1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Luka bakar merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang cukup serius pada masyarakat. Karena di samping dampak terhadap kesehatan yang tinggi apabila tidak ditangani secara serius, pengobatan luka bakar ini juga tak jarang memberi dampak biaya yang cukup besar dalam sistem pelayanan kesehatan. Sehingga sering kali masyarakat terutama dengan tingkat ekonomi rendah jarang mempedulikan kasus ini dan berujung menjadi penyakit infeksi yang lebih serius. Terdapat kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahun, sementara itu 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 orang meninggal setiap tahun akibat luka bakar (Hasyim et al., 2012).
Menurut Riset Kesehatan Dasar Depkes RI 2007 prevalensi luka bakar di Indonesia tertinggi terdapat di provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau sebesar 3,8 %. Sedangkan data dari Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, dalam jangka waktu 5 tahun mulai dari tahun 2006 – 2009, jumlah penderita luka bakar yang dirawat di perawatan luka bakar adalah 102 kasus, dengan angka kematian sebanyak 9,2%.
Kemudian selama tahun 2010 jumlah kasus yang dirawat sebanyak 88 kasus dengan angka kematian 17,2 %. Derajat luka bakar yang paling banyak ditemukan yaitu derajat II dengan 36 kasus atau 46,7 % dari seluruh kasus luka bakar yang didapatkan. Luka bakar terutama dengan luas > 20 % menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan di dalam tubuh, di antaranya adalah gangguan metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak.
Luka bakar juga menyebabkan terjadinya proses inflamasi yang semakin berat dan meningkatnya stress oksidatif (Awan, S.A et al., 2014).
Faktor yang berperan penting pada penyembuhan luka bakar adalah perawatan luka. Teknik perawatan luka merupakan aspek yang sangat
2
agen yang dapat membunuh atau mencegah multiplikasi dari mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Agen yang termasuk dalam antimikroba ini sendiri dapat berupa antibiotik, antiseptik, dan desinfektan.
Povidone Iodine adalah salah satu bahan yang sering digunakan sebagai antiseptik saat terjadi luka dan menjadi pilihan utama sampai saat ini.
Karena manfaatnya yang dapat mempercepat proses kesembuhan luka baik luka kronis maupun luka bakar (Vermeulen et al., 2010).
Namun, pada beberapa studi penggunaan povidone iodine sebagai penyembuh luka masih menimbulkan banyak perdebatan. Menurut Selvaggi et al. (2003), semakin kuat efek bakterisidal Povidone Iodine, maka semakin bersifat toksik pada jaringan hidup sehingga akan memperlambat proses penyembuhan luka, hal ini diuji cobakan pada kelinci. Menurut Boothman (2009) povidone iodine dapat menyebabkan iritasi, alergi, dan perubahan warna pada kulit menjadi coklat karena kandungan ion triiodida. Selain itu juga disebutkan povidone iodine dapat menyebabkan penurunan pembentukan fibroblas pada luka dengan konsentrasi tertentu.
Tanah Indonesia sendiri dengan kekayaan floranya memiliki banyak tanaman obat yang dipercaya dan tidak banyak yang sudah dilakukan penelitian untuk mengobati luka terutama luka bakar. Salah satunya adalah tanaman pegagan (Centella asiatica) yang dinilai efektif untuk memberikan kesembuhan pada berbagai jenis luka. Pada salah satu penelitian disebutkan bahwa 1% ekstrak Centella asiatica meningkatkan penyembuhan luka ulkus kronis. Selain itu dalam penelitian lain ekstrak Centella asiatica memiliki prognosis yang lebih baik pada pengobatan dermatitis radiasi akut yang dilakukan pada tikus. Kandungan Phyto-konstituen dan asiaticoside dalam Centella asiatica dinilai bertanggungjawab pada penyembuhan berbagai luka (Somboonwong, J et al., 2012). Pada penelitian lain dijelaskan ekstrak
3
Centella asiatiea mengandung asiaticoside yang merupakan bahan aktif Centella asiatiea, dan yang paling berperan terhadap aktivitas penyembuhan luka eksisi pada kelinci (Satar, N. Y et al., 2013).
Selama ini tanaman pegagan (Centella asiatica) masih jarang dimanfaatkan dan dianggap sebagai tanaman pengganggu. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian mengenai perbandingan efektifitas gel ekstrak etanol pegagan secara topikal dan larutan povidon iodin 5% dalam kecepatan proses penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
1.2 Perumusan masalah
Apakah terdapat perbedaan kecepatan proses penyembuhan luka pada kulit tikus putih (Rattus norvegicus) antara kelompok yang diberi gel ekstrak etanol pegagan (Centella asiatica) secara topikal dengan kelompok yang diberi larutan Povidon Iodin 5% ?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kecepatan proses penyembuhan luka pada kulit tikus putih (Rattus norvegicus) antara kelompok yang diberi gel ekstrak etanol pegagan (Centella asiatica) secara topikal dengan kelompok yang diberi larutan Povidon Iodin 5%.
1.4 Keaslian penelitian
Tabel 1.1 Keaslian penelitian
Satar, N. Y., et al., (2013) Somboonwong J, et al.
