• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Fly Ash sebagai Adsorben dalam Pemurnian Crude Glycerol dari Hasil Produk Samping Biodiesel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pemanfaatan Fly Ash sebagai Adsorben dalam Pemurnian Crude Glycerol dari Hasil Produk Samping Biodiesel"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Fly Ash sebagai Adsorben dalam Pemurnian Crude Glycerol dari Hasil Produk Samping Biodiesel

Riza Alviany1*, Dhea Novita2, Rizky Anggara Pratama3, Fadhil Muhammad Tarmidzi4

1,2,3,4 Program Studi Teknik Kimia, Institut Teknologi Kalimantan, Balikpapan, Indonesia

*Koresponden email: rizaalviany@lecturer.itk.ac.id

Diterima: 29 Maret 2023 Disetujui: 4 April 2023

Abstract

The increase of biodiesel production capacity is followed by an increase in crude glycerol production as a by-product. Crude glycerol still has a low purity and a lot of impurities so it requires special treatment so that it can be utilized and valuable. One of the ways to increase the purity of crude glycerol is in the adsorption process. The purpose of this study is to determine the best conditions for the adsorption process and the properties of the glycerol produced after the adsorption process. The initial condition of crude glycerol purity is low, namely 67.8%, so purification is needed. One way of purifying crude glycerol is by physically separating it using fly ash as an adsorbent. The experiment was carried out with the adsorption process using fly ash with the adsorbent mass variable 30, 35, 40, 45, and 50 grams and the adsorption time variable was 50, 60, and 70 minutes. The purified products are analyzed quantitatively, including glycerol content, ash content, moisture content, MONG content, density, and viscosity. The best conditions for the adsorption process using fly ash were obtained at a mass of 50 grams with a time of 50 minutes with the results that the glycerol content was 97.5%, ash content 0.0432%, water content 0.03%, MONG content 2.426%, density 1.253 gr/ml, and viscosity 233.56 cP.

Keywords: crude glycerol, adsorption, fly ash, refining, byproducts

Abstrak

Peningkatan kapasitas produksi biodiesel diikuti dengan peningkatan produksi crude glycerol sebagai produk sampingnya. Crude glycerol masih memiliki kemurnian yang rendah serta pengotor yang banyak sehingga perlu perlakuan khusus agar bisa dimanfaatkan dan bernilai jual. Salah satu cara untuk meningkatkan kemurnian crude glycerol adalah dengan proses adsorpsi. Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yakni untuk menentukan kondisi terbaik proses adsorpsi pada variasi proses yang telah ditentukan beserta karakteristik gliserol yang dihasilkan. Kondisi awal kemurnian crude glycerol tergolong rendah yakni 67,8% sehingga diperlukan pemurnian. Salah satu cara proses pemurnian secara fisik untuk crude glycerol yakni dengan proses adsorpsi dimana fly ash digunakan sebagai adsorben. Pada proses adsorpsi dilakukan variasi pada massa fly ash yang digunakan yakni 30, 35, 40, 45, dan 50 gram dan variasi pada waktu adsorpsi yakni 50, 60, dan 70 menit. Produk hasil pemurnian dianalisa secara kuantitatif yakni meliputi kadar gliserol, kadar abu, kadar air, kadar MONG, densitas dan viskositas. Kondisi terbaik yang didapatkan saat proses adsorpsi adalah saat massa fly ash 50 gram dengan waktu kontak 50 menit dimana pada kondisi ini didapatkan gliserol hasil pemurnian dengan karakteristik yakni, kadar gliserol 97,5 %, kadar abu 0,0432%, kadar air 0,03%, kadar MONG 2,426%, densitas 1,253 gr/ml dan viskositas 233,56 cP.

