• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) TERHADAP

KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 GUNUNG TALANG

KABUPATEN SOLOK

Riska Emelda1, Rahayu Fitri2, Ria Satini2

1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat

2Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat Riskaemelda@yahoo.com

ABSTRACT

The purpose of this study describes the skills of speaking students of class VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Solok District before and after using cooperative learning model type Head Together (NHT) and its influence. This research type is quantitative research with experiment method. The research design used was one group pretest-postest design. The population in this study amounted to 151 students, and samples taken as many as 30 students. Sampling technique used is purposive sampling. This research has two variables that is. First, the independent variable "the use of cooperative learning model type Head Together (NHT)". Second, the dependent variable is the

"speaking skill". The data in this research is the score of students' speaking skill test before and after using cooperative learning model type Head Head Together (NHT). The result of the research is the influence of the use of cooperative learning model type Head Head Together (NHT) to the speaking skill of grade VII students of SMP Negeri 4 Gunung Talang, Solok regency. This is evidenced by the results of research indicating that the value of tcount (4.5) > ttable (1.70), so H0 rejected and H1 accepted.

Keywords: Number Head Together (NHT), Speaking Skills

PENDAHULUAN

Keterampilan berbicara bukanlah sesuatu hal yang diwariskan secara turun temurun, walaupun pada dasarnya secara ilmiah manusia dapat berbicara.

Keterampilan berbicara secara formal memerlukan latihan, pengarahan, dan bimbingan yang intensif. Hal ini dapat diperoleh seseorang dari orang tua dan guru di sekolah. Keterampilan berbicara perlu dikuasai oleh siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

Pembelajaran Bahasa Indonesia yang

menuntut seseorang untuk terampil berbicara yaitu pembelajaran menanggapi cara pembacaan cerpen. Menanggapi cara pembacaan cerpen yaitu siswa memberikan tanggapan atau komentar terhadap si pembaca cerpen.

Nurgiyantoro (2001:276) mengungkapkan bahwa berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan, berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar untuk

(2)

mengucapkan dan akhirnya terampil berbicara, dapat dikatakan berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot tubuh manusia, demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktar-faktor fisik, psikologi, neurologis, semantik dan linguistik.

Pengajaran keterampilan berbicara terdapat dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP kelas VII Semester 2, yaitu diharapkan siswa dapat menanggapi cara pembacaan cerpen. SK 14 Mengungkapkan tanggapan terhadap cara pembacaan cerpen, KD 14.1 Menanggapi cara pembacaan cerpen.

Pembelajaran menanggapi cara pembacaan cerpen telah dipelajari siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang, akan tetapi masih banyak ditemukan berbagai permasalahan. Berdasarkan hasil wawancara secara formal dengan Suryati Basir, S.Pd. selaku guru bahasa Indonesia SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok, pada tanggal 18 Mei 2017. Dari hasil wawancara tersebut didapat beberapa permasalahan sebagai berikut. Pertama, dilihat dari kemampuan berbicara, menurut guru yang mengajar di kelas VII

kemampuan berbicara siswa masih rendah karena bahasa yang digunakan cenderung menggunakan bahasa Ibu dari pada bahasa Indonesia yang baik. Kedua, guru juga mengatakan, minat dan rasa percaya diri siswa masih kurang sehingga apabila berbicara di depan kelas siswa merasa malu dan tidak percaya diri. Ketiga, siswa sulit menuangkan idenya dalam bentuk kata-kata, sehingga pada saat berbicara siswa menjadi tidak lancar. Keempat, waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran berbicara juga sedikit, sehingga proses pembelajaran menjadi tergesa-gesa. Permasalahan-permasalahan tersebut mengakibatkan indikator pembelajaran dalam menanggapi cara pembacaan cerpen belum tercapai dengan maksimal.

Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa terdapat beberapa permasalahan berikut. Pertama, siswa mengatakan kurangnya kemampuan dalam berbicara disebabkan karena kurang latihan dan membiasakan diri untuk berbicara menggunakan bahasa Indonesia.

Kedua, minat danrasa percaya diri masih kurang sehingga malu-malu berbicara di depan kelas. Ketiga, menurut siswa kata- kata dalam bahasa Indonesia yang dimiliki siswa masih sedikit sehingga kata-kata yang diucapkan menjadi tidak jelas dan sering bercampur dengan bahasa ibu.

Keempat, siswa merasa kurang termotivasi

(3)

dengan cara guru mengajar, cara guru mengajar kurang menarik dan hanya menerapkan cara belajar yang sama setiap kali pembelajaran.

