• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDANGAN ELITE PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DPD KOTA TANGERANG DALAM KONSEP KAFA AH (Studi Praktek Nikah se-fikrah) Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PANDANGAN ELITE PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DPD KOTA TANGERANG DALAM KONSEP KAFA AH (Studi Praktek Nikah se-fikrah) Skripsi"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)PANDANGAN ELITE PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DPD KOTA TANGERANG DALAM KONSEP KAFA’AH (Studi Praktek Nikah se-Fikrah). Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H). Oleh: FITRAH FANANI NIM: 1114044000096. PROGRAM STUDI HUKUMKELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M/1442 H.

(2) PANDANGAN ELITE PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DPD KOTA TANGERANG DALAM KONSEP KAFA’AH (Studi Praktek Nikah se-Fikrah) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh. FITRAH FANANI NIM: 11140440000096. Pembimbing. Dr. Ahmad Tholabi, S.Ag., S.H., M.H., M.A. NIP. 197608072003121001. PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021M/1442 H. i.

(3) ii.

(4)

(5) ABSTRAK Fitrah Fanani. NIM 11140440000096. PANDANGAN ELITE PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DPD KOTA TANGERANG DALAM KONSEP KAFA’AH (study praktek nikah se-fikrah) Skripsi Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H/ 2021 M. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan tentang pandangan elit DPD PKS Kota Tangerang tentang konsep kafa’ah bagi kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dan juga menjelaskan penerapan kafa’ah bagi kader Partai keadilan Sejahtera (PKS) Kota Tangerang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis normatif empisris dan kepustakaan (library research) yaitu dengan mempelajari literatur-literatur, peraturan perundang-undangan, kitab-kitab fikih klasik serta tulisan sarjana yang berkaitan dengan skripsi ini. Hasil penelitian ini menunjukan Konsep kafa’ah dalam perspektif kader partai keadilan Sejahtera secara umum sama dengan konsep kafa’ah pandangan para fuqaha. Akan tetapi secara khusus, seorang kader dapat dilihat dari se-kufu’ atau tidaknya, selain dilihat dari aspek agamanya juga mengacu kepada kondisi latar belakang pendidikan, serta aspek terhadap pemahamannya terhadap tarbiyah serta berapa lama seorang kader ikut terhadap tarbiyahnya tersebut. Tarbiyah yang dimaksud adalah gerakan dakwah yang dimiliki oleh Partai Keadilan Sejahtera. Yang mana gerakan dakwah ini banyak bentuknya. Diantaranya adalah Halaqah/liqo (kajian pekanan). Dan juga penerapan kafa’ah dalam perspektif kader DPD PKS Kota Tangerang pada awal sejarah berdirinya ditandai dengan kafa’ah sesama kader binaan (tarbiyah). Pernikahan sesama kader ini tujuannya demi keberlangsungan visi besar dakwah, mencetak pribadi muslim yang baik, membentuk keluarga muslim yang tangguh, pengokohan organisasi dan langkah awal untuk mencapai masyarakat yang islami.. Kata kunci. :Pandangan elite, Partai Keadilan Sejahtera, Kafa’ah. Pembimbing. :Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A.. Daftar pustaka. :1995 – 2020. iv.

(6) KATA PENGANTAR. ِ ‫بِس ِم‬ ‫الرِح ْي ِم‬ َّ ‫الر ْْحَ ِن‬ َّ ‫هللا‬ ْ Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah menjadikan kita dari orang-orang yang diberi nasihat dan menjadikan kita pandai dari ilmunya ulama-ulama yang shalih. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, berserta keluarga dan para sahabat beliau yang senantiasa memegang teguh syariatnya. Alhamdulillah, penulis telah berhasil menyelesaikan salah satu kewajiban berupa sebuah skripsi yang dibebankan kepada setiap mahasiswa yang ingin menyelesaikan studinya (S-1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Selain itu karya tulis ini, penulis mempersembahkan kepada Ayahanda (KH. Achmad Gozali Mansur) dan Ibunda (Hj. Umi Kulsum) tercinta yang dengan kasih sayang, doa dan dukungan selalu mengharapkan kesuksesan bagi penulis. Untuk itu, patut kiranya penulis ucapkan terima kasih yang tulus dan menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ibu Prof. Dr. Amany Burhanudin Umar Lubis Lc. M.A. 2. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.Ag. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, saran, masukan dan banyak ilmu kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Mesraini, M.Ag sebagai Ketua Program Studi Hukum Keluarga yang selalu memberikan arahan, serta support hingga selesainya skripsi ini 4. Bapak Ahmad Chairul Hadi, M.A sebagai Sekretaris Program Studi yang dengan sibuk mengurus tahap-tahap ujian yang penulis jalankan.. v.

(7) 5. Ibu Dr. Masyrofah, S.Ag sebagai dosen penasihat akademik yang selalu menasehati dan membimbing penulis selama kuliah 6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen, staf dan karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah yang telah mengajar dan membimbing serta memberikan ilmunya dan memfasilitasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini 7. Kedua orang tua penulis beserta kakak-kakak dan keluarga besar. Yang selalu memberikan semangat dan dukungan baik materil maupun non materil. 8. Kepada Bapak Arief Wibowo ST., Tengku Iwan JS, ST., Nirwan Nazarudin Lc., Anshari Zaini STh.i., dan Ibu Lilis Suharah S.Pd.i. yang telah membantu penulis dalam memberikan wawancara dan memproleh data yang penulis butukan dalam penulisan skripsi. 9. Kepada R’O Bakery dan Ahmad Afdal yang dengan tulus memberikan tempat singgah/tinggal kepada penulis saat mengerjakan skripsi. 10. Kepada teman seperjuangan Hukum Keluarga 2014. 11. Kepada sahabat, teman seperjuangan dan sepermainan penulis. Ilham Ramadhan, Dhiya Ulhaq, Yassir Murodi, Riyad Assomadi, Satria Erlangga, Muhammad Qhoffal, Yunizar Fahmi. M Sidik Dan juga Keluarga Pon-Pes Al-Ittihad, PONDOS, Kuy Terus. Mereka inilah yang selalu menemani dan memberikan support sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Akhirnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Dan mudah-mudahan semua yang telah penulis lakukan mendapat ridha Allah SWT. Dan semoga skripsi ini bermanfaat, Aamiin. Jakarta, 1 April 2021. Fitrah Fanani. vi.

(8) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN................................................................. i LEMBARAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................ ii LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................iii ABSTRAK......................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................. .......v DASTAR ISI .................................................................................................... vii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 4 C. Pembatasan masalah ............................................................................ 4 D. Rumusan Masalah ................................................................................ 4 E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4 F. Review Kajian Terdahulu ..................................................................... 5 G. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan .............................................. 6 H. Sistematika Penulisan .......................................................................... 8 BAB II KONSEP KAFA’AH DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Kafa’ah .............................................................................. 9 B. Dasar Hukum Kafa’ah ......................................................................... 12 C. UKURAN DAN KRITERIA KAFA’AH............................................... 18 D. KAFA’AH DALAM PANDANGAN IMAM MAZHAB ..................... 27 1. Mazhab Hanafi .............................................................................. 27 2. Mazhab Maliki .............................................................................. 28 3. Mazhab Syafi’i .............................................................................. 28 4. Mazhab Hanbali ............................................................................ 29 E. TUJUAN KAFA’AH PERNIKAHAN ................................................. 31. vii.

(9) BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PARTAI KEADILAN SEJAHTERA A. Gambaran Umum Organisasi Partai Keadilan Sejahtera ....................... 34 1. Sejarah Organisasi ......................................................................... 34 2. Visi Misi Organisasi ...................................................................... 40 3. Perangkat Organisasi ..................................................................... 41 B. Proses Kaderisasi Partai Keadilan Sejahtera ......................................... 42 C. Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan sesama Anggota Kader PKS .. 46 1. Faktor Kebijakan Partai ................................................................. 46 2. Faktor Murabbi/Murabbi’ah ......................................................... 47 3. Faktor keta’atan Anggota Kader terhadap Partai ............................ 47 BAB IV PANDANGAN ELITE PARTAI KEADILAN SEJAHTERA TERHADAP PERNIKAHAN SESAMA KADER A. Konsep dan penerapan Kafa’ah bagi Kader PKS Kota Tangerang ........ 48 1. Agama Sebagai KriteriaKafa’ah .................................................... 48 2. Pendidikan Sebagai Kriteria Kafa’ah............................................. 49 3. Tarbiyah Sebagai Kriteria Kafa’ah ................................................ 49 B. Proses Pernikahan Anggota Kader DPD PKS Kota Tangerang ............. 51 C. Dampak Pernikahan Sesama Kader (se-fikrah) dan Non Kader ............ 53 1. Dampak Positif.............................................................................. 53 2. Dampak Negatif ............................................................................ 54 D. Tinjauan Hukum Islam terhadap Konsep Kafa’ah di PKS Kota Tangerang. .......................................................................... 55 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 58 B. Saran.................................................................................................... 59 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 60 LAMPIRAN-LAMPIRAN viii.

(10) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang awal untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang akan dijalankan sekali dalam seumur hidup,maka dari itu tujuan dari pernikahan sebagaimana yang disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 3 yaitu “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah 1. Melalui perkawinan,. dalam. syariat. Islam. tidak. hanya. ingin. mewujudkan kebahagiaan duniawi dan kesejahteraan material belaka, akan tetapi dalam pernikahannya seorang suami-isteri ingin menjadikan rumah tangganya sebagai sarana peningkatan spiritualitas keagamaan dan perbaiakan akhlak, dan menciptakan suatu tatanan masyarakat madani. Oleh sebab itu tanpa adanya pernikahan manusia akan terus mengikuti nafsu kebinatangannya. Yang akan menciptakan perselisihan dan permusuhan sesama manusia. 2 Dalam pandangan islam, perkawinan bukanlah hanya sekedar masalah keluarga dan masalah budaya, tetapi suatu masalah dan pristiwa agama. Oleh karena itu perkawinan dilakukan untuk memenuhi sunnah Allah dan sunnah Nabi dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Perkawinan yang dilakukan bukan hanya sekedar mendapatkan kebahagiaan sesaat akan tetapi untuk kebahagiaan jangka panjang. Oleh karena itu seseorang harus benar-benar memperhatikan dan menentukan pilihan pasangan hidupnya secara hati-hati dan dilihat dari berbagai segi. 3 Kafa’ah dalam perkawinan merupakan faktor yang dapat mendorong terciptanya kebahagiaan suami istri, dan lebih menjamin keselamatan perempuan dari kegagalan atau kegoncangan dalam berumah tangga. Maka 1. Abdurrahman, Kompilasi Hukum I slam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010), hlm. 114. 2 Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Abadi, 1972), hlm. 48. 3 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (jakarta: Kencana, 2006), hlm. 48.. 1.