Kata Kunci: crude glycerol, adsorption, fly ash, pemurnian, produk samping

1. Pendahuluan

Kebutuhan dunia atas biodiesel sebagai bahan bakar alternatif meningkat dimana peningkatan ini akan diikuti pula oleh peningkatan crude glycerol sebagai produk sampingnya. Crude glycerol merupakan produk samping dari proses produksi biodiesel yang secara umum memiliki kemurnian yang rendah dikarenakan masih terdapat banyak kandungan pengotor. Kandungan pengotor yang dikandung pada crude glycerol berbeda-beda dimana dipengaruhi oleh metode produksi, jenis alkohol yang digunakan sebagai bahan baku, dan katalis yang digunakan [1]. Crude glycerol dengan kandungan pengotor yang tinggi harus dilakukan pemurnian agar memiliki nilai jual yang tinggi dan digunakan pada dunia industri. Menurut standar mutu SNI 06-1564-1995, kadar kemurnian gliserol komersial yakni >80%.

Gliserol memiliki banyak kegunaan di berbagai bidang salah satu contohnya yakni pada bidang farmasi. Pada berbagai produk farmasi pada umumnya gliserol digunakan sebagai pelarut bahan obat- obatan dan sebagai agen anti inflamasi. Selain itu, pada industri makanan gliserol berperan sebagai agen pencegah kristalisasi gula pada es dan permen dan sebagai pelarut pada saat proses pewarnaan makanan.

(2)

Tingkat kemurnian yang dimiliki gliserol akan menentukan bidang penggunaannya, karena sifat fisik, kimia, dan biologisnya dipengaruhi oleh kadar pengotor yang terkandung [2][3]. Dari data yang ada, pemenuhan kebutuhan dunia industri di Indonesia akan gliserol tidak berasal dari produksi dalam negeri dikarenakan belum ada pabrik yang menghasilkan gliserol sebagai produk utama. Pemenuhan kebutuhan gliserol terpaksa dilakukan dengan melakukan impor. Jika ditinjau dari aspek ekonomi, pabrik penghasil biodiesel akan mendapatkan nilai tambah pada proses produksinya jika dilakukan pemurnian pada produk sampingnya. Selanjutnya, jika ditinjau dari aspek lingkungan, crude glycerol sebagai produk samping biodiesel memiliki kemurnian yang rendah sehingga bisa dikategorikan sebagai limbah yang mencemari lingkungan sehingga sering kali dibuang tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Maka, peninjauan dari dua aspek diatas memberikan kesimpulan bahwa perlu dilakukan upaya dalam pemurnian crude glycerol hingga mencapai kemurnian gliserol komersial yakni >80%.

Secara umum, crude glycerol dapat dimurnikan dengan berbagai metode yakni dengan proses distilasi, filtrasi, adsorpsi, pertukaran ion menggunakan resin dan ekstraksi [4] dimana karakteristik bahan baku crude glycerol merupakan parameter penting dalam pemilihan metode yang digunakan. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh [5][6] dikatakan bahwa proses pemurnian kimia tidak perlu dilakukan lagi jika kemurnian crude glycerol cukup tinggi yakni >50%, sehingga hanya perlu dilakukan pemurnian secara fisik. Namun, jika kemurnian crude glycerol <50%, maka perlu dilakukan proses pemurnian secara kimia juga selain secara fisik (kombinasi). Sejauh ini, metode kombinasi dilakukan dengan harapan bahwa kadar gliserol hasil pemurnian yang didapatkan akan lebih optimum. Metode pemurnian secara fisik yang dapat digunakan untuk menyerap senyawa pengotor yang terdapat pada crude glycerol adalah adsorpsi.

Adsorpsi memiliki beberapa kelebihan yaitu konsumsi energi rendah karena dapat beroperasi pada temperatur dan tekanan ambient, dan pilihan adsorben yang sangat banyak dengan harga murah sehingga dapat menghemat biaya [8]. Telah ada beberapa penelitian yang menggunakan proses adsorpsi dalam upaya mengurangi pengotor yang terkandung pada crude glycerol yang merupakan produk hasil samping biodiesel [7]. Pada penelitian ini digunakan adsorben yakni fly ash yang merupakan hasil dari limbah industri PLTU.

