• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sahabat Senandika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sahabat Senandika"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Sahabat Senandika

Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Yayasan Spiritia

No. 22, September 2004

Daftar Isi

Laporan Kegiatan 1

Kunjungan GIPA Spiritia ke Australia 1

Pertemuan dengan Stakeholders 2

Laporan naratif Sosialisasi Bandung Plus

Support 3

Deklarasi Bangkok oleh Orang yang Hidup

dengan HIV/AIDS 4

Pengetahuan adalah Kekuatan 5

Efavirenz Dapat Dipakai dengan Dosis

Normal Bersama Rifampisin 5

Infeksi HIV Meningkatkan Risiko Malaria

yang Parah 6

Pojok Info 7

Kelompok Dukungan Sebaya untuk

Pasangan Odha yang HIV-negatif 7

Lembaran Informasi Baru 7

Konsultasi 7

Tanya – Jawab 7

Tips... 8

Tips orang dengan HIV 8

Positif Fund 8

Laporan Keuangan Positif Fund 8

Laporan Kegiatan

Kunjungan GIPA Spiritia ke

Australia

Oleh Babe

Saya mengikuti kunjungan oleh dua anggota jaringan Odha Indonesia ke Australia dari 11–27 Agustus 2004. Mereka adalah Rosy dari Burnet Indonesia (dahulu di Yakeba) di Bali, dan Prima dari JOY di Yogyakarta. Saya mewakili Yayasan Spiritia, sekretariat jaringan Odha nasional. Semua organisasi kami pernah menerima dukungan dari proyek yang didanai oleh AusAID. Lagi pula, organisasi kami semua mendapatkan manfaat dari banyak dukungan oleh orang Australia sebagai individu. Jadi tujuan utama kunjungan kami adalah untuk mengucapkan “terima kasih” pada AusAID serta organisasi dan individu Australia atas dukungan (dana, teknik dan moril) yang diberikan pada perkembangan dukungan sebaya untuk Odha di Indonesia, dan untuk menunjukkan bahwa dukungan ini adalah efektif dalam pemberdayaan Odha Indonesia serta menguatkan asas keterlibatan lebih besar oleh Odha (GIPA) pada upaya

penanggulangan epidemi HIV/AIDS di Indonesia. Pada awal, rencananya adalah untuk melakukan kunjungan ini berkaitan dengan pameran foto Odha se-Asia-Pasifik yang dilakukan pada Desember 2003 oleh Australian Women’s Weekly. Namun, karena beberapa alasan, kunjungan ditunda. Kami mengunjungi tiga kota – Canberra, Melbourne dan Sydney. Progam kami diurus oleh anggota jaringan Odha Australia di masing-masing kota (Susan Paxton dan Suzanne Lau-Gooey di Melbourne, Marcus Bogie dari PLWHA ACT/ AIDS Action Council di Canberra, dan John Rock dan Scott Lockhart dari NAPWA di Sydney, yang juga yang menerima tugas sebagai koordinator program keseluruhan). Kami sangat berterima kasih atas usaha mereka semuanya atas mendapatkan manfaat dari kunjungan kami.

Adalah agak sulit untuk menyampaikan pesan bahwa kunjungan ini bukan sekadar ‘satu lagi studi banding.’ Hal ini tidak dibantu oleh kelambatan dalam penyebaran Terms of Reference dan informasi latar belakang tentang kunjugan, yang baru sampai ke tangan koordinator setelah kunjungan sudah mulai. Kami sebetulnya berharap kami akan diberi kesempatan untuk bertemu dengan media massa, agar dapat menyampaikan pesan kami secara lebih luas. Namun AusAID bersifat sangat hati-hati mengenai keterlibatan media dan karena ini, kami hanya sempat diwawancarai oleh satu stasiun radio lokal dari Adelaide, walaupun kami juga

diwawancarai oleh Paul Kidd untuk media NAPWA “Positive Living.” Oleh karena ini, sebagian besar pertemuan kami adalah dengan kelompok Odha dan organisasi AIDS, dan hanya ada sedikit peluang untuk menyampaikan pesan kami pada masyarakat umum.

