, setiap kolom bahan peledak akan mempunyai beban yang sama.

b. Penyimpangan arah dan sudut pemboran

Hal ini perlu dicermati terutama pada pemboran miring. Pada pemboran miring maka posisi alat bor akan sangat menentukan. walaupun tata lubang bor dipermukaan sudah sempurna, namun bila posisi alat bor tidak benar- benar sejajar dengan posisi alat bor pada lubang sebelumnya maka dasar (ujung) lubang bor akan menjaddi tidak teratur. Hal yang sama akan dihasilkan bila sudut kemiringan batang bor juga tidak sama.

Penyimpangan arah dan sudut pemboran dipengaruhi oleh struktur batuan, keteguhan (stiffness) batang bor dan kesalahan awal pemboran (collaring).

c. Kedalaman dan kebersihan lubang

Lantai (permukaan) bor biasanya tidak rata dan datar sehingga kedalaman lubang bor juga tidak akan seluruhnya sama. Untuk itu area yang akan dibor sebaiknya di survey dahulu agar kedalaman masing-masing lubang bor dapat ditentukan.

2.1.2 Metode Peledakan

Metode peledakan yaitu suatu metode pemberaian batuan dari batuan induk dengan menggunakan bahan peledak. Menurut kamus pertambangan umum,

(24)

bahan peledak adalah senyawa kimia yang dapat bereaksi dengan cepat apabila diberikan suatu perlakuan, menghasilkan sejumlah gas bersuhu dan bertekanan tinggi dalam waktu yang sangat singkat.

Peledakan memiliki daya rusak bervariasi tergantung jenis bahan peledak yang digunakan dan tujuan digunakannya bahan peledak tersebut. Peledakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik itu positif maupun negatif, seperti untuk memenuhi tujuan politik, ideologi, keteknikan, industri dan lain-lain.

Contohnya besi, baja dan logam lainnya, serta bahan galian industri, seperti batubara dan gamping seringkali menggunakan peledakan untuk memperoleh bahan galian tersebut, apabila dianggap lebih ekonomis dan efisien dari pada penggalian bebas (free digging) maupun penggaruan (ripping).

Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan penambangan apabila (Koesnaryo, 1988 ; 1-2):

1. Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).

2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan yang berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder faktor).

3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah (kurang dari 15% dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan).

4. Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak, overhang, retakan – retakan).

5. Aman.

(25)

1. Konsep Dasar Peledakan

Kegiatan peledakan pada massa batuan mempunyai beberapa tujuan yaitu:

a. Membongkar atau melepaskan batuan (bahan galian) dari batuan induknya.

b. Memecah dan memindahkan batuan c. Membuat rekahan

Bahan peledak merupakan sarana yang efektif sebagai alat pembongkar batuan dalam industri pertambangan. Oleh karena itu perlu dimanfaatkan sebagai barang yang berguna, disamping juga merupakan barang yang berbahaya. Untuk itu dalam pelaksanaan pekerjaan peledakan harus hati-hati sesuai dengan peraturan dan teknik-teknik yang diterapkan, sehingga pemanfaatannya lebih efisien dan aman.

Teknik peledakan yang dipakai tergantung dari tujuan peledakan dan pekerjaan atau proses lanjutan setelah peledakan. Untuk mencapai pekerjaan peledakan yang optimum sesuai dengan rencana, perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Karakteristik batuan yang diledakkan.

b. Karakteristik bahan peledak yang digunakan.

c. Teknik atau metode peledakan yang diterapkan.

Suatu proses peledakan biasanya dilakukan dengan cara membuat lubang tembak yang diisi dengan sejumlah bahan peledak, dengan penerapan metode peledakan, geometri peledakan dan jumlah bahan peledak yang sesuai untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

(26)

2. Persiapan Peledakan

Persiapan peledakan adalah semua kegiatan, baik teknis maupun tindakan pengamanan yang ditujukan untuk dapat melaksanakan peledakan dengan aman dan berhasil. Persiapan peledakan dapat dibagi atas beberapa bagian atau tahapan kerja diantaranya:

a. Pengamanan lapangan kerja selama pelaksanaan persiapan peledakan ini dimaksudkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadinya kerusakan pada alat-alat tambang maupun keamanan pekerja tambang.

b. Persiapan alat bantu peledakan, antara lain: detonator, kabel pembantu, kabel utama, blasting ohm meter, dan blasting machine.

c. Pembuatan primer yang berfungsi untuk menghentakkan (shock) isian utama atau blasting agent, sedangkan primer itu sendiri dihentakkan dengan detonator.

d. Pengisian lubang ledak, syarat pengisian lubang ledak adalah:

1) Periksa lebih dahulu keadaan lubang. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pantulan sinar dari sepotong cermin atau tongkat kayu yang cukup panjang.

2) Waktu pengisian ke dalam lubang ledak harus hati-hati sehingga detonator atau leg wire tidak terluka.

3) Hindari pemakaian leg wire yang terlalu pendek, namun kalau terpaksa sambungan sambungan harus diisolasi dengan baik.

