• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI OLEH MEGAPIO S. SITOMPUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI OLEH MEGAPIO S. SITOMPUL"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY, CORPORATE GOVERNANCE, KOMPENSASI EKSEKUTIF, DAN POLITICAL

COST TERHADAP PRAKTIK PENGHINDARAN PAJAK PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG

TERDAFTAR DI PASAR MODAL INDONESIA PERIODE

2017-2019

OLEH

MEGAPIO S. SITOMPUL 170503077

PROGRAM STUDI STRATA-1 DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)

Telah diuji pada Tanggal 05 Mei 2021

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua Penguji : Drs. M. Lian Dalimunthe, Mec.Ac, Ak, CPA Penguji : Drs. Hasan Sakti Siregar, M.si, Ak

Pembanding : Risanty, SE.,M.si, Ak

(5)
(6)

ABSTRAK

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY, CORPORATE GOVERNANCE, KOMPENSASI EKSEKUTIF, DAN POLITICAL

COST TERHADAP PRAKTIK PENGHINDARAN PAJAK PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG

TERDAFTAR DI PASAR MODAL INDONESIA PERIODE

2017-2019

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh corporate social responsibility, corporate governance, kompensasi eksekutif, dan poltical cost terhadap praktik penghindaran pajak. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di pasar modal Indonesia periode 2017- 2019.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, uji regresi dan uji hipotesis. Variabel independen dalam penelitian ini adalah corporate social responsibility, corporate governance, kompensasi eksekutif, dan poltical cost sedangkan variabel dependennya adalah praktik penghindaran pajak dengan jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 43 perusahaan dengan menggunakan purposive sampling diperoleh 26 perusahaan sebagai sampel dari tahun 2017 sampai dengan 2019. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel corporate governance dan political cost berpengaruh positif dan signifikan terhadap praktik penghindaran pajak, variabel kompensasi eksekutif berpengaruh negatif dan signifikan terhadap praktik penghindaran pajak dan corporate social responsibility tidak berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Pasar Modal Indonesia. Secara simultan corporate social responsibility, corporate governance, kompensasi eksekutif, dan poltical cost dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Pasar Modal Indonesia.

Kata kunci: Praktik Penghindaran Pajak , Corporate Social Responsibility,

Corporate Governance, Kompensasi Eksekutif, Dan Political

Cost.

(7)

ABSTRACT

THE EFFECT OF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY, CORPORATE GOVERNANCE, EXECUTIVE COMPENSATION, AND POLITICAL

COST ON TAX AVOIDANCE OF BANKING COMPANY ON INDONESIA CAPITAL MARKET PERIOD

2017-2019

This study is aimed to determine the effect of corporate social responsibility, corporate governance, executive compensation, and political cost toward tax avoidance. The population of this study is banking company on the indonesia capital market period 2017-2019.

Research method in this thesis is descriptive statistical analysis, classical assumption test, regeresis test and hypothesis test. Independent variable in this research are the corporate social responsibility, corporate governance, executive compensation, and political cost while dependent variable is tax avoidance, with the total population of this study as many as 43 companies using purposive sampling obtained 26 companies as a sample from 2017 to 2019. The type of data used is secondary data.

The results of this study indicate that partially the corporate governance and political cost variables significantly positively influence the tax avoidance, executive compensation has a significant negative effect on tax avoidance while corporate social responsibility has no significant effect on tax avoidance on banking company on Indonesia Capital Market. Simultaneously the corporate social responsibility, corporate governance, executive compensation, and political cost significantly influence the tax avoidance of the Banking Company on Indonesia Capital Market.

Keywords: Tax Avoidance, Corporate Social Responsibility, Corporate

Governance, Executive Compensation, And Political Cost

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih setia dan anugerahNya kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul

“Pengaruh Corporate Social Responsibility, Corporate Governance, Kompensasi Eksekutif, Dan Poltical Cost Terhadap Praktik Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Pasar Modal Indonesia Periode 2017-2019” untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini peneliti persembahkan untuk Orangtua terkasih, Ayahanda Hotmarluas Sitompul dan Ibunda Hotlyn Panggabean. Terima kasih telah membesarkan, mendidik, dan memberikan dukungan moral dan materil serta kasih sayang dan doa yang tidak ternilai kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi.

Dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Fadli, SE., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., CPA selaku Ketua Departemen/Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec, Ac, Ak, CPA , selaku

Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam

memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi serta saran kepada

(9)

peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.si, Ak selaku Dosen Penguji dan Ibu Risanty, SE, M.si, Ak, selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Kepada Bapak dan Ibu Dosen Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmunya kepada peneliti selama mengikuti perkuliahan serta staf dan pegawai yang telah banyak membantu selama proses penulisan skripsi.

6. Teristimewa peneliti ucapkan kepada kakak-kakak terkasih, Lola Sitompul, S.Sos, M.Si, Rani Martina Sitompul, SE, Tio Winda Sitompul, SE, Alfria Sitompul, SE , Putri Marito Sitompul, SE, Citra Riris Sitompul, SE, dan adik terkasih Kasih Dompu Sitompul yang senantiasa mendukung memotivasi, serta memberi semangat dan dukungan yang luar biasa dalam penyelesaian skripsi ini.

Kepada Bapak H. Nababan, Bapak T. Sihombing, Ibu E. Sitorus, Ibu F. Hutagalung, Ibu R. Hutapea dan Alm. Bapak E. Sitompul yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada peneliti.

Teman- teman terkasih Ester, Khesya, Monic, Rudy, Siska, Winna,

Wynda, Yohanna, Nathalia, Yose, Ettriana, Puji, Geo, Chandra,

Bang Fai, Ka Mega, dan Wahyu yang senantiasa menolong dan

selalu memberikan semangat

(10)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Mei 2021 Peneliti

Megapio S. Sitompul

NIM.170503077

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

Bab I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 14

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Manfaat Penelitian ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1 Landasan Teori ... 16

2.1.1 Teori Legitimasi ... 16

2.1.2 Teori Agency ... 17

2.1.3 Hipotesis Biaya Politik ... 18

2.1.4 Pajak ... 19

2.1.5 Penghindaran Pajak ... 25

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penghindaran Pajak ... 30

2.1.6.1 Corporate Social Responsibility ... 30

2.1.6.2 Corporate Governance ... 31

2.1.6.3 Kompensasi Eksekutif ... 32

2.1.6.4 Political Cost ... 34

2.2 Penelitian Terdahulu ... 34

2.3 Kerangka Konseptual ... 39

2.3.1 Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Praktik Penghindaran Pajak ... 40

2.3.2 Pengaruh Corporate Governance Terhadap Praktik Penghindaran Pajak ... 40

2.3.3 Pengaruh Kompensasi Eksekutif Terhadap Praktik Penghindaran Pajak ... 41

2.3.4 Pengaruh Political Cost Terhadap Praktik Penghindaran Pajak ... 41

2.4 Hipotesis Penelitian ... 42

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 43

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

(12)

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.5 Defenisi Operasional ... 44

