• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Remaja sering kali dianggap sebagai masa peralihan dimana seorang anak tumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa, baik secara fisik maupun psikis. (Gunarsa, 2006). Dalam skripsi milik Moh. Hamam Nasrudin yang berjudul “Pengaruh Konformitas Teman Sebaya Terhadap Perilaku Deliquency Minum-Minuman Keras Pada Remaja Desa Kranding Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri” menjelaskan bahwa menurut para ahli psikologi, pada umumnya seseorang dapat dikategorikan sebagai remaja ketika mereka berusia 12-21 tahun. Pada masa ini remaja mulai memiliki cara berpikir mereka sendiri. Bagaimana mereka memikirkan tentang masa depan hingga mulai tertarik pada banyak hal dan akhirnya berani mengambil keputusan sendiri.

Tentu hal seperti itu merupakan suatu kewajaran yang dilakukan oleh remaja dalam proses peralihan tersebut. Mengingat mereka juga berada dalam fase pencarian jati diri. Cara berpikir seseorang dapat terbentuk berdasarkan nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga, teman, ataupun lingkungan. Nilai-nilai tersebut dapat terlihat saat seseorang bersosialisasi. Apabila nilai yang ditanamkan tidak baik maka hasilnya juga akan berbanding lurus dengan apa yang ditanam seperti perilaku bullying. (Zakiyah, Sahadi Humaedi, dan Meilanny Budiarto, 2017).

Perundungan dan kekerasan atau yang lebih dikenal dengan sebutan bullying ini dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berasal dari kata merundung yang berarti mengganggu, mengusik terus-menerus, dan menyusahkan. Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya (Sejiwa, 2008). Sebagai bentuk kesulitan masa kanak-kanak, bullying dapat mencakup agresi yang bersifat fisik (memukul, tersandung), verbal (menyebut nama, menggoda), atau relasi/sosial (menyebaran isu, meninggalkan kelompok.).

Bullying juga dapat terjadi melalui penggunaan teknologi, yang disebut bullying elektronik atau cyberbullying. Seorang anak muda bisa menjadi pelaku, korban, atau keduanya (juga dikenal sebagai “perundung/korban”) (CDC, 2014). Kini kasus bullying telah menjadi salah satu kasus yang menyita perhatian di Indonesia. Dikutip

(2)

2 dari CNN Indonesia tahun 2019, bahwa sebanyak 41 persen siswa Indonesia dilaporkan pernah mengalami perundungan, setidaknya beberapa kali dalam sebulan.

Gambar 1. 1 Diagram Persentase Murid yang Mengalami Perundungan

sumber: databoks.katadata.co.id 2018

Data diatas merupakan hasil dari riset yang dilakukan oleh PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018 lalu. Data hasil riset tersebut menunjukan persentase murid yang mengaku pernah mendapat perlakuan bullying di Indonesia sebesar 41,1 persen. Persentase angka perundungan siswa di Indonesia ini berada di atas angka rata-rata negara OECD (Organisation of Economic Co-operation and Development) sebesar 23 persen. Selain itu, Indonesia berada di tingkat kelima tertinggi setelah Maroko dari 78 negara dengan pengakuan murid atas perilaku bullying.

Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat yang diungkapkan langsung oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) bahwa sepanjang tahun 2019 lalu pengaduan kasus kekerasan yang diterima oleh KPAI sebanyak 153 kasus termasuk anak korban kebijakan, anak korban kekerasan, dan bullying. KPAI mencatat dalam

(3)

3 kurun waktu 9 tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak. Untuk bullying baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat. (KPAI, 2020).

Mengawali tahun 2020 ini Indonesia sudah digemparkan dengan beberapa kasus bullying yang menyita perhatian publik. Seperti yang terjadi pada kasus bullying yang menimpa MS (disamarkan) seorang siswa SMPN 16 Kota Malang yang dianiaya oleh ketujuh temannya. Ia menjadi korban perundungan yang berakibat cukup fatal karena mengharuskan jari tengahnya diamputasi. Selain itu dampak dari perundungan tersebut masih dirasakan oleh MS. Paska menjalani operasi amputasi untuk jari tengahnya, MS masih harus didampingi oleh psikolog dan pekerja sosial. (CNN Indonesia, 2020)

Kasus lain datang dari siswi SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo bernama Cahya Anugraheni yang mendapat perlakuan tidak pantas dari tiga orang siswa lain di kelasnya. Kasus tersebut terbongkar setelah tersebarnya video yang menjadi bukti atas aksi perundungan yang sudah berlangsung cukup lama sekitar empat bulan. Dalam video tersebut memperlihatkan Cahya yang menjadi korban sedang duduk sedikit membungkuk dengan tangan dilipat di atas meja. Terlihat tiga orang siswa lain melakukan tindakan perundungan yang menjurus kepada tindak penganiayaan. Cahya dipukul menggunakan tangan dan sesekali dengan gagang sapu.

