• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Konsep Dasar Rumah sakit a. Defenisi

Rumah sakit adalah institusi yang merupakan bagian integral dari organisasi kesehatan dan organisasi sosial dan berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap baik secara kuratif dan preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap melalui kegiatan medis serta perawatan. Rumah sakit juga merupakan pusat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan dan riset kesehatan (WHO, dikutip dari Rijadi, 1997).

Rumah Sakit adalah institusi yang bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan individu dengan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien guna kepentingan masyarakat (Griffith, 1987 dikutip dari Rijadi 2005).

Departemen RI menyebutkan bahwa rumah sakit merupakan pusat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan medik dasar dan medik spesialistik, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan baik inap maupun rawat jalan (Septirahmawati, 2006).

Tugas rumah sakit menurut SK Menkes 983/1992 adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna

8

(2)

dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Sedangkan fungsi rumah sakit menurut SK Menkes 983/1992 yaitu menyelenggarakan pelayanan medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, rujukan, pendidikan, dan pelatihan, administrasi umum dan keuangan (Rijadi, 2005).

b. Instalasi Rawat Jalan

Rawat jalan adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang masuk rumah sakit untuk keperluan observasi, diagnosa, pengobatan, rehabilitas medis dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa di ruang rawat inap. Pelayanan rawat jalan mencakup pengobatan medis praktek perorangan, praktek bersama, klinik-klinik, pusat pelayanan medis swasta maupun pemerintah termasuk rumah sakit (Depkes, 2000).

Instalasi rawat jalan bukanlah suatu unit pelayanan rumah sakit yang dapat bekerja sendiri, melainkan mempunyai kaitan dengan sangat erat dengan instalasi lain di rumah sakit agar dapat memberikan pelayanan kepada pasien dengan baik. Instalasi atau bagian lain yang mempunyai kaitan erat dengan rawat jalan, antara lain unit rekam medik, staf medis fungsional, laboratorium, pemeliharaan sarana rumah sakit, radiologi, logistik, farmasi dan keuangan. Agar dapat memberikan pelayanan kesehatan sebaik-baiknya kepada pasien maka

(3)

dalam melakukan kegiatan pelayanannya, unit atau bagian tersebut harus berkoordinasi dengan baik. Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan pertama dan merupakan pintu gerbang rumah sakit, serta merupakan satu-satunya bagian dari pelayanan medik yang memberikan kesan pertama bagi pasien sebagai konsumen (Rijadi, 2005).

Menurut Faste yang dikutip Azwar (1996 : 75) menyatakan bahwa pelayanan rawat jalan (Ambulary Service) adalah bentuk pelayanan kedokteran. Secara sederhana yang dimaksud dengan pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kunjungan ulang Poliklinik a. Pelayanan Pendaftaran

Pelayanan yang pertama kali diterima pasien setiap kali akan berobat kerumah sakit adalah pelayanan ditempat penerimaan pasien bagian rekam medis atau lazimnya disebut dengan unit pendaftaran, maka tidaklah berlebihan bahwa dalam tata cara penerimaan di unit pelayanan inilah pasien mendapat kesan yang baik maupun tidak saat tiba di rumah sakit. Tata cara melayani pasien dapat dinilai baik, dilaksanakan oleh petugas dengan sikap yang ramah, sopan, tertib dan bbertanggung jawab (Depkes RI, 1997).

(4)

b. Dokter

Dokter merupakan inti utama dalam pelayanan kesehatan dirumah sakit. Untuk itu perlu dibina hubungan yang baik dan serasi antara rumah sakit dan dokter, guna dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasiennya. Harapan akhir pasien adalah kesembuhan penyakitnya dengan proses penanganan dari dokter melalui perhatian, rasa aman, kasih saying dan ketelitian. Membangun komunikasi yang baik dengan pasien akan memperlancar penanganan dan kesembuhan pasien. Kepuasan terhadap pelayanan dokter atau waktu tunggu pendek, keramahan, ketelitian, serta kejelasan dalam memberikan informasi tentang penyakit yang diderita.