4) Jangan memadatkan primer (tapping)

(27)

5) Diameter primer harus lebih kecil dari diameter lubang ledak. Bila waktu memasukkan primer agak susah turunnya ke dalam lubang maka dapat dibantu atau didorong dengan tongkat kayu secara perlahan lahan.

6) Setelah primer telah sampai didasar lubang maka bahan peledak dapat dimasukkan. Bila memakai bahan peledak ANFO maka dilarang memadatkannya sehingga berat jenisnya bertambah.

7) Pengisian bahan peledak, paling banyak dua per tiga dari tinggi lubang ledak.

e. Stemming, syarat pengisian stemming adalah sebagai berikut:

1) Bahan stemming adalah tanah liat atau cutting pemboran.

2) Stemming harus dibuat cukup padat, untuk itu perlu dipadatkan (ditapping) dengan tongkat kayu.

3) Stemming diusahakan bisa memperkecil suara peledakan.

f. Sistem Rangkaian

Dalam melakukan penyambungan detonator listrik ada empat cara atau sistem rangkaian, antara lain:

1) Hubungan Seri

Rangkaian yang disusun secara seri, arus dari sumber tenaga hanya melalui satu jalan. Jumlah arus yang melalui setiap detonator adalah sama. Rangkaian seri sangat cocok untuk meledakkan jumlah detonator yang tidak banyak, maksimum 50 buah atau tahanannya 100 ohm. Arus minimum untuk peledakan dalam rangkaian seri adalah 1,5 Ampere untuk DC dan 2,0 Ampere untuk AC.

(28)

2) Hubungan Paralel

Dalam rangkaian paralel setiap cabang hanya berisi satu detonator, tahanan detonator dalam rangkaian paralel adalah kecil dan yang terbesar adalah tahanan firing line. Salah satu jalan untuk menambah total arus yang mengalir dalam setiap detonator adalah mengurangi tahanan firing line. Caranya adalah dalam peledakan tersebut dipakai firing line dengan kawat yang ukurannya lebih besar. Arus yang mengalir dalam rangkaian dibatasi 10 Ampere, apabila terlalu besar akan terjadi arcing. Sedangkan arus minimum yang mengalir untuk setiap detonator adalah 0,5 Ampere.

3) Rangkaian Seri Paralel

Pada rangkaian Seri Paralel, masing masing seri dihubungkan satu dengan yang lainnya dalam paralel. Rangkaian ini biasanya dipakai apabila jumlah detonator dalam peledakan lebih dari 50 buah. Setiap seri dibatasi tidak lebih dari 40 detonator atau tahanan maksimumnya 100 ohm. Dalam rangkaian paralel seri jumlah arus yang mengalir dalam firing line dibagi dalam masing-masing seri yang diperhatikan bahwa tahanan di setiap seri adalah sama atau tahanan satu seri mendekati serta sama dengan tahanan seri yang lainnya. Hal ini disebut series balancing dan akan menjamin bahwa total arus yang mengalir dalam firing line terbagi sama pada setiap seri.

(29)

4) Hubungan Paralel Seri

Rangkaian paralel seri merupakan kebalikan dari rangkaian seri paralel dimana setiap rangkaian paralel digabungkan dalam hubungan seri dengan sambungan paralel lainnya.

g. Penyambungan Rangkaian

Dengan menggunakan detonator listrik maka harus diperhatikan hal hal berikut:

1) Sambungan leg wire dengan kabel pembantu harus baik dan kuat.

2) Penyambungan rangkaian antara semua lubang ledak harus dilaksanakan secepatnya dan ujung rangkaian diikat satu sama lain, sebelum dihubungkan dengan kabel utama.

3) Rangkaian harus dibuat rapi dan efektif, hindari kabel agar tidak kusut dan terlipat.

4) Sebelum rangkaian antara lubang ledak disambung dengan kabel utama, maka tahanan listrik dan kesinambungan arus dari rangkaian harus ditest dengan blasting ohm meter. Tahanan listrik rangkaian harus sesuai dengan perhitungan teoritis, namun dengan toleransi 10%

dapat dianggap baik.

h. Setelah semuanya aman maka selanjutnya siap diledakkan dengan blasting machine.

3. Penyempurnaan Rancangan Peledakan

Untuk menyempurnakan rancangan peledakan, dapat dilakukan dengan merancang kembali rangkuman data tentang:

(30)

a. Jarak batu batuan melayang (fly rock) b. Fragmentasi yang dihasilkan

c. Getaran dan airblast (getaran udara dari hasil peledakan) yang ditimbulkan d. konfigurasi tumpukan tanah (muckpile)

e. kemudahan penggalian

f. bahan peledak yang gagal meledak g. sumber material oversize dan overbreak h. kinerja peledakan

i. biaya keseluruhan dari pemboran, peledakan, dan penggalian j. mengendalikan getaran

k. Mencegah batu batu melayang dan hilangnya energi melindungi lapisan bahan galian

4. Hal yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Membuat Rancangan a. Kepekaan Lokasi

Kondisi lokasi di sekitar lokasi peledakan dalam hal perkiraan getaran dan tingkat getaran yang diperbolehkan pada struktur terdekat.

b. Fragmentasi yang diperlukan

c. Perpindahan tumpukan material hasil ledakan (muckpile)

Arah perpindahan tergantung pada jalur daya tahan paling kecil yang dapat ditelusuri energi bahan peledak, dimana rancangan peledakan yang tepat (stemming yang baik, distribusi energi yang tepat, toe yang kecil, dll), urutan delay dapat mengendalikan arah dan tingkat perpindahan material hasil ledakan.

