• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Karsinoma payudara merupakan suatu kelompok tumor ganas epitelial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Karsinoma payudara merupakan suatu kelompok tumor ganas epitelial"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma Payudara 2.1.1 Epidemiologi

Karsinoma payudara merupakan suatu kelompok tumor ganas epitelial dengan karakteristik invasif ke jaringan sekitarnya dan memiliki kecenderungan untuk bermetastasis jauh.

Karsinoma invasif payudara merupakan karsinoma terbanyak pada wanita yaitu sekitar 23% dari seluruh kanker pada wanita di seluruh dunia (Ferlay et al., 2008). Pada tahun 2007 diperkirakan 178.480 wanita didiagnosis menderita karsinoma payudara invasif, 62.030 dengan karsinoma in situ, dan lebih dari 40.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut (Lester, 2010). Sejak tahun 1994 angka kematian akibat karsinoma payudara secara perlahan mulai menurun, meskipun angka kejadiannya tetap konstan. Penurunan angka kematian ini disebabkan oleh karena ditemukannya karsinoma payudara dalam stadium yang awal karena manfaat skrining, demikian pula karena modalitas terapi yang semakin baik (Lester, 2010).

Di Indonesia kanker payudara merupakan keganasan dengan insiden terbanyak kedua setelah kanker leher rahim dan terdapat kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Tjindarbumi dan Mangunkusumo, 2002). Peningkatan angka insiden inipun terjadi di Bali. Sebelum tahun 2005 kanker payudara menempati urutan kedua terbanyak, namun sejak tahun 2005

(2)

sampai sekarang, berdasarkan data registrasi kanker berbasis patologik, kanker payudara menempati urutan pertama kanker terbanyak pada wanita di Bali (Anonim, 2010). Karena belum banyak dikenalnya skrining kanker payudara di Bali serta keterbatasan sosial ekonomi dan pendidikan masyarakat, sebagian besar kasus kanker payudara datang pada stadium lanjut dengan tingkat mortalitas yang tinggi.

Insiden kanker payudara meningkat seiring peningkatan usia. Pada area dengan risiko tinggi, seperti Australia, Eropa, Amerika Utara, 6% wanita menderita kanker payudara sebelum berusia 75 tahun. Sementara risiko menderita kanker payudara di negara kurang berkembang lebih rendah yaitu sekitar sepertiga dari negara yang berisiko tinggi (Ferlay et al., 2008).

2.1.2 Gambaran klinik

Massa tumor yang dapat dipalpasi merupakan gejala klinis karsinoma payudara invasif yang tersering. Gejala lainnya yaitu retraksi kulit, inversi nipel, nipple discharge, perubahan pada ukuran dan bentuk payudara atau perubahan pada kulit. Kadang-kadang karsinoma payudara dideteksi karena adanya pembesaran limfonodi aksila tanpa adanya abnormalitas pada payudara secara klinis. Semua gejala kanker payudara juga dapat dijumpai pada lesi jinak payudara, sehingga evaluasi dengan pencitraan dan pemeriksaan fine needle aspiration cytology atau core biopsy harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis (Morrow dan Rutgers, 2012).

(3)

2.1.3 Klasifikasi

Lebih dari 95% keganasan payudara adalah suatu adenokarsinoma yang dibagi menjadi karsinoma invasif dan insitu. Karsinoma in situ adalah proliferasi sel-sel ganas yang terbatas pada duktus dan lobulus, dan dibatasi oleh membran basal. Pada karsinoma invasif, sel-sel ganas menginfiltrasi membran basal dan invasif ke stroma jaringan ikat sekitarnya. Sel-sel invasif tersebut memiliki potensi untuk mencapat pembuluh limfe dan pembuluh darah yang kemudian bermetastasis ke kelenjar getah bening regional dan bermetastasis jauh (Lester, 2010).

Terdapat berbagai tipe histologik karsinoma payudara yang memiliki karakteristik morfologi yang bervariasi. Berikut ini adalah berbagai tipe karsinoma invasif payudara menurut klasifikasi WHO (Lakhani et al., 2012):

1. Invasive carcinoma of no special type 2. Invasive lobular carcinoma

3. Tubular carcinoma 4. Cribriform carcinoma 5. Mucinous carcinoma

6. Carcinoma of medullary features 7. Carcinoma with apocrine differentiation 8. Carcinoma with signet ring cell differentiation 9. Invasive micropapillary carcinoma

10. Metaplastic carcinoma of no special type 11. Carcinoma with neuroendocrine features

(4)

12. Secretory carcinoma

13. Invasive papillary carcinoma 14. Acinic cell carcinoma

15. Mucoepidermoid carcinoma 16. Polymorphous carcinoma 17. Oncocytic carcinoma 18. Lipid rich carcinoma

19. Glicogen rich clear cell carcinoma 20. Sebaceous carcinoma

21. Skin adnexal type tumour

Invasive carcinoma of no special type yang dulunya dikenal sebagai invasive ductal carcinoma, merupakan grup terbesar dari karsinoma invasif payudara. Entitas ini merupakan grup yang heterogen, yang ditandai secara morfologi berupa tumor yang tidak menunjukkan karakteristik karsinoma invasif tipe lainnya. Tipe ini merupakan tipe yang tersering karsinoma payudara, yaitu sekitar 40% sampai 75% kasus (Ellis et al., 2012).