Berdasarkan permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa kurangnya keterampilan siswa dalam berbicara disebabkan oleh rendahnya kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik. Permasalahan siswa yang lainnya adalah kurangnya rasa percaya diri siswa dalam berbicara di depan kelas, kurangnya penguasaan kosakata sehingga kata-kata yang diucapkan menjadi tidak jelas. Selain itu model pembelajaran yang digunakan guru tidak bervariasi sehingga membuat siswa tidak termotivasi dalam proses pembelajaran.

Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang dianggap sesuai. Model pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar harus dapat memotivasi siswa untuk mampu mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu model yang dapat digunakan dalam pembelajaran menanggapi cara pembacaan cerpen adalah model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

Shoimin (2016:108) mengemukakan model pembelajaran Number Head

Together (NHT) merupakan suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lainnya. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT), siswa akan berdiskusi kelompok mengenai tanggapan yang akan mereka berikan untuk si pembaca cerpen. Melalui diskusi tersebut, siswa akan bertukar pikiran sehingga pemahaman siswa tentang tanggapan yang akan mereka berikan untuk sipembaca cerpen lebih akurat, dan dapat saling menambah kekurangan perbendaharaan kata dalam merangkai kata-kata dan kalimat yang akan mereka sampaikan pada saat menanggapi cara pembacaan cerpen.

Setelah itu siswa akan berlatih menanggapi cara pembacaan cerpen yang terdiri dari aspek kebahasaan yaitu pilihan kata, kalimat efektif, intonasi, dan aspek nonkebahasaan yaitu sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, kelancaran, serta pandangan mata. Berdasarkan hal tersebut, penting dilakukan penelitian dengan judul penelitian ini adalah “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) terhadap Keterampilan Berbicara

(4)

Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok.”

Kajian teoritik dalam penelitian ini antara lain. Pertama, hakikat keterampilan berbicara, Tarigan (2008:16), berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi- bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, atau menyampaikan pikiran, gagasa, atau perasaan. Agar dapat berbicara dengan baik, maka seseorang harus memperhatikan faktor kebahasaan dan nonkebahasaan dalam berbicara.

Hal ini sesuai dengan pendapat Arsjad (1988:17) mengatakan bahwa untuk dapat menjadi pembicara yang baik, seseorang tidak hanya memberikan kesan saling menguasai masalah yang ia bicarakan tetapi ia juga berbicara dengan jelas dan tepat. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara.

Arsjad (1988:17) mengemukakan bahwa faktor-faktor penunjang keefektifan berbicara ada dua macam yaitu, kebahasaan dan non kebahasaan. Dalam penelitian ini faktor kebahasaan yang dinilai adalah pilihan kata, kalimat efektif, dan intonasi. Faktor nonkebahasaannya adalah sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, kelancaran, serta pandangan mata.

Kedua, hakikat model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Menurut Istarani (2011:12),

Number Head Together (NHT) merupakan rangkaian penyampaian materi dengan menggunakan kelompok sebagai wadahdalammenyatukan persepsi atau pikiran siswa terhadap pertanyaanyang dilontarkan atau diajukan guru, yang kemudian akan dipertanggungjawabkan oleh siswa sesuai dengan nomor permintaan guru dari masing masing kelompok. Dengan demikian, dalam kelompok siswa diberi nomor masing masing sesuai dengan urutannya.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok tahun ajaran 2016/2017. Jumlah siswa 151 orang tersebar pada 5 kelas. Sampel penelitian ini berjumlah 30 orang siswa, dengan teknik penarikan sampel “purposive sampling”. Variabel dalam penelitin ini yaitu sebagai berikut. Pertama, variabel bebas “model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT)”. Kedua, variabel terikat “keterampilan berbicara”.

Data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, skor dari hasil tes keterampilan berbicara sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok. Kedua,

(5)

skor dari hasil tes keterampilan berbicara sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes unjuk kerja yaitu tes keterampilan berbicara.

Pengumpulan data dilakukan dalam tiga kali pertemuan, dan dilakukan berdasarkan langkah-langkah berikut.

Pertama, siswa melakukan tes awal (pretest) berbicara. Kedua, diberikan perlakuan pada saat pembelajaran. Ketiga, dilakukan tes akhir (postets) berbicara.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

a. Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok Sebelum Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Skor keterampilan berbicara yang diperoleh siswa sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dapat dilihat pada lampiran 5. Berdasarkan lampiran 5 skor yang diperoleh siswa berkisar antara 7 sampai 13 sebagai berikut. Pertama, skor 13 diperoleh oleh 4 orang siswa. Kedua, skor 12 diperoleh oleh 4 orang siswa. Ketiga, skor 11 diperoleh oleh 4 orang siswa. Keempat, skor 10 diperoleh oleh 3 orang siswa. Kelima, skor 9 diperoleh oleh 5 orang siswa. Keenam,

skor 8 diperoleh oleh 4 orang siswa.

Ketujuh, skor 7 diperoleh oleh 6 orang siswa.