(31)

d. Pengendalian dinding

Interval delay yang terlalu singkat antara lubang dalam satu baris dan antar baris dapat menyebabkan overbreak yang berlebihan.

e. Geologi

Batuan berlapis lapis dengan kohesi terbatas dapat bergeser sehingga menyebabkan patahnya bahan peledak. Sedangkan batuan besar yang banyak retakannya dapat mengalirkan gas bahan peledak ke semua arah sehingga meningkatkan potensi terjadinya cutoff. Batuan yang lunak memerlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan perpindahan sehingga diperlukan waktu yang lebih lama antara baris baris untuk mengendalikan pecah yang berlebihan.

f. Kondisi air

Batuan jenuh (lubang peledakan yang terisi air) dapat meneruskan tekanan air dari titik peledakan ke daerah daerah di sekitarnya (water hammer).

Tekanan ini dapat menyebabkan decoupling isi bahan peledak atau meningkatkan densitasnya sampai ke titik yang tidak memungkinkan peledakan (deadpressed).

g. Bahan peledak yang digunakan

Produk bahan peledak dengan densitas yang lebih besar (> 1,25 g/cc) yang menggunakan udara tersirkulasi untuk mengatur kepekaan, mudah terkena dead pressing dari peledakan lubang peledakan yang berdekatan.

(32)

h. Sederhana

Rancangan yang rumit akan memerlukan waktu tambahan untuk menghubungkan dan mengevaluasi rangkaian.

i. Biaya

Dengan meningkatnya tingkat kerumitan rancangan, biaya biasanya akan meningkat. Biaya ini harus dipertimbangkan berdasarkan biaya modifikasi rancangan lain agar diperoleh efisiensi biaya.

5 Proses Pecahnya Batuan Pada Peledakan

Dari titik pembakaran/ initiation point, bahan peledak memecah dinding lubang tembak, ini terjadi karena adanya tekanan yang sangat besar disekitar ledakan. Tegangan tekan (compressive stress) mengalir kesegala arah lubang tembak dengan kecepatan = kecepatan gel sonic, ketika teg tekan ini melewati bidang bebas (free face) memantul kembali, sehingga timbul gaya tarik apabila kekuatan tarik batuan terlewati batuan akan pecah atau retak.

Ketika timbul rekahan akibat pecahnya batuan, aliran/ ekspansi gas dari handak mendorong batuan ke segala arah sehingga batuan terlempar.

Sumber: https://duniatambang.co.id (2020)

Gambar 2.2 Proses Pecahnya Batuan

(33)

6. Pola Peledakan

Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di bawah tanah berbeda. Pola ledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang bor yang satu dengan yang lainnya.

Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah lemparan material yang diharapkan. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah:

a. Mengurangi getaran

b. Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock).

c. Mengurangi getaran akibat air blast dan suara (noise).

d. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan.

e. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan.

Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus, maka akan terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien. Beberapa pola peledakan yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

a. Pola Peledakan Corner Cut (Echelon)

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang memiliki tiga bidang bebas (free face), arah lemparan hasil peledakan dengan menggunakan pola peledakan ini adalah kearah pojok (corner). Pola ini dapat kita lihat pada gambar 2.3 di bawah ini.

(34)

Sumber: www.romiehendrawan/pola-peledakan (2020)

Gambar 2.3 Pola Peledakan Corner Cut (Echelon) b. Pola Peledakan V-Cut

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang memiliki dua bidang bebas (free face), arah lemparan hasil peledakan dengan menggunakan pola ini adalah kearah tengah (center) dengan pola peledakan menyerupai huruf V.

Pola ini dapat kita lihat pada gambar 2.4 di bawah ini.

Sumber: www.romiehendrawan/pola-peledakan (2020)

Gambar 2.4 Pola Peledakan V-Cut c. Pola Peledakan Box Cut

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang hanya mempunyai satu bidang bebas (free face) yakni permukaan yang bersentuhan langsung dengan udara kearah vertical. Pola peledakan ini bertujuan untuk menghasilkan

(35)

bongkahan awal seperti kotak (box) dengan control row ditengah-tengah membagi dua rangkaian. Pola ini dapat kita lihat pada gambar 2.5 di bawah ini.