Fly ash masih terbatas penggunaannya pada hal lain selain sebagai bahan campuran dalam pembuatan beton walaupun bisa berpotensi memiliki banyak kegunaan [9]. Di sisi lain, banyak penelitian yang telah mengembangkan fly ash sebagai adsorben. Pada beberapa penelitian, fly ash difokuskan sebagai adsorben dalam penyisihan logam berat [10]. Fly ash membuktikan bahwa performa cukup efektif sebagai adsorben dan didukung dengan harga yang murah. Di sisi lain, fly ash memiliki kandungan utama berupa senyawa silika, alumina, serta beberapa oksida lainnya yang mendukung untuk dimanfaatkan sebagai adsorben. Namun, sebelum digunakan sebagai adsorben, fly ash perlu diaktivasi terlebih dahulu untuk menghasilkan suatu ikatan polimer yang kuat dikarenakan permukaan partikel fly ash memiliki bentuk rantai glassy yang sangat rapat dan stabil [11].

Dari pemaparan di atas maka pada penelitian ini dilakukan pemurnian crude glycerol secara fisik menggunakan proses adsorpsi dimana adsorben yang digunakan adalah fly ash. Pada proses adsorpsi diamati pengaruh dari variasi massa adsorben dan waktu adsorpsi terhadap gliserol hasil pemurnian dimana pemilihan variasi didasarkan atas hasil penelitian terdahulu yang menggunakan fly ash sebagai adsorben untuk pemurnian gliserol. Pengukuran secara kuantitatif yang dilakukan pada produk gliserol hasil pemurnian meliputi kadar gliserol, kadar air, kadar abu, kadar Matter Organik non-Glycerol (MONG), densitas, dan viskositas.

2. Metode Penelitian Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari seperangkat alat gelas, timbangan analitik, kertas whatman no 40, stopwatch, piknometer 10 mL, corong buchner, pompa vakum, muffle furnace, motor pengaduk dan desikator. Bahan yang digunakan selama penelitian ini yakni crude glycerol yang diperoleh dari perusahaan produksi biodiesel di Balikpapan, fly ash sebagai adsorben, gliserol komersial 98% sebagai data pembanding, KOH merk SAP sebagai aktivator adsorben dengan grade PA dan akuades. Alat dan bahan penelitian dibeli dari UD Sumber Ilmiah Persada dan Kurniajaya Multisentosa.

Proses Adsorpsi dengan Fly Ash

Proses adsorpsi dilakukan dengan menggunakan fly ash sebagai adsorben. Sebelum digunakan pada proses adsorpsi, fly ash harus diaktivasi terlebih dahulu dengan larutan KOH 1,9 N kemudian dikeringkan dan dikalsinasi pada suhu 450⁰C selama 2 jam. Pada proses adsorpsi dilakukan variasi pada massa fly ash dan waktu adsorpsi. Variabel massa yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 gram, 35 gram, 40 gram,

(3)

70 menit. Crude glycerol yang telah melalui proses adsorpsi dianalisa secara kuantitatif untuk dibandingkan dengan crude glycerol sebelum proses adsorpsi maupun dengan gliserol komersil. Analisa secara kuantitatif meliputi kadar gliserol menggunakan kromatografi gas di Laboratorium Kimia Dasar Politeknik Negeri Samarinda, kadar air (AOAC, 1995), kadar abu (AOAC, 1995), kadar Matter Organic non-Glycerol (MONG), viskositas menggunakan peralatan sederhana dengan prinsip hukum Stokes dan densitas menggunakan piknometer.

3. Hasil dan Pembahasan

Crude glycerol yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil produk samping perusahaan penghasil biodiesel di Balikpapan, yang mana kondisi crude glycerol awal memiliki warna kuning kecokelatan dan kental. Karakteristik ini menunjukkan bahwa crude glycerol telah mengalami penghilangan kandungan sabun, sementara warna kuning kecokelatan diakibatkan oleh adanya pigmen β karoten dari Crude Palm Oil (CPO) yang merupakan bahan baku pembuatan biodiesel. Dari hasil analisa diperoleh crude glycerol memiliki kadar gliserol yang tidak terlalu rendah yakni sebesar 67,8%, kadar air 0,0456%, kadar abu 0,0434%. Kadar MONG 32,111%, viskositas 331,1 cP, densitas 1,2565 gr/ml dan pH 4-5. Gambar 1 menunjukkan kondisi fisik awal crude gliserol yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 1. Kondisi Fisik Awal Crude Glycerol Sumber: Penulis (2020)

3.1. Aktivasi Adsorben

Fly ash yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari salah satu PLTU yang berlokasi di Balikpapan, Kalimantan Timur. Fly ash merupakan material halus berpori yang terdiri dari kandungan silika, alumina serta karbon di dalamnya, sehingga fly ash dikatakan berpotensi sebagai adsorben [12].