(11) 2. dari itu kafa’ah merupakan salah satu pertimbangan yang di anjurkan dalam memilih suami/istri, disatu sisi kafa’ah tidak dapat menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan. Karena kafa’ah tidak termasuk kedalam syaratsyarat maupun rukun-rukun perkawinan4. Secara kultur dan budaya, tidak ada keharusan secara tertulis pelaksanaan kafa’ah dalam perkawinan islam. Kafa’ah dianjurkan menjelang pelaksanaan perkawinan, namun tidak menentukan sah dan tidaknya perkawinan, maka hendaknya pihak suami se-kufu’ dengan istrinya pada saat dilangsungkannya akad nikah, selama pihak istri dan walinya tidak menuntut dalam keharusan adanya kesetaraan.5 Kesetaraan yang tekandung dalam bidang keilmuan islam diasumsikan sebagai pertimbangan ideal dalam kelangsungan perkawinan. Ketimpanganketimpangan yang terjadi dalam perkawinan akan menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan berpotensi menjadikan perkawinan tidak harmonis yang menyebabkan awal sebuah perceraian. Pada praktiknya, dalam suatu komunitas tertentu, kafa’ah seringkali di identikkan dengan penggolongan atas sebuah komunitas yang ekslusif. Bahkan ditengah masyarakat muncul sebuah adigium klasik yang masih berlaku hingga sekarang.6 Seperti seorang keturunan Arab harus mau kawin dengan mereka yang juga keturunan Arab. Bila melanggar mereka akan diasingkan. Begitu juga seorang keturunan Cina, harus mau kawin dengan sesama etnisnya sekalipun mereka tidak saling suka. Dalam penulisan ini, peneliti mendapati sebuah fenomena bahwa kader inti Partai Keadilan Sosial (PKS) Kota Tangerang memberikan perhatian secara penuh terhadap kader-kader mereka dalam memilih jodoh dengan sesama kader partai mereka, sehingga bagi kader Partai Keadilan Sosial (PKS) Kota Tangerang sebagian besar melakukan perkawinan kecuali dengan sesama. 4. Abdul Rahman Ghazaly. Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006). hlm. 70 Muhammad Muhyidin Abdul Hamid, al-Akhwal al-Syakhsiyah fi al-Syariah al-Islamiyah, ma’a al-Isyarah ila Muqabiliha fi al-Syara’i al-Ukhra, (Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyah, 2003). hlm. 106. 6 Abdul Djalil dkk, Fiqh Rakyat, (Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara, 2011). hlm. 221. 5.

(12) 3. kader partai mereka, dan mayoritas tidak melakukan perkawinan dengan laklaki maupun perempuan di luar anggotanya. Keterangan diatas, merupakan sebuah realitas sosial. Bahwa para Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberikan perhatian secara penuh terhadap kader-kader mereka dalam memilih jodoh dengan sesama kader partai mereka, sehingga sebagian besar dapat dipastikan tidak melakukan perkawinan kecuali diantara mereka ada kesatuan fikrah (ideologi). Perkawinan se-fikrah ini pada praktiknya sering kali bertentangan dengan konsep kesetaraan dalam islam yang mempunyai landasan dalil yang kuat. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT dalam surat al-Hujurat ayat 13:. ِ ِ ‫َي أايُّ اها الن‬ َّ َ‫وًب اوقاباائِ ال لِتا اع ااَُوا إِ َّ َّ أا ْكارام ُُ ْم ِِ ان‬ َّ َّ َّ ِ‫اَّلِ أاْْ اقا ُك ْم إ‬ ‫َّاس إ ََّّن اخلا ْقناا ُكم من ذا اكر اوأُنثاى او اج اعلْناا ُك ْم ُشعُ ا‬ ‫ا‬ ‫اَّلا‬ ُ ِ ِ ٌ‫اِل ٌيم اخبي‬ Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”. Berbicara mengenai perkawinan dikalangan kader PKS Kota Tangerang yang memiliki sebuah kebiasaan menikah dengan sesama kadernya, tak lepas juga peran dari seorang murabbi/murabbi’ah (pembina) dalam proses mencarikan pasangan untuk ikhwan atau akhwat apakah hanya sebatas merekomendasikan atau ikut andil khalayak orang tua kader itu sendiri. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut dengan judul “PANDANGAN ELITE PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DPD KOTA TANGERANG DALAM KONSEP KAFA’AH (Studi Praktek Nikah se-fikrah)”.

(13) 4. B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah tersebut penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep kafa’ah dalam perspektif Partai Keadilan Sejahtera? 2. Bagaimana peran seorang murabbi/murabbiah dalam proses mencarikan pasangan kadernya? 3. Bagaimana dampak seorang kader yang menikah dengan non kader? 4. Apa yang melatar belakangi seorang kader harus menikah dengan sesama kader? C. Pembatasan masalah Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai yang diharapkan penulis. Penulis akan membahas tentang permasalahan yang berkenaan dengan kesetaraan dalam pernikahan kader Partai Keadilan Sejahtera. Dan dampak seorang kader yang menikah dengan non kader. D. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep dan penerapan Kafa’ah bagi kader Partai Keadilan Sejahtera? 2. Bagaimana Dampak Seorang Kader yang tidak menikah se-fikrah? 3. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Konsep Kafa’ah di Partai keadilan Sejahtera? E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksud dengan tujuan yaitu: a. Menjelaskan konsep kafa’ah bagi kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Tangerang. b. Menjelaskan penerapan kafa’ah bagi kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Tangerang. c. Menjelaskan dampak seorang kader yang menikah dengan non kader..

(14) 5. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi para akademisi, agar penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan tambahan khazanah ilmu pengetahuan. b. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengembangkan potensi menulis karya-karya ilmiah khususnya terkait kasus perceraian karena perilakuseksualmenyimpang, sehingga dapat menjadi bekal dan pelajaran yang berguna di masa yang akan datang. F. Review Kajian Terdahulu Terdapat beberapa skripsi yang ada kaitannya dengan konsep kafa’ah dalam perkawinan, diantaranya: 1. Karya Zakia Turifa, S.Sy. “Kafa’ah pernikahan dalam Tradisi Keluarga Arab (Studi kasus pada keluarga Al-Attas di kampung Arab kelurahan Condet Jakarta Timur)” Fakultas Syariah dan Hukum. 2012. Skripsi ini membahas tentang prinsip kafa’ah dalam perkawinan pada keluarga al-atas. Persamaan penilitian kami yaitu pada tema kafa’ah namum objek yang kami teliti berbeda. Penelitian penulis objeknya anggota kader PKS DPD Kota Tangerang, sedangkan dalam skripsi ini objeknya adalah keluarga al-atas di kampung Arab kelurahan condet Jakarta Timur. 2. Karya Abdul Aziz, S.H. Persepsi dan Praktik Konsep Kafa’ah (Studi Empiris Masyarakat Muslim Kelurahan Pondok Pucung Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang)” Fakultas Syariah dan Hukum. 2017. Skripsi ini membahas tentang. persepsi dan praktik konsep kafa’ah. dalam pernikahan. Dalam penilitian ini penulis hanya menjelaskan persepsi dan praktek konsep kafa’ah kepada masyarakat umum, yang mana objek penelitiannya adalah masyarakat Muslim di kelurahan Pondok Pucung. Sedangkan penilitian yang saya lakukan fokus kepada satu objek yaitu anggota kader PKS Kota Tangerang.

(15) 6. 3. Karya Puput Nadia Sapitri, S.H. “Konsep Kafa’ah dalam Perkawinan Anggota TNI di Indonesia dalam Teori Maslahah Mursalah” Fakultas Syariah dan Hukum. 2019. Skripsi ini menjelaskan perkembangan konsep kafa’ah dalam perkawinan anggota TNI, apakah sudah sesuai dengan hukum islam, serta analisis Maslahah Musrsalah terhadap konsep kafa’ah. Yang membedakan skripsi penulis adalah objek peniletiannya. Ditambah lagi pada skripsi ini terdapat teori Maslahah Mursalah. Sehingga sangat berdebada apa yang peneliti tulis. G. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan 1.. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan metode atau cara utama yang diiginkan untuk seorang peneliti dalam mencapai tujuan, cara tersebut digunakan setelah peneliti memperhitungkan kelayakannya ditinjau dari tujuan situasi dan kondisi. Untuk mencapai apa yang diharapkan dengan tepat dan terarah dalam Metode penelitian, maka penukis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: a. Jenis Penelitian Dalam penelitian jenis ini yang diggunakan adalah penelitian Hukum Empiris dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang objek kajiannya meneliti dengan cara menelaah literatur yang difokuskan dengan bahan bahan pustaka. Sumber-sumber yang diperoleh dari berbagai karya tulis buku, artikel, majalah, jurnal, yang secara langsung maupun tidak langsung, juga dengan wawancara subjek yang diteliti. 7. 7. Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, 2016), cet. 12, hlm. 47..

(16) 7. b. Sumber Data Penulisan skripsi ini menggunakan dua sumber pokok dalam mengumpulkan data, yakni sumber primer dan sekunder, yang secara teknis dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Data Primer Data primer diperoleh melalui wawancara langsung terhadap kader, tokoh, serta elit Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dan study kepustakaan yang mempunyai relevansi terhadap konsep kafa’ah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 2) Data sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli. Dalam penelitian ini dapat berupa keterangan dari berbagai sumber, seperti buku, artikel, jurnal yang berkaitan dengan objek penelitian. 2.. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan metode: a. Studi Kepustakaan Yaitu pengumpulan data dengan mencari konsep, teori, serta pendapat, atau penemuan hukum yang berhubungan dengan permasalahan pada penulisan ini. b. Wawancara. (interview). penyusun. melakukan. wawacara. mendalam (indepth interview) menggunakan dialog, mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan serta menggali keterangan yang lebih jelas secara langsung yang berkaitan dengan masalahyang diteliti kepada responden yaitu dalam hal ini adalah elite DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Tangerang. 3.. Metode Analisis Data Analisi data adalah sebuah cara yang digunakan untuk menganalisa, mempelajari dan mengolah suatu data dari sebuah kelompok tertentu, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang.