Dalam memberikan pelayanan medis seorang dokter berkewajiban menjalankan tugasnya sesuai dengan standar medis yang telah ditetapkan, sehingga mereka akan bertindak dengan teliti dan hati-hati. Hubungan dokter dan pasien merupakan suatu hubungan yang sejajar, dimana suatu pihak adalah pemberi pelayanan dan pihak lain sebagai penerima pelayanan. Jika ini dapat dijaga maka akan dapat dijamin pelayanan yang bermutu kepada pasien (Iskandar, 2000).

Aditama, (2003) menyatakan seringkali disebutkan perlunya penjelasan menyeluruh tentang keadaan penyakit kepada pasien dankeluarganya agar mereka memahami keadaan kesehatannya serta upaya pengobatan apa yang akan mereka jalani. Pasien juga diberi kesempatan sesuai Undang-Undang No 23 tentang kesehatan untuk menanyakan pendapat dokter tentang penyakit dan rencana pengobatan

(5)

dirinya. Oleh karena itu dokter memiliki kewajiban untuk menjelaskan penyakit yang terkait pasien dengan sebaik mungkin.

Menurut Rijadi (2000), sikap dokter dan ketelitiannya meningkatkan keyakinan pasien terhadap kesembuhannya. Sehingga pasien akan puas kalau dokter melayani seperti yang diharapkan. Artinya, dokter di Poliklinik rawat jalan adalah mereka yang ramah kepada pasien, terampil dan ahli dalam bidangnya, melakukan tindakan sesuai dengan standar pelayanan medis yang ada dan memberikan pengobatan yang rasional.

Kepuasan terhadap pelayanan dokter di rumah sakit meliputi ketepatan jadwal, keramahan, ketelitian, serta kejelasan dalam memberikan informasi tentang penyakit yang diderita. Sedangkan kualitas pelayanannya dilihat dari proses pelayanan (termasuk jadwalyang tepat), prosedur yang berlaku dan penurunan angka kesakitan maupun kematian (Ross, 2001).

Interaksi antara dokter dan pasiennya merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara professional, sesuai etika dan nilai-nilai masyarakat serta sesuai dengan prosedur standar yang berlaku. Masalah timbul karena waktu menunggu lama, jam pelayanan yang tidak tepat, tidak memberikan waktu yang cukup dan tidak member informasi yang memadai serta berbicara dengan bahasa teknis. Sehingga pemenuhan kepuasan pasien daripada standar pelayanan medis (Suparman, 2003).

(6)

Kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit sangat tergantung dari pelayanan dokter yang menyangkut tentang sifat kepribadian dokter seperti tanggung rasa, mudah dihubungi, dan memberikan kepercayaan serta bagaimana cara mengurus pasien seperti cermat dan teliti (Wijono, 1999). Menurut Jhon Ross dalam buku Ambulatory Care Organization and Management yang dikutip oleh Aditama, (2002) menyampaikan

bahwa, ada tujuh keluhan pasien terhadap dokter. Keluhan itu meliputi : a) Tidak diberikan cukup waktu oleh dokter

b) Keangkuhan dokter

c) Tidak diberi informasi lengkap tentang penyakitnya d) Biaya yang terlalu tinggi

e) Tidak diberi informasi yang lengkap tentang biaya f) Waktu tunggu terlalu lama

g) Serta adanya kerja sama antar adokter pribadi dan specilais konsul.

c. Sikap Perawat

Perawat adalah tenaga para medis yang telah dididik untuk melaksanakan asuhan keperawatan dengan penuh dedikasi, ramah, sopan santun, perhatian dan ketelatenan melalui sikap dan komunikasi yang baik sehingga menimbulkan rasa aman, rasa percaya diri pasien yang akan lebih mendorong danmempercepat penyembuhan penyakitnya.