Kandungan karbon yang tinggi dan besarnya luas permukaan, serta mengandung Al, Fe, Ca, Mg, dan Si, sehingga fly ash dapat digunakan untuk menghilangkan kontaminan organik [13]. Untuk mengetahui komposisi yang terdapat pada fly ash perlu dianalisis komposisi kimianya dengan menggunakan Flouresens Sinar-X (XRF). Komposisi kimia fly ash yang digunakan pada proses adsorpsi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Bahan Baku Fly Ash Komponen Konsentrasi (%)

Al 21,048

Ca 12,919

Si 12,281

Fe 3,124

Ti 1,690

K 0,558

V 0,329

Zr 0,206

Cr 0,131

P 0,119

Sumber: Penulis (2020)

Sebelum dilakukan proses adsorpsi, fly ash perlu dilakukan pretreament terlebih dahulu yakni dengan melakukan proses aktivasi. Aktivasi dapat dilakukan secara fisika dan kimia dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi, menghilangkan pengotor-pengotor, memperluas ukuran dan volume pori, serta membentuk pori yang baru [12]. Adapun hasil fly ash sebelum dan sesudah aktivasi dapat dilihat pada Gambar 2.

(4)

(a) (b)

Gambar 2. a) Fly Ash Sebelum Proses Aktivasi, b) Fly Ash Setelah Aktivasi Sumber: Penulis (2020)

3.2. Pengaruh Massa Adsorben terhadap Gliserol Hasil Pemurnian

Pada Gambar 3, dapat dilihat pengaruh variasi massa adsorben (gr) terhadap kadar gliserol/kemurnian(%) yang dihasilkan. Dari Gambar 3 terlihat bahwa kadar gliserol yang dihasilkan pada variabel waktu 50 menit meningkat seiring dengan penambahan massa adsorben, dimana kadar gliserol optimum diperoleh pada variabel massa 50 gram sebesar 97,6%. Peningkatan kadar gliserol dengan meningkatnya massa adsorben disebabkan impurities yang terdapat pada gliserol telah terikat oleh adsorben. Selain itu semakin besar massa adsorben maka semakin luas permukaan adsorben dan semakin banyak pula sisi aktif dari adsorben tersebut sehingga kapasitas untuk menyerap impurities seperti asam lemak, air, metanol, senyawa MONG akan semakin besar [13].

Gambar 3. Pengaruh Massa Adsorben terhadap Kemurnian Gliserol Sumber: Penulis (2020)

Pada waktu 60 menit dan 70 menit, kemurnian gliserol cenderung mengalami peningkatan pada massa adsorben 30 gram hingga 35 gram, dimana kemurnian yang diperoleh sebesar 96,2% dan 96,8%.

Penurunan kadar kemurnian gliserol pada variasi massa adsorben 40, 45, 50 gram pada waktu 60 dan 70 menit dikarenakan banyaknya adsorben dan lamanya waktu adsorpsi akan mengakibatkan gliserol ikut teradsorpsi, hal ini karena adanya tiga gugus -OH yang bersifat polar oleh gliserol sehingga dapat membentuk ikatan kimia dengan situs-situs aktif pada pemukaan adsorben fly ash.

Selain itu penurunan kadar gliserol disebabkan karena jumlah adsorbat yang terserap pada permukaan adsorben fly ash lebih besar dibandingkan dengan jumlah adsorbat yang ada dalam bentuk pengotor pada larutan. Hal ini didukung pernyataan pada penelitian [14] yakni terjadinya penurunan kemurnian gliserol disebabkan karena penambahan adsorben yang terlalu banyak dan pada waktu yang lama akan menyebabkan jumlah sisi aktif adsorben menjadi lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah adsorbat (impurities) yang diserap, sehingga adsorben ikut mengadsorpsi sebagian besar gliserol. Kondisi ini pun terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh [5].