(17) 8. konkrit tentang permasalahan yang diteliti dan dibahas. 8 Dalam penelitian ini penyusun menggunakan analisis data deskriptif kualitatif. Dimana dalam penelitian ini penulis akan menggambarkan dan menganalisis data sehingga terungkap jelas. Kemudian penulis akan menyimpulkan hasil penelitian dengan logika deduktif. yaitu metode yang dilakukan pada proses analisis data yang bersifat umum dan memiliki kesamaan unsur sehingga dapat di generalisasikan menjadi kesimpulan khusus. Metode ini digunakan dalam rangka mengetahui bagaimana konsep Kafa’ah dalam islam kemudian ditarik menjadi sebuah praktik dalam perkawinan sesama kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPD Kota Tangerang. H. Sisematika Penulisan Penelitian skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana masing masing bab berisikan kesinambungan sebagai berikut: Bab I, berisikan pendahuluan yang berhubungan erat dengan permasalahan yang akan dibahas dengan tema penelitian,latar belakang masalah , identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, riview studi terdahulu, metode penelitian dan sistemaika penulisan. Bab II, berisikan pengertian kafa’ah, dasar hukum kafa’ah, ukuran dan kriteria kafa’ah, kafa’ah dalam pandangan imam mazhab, tujuan kafa’ah pernikahan. Bab III, berisi tentang gambaran umum Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Proses kaderisasi Partai Keadilan Sejahtera, serta Faktor penyebab terjadinya Pernikahan sesama anggota kader Partai Keadilan Sejahtera. Bab IV, berisi tentang Konsep Kafa’ah dan Penerapan bagi kader DPD PKS Kota Tangerang, Proses pernikahan Anggota Kader DPD PKS Kota Tangerang, dan Dampak Pernikahan sesama Kader (se-fikrah) dan Non 8. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993). hlm. 205..

(18) 9. Kader, dan Tinjauan Hukum Islam Terhadap konsep Kafa’ah di partai Keadilan Sejahtera. Bab V, Penutup, yang berisi tentang kesimpulan dan saran guna membangun dan menyempurnakan skripsi ini..

(19) BAB II KONSEP KAFA’AH DALAM PERKAWINAN ISLAM A.. Pengertian Kafa’ah Kafa’ah atau Kufu’menurut bahasa, artinya “setaraf, seimbang atau keserasian/kesesuaian9, serupa sederajat atau sebanding”.yang dimaksud dengan kafa’ah atau kufu’ dalam perkawinan menurut istilah hukum islam, yaitu “keseimbangan dan keserasian antara calon isteri dan suami sehingga masing-masing calon tidak merasa berat. untuk. melangsungkan perkawinan”.10 Kata kafa’ah diambil dalam surah al-Ikhlas ayat 4:. ٌَ ‫اواَل يا ُُن لَّه ُك ُف اوا ا اح‬ Artinya: “Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas, 112:4) Maksud dari potongan ayat ‫ ُك ُف اوا‬diatas adalah, tidak ada bandingannya. Secara etimologi kafa’ah adalah sama, sesuai dan setara. Sehingga yang dimaksud dengan kafa’ah dalam perkawinan adalah kesamaan antara calon suami dan calon isteri, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sama dalam akhlak dan kekayaan. 11 Dalam istilah fikih, kafa’ah disebut dengan sejodoh, artinya ialah sama, serupa, serasi, atau seimbang. 12 Menurut H. Abd. Rahman Ghazali,. 9. kamus istilah fiqh, lihat pula Kitab Al-Ta’rifat, hlm. 185. Depag RI, Ilmu fiqh II, h. 95. Lihat pula Zakiah Daradjat, hlm. 73. 11 Sayyid sabiq. Fiqh sunnah, jilid III, hlm. 93-94. 12 Kamal mukhtar, “asas-asas hukum islam tentang perkawinan”, (jakarta: bulan bintang, 1974), hlm. 69. 10. 9.

(20) 11. kafa’ah atau kufu menurut bahasa artinya setaraf, seimbang atau keserasian, atau kesesuaian, serupa, sederajat atau sebanding. 13 Sedangkan Muhammad Abu Zahrah mendefinisikan kafa’ah dengan keseimbangan antara calon suami dan isteri dengan keadaan tertentu, yang dengan keadaan itu mereka dapat menghindari kesulitan dalam mengurus rumah tangga.14 Pengertian kafa’ah menurut istilah juga dikemukakan oleh M. Ali Hasan yang mengartikan kafa’ah sebagai kesetaraan yang perlu dimiliki oleh calon suami dan isteri, agar menghasilkan keserasian hubungan antara suami dan isteri dalam menghindari celaan di dalam masalahmasalah tertentu.15 Kafa’ah atau kufu’ berarti sederajat, sepadan atau sebanding. Maksud kufu’ dalam pernikahan adalah laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkatan sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan. Jadi tekanan dalam hal kafa’ah adalah keseimbangan, keharmonisan dan keserasian, terutama dalam hal agama yaitu akhlak dan ibadah. 16 Kafa’ah yaitu keseimbangan dan keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan. Tekanan dalam hal kafa’ah adalah keseimbangan, keharmonisan dan keserasian, terutama dalam hal agama, yaitu akhlak dan ibadah. Kafa’ah tidak di artikan persamaan dalam hal harta, atau kebangsawanan, sebab akan berarti terbentuknya kasta, sedangkan dalam Islam tidak dibenarkan adanya kasta, karena manusia. 13. Amir syarifudin, “hukum perkawian islam di indonesia, antara fiqh munakahat dan undang-undang perkawinan”, (cet ke-3 jakarta: kencana, 2009), hlm. 140 14 Muhammad Abu Zahra, Al-ahwal al-Syakhsiyyah, (kairo: Dar al-fikr al-‘arabi,t.t), hlm. 156 15 M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Isam, (Jakarta: Praneda Media, 2003), hlm. 33. 16 Slamet Abidin, fiqih munakahat I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hlm. 50.

(21) 12. disisi Allah SWT adalah sama,. hanya ketakwaannyalah yang. membedakannya.17 Hasbullah Bakry menjelaskan bahwa pengertian kafa’ah ialah kesepadanan di antara calon suami dengan calon istrinya setidaktidaknya dalam tiga perkara yaitu: 1. Agama (sama-sama islam) 2. Harta (sama-sama berharta) 3. Kedudukan dalam masyarakat (sama-sama merdeka).18 Dari beberapa defenisi tentang kafa’ah yang telah disebutkan maka dapat disimpukan bahwa kafa’ah merupakan kesetaraan atau kesesuaian antara calon suami dan isteri dalam hal, akhlak, kedudukan, tingkat sosial, dan kekayaan. Sehingga masing-masing calon tidak merasa berat dalam melangsungkan perkawinan. B. Dasar Hukum Kafa’ah Kafa`ah berarti sama, sederajat, sapadan atau sebanding. Maksud kafâ`ah dalam perkawinan yaitu: laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan. Tidaklah diragukan jika kedudukan antara laki-laki dan perempuan sebanding merupakan faktor kebahagiaan hidup suami istri dan lebih menjamin keselamatan perempuan dari kegagalan atau guncangan rumah tangga.19 Menurut Amir Syarifuddin berpendapat bahwa “Kafa’ah itu diatur dalam perkawinan Islam, hanya saja karena dalil yang mengaturnya tidak spesifik di dalam al-Qur’an maupun hadis nabi, maka. 17. Dedi Supriyadi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, (Bandung: Pustaka Al-Fikriis, 2009), hlm. 60. 18 Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: UI PRESS, 1998), hlm. 159. 19 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 7, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1996), hlm. 36..

(22) 13. kafa’ah menjadi pembicaraan di kalangan ulama, baik mengenai kedudukannya maupun kriterianya di dalam perkawinan”. 20 Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) bab 10 tentang pencegahan perkawinan Pasal 61: ”Tidak se-kufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan kecuali tidak se-kufu karena perbedaan Agama atau ikhtilaful al-dien”21 Imam Wahbah Az-Zuhaili menyebutkan ada 2 pendapat tentang legalisasi kufu’ dalam pernikahan. Yaitu: pertama, pendapat Imam Ats-Tsauri, Hasan Al-Basri dan sebgai ulama Hanifiyah mengatakan bahwa kufu’ bukan merupakan syarat dan sahnya pernikahan dan bukan pula syarat keberlangsungan perkawinan, bahkan pernikahan akan berlangsung terus walaupun suami istri tidak ditemukan keserasian dan keseimbangan antara keduanya. 22 Mereka berdalil dengan dalil berikut: Sabda Rasullullah saw.,. ِ ‫النَّاس سو ِاسيةٌ اكأاسنا‬ ْْ ‫ض ال لِ اعارِب اِلاى اِ اج ِمى اَِّال ًِبلتَّ ْق او‬ ْ ‫ الا ُا‬.‫ا َّ الْ ُم ِش ِط‬ ْ ‫ُ اا ا‬ "Semua manusia sama bagaikan gigi sisir, maka orang Arab tidak lebih utama dibandingkan dengan orang asing, sesungguhnya keutamaan adalah dengan ketakwaan”. 23. (Ibnu Laal meriwayatkan. hadist yang sama maknanya dengan lafadz yang mirip dari Sahal Ibn Sa’ad). 20. Amir Syarifuddin, “hukum perkawian islam di indonesia, antara fiqh munakahat dan undang-undang perkawinan”, (cet ke-3 jakarta: kencana, 2009), hlm. 140 21 Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 1992) 22 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, Juz VII, (Bairut: Dar Al-Fikr. 1986), hlm. 230. 23 Ad-Dailami (4/300).

(23) 14. Hadist ini menunjukan persamaan mutlak, serta tidak disyaratkan adanya kesetaraan. Juga menjadi dalilnya adalah firman allah SWT,. ‫اَّلِ أاْْ اقا ُك ْم‬ َّ َ‫إِ َّ َّ أا ْكارام ُُ ْم ِِ ان‬ “sesungguhnya orang yang palung mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantarakau.” (QS: Al-Hujarat: 13) Juga firman-Nya,. ِ ِ ‫ك قا َِ اير‬ ‫اوُه او ٱلَّذْ اخلا اق ِم ان ٱلْ امآء با اشارا ُا اج اعلاهُۥ نا اسباا او ِص ْهارا اواكا ا َّ اَبُّ ا‬ “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya)keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa” (QS Al-Furqaan: 54) Serta Hadist Nabi Muhammad S.A.W:. ‫حَثين من مسع خطبة النيب صلي هللا ِليه وسلمفي وسط اَيم ْشريق ُقال‬: ‫وِن ايب حنضرة قال‬ ‫َسول هللا َي أيها الناس أال إ َّ َبُم واحَ و إ َّ أًبكم واحَ أال ال ُضل لعريب ِلى أِجمي و ال‬ )َ‫أِجمي ِلى ِريب و ال ألمحر ِلى أسود وال أسود ِلى أمحر إال ًبلتقوْ (َواه أمح‬ Dari Abu Nadhrah telah menceritakan kepadaku orang yang mendengar khutbah Rasulullah SAW ditengah-tengah hari tasyriq, beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia! Rabb kalian satu, dan ayah kalian satu, igatlah tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang Ajam (nonArab), dan bagi orang Ajam atas orang Arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketaqwaan.(HR. Ahmad)24 Dalil ini menjelaskan bahwa manusia sama dalam hak-hak dan kewajiban yang membedakan hanyalah ketakwaannya saja. Sedangkan di luar selain ketakwaan yang didasarkan kepada tradisi dan adat manusia,. 24. HR. Ahmad (5/411) dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Bani dalam AshShahihah, no. 270.