Secara makroskopis tumor tipe ini tidak memiliki gambaran yang spesifik.

Ukurannya bervariasi dengan rentang kurang dari 10 mm sampai lebih dari 100 mm. Tumor ini dapat berupa massa tumor ireguler dengan batas yang tidak jelas atau berupa bentukan noduler. Konsistensi tumor bisa kenyal sampai keras, dan

“gritty” saat dipotong dengan pisau (Ellis et al., 2012).

(5)

Secara mikroskopik, per definisi penentuan tipe tumor ini melalui proses eksklusi dari gambaran morfologi tumor tipe spesifik. Gambaran morfologinya akan bervariasi antar kasus. Tepi tumor bisa infiltratif, permeatif ke stroma lobuler dan merusak unit lobular normal, atau pushing margin. Secara arsitektur, sel tumor dapat membentuk susunan korda, klaster, trabekel, solid, atau sinsitial infiltratif dengan stroma yang sedikit. Sebagian tumor membentuk struktur glanduler berupa tubulus dengan lumen di sentral. Kadang-kadang juga berupa sel-sel tunggal yang infiltratif. Sel tumor menunjukkan sitoplasma luas warna eosinofilik. Inti sel bervariasi mulai uniform sampai pleomorfik berat. Pada hampir 80% kasus dapat dijumpai fokus karsinoma duktal in situ (DCIS; ductal carcinoma in situ) (Ellis et al., 2012).

Di samping tipe histologik tumor, beberapa tahun terakhir karsinoma payudara juga diklasifikasikan menjadi 4 subtipe intrinsik berdasarkan tiga pemeriksaan rutin yang dilakukan pada manajemen klinis pasien dengan karsinoma payudara (estrogen receptor (ER), progesterone receptor (PR), dan human epidermal growth factor 2 (HER2)). Subtipe intrinsik tersebut adalah Luminal A, Luminal B, overekspresi HER2, dan basal-like (Tabel 2.1).

(6)

Tabel 2.1

Subtipe intrinsik karsinoma payudara (Goldhirsch et al., 2011) Subtipe intrinsik Definisi kliniko-patologik

Luminal A Luminal A

ER dan/atau PR positif HER2 negatif

Ki-67 rendah (<14%)

Luminal B Luminal B (HER2 negatif)

ER dan/atau PR positif HER2 negatif

Ki-67 tinggi (≥14%) Luminal B (HER2 positif) ER dan/atau PR positif

HER2 overekspresi atau amplifikasi Berapapun Ki-67

Overekspresi HER2 HER2 positif (non luminal)

HER2 overekspresi atau amplifikasi ER dan PR negative

Basal-like Triple negative

ER dan PR negatif HER2 negatif

Setiap subtipe ini memiliki respon terapi, risiko progresi penyakit, dan kecenderungan metastasis ke organ tertentu. Subtipe luminal mayoritas memberikan respon terhadap terapi hormonal. Tumor subtipe HER2 positif akan dapat diterapi dengan efektif menggunakan terapi anti-HER2. Tumor subtipe basal-like sampai saat ini belum ada terapi berbasis target molekuler tertentu pada subtipe ini, dan hanya berespon terhadap kemoterapi standar pada sekitar 20%

kasus (Polyak, 2011).

2.1.4 Grade histologik

Penilaian derajat diferensiasi tumor (grade) karsinoma payudara secara histologik dilakukan berdasarkan penilaian bentukan kelenjar/tubulus, pleomorfia

(7)

inti, dan penghitungan mitosis. WHO classification of tumours of the breast merekomendasikan penilaian grading histologik tumor berdasarkan metode semikuantitatif ini (Nottingham histologic grading system). Banyak penelitian yang menunjukkan adanya asosiasi yang signifikan antara grade histologik dengan survival pasien karsinoma payudara (Rakha et al., 2008). Grade ini merupakan faktor prognosis yang kuat dan harus dicantumkan dalam pelaporan pemeriksaan histopatologik dan merupakan komponen penting dalam alat pengambilan keputusan pada pasien karsinoma payudara seperti Nottingham Prognostic Index dan Adjuvant! Online (Blamey et al., 2007; Ravdin et al., 2001).

