1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, setelah China, India dan Amerika serikat.Berangkat dari penduduk tinggi, Indonesia juga memiliki wilayah yang sangat luas dengan gugusan pulau yang terbilang cukup banyak. Selain itu ketidak meratanya penyebaran penduduk membuat Indonesia mengalami masalah terkait dengan kependudukan. Tidak hanya itu, faktor geografi, tingkat migrasi, struktur kependudukan di Indonesia membuat masalah kependudukan semakin kompleks dan juga menjadi hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus guna kepantingan pembangunan manusia.
Pada tahun 1950, populasi penduduk Indonesia berjumlah 69.543 juta jiwa, meningkat hingga 241.613 juta jiwa pada tahun 2015 (United Nations). Sebut saja populasi penduduk Indonesia pada periode 1950-2015 terbilang terus mengalami peningkatan, dimana total peningkatannya mencapai 127.415 juta jiwa dari periode awal (1950) hingga periode 2015, meskipun terlihat secara total pertumbuhan alamiah di Indonesia pada periode awal (1950) hingga periode 1965 mengalami peningkatan, kemudian pertumbuhan alamiah populasi di Indonesia kembali menunjukan perilaku menurun pada periode setelahnya yakni periode 1970 hingga 2015. Diamana pada periode awal yakni pariode 1950, pertumbuhan penduduk Indonesia masih berada pada kisaran 2.12 persen, naik hingga 2.70 pada periode 1965, kemudian turun hingga 1.28 persen pada periode 2015. Sebut saja total persentase peningkatannya mencapai 0.58 persen pada periode 1950-1965, sedangkan presentase penurunan pertumbuhan penduduk Indonesia hingga 1.42 persen pada periode 1965-2015. Pada 65 tahun terakhir. Seperti terlihat pada tabel 1.1 dibawah:
2 Table 1.1
Total Penduduk Dan Pertumbuhan Penduduk Indonesia periode 1950-2015 Total Penduduk Dan Pertumbuhan Penduduk Indonesia
(1950-2015) Tahun Pertumbuhan Penduduk Indonesia
(Percentage/Persen)
Jumlah Populasi Indonesia (Thousands/Ribuan)
1950 2.12 69.543
1955 2.54 77.328
1960 2.67 87.793
1965 2.70 10.309
1970 2.59 114.835
1975 2.41 130.724
1980 2.24 147.490
1985 1.90 165.012
1990 1.64 181.437
1995 1.43 196.958
2000 1.34 211.540
2005 1.31 226.255
2010 - 2015 1.28 241.613
Sumber: United Nations (diolah)
Penduduk adalah subjek dan objek pembangunan. Proses pembangunan mempunyai pengaruh terhadap perubahan penduduk dan sebaliknya penduduk juga akan mempengaruhi pembangunan. Topik analisis kependudukan dapat dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu (1) tentang parameter dinamika kependudukan yang mencakup fertilitas, mortalitas dan mobilitas, (2) jumlah komposisi dan pertumbuhan serta distribusi penduduk, yang berpengaruh terhadap
3 kondisi sosial, ekonomi, budaya dan lainnya, (3) indikator-indikator lain yang dibentuk oleh bagian pertama dan kedua, serta dampak pembangunan seperti kualitas sumber daya manusia (muta’ali: 2).
Untuk mempertajam pemahaman kita tentang mekanisme yang mendasari ledakan populasi di Negara–Negara berkembang, kebanyakan para Ahli sering memakai konsef transisi demografi yang di dasarkan pada tingkat alamiah pertumbuhan penduduk, dan pengukurannya berpatokan pada angka kelahiran yang dikurangi dengan angka kematian (Hayami.Y, dan Godo.
Y. 2005:67). Transisi demografi mendefinisikan perubahan populasi penduduk dikarenakan perubahan tingkat fertilitas dan perubahan tingkat mortalitas. Selain itu, transisi demografi merupakan perubahan kondisi pertumbuhan penduduk, dari penduduk yang rendah dengan tingkat fertilitas dan mortalitas yang tinggi, menuju kondisi pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan tingkat fertilitas dan mortalitas yang rendah (Becker 1947). Keabsahan Transisi demografi dilihat berdasarkan rentang waktu yang sangat panjang dan dibagi kedalam beberapa tingkatan yakni; (1) tahap pratransisi (pra-transition). Pada tahap ini, tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas tinggi, akibatnya populasi penduduk sangat rendah. (2) tahap transisi (tradisitional).