3.5.1 Variabel Dependen ... 44

3.5.2 Variabel Independen ... 45

3.6 Skala Pengukuran Variabel ... 48

3.7 Populasi dan Sampel Penelitian ... 50

3.8 Teknik Analisis Data ... 51

3.8.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 51

3.8.2 Uji Asumsi Klasik ... 52

3.8.2.1 Uji Normalitas ... 52

3.8.2.2 Uji Multikolinearitas ... 54

3.8.2.3 Uji Autokorelasi... 55

3.8.2.4 Uji Heteroskedastisitas ... 55

3.8.4 Pengujian Hipotesis ... 57

3.8.4.1 Uji Koefisien Determinasi (R²)... 57

3.8.4.2 Uji Signifikansi Simultan (F-Test) ... 57

3.8.4.3 Uji Signifikansi Parsial (t-Test) ... 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

4.1 Data Penelitian ... 59

4.2 Analisis Data ... 59

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 59

4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 61

4.2.2.1 Uji Normalitas ... 62

4.2.2.2 Uji Multikolinearitas ... 64

4.2.2.3 Uji Autokorelasi ... 65

4.2.2.4 Uji Heteroskedastisitas ... 66

4.2.3 Analisis Regresi Linear Berganda ... 67

4.2.4 Uji Hipotesis... 69

4.2.4.1 Uji Koefisien Determinasi (R²) ... 69

4.2.4.2 Uji Signifikansi Simultan (F-Test) ... 71

4.2.4.3 Uji signifikansi Simultan (t-Test) ... 72

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Keterbatasan ... 78

5.3 Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81

LAMPIRAN ... 87

(13)

DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Halaman

1.1 Research Gap Penghindaran Pajak ... 11

2.1 Penelitian Terdahulu ... 34

3.1 Daftar Sampel Penelitian ... 48

3.2 Defenisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 50

3.3 Dasar Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi... 56

4.1 Statistik Deskriptif ... 59

4.2 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogrov Smirnov Test ... 64

4.3 Hasil Uji Multikolinieritas ... 65

4.4 Uji Autokorelasi ... 66

4.5 Koefisien Regresi Linear Berganda ... 68

4.6 Uji Koefisien Determinasi (R²) ... 70

4.7 Hasil Uji F ... 71

4.8 Hasil Uji t ... 72

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 39

4.1 Grafik Histogram ... 62

4.2 Normal Plot ... 63

4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 67

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No.Lampiran Judul Halaman

1 Bank Yang Memiliki Cabang di Luar Negeri... 87

2 Indikator CSR (Ekonomi dan Sosial) ... 90

3 Daftar Populasi dan Pengambilan Sampel ... 96

4 Data Penelitian Variabel ... 98

5 Hasil Output Spss ... ... 101

6 Tabel Distribusi F ... ... 106

7 Tabel distribusi t . ... ... 112

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan pajak semakin penting dan strategis dari tahun ke tahun sebagai sumber utama pendapatan negara di dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sebagai negara demokrasi, Indonesia menjunjung tinggi hak partisipasi rakyat dalam pembiayaan pemerintahan dan pembangunan untuk memakmurkan rakyat. Untuk itu, selaras dengan kesetaraan warga dan aparatur negara dimata hukum serta sejalan dengan apa yang diterapkan oleh beberapa negara maju, sejak 1984 Indonesia menerapkan sistem pajak modern self assessment yang efektif dan efisien berlandaskan prinsip voluntary compliance.

Sistem ini membangun asumsi jumlah pajak terutang dan jumlah yang telah dibayarkan, yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) para wajib pajak (WP) adalah jumlah pajak yang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, kecuali ada indikasi yang dapat membuktikan sebaliknya.

Dengan sifat multi disiplinnya, maka atas istilah “pajak” tidak ada arti tunggal yang pas untuk semua tujuan dan konteks. Menurut Larking (2005, International Tax Glossary) menyebut pajak sebagai pungutan pemerintah berdasar Undang-undang (UU) tanpa imbalan dan bukan sanksi atau denda kecuali ada pelanggaran administrasi atau pidana pajak.

Pasal 1 angka 1 UU 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan stdtd UU 16/2009 (UU KUP) menyebut pajak sebagai kontribusi

(17)

wajib pada negara yang terutang orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasar UU tanpa imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Secara operasional, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) (dari International Tax Glossary,2005) mengartikan pajak sebagai pembayaran pada pemerintah tanpa imbalan. Dari aspek ekonomi, Soemitro (dalam Saidi, 2011, Pembaharuan Hukum Pajak) menyebut pajak sebagai transfer aset privat ke sektor public berdasar UU yang dapat dipaksakan tanpa balas jasa langsung untuk pembiayaan umum, mendorong, atau mengendalikan kegiatan di luar keuangan negara.

Musgrave (1989, Public Finance in Theory and Practice) menyebut pajak sebagai pembayaran atau transfer sumber daya sektor privat tanpa imbalan langsung atau sebagai penarikan pemerintah dari sektor swasta tanpa menimbulkan utang kepada pembayar. Secara hukum, Soemitro menyebut pajak sebagai perikatan berdasar UU yang mewajibkan orang dengan syarat tertentu (tatsbestand, tax nexus/connection/allegiance) membayar uang ke negara yang dapat dipaksakan, guna membiayai kepentingan umum. Dari hukum administrasi, UU Pajak menimbulkan hubungan fiscal antara negara sebagai pemegang yurisdiksi pemajakan dengan WP sebagai debitor pajak untuk membayar utang pajak jika terpenuhi persyaratan sesuai ketentuan. Paradigma utang pajak timbul karena UU (bukan ketetapan) dibakukan dalam sistem self assessment sejak reformasi pajak 1983.

Indonesia, per 10 Februari 2020, naik status menjadi negara maju versi

Amerika Serikat. Dari penguasaan sumber daya ekonomi oleh negara melalui total

(18)

penerimaan pajak, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyebut kriteria rentang tax ratio (penerimaan pajak: PDB) negara maju 19,9% - 50,7%. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut PDB per kapita Indonesia tahun 2019 sekitar USD 4.174,9 atau Rp59,1 juta dan OECD menyebut tax ratio 12,3%.

Dari PDB, pangsa ekspor, dan penguasaan sumber daya ekonomi (tax ratio), Indonesia belum memenuhi kriteria negara maju. Untuk meningkatkan porsi penguasaan sumber daya ekonomi melalui tax ratio bukanlah suatu hal yang mudah. Alink & Victor (Handbook on Tax Administration, 2015, IBFD) menyebut beberapa penghambat salah satunya lemahnya lembaga administrasi pajak. Untuk menaikkan kenerja pajak, Deklasari Doha International Conference on Financing for Development, Qatar, Tahun 2008 (dalam Gunadi, 2020) merekomendasikan empat unsur perbaikan administrasi salah satunya efektivitas pencegahan penghindaran dan penyelundupan pajak.

Sistem pajak yang baik dan administrasi pajak yang tepat menjadi prakondisi peningkatan rasio pajak secara memadai sehingga negara berfungsi efektif menyediakan barang publik dan pembangunan memakmurkan rakyat.

Banyak negara berkembang, termasuk Indonesia belum secara signifikan mampu meningkatkan penerimaan pajak dan sepenuhnya membiayai pengeluaran publik dan pembangunan.

Di Indonesia praktik penghindaran pajak bukanlah sesuatu hal yang baru.

Penghindaran pajak adalah upaya wajib pajak dalam memanfaatkan celah hukum

dengan tujuan untuk memperkecil pajak yang harus dibayarkan. Celah hukum

yang dimanfaatkan wajib pajak dapat terjadi akibat ketiadaan aturan yang jelas

(19)

mengenai suatu skema atau transaksi. Suatu tindakan wajib pajak dapat dikatakan sebagai penghindaran pajak jika motif dari suatu transaksi atau skema yang dibuat oleh wajib pajak tidak memiliki substansi bisnis atau alasan personal (Tooma, 2008, 12-13). Penghindaran pajak ini dapat dikatakan persoalan yang rumit karena disatu sisi diizinkan tetapi disisi lain tidak diinginkan.