Selain itu ketiga pelaku juga menendang Cahya secara bergantian. Cahya sering mengeluh merasakan sakit pada tubuhnya kepada pamannya namun Cahya sendiri tidak berani melawan para perundung tersebut. (Liputan6, 2020)

Kasus diatas merupakan contoh dari kasus perundungan pada remaja yang muncul ke publik pada awal tahun 2020 dan sisanya masih belum muncul ke permukaan. Bullying masih terus terjadi dikarenakan berbagai macam penyebab.

Lingkungan sosial atau bahkan pihak lain seperti sekolah juga kerap mengabaikan perilaku bullying ini dan menganggap hal seperti itu merupakan hal yang biasa saja.

Kondisi serta nilai yang ditanamkan oleh orang tua kepada anak juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak itu sendiri saat di masa depan. Pola pikir yang terbentuk atas tindakan secara verbal maupun nonverbal yang diperlihatkan kepada anak berkemungkinan besar sangat berpengaruh pada proses perkembangan anak terutama remaja. Pola pikir remaja yang cenderung belum matang

(4)

4 dan ego yang tinggi kemudian menyimpulkan keputusan yang salah. Pelaku yang melakukan aksi perundungan pada akhirnya berspekulasi bahwa apa yang dilakukannya hanya sekedar candaan belaka dan tidak akan menyakiti korbannya.

Bullying dilakukan atas dasar senioritas atau dengan anggapan ‘teman’. Bagi para pelaku tindakan bullying bukanlah masalah besar.

Berbeda halnya dengan korban bullying. Fenomena bullying ini semakin hari semakin mengkhawatirkan terlebih dengan efek yang ditimbulkan setelah aksi bully.

Rasa sakit secara fisik dan mental tidak dengan mudah disembuhkan dan akan terus terikat dengan korban. Untuk beberapa kasus dimana korban bullying mendapat tindak kekerasan dapat secara bertahap pulih secara fisik mereka tapi tidak dengan mental mereka. Seperti yang dialami oleh narasumber peneliti, perundungan secara verbal tidaklah kalah menyakitkan dengan perundungan secara non-verbal.

“…akhirnya waktu istirahat kedua kalau gak salah didatangin sambil divideo sama temen-temennya terus yaa ngomong banyak kata-kata kasar, kakinya di depan aku.” (Iqlima Maula, 18 April 2021)

“Sedih dong aku, masuk madrasah itu anak SD masih pake baju muslim baru masih bagus itu sampai dihancurin, rok aku sobek-sobek sampai akhirnya dibikin celana. Separah itu, fisik itu hari pertama. Dihari kedua lebih parah sampai ditonjok-tonjokin, kayak di film-film gitu, dipojokin terus dipukulin, diejek gitu.” (Justi Sofia, 24 Juni 2021)

Seperti yang diketahui bahwasanya jika melakukan sesuatu maka akan menimbulkan sebuah akibat, tergantung bagaimana pribadi itu sendiri. Sama halnya dengan tindakan perundungan yang dapat menimbulkan akibat terlebih kepada korban-korbannya. Hal ini dikuatkan oleh CDC (2014), bahwa bullying dapat mengakibatkan cedera fisik, tekanan sosial dan emosional, melukai diri sendiri bahkan kematian. Hal ini juga dapat meningkatkan risiko depresi, kegelisahan, kesulitan tidur, prestasi akademik yang lebih rendah, dan putus sekolah. (CDC, 2014). Dampak yang ditimbulkan akibat tindak perundungan akan mempengaruhi proses perkembangan diri mereka terlebih dalam pembentukan konsep diri. Walgito (1993) mengatakan bahwa terbentuknya konsep diri akan mempengaruhi harga dirinya. Dengan konsep dirinya ini individu mengevaluasi pengalaman-pengalamannya yang berkaitan dengan penerimaan dan penghargaan orang lain terhadap dirinya. Bila umpan balik yang

(5)

5 diperolehnya positif, maka individu akan mengembangkan harga diri yang baik pula terhadap dirinya sendiri.

Masing-masing korban bullying memiliki caranya tersendiri untuk pulih dari kejadian masa lalunya. Menjadikan tindakan bullying yang pernah mereka alami dulu sebagai pembelajaran agar menjadi pribadi yang lebih kuat menghadapi masalah dikemudian hari atau justru sebaliknya ia merasakan trauma akan kejadian yang lalu.

Tergantung pada bagaimana cara diri mereka membuat kesepakatan dan berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Cara mereka melakukan komunikasi interpersonal juga menjadi penentu konsep diri seperti apa yang akan mereka bangun.