Hasil analisis menunjukka bahwa rata-rata hitung keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah 54,25 berada pada rentangan 46-55% dengan kualifikasi Hampir Cukup (HC).

b. Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok Sesudah Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Skor keterampilan berbicara yang diperoleh siswa sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dapat dilihat pada lampiran 6. Berdasarkan lampiran 6 skor yang diperoleh siswa berkisar antara 9 sampai 17 sebagai berikut. Pertama, skor 17 diperoleh oleh 4orang siswa. Kedua, skor 16 diperoleh oleh 3 orang siswa. Ketiga, skor 15 diperoleh oleh 5 orang siswa. Keempat, skor 14 diperoleh oleh 5 orang siswa.

Kelima, skor 13 diperoleh oleh 5 orang siswa. Keenam, skor 12 diperoleh oleh 2 orang siswa. Ketujuh, skor 11 diperoleh oleh 3 orang siswa. Kedelapan, skor 10 diperoleh oleh 3 orang.

(6)

Hasil analisis menunjukka bahwa rata-rata hitung keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah 76,48 berada pada rentangan 76-85% dengan kualifikasi Baik (B).

c. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok Berdasarkan nilai keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT), terdapat perbedaan yang signifikan. Hasil tes keterampilan berbicara siswa sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT), lebih baik dibandingkan sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Hal ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT), terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai thitung (4,5) >

ttabel (1,70), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima.

2. Pembahasan

Keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) diukur berdasarkan 6 indikator.

Indikator tersebut diambil berdasarkan aspek kebahasaan yaitu pilihan kata, kalimat efektif, dan intonasi. Sedangkan aspek nonkebahasaannya terdiri dari sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku, kelancaran, dan pandangan mata.

Pemberian skor pada masing-masing indikator didasarkan kepada hasil tes unjuk kerja siswa, yaitu tes keterampilan berbicara. Salah satu contoh adalah pembahasan tentang menentukan skor yang diberikan pada sampel 02 untuk indikator 1 pilihan kata sebagai berikut.

Tanggapan saya atas aa pembacaan cerpen yang dibacakan oleh Mija tadi, vokalnya ooh sudah bagus, dan intonasinya masih cukup datar, dan kelancarannya sudah cukup baik.

Berdasarkan kutipan keterampila berbicara di atas, terlihat Sampel 02 melakukan 3 kali kesalahan dalam pilihan kata. Kata “atas” kurang tepat digunakan dan sebaiknya diganti dengan “terhadap”.

(7)

Kata “bagus” sebaiknya digantikan dengan

“baik”, dan kata “masih” sebaiknya tidak digunakan dalam kalimat tersebut. Hal ini sesuai dengan teori Arsjad dan Mukti.

(1988: 19) menyatakan bahwa setiap kata yang dipilih hendaknya tapat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran. Pendengar akan lebih paham kalau kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang sudah dikenal oleh pendengar.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang dilakukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) terhadap keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 4 Gunung Talang Kabupaten Solok. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa nilai thitung (4,5) >

ttabel (1,70), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima.

DAFTAR PUSTAKA

Arsjad, Maidar G. dan Mukti. 1988.

Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta:

Erlangga

Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.

Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa Dan Sastra. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Shoimin, Aris. 2016. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: AR- Ruzz Media

Tarigan, Hendri Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Edisi revisi). Bandung:

Angkasa.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap ini dilakukan analisis pendahuluan terhadap material penyusun mortar yaitu agregat halus, limbah kulit kerang, dan air gambut. Pemeriksaan karakteristik

1 Unit 551,982,570 Kab.Laman dau Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Tersusunnya kegiatan KPH (Dokumen) - - - Kab.Laman dau Persentase penyuluh yang dibina (24

Model fungsi transfer pada TR 450VA dan 1300VA setelah dilakukan analisis deteksi outlier memiliki hasil parameter yang signifikan, uji asumsi residual white noise

Fitur temu kembali informasi yang diimplementasikan yaitu pencarian sederhana menggunakan metode Vector Space Model, pencarian spesifik dengan spesifikasi judul,

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Dengan ini saya menyatakan bahwa sebagian maupun keseluruhan isi tugas akhir saya yang berjudul “Sistem Pendeteksi Kepatahan Mata Bor pada Mesin

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa para investor yang ingin melakukan investasi pada suatu perusahaan dapat mempertimbangkan harga saham, volume perdagangan

Anda diminta untuk mengisi kode java untuk setiap konstruktor dan method yang diimplementasikan (kurung yang kosong). Langkah 3: Simpan implementasi queue yang anda

Pada pelaksanaan tindakan I dilaksanakan selama 3 kali pertemuan, seperti yang telah direncanakan. Materi pada pelaksanaan tindakan I ini adalah komunikasi melalui