Rijadi (2000) menyatakan bahwa perawat sebagai andalan rumah sakit harus selalu siap setiap pasien membutuhkan bantuan. Oleh karena itu, hubungan perawat dengan pasien jauh lebih erat dibandingkan dengan

(7)

hubungan tenaga lainnya. Kualitas perawat sangat menentukan mutu asuhan keperawatan dan keramahan perawat akan menimbulkan minat untuk berkunjung kembali.

Dalam meningkatkan kunjungan ulang pasien kerumah sakit asuhan keperawatan dan kualitas perawat, penegtahuan dan keterampilan perawat perlu ditingkatkan melalui pendidikan formal dan non formal.

Seperti seminar dan pelatihan yang dibiayai rumah sakit serta tenaga keperawatan di rumah sakit sebaiknya bukan tenaga kontrak serta tidak ada kesenjangan dalam kompensasi (Suparman, 2003).

Menurut Aditama (2003), Sikap dan motivasi kerja perawat yang kurang dipengaruhi oleh kurangnya pembagian insentif, pengembangan karier yang mentok, kekurangpuasan perawat terhadap pekerjaannya.

Sering juga ada keluhan dari pasien bahwa perawat kurang ramah dan kurang sabar. Masalahnya tentu bukan hanya soal sikap peramah atau penyabar, tetapi juga mungkin beban kerja yang terlalu tinggi serta peraturan yang belum jelas baik bagi pasien maupun keluarganya.

Perawat adalah seseorang yang mempunyai profesi berdasarkan pengetahuan ilmiah, ketrampilan serta sikap kerja yang dilandasi oleh rasa tanggung jawab dan pengabdian (Wiedenback, 1957 dalam Aditama, 2002). Departemen Kesehatan RI, (2012), mendefinisikan perawat adalah seseorang yang memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dimana pelayanan tersebut berbentuk pelayanan biologis,

(8)

psikologis sosial, spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat.

Pelayanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengertian pasien akan kemampuan melaksanakan kegiatan secara mandiri. Kegiatan itu dilakukan dalam usaha mencapai peningkatan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan yang memungkinkan setiap individu mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif (Aditama, 2009).

Perawat sebagai pelayanan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang membentuk sikap dan kemampuan intelektual serta keterampilan teknik dari individu untuk menolong manusia, baik sakit maupun sehat agar mampu mengatasi kebutuhan kesehatan (Kusnanto, 2004).

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial- spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan (Lokakarya Nasional PPNI, 1983 dalam Kusnanto, 2004).

Pelayanan keperawatan (nursing service) adalah upaya untuk membantu individu baik sakit maupun sehat, dari lahir sampai meninggal dalam bentuk peningkatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki

(9)

(pasien) sehingga individu tersebut secara optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. (Ali, 2002).

Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan keperawatan dan pelayanan keperawatan adalah bantuan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada individu, keluarga dan masyarakat dalam bentuk pelayanan bio, psiko, sosial dan spiritual dengan menggunakan ilmu dan kiat keperawatan baik sakit maupun sehat agar menjadi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain dalam merawat dirinya sendiri.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007).

Tingkat-tingkat sikap berdasarkan intensitasnya adalah sebagai berikut :

1) Menerima (receving) diartikan bahwa orang tahu dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2) Merespon (responding) diartikan memberikan jawaban apabila mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

(10)

3) Menghargai (valuving) diartikan dapat mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga.

4) Bertanggung jawab (responsible) maksud menerima segala resiko dari segala suatu yang telah dipilihnya. Ini merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).

d. Fasilitas Penunjang (Apotik)

Fasilitas penunjang medik adalah segala fasilitas medis/penunjang medik yang dirasakan pasien dilihat dari ketersediaan dan kelengkapan seperti : fasilitas tempat duduk, keramahan petugas, lama menunggu obat serta ketersediaan dan pelayanan obat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien ( Iskandar, 2008).

Sesuai dengan PP RI No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 19 tentang Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. Fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, Puskesmas, klinik, toko obat atau apotek bersama. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan oleh lembaga atau instansi pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang

(11)

ditunjuk oleh pemerintah dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin dari Kepala Dinas Kesehatan setempat.