Tahap ini, tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas yang rendah, akibatnya populasi penduduk mengalami peningkatan (tinggi). (3) tahap pasca transisi (past- transitional). Tahap ini dinyatakan dengan tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas sudah rendah, akibatnya jumlah penduduk sangat tinggi (Bogue, 1965).
Keabsaan transisi demografi yang dijelasakan oleh Bogue diatas, kemungkinan dapat terjadi pada Negara-negara berkembang seperti halnya di Indonesia. Terlihat pada periode 1950, awalnya tingkat fertalitas dan tingkat mortalitas di Indonesia masih berada pada kondisi tinggi akibatnya jumlah populasi Indonesia sangat rendah. Pada tahap selanjutnya, yakni pada periode
4 1970 hingga periode 2000, ketika tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas mulai menurun (rendah), akibatnya diikuti dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Kondisi berbeda terjadi pada periode 2000-2015. Terlihat tingkat fertilitas menurun perlahan, sedangkan tingkat mortalitas relatif stabil, sebut saja tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas sangat rendah, akibatnya jumlah penduduk Indonesia sangat tinggi. Seperti terlihat pada tabel 1.2 dan grafik 1.1 dibawah:
Tabe1.2 dan grafik 1.1
Total populasi, pertumbuhan alamiah, tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas Indonesia periode 1950-2015 (juta jiwa/per 1000)
Sumber: United Nations (diolah)
Secara umum jika digambarkan berdasarkan konseftual yang dikemukakan oleh Bogue.
Terlihat pada tahap pratransisi (pra-transition) yakni pada periode 1950 hingga 1965, jumlah penduduk Indonesia sangat rendah (69.5-100.3 juta jiwa), rendah jumlah penduduk indonesia karena komponen transisi demografi berada pada kondisi tinggi yakni tingkat fertilitas (41.5-42.7 per 1000), sedangkan tingkat mortalitas (14.0-21.4 per 1000). Tahap transisi (tradisitional) yakni periode 1970 hingga periode 2000, populasi Indonesia mulai menunjukan peningkatanya yakni 114.8-211.5 juta jiwa, dimana tingkat fertilitas (21.6-38.2 per 1000) dan tingkat mortalitas
5 (7.4-12.2 per 1000). Sedangkan tahap pasca transisi (past- transitional) yakni periode 2005 hingga periode 2015, populasi penduduk Indonesia semakin tinggi yakni 226.2-241.6 juta jiwa, tingginya jumlah penduduk Indonesia dikarenakan tingkat fertilitas dan tingkat mortalitas rendah yakni tingkat fertilitas (20.5-21.3 per 1000), sedangkan tingkat mortalitas (7.2 per 1000).
Menurut Kirk (1968), Perubahan pada jumlah penduduk yang terjadi pada suatu kawasan, sudah tentunya berdampak secara langsung terhadap struktur umur penduduk, ditandai dengan proposi penduduk menurut usia yang akan terlihat mengalami perubahan, baik pada penduduk usia tidak produktif (0-14 Th dan 65+ Th) ataupun penduduk usia produktif (15-64 Th). Dalam kasusnya Kirk (1968) mengambarkan Perubahan struktur umur penduduk, sebagai akibat dari perubahan yang terjadi pada populasi penduduk. Dimana proporsi penduduk mudah (0-14 tahun) makin menurun, proporsi penduduk usia kerja (15-64) meningkat pesat dan proposi penduduk usia tua (65+) meningkat perlahan. Artinya Secara alamiah, perubahan yang terjadi pada total populasi penduduk, akan merubah struktur usia penduduk. Meskipun Kirk menggunakan data negara-negara barat pada era-industrilisasi, kondisi yang terjadi (digambarkan oleh Kirk) kemungkinan dapat terjadi pada negara-negara berkembang, seperti halnya Indonesia.