(24) 15. maka pasti manusia memiliki perbedaan. Seperti perbedaan dari sisi rejeki dan kekayaan, Sebagaimana Firman Allah SWT.. ‫ض ُُ ْم اِلا ٰى با ْعض ِِف ال ِرْزِق‬ َّ ‫او‬ ‫َّل با ْع ا‬ ‫اَّلُ ُاض ا‬ “Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rejeki.” (QS An-Nahl: 71) Adapula kelebihan dalam segi ilmu yang menyebabkan timbulnya kemuliaan. Allah berfirman:. ‫يا ْرُا ِع ٰاَّلُ الَّ ِذيْ ان اٰ امنُ ْوا ِمْن ُُ ْم اوالَّ ِذيْ ان اُْوُْوا الْعِلْ ام اد اَ ٰجت‬ Niscaya Allah meninggalkan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS Al-Mujadilah: 11) Manusia masih terus mengalami perbedaan dari segi kondisi sosial dan posisi sosialnya itu merupakan fitrah manusia. Syariat tidak bertabrakan dengan fitrah, tradisi, dan adat yang tidak bertentangan dengan asal dan prinsip agama. Hadits yang telah disebutkan, sesungguhnya Bilal r.a. melamar seorang perempuan dari kaum Anshar, dan mereka merasa enggan mengawinkannya. Rasululllah saw, memerintahkan mereka untuk melakukan perkawinan manakala tidak ada kesetaraan. Seandainya kesetaraan adalah suatu yang diperhitungkan maka beliau pasti tidak memerintahkan karena kawin dengan orang yang tidak setara bukanlah sesuatu yang diperintahkan. Hadits ini dikuatkan bahwa Salim bekas budak seorang perempuan dari kaum Anshar dikawinkan oleh Abu Hudzifah dengan keponakan peremuannaya dari saudara laki-lakinya, yaitu Hind binti.

(25) 16. Walid bin Utbah bin Rabi’ah. Begitu juga Nabi memerintahkan seorang perempuan Quraisy yang bernama Fatimah saudara adh-Dhahak bin Qais yang merupakan kelompok peremupuan yang pertama ikut hijrah untuk kawin dengan Usamah dengan ucapan,. ِِ ِ ِ ِ ِ َّ ‫اَّلُ اِلاْي ِه او اسلَّ ام قا ا‬ َّ ‫صلَّي‬ ُ‫(َ ااوه‬. ‫َّيب ا‬ ‫ انُِْي اُ اس اامةا ا‬:‫ال اَاا‬ ‫او اِ ْن ُاا ط امةا بْنت قا ْيس أا َّ الن ا‬ )‫ُم ْسلِ ٌم‬. Dari Fathimah binti Qais Radhiyallahu Anha bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya, “Nikahilah Usamah.” (HR. Muslim) 25 Ad-Daruquthni meriwayatkan bahwa sesungguhnya saudara perempuan Abdurrahman bin Auf dikawini oleh Bilal, yang menjadi dalinya adalah, “Sesungguhnya Abu Hind membekam Nabi saw. di alYafukh, maka Nabi bersabda,. ِ ‫ِن أِايب هري راة َ ِضي هللا ِْنه أا َّ َّ َس ا‬ ‫اضةا أانُِْ ُِوا‬ ‫صلَّى هللاُ اِلاْي ِه او اسلَّ ام قا ا‬ ‫ اَي باِين بايا ا‬:‫ال‬ ‫ول هللا ا‬ ُ ‫ا ْ ُ اْ ا ا ا ُ ا ُ ا‬ )َِ ِ‫اْلااكِ ُم بِ اسنا َِ اجي‬ ْ ‫ود ُاواد او‬ ‫ اوأانُِْ ُِوا إِلاْي ِه قا ا‬،َْ‫أ ااًب ِهن‬ ‫(َاواهُ ابُ ا‬ ‫ اواكا ا َّ اح َّج ااما ا‬:‫ال‬. Dari Abu Hurairah Rhadiyallahu Anhu bahwa Nabi Shallallaahu Alaihi wa Sallam bersabda: “wahai bani bayadhah, nikahilah abu hind, dan. nikahkanlah. mereka. kepadanya.. Dan. ia. adalah. tukang. bekam.”(Riwayat Abu Dawud dan Hakim dengan sanad yang baik) 26 Kedua, pendapat jumhur fuqaha mengatakan bahwa kafa’ah adalah merupakan syarat keberlangsungan perkawinan tapi bukan syarat sahnya nikah. 27 Berdasarkan dalil-dalil yang berikut ini, berdasarkan hadist dan dalil ma’qul,. 25. Hadist ini shahih, Muslim (1480) Hadist ini hasan, Shahih Abi Dawud (2102) 27 Wahbah Az-Zuhaili.,hlm. 234. 26.

(26) 17. Hadits riwayat Ali bahwa Nabi saw. berkata kepadanya,. ‫ َي ِلي ثالث ال ْؤخرها‬: ‫ أ َّ النيب صلى هللا ِليه وسلم قال‬، ‫ِن ِلي َضي هللا ِنه‬ )‫ (َواه الرتمذي‬. ‫ واألمي إذا وجَت َا كفؤا‬، ‫ واجلنازة إذا حضرت‬، ‫ الصالة إذا أْت‬: Ali bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa: Rasullullah SAW berkata kepadanya:. “Tiga perkara yang tidak boleh ditangguhkan;. shalat telah tiba waktunya, jenazah jika telah dating, dan perempuan yang belum menikah jika mendapati orang yang setara dengannya” (HR. At-Tirmidzi) Juga hadits riwayat Ibnu Umar. ِ ُ ‫ال َس‬ ِ َِ ‫ِن ِب‬ ِ ‫ب‬ ‫هللا بْ ِن ُِ امار اَ ِض اي هللاُ اِنْ ُه اما قا ا‬ ْ‫ا ْ ا‬ ُ ‫ الْ اعار‬:‫ول هللا صلَّى هللا اِلاْيه او اسلَّ ام‬ ُ ‫ قا ا ا‬:‫ال‬. ِ ‫ اواَ ُج ٌل‬،‫ض ُه ْم أا ْك افاءٌ لِبا ْعض قابِيلاةٌ بِاقبِيلاة‬ ُ ‫ اواَ ُج ٌل بِار ُجل اوالْ ام اوِاِل با ْع‬،‫ض ُه ْم أا ْك افاءٌ لبا ْعض قابِيلاةٌ بِاقبِيلاة‬ ُ ‫با ْع‬. )َْ ‫(َاواهُ ا ْمحا‬ ٌ ِ‫ إَِّال احائ‬،‫بِار ُجل‬ ‫ك أ ْاو اح َّج ٌام ا‬ Dari Abdillah bin umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: "Orang Arab adalah setara sebagian mereka dengan sebagian yang lain, kabilah dengan kabilah, laki-laki dengan laki-laki, para budak setara dengan sebagian mereka, kabilah dengan kabilah, laki-laki dengan laki-laki, kecuali peniup api ataupun tukang bekam.”(HR Ahmad). 28 Juga perkataan Umar bin Al-Khattab:. ‫ألمنعن ْزوجوذوات األحساب اال من األكفاء‬ "Pastilah aku akan melarang kalian untuk menikahkan orang yang memiki ke' hormatan kecuali dengan orang yang setara'' 28. HR Ahmad dan para perawinya adalah para perawi hadist shahih dari Abu Nadhrah. Majma’uz Zawaa’id : 3/266.

(27) 18. Dalil ma'qul. Yaitu terbinanya maslahat antara suami-istri biasanya tidak terjadi kec uali jika ada kesetaraan di antara keduanya karena perempuan bangsawan merasa enggan untuk hidup dengan rakyat jelata. Oleh karena itu, mesti ada unsur kesetaraan dari pihak laki-laki, bukannya dari pihak perempuan karena biasanya suami tidak terpengaruh dengan ketidaksetaraan. Adat, tradisi, dan kekuasaan biasanya memiliki pengaruh yang kuat dan besar terhadap istri. Jika suaminya tidak setara dengan istrinya, maka ikatan hubungan suami-sitri biasanya tidak bisa berlanjut. Ikatan rasa kasih diantara keduanya dapat terlepas, karena suami yang merupakan penopang keluarga tidak memiliki penghargaan dan perhatian. Seperti halnya wali perempuan, mereka merasa enggan untuk mengawinkan anak perempuannya dengan yang tidak sesuai dengan agama, kehormatan, dan nasab mereka dengan demikian, ikatan besanan akan terlepas dan menjadi rapuh sehingga membuat tujuan sosial dan hasil yang dituju dari perkawinan tidak akan terwujud. Para fuqaha empat mazhab, dalam pendapat rajih mazhab Hambali, dan menurut pendapat yang mu'tamad dalam mazhab Maliki, serta menurut pendapat yang paling zahir dalam mazhab Syafi'i bahwa kafa'ah adalah syarat lazim dalam perkawinan bukan syarat sahnya sebuah akad pernikahan. jika seorang perempuan yang tidak setara maka akad tersebut sah.29 C. UKURAN DAN KRITERIA KAFA’AH Berbicara tentang kafa’ah yang perlu diperhatikan dan menjadi ukuran adalah sikap hidup yang lurus dan sopan, serta ketataan terhadap agama (din) bukan karena keturunan (nasab), pekerjaan, kekayaan dan sejenisnya. Seorang laki-laki yang sholeh meskipun berasal dan Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 9, Cet ke-1 (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 218. 29.