Walaupun secara fiskal ekonomis mengurangi penerimaan, Chelvaturi (dalam Gunadi, 2020) berpendapat bahwa penghindaran pajak masih berada dalam bingkai hukum. Dalam praktik, penghindaran juga dapat merujuk pada pengurangan jumlah pajak terutang melalui rekayasa artifisial transaksi personal bisnis. Hakim Redy dari India (dalam Gunadi, 2020) menyebut penghindaran sebagai seni mengurangi atau mengeleminasi utang pajak tanpa melaggar hukum (bebas dari kewajiban bayar pajak tanpa menghindari utang pajak).

Di Indonesia, perbankan tidak lepas dari praktik penghindaran pajak. Bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa- jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang ( Rindjin, 2012: 13).

Pengertian bank menurut PSAK No. 31, bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak- pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak- pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.

Jadi peneliti dapat menyimpulkan bahwa bank adalah lembaga keuangan

yang menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan

(20)

menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan atau kekurangan dana serta bank berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.

Terdapat banyak fenomena penghindaran pajak yang dilakukan oleh industri perbankan. Menurut Ah Maftuchan (2014) potensi kerugian negara dari penerimaan pajak dari sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnnya tiap tahunnya lebih kurang Rp 10 triliun hingga Rp 12 triliun. Salah satu kasus yang muncul kepermukaan terkait pajak yang merugikan negara adalah kasus pajak Bank Central Asia (BCA) dimana kerugian negara capai triliunan rupiah. Kasus ini diawali oleh keberatan BCA terhadap koreksi pajak yang dilakukan oleh DJP, dimana BCA menganggap bahwa hasil koreksi DJP terhadap laba fiskal Rp. 6,78 triliun harus dikurangi sebesar Rp. 5,77 triliun karena BCA sudah melakukan transaksi pengalihan asset ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Tetapi pengalihan aset tersebut masih menyisakan kejanggalan, pasalnya jika melihat laporan keuangan BCA, terdapat kejanggalan yang indikasinya mengarah ke modus pengelakan (tax evasion) dan atau penghindaran pajak (tax avoidance).

Banyak trik yang dilakukan para wajib pajak untuk menghindari pembayaran pajak sesuai ketentuan. Salah satunya adalah dengan mendirikan perusahaan afiliasi dan memilih mendirikan kantor di negara berpajak rendah.

Beberapa bank di Indonesia juga membuka cabang diluar negri dimana negara

tersebut dijuluki sebagai Tax Haven Country. Undang- undang PPH No. 36 tahun

2008 pasal 18 (3c) menyatakan bahwa

(21)

Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company atau special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.

Perusahaan yang menempatkan aset mereka ke negara-negara surga pajak itu artinya perusahaan tersebut sedang berusaha melakukan penghindaran pajak.

Beberapa negara yang merupakan negara tax haven menurut DDTC News (2016) adalah: Bermuda, The Cayman Islands, Belanda, Swiss, Singapura, Irlandia, Luksemburg, Curacao, Hong Kong, Cyprus, Bahama, Jersey, Barbados, Mauritius, The British Virgin Island. Bank- bank yang memiliki cabang atau perusahaan afiliasi di negara tax haven dapat dilihat di lampiran.

Dalam menjalankan fungsi intermediarynya, potensi penghindaran pajak dalam industri perbankan dapat terjadi dalam konteks : (i) bank sebagai pelaku penghindaran pajak dengan berbagai skema; dan (ii) bank sebagai perantara yang digunakan oleh pihak ketiga untuk melakukan praktik penghindaran pajak.

Beberapa skema yang mungkin terjadi atas praktik penghindaran pajak dimana bank bertindak sebagai pelaku misalnya : (i) penerimaan pinjaman dari pihak afiliasi yang memiliki kegiatan usaha yang sama (interbank loan); (ii) penahanan dividen kepada pemilik saham (branch profit tax); dan (iii) pembukaan cabang di negara yang digolongkan sebagai tax haven countries.

Dalam pengawasan kewajiban perpajakan terutama terkait praktik

penghindaran pajak, adanya kerahasiaan bank perlu mendapat perhatian penting.

(22)

Dengan dicabutnya PER-01/PJ/2015, Direktorat Jenderal Pajak mengalami keterbatasan mengenai kerahasiaan perbankan dalam pemeriksaan pajak sehingga mampu memberi celah lebih kepada perusahaan perbankan untuk melakukan penghindaran pajak.

Corporate Social Responsibility merupakan proses mengkomunikasikan dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi perusahaan terhadap kelompok yang berkepentingan terhadap perusahaan secara keseluruhan (Arthana 2013). Konsep legitimasi menunjukkan adanya tanggungjawab perusahaan terhadap masyarakat. Perusahaan sadar akan keberlangsungan hidupnya berhubungan juga dengan citra perusahaan di mata masyarakat untuk keberlangsungan hidupnya. Untuk bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya, perusahaan mengupayakan sejenis legitimasi atau pengakuan baik dari investor, kreditor, konsumen, pemerintah maupun masyarakat sekitar (Hidayati dan Murni 2009).

Teori legitimasi inilah yang kemudian mendasari hubungan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan penghindaran pajak. Corporate Social Responsibility (CSR) yang merupakan salah satu implementasi Good Corporate Governance GCG harus diterapkan secara etis untuk keberlangsungan perusahaan.

Semakin tinggi tingkat pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)

suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pula reputasi perusahaan di mata

masyarakat. Menurut Winarsih dan Kusufi (2014) reputasi baik juga akan

diperoleh dari hal pembayaran pajaknya. Watson (2011) dalam penelitiannya

membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki pengungkapan Corporate Social

(23)

Responsibility (CSR) yang tinggi cenderung kurang agresif dalam praktek penghindaran pajaknya dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) yang rendah. Menurut Maraya dan Reni (2016) Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh positif terhadap praktik penghindaran pajak. Sedangkan menurut Mahanani dkk (2017), Corporate Social Responsibility (CSR) tidak berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak

Berdasarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), perusahaan

dan termasuk didalamnya perbankan dituntut untuk memperbaiki dan

meningkatkan daya saing secara nasional maupun internasional sehingga

meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan

pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan. Sehubungan dengan hal

tersebut, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF)

memperkenalkan konsep Good Corporate Governance (GCG). Menurut Sartori

(2010) perusahaan yang memiliki mekanisme corporate governance yang baik

maka akan berbanding lurus dengan kepatuhan perusahaan dalam memenuhi

kewajiban pajaknya. Kepemilikan institusional merupakan salah satu indikator

dalam corporate governance. Kepemilikan Institusional merupakan pihak yang

memonitor perusahaan dengan kepemilikan intitusi yang yang besar ( lebih dari

5%) mengidentifikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen lebih

besar. Institusi dapat berupa yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan

investasi, dana pensiun, perusahaan berbentuk perseroan (PT), dan institusi

lainnya (Faisal, 2004). Menurut Putri dan Bella (2017) kepemilikan institusional

(24)

berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak. Sedangkan menurut Tandean (2016) kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak.