. Nottingham histologic grading system ini menilai 3 karakteristik morfologi tumor yaitu: formasi tubuler, pleomorfia inti, dan penghitungan mitosis (Tabel 2.1). Masing-masing karakter tersebut diberi skor 1 sampai 3. Formasi tubulus dinilai pada keseluruhan tumor dengan pembesaran kecil. Pleomorfia inti dinilai pada area yang menunjukkan pleomorfia inti terjelek, sedangkan penghitungan mitosis dilakukan pada area paling proliferatif dengan menghitung mitosis pada 10 area dengan pembesaran besar (Ellis et al., 2012). Grade histologik ditentukan dengan menjumlahkan skor dari bentukan tubuler, pleomorfia inti, dan jumlah mitosis. Grade dikelompokkan 3 yaitu: grade 1 (skor total 3-5), Grade 2 (skor total 6-7), dan grade 3 (skor total 8-9).

(8)

Tabel 2.2

Nottingham histologic grading system (Ellis et al., 2012)

Gambaran morfologi Skor

Bentukan tubus dan glanduler >75%

10-75%

<10%

1 2 3 Pleomorfia inti

Sel uniform regular, kecil

Peningkatan moderate ukuran sel dan variasinya Sangat bervariasi

1 2 3 Penghitungan mitosis

Tergantung pada diameter area mikroskop 1-3 Grade final

Grade 1 Grade 2 Grade 3

Skor total 3-5 Skor total 6-7 Skor total 8-9

2.1.5 Stadium

Sistem penentuan stadium penyakit yang paling banyak dipergunakan pada karsinoma payudara adalah sistem TNM yang dipublikasikan oleh the American Joint Committee on Cancer (AJCC)/Union for International Cancer Control (UICC). Saat ini sistem TNM yang dipergunakan adalah edisi ketujuh.

Sistem ini memberikan informasi tentang perluasan kanker pada lokasi primer (tumor atau T), KGB regional (nodes atau N), dan perluasan ke lokasi metastasis yang jauh (metastases atau M). T, N, dan M ini dikombinasikan menjadi 5 stadium (stadium 0, I, II, III, dan IV) yang menyimpulkan informasi tentang perluasan penyakit regional (ukuran tumor, invasi ke kulit dan dinding dada, dan keterlibatan limfonodi) dan adanya metastasis jauh. Untuk kepentingan pasien, informasi ini sebagai dasar pengambilan keputusaan terhadap kontrol penyakit

(9)

lokal serta pertimbangan untuk memberikan kemoterapi sistemik (Lester et al., 2012).

Baik stadium klinis ataupun patologis dipergunakan pada pasien kanker.

Stadium klinis ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik dan pencitraan, dengan atau tanpa konfirmasi dengan pemeriksaan sitologi. Stadium patologis T dan N ditentukan berdasarkan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis dari sediaan operasi. Sementara untuk M ditentukan berdasarkan pemeriksaan radiologik, sebagian dengan konfirmasi biopsi (Lester et al., 2012).

2.2 Faktor Prognosis dan Prediktif 2.2.1 Faktor prognosis

Faktor prognosis adalah faktor yang berkaitan dengan perjalanan alamiah penyakit. Faktor prognosis pada kanker payudara merupakan setiap pengukuran yang ada pada saat pembedahan tanpa terapi adjuvant sistemik, dan berkorelasi dengan disease free survival atau overall survival. Faktor prognostik yang dianggap sebagai variabel independen pada karsinoma payudara diantaranya status limfonodi, ukuran tumor, dan status ER/PR.

Indikator prognostik yang paling signifikan pada karsinoma payudara adalah ada atau tidaknya keterlibatan limfonodi. Terdapat pula hubungan langsung antara jumlah limfonodi yang terlibat dengan risiko rekarensi jauh.

Angka survival 5 tahun pada pasien dengan nodal negatif adalah 82,8%, dibandingkan dengan 73% pada pasien dengan 1-3 nodal positif, 45,7% pada

(10)

pasien dengan 4-12 nodal positif, dan 28,4% pada pasien dengan 13 atau lebih nodal positif (Fisher et al., 1983).

Ukuran tumor berkorelasi dengan terdapatnya keterlibatan limfonodi serta jumlah limfonodi yang terlibat. Ukuran tumor juga merupakan faktor prognostik independen. Terdapat peningkatan angka rekarensi jauh seiring peningkatan ukuran tumor. Pada pasien kanker payudara dengan nodal negatif, pasien dengan ukuran tumor kurang dari 1 cm memiliki angka survival 5 tahun mendekati 90%, dibandingkan dengan 89% pada pasien dengan tumor berukuran 1-3 cm, dan 86%

pada pasien dengan ukuran tumor di antara 3-5 cm (Carter et al., 1989).

Karakteristik patologi tumor memiliki signifikansi prognostik pada karsinoma payudara. Tipe tumor tertentu seperti karsinoma tubuler, karsinoma musinus, dan karsinoma medulare memiliki prognosis yang lebih baik jika dibandingkan dengan karsinoma tidak spesifik (Lakhani et al., 2012). Grade tumor juga merupakan faktor prognosis yang penting. Pasien karsinoma payudara dengan grade histologik 3 memiliki risiko rekarensi 4,4x dibandingkan dengan pasien karsinoma payudara grade 1 (Le Deussal et al., 1989).