(5)

3.3. Pengaruh Waktu Adsorpsi terhadap Gliserol Hasil Pemurnian

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa kemurnian gliserol pada variabel massa 30 dan 35 gram meningkat seiring bertambahnya waktu adsorpsi yakni pada waktu 50 menit hingga 70 menit. Hal ini menunjukkan bahwa masih tersedianya jumlah situs aktif dan dengan bertambahnya waktu saat proses adsorpsi akan memberikan waktu kepada adsorben dan senyawa pengotor seperti air, garam organik dan anorganik, sejumlah ester, metanol dan MONG berinteraksi lebih lama sehingga lebih banyak senyawa pengotor yang terserap dan berakibat pada meningkatnya kemurnian dari gliserol yang dihasilkan. Hal ini juga didukung dari hasil penelitian [15] yang menyatakan bahwa jumlah pengotor akan menurun dengan bertambahnya waktu adsorpsi yang mencerminkan bahwa waktu adsorpsi yang lama dapat meningkatkan kemungkinan interaksi antara molekul pengotor dengan partikel adsorben.

Gambar 4. Pengaruh Waktu Adsorpsi terhadap Kemurnian Gliserol Sumber: Penulis (2020)

Namun, kecenderungan ini tidak terjadi pada waktu 50 menit hingga 70 menit untuk variasi massa adsorben 40, 45, dan 50 gram, dimana kadar gliserol cenderung mengalami penurunan karena situs aktif pada adsorben menjadi lebih sedikit karena banyaknya tempat yang telah terisi, sehingga adsorbat akan sulit menempel pada permukaan adsorben karena adanya gaya tolak menolak antara adsorbat. Menurut Aziz dkk. [14], penurunan kadar gliserol pada saat adsorpsi disebabkan oleh telah jenuhnya adsorben.

Dalam hal ini, semakin lama waktu pengadukan memungkinkan terjadinya proses desorpsi atau pelepasan kembali adsorbat dari adsorben. Pada penelitian Nasution dkk. [16] dinyatakan juga bahwa waktu kontak yang semakin lama akan meningkatkan proses adsorpsi, namun adsorben akan cenderung melepas atau biasa disebut desorpsi ketika kondisi setimbang telah tercapai. Proses desorpsi merupakan peristiwa terurainya kembali molekul yang telah diserap pada adsorben ke permukaan sehingga menyebabkan persentase adsorpsi menjadi berkurang dan menandakan bahwa fly ash telah mengalami waktu jenuh

.

Dari dua hal diatas yakni pengaruh massa adsorben dan waktu adsorpsi, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemurnian gliserol meningkat seiring dengan dipengaruhinya massa adsorben dan waktu adsorpsi Selain itu, dapat dikatakan bahwa proses aktivasi kimia pada fly ash akan meningkatkan sisi aktif adsorben. Namun, saat proses adsorpsi telah mencapai titik maksimum atau titik jenuhnya maka kadar gliserol yang diperoleh akan menurun diakibatkan terjadinya interaksi antara gliserol dengan fly ash.

Hasil dari keseluruhan proses adsorpsi diperoleh 3 variabel yang memiliki kemurnian tertinggi yaitu variabel 50 gram 50 menit, 35 gram 70 menit dan 35 gram 60 menit, dimana kemurnian yang diperoleh secara berturut turut yaitu 97,5%, 96,8%, dan 96,2%. Berdasarkan pertimbangan efisiensi waktu dan pemaksimalan penggunaan fly ash maka dapat disimpulkan bahwa kondisi terbaik adsorpsi dengan fly ash sebagai adsorben pada pemurnian crude glycerol dipilih pada massa adsorben 50 gram dengan waktu adsorpsi 50 menit yang menghasilkan kemurnian sebesar 97,5%.

(6)

Tabel 2. Perbandingan Data Hasil Analisa pada Gliserol Sebelum dan Sesudah Permurnian

No. Jenis uji Crude glycerol Adsorpsi

1. Kadar gliserol(%) 67,8 97,5

2. Kadar air(%) 0,0456 0,03

3. Kadar abu(%) 0,0434 0,0432

4. Kadar MONG(%) 32,111 2,4268

5. Viskositas(cP) 331,100 233,56

6. Densitas (gr/ml) 1,2565 1,253

Sumber: Penulis (2020)

Pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa proses adsorpsi berhasil meningkatkan kadar gliserol dari keadaan crude-nya, hal ini selaras dengan penurunan yang terjadi pada kadar abu, kadar air, kadar MONG, densitas dan viskositas. Kadar MONG yang diperoleh setelah proses adsorpsi

mengalami penurunan secara signifikan dibandingkan dengan kadar MONG pada crude glycerol yaitu sebesar 29,68%.