Menurut World Health Organization (WHO), rumah sakit adalah suatu organisasi sosial dan medis terpadu yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan baik penyembuhan maupun pencegahan kepada masyarakat serta merupakan pusat pendidikan bagi petugas-petugas di bidang kesehatan dan penelitian di bidang medis. Menurut Peraturan Menkes RI Nomor 983 / Menkes / PER / IX / 1992, rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan dan penelitian. Rumah sakit adalah fasilitas atau sarana kesehatan bagi salah satu sumber daya kesehatan yang mempunyai tugas untuk memelihara dan memulihkan kesehatan. Rumah sakit dapat juga berfungsi sebagai tempat ideal untuk mengembangkan ilmu medis dan penyakit serta mengembangkan pelayanan obat bagi pasien (Depkes, RI, 2010).

Sesuai dengan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker harus mampu memerankan ”Seven Star Pharmacist” sesuai dengan peran farmasis yang digariskan oleh WHO. KepMenKes No.1332 tahun 2002 : Pasal19 :

1. Point (1) : Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugas nya pada jam buka apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.

(12)

2. Point (2) : Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek menunjuk Apoteker Pengganti.

3. Point (5) : Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terus menerus, Surat Izin Apotek atas nama Apoteker bersangkutan dicabut.

Pelayanan apotik/kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada

pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Iskandar, 2008).

Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan prilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error ) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam

(13)

menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (FK UI, 2008).

Tugas, peran, dan tanggung jawab Apoteker menurut PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian adalah sebagai berikut :

1. Tugas Apoteker :

a. Melakukan pekerjaan kefarmasian (pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional).

b. Membuat dan memperbaharui SOP (Standard Operational Procedure) baik di industri farmasi.

c. Harus memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan oleh menteri saat melakukan pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi, termasuk pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran sediaan farmasi.

d. Apoteker wajib menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(14)

2. Peran Apoteker

a. Sebagai penanggung jawab di industri farmasi pada bagan pemastian mutu (Quality Assurance), produksi, dan pengawasan mutu (Quality Control).

b. Sebagai penanggung jawab Fasilitas Pelayanan Kefarmasian yaitu di apotek, diInstalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.

c. Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.

d. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA

3. Tanggung Jawab Apoteker :

a. Melakukan pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) di apotek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sediaan farmasi dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, juga untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan sediaan farmasi yang tidak tepat dan tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Pelayanan kefarmasian juga ditujukan pada perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan terkait dengan

(15)

penggunaan farmasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

b. Menjaga rahasia kefarmasian di industri farmasi dan di apotek yang menyangkut proses produksi, distribusi dan pelayanan dari sediaan farmasi termasuk rahasia pasien.

c. Harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan oleh Menteri dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam produksi sediaan farmasi, termasuk di dalamnya melakukan pencatatan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu sediaan farmasi pada fasilitas produksi sediaan farmasi.

d. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi sediaan farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.

e. Menerapkan standar pelayanan kefarmasian dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.

f. Wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya, yang dilakukan melalui audit kefarmasian.

g. Menegakkan disiplin dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan sesuai dengan ketentuan aturan perundang-undangan

(16)

e. Fasilitas Lingkungan Fisik Rumah Sakit

Berdasarkan Kepmenpan No.25/2004 menyatakan bahwa kenyamanan lingkungan di nilai dari tingkat kerapian pengaturan sarana dan prasarana, tingkat kebersihan ruangan, dan kenyamanan ruang tunggu.

Fasilitas pelayanan adalah lingkungan tempat pelayanan atau poliklinik tempat memberikan pelayanan kesehatan pada pasien. Tempat pelayanan harus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan pada pasien selama pasien mendapatkan pelayanan seperti ruang pemeriksaan dan ruang tunggu yang bersih, penataan ruangan yang teratur, kursi tunggu, tempat sampah, kamar mandi (toilet) bersih, dan persediaan air yang cukup, sesuai dengan standar sarana poliklinik yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan melalui Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Nomor YN/02.04.3.5.2414 Tahun 1998 tentang berlakunya Standar Pelayanan Praktek Berkelompok Dokter Spesialis.