Invasi limfatik peritumoral juga menunjukkan signifikansi prognostik untuk risiko rekarensi lokal dan jauh. Rosen et al. (1989) pada follow up 20 tahun penderita kanker payudara menunjukkan adanya korelasi antara invasi limfovaskuler (LVI; lympovascular invasion) dengan risiko rekarensi dan kematian. Angka rekarensi pada pasien dengan kanker payudara stadium I dengan LVI positif adalah 38%, dibandingkan dengan 22% pada pasien dengan LVI negatif.

(11)

Indeks proliferasi juga dianggap sebagai faktor prognosis yang penting pada karsinoma payudara. Berbagai metode dipergunakan untuk mengukur proliferasi tumor diantaranya fraksi fase S, indeks mitosis, serta pemeriksaan imunohistokimia Ki-67 dan PCNA. Banyak penelitian, meskipun mempergunakan metode penilaian yang bervariasi, menunjukkan adanya hubungan antara indeks proliferasi dengan prognosis (Cianfrocca dan Goldstein, 2004).

Usia pasien pada saat diagnosis juga memiliki signifikansi prognostik.

Pasien dengan usia kurang dari 35 tahun menunjukkan prognosis yang lebih jelek dibandingkan usia yang lebih tua (Cianfrocca danGoldstein, 2004).

2.2.2 Faktor prognosis dan prediktif

Faktor prediktif adalah setiap pengukuran yang berkorelasi dengan respon terhadap terapi tertentu. Faktor biologi seperti ER, PR, dan HER2 merupakan faktor prognostik dan prediktif.

Efek prognostik ER dinilai tanpa adanya terapi adjuvant tamoxifen. Pada pasien dengan ER positive tumor memiliki angka 5 year disease survival 74%

dan overall survival 92%, sementara pasien dengan ER negative tumor memiliki angka 5 year disease survival 66% dan angka overall survival 82% (Fisher et al., 1988). Pasien dengan ER atau PR positif merupakan faktor prediktor yang kuat terhadap respon terapi adjuvant tamoxifen (Cianfrocca and Goldstein, 2004).

Pada karsinoma payudara, ditemukan amplifikasi dan atau overekspresi HER2 pada sekitar 30% kasus. Overekspresi HER2 berhubungan dengan peningkatan agresivitas tumor, peningkatan angka rekarensi, dan peningkatan

(12)

mortalitas pada pasien dengan nodal positif (Cianfrocca dan Goldstein, 2004).

Overekspresi HER2 juga merupakan faktor prediktor yang penting khususnya terhadap respon terhadap trastuzumab, suatu anti HER2.

Selain penilaian faktor biologi di atas, profil genetik yang dinilai dengan analisis microarray juga dapat memberikan informasi prognostik dan prediktif.

Dengan menngunakan oligonucleotide microarrays, van de Vijver et al.

mengklasifikasikan 295 pasien kanker payudara stadium I dan II menjadi kasus dengan prognosis baik atau buruk berdasarkan ekspresi gennya. Pada follow up 10 tahun, grup dengan prognosis buruk memiliki disease free survival dan overall survival 50,6% dan 54,6%, sementara grup dengan prognosis baik memiliki disease free survival dan overall survival 85,2% dan 94,5% (van de Vijver et al., 2002).

2.2.3 Penilaian risiko

Kanker payudara merupakan penyakit yang heterogen. Berbagai parameter telah diteliti dan dipergunakan untuk menentukan penyakit seseorang dan pilihan terapi, serta mengelompokkannya dalam kelompok prognosis tertentu. Parameter- parameter tersebut mulai dari variabel klinikopatologi konvensional sampai variabel molekuler.

The 9th St Gallen International Breast Cancer Conference 2005 Expert Concensus mengajukan rekomendasi kategori risiko pada penderita karsinoma payudara (Tabel 2.2). Status nodal merupakan kriteria terpenting untuk menentukan kategori risiko. Status nodal negatif merupakan kriteria utama untuk

(13)

masuk dalam kategori risiko rendah. Pasien dengan keterlibatan 4 atau lebih limfonodi aksila termasuk dalam katagori risiko tinggi. Tetapi pasien dengan keterlibatan 1-3 limfonodi aksila memerlukan everekspresi HER2 yang kuat untuk bisa dimasukkan dalam kategori risiko tinggi, sementara pasien dengan dengan keterlibatan 1-3 limfonodi aksila tanpa everekspresi HER2 dimasukkan dalam kategori risiko intermediate (Goldhirsch et al., 2005).