Didalam perusahaan, eksekutif secara individu telah terbukti dapat menentukan tingkat pengambilan keputusan penghindaran pajak ( Dyreng et al., 2008), sehingga pemegang saham berupaya memberi insentif kepada eksekutif agar bertindak untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Kompensasi yang ditujukan kepada dewan komisaris dan direksi sering disebut sebagai kompensasi eksekutif. Scott (2006:303) menjelaskan kompensasi eksekutif sebagai suatu kontrak keagenan atau perjanjian antara perusahaan dan manajer yang betujuan untuk menyelaraskan kepentingan pemilik perusahaan dan manajer dengan memberikan kompensasi kepada manajer yang didasarkan puda satu atau lebih pengukuran kinerja dalam mengoperasikan perusahaan. Kompensasi biasanya diberikan berdasarkan laba yang dicapai perusahaan, maka logis bila direksi yang kompensasinya didasarkan pada tingkat laba akan melakukan tindakan memanipulasi laba perusahaan untuk meningkatkan kompensasinya. Terdapat empat bentuk kompensasi bagi eksekutif, yaitu gaji pokok, bonus tahunan yang biasanya dipengaruhi dengan kinerja keuungan, opsi saham, dan insentif jungka panjang dalam berbagai bentuk, baik stock plans maupun bonus (Murphy, 1999).

Kompensasi merupakan pemberian bayaran finansial kepada karyawan sebagai

balas jasa atas pekerjaan yang telah dilakukan dan sebagai motivasi pelaksanaan

kegiatan di waktu yang akan datang (Handoko, 2008). Menurut Malayu

(2010:118), kompensasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang,

(25)

barang langsung. atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang telah diberikannya kepada perusahaa Kompensasi akan mengurangi biaya agensi yang dikeluarkan perusahaan, karena hubungan yang kuat antara pembayaran dan kinerja (pay and performance) dapat mengurangi biaya yang berhubungan dengan pengawasan pemegang saham (Cheffins dalam Solomon, 2007) dan mempengaruhi eksekutif agar bertindak sesuai kepentingan pemegang saham. Menurut Hanafi dan Puji (2014) kompensasi eksekutif berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Sedangkan menurut Kurniawan dan Rina (2019) kompensasi eksekutif berpengaruh positif terhadap praktik penghindaran pajak.

Political cost sebagai bagian dari perusahaan besar tercermin dalam tarif

pajak efektif perusahaan (Zimmerman , 1983). Political cost muncul karena

adanya konflik kepentingan antara pemerintah yang melakukan pengalihan

kekuasaan sesuai peraturan dengan perusahaan sebagai objek peraturan yang

dibuat pemerintah. Biaya politik dikeluarkan perusahaan untuk tindakan-tindakan

politis seperti pajak, regulasi, subsidi pemerintah dan lain sebagainya (Sarwinda

dan Afriyenti, 2015). Karena semakin besar ukuran suatu perusahaan akan

semakin besar pula biaya politis yang dikeluarkan (Savitri, 2016). Oleh karena itu

manajer akan memilih metode akuntansi yang menunda pengakuan laba untuk

meminimalkan biaya politis (Oktomegah, 2012). Menurut Kim dan Piman (1998)

political cost berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Sedangkan

menurut Watts dan Zimmerman (1983) political cost berpengaruh positif terhadap

penghindran pajak.

(26)

Tabel 1.1

Research Gap Penghindaran Pajak

No Variabel Dependen

Variabel Independen

Peneliti Hasil Penelitian

1

Praktik Penghindaran Pajak

Corporate Social Responsibility

Amila Diyan maraya dan Reni Yendrawati (2016)

Berpengaruh positif

Almaidah Mahanani, Kartika Hendra Titisari , dan Siti Nurlaela (2017)

Tidak berpengaruh

2 Corporate

governance (dilihat dari Kepemilikan Institusional)

Vidiyanna Rizal Putri, Bella Irwasyah Putra (2017)

Berpengaruh positif

Vivi Adeyani Tandean (2016)

Tidak berpengaruh

3 Kompensasi

Eksekutif

Umi Hanafi dan Puji Harto (2014)

Berpengaruh negatif

Noor Bima Haru Kurniawan dan Rina Trisnawati (2019)

Berpengaruh positif

4 Political cost Kenneth A. Kim dan

Piman Limpaphayon (1998)

Berpengaruh negatif

Watts dan Zimmerman (1986)

Berpengaruh positif

Sumber: Data diolah Peneliti (2021)

(27)

Perbedaan penelitian pengaruh corporate social responsibility terhadap praktik penghindaran pajak yaitu, menurut Maraya dan Reni (2016) yang menghasilkan bahwa corporate social responsibility berpengaruh positif terhadap praktik penghindaran pajak. berbeda dengan hasil penelitian Mahanani dkk, (2017) yang menghasilkan bahwa corporate social responsibility tidak berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak.

Perbedaan penelitian pengaruh kepemilikan institusional terhadap praktik penghindaran pajak yaitu, menurut Putri dan Bella (2017) yang menghasilkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap praktik penghindaran pajak, berbeda dengan hasil penelitian Tandean (2016) yang menghasilkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak.

Perbedaan penelitian pengaruh Kompensasi Eksekutif terhadap praktik penghindaran pajak yaitu, menurut Hanafi dan Puji (2014) yang menghasilkan bahwa kompensasi eksekutif berpengaruh negatif terhadap praktik penghindaran pajak, berbeda dengan hasil penelitian Kurniawan dan Rina (2019) yang menghasilkan bahwa kompensasi eksekutif tidak berpengaruh terhadap praktik penghindaran pajak.

Perbedaan penelitian pengaruh political cost terhadap praktik penghindaran

pajak yaitu, menurut Kim dan Piman (1998) yang menghasilkan bahwa political

cost berpengaruh negatif terhadap praktik penghindaran pajak, berbeda dengan

hasil penelitian Watts dan Zimmerman (1986) yang menghasilkan bahwa

political cost berpengaruh positif terhadap praktik penghindaran pajak.

(28)

Alasan peneliti menggunakan perusahaan perbankan yang ada di Pasar Modal sebagai objek penelitian adalah karena sudah banyak penelitian terdahulu yang menjadikan perusahaan- perusahaan diluar perbankan diantaranya perusahaan manufaktur sebagai objek penelitian sehingga penelitian yang menjadikan perbankan sebagai objek penelitian masih sedikit, juga dikarenakan terdapat banyak fenomena penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan perbankan seperti beberapa kasus yang telah peneliti jelaskan diatas. Selain itu dengan dicabutnya PER-01/PJ/2015, Direktorat Jenderal Pajak mengalami keterbatasan mengenai kerahasiaan perbankan dalam pemeriksaan pajak.

Sehingga hal tersebut memberi celah kepada perusahaan perbankan dalam penghindaran pajak.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menggunakan perusahaan perbankan yang terdaftar di Pasar Modal tahun 2017- 2019. Penelitian ini menggunakan empat variable independen yaitu corporate social responsibility, corporate governance, kompensasi eksekutif, dan political cost,

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “ Pengaruh Corporate Social Responsibility, Corporate Governance, Kompensasi Eksekutif, Dan Poltical Cost Terhadap Praktik Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Pasar Modal Indonesia Periode 2017-2019”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti

(29)

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah Corporate Social Responsibility berpengaruh secara parsial terhadap Praktik Penghindaran Pajak?

2. Apakah Corporate Governance berpengaruh secara parsial terhadap Praktik Penghindaran Pajak?

3. Apakah Kompensasi Eksekutif berpengaruh secara parsial terhadap Praktik Penghindaran Pajak?

4. Apakah Political Cost berpengaruh secara parsial terhadap Praktik Penghindaran Pajak?

5. Apakah Corporate Social Responsibility, Corporate Governance, Kompensasi Eksekutif, Dan Political Cost berpengaruh secara simultan terhadap Praktik Penghindaran Pajak?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh corporate social responsibility secara parsial terhadap praktik penghindaran pajak.