Perubahan yang terjadi pada proposi penduduk menurut usia di Indonesia umumnya juga terlihat sebagai akibat dari perubahan yang terjadi pada total populasi penduduk Indonesia dikarenakan terjadinya fenomena transisi demografi. Menurut Adioetomo (2005), tingkat fertilitas terus mengalami penurunan menjadi suatu fenomena yang berkontribusi positif, yang ditandai dengan menurunnya proposi usia muda (0-14 Th) yang serta merta akan di ikuti dengan menurunnya rasio ketergantungan sebagai hasil dari proses penurunan fertilitas pada jangka panjang. Secara umum, presentase penduduk menurut usia di Indonesia masih didominasi oleh penduduk usia produktif (15-64 tahun). Artinya ketika peningkatan terjadi pada populasi
6 penduduk di Indonesia karena komponen transisi demografi yang semakin menurun, diikuti dengan peningkatan yang tinggi pada penduduk usia produktif, sebaliknya usia muda (0-14 tahun) turun. Terlihat rata-rata populasi penduduk usia produktif (15-64 tahun) awalnya masih berkisar 54.84 persen pada periode 1960-1969, kemudian menunjukan perilaku menurun pada periode 1070-1979 hingga 54.03 persen dan kemudian kembali meningkat pada periode-periode setelah penurunnya dan mencapai puncaknya hingga 65.49 persen pada periode 2010-2013. Hal sebaliknya ditunjukan pada penduduk usia tidak produktif (0-14 Tahun dan 65 tahun keatas) ketika populasi penduduk Indonesia mengalami peningkatan. Terlihat rata-rata presentasi penduduk usia 0-14 tahun menunjukan perilaku menurun, sedangkan usia 65 tahun keatas menunjukan kecenderungan meningkat perlahan. Pada periode 1960-1969, rata-rata usia 0-14 tahun berkisar 41.74 persen, meningkat hingga 42.51 persen pada periode 1970-1979, kemudian menunjukan perilaku menurun setelah peningkatannya hingga 29.39 persen pada periode 2010- 2013. Sebaliknya untuk usia 65 tahun keatas, awalnya rata-rata populasi pada usia ini masih berada pada kisaran 3.41 persen terus mengalami peningkatan hingga 5.10 persen pada periode 2010-2013. Sebut saja peningkatan pada usia 65 tahun keatas, peningkatannya sangat perlahan, lebih jelas dapat dilihat pada tabel dan grafik dibawah ini:
Tahun 0-14 Thn 15-64 Thn 65+ Thn 1960-1969 41.74605 54.84025 3.413703 1970-1979 42.51918 54.03111 3.449706 1980-1989 39.1552 57.18877 3.656032 1990-1999 33.84604 61.99893 4.155028 2000-2009 30.13004 65.02934 4.840615 2010-2013 29.39641 65.49764 5.105946 Sumber: World Bank (diolah)
Kondisi dan perkembangan penduduk menurut usia di Indonesia periode 1960-2013 (rata-rata dari %)
7 Perubahan pada jumlah populasi penduduk, yang berakibat pada perubahan struktur umur penduduk yang ditandai dengan meningkatnya usia (15-64 Th) dan menurunnya proposi penduduk usia (0-14 Th), secara alamiah berpotensi pada keuntungan ekonomis yang disebabkan penurunan proporsi penduduk muda yang mengurangi besarnya biaya investasi untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga (Kirk, 1968). Aliran angkatan kerja (usia 15-64 Th) yang semakin meningkat dapat dikatakan secara langsung memiliki potensi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini didasarkan pada tiga saluran utama dari efek transisi demografi terhadap pertumbuhan ekonomi salah satunya adalah peningkatan tenaga kerja ((Bloom et al. (2003, p.39-42), Ross (2004, p.3), dan Adioetomo (2005, p.34-35)). Selain itu, Perubahan struktur umur penduduk, akibat dari meningkatkan pangsa penduduk terkonsentrasi di usia produktif berpotensi keuntungan ekonomi, dari struktur umur penduduk dan partisipasi angkatan kerja tinggi (Mason dan Lee, 2004). Kondisi lain tentang potensi ekonomis yang didapatkan dilihat dari Peningkatan yang terjadi pada persentasi angkatan kerja, yang berimplikasi baik pada penanggulanagan sumber daya alam. Keadaan ini secara langsung dapat memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus berakhir pada kesejahteraan.
Fenomena berbeda juga dapat terjadi ketika populasi penduduk terbilang sangat tinggi.