Tabel 2.3

Katagori risiko pada pasien kanker payudara (Goldhirsch et al., 2005) Kategori risiko Kriteria

Risiko rendah Node negatif dan semua kriteria berikut:

• pT ≤ 2 cm, dan

• grade 1, dan

• invasi vaskuler peritumoral negatif, dan

• HER2 tidak dengan overekspresi atau amplifikasi, dan

• usia ≥35 tahun

Risiko intermediate Node negatif dan setidaknya salah satu dari kriteria berikut:

• pT > 2 cm, atau

• grade 2-3, atau

• invasi vaskuler peritumoral positif, atau

• HER2 overekspresi atau amplifikasi, atau

• usia<35 tahun Node positif (1-3 node) dan

• HER2 tidak dengan overekspresi atau amplifikasi

Risiko tinggi Node positif (1-3 node) dan

• HER2 dengan overekspresi atau amplifikasi Node positif (4 atau lebih node)

Status limfonodi aksila merupakan indikator prognostik adanya metastasis jauh yang terpenting. The 13th St Gallen International Breast Cancer Conference 2013 Expert Concensus mengajukan rekomendasi tentang terapi lokal dan

(14)

regional pada early breast cancer dan mensuport prosedur pembedahan yang kurang ekstensif. Diseksi aksila tidak dikerjakan pada pasien dengan mikrometastasis pada sentinel node serta pasien dengan 1-2 sentinel node yang positif secara makroskopis yang akan menjalani breast conserving therapy dan terapi radiasi (Goldhirsch et al, 2013). Seiring dengan mulai banyak dilakukannya skrining kanker payudara dengan mamografi, maka ke depan akan semakin banyak ditemukannya kasus early breast cancer, dan operasi tanpa diseksi aksila akan semakin banyak dilakukan sehingga evaluasi status limfonodi aksila tidak bisa dilakukan. Diperlukan dipelajari parameter baru yang berasosiasi dengan adanya metastasis pada karsinoma payudara, selain parameter-parameter prognostik lain yang sudah ada.

2.3 Biologi Metastasis

2.3.1 Metastasis dan hallmarks of cancer

Pada tahun 2000, Hanahan dan Weinberg mengajukan “6 Hallmarks” dari kanker, yaitu 6 kemampuan yang dimiliki oleh sel kanker yang terdiri dari: 1.

Signal proliferasi yang terus menerus; 2. Menghindari penghambatan pertumbuhan; 3. Resisten terhadap kematian sel; 4. Induksi angiogenesis; 5.

Invasi dan metastasis; dan 6. Imortalitas (Gambar 2.1).

(15)

Gambar 2.1 The six hallmarks dari kanker (Hanahan dan Weinberg, 2000)

Pada tahun 2011 mereka merevisi tulisan mereka sebelumnya dan menambahkan teori sebelumnya menjadi “10 Hallmarks” dari sel kanker, yaitu: 1.

Signal proliferasi yang terus menerus; 2. Menghindari penghambatan pertumbuhan; 3. Resisten terhadap kematian sel; 4. Induksi angiogenesis; 5.

Invasi dan metastasis; 6. Imortalitas; 7. Mutasi dan instabilitas genomik; 8.

Inflamasi protumoral; 9. Menghindar dari destruksi sistem imun; dan 10.

Deregulasi energi seluler (Gambar 2.2). EMT dikaitkan dalam kemampuan sel tumor menghindari penghambatan pertumbuhan, khususnya oleh TGFβ, serta terutama dalam proses invasi dan metastasis tumor (Hanahan dan Weinberg, 2011).

(16)

Gambar 2.2 The ten hallmarks dari kanker (Hanahan dan Weinberg, 2011)

Perkembangan dalam beberapa dekade terakhir dalam kaitan penatalaksanaan pasien kanker yaitu dengan ditemukannya berbagai targeting therapy yang berbasis pada mekanisme penyakit. Berbagai targeting therapy ini dapat dikategorikan berdasarkan efek terapi tersebut terhadap salah satu atau lebih dari

“10 Hallmarks” kemampuan yang dimiliki oleh sel kanker.

2.3.2 Kaskade metastasis

Metastasis adalah implantasi tumor yang tidak berhubungan langsung dengan tumor primernya, dan merupakan tanda pasti dari suatu keganasan.

Metastasis adalah penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada penderita kanker.

Metastasis merupakan proses yang melibatkan berapa tahapan. Sel-sel tumor dari tumor primer mengalami ekspansi klonal, pertumbuhan, diversifikasi, dan angiogenesis. Ekspansi klonal menjadi berbagai subklon sel yang memiliki

(17)

berbagai kapabilitas, di antaranya subklon yang berpotensi metastatik. Sel-sel ini akan menempel dan menembus membran basalis. Setelah melalui matriks ekstraseluler, selanjutnya sel-sel ini mengalami intravasasi. Di dalam pembuluh darah, sel tumor berinteraksi dengan sel-sel limfoid. Sel-sel tumor ini juga beragregasi dengan platelet membentuk trombus fibrin dan beredar mengikuti sirkulasi. Di tempat baru yang sesuai, sel tumor mengalami ekstravasasi dan membentuk deposit metastatik. Di tempat yang baru ini, sel tumor yang ditunjang dengan angiogenesis mengalami pertumbuhan dan membentuk kolonisasi tumor yang baru (Gambar 2.3) (Kumar et al., 2015).