(28) 19. keturunan rendah berhak menikah dengan perempuan yang berderajat tinggi. Seorang laki-1aki yang miskin ia berhak dan boleh rnenikah dengan perempuan yang kaya raya, asalkan laki-laki itu sholeh dan bertanggung jawab, sebaliknya seorang perempuan yang berasal dan keturunan rendah berhak menikah dengan laki-laki berderajat tinggi, demikian pula seorang perempuan yang miskin dan boleh menikah dengan laki-laki yang kaya raya asalkan perempuan itu sholihah dan bertanggung jawab.30 Oleh karena itu apabila seorang laki-laki bukan dan golongan yang berbudi luhur atau jujur (sholeh) herarti ia tidak se-kufu dengan perempuan yang sholeh, sehingga bagi perempuan yang sholeh jika dinikahkan oeh walinya dengan laki-laki fasik (tidak sholeh), maka ia boleh menolak atau menuntut pembatalan31 Selanjutnya apabila dalam perkawinan diharuskan adanya keseimbangan antara suami istri (se-kufu), hal ini merupakan tuntutan wajar untuk tercapainya keserasian hidup berumah tangga. Sebab apabila tidak ada keserasian antara suami istri, biasanya akan akan sering terjadi perbedaan pandangan dan cara hidup yang mudah menimbulkan percekcokan. bahkan sering pula berakibat putusnya perkawinan. Oleh karena itu meskipun al-Qur’an dan Sunnah Rasul tidak memberikan penegasan tentang ukuran keseimbangan (kafa’ah) tetapi para fuqaha membahasnya dengan sangat teliti dan hati-hati.32 Menurut. Ibnu. Hazm,. tidak. ada. ukuran-ukuran. kufu`.Ia. berpendapat bahwa semua orang Islam selama ia tidak berzina, berhak kawin dengan wanita Muslimah asal tidak tergolong perempuan pelacur, dan semua orang Islam adalah bersaudara. Kendatipun dia anak seorang 30 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm.57 31 Abd Rahman Ghazali. Fiqh Munakahat, (Jakarta: Praneda Media Grup, 2003) hlm. 51. 32 Abd Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam: perspektif fikih dan hukum positif (Yogyakarta: UII Press 2011), hlm. 69..

(29) 20. hitam yang tidak dikenal umpamanya, namun tak dapat diharamkan kawin dengan anak Khalifah Bani Hasyim. Walau seorang Muslim yang sangat fasik, asalkan tidak berzina dia adalah kufu` untuk wanita Islam yang fasik, asal bukan perempuan zina. 33Alasannya adalah sebagai berikut:. .ٌ‫اََِّّناا الْ ُم ْؤِمنُ ْو ا َّ اِ ْخ اوة‬ Artinya: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara.. (QS. Al-Hujarat, 49:10) Lebih lanjut para ulama imam mazhab berbeda pendapat dalam menetapkan ukuran kafa’ah, di antaranya: 1.. Menurut ulama Hanafiyah yang menjadi dasar kafa’ah adalah: a. Nasab, yaitu keturunan atau kebangsaan. b.Islam, yaitu dalam silsilah kerabatnya banyak yang beragama Islam. c. Hirfah, yaitu profesi dalam kehidupan. d. Kemerdekaan dirinya. e. Diyanah atau tingkat kualitas keberagamannya dalam Islam. f. Kekayaan.. 2.. Menurut ulama Malikiyah yang menjadi kriteria kafaah hanyalah: a. diyanah b. Terbebas dari cacat fisik.. 3.. Menurut ulama Syafi’iyah yang menjadi kriteria kafaah itu adalah: a. Nasab b. Diyanah c. Kemerdekaan diri. d. Usaha atau profesi.. 4. 33. Menurut ulama Hanabilah yang menjadi kriteria kafaah itu adalah:. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara 2006), hlm.36..

(30) 21. a. Diyanah b. Hirfah. c. Kekayaan. d. Kemerdekaan diri. e. Nasab. 34 Mayoritas ulama sepakat menempatkan dien atau diyanah sebagai kriteria kafa’ah. Konsensus itu didasarkan pada Surat As-Sajadah ayat 18.. ِ ‫اُامن اكا ا َّ مؤِمناا اكمن اكا ا َّ ُا‬ َّ ‫اس اقا اال يا ْستاو ا‬ ْ ‫ُْ ا‬ ْ‫ا‬ Artinya: “Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orangorang yang fasik? mereka tidak sama.” (QS. As-Sajadah, 32:18) Bahkan menurut Ibnul Qayyim bahwa pertimbangan kafa’ah hanya terletak dalam hal agama dan penghayatannya. Oleh karena itu perempuan muslimah dipandang tidak se-kufu apabila menikah dengan laki-laki non muslim, demikian juga perempuan yang pandai menjaga kesucian dirinya tidak se-kufu apabila menikah dengan laki-laki yang tidak baik.35 Namun hukan herarti ukuran-ukuran yang lain seperti kekayaan, keturunan, pekerjaan, kecantian/ketampanan dan lain-lain tidak penting. Untuk kesempurnaan hidup berumah tangga, semuanya itu sangat penting. Hal mi sebagaimana hadis Rasulullah saw yang rnernerintahkan untuk menikahi wanita karena agamanya, kecantikannya, hartanya dan keturunannya, maka carilah wanita yang taat beragama, niscaya akan beruntung.. 34. Dr. Sudarto. Fikih Munakahat, (Surabaya: Qiara Media 2020), hlm. 23 Abd Ghofur anshori, Hukum Perkawinan Islam: perspektif fikih dan hukum positif (Yogyakarta: UII Press 2011), hlm. 73 35.

(31) 22. Segi-segi kriteria kafa’ah yang dapat ditemui dari penjelasan kriteria kafa’ah diatas dapat dijabarkan sebagai berikut 1. Segi Nasab Maksud nasab adalah asal usul atau keturunan seseorang yaitu keberadaan seseorang berkenaan dengan latar belakang keluarganya baik menyangkut kesukuan, kebudayaan maupun status sosialnya. Unsur nasab ini terdapat dua golongan yaitu pertama golongan Ajam, kedua golongan Arab.36 Para ulama berbeda pendapat dalam menempatkan nasab (keturunan) sebagai kriteria kafa‟ah. Jumhur ulama menempatkan nasab (keturunan) sebagai kriteria dalam kafa‟ah, dalam pandangan ini orang yang bukan Arab tidak setara dengan Arab. Ketinggian nasab orang Arab itu menurut mereka karena Nabi sendiri adalah orang Arab. Bahkan diantara sesama orang Arab, kabilah Quraisy lebih utama dibandingkan dengan bukan Quraisy. Alasanya yaitu Nabi sendiri adalah kabilah Quraisy. Sebagian ulama tidak menempatkan kebangsaan itu sebagai kriteria yang menentukan dalam kafa‟ah. Mereka berpedoman kepada kenyataan banyaknya terjadi perkawinan antar bangsa di waktu Nabi masih hidup dan Nabi tidak mempersoalkannya.37 Nasab bagi bangsa Arab sangatlah dijunjung tinggi, bahkan menjadi kebanggaan tersendiri apabila mempunyai keturunan nasab yang luhur. Dikalangan masyarakat biasa nasab adalah garis keturunan ke atas dari bapak atau dari ibu, dalam menentukan pasangan hidup masyarakat biasa tidak terlalu mementingkan sebuah nasab, karena yang terpenting adalah kecocokan dari dua calon. 38. 36 Abdur Rahman al-Jazari, Kitab al-Fiqh ‘Ala Mazahib al-Arba’ah, Juz IV (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), hlm. 53. 37 Amir Syarifuddin, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan”, Cet ke-3, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 143. 38 Wahbah az-Zuhaili, “Fiqih Islam 9”, (Jakarta: Gema Insani, 2011,) hlm. 226..

(32) 23. 2. Segi Agama Semua ulama mengakui agama sebagai salah satu unsur kafa’ah yang paling esensial. Penempatan Agama sebagai unsur kafa’ah tidak ada perselisihan dikalangan Ulama. Hal ini dikarena kan Islam menjadi syarat sah dalam melangsungkan pernikahan. Agama juga dapat diartikan dengan kebaikan, istiqomah. Menganai kafa’ah dalam Agama, lelaki harus sama dengan perempuan dalam kesucian dan istiqomah. Apabila si lelaki fasik pezina, maka ia tidak kufu’ bagi perempuan yang suci, walaupun lelaki telah bertaubat dan taubatnya sungguh-sungguh, karena taubat dari zina tidak menghapus nama buruk. Apabila lelaki fasik selain fasik zina, seperti peminum khamar dan pendusta kemudian bertaubat, maka ia kufu’ bagi perempuan istiqomah.39 Adapun dalil penetapan dari segi Agamanya:. ‫ال ُْْن اُ ُ الْ ام ْرأاةُ ِأل ْاَباع لِ ام ِاَاا او ِْلا اسبِ اها‬ ِ ِ‫اَّلُ اِْنهُ اِ ْن الن‬ ‫اَّلُ اِلاْي ِه او اسلَّ ام قا ا‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫اِ ْن أِايب ُهاريْ اراة اَ ِض اي‬ ‫َّيب ا‬ ِ ِ ِ ‫السب ع‬ ِِ ِ ِ ِِ ِ )‫ت‬ ْ ‫ او اَجااَاا اولَين اها ُااظْاف ْر بِ اذات الَي ِن ْا ِربا‬. ‫(متَّ اف ٌق اِلاْيه ام اع باقيَّة َّ ْ ا‬ ُ .‫ت يا اَ ااك‬. Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: wanita itu dinikahi karena empat hal: harta-bendanya, keturunannya, keindahan wajahnya, dan karena ketaatannya kepada agama. Pilihlah wanita yang taat kepada agama, maka kamu akan bahagia.(Muttafaq Alaih dan AsSab’ah yang lainya) 40 3. Pekerjaan Seorang perempuan dan suatu keluarga yang pekerjaannya terhormat tidak se-kufu dengan laki-laki yang pekerjaanya kasar. Tetapi kalau pekerjaannya itu hampir bersamaan tingkatnya antara satu dengan yang lain maka tidaklah dianggap ada perbedaan. Untuk mengetahui 39. Abdur Rahman al-Jazari, Kitab al-Fiqh ‘Ala Mazahib al-Arba’ah, Juz IV (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), hlm. 58. 40 Hadist ini shahih, Al-Bukhari (5090), Muslim (1466)..