2. Untuk mengetahui pengaruh corporate governance secara parsial terhadap praktik penghindaran pajak.

3. Untuk mengetahui pengaruh kompensasi eksekutif secara parsial terhadap praktik penghindaran pajak.

4. Untuk mengetahui pengaruh political cost secara parsial terhadap praktik

(30)

penghindaran pajak.

5. Untuk mengetahui pengaruh corporate social responsibility, corporate governance, kompensasi eksekutif, dan political cost secara simultan terhadap praktik penghindaran pajak.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti, sebagai wadah mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teori yang telah dipelajari selama kuliah serta menambah pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai pengaruh corporate social responsibility, corporate governance, kompensasi eksekutif, dan poltical cost terhadap praktik penghindaran pajak.

2. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai tax avoidance bagi perusahaan Perbankan yang terdaftar di Pasar Modal serta menjadi rujukan ataupun acuan dalam pengambilan keputusan perpajakan terutama penghindaran pajak bagi pemilik perusahaan, manajer, regulator, dan investor.

3. Sebagai pedoman bagi penelitian selanjutnya yang ingin melakukan

penelitian terutama tentang penghindaran pajak dan memberikan wacana bagi

perkembangan studi akuntansi yang berkaitan dengan penghindaran pajak dan

variabel yang mempengaruhinya.

(31)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Legitimasi

Dalam teori legitimasi, organisasi berusaha menciptakan keselarasan antara nilai-nilai social yang ada dalam kegiatan organisasi dengan norma-norma yang ada pada lingkungan social dimana organisasi tersebut merupakan bagian dari lingkungan social tersebut (Dowling dan Preffer :1975). Dasar teori legitimasi adalah “kontrak social” yang terjadi diantara perusahaan dan masyarakat dimana perusahaan beroperasi. Teori legitimasi menyatakan bahwa sebuah organisasi harus berusaha meyakinkan masyarakat sekitar bahwa mereka beroperasi sesuai dengan batasan- batasan dan norma social yang ada. Sebuah perusahaan atau organisasi dapat mengupayakan sejenis legitimasi dari masyarakat dengan cara melakukan aktivitas tanggung jawab social atau yang sering disebut sebagai Corporate Social Responsibility (CSR).

Salah satu bentuk tanggung jawab social perusahaan adalah

dengan membayar beban pajak sesuai dengan ketentuan undang-undang

ynag berlaku. Pembayaran pajak yang sesuai ketentuan oleh perusahaan

akan meningkatkan penerimaan negara yang akan digunakan untuk

mencapai kesejahteraan umum. Oleh karena itu, perusahaan yang

melakukan penghindaran pajak untuk mengurangi beban pajak yang akan

(32)

dibayarkan tidak sesuai dengan prinsip CSR dalam upaya mendapatkan legitimasi dari masyarakat (Landolf :2006).

2.1.2 Teori Agency

Menurut Jensen dan meckling (1976) teori agensi adalah adanya kontrak antara pihak pemberi wewenang (principal) terhadap pihak yang mendapatkan wewenang (agen) untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan pihak principal dengan mendelegasikan beberapa otorotas pengambilan keputusan kepada pihak agen.

Teori agensi ini terimplementasi dalam hubungan antara pemilik saham dengan manajer. Pemilik saham (principal) memberikan wewenang kepada manajer (agen) untuk mengelola perusahaan agar menghasilkan kinerja dan return yang baik bagi perusahaan. Pihak manajemen sebagai agen bertanggung jawab secara moral dan professional untuk menjalankan perusahaan sebaik mungkin dan mengoptimalkan operasi serta laba perusahaan. Sebagai imbalannya manajer sebagai agen akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak yang ada. Sementara pihak principal melakukan control terhadap kinerja agen untuk memastikan modal yang dimiliki dikelola dengan baik agar modal yang telah ditanam berkembang dengan optimal (Sukandar dan Rahardja, 2014).

Namun menurut teori agensi yang dikemukakan oleh Anthony dan

Govindarajan (2009) setiap individu akan bertindak untuk kepentingan diri

sendiri. Oleh karena itu, teori agensi ini dapat menimbulkan konflik

(33)

kepentingan antara pemilik saham selaku principal dengan manajer selaku agen dalam perusahaan. Manajer bertugas memberikan laporan kinerja perusahaan kepada pemilik saham namun manajer tidak selalu melaporkan keadaan perusahaan yang sebenarnya, karena laporan kinerja tersebut merupakan wujud dari kinerja para manajer perusahaan yang mengakibatkan munculnya asymmetry information. Asymmetry information adalah keadaan dimana manajer memiliki lebih banyak informasi mengenai pospek perusahaan.

2.1.3 Hipotesis Biaya Politik

Biaya politis muncul akibat kepentingan perusahaan dengan pemerintah. Pihak pemerintah memiliki kekuatan untuk melakukan pengalihan kekayaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya ( pemerintah dengan masyarakat) berdasarkan peraturan-peraturan yang dibuatnya. Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa manajer ingin mengecilkan laba dengan tujuan untuk mengecilkan biaya politis yang ditanggung oleh perusahaan. Hal ini akan mengakibatkan manajer cenderung memilih prosedur dan metode akuntansi yang melaporkan laba lebih rendah atau konservatif.

Hipotesis biaya politik juga sering disebut dengan nama size

hypothesis, dimana hipotesis ini mengatakan bahwa semakin besar sebuah

perusahaan, maka manajer cenderung akan memilih prosedur akuntansi

yang mengalihkan pelaporan laba dari periode berjalan ke periode

mendatang, cateris paribus (Watts dan Zimmerman, 1986).

(34)

2.1.4 Pajak

Dengan sifat multi disiplinnya, maka atas istilah “pajak” tidak ada arti tunggal yang pas untuk semua tujuan dan konteks. Barry Larking (2005, International Tax Glossary) menyebut pajak sebagai pungutan pemerintah berdasar Undang-undang (UU) tanpa imbalan dan bukan sanksi atau denda kecuali ada pelanggaran administrasi atau pidana pajak.

Pasal 1 angka 1 UU 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdtd UU 16/2009 (UU KUP) menyebut pajak sebagai kontribusi wajib pada negara yang terutang orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasar UU tanpa imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Secara operasional, OECD (dari International Tax Glossary,2005) mengartikan pajak sebagai pembayaran pada pemerintah tanpa imbalan. Dari aspek ekonomi, Rochmat Soemitro (dari Djafar Saidi, 2011, Pembaharuan Hukum Pajak) menyebut pajak sebagai transfer aset privat ke sektor public berdasar UU yang dapat dipaksakan tanpa balas jasa langsung untuk pembiayaan umum, mendorong, atau mengendalikan kegiatan di luar keuangan negara.

Musgrave (1989, Public Finance in Theory and Practice)

menyebut pajak sebagai pembayaran atau transfer sumber daya sektor

privat tanpa imbalan langsung atau sebagai penarikan pemerintah dari

sektor swasta tanpa menimbulkan utang kepada pembayar. Secara hukum,

Soemitro menyebut pajak sebagai perikatan berdasar UU yang

(35)

mewajibkan orang dengan syarat tertentu (tatsbestand, tax nexus/connection/allegiance) membayar uang ke negara yang dapat dipaksakan, guna membiayai kepentingan umum. Dari hukum administrasi, UU Pajak menimbulkan hubungan fiscal antara negara sebagai pemegang yurisdiksi pemajakan dengan WP sebagai debitor pajak untuk membayar utang pajak jika terpenuhi persyaratan sesuai ketentuan. Paradigma utang pajak timbul karena UU (bukan ketetapan) dibakukan dalam sistem self assessment sejak reformasi pajak 1983.