Gambar 2.3 Kaskade metastasis (Kumar et al., 2015)

(18)

2.4 High Grade Tumor Budding sebagai Faktor Prognosis pada Karsinoma Payudara

Karsinoma payudara merupakan kanker yang berasal dari epitel kelenjar payudara. Diagnosis karsinoma payudara dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis, pencitraan, dan histopatologik. Selain memberikan diagnosis suatu malignansi atau tidak, pemeriksaan morfologi juga dapat memberikan berbagai parameter prognosis ataupun prediktif terapi. Secara umum, ukuran tumor, grade histologik, aktivitas mitosis, adanya invasi limfatik dan vaskuler, infiltrasi radang, dan keterlibatan limfonodi merupakan gambaran morfologi yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan mikroskopik rutin. Namun demikian, penilaian faktor-faktor tersebut tidak selalu dapat memprediksi secara akurat karakteristik biologi dari tumor dan luaran klinisnya. Manajemen pasien kanker akan mendapatkan manfaat dari adanya tambahan informasi penting selain penilaian tentang faktor- faktor prognosis yang konvensional yang telah ada.

Belakangan mulai diinterpretasinya gambaran morfologi baru yaitu tumor budding. Tumor budding merupakan suatu gambaran morfologi yang belakangan dimasukkan dalam gambaran morfologi tambahan yang harus dilaporkan pada hasil pemeriksaan histopatologik, khususnya pada karsinoma kolorektal (Lugli et al., 2012). Tumor budding didefinisikan sebagai sel kanker tunggal atau dalam kelompok kecil (1-5 sel) pada tepi invasi tumor. Derajat tumor budding ditentukan dengan menghitung jumlah dari tumor budding pada bagian terluar tumor invasif.

(19)

High grade tumor budding merefleksikan progresi malignan dan merupakan faktor prognosis untuk angka survival yang rendah (Masuda et al., 2012). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa derajat tumor budding dapat berperan sebagai faktor prognosis pada beberapa keganasan, diantaranya pada karsinoma kolorektal, karsinoma payudara, dan tumor epithelial lainnya (Kanazawa et al., 2008; Liang et al., 2013; Karamitopoulou et al., 2013;

Teramoto et al., 2013). Penelitian Liang et al. (2013) menujukkan bahwa high grade tumor budding berhubungan dengan adanya invasi limfovaskuler, tumor yang berukuran lebih besar, dan luaran klinis yang jelek.

2.5 High Grade Tumor Budding sebagai Manifestasi dari Epithelial- Mesenchymal Transition

2.5.1 Epithelial-Mesenchymal Transition

Epithelial-mesenchymal transition merupakan salah satu bentuk plastisitas sel di mana sel epitel berubah menjadi memiliki fenotip mesenkimal (Lee dan Nelson, 2012).

Epitel yang tersusun berupa lembaran sel yang terpolarisasi merupakan bagian fundamental dari suatu organisme. Epitel merupakan suatu barier yang membatasi suatu jaringan dengan jaringan lainnya, serta mempertahankan homeostasis dan arsitektur suatu organ. Lembaran epitel mengalami remodeling selama morfogenesis dan penyembuhan luka melalui kombinasi antara proliferasi

(20)

sel, perubahan bentuk, dan pengaturan lokal, yang kesemuanya diregulasi ketat untuk mempertahankan integritas jaringan epitel tersebut.

Mesenkim adalah jaringan penyangga yang merupakan derivat mesoderm.

Mesenkim per definisi adalah jaringan mesenkim primitif, atau sel yang memiliki bentuk spindel menyerupai sel fibroblas. Berbeda dengan sel eptiel, sel mesenkim dapat berinvasi sebagai sel individu melalui matriks ekstaseluler diantara lembaran sel epitel dan sel mesenkim tersebut (Yang dan Weinberg, 2008).

Sel epitel dapat diubah menjadi sel mesenkim melalui proses yang disebut dengan epithelial-mesenchymal transition (EMT). EMT dan proses sebaliknya, mesenchymal-epithelial transition (MET), merupakan proses yang meregulasi tahapan awal dari perkembangan: EMT diperlukan selama proses gastrulasi (Thiery & Sleeman, 2006) dan MET terjadi selama somitogenesis, pembentukan ginjal, pembentukan kavitas coelomik (Thiery et al., 2009).

Reaktivasi dari EMT pada orang dewasa dianggap sebagai usaha fisiologis untuk mengontrol inflamasi dan penyembuhan dari kerusakan jaringan. EMT juga dijumpai pada proses patologis yaitu fibrosis dan kanker.

Berdasarkan konteks terjadinya EMT, EMT diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: tipe 1 EMT yang terjadi pada fase embryogenesis, tipe 2 EMT yang terjadi dalam kaitan penyembuhan luka, regenerasi jaringan dan fibrosis organ, dan tipe 3 EMT yang terjadi pada karsinoma (Gambar 2.4) (Lee dan Nelson, 2012).