Pertumbuhan penduduk yang cepat telah memberikan efek negatif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang (Birdsall dan Sinding , 2001), dan (Headey dan Hodge, 2009). Populasi penduduk yang semakin tinggi dan relatif cepat dapat menjadi sebuah momok masalah bagi kawasan tertentu, apalagi jika kurang efisiennya kinerja penduduk daerah tersebut yang ditandai dengan jumlah output barang yang diproduksi menurun/raelatif
8 stabil. Menurunnya aktifitas produksi secara langsung tidak dapat memenuhi permintaan masyarakat (penduduk) yang dari waktu ke waktu terus meningkat cepat. Hal ini disebabkan populasi penduduk yang meningkat cepat melampaui persediaan output barang yang diproduksi.
Kondisi ini, manimbulkan fenomena buruk dan berakhir pada kemiskinan yang berkepanjangan bagi kawasan tertentu (Malthus, 1766–1834). Malthus menegaskan dalam teorinya bahwa;
Pertumbuhan penduduk cenderung melampaui persediaan makanan.Karena itu Malthus berkesimpulan kuantitas manusia merosot kedalam rawa kemiskinan alias berada ditubir kelaparan. Malthus beranggapan bahwa, penduduk tumbuh secara deret ukur (1, 2, 4, 6, 8, 16).
Sedangkan, persediaan makanan cenderung tumbuh secara deret hitung (1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya).
Pertumbuhan penduduk yang besar bisa memiliki dampak negatif dan positif pada produktivitas (Thirlwall 1994, p. 143) dan (Becker, Glaeser, dan Murphy (1999, hal. 149).
Menurut teori pertumbuhan neo-klasik, perubahan dalam penawaran tenaga kerja akan memiliki sedikit efek positif pertumbuhan jangka panjang. Namun, pasokan tenaga dan efisiensi kerja menurun akan mengurangi total output dan pendapatan per kapita (Fang dan Dewen, 2013). Ukuran produktivitas sendiri dilihat dari bagaimana efisiensi angkatan kerja dalam memproduksi barang dan jasa dan merupakan penentu dari kesejahteraan suatu daerah, diukur dari seberapa banyak barang dan jasa yang di produksi guna memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut.
Kurang efisiennya kinerja dari angkatan kerja yang ada pada suatu daerah akan menjadi masalah baru pada kawasan tersebut, meskipun terlihat tingginya angkatan kerja yang meningkat pada kawasan tersebut. Kondisi ini pastinya akan berakibat negatif. Alasannya sederhana, yakni pemenuhan kebutuhan dari jumlah penduduk yang cenderung meningkat cepat menjadi tidak terpenuhi, karena persediaan output barang dan jasa yang di produksi tidak mampu memenuhi
9 penduduk yang terlampau tinggi. Hal ini terjadi akaibat dari kurang efisiennya angkatan kerja yang ada. Manurut Meier (1995, hal: 277). Pada Negara-negara berkembang harus lebih menerima bantuan asing atau meminjam ke luar negeri untuk memenuhi peningkatan permintaan kebutuhan makanan lewat Impor.
Agus Widarjono (1999) mengatakan bahwa penduduk relatif berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional suatu daerah, tergantung bagaimana penduduk bekerja secara efisien atau tidak di daerah tersebut. Efisiensi angakatan kerja secara alamiah dapat diukur dari seberapa besar tingkat partisipasi agkatan kerja, dimana ukurannya berdasarkan kontribusi atau aktifitasnya secara ekonomis dari pekerja yang tergolong angkatan kerja pada kawasan tersebut.
Secara alamiah total kontribusi penduduk (pekerja keluarga) yang bekerja di Indonesia, terlihat relatif stabil yakni berkisar 15–20 persen, meskipun terlihat tingkat partisipasi angkatan kerja terus mengalami peningkatan. Sebagaimana terlihat pada periode 1997 tabel 1.3 dibawah, awalnya kontribusi pekerja keluarga barada pada kisaran 18.5 persen, meningkat hingga 20.29 persen di tahun 2003 yakni mencapai 1.79 persen peningkatannya. Presentasinya kembali menurun dari tahun 2003 yakni 20.29 persen, turun hingga 16.39 persen pada tahun 2011, sebut saja penurunannya mencapai 3.9 persen. Kondisi ini menunjukan kinerja pekerja keluarga di Indonesia kurag efisien, karena total presentase penurunan lebih besar dari peningkatanya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah:
10 Tahun Kontribusi pekerja
keluarga (%)
Tingkat partisipasi angkatan kerja (%)
1997 18.5 67.9
1998 19.5 67.2
1999 18.3 69.6
2000 20.1 69.5
2001 19.4 69.3
2002 17.6 69
2003 20.3 69.3
2004 18.5 69.5
2005 18 69.8
2006 16.9 69.8
2007 17.3 69.9
2008 16.9 69.8
2009 17.3 70
2010 17.3 69.9
2011 16.4 70
Sumber: World Bank (diolah)
Disisi lain, masalah umum yang terjadi ketika populasi penduduk yang semakin tinggi namun, tidak dibaringi dengan penyediaan lapangan kerja yang cukup, secara langsung akan timbulnya persoalan yang berpotensi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Terlebih lagi, penduduk yang ada selalu bergantung pada pekerjaan dan cenderung mencari pekerjaan dari pada membuka lapangan pekerjaan di kerenakan minimnya kemampuan sumber daya manusia (SDM). Kondisi ini, menyebabkan timbulnya masalah baru yakni; pengguran.