Menurut narasumber, aksi perundungan yang terjadi pada dirinya membuat narasumber merasakan rasa takut dan tidak aman. Hal itu juga yang dapat mempengaruhi proses pembentukan konsep diri narasumber dikemudian hari.

Narasumber yang dibutuhkan oleh peneliti tentunya remaja dari rentang usia 18-22 tahun. Remaja ini pernah menjadi korban dari perundungan dimasa lalu seperti saat mereka masih bersekolah.

Peneliti ingin mengetahui lebih mendalam bagaimana komunikasi interpersonal dalam keluarga korban kasus bullying. Peneliti memilih tema mengenai bullying karena kasus bullying di Indonesia terutama di kota Bandung itu sendiri sudah sangat mengkhawatirkan dan dampak yang dihasilkan tidaklah main-main. Seperti yang dikatakan oleh salah satu narasumber peneliti mengenai apa yang dirasakannya akibat tindakan perundungan yang sempat dialami.

“…sampai pengen ngulitin kulit aku, aku cakar-cakar gitu. Bingung emang berpengaruh apa sama hidup kalian? Tidak layak hidupkah kulit hitam? Aku mikir kalau aku nih anak pungut. Sampai sempet nih udah capek, aku dibully, mamah aku galak, aku terpikirkan buat bunuh diri…” (Justi Sofia, 24 Juni 2021)

Bullying merupakan tindakan yang dapat menimbulkan dampak kepada korbannya. Dampak yang dirasakan para narasumber dapat secara lansung mempengaruhi fisik dan mental mereka. Terluka secara fisik mungkin dapat diobati namun bukan berarti hal tersebut juga dapat dianggap remeh. Dibandingkan dengan dampak yang mempengaruhi kesehatan mental korban, dapat dikategorikan dalam golongan berat karena proses penyembuhan membutuhkan waktu yang lebih lama.

(6)

6 Selain itu timbulnya rasa trauma dapat memperparah proses penyembuhan dikarenakan korban harus mengembalikan hal-hal yang hilang dari diri mereka seperti kepercayaan diri, rasa aman terhadap sekitar, dan bahkan konsep diri. Setelah mendapatkan perilaku bully, para narasumber merasa sulit melakukan sesuatu dengan leluasa terutama bersosialisasi. Tindakan perundungan yang pernah dialami oleh korban mempengaruhi cara mereka berkembang dalam proses pembentukan konsep diri. Berkomunikasi dengan keluarga bukanlah hal mudah terlebih mereka berada diumur yang tergolong muda. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai bagaimana komunikasi interpersonal tentang pembentukan konsep diri remaja pada korban bullying.

1.2. Fokus Penelitian

Bagaimana komunikasi interpersonal dalam pembentukan konsep diri remaja korban bullying?

1.3. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan sebelumnya, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi interpersonal dalam pembentukan konsep diri remaja korban perundungan dan hambatan yang dialami oleh informan kunci agar dapat membuka diri kepada orang lain terhadap masalah yang dilalui. Komunikasi interpersonal memiliki beberapa ciri terhadap efektifitasnya seperti keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan kesetaraan.

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk menggambarkan komunikasi interpersonal dalam pembentukan konsep diri remaja korban bullying.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan dalam ilmu komunikasi. Tepatnya pada mata kuliah

(7)

7 psikologi komunikasi mengenai bagaimana komunikasi interpersonal pada remaja korban bullying dalam pembentukan konsep diri mereka sendiri.

1.5.2. Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai pengaruh bullying terhadap proses pembentukan konsep diri remaja korban bullying.

1.6. Waktu dan Periode Penelitian

Waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian ini dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2020. Berikut waktu penelitian ditampilkan dalam tabel:

Tabel 1. 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No. Kegiatan

Bulan ke 5

(2020) 6 7 8 9 10 11 12 1

(2021) 2 3 4 5 6 7 8 9 1. Mencari topik

penelitian

2. Penyusunan Bab I, II, II

3.

Pendaftaran DE (Desk Evaluation)

4. Melakukan Wawancara

5.

Mengelola Hasil Wawancara

6. Penyusunan Bab IV & V

7. Pendaftaran sidang skripsi

Gambar

Gambar 1. 1 Diagram Persentase Murid yang Mengalami Perundungan
Tabel 1. 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

[r]

“Kecuali mengenai Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Labuan dan Putrajaya, hukum Syarak dan undang-undang diri dan keluarga bagi orang yang menganut agama Islam,

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Sehubungan dengan Surat Penawaran Saudara pada Paket Pekerjaan Pengadaan Bahan Bangunan di Kecamatan Sei Menggaris pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Dalam pelaksanaan Program Induksi, pembimbing ditunjuk oleh kepala sekolah/madrasah dengan kriteria memiliki kompetensi sebagai guru profesional; pengalaman mengajar

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan manajemen strategi untuk mengetahui lingkungan perusahaan