Ketersediaan pelayanan yang memudahkan pasien untuk mendapatkan atau mengkonsumsi pelayanan yang diperlukan seperti laboratorium, pemeriksaan radiologi, obat dan alat kesehatan untuk keperluan diagnosa dan pengobatan, secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap kunjungan rawat jalan. (Rijadi, 2000).

Karakteristik penyedia pelayanan ini juga diukur dengan mutu pelayanan seperti kebersihan, kenyamanan, kamar mandi, kelengkapan obat dan alat kesehatan, ketersediaan pelayanan, keramahan petugas dan

(17)

ketepatan jadwal pelayanan. Kepuasan pelanggan merupakan faktor penentu bagi peningkatan kunjungan rawat jalan dan dipengaruhi oleh pengalaman terhadap pelayanan yang diterimanya pada suatu saat tertentu.

Selain dari itu fasilitas lingkungan fisik rumah sakit harus ditunjang dengan :

a. Keterjangkauan letak rumah sakit

b. Keadaan halaman dan lingkungan rumah sakit

c. Kebersihan dan kerapian gedung, koridor, ruang-ruang poli, dan bangsal rumah sakit.

d. Keamanan pasien dan pengunjung rumah sakit.

e. Penerangan lampu pada tiap-tiap ruangan dan halaman rumah sakit baik waktu siang maupun malam hari.

f. Tempat parker kendaraan rumah sakit.

(Susatyo, 2016).

Kondisi lingkungan fisik rumah sakit juga mempengaruhi psikologis pasien. Ruangan yang bising, suhu udara terlalu panas, pencahayaan kurang, kebersihan dan kerapihan tidak terjaga akan meningkatkan stres pada pasien. Ruangan rumah sakit seharusnya membangkitkan optimisme sehingga dapat membantu proses penyembuhan pasien yang datang kepoliklinik maupun rawat inap (Robby, 2006).

(18)

Penghawaan di rumah sakit penting untuk dicermati, sebab terkait langsung dengan kenyamanan tubuh manusia. Disamping menyuplai udara segar untuk pernafasan dan metabolisme tubuh, penghawaan yang baik juga berhubungan dengan terciptanya suhu ruang yang kondusif bagi tubuh, sehingga energi dari dalam tubuh tidak akan terkuras untuk beradaptasi dengan perbedaan suhu ruang (Santosa, 2007).

Pengaruh kebisingan terhadap manusia secara fisik tidak saja mengganggu organ pendengaran, tetapi juga dapat menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuh yang lain, seperti penyempitan pembuluh darah dan sistem jantung (Sasongko et al., 2000).

Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Dengan demikian intensitas cahaya perlu diatur untuk menghasilkan kesesuaian kebutuhan penglihatan di dalam ruang berdasarkan jenis aktivitas-aktivitasnya. Arah cahaya terhadap arah pandang mata secara langsung dengan intensitas tinggi dapat menciptakan silau. Oleh karena itu arah cahaya beserta efek-efek pantulan atau pembiasannya juga perlu diatur untuk menciptakan kenyamanan penglihatan ruang (Santosa, 2006).

3. Penelitian Terkait

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah :

a. Swasto Adhi Wibowo (2011), melakukan penelitian tentang Analisis Hubungan Faktor Layanan dan Fasilitas Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Jalan di RSUD Surakarta. Penelitian dilakukan dengan

(19)

menggunakan metode analisi referensi ganda. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kualitas pelayanan yang terdiri dari tangible, reliability, responsiveness, assuranse, empati, dan fasilitas secara bersama mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Surakarta. Sedangkan individu variabel tangible, assuranse dan fasilitas yang berhubungan signifikan terhadap kepuasan pasien rawat jalan di RSUD Surakarta.

b. Syamrinah Panggato (2011), melakukan penelitian tentang Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Ketepatan Waktu Pelayanan Oleh Tenaga Kesehatan di RSUD Ranotana Weru Kota Manado.