(2)

penting adalah presentasi kami pada kurang lebih 20 staf AusAID di Canberra pada 24 Agustus. Acara ini diatur oleh Louisa Petralia, yang

bertanggung jawab untuk IHPCP, dan diawali oleh perkenalan kami oleh Anne-Marie O’Keefe, yang baru ditugaskan sebagai penanggung jawab atas semua upaya AusAID terhadap HIV/AIDS di wialayah Asia-Pasifik. Waktunya agak terbatas, dan karena itu hanya ada sedikit pertanyaan, tetapi umpan balik dari Ms. Petralia setelah sesi ini menunjukkan bahwa sebagian besar peserta sangat tertarik, dan minta diadakan presentasi oleh aktivis dari negara lain yang didukung oleh AusAID.

Acara lain yang sangat mempengaruhi termasuk: presentasi ke pimpinan Burnet Institute di

Melbourne, yang atur oleh Wendy Holmes; sesi serupa dengan staf NAPWA dan AFAO di Sydney; pertemuan dengan staf Australian Society of HIV Medicine (ASHM) di Sydney; makan siang dengan Prof. John Kaldor juga di Sydney; dan pertemuan dengan makan siang dengan staf Australian

Council for International Development (ACFID) di Canberra. Tetapi untuk Rosy dan Prima, kunjungan pada organisasi Odha dan layanan dukungan untuk Odha di ketiga kota mungkin yang paling

diingatkan, beserta kesempatan untuk belajar lebih banyak mengenai hepatitis C. Juga ada kesempatan untuk diskusi dengan Dr. Virginia Furner di Albion Street Centre, yang sangat berpengalaman dengan terapi antiretroviral.

Kunjugan ini berhasil untuk menunjukkan bahwa asas GIPA hidup dan berkembang di Indonesia, dan saya yakin dampaknya akan diingat oleh banyak yang mendengarkan pembicaraan Rosy dan Prima. Setelah kembali ke Indonesia, saya menerima E-mail dari salah satu layanan yang kami kunjungi, Turning Point Drug and Alcohol Centre di Melbourne. Sandra Hocking, Co-ordinator Clinical Services mengatakan yang berikut:

“Pertemuan sangat mengesankan untuk kami, terutama karena Rosy dan Prima sangat mudah bergaul, dan siap ngobrol dengan klien kami. Rosy ngobrol dengan cukup lama dengan satu klien perempuan kami, dan klien ini masih sering mengatakan mengenai pengalaman ini. Adalah sangat menyenangkan untuk menerima pengunjung pada pusat kami yang benar-benar memberi sesuatu kembali pada klien kami. Saya sendiri menyaksikan bahwa klien tersebut sangat tersentuh dan diterangkan oleh pengalaman berbicara dengan seorang sebaya yang berupaya di bidang ini. Jadi, sekali lagi, terima kasih!”

Sebagai catatan pribadi saya, saya sekali lagi diingatkan bahwa kita harus menanggapi tantangan

infeksi bersama HIV/HCV secara lebih baik, termasuk: menyediakan informasi dalam bahasa Indonesia (Spiritia sedang memperkerjakan buku kecil baru tentang topik ini); menawarkan tes darah untuk konfirmasi apakah infeksinya kronis, dan menentukan genotipe; dan untuk tetap belajar tentang perkembangan baru dalam pengobatan untuk infeksi bersama HIV/HCV dalam rangkaian terbatas sumber daya, serta mendorong keterlibatan semua pihak dalam upaya ini.

Pertemuan dengan

Stakeholders

Oleh Eban Totonna Kaban

Bulan Agustus 2004 kemarin menjadi bulan yang cukup bersejarah bagi Medan Plus. Di usia yang hampir 1 tahun (Medan Plus berdiri pada 23 September 2003) kami lebih banyak melakukan kegiatan yang sifatnya kedalam. Banyak hal yang kami harus benahi sebagai suatu kelompok dukungan bagi Odha dan orang yang terpengaruh dengan masalah Odha (Ohidha), baik secara individu maupun organisasi. Pada awal bulan Agustus kami kedatangannya tamu dari Spiritia-Jakarta yaitu bang Daniel Marguari. Kedatangannya sekian kali ini untuk memberikan motivasi tentang arah dan tujuan Medan Plus berdiri di kota Medan. Melihat kondisi dan perkembangan persoalan HIV/AIDS di kota Medan bahkan Sumatera Utara, diharapkan Medan Plus semakin memperkuat organisasinya dan mulai membangun hubungan dengan pihak luar yang terkait erat dengan permasalahan penanggulangan HIV/AIDS. Di wilayah ini RS. Adam Malik adalah salah satu dari 25 rumah sakit di seluruh Indonesia yang telah mendapat pelatihan tentang terapi obat ARV dan juga sebagai tempat untuk 120 paket ARV per bulan yang merupakan subsidi penuh (gratis) dari pemerintah.