Kadar gliserol yang diperoleh setelah proses adsorpsi mengalami peningkatan sebesar 29,7%

menunjukkan bahwa berkurangnya kadar senyawa pengotor seperti air, garam organik dan anorganik, sejumlah ester, metanol dan MONG yang telah terserap maksimal oleh adsorben teraktivasi yang digunakan. Selain itu, pada Tabel 3 terlihat bahwa gliserol hasil pemurnian telah memenuhi SNI 06-1564-1995.

Tabel 3. Perbandingan Data Hasil Analisa pada Gliserol Sesudah Permurnian terhadap SNI

No. Jenis uji Adsorpsi SNI 06-1564-1995

1. Kadar gliserol(%) 97,5 Min 80

2. Kadar abu(%) 0,0432 Maks.10

3. Kadar air(%) 0,03 Maks 10

4. Kadar MONG(%) 2,4268 Maks 2.5

5. Densitas (gr/ml) 1.253 1,26

6. Viskositas (cP) 233,56 -

Sumber: Penulis (2020)

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah proses adsorpsi dengan fly ash menunjukkan performa yang cukup efektif dimana terlihat dari kenaikan kadar gliserol yang cukup signifikan. Kadar gliserol pada setiap variasi massa dan waktu mengalami peningkatan kemurnian, akan tetapi penambahan massa adsorben yang terlalu tinggi dan waktu adsorpsi yang lama akan menyebabkan terjadi penurunan kemurnian gliserol yang disebabkan gliserol ikut terikat pada permukaan adsorben dan terjadinya peristiwa desorpsi. Dari proses adsorpsi diperoleh kadar gliserol sebesar 97,5%, kadar abu sebesar 0,0432%, kadar air sebesar 0,03%, kadar MONG sebesar 2,426%, densitas 1,253 gr/ml, dan viskositas 233,56 cP. Berdasarkan hasil analisa tersebut maka gliserol telah memenuhi syarat mutu SNI 06- 1564-1995.

5. Ucapan Terima kasih

Penulis menyampaikan terima kasih kepada LPPM Institut Teknologi Kalimantan atas dukungan dana Hibah Internal ITK Skema PDB Tahun 2020 sesuai Surat Penugasan Pelaksanaan Penelitian No:

1134/IT10/PPM.05/2020.

6. Referensi

[1] N. F. Nasir, M. F. Mirus, and M. Ismail, “Purification of crude glycerol from transesterification reaction of palm oil using direct method and multistep method,” in IOP Conference Series:

Materials Science and Engineering, 2017. doi: 10.1088/1757-899X/243/1/012015.

[2] M. R. Monteiro, C. L. Kugelmeier, R. S. Pinheiro, M. O. Batalha, and A. da Silva César, “Glycerol from biodiesel production: Technological paths for sustainability,” Renewable and Sustainable Energy Reviews. 2018. doi: 10.1016/j.rser.2018.02.019.

(7)

[3] S. Hu, X. Luo, C. Wan, and Y. Li, “Characterization of crude glycerol from biodiesel plants,”

Journal of Agricultural and Food Chemistry, vol. 60, no. 23, pp. 5915–5921, 2012, doi:

10.1021/jf3008629.

[4] T. Attarbachi, M. D. Kingsley, and V. Spallina, “New trends on crude glycerol purification: A review,” Fuel, vol. 340, p. 127485, May 2023, doi: 10.1016/j.fuel.2023.127485.

[5] N. Suseno, T. Adiarto, R. Alviany, and K. Novitasari, “Pemurnian Gliserol Hasil Produk Samping Biodiesel Dengan Kombinasi Proses Adsorpsi-Mikrofiltrasievaporasi,” Jurnal Teknik Kimia, 2019, doi: 10.33005/tekkimv13i2.1406.