(21)

Gambar 2.4 Tipe EMT (Lee dan Nelson, 2012)

Epithelial-mesenchymal transition merupakan perubahan awal yang dialami oleh sel tumor untuk invasi ke stroma disekitarnya. Melalui EMT ini, sel tumor yang berasal dari epitel mengalami perubahan fenotip menjadi menyerupai sel mesenkim, baik perubahan morfologi, adesi, dan kapasitas motilitasnya. Sel tumor yang mengalami akan menunjukkan morfologi berupa sel yang berbentuk kumparan (menyerupai fibroblas) dan tersusun lobih longgar.

Sejumlah proses molekuler yang terlibat dalam proses EMT ini, aktivasi faktor transkripsi, ekspresi protein permukaan sel yang spesifik, reorganisasi dan ekspresi protein sitoskeletal, produksi enzim yang dapat mendegradasi matriks ekstraseluler, dan perubahan dalam ekspresi microRNA yang spesifik (Kalluri dan Weinberg, 2009). Sel yang mengalami proses ini akan menunjukkan ekspresi E-cadherin, sitokeratin, dan desmoplakin yang berkurang. Sebaliknya sel ini akan

(22)

menunjukkan ekspresi beberapa faktor transkripsi (Snail, Slug , Zeb, Twist, β cathenin, dan NF-κB); matriks metalloproteinase (MMP2, MMP3, dan MMP9);

protein permukaan sel (N-cadherin); sitoskeletal (vimentin); dan miRNA (miR10b dan miR-2X) (Lee dan Nelson, 2012). (Gambar 2.5)

Gambar 2.5 Signaling pathways dan marka dari EMT (Demirkan, 2013)

Induksi EMT dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, diantaranya adanya ikatan antara faktor pertumbuhan dan reseptornya, sitokin, hipoksia, reactive oxygen species (ROS), protein Wnt, dan stres mekanik (Lee & Nelson, 2012).

(23)

EMT merupakan proses penting dalam metastasis kanker. Proses EMT yang memungkinkan sel tumor migrasi keluar tumor primer, kemudian memasuki sirkulasi yang akhirnya menempel pada endotel mikrovaskuler pada lokasi organ target dan berekstravasasi. Selanjutnya sel kanker mengalami peristiwa MET dan membentuk deposit metastatik (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 EMT, MET, dan kaskade metastasis (Samatov et al., 2013)

Penelitian oleh Markiewicz et al. (2012) menunjukkan bahwa ekspresi marka EMT pada metastasis limfonodi merupakan petanda potensi metastatik dari tumor primer pada kanker payudara.

EMT juga dikaitkan dengan cancer stem cell (CSC). Studi in vitro menunjukkan bahwa fenotip sel yang mengalami EMT menunjukkan properti

(24)

yang overlap dengan CSC (Floor et al., 2011). CSC pada kanker payudara menunjukkan resistensi terhadap kemoterapi standard dan memiliki kemampuan memperbanyak diri dan menyebabkan rekurensi yang sering terjadi pada pasien kanker payudara setelah mendapatkan terapi standar (Dave et al., 2012).

2.5.2 High grade tumor budding dan epithelial-mesenchymal transition

Tumor budding dianggap berhubungan dengan proses invasi kanker dan metastasis dan dipostulatkan merupakan representasi histologik dari EMT (Prall, 2007). Hal ini tampaknya perlu dibuktikan apakah terjadi pada berbagai keganansan. Penelitian ini akan mempelajari korelasi antara high grade tumor budding dengan EMT. Penelitian ini akan menilai apakah high grade tumor budding berkorelasi dengan ekspresi beberapa marka EMT, diantaranya E- cadherin dan MMP-9, pada karsinoma payudara. Pada EMT, yang direpresentasikan secara histologi berupa tumor budding, akan dijumpai penurunan ekspresi E-cadherin dan peningkatan ekspresi MMP-9.

E-cadherin adalah molekul adesi pada sel epitel yang bergantung kalsium yang diekspresikan pada adherens junctions. Kehilangan ekspresi E-cadherin menimbulkan fenotip sel tumor yang berdiferensiasi jelek. Mutasi E-cadherin menimbulkan morfologi sel yang kurang menyerupai epitel dan dengan adesi yang terganggu. Di samping itu, sel dengan mutasi E-cadherin menunjukkan peningkatan motilitas dan terganggunya organisasi dari sitoskeleton. Hilangnya ekspresi E-cadherin juga dihubungkan dengan metastasis. Hilangnya ekspresi E-

(25)

cadherin juga ditemukan pada karsinoma payudara invasif tipe lobuler, bahkan mulai sejak stadium awal.

Banyak penelitian tentang E-cadherin yang telah dilakukan pada kasus karsinoma payudara. Salah satu penelitian yang menilai hubungan ekspresi E- cadherin dengan faktor prognosisnya yaitu oleh Younis et al. (2007). Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara ekspresi E- cadherin yang kuat dengan kasus dengan status limfonodi aksila negatif. Dijumpai pula bahwa pada ekspresi E-cadherin hilang pada kanker payudara stadium lanjut dan mendukung pendapat bahwa hilangnya ekspresi E-cadherin merupakan marka agresifitas tumor.