(3)

USU Medan yang juga terdapat kelompok

mahasiswa peduli HIV/AIDS dengan mendirikan pusat informasi HIV/AIDS bernama warung SaHIVa, pertemuan dengan MUI Medan dan MUI Sumut, serta pertemuan dengan KPAND kota Medan dan KPAND Sumatera Utara.

Yang menjadi suatu momen bersejarah pada bulan ini adalah ketika kami bertindak sebagai tuan rumah dengan mengadakan pertemuan yang mengundang beberapa pihak. Walaupun dengan meminjam salah satu ruangan di kantor ruangan di kantor KPAND Sumut, kami melakukan audiensi dengan mengundang KPAND kota Medan yang diwakili dr. Susianto, KPAND Sumut yang diwakili oleh dr. Linda T. Maas, MPH, ibu Gita dari perwakilan Aksi Stop AIDS (ASA) di Medan, Dra. Fachnita dari LSM Galatea, Dr. Delyuzar dari LSM Jaringan Kesehatan Masyarakat (JKM), Dr. Josia Ginting, SpPD dari Tim Pusyansus RS. Adam Malik, Daniel Marguari dan Christin Wahyuni dari Spiritia-Jakarta dan Putu Utami dari Bali Plus.

Pada pertemuan tersebut yang mewakili Medan Plus adalah Totonna Kaban, Tina, Dedi, Ridwan dan Monthi. Kami menceritakan tentang keadaan Medan Plus sampai saat ini cukup lengkap dengan permasalahan yang terjadi dalam kelompok. Hal yang cukup menantang dan menggembirakan adalah masing-masing undangan siap mendukung Medan Plus dan berharap agar kelompok dapat menjadi mitra dalam menghadapi persoalan HIV/ AIDS di kota Medan bahkan Sumatera Utara.

Mereka menyadari sepenuhnya bahwa keberadaan Medan Plus sebagai suatu selompok dukungan bagi Odha dan Ohidha adalah posisi yang cukup vital dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di wilayah ini. Oleh karena Medan Plus diharapkan untuk berperan lebih aktif dalam menghadapinya.

Demikianlah sedikit pengalaman yang dapat kami berikan, kiranya ini dapat menjadi manfaat bagi perjuangan kita bersama. Teriring salam dari kami Medan Plus buat seluruh teman-teman di

Indonesia.

Laporan naratif Sosialisasi

Bandung Plus Support

Bandung, 25 September 2004

Oleh: Bandung Plus Support

Bandung Plus Support (BPS) adalah sebuah kelompok dukungan sebaya yang berdiri berdasarkan rasa kesepian dari para Odha yang berlatar belakang IDU, merasa tidak ada wadah untuk bertanya dan berbagi rasa antar sesama. Target sasarannya untuk jangka pendek adalah IDU yang non aktif dan sasaran jangka panjang adalah semua Odha dari berbagai latar belakang. Sekarang BPS beranggotakan 30 Odha dan Ohidha dari berbagai latar belakang.

Latar belakang diadakan sosialisasi ini terkait dengan penerapan program manajemen kasus BPS dan konselor sebaya dengan tujuan:

•Mengupayakan pelayanan

•Membantu Odha memperoleh akses pelayanan

dan kebutuhannya.

•Memberikan pengetahuan kepada Odha tentang

HIV/AIDS tentang perubahan perilaku.

•Mendorong pelayanan yang cepat dan tanggap

bagi Odha.

Diharapkan program ini nantinya bekerja sama dan didukung oleh instansi terkait atau

penyelenggara pelayanan masyarakat seperti: rumah sakit, dokter, klinik, tempat rehabilitasi narkoba dan lsm.

Konsep yang dilaksanakan adalah Metode Slide Power Point, yang memaparkan mengenai

keberadaan Bandung Plus Support dan Program GIPA. Selain itu, metode lain yang dipergunakan adalah metode workshop yang telah melibatkan seluruh stakeholders sehingga dapat menghasilkan suatu bentuk kerjasama yang disepakati dalam layanan dan dukungan program GIPA-BPS untuk dapat ditindak lanjuti dalam bentuk kesepakatan yang akan dituangkan dalam bentuk surat kerja sama (MOU) untuk program pelaksanaan manajemen kasus di bulan selanjutnya.