Sumber: www.romiehendrawan/pola-peledakan (2020)

Gambar 2.5 Pola Peledakan Box Cut 7. Geometri Peledakan

Dalam perencanaan peledakan, geometri peledakan sangat menentukan keberhasilan pada operasi peledakan. Untuk mendapatkan hasil yang optimum diperlukan pengaturan rancangan geometri peledakan dan evaluasi powder factor (PF) pada geometri peledakan .

Dalam operasi peledakan batuan ada lima parameter dasar geometri peledakan yaitu: burden (B), spasi (S), subdriling (J), steming (T), dan kedalaman lubang ledak terlihat pada (Gambar 2.6).

Sumber: R.L.Ahs (1967)

Gambar 2.6 Geometri peledakan menurut Teori R.L.Ahs (1967)

(36)

menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan peledak. Untuk menunjang kegiatan penelitian ini maka penulis menerapkan dasar perhitungan geometri peledakan menurut R.L.Ash, (1976), C.J.Konya, (1990) dengan dasar perhitungan sebagai berikut, (Singgih Saptono, 2006) : 1. Burden (B)

Burden dapat didefinisikan sebagai jarak tegak lurus dari lubang tembak (kolom isian bahan peledak) terhadap bidang bebas (free face) yang terdekat kearah material hasil peledakan terlempar. Burden merupakan variabel yang sangat penting dan krisis dalam rancangan peledakan. Dengan jenis peledakan yang dipakai dan menghadapi batuan yang akan dibongkar, Burden memiliki jarak maksimum yang harus dibuat agar peledakan sukses dilaksanakan. Berikut beberapa rumus burden (B):

a. R.L.Ash (1976) :

...(2.1) Keterangan:

KB = Nisbah burden yang telah dikoreksi KBstd = KB standar bernilai 30

[ ]1/3………..…………(2.2)

[

]1/3……….………(2.3) Sehingga didapatkan ukuran burden sebagai berikut:

….……….……..……...(2.4)

(37)

Keterangan:

B = Burden (m)

De = Diameter lubang ledak (m) b. C.J.Konya (1990):

33 . 0

15 .

3

SGr

De SGe B

………..……(2.5) Keterangan:

B = Burden (ft)

De = Diameter lubang ledak (inci)

SGe = Berat jenis bahan peledak yang dipakai SGr =Berat jenis batu yang akan dibongkar 2. Spacing (S)

Spacing adalah jarak antara lubang-lubang tembak yang berdekatan, terangkai dalam satu baris (row), diukur sejajar dengan jenjang (pit wall) dan tegak lurus burden, Spacing merupakan fungsi dari burden dan dihitung setelah burden ditetapkan terlebih dahulu. Jika ukuran Spacing lebih kecil dari burden maka cenderung mengakibatkan stemming ejection lebih dini, gas hasil ledakan disemburkan ke udara bebas (atmosfer) bersamaan dengan noise dan air blast. Sebaliknya, jika jarak spacing terlalu besar diantara lubang tembak maka fragmentasi yang dihasilkan menjadi buruk berikut beberapa rumus Spacing (S):

a. R.L.Ash (1976):

B Ks

S   …...………...….……..………(2.6) Keterangan:

KS = spacing Ratio (1.00-2.00) B = Burden

(38)

b. C.J.Konya (1990):

B

S 1.4 ………..………(2.7)

Keterangan:

B = Burden (m) S = Spacing (m).

3. Stemming (T)

Stemming adalah bagian lubang tembak yang tidak diisi bahan peledak tetapi diisi oleh material pemampat seperti pasir, cutting hasil pemboran dan tanah liat. Stemming berfungsi untuk mengurung gas yang terbentuk akibat reaksi detonasi bahan peledak didalam lubang tembak dan untuk menjaga keseimbangan tekanan (stress balance) sehingga gelombang tekan merambat kearah bidang bebas dahulu daripada ke arah pemampat. Stemming merupakan kunci sukses untuk fragmentasi yang baik. Pengungkungan akan membuat energi bahan peledak optimal dari lubang ledak, material dan panjang stemming yang tepat diperlukan untuk membuat energi horizontal dan vertikal bahan peledakan yang sesuai berikut beberapa rumus stemming (T):

a. R.L.Ash (1976):

B Kt

T   ……….(2.8)

KT = Steming Ratio (0.75-1.00) b. C.J.Konya (1990):

T 0.70B………..……….(2.9)

Keterangan:

B = Burden (m) T = Stemming (m).

(39)

4. Subdrilling (J)

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang tembak dibawah rencana lantai jenjang. Pemboran lubang tembak sampai batas bawah dari lantai bertujuan agar seluruh permukaan jenjang bisa secara full face setelah dilakukan peledakan, jadi untuk menghindari agar pada lantai jenjang tidak terbentuk tonjolan-tonjolan (toe) yang sering mengganggu operasi pengeboran berikutnya dan menghambat kegiatan pemuatan dan pengangkutan. Secara praktis subdrilling dibuat antara 20 % sampai 40 % burden berikut beberapa rumus subdrilling (J):

a. R.L.Ash (1976):

B Kj

J   ……….…….…………...……..……(2.10)

KJ = Subdrilling ratio (0.30) b. C.J.Konya (1990):

J 0.30B……….………(2.11)

Keterangan:

B = Burden (m) J = Subdrilling (m).