Metode penelitian yang digunakan bersifat survey deskriptif dengan menggunakan kuisioner sebagai instrument pengumpulan data.

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat jalan (dewasa) pada bulan November 2011 yang memenuhi kriteria menjadi responden. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan tenaga kesehatan di pengaruhi oleh faktor-faktor seperti daya tanggap, jaminan, empati, tepat waktu, kenyamanan, ketersediaan, dan bukti langsung. Pada penelitian ini yang akan diteliti hanya mengenai ketepatan waktu sedangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi tidak akan diteliti pada penelitian ini, akan tetapi faktor-faktor tersebut ikut mempengaruhi tingkat kepuasan pasien rawat jalan terhadap ketepatan waktu pelayanan oleh tenaga kesehatan RSUD Ranotana Weru Kota Manado.

(20)

B. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan abtraksi dari teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang dirancang (Notoadmodjo, 2012). Adapun kerangka teori pada penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.1 berikut :

Skema 2.1 Kerangka Teori

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka yang berhubungan antara konsep- konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dari penelitian ini adalah :

Faktor Rumah Sakit : -Tarif

-Pelayanan pendaftaran -Pelayanan dokter -Sikap perawat -Pelayanan Apotik -Fasilitas lingkungan RS -Pemasaran

Faktor Provider Kesehatan Lain -Ketersediaan fasilitas

kesehatan lain

Kunjungan Ulang Pasien Poliklinik Faktor Konsumen :

-Demografi pasien -Sosioekonomi -Sosiopsikologi -Persepsi -Perilaku -Sosio budaya -Need kesehatan -Kemapuan membayar

(21)

Skema 2.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

D. Hipotesa

Berdasarkan kerangka konsep tersebut tersusun hipotesis sebagai berikut : 1. Ada hubungan faktor pelayanan pendaftaran dengan kunjungan

ulang pasien Poliklinik.

2. Ada hubungan faktor pelayanan dokter dengan kunjungan ulang pasien Poliklinik.

3. Ada hubungan faktor sikap perawat dengan kunjungan ulang pasien Poliklinik.

4. Ada hubungan faktor pelayanan apotik dengan kunjungan ulang pasien Poliklinik.

5. Ada hubungan faktor fasilitas lingkungan rumah sakit dengan kunjungan ulang pasien Poliklinik.

Faktor-faktor yang berhubungan : 1. Pelayanan Pendaftaran 2. Pelayanan Dokter 3. Sikap Perawat 4. Pelayanan Apotek 5. Fasilitas Lingkungan

Kunjungan Ulang Pasien Poliklinik

Referensi

Dokumen terkait

Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa berkaitan dengan keterampilan menyimak dan berbicara dalam bahasa

Pada area 1 terlihat pola kelurusan yang relatif utara selatan yang ditunjang kelurusan dengan arah yang sama berdasarkan ketebalan sedimen, melihat ketebalan sedimen yang semakin

H0:µ 1 = µ 2 artinya tidak terdapat perbedaan efektifitas model pembelajaran TSTS terhadap hasil belajar matematika yang signifikan pada siswa kelas 5 SDN. Sugihan

Penurunan belanja daerah disebabkan oleh penurunan pada seluruh pos belanja, dengan penyumbang penurunan terbesar berasal dari pos belanja operasi yang baru mencapai

22  Menjelaskan tentang konsep kerentanan ekonomi, faktor-faktor yang diperhitungkan dalam kerentanan erkonomi  Memahami kerentanan ekonomi dalam kaitannya dengan

Bukti Fisik memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan dengan nilai t hitung 2,118 > t table 1,645 dengan signifikansi 0,038 > 0,05 Deddy

Kemudian pengguna mengakses halaman login, aplikasi akan menampilkan halaman login,pengguna menginput id dan password, aplikasi melakukan validasi terhadap databes apabila

Nilai signifikansi kurang dari 0,05 menunjukkan kualitas Pelayanan mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap loyalitas, Perguruan tinggi akan mempunyai kualitas