Berikut adalah bentuk dukungan yang dapat diberikan oleh para stakeholder dalam acara sosialisasi:

(4)

Rumah Sakit Bungsu, Klinik Medical Plus Support, PITA, IHPCP, ASA, Laboratorium Kesehatan PRODIA)

•Sosialisasi lebih jauh BPS kepada Odha dan

Ohidha.

•Memberikan harga khusus dalam melakukan

tes kesehatan (Laboratorium kesehatan Prodia)

•Pendampingan pasien (Buddies) •VCT

•Rawat Inap dan Rawat Jalan (Medical Plus

Support)

•Kunjungan Rumah (Rumah Sakit Bungsu) •Rumah Sakit Santo Borromeus akan

bekerjasama dengan Rumah Sakit Hasan Sadikin dalam pengobatan dan penyediaan obat ARV bagi Odha.

2. Dari group B yang beranggotakan Lembaga Pemerintah terkait (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, Dinas Kesehatan Kota Bandung, Lembaga Pemasyarakatan Soekarno Hatta, Himpunan Konselor HIV/AIDS, 25 Messanger, Dinas Sosial, Panti Rehabilitasi Kampung Mutiara Lembang).

•Meminta dukungan dalam pelaksanaan VCT. •Membuka akses dalam penerapan GIPA di

Lembaga Pemasyarakatan dan Rehabilitasi Narkoba Kampung Mutiara Lembang.

•Akses pelayanan kesehatan dasar di

PUSKESMAS.

•Advokasi Komisi Penanggulangan AIDS

kepada stakeholder dan penentu kebijakan mengenai program GIPA.

•Dukungan kebijakan dari pemerintah kota

kepada para Camat di Bandung.

•Dukungan dari KPA Provinsi mengenai

kebijakan dan komitmen kepada Bupati dan Walikota se-Jawa Barat.

3. Dari group C yang beranggotakan Lembaga Swadaya Masyarakat (Yayasan Bahtera, Grapiks, Yayasan Priangan, Granat, Yayasan Sidikara Fajar, Panti Rehabilitasi Sekar Mawar Lembang, PKBI, Yayasan Setia Budhi Utama, Yayasan Spiritia, Rumah Nusantara).

•Mengenai layanan kesehatan dasar (PKBI) •Medical Service untuk Odha (klinik PKBI) •Sharing media KIE

•Fasilitas untuk pemberian materi dan yang

berkaitan dengan wacana HIV/AIDS

•Rujukan kasus dan dampingan dari lsm lain. •Support group dan jejaring untuk wilayah

diluar jangkauan BPS.

Tindak lanjut dari kesepakatan semua institusi diatas akan di audiensi dan advokasi kembali ke semua institusi untuk mendapatkan kesepakatan yang tertulis (MOU), pada bulan ini kami telah melakukan tindak lanjut yang dengan mengajukan kesepakatan tertulis, diantaranya: Rumah Sakit Hasan Sadikin, Rumah Sakit Advent, Laboratorium Kesehatan PRODIA, beberapa lsm dan untuk pelaksanaan yang sisanya akan ditidaklanjuti dalam agenda BPS bulan berikutnya.

Dalam pelaksanaan acara ini secara keseluruhan pelaksanaannya dapat dikatakan berhasil, hal ini dapat dilihat dari jumlah tamu hadir yang diundang mencapai 90% dan mereka berjanji akan

memberikan dukungan dan tindakan nyata dalam penerapan program GIPA dan pelaksanaan Manajemen Kasus di BPS.

Deklarasi Bangkok oleh

Orang yang Hidup dengan

HIV/AIDS

Satu dasawarsa telah berjalan sejak pemimpin dunia mensahkan asas GIPA (Greater Involvement of People Living with HIV/AIDS—Keterlibatan lebih besar oleh orang yang hidup dengan HIV/ AIDS) di konferensi tingkat tinggi AIDS Paris pada 1994, tetapi prakteknya di wilayah Asia-Pasifik masih amat lemah. Kami, orang yang hidup dengan HIV/AIDS (Odha) di wilayah tersebut mengetahui dengan tersiksa hati bahwa keberadaan stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan tidak adil) yang mengurangi pemberdayaan, kurang ketersediaan pengobatan dan layanan dukungan, kurang kemampuan, serta ketidaktahuan mengenai GIPA di antara para pemerintah, mitra lain dan jaringan Odha menghindari ratusan ribu Odha yang berpengalaman dari keterlibatan secara aktif dalam tanggapan pada epidemi. Pelajaran kami dengan menangani HIV/AIDS selama dua dasawarsa terakhir ini adalah bahwa tanpa pemberdayaan dan kesejahteraan Odha, GIPA hanya dapat menjadi impian.