5. Kedalaman lubang ledak (H)

Kedalaman lubang tembak adalah penjumlahan dari dimensi tinggi isian bahan peledak, stemming dan subdrilling. Jika arah lubang tembak vertikal maka kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan dari tinggi jenjang dan subdrilling kedalaman lubang tembak berikut beberapa rumus kedalaman lubang ledak (H):

(40)

a. R.L.Ash (1976):

B Kh

H   …….………...…….….………….(2.12)

Keterangan:

H = Kedalaman lubang ledak (m) KH = Nisbah Kedalaman Lubang KH = 1.50 – 4.00

b. C.J.Konya (1990):

H = L + J ………...………(2.13) Keterangan:

H = Kedalaman Lubang Ledak L = Tinggi Jenjang

6. Tinggi jenjang (L)

Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan lainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau ditentukan kemudian setelah parameter serta aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok (bucket) serta tinggi jangkauan alat muat. Pertimbangan lainnya adalah kestabilan jenjang jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jenjang yang pendek memerlukan diameter lubang yang kecil, sementara untuk diameter lubang besar dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi rancangan menurut Richard L Ash.

LHJ ………..………(2.14) Keterangan:

L = Tinggi jenjang (m)

H = Kedalaman Lubang Ledak (m)

(41)

7. Powder column / primary charge (PC)

Powder column / primary charge adalah panjang lubang isian pada lubang ladak yang akan diisi bahan peledak.

a. R.L.Ash (1976) dan C.J.Konya (1990):

T H

PC   ……….…….…………...………...….(2.15)

Keterangan:

PC = Panjang kolom isian (m) H = Kedalaman lubang ledak (m) T = Stemming (m)

Selain mempertimbangkan geometri peledakan seperti yang disebutkan diatas, dalam peledakan ada faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan seperti jumlah pemakaian bahan peledak, volume peledakan dan penentuan nilai powder factor (PF). Untuk mencari hal-hal tersebut digunakan rumus sebagai berikut.

1) Volume peledakan

V = B x S x H ……….(2.16) Keterangan:

B : Burden S : Spacing

H : Kedalaman lubang ledak 2) Nilai powder factor

PF = (de x Pc) / v ………(2.17) Keterangan:

de : Diameter lubang ledak Pc : Panjang kolom isian v : Volume peledakan

(42)

8. Loading density (de)

Loading density adalah jumlah pemakaian bahan peledak dalam satu meter. Satuan yang digunakan adalah kg/meter. Loading density dicari untuk mengetahui berapa jumlah bahan peledak yang digunakan dalam satu lubang tembak. Loading density dapat dicari dengan rumus oleh persamaan:

a. R.L.Ash (1976)

 SG

de0,508

De

2 ………..…….………(2.18) Keterangan:

de = Loading density (kg/mtr) De = Diameter lubang ledak (inchi) SG = Berat jenis bahan peledak

b. C.J.Konya (1990):

34 2

.

0 SGe De

de   ……….………(2.19)

Keterangan:

de = Loading density (kg/mtr) De = Diameter lubang ledak (inchi) SGe = Berat jenis bahan peledak

9. Jumlah Bahan peledak

Jumlah bahan peledak dapat dicari dengan rumus sabagai berikut:

De PC

E  ………(2.20)

Keterangan:

E = Jumlah bahan peledak (kg) PC = Panjang kolom isian (m) De = Loading density (kg/m) 10. Volume peledakan

Volume peledakan dapat dicari dengan menggunakan rumus:

(43)

L S B

V    ……….………...………..(2.21)

Keterangan:

V = Volume peledakan (m2) B = Burden (m)

S = Spacing (m) L = Tinggi jenjang (m) 11. Powder Factor

Powder factor dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

V n pc

pfde  ……….(2.22)

Keterangan:

V = Volume batuan yang diledakkan (M3) PC = Panjang lubang isian (m)

De = Loading density, kg/m n = Jumlah Lubang ledak PF = Powder factor, kg/ton

2.1.3 Fly Rock

Fly rock adalah salah satu dampak berbahaya dari peledakan di tambang terbuka. Prediksi jarak lemparan fly rock berperan penting dalam penentuan radius aman alat. Terjadinya fly rock yang berlebihan dari kegiatan peledakan bisa dibagi dalam tiga mekanisme keterjadiannya, dimana bisa karena kondisi kurang nya energi dalam kolom ledak, selain itu dapat terjadi juga jika perbandingan burden dengan dimeter lubang terlalu kecil, atau adanya zona lemah dibagian freeface. Pada mekanisme terjadinya fly rock karena adanya rifling potensi lemparan lebih ke arah atas, sementara pada fenomena face burst dan crater arah lemparan bisa terjadi pada sudut lebih rendah sehingga memungkinkan arah lemparan cukup jauh dan berdampak sangat berbahaya, sehingga perlu menjadi

(44)

perhatian lebih adalah sedemikian rupa kita harus bisa mengidentifikasi akan kemungkinan terjadi fenomena face burst dan cratering. Gambar 2.7 dibawah ini merupakan gambar tampak depan terjadinya fly rock.