Secara tradisional, pajak dibedakan atas pajak langsung (direct tax) dan pajak tidak langsung (indirect tax). Beban pajak langsung dipikul penanggung sebenarnya (destinataris), sedangkan beban pajak tidak langsung dapat digeser ke pihak lain. Sistem bisnis/ekonomi kontemporer makin kompleks, model elektronik, digital dan teknologi bisnis makinn maju, maka pembedaan pajak langsung dan tidak langsung menjadi relatif karena proses alokasi beban pajak antar pelaku ekonomi amat kompleks. Demikian juga pembedaan pajak subjektif dan objektif, amat relative karena pada era digital ini kegiatan ekonomi dapat dilakukan siapa saja dan dari mana saja tanpa kehadiran fisik subjek pelaku sehingga praktik pemungutan semua jenis pajak lebih bersifat objektif via pemotongan-pemungutan.

Secara umum pajak dipungut guna membiayai kepentingan

bersama dan pembangunan kesejahteraan rakyat. Kepentingan bersama

berupa barang dan jasa publik, seperti: pertahanan dan keamanan,

(36)

penegakan, dan sistem hukum, perlindungan tumpah darah, warga dan harta, infrastruktur, fasilitas umum dan sosial, dan redistribusi kekayaan serta peningkatan kemakmuran. Dalam masyarakat modern, pajak juga digunakan dalam membiayai jasa layanan umum, seperti: sistem Pendidikan, Kesehatan, penyediaan air bersih, energi, kebersihan, daur ulang sampah , transportasi umum, siaran media massa, jasa telkom, santunan difabel dan lanjut usia, pengangguran, pengentasan kemiskinan, dan santunan sosial lainnya.

Pajak dipungut dengan UU, artinya sebagai wujud kewajiban

kenegaraan seluruh warga secara gotong royong berperan serta dalam

pembiayaan negara dan pembangunan, pungutan pajak harus diputuskan

dengan persetujuan rakyat melalui wakilnya di parlemen. Segenap warga

telah sepakat menyetujui besaran kontribusi dari sebagian sumber dayanya

untuk kepentingan bersama, menggerakkan roda pemerintahan

menyediakan layanan public, memajukan negara dan memakmurkan

rakyat. UU pajak secara sosial- politis merupakan perjanjian transfer

sumber daya rakyat pasa negara sebagai penerimaan yang dilaksanakan

administrasi pajak secara wajar, pasti dan adil sesuai dengan tata kelola

yang sehat (good governance). Pemerintah dan DJP ingin semua WP

melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban pajaknya. Konsep kepatuhan

sukarela dan responsibilitas DJP mendorong kepatuhan pada kewajiban

pajak WP sebagai kunci dalam administrasi pajak modern yang efektif dan

efisien. Disebut efektif jika administrasi pajak mampu mencapai target

(37)

kepatuhan dan penerimaan. Efisien jika capaian itu diperoleh sumber daya murah.

Perpajakan menjadi sarana kebijakan fiskal. Aturan pajak sebagai hasil pengambilan keputusan politik parlemen dan pemerintah. Politisi memanfaatkan pemajakan sebagai sarana mencapai tujuan politisnya, terutama dalam tahun politik. Hasil politik ini berbeda antar negara dan antar waktu, sehingga sistem pajak di berbagai belahan dunia heterogen.

Dalam Ideologi Of Taxation, Enstein (1961) menyebut fondasi sistem pajak menunjukkan hasil kompromi dari berbagai kepentingan dengan tujuan pembentukan privilese dalam rangka efisiensi beban pajak, sementara kelompok keungan publik ingin optimalnya penerimaan negara.

Walau ideologi politik dan kelompok kepentingan berperan penting dalam desain sistem pajak, namun banyak pandangan dasar atau prinsip pemajakan yang menyebut pentingnya pemajakan harus diatur berdasar prinsip- prinsip pemajakan yang berterima umum ( generally accepted taxing principles).

Efisiensi pemungutan pajak Adam Smith, oleh John Baptiste

Colbert disebut dalam maksim ‘the art of taxation consist of so plucking

the goose as to obtain largest possible amount of feathers with the smallest

possible amount of hissing’. Pemajakan berdasar prinsip ability to pay

sering dikaitkan dengan prinsip keadilan (equity) dan manfaat (benefit of

principle). Prinsip manfaat merujuk pada membayar pajak sesuai manfaat

yang diperoleh dari barang/jasa publik pemerintah.

(38)

Prinsip pemajakan lainnya, termasuk stabilitas, fleksibikitas, netralitas, dan simplisitas.

1. Stabilitas: sistem pajak harus memberi arus penerimaan stabil dan predictable. Karena itu, sistem pajak harus bergantung pada kombinasi beberapa jenis pajak untuk mengurangi tingginya risiko fluktuasi tahunan penerimaan.

2. Fleksibilitas: sistem pajak harus lentur pada perubahan kondisi ekonomi dan politik.

3. Netralitas: sistem pajak harus netral( tidak memihak) dan tidak mendistorsi keputusan ekonomi.

4. Simplisitas: sistem pajak harus simple dan dapat dimengerti , dengan eksemsi minimal, bebas loopholes (celah regulasi yang bisa disalah gunakan) dan dengan biaya pelaksanaan efisien.

Secara administratif, sistem pajak harus dilaksanakan dalam bernegara agar tujuannya tercapai. Untuk itu secara prinsip, pajak harus mudah administrasi dan pematuhannya (ease of administration and compliance). Neumark (dalam Prof. Dr. Gunadi, 2020) menyebut empat syarat mudah administrasi dan pematuhan : clarity, continuity, economy, dan convenience.

1. Kejelasan, maksudnya semua peraturan perundang-undangan

perpajakan khususnya dalam pemungutan harus dapat dipahami

(comprehensible), tidak boleh menimbulkan keraguan atau beda

(39)

tafsir, tapi harus menimbulkan kepastian dan kejelasan untuk WP dan aparat pajak.

2. Kontinuitas, artinya peraturan pajak sedapat mungkin tidak sering berubah. Perubahan lebih pada konteks pembaruan UU Perpajakan (tax reform) secara umum dan sistematis.

3. Economy, artinya biaya pengawasan, penagihan, penghitungan, dam administrasi DJP (Ditjen Pajak; administrative costs) harus seminimal mungkin dan konsisten dengan tujuan pajak lainnya.

4. Convenience: jumlah dan waktu pembayaran harus memudahkan WP, misalnya tepat waktu pada saat memperoleh penghasilan (pay as you earn), dapat diangsur atau ditangguhkan karena kesulitan dana. Sanksi finansial kelambatan hendaknya terukur dan negosiabel, dan ada Batasan maksimalnya.

Smith (dalam Gunadi, 2020) menyebut empat unsur kritis pemajakan: tarif, ekualitas, intrusi, dan sanksi/ pinalti.

1. Tarif harus moderat. Jika terlalu rendah, kehidupan dan properti

warga tidak dapat dilindungi; namun jika terlalu tinggi akan

menghambat ekonomi. Tarif pajak dapat mendorong

pelarian/penghindaran, emigrasi/pindah residensi, dan

pembangkangan/revolusi. Tarif pajak harus mencerminkan bukan

hanya berapa warga mampu membayar tetapi juga berapa yang

ingin mereka bayar.