(5)

diskriminasi; ketersediaan pilihan hidup, serta kemampuan politis dan pembuatan keputusan; dan akses pada pengobatan yang terjangkau termasuk ARV.

Oleh karena itu, kami, sebagai wakil dari jaringan Odha di wilayah Asia Pasifik, mendesak semua Pemerintah, partai politik, organisasi mandani, lembaga PBB, bilateral dan multilateral, perusahaan, sektor umum dan swasta serta media massa di wilayah ini untuk menciptakan suasana yang memberdayakan untuk Odha dan orang terpengaruh oleh HIV melalui tindakan yang berikut:

Pembuatan Kebijakan dan Keputusan

1. Wakil Odha harus diberi akses langsung pada departemen pemerintah terkait yang menangani masalah HIV/AIDS

2. Wakil Odha harus menjadi bagian dari badan yang membuat keputusan berhubungan dengan HIV/AIDS di setiap negara, baik di sektor Pemerintah maupun di sektor Non-Pemerintah 3. GIPA harus dimasukkan pada kebijakan

nasional sebagai strategi pencegahan

4. Reformasi hukum untuk melindungi hak Odha harus dilakukan secepatnya di setiap negara 5. Setiap negara harus menyediakan pos anggaran

yang dikhususkan untuk mendukung kelompok Odha

Akses pada Layanan Pengobatan dan Dukungan

1. Setiap negara harus menyediakan akses universal pada obat antiretroviral, tes laboratorium dan pengobatan untuk infeksi oportunistik

2. Setiap negara harus mempunyai kebijakan tempat kerja yang terpadu, yang memenuhi pedoman global dan melindungi hak karyawan yang terinfeksi

3. Layanan konseling yang menjaga kerahasiaan harus tersedia pada pusat layanan kesehatan primer

Pemberdayaan Sosial dan Ekonomi

1. Panitia AIDS Nasional harus menjadi lintas sektor

2. Para pemerintah, perusahaan, serta sektor umum dan swasta harus membantu kelompok Odha, terutama kelompok perempuan, dengan kegiatan penggalangan penghasilan,

mikrokredit, hibah dan dana pinjaman 3. HIV harus dimasukkan pada program pemberantasan kemiskinan yang ada

4. Tindakan kesejahteraan sosial harus dimulai untuk Odha yang miskin

5. Upaya peningkatan kepemimpinan dan kemampuan yang luas harus dimulai untuk Odha

6. Para pemerintah harus menyediakan program dan anggaran khusus untuk orang yang terpengaruh oleh HIV, janda dan anak.

Dikeluarkan pada Kongres Odha Asia-Pasifik kedua, 10-11 Juli 2004, Bangkok

Pengetahuan

adalah Kekuatan

Efavirenz Dapat Dipakai

dengan Dosis Normal

Bersama Rifampisin

Oleh Keith Alcorn, 12 Juli 2004

Pada orang dengan berat badan yang rendah, bila efavirenz dipakai dengan dosis normal yaitu 600mg bersama dengan obat TB rifampisin, tampaknya tingkat efavirenz dalam darah adalah rendah dengan akibat kegagalan terapi HIV. Ini menurut hasil awal dari penelitian secara acak di Thailand yang baru ini dipresentasi di Konferensi AIDS Internasional di Bangkok.

Rifampisin mengurangi ‘total exposure’ (AUC— satu ukuran jumlah obat yang masuk aliran darah) efavirenz rata-rata 26 persen. Dengan adanya variasi yang sangat besar dalam tingkat efavirenz di plasma (darah) dalam populasi, interaksi obat ini dapat menempatkan sejumlah pasien yang cukup bermakna pada risiko kegagalan terapi HIV.

Pedoman pengobatan WHO untuk rangkaian terbatas sumber daya mengusulkan efavirenz sebagai pengobatan pilihan pertama untuk orang yang terinfeksi HIV dan TB bersama, karena efek rifampisin pada obat pilihan lain seperti nevirapine adalah lebih besar. Namun pedoman tersebut mencatat bahwa mungkin harus ditingkatkan dosis efavirenz menjadi 800mg per hari. Dampaknya ini adalah peningkatan pada biaya pengobatan dan pada jumlah pil yang harus diminum.