Sumber: http://online.blasttraining.com (2020)

Gambar 2.7 Tampak depan terjadinya exces fly rock

Menurut pengujian yang telah dilakukan Richard dan Moore (2005), terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi terjadinya fly rock pada kegiatan peledakan yaitu:

1. Rifling

Rifling terjadi saat stemming sudah sesuai untuk mencegah fly rock secara cratering, namun material stemming yang digunakan kurang baik, dan biasanya disertai dengan noise (bunyi) ledakan yang tinggi. Fly rock disebabkan jenis material yang digunakan kurang sesuai dan terdapatnya bidang lemah disekitar lubang ledak maka terjadinya fly rock, batu yang terbang cendrung mengarah keatas dan terjadinya fly rock yang tinggi.

sin 2θ ……….……….(2.23)

Keterangan:

L = Lemparan maksimal (m) K = Konstanta

g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)

m = Jumlah isian bahan peledak dalam per delay (kg)

(45)

SH = Tinggi stemming (m)

θ = Launch angle from horizontal

Sumber: Richard dan Moore (2005)

Gambar 2.8 Burden yang Besar dan Top Priming Penyebab Fly rock 2. Cratering

Cratering terjadi saat tinggi stemming yang terlalu pendek serta terdapatnya bidang lemah pada lubang ledak. Bidang lemah tersebut biasanya merupakan material broken dari hasil peledakan sebelumnya. Berdasarkan kondisi tersebut maka fly rock dapat terlempar ke segala arah dari lubang ledak.

Gambar 2.9 memperlihatkan bidang lemah yang berpotensi menimbulkan fly rock.

………(2.24)

Keterangan:

L = Lemparan maksimal (m) k = Konstanta

g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)

m = Jumlah isian bahan peledak dalam per delay (kg) SH = Tinggi stemming (m)

(46)

Sumber: Richard dan Moore (2005)

Gambar 2.9 Efek Crater sebagai Penyebab Fly rock 3. Face bursting

Face bursting terjadi saat jarak burden pada baris depan peledakan di lapangan yang terkadang terlalu dekat sehingga menimbulkan potensi fly rock.

……….………(2.25)

Keterangan:

L = Lemparan maksimal (m) k = Konstanta

g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)

m = Jumlah isian bahan peledak dalam setiap peledakan (per delay) B = Burden awal (m)

2.1.4 Tinjauan Umum Perusahaan 1. Profil Perusahaan

PT. Bintang Sumatra Pacific adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang usaha pertambangan dan pengolahan batu andesit yang berlokasi di Nagari Manggilang Kecamatan Pangkalan Koto Baru Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat dengan luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) 6 Ha.

PT. Bintang Sumatra Pacific berdiri sejak bulan November 2013. Sejak pendirian perusahaan November 2013 dilakukan proses development yang dibutuhkan

(47)

dalam kegiatan pertambangan hingga Agustus 2015. Dalam proses penambangan tentu dilakukan proses pra produksi yang dilakukan sejak Agustus 2015 sampai Juli 2016 dan eksis dalam kegiatan pertambangan sejak Agustus 2016.

Koordinat IUP PT. Bintang Sumatra Pacific terletak pada 1000 44‘’ 1,2‘

garis bujur timur sampai 100° 44‘’ 59,9‘ garis bujur timur, dan 0° 1‘’ 1,1‘ garis lintang selatan sampai 0° 1‘’ 59,9‘ garis lintang selatan

2. Lokasi dan kesampaian daerah

PT. Bintang Sumatra Pacific yang merupakan salah satu perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Lima Puluh Kota. Kabupaten ini terletak dibagian timur wilayah Provinsi Sumatra Barat atau sekitar 124 km dari Kota Padang, ibu Kota Provinsi Sumatra Barat. Kabupaten Lima Puluh Kota terletak antara 0°25’28,71 LU dan 0°22’14,52 LS serta antara 100°15’44,10 – 100

°50’47,80 BT.

Lokasi kegiatan penambangan terletak di wilayah Jorong lubuk Jantan, Nagari Manggilang, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatra Barat, lokasi tersebut dapat ditempuh mengunakan transportasi darat dalam waktu 4 jam dari kota Padang. Untuk peta kesampaian daerah dapat dilihat pada lampiran G

3. Keadaan Morfologi

Daerah penambangan terdiri dari satuan perbukitan dan lembah. Daerah penambangan terletak pada ketinggian antara 200-350 mdpl perbukitan daerah penambangan, dengan lereng 15°45°. Pada bagian barat daerah penambangan terdapat anak sungai yang mengalir dengan lebar antara 1-5 m dan pola aliran

(48)

sungai pada umumnya sejajar (paralel) dan mendaun (dendritik). Vegetasi hampir 75% terdiri dari tanaman karet rakyat dan sisanya berupa pohon kecil dan semak belukar. Secara morfologi daerah penambangan dapat dibagi dalam 2 (dua) satuan morfologi, yaitu:

a. Satuan morfologi perbukitan sedang, yaitu dicirikan dengan adanya bukit- bukit bergelombang, berlereng landai yang mempunyai ketinggian antara 350 m sampai 700 m mdpl.

b. Satuan morfologi dataran, yaitu daerah yang relatif datar yang mempunyai ketinggian antara 250 m sampai 350 m mdpl. Umumnya satuan ini merupakan daerah perkotaan, perkampungan dan persawahan.