(40)

2. Ekualitas, adalah kebajikan. Karena meminta tiada diskriminasi atas kelompok warga terkait tarif, eksepsi, pengutamaan, dan beban. Kekurangannya adalah bisa ekstrim progresif atau regresif.

Sistem regresif secara tidak wajar membebani si miskin, sistem progresif yang ekstrem menjadi pencurian kesejahteraan. Pajak menyentuh arena kegiatan ekonomi luas, bahkan dengan tarif sama, akan tidak terhindarkan adanya moderasi progresivitas.

3. Intrusi/gangguan, apapun yang dipajaki harus di survey, tetapi seberap ekstensif harus dilakukan. Apakah kita mengorbankan banyak kebebasan untuk kepatuhan pajak? Adam Smith mengusulkan pendekatan moderat tanpa hukuman keras dan tanpa intrusi totalitarian dan pengawasan.

4. Sanksi pinalti, sebagai harga yang harus dibayar mereka yang berperilaku tidak patuh pajak dan mewakili tambahan biaya atas jumlah pajak semestinya yang dibayar tidak sesuai UU. Secara sosiologis, sanksi moderat umumnya dapat diterima semua pihak.

2.1.5 Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak (tax avoidance) merujuk kepada pengaturan transaksi/kegiatan Wajib Pajak dengan maksud mengurangi utang pajak.

Walau pengaturan itu per defenisi adalah legal namun kurang sejalan

dengan maksud pembuat UU. Walaupun secara fiskal ekonomis

mengurangi penerimaan, Chelvaturi (dalam Prof. Dr. Gunadi, 2020)

berpendapat bahwa penghindaran pajak masih berada dalam bingkai

(41)

hukum. Dalam praktik, penghindaran juga dapat merujuk pada pengurangan jumlah pajak terutang melalui rekayasa artifisial transaksi personal bisnis. Hakim Redy dari India (dalam Prof. Dr. Gunadi, 2020) menyebut penghindaran sebagai seni mengurangi atau mengeleminasi utang pajak tanpa melaggar hukum ( bebas dari kewajiban bayar pajak tanpa menghindari utang pajak). Penghindaran pajak baik yang dapat diterima maupun yang tidak dapat diterima dilakukan melalui defensive maupun aggressive tax plaining, serta light maupun heavy tax evasion, semuanya mengurangi penerimaan pajak. Selain itu, juga dapat memengaruhi perilaku kepatuhan perpajakan masyarakat dan menyebar luas. Oleh karena itu, hampir semua negara pemungut pajak berusaha bersungguh-sungguh mencegah dan memberantasnya melalui:

1. Pembentukan sistem administrasi berbasis IT guna menutup kesempatan tidak patuh,

2. Menyusun regulasi domestic (UU) maupun bilateral (P3B)

3. Pembinaan kepatuhan (compliance – seperti persuasi, verifikasi dan audit kepatuhan) dan penegakan hukum (penegakan hukum, enforcement, seperti Rikbuper, penyidikan, penyitaan, pencegahan dan penyanderaan)

4. Dan kerjasama internasional (seperti Automatic Exchange of Information – AEoI, dan Multilateral Instrument- MLI).

Arnold (dalam Gunadi, 2020) menyebut dua pendekatan regulasi

memerangi praktik penghindaran pajak:

(42)

1. Judicial doctrine atau judicial general anti avoidance doctrine yaitu pemanfaatan putusan pengadilan yang bersifat final atas upaya penghindaran/ penggelapan pajak untuk menyelesaikan sengketa pajak dalam pemeriksaan dan keberatan serta pengadilan (baik pengadilan pajak maupun MA)

2. Statutory general anti avoidance rule (GAAR), yaitu aplikasi ketentuan khusus anti avoidance yang ada dalam UU yang memberi kewenangan kepada administrator pajak untuk membatalkan manfaat dari transaksi yang memenuhi kriteria sebagai penghindaran pajak .

Istilah penghindaran merujuk pada pengurangan beban pajak secara legal (dalam koridor hukum tidak menyimpang dari teks literal ketentuan), sehingga dapat menimbulkan keraguan validitas tindakan pencegahan penghindaran pajak terutama di negara yang menganut pendekatan literal dalam menafsirkan ketentuan hukum. Untuk mencegah penghindaran pajak, karena tidak menganut asas yurisprudensi, maka negara penganut penafsiran literal mencantumkan norma hukum putusan pengadilan dalam statutory general anti avoidance.

Penghindaran pajak dibedakan menjadi penghindaran pajak yang

diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Perbedaan antara kedua jenis

penghindaran pajak ini seperti yang diungkapkan oleh Slamet dan Rusyadi

dan Mantani (2014) adalah ada atau tidaknya tujuan usaha yang baik,

apakah tindakan sesuai dengan jiwa undang-undang dan maksud dari

pemerintah serta apakah melakukan transaksi yang direkayasa. Komite

(43)

urusan fiskal dari Organization For Economic Cooperation And Development (OECD) dalam Suandy (2011:7) menyebutkan bahwa terdapat tiga karakter dalam penghindaran pajak, yaitu:

1. Adanya unsur artifisial dimana berbagai pengaturan seolah- olah terdapat didalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak

2. Skema semacam ini sering memanfaatkan loophless dari undang-undang atau menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang- undang

3. Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini dimana umumnya para konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak dengan cara wajib pajak menjaga serahasia mungkin.

Merujuk Wallschutzky, Nurmantu (2005) menyebut beberapa alasan penghindaran pajak:

1. Persepsi tarif pajak tinggi

2. Ekualitas dan keadilan distribusi beban 3. Peruntukan belanja dana pajak

4. Sikap warga pada negara dan hukum

5. Pengaruh kelompok dan lingkungan pada perilaku warga 6. Pengaruh data dan informasi pajak serta luasnya cakupan

sistem potput pajak

(44)

7. Sikap dan perilaku petugas admisnistrasi pajak 8. Kualitas pelayanan pajak

9. Kontribusi praktisi pajak dan akuntan public 10. Probabilitas terungkapnya kecurangan pajak.

Hoque et al., (2011) mengungkapkan beberapa cara perusahaan dalam melakukan penghindaran pajak, antara lain

1. Menunjukkan laba dari aktivitas operasional sebagai laba dari modal sehingga dapat mengurangi laba bersih dan mengurangi hutang pajak perusahaan

2. Mengakui pembelanjaan modal sebagai pembelanjaan operasional dan dibebankan terhadap laba bersih, sehingga dapat mengurangi hutang pajak

3. Membebankan biaya pribadi sebagai biaya bisnis untuk pengurang laba bersih

4. Depresiasi yang berlebihan untuk mengurangi laba kena pajak

5. Mencatat pembuangan yang berlebihan dari bahan baku dalam industri manufaktur untuk mengurangi laba kena pajak.

2.1.6 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Praktik Penghindaran Pajak

2.1.6.1 Corporate Social Responsibility

Corporate Social Responsibility merupakan proses

mengkomunikasikan dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan

ekonomi perusahaan terhadap kelompok yang berkepentingan

(45)

terhadap perusahaan secara keseluruhan (Arthana 2011). Konsep legitimasi menunjukkan adanya tanggungjawab perusahaan terhadap perusahaan terhadap masyarakat. Perusahaan sadar akan keberlangsungan hidupnya berhubungan juga dengan citra perusahaan di mata masyarakat untuk keberlangsungan hidupnya.