Penelitian ini melibatkan 84 pasien yang

(6)

efavirenz 600mg (kelompok A) atau 800mg (kelompok B).

Penelitian dirancang untuk menentukan apakah pasien yang memakai dosis efavirenz lebih rendah mencapai tingkat obat dalam plasma yang cukup, diukur sebagai waktu untuk mencapai viral load di bawah 50 kopi dan perubahan jumlah CD4 dari awal.

Berat badan rata-rata untuk kedua kelompok kurang lebih 50kg dan indeks massa tubuh (body mass index) adalah rendah (19kg/m2). Jumlah CD4 rata-rata pada awal adalah 29 (berkisar 1-224) pada kelompok A dan 46 (0-384) pada kelompok B. Tidak ada perbedaan yang bermakna pada karakteristik pada awal antara kedua kelompok.

Pemantauan jumlah obat dalam darah

(therapeutic drug monitoring) dilakukan pada hari ke-14, 12 jam setelah obat diminum. Tingkat efavirenz rata-rata adalah 3,02mg/l pada kelompok A dan 3,39mg/l pada kelompok B. Tiga pasien di kelompok A mempunyai tingkat efavirenz di bawah 1 mg/l, sedangkan tidak ada satu pun di kelompok B dengan tingkat serendah ini (p=0,347). Waktu rata-rata sampai sukses virologis (viral load di bawah 50) adalah 16 minggu pada kelompok A dan 19 di kelompok B (p=0,960). Perubahan jumlah CD4 dari awal sampai minggu 16 rata-rata adalah 87,5 di kelompok A dan 88,0 di kelompok B (p=0,978). Toksisistas pada susunan saraf pusat (SSP) ditemukan pada 13 pasien dari kelompok A dan 11 dari kelompok B (p=0,675), tetapi hanya pada satu pasien, di kelompok A, efeknya cukup berat sehingga efavirenz harus dihentikan.

Penelitian ini akan dilanjutkan selama 48 minggu, tetapi para peneliti dari Rumah Sakit Ramathibodi di Bangkok menyampaikan pada konferensi bahwa hasil penelitian awal memberi harapan. Namun para ahli yang mendengar mengingatkan bahwa ada satu masalah dengan penelitian ini yang membutuhkan penyelidikan lebih lanjut, yaitu rendahnya berat badan peserta. Beberapa penelitian terhadap tingkat obat HIV dalam plasma menunjukkan bahwa orang dengan berat badan rendah juga mengalami tingkat obat dalam plasma yang lebih tinggi karena mereka mempunyai lebih sedikit jaringan tubuh yang harus dijangkau oleh obat—ini memang masuk akal.

Referensi: Manosuthi W et al. A randomized controlled trial of efavirenz 600 mg/day versus 800 mg/day in HIV-infected patients with tuberculosis to study plasma efavirenz level, virological and

immunological outcomes: A preliminary result. XV International AIDS Conference, Bangkok, abstract MoOrB1013, 2004.

URL: http://www.aidsmap.com/en/news/4E10609E-AB0B-4D6E-B7EB-5546D66F973F.asp

Infeksi HIV Meningkatkan

Risiko Malaria yang Parah

NEW YORK (Reuters Health) Mar 19 - Infeksi HIV berhubungan dengan risiko mengalami malaria parah dua kali lipat dan mengakibatkan risiko kematian enam sampai delapan kali lipat. Ini menurut hasil penelitian di Afrika Selatan.

Interaksi antara HIV dan malaria sudah lama suka bertengkar, menurut para peneliti dalam jurnal AIDS terbitan 20 Februari 2004. “Tetap tidak jelas apakah penekanan kekebalan terkait HIV

berdampak buruk pada hasil klinis malaria.” Untuk menelitikannya, Dr. Kate Grimwade dan rekan dari Rumah Sakit Hlabisa di KwaZulu-Natal, Afrika Selatan menentukan kaitan antara status HIV dan hasil malaria pada orang dewasa yang tinggal di wilayah Hlabisa, di mana prevalensi HIV dan malaria adalah tinggi. Kelompoknya terdiri dari 613 orang dewasa dengan infeksi malaria yang dikonfirmasi dengan mikroskop. Di antara peserta ini, 180 (29,9 persen) HIV-positif.