Apabila jumlah pengguran tinggi, maka rasio ketergantungan juga ikut tinggi. Masalah ini menyebabkan ketidakstabilan ekonomis yang disebabkan karena ketergantungan proposi penduduk tidak produktif (0-14 Th dan 65+ Th) tinggi. Hal ini membuat biaya investasi yang seharusnya dialihkan untuk pemenuhan kebutuhan dan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi menjadi tidak terpenuhi, dikarenakan biaya investasi tersebut telah dialihkan untuk pemenuhan kebutuhan penduduk usia non-produktif (Ross, 2004, p.1). Kondisi Tabel 1.3 kontribusi pekerja keluarga dan tingkat partisipasi angkatan kerja di Indonesia
pariode 1997-2011 (% dari total angkatan kerja)
11 ini, dapat menghambat perekonomian dan berdampak terhadap hambatan pembangunan ekonomi yang berakhir pada kemiskinan.
1.2 Keaslian penelitian
Penelitian ini akan memodifikasi model yang dikembangkan oleh Mahmoud Elsarawy (2013), didasarkan pada teori Malthus dan Neoklasik yang menunjukan adanya hubungan penting antara komponen transisi demografi (fertilitas, mortalitas), angkatan kerja, rasio ketergantungan dan pertumbuhan ekonomi. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya tersebut dapat dilihat pada tabel 1.3 dibawah ini:
Tabel 1.3 perbedaan dan persamaan penelitian
No Nama Judul Persamaan Perbedaan
1
Mahmoud ElSarawy
(2013)
Dampak Perubahan Demografi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Mesir
Meneliti variabel yang sama yaitu tingkat
fertilitas, tingkat mortalitas , angkatan
kerja, rasio ketergantungan dan pertumbuhan ekonomi.
Sampel Negara mesir Kurun Waktu 1980- 2010
Metode OLS
2
M. Khadafi haupea
(2015)
Transisi Demografi Dan Pertumbuhan Ekonomi: Indonesia
periode 1986-2012.
Meneliti variabel yang sama yaitu tingkat
fertilitas, tingkat mortalitas,tingkat partisipasi angkatan kerja,
rasio ketergantungan, dan pertumbuhan ekonomi.
Sampel Indonesia Kurun waktu
1986 – 2012 Metode
ECM
12 1.3 Rumusan masalah
- Penduduk merupakan mesin penggerak dari suatu pembangunan ekonomi suatu daerah, seperti yang dijelaskan oleh Solow-swan bahwa, Penduduk, tenaga kerja, akumulasi modal, dan kemajuan teknologi merupakan pengerak pembangunan ekonomi. Selain itu menurut Kirk (1968) bahwa, Komponen transisi demografi mengubah struktur umur penduduk menyebabkan penduduk muda (0-14) menurun, dan meningkatkan populasi penduduk usia kerja (15-65+ Th).kondisi ini berpotensi pada keuntungan ekeonomis.
- Pertumbuhan penduduk yang cepat telah memberikan efek negatif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang (Birdsall dan Sinding , 2001), dan (Headey dan Hodge, 2009).
- Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan cepat dapat melampaui persediaan makanan (barang dan jasa). Oleh karena itu, kuantitas manusia yang tinggi dapat merosot dalam rawa kemiskinan (Malthus, 1766–1834).
- Tingginya populasi penduduk yang diikuti dengan meningkatnya penduduk usia kerja (15-64 thn), namun efisiensi kerja menurun akan mengurangi total output dan pendapatan per kapita (Fang dan Dewen, 2013), serta penyediaan lapangan kerja yang cukup maka, akan berdampak pada buruknya pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut.