(33) 24. pekerjaan yang terhormat atau kasar, dapat diukur dengan kebiasaan masyarakat setempat. Sebab adakalanya pekerjaan terhormat pada suatu tempat, kemungkinan satu ketika dipandang tidak terhormat disuatu tempat dan masa yang lain. 41 Pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang untuk mendapatkan rizkinya dan penghidupannya, termasuk diantaranya adalah pekerjaan di pemerintah. Jumhur fuqaha selain Mazhab Maliki memasukkan profesi kedalam unsur kafa’ah, dengan menjadikan profesi suami atau keluarganya sebanding dan setara dengan profesi isteri dan keluarganya. Oleh sebab itu orang yang pekerjaanya rendah seperti tukang bekam, tiup api, tukang sapu, tukang sampah, penjaga, dan pengembala tidak setara dengan anak perempuan pemilik pabrik yang merupakan orang elite, ataupun seperti pedagang, dan tukang pakaian. Anak perempuan pedagang dan tukang pakaian tidak sebanding dengan anak perempuan ilmuan dan qadhi, berdasarkan tradisi yang ada. Sedangkan orang yang senantiasa melakukan kejelekan lebih rendah dari pada itu semua. Orang kafir sebagian mereka setara dengan sebagian yang lain. Kafa’ah dijadikan kategori untuk mencegah kekurangan, dan tidak ada kekurangan yang lebih besar dari pada kekafiran. 42 Landasan yang dijadikan untuk tolak-ukur pekerjaan adalah tradisi. Hal ini berbeda dengan berbedanya zaman dan tempat. Bisa jadi suatu profesi dianggap rendah disuatu zaman kemudian menjadi mulia dimasa yang lain. Demikian juga bisa jadi sebuah profesi dipandang hina disebuah. negeri. dan. dipandang. tinggi. di. negeri. yang. lain.. SedangkanMadzhab Maliki tidak menjadikan profesi sebagai salah satu unsur kafa’ah.. 41. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara 2006), hlm.45. Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Al-Imam Ja’far Ash-Shadiq Ardh Wal Istidlal, Vol V dan VI (Jakarta: Lentera, 2009), hlm. 317. 42.

(34) 25. 4. Merdeka Kriteria tentang kemerdekaan ini sangat erat kaitannya dengan masalah. perbudakan.. Perbudakan. diartikan. dengan. kurangnya. kebebasan dalam hidup. Budak adalah orang yang berada dibawah kepemilikan orang lain. Ia tidak mempunyai hak atas dirinya sendiri. Adapun maksud kemerdekaan sebagai kriteria kafa’ah adalah bahwa seorang budak laki-laki tidak kufu’ dengan perempuan yang merdeka. Demikian juga seorang budak laki-laki tidak kufu’ dengan perempuan yang merdeka sejak lahir. Kemerdekaan juga dihubungkan dengan keadaan orang tuanya, sehingga seorang anak yang hanya bapaknya yang merdeka, tidak kufu’ dengan orang yang kedua orang tuanya merdeka. Begitu pula seorang lelaki yang neneknya pernah menjadi budak, tidak sederajat dengan perempuan yang neneknya tidak pernah menjadi budak, sebab perempuan merdeka jika dikawinkan dengan laki-laki yang dipandang tercela. Sama halnya jika dikawinkan dengan laki-laki yang salah seorang neneknya pernah menjadi budak.43 5. Kekayaan Adapun yang dimaksud kekayaan disini adalah kemampuan untuk membayar mahar dan nafkah. Abu Yusuf (ulama Hanafiyah) berpendapat bahwa selama seoarang suami mampu memberikan kebutuhan-kebutuhan yang. mendesak. nafkah satu hari kehari. berikutnya, tanpa harus membayar mahar, orang tersebut masih dianggap termasuk kualifikasi yang mempunyai kafa’ah, walaupun istrinya mempunyai harta yang banyak. Alasan Abu Yusuf adalah kemampuan membayar nafkah itulah yang penting untuk menjamin kehidupan mereka kelak dalam rumah tangga, sementara mahar bisa dibayar oleh siapa saja diantara keluarga yangmempunyai kemampuan, 43. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 7, (Bandung: PT, Al-Ma’arif, 1996), hlm. 130..

(35) 26. misalnya bapak, kakek dan lain-lain. Ulama Hanabilah juga memasukkan harta sebagai ukuran kufu’ karena kalau perempuan yang kaya bila berada ditangan suami yang melarat akan mengalami bahaya. Sebab nantinya sulit dalam memenuhi nafkah keluarga.44 6. Bebas dari Cacat Cacat. yang. dimaksudkan. adalah. keadaan. yang. dapat. memungkinkan seseorang untuk dapat menuntut fasakh. Karena orang cacat dianggap tidak se-kufu’ dengan orang yang tidak cacat. Adapun cacat yang dimaksud adalah meliputi semua bentuk cacat baik fisik maupun psikis yang meliputi penyakit gila, kusta atau lepra.45 Kriteria kafa’ah, segi ini hanya diakui oleh ulama Malikiyah tapi dikalangan sahabat Imam Syafi’i ada juga yang mengakuinya. Sementara madzhab Hanafi maupun Hambali, keberadaan cacat tersebut tidak menghalangi kufu’nya seseorang.46 Cacat tersebut dapat menghalangi kese-kufu’anseseorang, namun tidak berarti dapat membatalkan perkawinan. Karena keabsahan bebas dari cacat sebagai kriteria kafa’ah hanya diakui manakala pihak wanita tidak menerimanya. Akan tetapi jika terjadi kasus penipuan atau pengingkaran misalnya sebelum perkawinan dikatakan orang tersebut sehat tapi ternyata cacat maka kenyataan tersebut dapat dijadikan alasan untuk menuntut fasakh. 47. 44. Khairudin Nasution, Hukum Perkawinan I, (Yogyakarta: ACAdemia & TAFAZZA, 2005), hlm. 224. 45 Abdur Rahman al-Jazari, Kitab al-Fiqh ‘Ala Mazahib al-Arba’ah, Juz IV (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), hlm. 56. 46 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 7, (Bandung: PT, Al-Ma’arif, 1996), hlm. 132. 47 Abdur Rahman al-Jazari, Kitab al-Fiqh ‘Ala Mazahib al-Arba’ah, Juz IV (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990), hlm. 56..

(36) 27. D. KAFA’AH DALAM PANDANGAN IMAM MAZHAB Di dalam istilah fuqaha (ahli hukum Islam), kafa’ah didefinisikan sebagai ‘kesamaan‘ di dalam hal-hal kemasyarakatan, yang dengan itu diharapkan akan tercipta kebahagiaan dan kesejahteraan di dalam kehidupan keluarga, dan mampu menyingkirkan kesusahan. Namun, dari sekian kualifikasi kafa‘ah yang ditawarkan untuk tujuan tersebut, hanya satu kualifikasi kafa‘ah yang disepakati oleh fuqaha, yaitu kualifikasi kafa‘ah berupa kemantapan agama (din) dengan arti ketakwaan dan kebaikan (at-takwa wa as-silah). Adapun kualifikasi lain dari kafa‘ah, seperti unsur kemerdekaan, nasab, agama ayahnya, bersih dari penyakit, sehat akal, dan lainnya, terdapat perbedaan sikap dan pandangan di kalangan fuqaha : ada yang berpendapat dijadikan sebagai unsur kafa‘ah dan ada yang tidak.48 Berikut adalah uraian lebih jauh mengenai perbedaan pendapat fuqaha dalam menentukan unsur-unsur kafa‘ah. 1. Mazhab Hanafi Kualifikasi atau unsur kafa‘ah, menurut mazhab Hanafi, meliputi enam unsur, yaitu keturunan (nasab), agama (din), kemerdekaan (alhurriyah), harta (al-mal), kekuatan moral (diyanah), dan pekerjaan (alhirfah). 49 Menurut mazhab ini, kafa‘ah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam perkawinan. Kafa‘ah dipandang sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan akad perkawinan. Ketiadaan kafa‘ah dapat mencegah sebuah perkawinan atau memungkinkan seorang wali untuk mem-fasakh (membatalkan) suatu perkawinan. Jika ada seorang perempuan menikah dengan seorang laki-laki yang tidak se-kufu tanpa izin dari walinya, wali tersebut berhak untuk membatalkan atau menolak 48. 170. 49. Mustafa‘ as-Siba‘i, Syarh Qanun al-Ahwal asy-Syakhsiyyah (Damaskus: t.p., 1965), I:. Abu Zahrah, al-Ahwal asy-Syakhsiyyah, hlm. 157-161. Lihat juga Abdurrahman alJaziri, Kitab al-Fiqh, hlm. 732..

(37) 28. akad perkawinan tersebut. Dengan demikian, dalam mazhab ini, sangat jelas bagaimana posisi atau kekuasaan wali dalam perkawinan anak atau orang yang berada di bawah perwaliannya. Bahkan dari beberapa penjelasan mengenai unsur-unsur kafa‘ah dalam mazhab ini tampak bahwa unsur yang diukur bukanlah antara sang calon, melainkan antara orang tua calon50 2. Mazhab Maliki Menurut mazhab ini, keberadaan kafa‘ah merupakan salah satu syarat sahnya akad nikah. 51 Mengenai kualifikasi yang termasuk unsur kafa‘ah, mazhab ini menyatakan bahwa kualifikasi atau unsur kafa‘ah berupa nasab (keturunan), sina’ah (pekerjaan), harta, dan kekayaan tidak dipandang sebagai kualifikasi kesekufuan seseorang. Unsur yang menjadi kesekufuan adalah hanya ketakwaan, kesalehan/akhlak baik, dan tidak mempunyai cacat (as-salamah min al-uyub). Bahkan, cacat pun masih bisa ditolerir dalam keadaan terpaksa (darurat). Hubungannya dengan kemerdekaan (al-hurriyah), terdapat dua sumber yang menjelaskan hal ini. Satu sumber mengatakan bahwa Imam Malik menjadikannya sebagai syarat/unsur kafa‘ah, sementara sumber lain mengatakan tidak. 52 Dengan demikian, mazhab ini pada dasarnya lebih menekankan unsur ketakwaan dan kesalehan sebagai kualifikasi kesekufuan seseorang dibandingkan dengan unsur-unsur lain dalam kafa‘ah. 3. Mazhab Syafi’i Sebagaimana dicatat oleh Abu Zahrah, mazhab ini mempunyai pendirian yang hampir sama dengan mazhab Hanafi, namun ada sedikit penambahan (penekanan) dan pengurangan mengenai kualifikasi atau unsur-unsur yang dijadikan sebagai kafa‘ah. Sisi penambahannya dalam 50 Lihat uraian tentang masing-masing kualifikasi kafa‘ah mazhab ini dalam Khoiruddin Nasution, Islam tentang Relasi Suami dan Istri, hlm. 217-222. 51 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh, hlm. 734. 52 Abu Zahrah, al-Ahwal al-Syakhsiyyah, hlm. 162.