Lebih banyak pasien HIV-positif secara bermakna mengalami malaria parah atau rumit dibanding dengan pasien HIV-negatif (47 vs 30 persen) dan lebih banyak pasien HIV-positif secara bermakna meninggal (20 vs 3,8 persen).

Pada pasien yang harus dirumahsakitkan, infeksi HIV adalah faktor risiko kuat untuk malaria parah dan rumit (rasio kemungkinan 2,3) dan faktor risiko independen untuk kematian (rasio kemungkinan 7,5). Asidosis dan koma juga berhubungan secara independen dengan peningkatan risiko kematian, dengan rasio kemungkinan berturut-turut 50,1 dan 37,2.

Infeksi HIV mempunyai “hubungan yang besar secara tidak terduga” dengan hasil malaria di wilayah dengan penularan malaria yang tidak stabil, menurut kesimpulan peneliti. “Anggapan

sebelumnya bahwa tidak ada interaksi antara HIV dan malaria harus diubah.”

Referensi: AIDS 2004;18:547-554.

(7)

Pojok Info

Konsultasi

Tanya – Jawab

T: Apakah ada interaksi antara ARV dengan kontrasepsi? Karena beberapa teman-teman Odha disamping memakai kondom juga memakai kontrasepsi karena takut hamil.

J: Mungkin karena dianggap sebagian besar Odha pasti akan memakai KB “barrier”(kondom), Jadi bisa dikatakan tidak ada sumber informasi yang komplet dan jelas tentang interaksi antara ARV dengan kontrasepsi. Yang paling membantu adalah Johns-Hopkins “2004 Medical Management of HIV Infection”

Sebagian besar obat KB (pil, susuk, suntik atau tempelan) mengandung hormon norethindrone (bentuk progesterone) dan/atau ethinyl estradiol (bentuk estrogen).

Kontrasespi oral:

• Analog nukleosida (AZT, 3TC, d4T, ABC):

Tidak dilaporkan interaksi

• Analog nukleotida (TDF): Tidak dilaporkan

interaksi

• NNRTI: EFV: Tingkat ethinyl estradiol

meningkat 37 persen. Dampaknya

tidak jelas, tetapi dianjurkan menambah bentuk KB yang lain.

• NNRTI: NVP: AUC (serupa dengan tingkat

rata-rata) ethinyl estradiol

menurun 30 persen. Sebaiknya memakai atau menambah bentuk KB yang lain.

• PI: SQV: Belum ada data. Sebaiknya tidak

memakai KB oral (pil).

• PI: IDV: Tingkat norethindrone meningkat 26

persen dan ethinyl

estradiol meningkat 24 persen. Tidak harus mengubah dosis.

• PI: RTV: Tingkat ethinyl estradiol menurun 40

persen. Sebaiknya memakai

atau menambah bentuk KB yang lain. (Catatan: Saat ini RTV dipakai

sebagai ‘booster’ untuk semua PI selain nelfinavir.

• PI: NFV: Tingkat ethinyl estradiol menurun 47

persen. Sebaiknya memakai

atau menambah bentuk KB yang lain.

• PI: APV/FPV: Norethindrone dan ethinyl

estradiol menurun tingkat APV.

Sebaiknya memakai bentuk KB yang lain.

Kelompok Dukungan

Sebaya untuk Pasangan

Odha yang HIV-negatif

Oleh Babe

Sudah didirikan di Jakarta suatu kelompok dukungan sebaya khusus untuk pasangan/suami/ istri Odha yang sendirinya HIV-negatif. Kelompok tanpa bentuk ini pada saat ini terbatas kegiatannya hanya untuk memberi kesempatan pada orang tersebut agar bertemu, membagi rasa, pengalaman dan informasi, dan untuk saling mendukung. Rencananya adalah untuk bertemu kurang lebih sebulan sekali.

Hingga saat ini diadakan tiga pertemuan dengan 4-6 peserta. Pertemuan berikut direncanakan diadakan pada minggu ketiga bulan Oktober. Bila ada yang berminat mengikuti pertemuan ini, atau ingin mendapatkan informasi lebih lanjut, silakan hubungi saya.

Lembaran Informasi Baru

Pada September 2004, Yayasan Spiritia telah menerbitkan tiga lagi lembaran informasi untuk Odha, sbb:

•Terapi Antiretroviral

Lembaran Informasi 425—Abacavir Lembaran Informasi 428—Tenofovir

Lembaran Informasi 429—FTC (Emtricitabine)

Dengan ini, sudah diterbitkan 89 lembaran informasi dalam seri ini.