1.4 Pertanyaan penelitian
1.4.1 Bagaimana kondisi perubahan penduduk menurut usiaketika terjadi fenomena komponen transisi demografi di Indonesia?
1.4.2 Bagaimana kondisi total rasio ketergantungan ketika terjadi fenomena transisi demografi di Indonesia?
13 1.4.3 Bagaimana kondisi usia angkatan kerja (15-64 Th) ketika terjadi fenomena transisi
demografi di Indonesia?
1.4.4 Apakah tingkat fertilitas, tingkat mortalitas, tingkat partisipasi angkatan kerja dan rasio ketergantungan berkointegrasi dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 1986 hingga 2012?
1.4.5 Bagaimana hubungan kausalitas antara tingkat fertilitas, tingkat mortalitas, tingkat partisipasi angkatan kerja dan rasio ketergantungan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 1986 hingga 2012?
1.5 Tujuan penelitian
1.5.1 Meganalisis kondisi perubahan penduduk menurut usia di Indonesia ketika terjadi fenomena transisi demografi.
1.5.2 Menganalisis kondisi total rasio ketergantungan di Indonesia ketika terjadi fenomena transisi demografi?
1.5.3 Menganalisis kondisi usia angkatan kerja (15-64 Th) di Indonesia ketika terjadi fenomena transisi demografi?
1.5.4 Menganalisis hubungan jangka panjang dan jangka pendek antara komponen transisi demografi (tingkat fertilitas, tingkat mortalitas), tingkat partisipasi angkatan dan rasio ketergantungan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 1986 hingga 2012?
1.5.5 Menganalisis hubungan kausalitas antara komponen transisi demografi (tingkat fertilitas, tingkat mortalitas), tingkat partisipasi angkatan kerja dan rasio ketergantungan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 1986 hingga 2012.
14 1.6 Manfaat penelitian
1.6.1 Memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi semua pihak yang akan melakukan analisis mengenai hubungan kausalitas tingkat fertilitas, tingkat mortalitas (Transisi demografi) dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
1.6.2 Sebagai salah satu pertimbangan bagi pemerintah untuk menyusun perencanaan dan strategi pembangunan dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
1.7 Definisi operasional
Definisi masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.7.1 Tingkat fertilitas
Fertilitas merupakan hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita. Dengan kata lain, fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi lahir yang hidup. Perhitungan angka kelahiran di dasarkan pada Angka Kelahiran kasar (Crude Birth Rate/CBR).
1.7.2 Tingkat mortalitas
Mortalitas merupakan keadaan menghilangnya semua tanda–tanda kehidupan secara parmenen.Perhitungan angka kematian bayi didasarkan pada Angka kematian kasar (Crude Death Rate/CDR).
1.7.3 Tingkat partisipasi angkatan kerja
Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah suatu indikator ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomis dalam kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam periode survey.
15 1.7.4 Rasio ketergantungan
Rasio ketergantungan (defendency ratio) adalah perbandingan antara jumlah penduduk umur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun ke atas (keduanya disebut dengan bukan angkatan kerja) dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun (usia kerja).
1.7.5 Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang di produksi dalam masyarakat bertambah.
1.8 Penelitian terdahulu Tabel 1.4 penelitian terdahulu
Penulis Variabel
danMetode Tujuan Hasil
No 1 2 3 4
1
Stephenand Meshach
(2013)
Transisidemografi (Fertilitas, Mortalitas),dan
Pertumbuhan ekonomi.
Model:
Regresi kuadrat kecil (OLS)
Peran transisi demografi terhadap
pertumbuhan ekonomi pada Negara –15egara di
afrika barat
Komponen transisi demografi menghasilkan efek positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan di Negara-negara di afrika
barat.
2
Mahmoud Mohamed Elsarawy
(2013)
Pertumbuhan Ekonomidan Demografi.
Model:
Regresi berganda
Menganalisis pengaruh komponen
transisi demografi terhadap pertumbuhan ekonomi di mesir periode (1980-2010)
Perubahan demografis memiliki dampak yang
kuat terhadap perekonomian di mesir
(1980-2010)
3
Minh Quang Dao (2012)
Fertilitas, PertumbuhanPend
uduk, Rasio Ketergantungan dan pertumbuhan
ekonomi.
Menganalisis pengaruh komponen
transisi demografi terhadap pertumbuhan ekonomi di Negara- negara berkembang.