1. Keadaan geologi dan stratigrafi

Dilokasi kegiatan penambangan terdapat formasi sebagai berikut:

a. Formasi Ombilin, anggota bawah

Litologi: batu pasir kuarsa mengandung mika, pejal dan setempat mengalami malihan (kuarsit) Sispan Arkose, serpih abu-biru, konglomerat, kuarsa dan lapisan batubara.

b. Formasi satuan: andesite sampai basalt

Litologi: aliran lava tidak dipisah,breksi,aglomerat dan batuan hipabisal semuanya bersusunan andesit sampai basalt.

Untuk gambar peta geologi dapat dilihat pada lampran 1.

2. Tahapan Penambangan

Tahapan penambangan yang dilakukan oleh PT. Bintang Sumatera Pacifik menggunakan sistem tambang terbuka atau open pit. Dengan mengunakan metode

(49)

Quarry, metode ini adalah sistem tambang terbuka yang diterapkan untuk menambangan endapan bahan galian industri atau mineral seperti batu gamping, marmer, granit, andesit dan sebagainya.

Operasi Penambangan batu andesit yang dilakukan meliput tahap pembersihan lahan, penggalian tanah penutup, pemindahan tanah penutup (overburden), penambangan andesit, pengangkutan dan, proses peremukan (crushing), dan reklamasi

a. Pembersihan lahan (land clearing)

merupakan tahap awal dari kegiatan penambangan. Kegiatan pembersihan lahan ini mutlak dilakukan sebelum pembongkaran lapisan tanah penutup (overburden) dilakukan.Tujuan dari pembersihan lahan ini adalah untuk menyingkirkan pohon pohon besar maupun kecil, semak belukar dan bongkahan batuan di area yang akan di bongkar tanah penutupnya. Pembersihan lahan ini dilakukan menggunakan alat berat excavator dan bulldozer juga dilakukan penebangan menggunakan sinso.

b. Pengupasan tanah penutup (stripping overburden)

Pengupasan lapisan tanah penutup yaitu pemindahan suatu lapisan tanah atau batuan yang berada diatas cadangan bahan galian, agar bahan galian tersebut menjadi tersingkap. Untuk mewujudkan kondisi kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup yang baik diperlukan alat yang mendukung. Mengupas tanah penutup dilakukan dengan bulldozer D85E- 55, tanah penutup didorong dan dibuang ke arah lembah (disposal area)

(50)

yang terdekat, namun bila tumpukan hasil pengupasan ini jauh dari disposal area dapat dibantu dengan dump truck.

Gambar 2.10 Bulldozer D85E-55 c. Pemboran lubang ledak

Dalam kegiatan pemboran perlu ditentukan geometri lubang tembak yang meliputi burden, kadalaman, steaming, subdrilling, dan spasi.

Peralatan yang digunakan untuk kegiatan pemboran adalah crawler rock drill (CRD) Furukawa PCR 200 dan kompresor untuk alat penggerak CRD.

Gambar 2.11 CRD Furukawa PCR 200

(51)

d. Pemuatan (loading)

Pekerjaan ini dilakukan dengan alat muat mekanis, excavator komatsu pc 200 untuk memuat hasil kegiatan pembongkaran kedalam dump truck.

Gambar 2.12 Excavator Komatsu PC 200 e. Pengangkutan (transporting)

Bongkahan andesit diangkut ke lokasi peremukan (crusher) dengan hino ranger dump truck FM 245 JD New

Gambar 2.13 Hino Ranger Dump Truck FM 245 JD New

(52)

f. Peremukan (crusher)

Pengolahan andesit adalah dengan memperkecil ukurannya sesuai dengan kebutuhan, untuk kegiatan ini dilaksanakan melalui unit peremukan (crushing plant) tahapan pengolaan meliputi:

1) Peremukan dengan primary crusher seperti jaw crusher, cone crusher atau gyratory crusher yang dilanjutkan dengan secondary crusher.

2) Pengangkutan mengunakan ban berjalan (belt conveyor) 3) Pemisahan mengunakan ayak (screen)

4) penghalus ukuran dengan rotopactor

Gambar 2.14 Crusher

Dalam proses penambangan yang dilakukan PT. Bintang Sumatra Pacific menggunakan peledakan untuk memberaikan batuannya. Peledakan yang dilakukan pada PT. Bintang Sumatra Pacific menggunakan detonator elektrik dengan waktu tunda 1-10 m/s dengan jumlah lubang yang beragam dan biasanya dilakukan peledakan pada sore hari karena lamanya proses pengisian bahan peledak. Dibawah ini adalah kondisi lapangan saat melakukan peledakan:

(53)

Gambar 2.15 dibawah merupakan lokasi titik yang akan dilakukan pemboran untuk lubang ledak yang telah diukur burden dan spasinya.