MMP-9 adalah endopeptidase yang bergantung seng dengan berat molekul 92 kDa yang meningkatkan degradasi kolagen tipe IV, yang merupakan komponen utama dari membran basal.

Beberapa penelitian tentang ekspresi MMP-9 pada kanker payudara telah dilakukan. Penelitian oleh Wu et al. (2014) menunjukkan bahwa MMP-9 yang terekspresi pada epitel dan limfonodi berhubungan positif dengan metastasis limfonodi. Penelitian yang lain penelitian oleh Yousef et al. (2014) menunjukkan bahwa ekspresi MMP-9 pada sel kanker payudara meningkat jika dibandingkan dengan jaringan payudara normal. Terdapat korelasi positif antara level peningkatan ekspresi MMP-9 dengan peningkatan grade histologik tumor. Dan lebih jauh, ekspresi MMP-9 bervariasi antar subtipe molekuler kanker payudara, dan overekspresi MMP-9 merupakan petanda dari TNBC dan kanker payudara

(26)

dengan HER2 positif. Terakhir, overekspresi MMP-9 berhubungan dengan insiden metastasis dan relaps.

2.6 Evaluasi Tumor Budding

Tumor budding adalah gambaran morfologi yang ditandai dengan sel tunggal dan kelompok kecil sel kanker yang terdiri 1 sampai 5 sel kanker dan tidak membentuk struktur glandular (Ueno et al., 2002). Evaluasi tumor budding dilakukan pada sediaan konvensional yang dipulas dengan pulasan H-E dan dikonfirmasi dengan pulasan IHK sitokeratin.

Untuk penelitian-penelitian sebelumnya yang melakukan evaluasi tumor buddingpun menggunakan metode yang bervariasi, diantaranya metode Haze, metode Nakamura, metode Ueno, metode satu high power field (HPF), dan metode rerata dari 10 HPF (Lugli et al., 2012). Metode-metode di atas menggunakan cara interpretasi bervariasi (subyektif atau obyektif), serta katagori yang bervariasi pula (2 atau 3 tingkatan). Meskipun menggunakan metode yang berbeda-beda, banyak penelitian yang membuktikan bahwa tumor budding merupakan parameter prognostik yang kuat, khususnya pada karsinoma kolorektal.

Penelitian sebelumnya tentang tumor buding pada karsinoma payudara mengelompokkan tumor budding menjadi dua, yaitu high grade dan low grade tumor budding (Liang et al., 2013). Jumlah tumor budding dihitung pada sediaan H-E dan dilakukan pada area invasif terbanyak. Penghitungan dilakukan pada pembesaran 200x (luas area 0,95 mm 2) dengan mikroskop cahaya. Hitungan

(27)

terbanyak pada setiap kasus dipergunakan sebagai jumlah tumor budding.

Imunostaining Pan-sitokeratin dikerjakan jika ditemukan kesulitan membedakan antara tumor budding dengan sel fibroblas atau sel inflamasi. (Gambar 2.7)

Gambar 2.7 Tumor budding pada karsinoma payudara (panah kuning) A.

Low grade (sediaan H&E). B. Low grade (sediaan IHK pan-sitokeratin). C.

High grade (sediaan H&E). D. High grade (sediaan IHK pan-sitokeratin).

(Liang et al., 2013)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa fungsi dari Public Relations adalah membina hubungan yang harmonis, baik itu dengan publik intern maupun publik ekstern

Penelitian ini dilakukan untuk memprediksi kemampuan konsumen dalam mencicil kendaraan roda dua di Adira Finance Lubuk Pakam menggunakan data konsumen dari jenis

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran saluran masuk terhadap porositas, kekerasan, ketangguhan dan struktur mikro pulli dengan pengecoran

Kemudian setelah proses pendaftaran selesai makaakan keluar sertifikat jaminan fidusia. Sertifikat jaminan fidusia tersebut mempunyai eksekutorial yang sama dengan

Setiap peningkatan atau penurunan variabel ROA tidak memiliki pengaruh terhadap peningkatan dan penurunan return saham pada perusahaan sektor keuangan syariah yang terdaftar

Laporan skripsi dengan judul “Sistem Informasi Pengelolaan Usaha Jasa Desain Banner Dan Cetak Undangan Menggunakan Framework Code Igniter Pada Percetakan Muria Grafis

Dengan memasukkan asumsi proyeksi kenaikan nilai pasar global sebesar 14% untuk produk pakaian jadi bagi pria seperti tersebut diatas, maka kita dapat

Sedangkan kontrol negatif (mortalitas 0%) 10 ml air laut tanpa pemberian ekstrak yang telah diberikan tidak memberikan kematian pada larva Artemia salina Leach sehingga larva