Pertumbuhan PDB secara linear tergantung pada pertumbuhan penduduk, rasio ketergantungan tua,
tingkat kematian.
Terdapat interaksi antara
16 Model:
Regresilinearmulti variat
pertumbuhan penduduk dan kedua rasio ketergantungan muda dan
tua
No 1 2 3 4
4
George danEvangelia
(2000)
Variabel:
Fertilitas, mortalitas, dan
pertumbuhan ekonomi.
Metode:
Kausalitas Granger.
Menganalisis hubungan antara fertilitas, mortalitas,
dan
pertumbuhanekono mi di yunani selama
tahun 1960-1996.
Pada jangka panjang penurunan angka kematian bayi, dan pasar tenaga kerja menyebabkan
penurunan angka kelahiran.
5 Claude (2007)
Variabel:
Transisi demografi dan pertumbuhan
ekonomi Metode:
Vektor autoregressive
spasial.
Mempelajari efek spasial (stochastic)
system demografi terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Guncangan pertumbuhan penduduk
menggambarkan gerakan spasial yang dianggap berkontribusi terhadap fluktuasi pertumbuhan ekonomi dari banyak Negara tergantung pada sifat konvergensi mereka ketingkat jangka panjang
6 Misbah T.
(2010)
Variabel:
Transisi demografi dan pertumbuhan
ekonomi Metode:
Kausalitas Granger, regrasi linear dansolow -
swan
Menganalisis pengaruh seluruh transisi demografi
terhadap pertumbuhan
ekonomi
Pertumbuhan PDB per kapita berhubungan positif
dengan diferensial pertumbuhan antara penduduk usia kerja dan
jumlah penduduk, dan berhubungan negative dengan ketergantungan
tua
7
James Feyrer (2004)
Rasio Ketergantungan, Tenaga Kerja dan
pertumbuhan output
Model:
Regresi Model kovergensi
memfokuskan pada pengaruh struktur
usia tenaga kerja pengaruhnya terhadap output.
Rasio ketergantungan terhadap output.
Peningkatan pangsa pekerja berusia40-49 berhubungan dengan pertumbuhan output
yang lebih tinggi.
Rasio ketergantungan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
output.
17
No 1 2 3 4
8
Alexia and Thomas
(2007)
Tingkat Pertumbuhanpeker
ja dan pertumbuhan
ekonomi Model:
Regresi (OLS), Data panel
Berfokus pada Perubahandemografi
Terhadap Pertumbuhan
ekonomi (Uni Eropa, 1950-
2005)
Pertumbuhan ekonomi itu sendiri akan berkorelasi
dengan struktur usia penduduk.
Pertumbuhan penduduk usia kerja memiliki efek
positif pada tingkat pertumbuhan output
9
Kelley dan Schmidt
(2005)
Angkatan kerja, rasio ketergantungan dan pertumbuhan
output
Berfokus pada pengaruh angkatan
kerja, rasio ketergantungan
terhadap pertumbuhan output
penurunan rasio ketergantungan muda memiliki efek positif yang
kuat untuk tingkat pertumbuhan output.
18 1.9 Hipotesis penelitian
Tabel 1.5 hipotesis penelitian
Variabel Uraian variabel Hipotesis Alasan memilih variabel
Pertumbuhan penduduk
Penduduk (usia kerja) dan Pertumbuhan
ekonomi
(-) dan (+)
Pertumbuhan PDB per kapita berhubungan positif dengan diferensial pertumbuhan antara penduduk usia kerja dan jumlah penduduk, dan berhubungan negatif
dengan ketergantungan muda dan ketergantungan tua. (Misbah T,2010)
Transisi demografi
Tingkat fertilitas, mortalitas dan pertumbuhan ekonomi
(-)
Bahwa tingkat mortalitas dan tingkat fertiitas berkorelasi negatif dengan
GNP perkapita (Rostow, 2010).
Seperempat dari penurunan tingkat fertilitas yang terjadi di swedish disebabkan oleh penurunan 50%
angka mortalitas anak (schult, 1985)
Komponen transisi demografi
Tingkat fertilitas, tingkat mortalitas, tingkat partisipasi angkatan kerja, rasio
ketergantungan, dan pertumbuhan ekonomi
(-) dan (+)
Komponen transisi demografi, memiliki dampak yang kuat pada
perekonomian, terutama GDP Indonesia.