Untuk bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya, perusahaan mengupayakan sejenis legitimasi atau pengakuan baik dari investor, kreditor, konsumen, pemerintah maupun masyarakat sekitar (Hidayati dan Murni 2009). Teori legitimasi inilah yang kemudian mendasari hubungan CSR dengan penghindaran pajak. CSR yang merupakan salah satu implementasi GCG harus diterapkan secara etis untuk keberlangsungan untuk keberlangsungan perusahaan.

Semakin tinggi tingkat pengungkapan CSR suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pula reputasi perusahaan di mata masyarakat.

Menurut Winarsih dan Kusufi (2014) reputasi baik juga akan diperoleh dari hal pembayaran pajaknya. Watson (2011) dalam penelitiannya membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki pengungkapan CSR yang tinggi cenderung kurang agresif dalam praktek penghindaran pajaknya dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki pengungkapan CSR yang rendah.

2.1.6.2 Corporate Governance dilihat dari Kepemilikan Institusional

Berdasarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006),

(46)

perusahaan dan termasuk didalamnya perbankan dituntut untuk

memperbaiki dan meningkatkan daya saing secara nasional maupun

internasional sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat

mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang

berkesinambungan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah

Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan

konsep Good Corporate Governance (GCG). Menurut Sartori (2010)

perusahaan yang memiliki mekanisme corporate governance yang

baik maka akan berbanding lurus dengan kepatuhan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Corporate governance

merupakan sistem atau mekanisme yang mengatur dan

mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value

added) untuk semua stockholders. Perusahaan merupakan salah satu

wajib pajak sedangkan corporate governance menjelaskan hubungan

antar berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah

kinerja perusahaan, sehingga dengan adanya corporate governance

memiliki andil. Kepemilikan institusional merupakan salah satu

indikator dalam corporate governance. Menurut Maraya dan Reni

(2016) kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap

penghindaran pajak. Sedangkan menurut Tandean (2016)

kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap praktik

penghindaran pajak.

(47)

2.1.6.3 Kompensasi Eksekutif

Didalam perusahaan eksekutif secara individu telah terbukti

dapat menentukan tingkat pengambilan keputusan penghindaran

pajak ( Dyreng et al., 2008), sehingga pemegang saham berupaya

memberi insentif kepada eksekutif agar bertindak untuk

memaksimalkan nilai pemegang saham. Kompensasi yang ditujukan

kepada dewan komisaris dan direksi sering disebut sebagai

kompensasi eksekutif. Scott (2006:303) menjelaskan kompensasi

eksekutif sebagai suatu kontrak keagenan atau perjanjian antara

perusahaan dan manajer yang betujuan untuk menyelaraskan

kepentingan pemilik perusahaan dan manajer dengan memberikan

kompensasi kepada manajer yang didasarkan puda satu atuu lebih

pengukuran kinerja dalam mengoperasikan perusahaan. Kompensasi

biasanya diberikan berdasarkan laba yang dicapai perusahaan, maka

logis bila direksi yang kompensasinya didasarkan pada tingkat laba

akan melakukan tindakan memanipulasi laba perusahaan untuk

meningkatkan kompensasinya. Terdapat empat bentuk kompensasi

bagi eksekutif, yaitu gaji pokok, bonus tahunan yang biasanya

dipengaruhi dengan kinerja keuungan, opsi saham, dan insentif

jangka panjang dalam berbagai bentuk, baik stock plans maupun

bonus (Murphy, 1999). Kompensasi merupakan pemberian bayaran

finansial kepada karyawan sebagai balas jasa atas pekerjaan yang

telah dilakukan dan sebagai motivasi pelaksanaan kegiatan di waktu

(48)

yang akan datang (Handoko, 2008). Kompensasi akan mengurangi biaya agensi yang dikeluarkan perusahaan, karena hubungan yang kuat antara pembayaran dan kinerja (pay and performance) dapat mengurangi biaya yang berhubungan dengan pengawasan pemegang saham (Cheffins dalam Solomon, 2007) dan mempengaruhi eksekutif agar bertindak sesuai kepentingan pemegang saham.

Menurut Malayu (2010:118) kompensasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung. atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang telah diberikannya kepada perusahaa Kompensasi akan mengurangi biaya agensi yang dikeluarkan perusahaan, karena hubungan yang kuat antara pembayaran dan kinerja (pay and performance) dapat mengurangi biaya yang berhubungan dengan pengawasan pemegang saham (Cheffins dalam Solomon, 2007) dan mempengaruhi eksekutif agar bertindak sesuai kepentingan pemegang saham.

Menurut Hanafi dan Puji (2014) kompensasi eksekutif berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Sedangkan menurut Kurniawan dan Rina (2019) kompensasi eksekutif berpengaruh positif signifikan terhadap penghindaran pajak.

2.1.6.4 Political Cost

Political cost muncul karena adanya konflik kepentingan

antara pemerintah yang melakukan pengalihan kekuasaan sesuai

peraturan dengan perusahaan sebagai objek peraturan yang dibuat

(49)

pemerintah. Biaya politik dikeluarkan perusahaan untuk tindakan- tindakan politis seperti pajak, regulasi, subsidi pemerintah dan lain sebagainya (Sarwinda dan Afriyenti, 2015). Karena semakin besar ukuran suatu perusahaan akan semakin besar pula biaya politis yang dikeluarkan (Savitri, 2016). Oleh karena itu manajer akan memilih metode akuntansi yang menunda pengakuan laba untuk meminimalkan biaya politis (Oktomegah, 2012).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang sedang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, tidak ditemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian yang dilakukan oleh penulis. Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal yang terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti

(tahun) Judul Variabel Hasil

1 Amila Dyan Maraya, Reni Yendrawati (2016)

Pengaruh Corporate Governance Dan Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Tax Avoidance: Studi Empiris Pada Perusahaan Tambang Dan CPO

Dependen/Terikat:

Tax Avoidance

Independen/Bebas:

Corporate Governance, Corporate Social Responsibility Disclosure

CSR dan Corporate governance (dilihat dari kepemilikan institusional) berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak.

2 Vivi Adeyani Tandean

Good Corporate Governance Dan

Dependen/Terikat: keberadaan komite audit berpengaruh

Referensi

Dokumen terkait

Tentukan hostname atau nama komputer yang nantinya akan digunakan untuk identitas komputer server anda di dalam jaringan komputer, sebagai contoh di sini saya menggunakan nama

Persaman penelitian Hui-Ling dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pengaruh terapi musik terhadap kualitas tidur lansia, sedangkan perbedaan

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, berkat dan karunia-Nya yang telah diberikan dan kepada semua

SERAMBI KANG HADI : BIOGRAFI SENIMAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN SENI RUPA.. DIBANYUMAS RAYATAHUN 1971

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang dilaksanakan pada Siklus I dan Siklus II dalam meningkatkan hafalan huruf hijaiyah anak dengan menggunakan alat permainan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara persepsi perawat tentang karakteristik pekerjaannya dengan kepatuhan dalam pendokumentasian asuhan

Program Pendidikan yang berbasis Pesantren ini memiliki sistem dan pola yang khusus dengan memadukan 3 (tiga) model unggulan yaitu : Al Qur‟an dan Sunnah

Dan pengaruh biaya promosi terhadap hasil penjualan adalah kuat dan positif yang ditunjukan dengan koefisien korelasi r = 0,99 dan r² = 98 % yang berarti bahwa promosi