Gambar 2.15 lokasi titik pemboran

Gambar 2.16 dibawah ini merupakan kegiatan pemboran dengan kedalaman lubang bor 6m, mengunakan dua buah batang bor dengan panjang 3m dan 3,5m.

Dimana PT. Bintang Sumatra Pacific menggunakan alat bor jenis crawler rock drill (CRD) furukawa PCR 200

Gambar 2.16 kegiatan pemboran lubang peledakan

Gambar 2.17 dibawah ini adalah salah satu lubang bor untuk peledakan dengan diameter 3 inch dan kedalaman 6m

(54)

Gambar 2.17 Lubang bor

Gambar 2.18 adalah detonator listrik yang digunakan pada PT. Bintang Sumatra Pacific dimana delay yang dipakai adalah delay 1-10

Gambar 2.18 Detonator listrik

Gambar 2.19 dibawah ini merupakan pengisian bahan peledak dengan memakai plastik liner dikarenakan lubang atau lokasi tempat peledakan basah atau berair. Tujuan dari memakai plastic liner supaya anfo yang digunakan tidak basah karena anfo sangat rentan sekali dengan air atau mudah larut ketika kena air. Hal ini akan mengakibatkan gagal ledak ketika anfo larut dalam air.

(55)

Gambar 2.19 pengisian bahan peledak

Gambar 2.20 dibawah ini merupakan blasting machine yang digunakan kobla 200. Dimana blasting machine merupakan sumber energi penghantar arus listrik menuju detonator. Cara kerja blasting machine pada umumnya didasarkan atas penyimpanan atau pengumpulan arus pada sejenis kapasitor dan arus tersebut dilepaskan seketika pada saat yang dikehendaki. Arus yang dilepas harus dapat mengatasi tahanan listrik didalam rangkaian peledakan, untuk itu perlu diketahui benar kapasitas BM yang akan digunakan jangan sampai kapasitasnya lebih kecil dibanding tahanan listrik seluruhnya.

Gambar 2.20 Blasting Machine

(56)

2.2 Karangka Konseptual

Berdasarkan dari landasan teori maka dapat dibuat kerangka konseptual sebagai berikut

Input Proses Output

1. Data Primer

a. Geometri peledakan

Burden

Stemming b. Titik koordinat

peledakan c. Titik koordinat

lemparan fly rock terjauh

d. Ukuran fly rock yang terlempar jauh 2. Data Sekunder

a. Sejarah dan profil prusahaan b. Peta lokasi

penambangan.

c. Peta topografi d. Peta kesampaian

daerah

e. kebutuhan bahan peledak, aksesoris yang digunakan f. spesifikasi bahan

peledak,

g. jenis bahan peledak yang digunakan h. geometri rancangan

1. Pengolahan radius lempar aktual menurut teori rhicard and moore.

Cara pengolahan dengan persamaan 2.23, 2.25, dan 2.25.

2. Pengolahan geomeri ideal menurut R.L.Ash dan C.J Konya.

Cara pengolahan dengan persamaan 2.8, 2.9, 2.10, 2.11, 2.12, 2.13, 2.14, 2.15, 2.16, 2.17, 2.18, dan 2.19.

3. Pengolahan radius aman fly rock berdasarkan geometri usulan.

Cara pengolahan dengan persamaan 2.23, 2.24, dan 2.25.

1. Mendapatkan jarak aman fly rock aktual.

2. Mendapatkan geometri ideal 3. Mendapatkan jarak

aman fly rock berdasarkan geometri usulan.

Referensi

Dokumen terkait

Penilik yang melaksanakan tugas satu tingkat di bawah jenjang jabatannya, angka kredit yang diperoleh ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari angka kredit

Untuk meningkkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh, pemerintah pusat dan daerah perlu meningkatkan penggunaan dana alokasi khusus (DAK) untuk meningkatkan

Sejalan dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor-faktor pengembangan karir yang terdiri

Alur pemakaian dari sistem ini adalah admin melakukan input username dan password untuk login ke sistem, setelah masuk ke sistem admin dapat mengelola

Merujuk pada Panduan Prinsip-Prinsip Pengarusutamaan Gender, Dimensi dan Prioritas Untuk Mencegah Kekerasan Ekstremisme yang diterbitkan Komisi Perempuan PBB upaya

* Laporan Keuangan diatas disajikan sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia

Fasilitas parkir di dalam ruang milik jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah (KTI) yang berjudul: STUDI CROSS SECTIONAL KOMPOSISI TUBUH DAN MANIFESTASI ORAL PADA PENDERITA HIV/AIDS STADIUM 3 DAN 4