[6] R. S. Ningsih, “Pemanfaatan Limbah Coal Fly Ash (Abu Layang Batubara) Sebagai Adsorben dalam Pemurnian Crude Glycerol (Gliserol Kasar),” Universitas Sumatera Utara, 2019.

[7] Q. (Sophia) He, J. McNutt, and J. Yang, “Utilization of the residual glycerol from biodiesel production for renewable energy generation,” Renewable and Sustainable Energy Reviews. 2017.

doi: 10.1016/j.rser.2016.12.110.

[8] M. Hunsom and C. Autthanit, “Preparation of sludge-derived KOH-activated carbon for crude glycerol purification,” Journal of Material Cycles and Waste Management, 2017, doi:

10.1007/s10163-015-0402-y.

[9] G. Xu and X. Shi, “Characteristics and applications of fly ash as a sustainable construction material:

A state-of-the-art review,” Resources, Conservation and Recycling. 2018. doi:

10.1016/j.resconrec.2018.04.010.

[10] R. Arora, “Adsorption of heavy metals-a review,” in Materials Today: Proceedings, 2019. doi:

10.1016/j.matpr.2019.07.462.

[11] F. C. Suci, “Pemanfaatan abu layang batubara (Fly Ash) Teraktivasi sebagai Adsorben Ion Logam Pb (II),” Universitas Airlangga, 2012.

[12] J. R. B. Witono, M. Angela, Y. Agnes, and C. Carissa, “Sistem Integrasi Koagulasi dan Adsorpsi dalam Reduksi Logam Berat (Cr6+ dan Cu2+) pada Limbah Cair Industri Tekstil,” no. 1693–4393, pp. 1–7, 2015.

[13] T. Hemalatha and A. Ramaswamy, “A review on fly ash characteristics – Towards promoting high volume utilization in developing sustainable concrete,” Journal of Cleaner Production. 2017. doi:

10.1016/j.jclepro.2017.01.114.

[14] I. Aziz, R. C. Sulistina, Hendrawati, and L. Adhani, “Purification of Crude Glycerol from Acidification Using Tea Waste,” IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, vol.

175, p. 012010, Jul. 2018, doi: 10.1088/1755-1315/175/1/012010.

[15] M. Hunsom and C. Autthanit, “Adsorptive purification of crude glycerol by sewage sludge-derived activated carbon prepared by chemical activation with H3PO4, K2CO3 and KOH,” Chemical Engineering Journal, 2013, doi: 10.1016/j.cej.2013.05.120.

[16] M. S. H. S. Hasmalina Nasution, “Penentuan Waktu Kontak Dan Ph Optimum Penyerapan Zat Warna Direct Yellow Menggunakan Abu Terbang (Fly Ash) Batubara,” Semirata 2015, 2016.

Referensi

Dokumen terkait

1. Allah dzat yang Maha merahasiakan dan Maha menutupi adalah makna asmaul khusna yang diterangkan dalam sifat……….. Allah swt yang menganugrahkan petunjuk atau

Informasi yang disajikan dalam makalah ini kami harap dapat bermanfaat bagi teman- teman yang membutuhkan, karena informasi yang disajikan berkaitan langsung dengan benda disekitar

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang “Hubungan Asuhan Keperawatan dengan Pengambilan Keputusan Memilih Pelayanan Rawat Inap di RSUD Panembahan

Masuknya program PHT dapat dikatakan masih kurang tepat, seperti dalam percobaan tidak pada lahan khusus, tapi pada lahan petani yang sudah ada dengan tanaman yang sudah berumur dan

Konsep dasar utama yang harus dipahami dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah masalah Konsep seperti yang telah dikembangkan oleh [3] dalam penelitian

ilmu para pembacanya.. SPLINE POLINOMIAL TRUNCATED UNTUK INTERVAL KONFIDENSI KURVAREGRESINONPARAMETRIK Nama Mahasiswa NRP Pembimbing Co-Pembimbing : Abdul Khair : 1304201002

Pada permodelan dengan menggunakan perangkat lunak GENESIS, penggunaan parameter masukan model berdasarkan hasil tes sensitivitas untuk simulasi perubahan garis