Juga ada tiga lembaran informasi yang direvisi:

•Informasi Dasar

Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi

•Terapi Antiretroviral

Lembaran Informasi 431—Nevirapine

•Infeksi Oportunistik

Lembaran Informasi 510—MAC (Mycobacterium Avium Complex)

Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman

(8)

Sahabat Senandika

Diterbitkan sekali sebulan oleh

Yayasan Spiritia

dengan dukungan

T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD FOU N D FOU N D FOU N D FOU N D

FOU N DAAAAAT I ONT I ONT I ONT I ONT I ON

Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130

Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521

E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor:

Hertin Setyowati

Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar

untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.

• PI: ATV: AUC ethinyl estradiol meningkat 48

persen dan AUC

norethindrone meningkat 110 persen. Memakai dosis yang paling rendah

atau bentuk KB yang lain.

• PI: LPV/r: Tingkat ethinyl estradiol menurun

42 persen. Sebaiknya

memakai atau menambah bentuk KB yang lain. Catatan: walaupun tidak disebut di buku Johns-Hopkins, situs web

Drugs.com <http://www.drugs.com/MTM/ norethindrone.html> menyebut bahwa norethindrone dipengaruhi juga oleh rifampin (obat TB), dan bila obat

tersebut dipakai dianjurkan untuk memakai atau menambah bentuk KB yang

lain.

Tips orang dengan HIV

Sebentar lagi Ramadhan akan datang. Odha muslim juga berusaha untuk menjalankan ibadah puasa (tergantung keadaannya, mampu atau tidak), untuk yang sudah memakai ARV akan ada

kebingungan antara puasa atau tidak. Dikarenakan jadwal puasa yang kurang lebih 14 jam sehari untuk tidak makan dan minum. Untuk minum obat dibutuhkan 12 jam. Berarti ada selisih kurang lebih dua jam.

Ada dua alternative; alternative pertama kita minum obat pada sahur dan buka puasa. Dengan catatan setelah selesai puasa kita harus kembali pada jadwal biasa dengan disiplin penuh. Tidak lupa atau telat lebih dari satu jam. Untuk kombinasi yang dipakai di Indonesia (AZT/D4T+3Tc+NVP/ EFV) adalah kombinasi yang masih ditolerir dengan pemakaian 14 jam.

Jika kita ragu untuk puasa dan takut akan timbul resistansi. Kita bisa mengambil alternative kedua, yaitu kita tidak puasa melainkan membayar fidiya.

Tips...

Laporan Keuangan Positive Fund Yayasan Spiritia

Periode September 2004

Saldo aw al 1 September 2004 5,430,450 Penerimaan di bulan September 2004

800,000 __________+

Total penerimaan 6,230,450

Pengeluaran selama bulan September :

Item Jumlah Pengobatan 45,000

Transportasi 0

Komunikasi 0

Peralatan / Pemeliharaan 72,450

Modal Usaha 0

________+

Total pengeluaran 117,450

-Saldo akhir Positive Fund

per 30 September 2004 6,113,000

Referensi

Dokumen terkait

Mayoritas website pemerintah kabupaten dan kota yang sudah dapat diakses masuk dalam level pertama yakni hanya mempublikasikan informasi seputar profil

Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan tujuan penelitiannya adalah mengembangkan layanan konseling individual melalui pemusatan

Berdasarkan hasil penilitian ini dapat disimpulkan bahwa Prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Course Review Horay berbantuan Lectora lebih baik dari

Berdasarkan persentase dari masing ± masing tingkat pendidikan, tingkat kepercayaan yang tinggi paling banyak dimiliki oleh pasien dengan pendidikan terakhir perguruan

APBN Pemerintah..  ruas Batas Kota Brebes - Batas Kota Tegal melewati Kawasan Perkotaan Inti I.1 dan Kawasan Perkotaan Inti I.2;..  ruas Batas Kota Tegal – Batas Kota

Engel, et al., 1990 (dalam Tjiptono, 2008: 24), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya

Pengamanan sebelumnya yang telah dilakukan pada level aplikasi SSO UUI adalah menggunakan algoritma MD5 pada proses otentikasi login dan web service NuSOAP pada pengecekan sesi

Moreover, the role of technology applied in teaching has also adjusted the development of modern teaching.Base d on the study result, it shows that teacher’s training model