(38) 29. mazhab ini adalah unsur tidak mempunyai cacat (as-salamah min al‘uyub) dan menekankan pada unsur kemerdekaan (al-hurriyah) di mana status kehambaan dari pihak (garis) ibu tidak menjadi penghalang kesekufu’an, serta tidak menjadikan kekayaan (al-mal) sebagai kualifikasi kafa‘ah.53 Hubungannya dengan keturunan (nasab), menurut mazhab ini, mempunyai arti sesuai dengan kebiasaan setempat (adat). Artinya, kualifikasi keturunan di sini dihubungkan dengan kemajuan di bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Orang Quraisy dianggap lebih tinggi dari suku lain karena suku inilah pada waktu itu yang mempunyai kebudayaan yang lebih tinggi. Karena itu, orang Eropa yang muslim, misalnya, akan lebih tinggi dibanding dengan orang nonArab lainnya yang hidup di negara berkembang. 54 Dalam mazhab ini, keberadaan kafa‘ah tidak menjadi syarat sahnya akad perkawinan, kafa‘ah hanya dianggap sebagai syarat tambahan sehingga jika ada seorang perempuan yang nikah dengan seorang laki-laki yang tidak kafa‘ah dan ada wali yang menikahkannya maka nikahnya dianggap sah, dan hak khiyar wali lain menjadi hilang.55 4. Mazhab Hanbali Kualifikasi atau unsur kafa‘ah menurut mazhab Hanbali, sebagaimana dijelaskan oleh Abu. Zahrah, terdapat penjelasan yang. berbeda dari dua sumber yang berbeda. Sumber pertama mengatakan bahwa mazhab ini mempunyai kesamaan dengan mazhab Syafi’i dalam menentukan kualifikasi kafa‘ah dalam perkawinan. Namun, kedua mazhab tersebut memiliki sedikit perbedaan mengenai unsur kafa‘ah berupa bebas dari cacat (aib) di mana dalam mazhab Hanbali diartikan 53. Abu Zahrah, hlm. 162. Abu Zahrah., hlm. 158. 55 . Abu Zakariya Yahya an-Nawawi, Rau dah at-Talibin (Beirut: Dar al-Kutub alIlmiyah, 1992), hlm. 428. Lihat juga t Abu Ishaq Ibrahim al-Fayruz Abadi al-Syirazi, alMuhazzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafi’i, (t.k.: Syirkah al-Nur Asia, t.th.), II: 39 54.

(39) 30. bukan dalam arti jasmani. Dalam catatan Abdurrahman al-Jaziri disebutkan bahwa kualifikasi kafa‘ah menurut mazhab Hanbali adalah agama, pekerjaan, kekayaan, kemerdekaan, dan keturunan. 56 Sedangkan sumber kedua menyebutkan bahwa Imam Ahmad hanya mencantumkan unsur takwa sebagai kualifikasi kafa‘ah sama dengan Imam Malik. 57 Menurut Mazhab Hanbali ini, kualifikasi kafa‘ah tersebut hanya dituntut dari pihak laki-laki, sebab laki-lakilah yang akan menentukan baik atau tidaknya rumah tangga. Oleh karena itu, jika seorang perempuan menikah dengan laki-laki yang jauh lebih baik daripadanya tidak menjadi masalah.58 Dari uraian unsur-unsur kafa‘ah di atas, maka secara garis besar dapat dipetakan bahwa ada dua macam pembidangan dari berbagai unsur-unsur kafa‘ah yang telah dirumuskan oleh para ulama fiqh tersebut, yaitu: (1) kafa‘ah dalam bidang sosial (social equality), dan kafa‘ah dalam bidang agama (religious equality). Social equality adalah kesetaraan atau kesepadanan yang diukur dengan nilai-nilai dan tradisi sosial kemasyarakatan setempat (local). Misalnya, keturunan, status sosial, profesi, kekayaan, dan lain-lain. Unsur-unsur kafa‘ah ini tidak mendapatkan kesepakatan bulat dari berbagai fuqaha untuk diterapkan dalam syarat pernikahan. Sedangkan religious equality adalah kesetaraan atau kesepadanan yang diukur dengan nilai-nilai agama, integritas, dan kesalehan dalam beragama. Religious equality ini mendapatkan kesepakatan dari semua fuqaha bahwa ia merupakan unsur pokok dalam konsep kafa‘ah di dalam pernikahan. Munculnya berbagai rumusan para ulama fiqh tentang konsep kafa‘ah lengkap dengan unsur-unsur di dalamnya, sebenarnya merupakan langkah awal untuk mendapatkan kemaslahatan dalam rumah tangga. 56. Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh, hlm. 734. Abu Zahrah, al-Ahwal asy-Syakhsiyyah, hlm. 163 58 Abu Zahrah., hlm, 163. 57.

(40) 31. Kemaslahatan itu sendiri, seiring dengan perkembangan zaman akan senantiasa mengalami pergeseran nilai-nilai yang bersifat interpretatif sehingga tidak menutup kemungkinan unsur-unsur kafa‘ah yang telah dirumuskan oleh para pakar fiqh tersebut akan mengalami perkembangan yang lebih luas sesuai dengan konteks zaman dan peradaban manusianya. E. TUJUAN KAFA’AH DALAM PERNIKAHAN Islam mendang bahwa pembentukan keluarga merupakan salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam. Untuk mewujudkan sautu kehidupan keluarga yang harmonis dan tentram diperlukan adanya kafa’ah dalam perkawinan, supaya adanya keseimbangan diantara calon suami-istri dalam membina kehidupan berkeluarga. Jika di antara keduanya sudah ada kesamaan dan kecocokan, maka akan mudah bagi mereka untuk mewujudkan tujuan perkawinan. Dengan demikian, jelaslah kafa’ah dalam perkawinan sangat diperlukan untuk keluarga yang harmonis. Apabila tidak adanya kafa’ah dalam perkawinan, maka keluarga tersebut akan mengalami kegoncangan dalam keluarga. Tujuan adanya kafa’ah dalam pernikahan, diantaranya sebagai berikut: 1. Untuk menjaga dari kegagalan dan perselisihan yang tidak diinginkan. Kafa’ah sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah perkawinan karena hal tersebut merupakan faktor penting yang dapat mendorong terciptanya kebahagiaan suami istri. Apabila kedudukan suami lebih rendah daripada istrinya, maka besar kemungkinan perkawinan mereka tidak harmonis dan terancam gagal. Sebab istri.

(41) 32. bisa saja di kemudian hari akan menghina suaminya dan akhirnya akan merendahkan suaminya, atau sebaliknya jika kedudukan istri lebih rendah daripada suami maka suami akan melecehkan dan merendahkan istri. Oleh sebab itu, agama Islam menganjurkan agar persoalan kafa’ah ini diberi perhatian yang cukup sehingga tidak menimbulkan kekecewaan dan penyesalan di kemudian hari. 59 Syaikh Mahmud Syaltut menerangkan bahwa kafa’ah merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dengan serius dan penuh kewaspadaan, sebelum terjadinya suatu perselisihan besar di kemudian hari dan hanya dapat diselesaikan dalam siding pengadilan60 2. Menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan keluarga Perkawinan bukanlah untuk sekadar bermain-main saja, menjalin hubungan satu atau dua bulan saja, melainkan untuk selamanya seperti yang tercantum dalam tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga yang kekal dan abadi. Maka kafa’ah ini berperan penting dalam perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan memelihara persamaan pikiran, pola pikir, dan pandangan dalam pergaulan sehari-hari khususnya dalam mendidik anak dan keturunannya. Sebab cara menentukan pikiran dan cara pandang banyak ditentukan oleh persamaan keyakinan, kebudayaaan, dan persamaan latar belakang. Semua itu amat berpengaruh dalam kerukunan dan keserasian dalam keluarga, serta menyebabkan kemudahan dalam bermusyawarah untuk mencapaimufakat antara suami dan istri.61. 59. Slamet Abidin, dkk.. Fiqih Munakahat . Bandung: (Pustaka Setia. 1999), hlm. 51. Muhammad Bagir Al-Habsyi.. Fiqih Praktis Menurut Al-Qur’an dan Pendapat Ulama. (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 52 61 Muhammad Bagir Al-Habsyi. Hlm. 52 60.

(42) 33. Dari kedua tujuan di atas pada dasarnya kafa’ah dalam perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang harmonis, dimana terbentuknya kesamaan dari aspek lahir, maupun batin serta visi pandangan yang dapat menjaga persoalan kesenjangan atau ketimpangan dan ketidakharmonisan dalam mewujudkan keluarga yang sakinah. Namun terkadang pandangan terhadap kafa’ah ini ditempatkan secara kurang tepat. Kebanyakan orang zaman sekarang hanya memandang dari segi lahiriyah atau materi saja, seperti pekerjaan, kekayaan, pendidikan ataupun status soial seseorang, tanpa memandang aspek kejiwaan yang dilandasi dengan nilai-nilai agama dan budi pekerti..

(43) BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PARTAI KEADILAN SEJAHTERA A. Gambaran Umum Organisasi Partai Keadilan Sejahtera 1.. Sejarah Organisasi Cikal bakal PKS berasal dari gerakan dakwah para mahasiswa. dan mahasiswi di kampus-kampus luar negeri maupun tanah air. Perjalanan dakwah para aktivis kampus dikenal sebutan gerakan tarbiyah di Indonesia, mulai marak sejak tahun 1990-an.62 Setelah sukses menjadi gerakan dakwah kampus dan di masyarakat, gerakan tarbiyah mulai mengenal jati dirinya dan mencoba mengundi nasib di kancah politik. Lahirlah Partai Keadilan (PK) pada 9 Agustus 1998 sebagai cikal bakal dari Partai Keadilan Sejahtera (berasimilasi jadi PKS pada 20 April 2002/9 Jumadil ‘Ula 1423 Hijriyah).63 Pendiri PKS kebanyakan memang dari kalangan anak muda aktifis masjid kampus, sehingga wajar bila dimasukkan ke dalam kotak modernis. Namun bila kita perhatikan lebih cermat, sejumlah pendiri PK jelas-jelas berakar dari kalangan tradisional. Seperti, Salim Segaf al Jufri tercatat masih cucu pendiri Al Khairat yang cukup dominan di wilayah Indonesia bagian Timur, KH Rahmat Syafi'i tergolong murid KH. Abdullah Syafi'i (pendiri Asy Syafi'iyah dari Jakarta), Ahmad Heriawan adalah kader Persatuan UmatIslam (PUI), Daud Rasyid Sitorus berasal dari lingkungan Jamaah Al Washliyah di Sumatera Utara. Semuanya tercatat sebagai Dewan Pendiri PK.64. 62 Djony Edward, Efek Bola Salju Partai Keadilan Sejahtera, Cet. Pertama, (Bandung: PT Syaamil Cipta Media, 2006), hlm. xiii. 63 Djony Edward, hlm. xxii 64 Sapto Waluyo, Kebangkitan Politik Dakwah, (Bandung: Harakatuna Publising 2005), hlm. 30.. 34.