(2012)
Primasari (2013)
Judul : Comparison of the Eff ects of Bitter Melon (Momordica charantia) and Gotu Kola (Centella asiatica) Extracts on Healing of Open Wounds in Rabbits
Judul : Wound healing activities of different extracts of Centella asiatica in incision and burn wound models: an experimental animal study
Judul: Perbandingan pemberian larutan povidon iodin 5% dan krim silver sulfadiazin 1%
secara topikal dalam proses percepatan penyembuhan luka biopsi pada tikus putih jantan (rattus norvegicus).
Variabel Bebas : Topikal oily homogenized dan serbuk ekstrak Momordica charantia, salep ekstrak Centella asiatica, olive oil Variabel Terikat : Proses penyembuhan luka eksisi pada kelinci
Variabel Bebas : Ekstrak Centella asiatica dengan pelarut hexane, ethyl acetate, methanol, dan air, Tween-20, serta NSS
Variabel Terikat : Proses penyembuhan luka insisi dan luka bakar pada tikus Sprague dawley
Variabel bebas : Povidon Iodin 5% dan krim SSD 1%
(Burnazin®)
Variabel terikat : Percepatan penyembuhan luka biopsi pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
Persamaan :
1. Variabel bebas penelitian
menggunakan ekstrak Centella asiatica secara topikal
2. Variabel terikat penelitian adalah proses
penyembuhan luka
Persamaan : 1. Penelitian
ekperimental pada tikus Sprague dawley 2. Variabel bebas
penelitian
menggunakan ekstrak Centella asiatica secara topical
3. Variabel terikat penelitian adalah proses penyembuhan luka bakar
Persamaan :
1. Penelitian eksperimental pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus)
2. Variabel bebas povidon iodin 5% secara topikal 3. Variabel terikat proses
penyembuhan luka
Perbedaan : 1. Penelitian
eksperimental pre dan post- test pada kelinci
2. Variabel bebas terdiri dari Topikal oily homogenized
Perbedaan : 1. Penelitian
eksperimental post- test
2. Variabel bebas penelitian terdiri dari ekstrak Centella asiatica dengan
Perbedaan :
1. Variabel bebas adalah Povidon Iodin 5% dan krim silver sulfadiazin 1%
(Burnazin®)
2. Variabel terikat : proses percepatan penyembuhan
5
dan serbuk ekstrak Momordica
charantia, salep ekstrak Centella asiatica, olive oil 3. Variabel terikat
proses
penyembuhan luka pada luka eksisi
pelarut hexane, etil asetat, methanol, dan air, Tween-20, serta NSS
3. Pemeriksaan histopatologis menggunakan HE
pada luka biopsi
Hasil : Aplikasi topikal dari bentuk berminyak Momordiea charantia dan bentuk salep ekstrak dari Centella asiatica menghasilkan perbaikan yang signifikan (P<0.05) pada penyembuhan luka pada kelinci. Pada ekstrak Centella asiatiea mengandung asiaticoside yang merupakan bahan aktif Centella asiatiea, dan yang paling berperan terhadap aktivitas penyembuhan luka yang signifikan dalam keadaan normal. Penyembuhan luka dengan bahan asiaticoside ini mulai diperdagangkan komersial di bawah nama
Hasil : Semua ekstrak pegagan mendukung proses penyembuhan luka insisi dan luka bakar. Ekstrak Centella asiatica dengan pelarut etil asetat memiliki hasil yang lebih baik.
Hasil : Hasil penelitian yang dilakukan pada hari ke-4, 8, 11, dan 15 menunjukkan bahwa hari ke-4 kelompok Povidon Iodin memiliki rata-rata luas luka yang paling kecil (15,13 mm2) dan kelompok NaCl memiliki rata-rata luas luka yang paling besar (19,38 mm2). Pada hari ke-8 kelompok SSD memiliki rata-rata luas luka yang paling kecil (9,04 mm2) dan kelompok NaCl memiliki rata-rata luas luka yang paling besar (14,02 mm2). Pada hari ke-11 kelompok Povidon Iodin memiliki rata-rata luas luka yang paling kecil (5,05 mm2) dan kelompok NaCl memiliki rata-rata luas luka yang paling besar (7,43 mm2). Pada hari ke-
dagang Madacassol. 15 kelompok Povidon Iodin memiliki rata-rata luas luka yang paling kecil (4,03 mm2) dan kelompok NaCl memiliki rata-rata luas luka yang paling besar (5,22 mm2).
Kesimpulannya adalah kelompok Povidon Iodin memiliki rata-rata luas luka yang paling kecil pada seluruh hari pengamatan (kecuali pada hari ke-8).
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Manfaat bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi peneliti dalam membuat karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya serta menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman mengenai hal baru terutama dibidang farmakologi
1.5.2 Manfaat bagi ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai penanganan luka yang efektif dan efisien dan diharapkan dapat digunakan sebagai dasar penelitian lanjut. Selain itu menjadi hasil studi baru yang dapat menambah keanekargaman ilmu
1.5.3 Manfaat bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan trobosan terbaru mengenai pengobatan luka bakar dan meningkatkan aspek ekonomi dari tanaman pegagan (Centella asiatica).
7
1.5.4 Manfaat bagi institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penelitian di bidang farmakologi.