(44) 35. Terlihat sejumlah nama yang berakar tradisional kuat, seperti H.M. Nasir Zein (Betawi), Mohammad Idris Abdus Somad (Sunda), Ahzami Samiun Jazuli (Jawa), Iskan Lubis (Sumatera), dan lain-lain. Karena itulah PKS sulit dikategorikan sebagai partai tradisional atau modern.65 Pada tahun 1998 Partai Keadilan mendeklarasikan dirinya di mesjid Al Azhar Jakarta. Tahun 1999, pemilu pertama pasca reformasi, Partai Keadilan memperoleh suara 1,4 juta pemilih. DPR RI 7 kursi, DPRD Provinsi dan Kabupaten sebanyak 105 kursi, serta satu orang menteri di pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gusdur).66 Pada 21 Mei 2000, Hidayat Nur Wahid terpilih sebagai Presiden PKS - dalam Munas I PK di hotel Bumiwiyara, Depok - menggantikan Nurmahmudi Ismail yang menjadi Menteri Kehutanan. Namun langkah PK menyamai benih dakwah di laha politik terbentur ketentuan UndangUndang Pemilihan Umum electoral treshold yang mengakibatkan PK tidak bisa ikut dalam Pemilu 2004. Didorong kuatnya keinginan untuk ikut berkontribusi bagi negeri tercinta, 17 April 2003 Musyawarah Majelis Syuro XII Partai Keadilanmerekomendasikan untuk bergabung dengan PKS. Tanggal 20 April 2003 dilakukan deklarasi Partai Keadilan Sejahtera di Silang Monas Jakarta, dihadiri 40.000 masa. DPP PKS dinyatakan lulus verifikasi oleh Depkeham pada 4 Juni 2003, dan satu bulan kemudian PK resmi bergabung dengan PKS. Pemilu 2004 PKS mendapatkan 8,4 juta suara. Dengan terpilihnya DR Hidayat Nurwahid sebagai ketua MPR RI, maka posisi Presiden PKS digantikan oleh Ir. Tifatul Sembiring sebagai bentuk budaya reformis: pejabat publik jangan jadi pemimpin parpol. Ibid, hlm. 31. Radar Banjarmasin, Menyongsong 9 tahun Partai Keadilan Sejahtera, Mengokohkan Langkah, Memimpin dan Melayani, April 2007. 65 66.

(45) 36. Presiden PKS setelah Tifatul adalah Luthfi Hasan Ishaaq (20092010, 2010-2013), Anis Matta (2013-2015) dan Mohamad Sohibul Iman (2015-2020). Saat ini ketua Fraksi PKS di DPR adalah Jazuli Juwaini, Sekretaris Jenderal Mustafa Kamal, Ketua Majelis Syuro Salim Segaf AlJufri, dan wakil ketuanya Hidayat Nur Wahid. Memasuki pemilu 2009 dalam sejarah partai PKS, mereka meningkatkan pencitraannya sebagai partai terbuka mengambil hikmah dari kegagalan PK yang dianggap terlalu tertutup sebagai parpol. Misalnya dengan menampilkan sosok wanita tidak berkerudung, anak-anak punk pada iklan-iklan partainya, bahkan ada wacana untuk calon legislatif non muslim yang dinyatakan oleh beberapa elite partai. Berbagai usaha kampanye masif PKS ini berhasil meningkatkan dukungan elektoral di beberapa wilayah yang sebelumnya tidak menjadi basis PKS di Jatim, Jateng dan Sulteng. Akan tetapi di sisi lain, kampanye tersebut justru menjadi bumerang bagi PKS karena seluruh basis harakah yang menopangnya justru menyetujui isu-isu inklusif tersebut. Walaupun demikian, perolehan suara PKS bisa naik pada pemilu 2009 jauh lebih baik daripada partai lainnya yang mengalami guncangan akibat suara Partai Demokrat yang naik secara tajam. PKS mendapatkan 57 dari 560 kursi atau sekitar 7,88% dan menjadi urutan 4 dari partai suara terbanyak. Sedangkan pada pemilu 2014, PKS mendapatkan 40 kursi dari 560, mengalami penurunan suara dengan 6.79% dan 17 kursi, menempati urutan ketujuh. Menjelang pemilu 2019 dalam sejarah dari partai PKS, mereka harus berkoalisi dengan parpol lain untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen untuk kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional. PKS masih setia sebagai parpol oposisi bersama Gerindra sehingga kerap diprediksi bahwa keduanya masih akan.

(46) 37. berkoalisi di pilpres 2019. PKS telah resmi ditetapkan sebagai peserta pada pemilu 2019 dan mendapatkan nomor urut 8.67 Partai ini secara rutin terlibat dalam program pelayanan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan bantuan kemanusiaan. Dengan sistem kaderisasi yang teratur, PKS membangun militansi kadernya. Kader membiayai keterlibatan diri mereka dalam agenda politik dan tidak bergantung pada figur. PKS secara konsisten memberikan dukungan bagi perjuangan umat Islam di seluruh dunia lewat lobi di parlemen, demonstrasi, maupun penggalangan dana. Dalam setiap demonstrasi maupun kampanye mereka, PKS dianggap "mendatangkan contoh" mengerahkan massa dalam jumlah banyak dengan tertib dan aman.68 Didalam keorganisasian PKS terdapat berapa tahap atau jenjang kaderisasi yang diatur dalam Anggaran dasar partai, yang terdiri dari Anggota Biasa dan Anggota kehormatan. a. Anggota Biasa terdiri dari: 1) Angota Terdaftar yaitu mereka yang mau ikut dalam kegiatan-kegiatan partai seperti bakti sosial, saksi pemilu dan segala kegiatan PKS namun tidak mengikutitarbiyah. Dalam tingkatan ini, mereka lebih condong disebut partisipan dan telah terdaftar namanya di DPRa dan DPC. 2) Anggota Aktif yaitu mereka yang mau ikut dalam kegiatankegiatan partai seperti bakti sosial, dan saksi pemilu dan mau mengikuti halaqah partai namun tidak rutin serta terdaftar di DPRa dan DPC.. 67 Sejarahlengkap.com/indonesia/sejarah-partai-pks. Diakses pada jam 16:35 tanggal 0209-2020. 68 Litbang Kompas. 2009. Partai-partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program 20042009. Jakarta: Penerbit Buku Kompas..

(47) 38. b. Anggota terbina, yang terdiri dari: 1) Anggota Pemula yaitu mereka yang telah aktif disegala kegiatan partai dan telah mengikuti pra-halaqah/liqo minimal selama 6 bulan, maksimal 1 tahun dan mulai terdaftar di DPD Kabupaten/Kota. 2) Anggota Muda yaitu yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat dasar satu (TOP 1). Disinilah kader mulai diwajibkan untuk menjadi murabbi dan memiliki binaan (mutarabbi). c. Anggota Inti, terdiri dari: 1) Anggota Madya yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh DPD dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat dasar dua (TOP 2). Pada level inilah kader sudah mulai dapat menjadi pengurus struktural di tingkat DPDdan DPW PKS. 2) Anggota Dewasa yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai yang dikeluarkan oleh DPW dan telah lulus pelatihan Training Kepemimpinan Lanjutan (TKL 1). Pada level inilah kader sudah mulai dapat menjadi pengurus struktural di tingkat DPW PKS. 3) Anggota Ahli yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai. yang. dikeluarkan oleh. Dewan. Pengurus Pusat dan telah 106 lulus pelatihan kepartaian tingkat tinggi (TMKS). Pada level inilah kader sudah mulai dapat menjadi pengurus struktural di tingkat DPP. 4) Anggota Purna yaitu mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai. yang. dikeluarkan oleh. Dewan.

(48) 39. Pengurus Pusat dan telah lulus pelatihan kepartaian tingkat ahli (TMKS). Kader tingkat ini lebih dikenal sebagai pendiri partai dan banyak berjasa pada partai. Contohnya telah menghasilkan beberapa komponen yang nyata seperti karya tulis berupa buku-buku yang dijadikan sebagai pedoman atau kurikulum pergerakan dakwah. Contohnya Tifatul Sembiring, Ilmi Amminuddin, Hidayat NurWahid dan Anis Matta. 5) Anggota Kehormatan yaitu mereka yang berjasa dalam perjuangan partai dan dikukuhkan oleh DPP. Hak dan Kewajiban Anggota: a. Hak Anggota 1) Memperoleh Kartu Tanda Anggota 2) Memperoleh pembinaan 3) Mempunyai hak bicara 4) Mempunyai hak suara 5) Dapat diajukan sebagai calon pengurus Partai, calon anggota lembaga perwakilan, atau calon pejabat publik 6) Mengemukakan pendapat serta usulan secara bebas dan terbuka, menyampaikan nasihat dan keritik, berkreasi, serta berinisiatif dalam berbagai bentuk, secara beradab dan sesuai tertib organisasi 7) Membela diri, mendapat pendampingan serta pembelaan, dan/atau rehabilitasi 8) Mendapatkan perlindungan dan pembelaan hukum dalam melaksanakan tugas kepartaian..

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahw a t ransformasi dengan pendekat an adapt abilit as t erhadap kondisi pasang surut di w ilayah bant aran sungai memberikan

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E) pada

13.Apakah anak mengatakan merasa khawatir tidak mampu menyesuaikan diri dengan teman sekelas pada saat kembali

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : Bakteri yang teridentifikasi dari plak gigi pasien di Puskesmas Ranotana Weru Manado yang

Upaya yang dilakukan pihak Kepolisian Sektor Kandis dalam mengatasi kendala dalam penegakan hukum pelanggaran lalu lintas terhadap pengemudi sepeda motor

Dari data wawancara dan observasi yang telah peneliti lakukan diketahui bahwa pelaksanaan standar izin tempat usaha ritel Alfamart oleh BPTPM Kota

Data hasil pengujian software peralihan dari sumber Genset ke PLN dapat diketahui sistem saklar pemindah otomatis secara simulasi software dapat berfungsi

[r]