• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sahabat Senandika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sahabat Senandika"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Sahabat Senandika

Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Yayasan Spiritia

No. 58, September 2007

Daftar Isi

Laporan Kegiatan

Pelatihan Pendidik

Pengobatan Lanjutan

Jakarta, 20-23 Agustus

2007

Oleh: Caroline Thomas

Pelatihan Pendidik Pengobatan Lanjutan ini merupakan Pelatihan yang dilatarbelakangi oleh keinginan peserta Pelatihan Pendidik Pengobatan sebelumnya untuk lebih up-to-date dengan pengobatan untuk HIV dan juga peserta ingin mendapatkan lebih banyak keterampilan untuk memfasilitasi pelatihan serupa di daerah mereka. Keinginan ini dituang melalui evaluasi tahunan Yayasan Spiritia yang diadakan tahun yang lalu. Peserta juga ingin agar Pelatihan ini lebih banyak melibatkan dokter dan tenaga medis profesional dalam sesinya.

Seperti biasanya, hari pertama diisi dengan Pembukaan, Perkenalan, dan Tata tertib serta Pengarahan untuk peserta.

Hari kedua dimulai dengan laporan dari peserta tentang apa yang sudah mereka lakukan setelah mengikuti pelatihan sebelumnya. Maisng-masing peserta diberikan 10 menit untuk melaporkan. Setelah makan siang, kegiatan dilakukan dengan lokakarya pelatihan ketrampilan memfasilitasi pelatihan. Pada kegiatan ini, peserta di bagi menjadi 3 kelompok kemudian diberikan tugas untuk melakukan 4 langkah:

1. Menuliskan metode-metode yang mereka kenal yang biasa digunakan dalam pelatihan 2. Membahas metode pelatihan berdasarkan

tujuan dan ukuran kelompok

3. Membahas tugas pelatih dalam setiap metode pelatihan

4. Memilih 3 metode yang akan dipraktekkan pada hari berikutnya

Hari kedua dimulai dengan update pengobatan terbaru yang dibawakan oleh dr. Budiarto. Sesi setelah rehat kemudian dilanjutkan dengan sesi

tentang HIV dan Hepatitis yang dibawakan oleh dr. Maria Irawati. Setelah makan siang, sesi pelatihan ketrampilan yang merupakan kelanjutan dari hari pertama dilanjutkan dengan memberikan waktu 30 menit untuk masing-masing kelompok untuk membawakan metode pelatihan. Kelompok 1 mempresentasikan teknik Studi Kasus, Kelompok 2 mempresentasikan teknik Diskusi Kelompok, dan Kelompok 3 mempresentasikan teknik Bermain Peran. Masing-masing kelompok diminta bekerja sebagai tim untuk tampil mempraktekkan ketrampilannya. Dari waktu 30 menit disisihkan waktu 10 menit untuk membagikan dan mengisi lembar evaluasi. Setelah rehat sore, sesi hari ini dilajutkan dengan sesi HIV dan TB yang dibawakan oleh dr. Wia Melia dari Klinik PPTI Baladewa.

Hari kedua yang padat ini belum selesai karena masih ada diskusi panel yang difasilitasi oleh dr. Budiarto (IHPCP), dr. Alia (RSPI), dr. Dyah (Subdit AIDS Departemen Kesehatan), dr. Alex dan dr. Ana dari RSPAD. Sesi ini menarik dan peserta mengajukan banyak pertanyaan dan masukan terkait pelayanan untuk ARV dan harapan

Laporan Kegiatan 1

Pelatihan Pendidik Pengobatan Lanjutan 1 Pelatihan Pendidik Pengobatan 2 Pengetahuan adalah kekuatan 3

Morbiditas dan mortalitas tinggi pada

Odha perempuan setelah bedah sesar 3 Vaksinasi MMR ulang aman dan efektif pada anak yang berhasil memakai ART 4 Viral load dibawah 50 harus menjadi

tujuan semua pasien 6

Pojok Info 6

Lembaran Informasi Baru 6

Tips 7

Tips untuk Odha 7

Tanya Jawab 8

Tanya-Jawab 8

(2)

dari para petugas medis profesional dengan adanya pelatihan ini.

Hari ketiga dimulai dengan sesi yang menarik tentang HIV dan perempuan yang dibawakan oleh dr. Alia Puji Hartanti dan dr. Maria Irawati. Setelah rehat, sesi kemudian dilanjutkan dengan sesi HIV dan anak yang dibawakan oleh dr. Dyani. Setelah makan siang, sesi dilanjutkan dengan sesi Infeksi Oportunistik dibawakan oleh dr. Janto Lingga.

Keseluruhan pelatihan ini diisi dengan evaluasi dan pembuatan rencana tindak lanjut oleh peserta.

Kami berterima kasih kepada semua pihak yang bersedia untuk membawakan dan menghargai usaha yang lebih dari komunitas untuk mendorong adanya kepatuhan yang tinggi pada terapi ARV.

Pelatihan Pendidik

Pengobatan

Maumere, NTT. 19-24

September 2007

Oleh: Caroline Thomas

Pelatihan Pendidik Pengobatan ini

dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa walaupun ARV sudah tersedia, ada banyak Odha yang sudah mulai terapi yang masih belum mengerti secara jelas mengenai semua aspek pengobatannya. Hal ini mencakup dampak dari kepatuhan, efek samping, kombinasi obat, dll. Ada laporan bahwa banyak Odha memakai obat tanpa mengikuti pedoman walaupun telah diberi tahu mengenai hal ini oleh dokter. Sebagai tambahan, kita harus menyadari bahwa jumlah dokter yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan untuk menangani terapi ini sangat terbatas di semua daerah di

Indonesia, dan kebanyakan mempunyai waktu yang sangat terbatas untuk membahas dengan pasiennya. Hasil yang tidak dapat dielakkan dari semua tantangan ini adalah ketidakpatuhan, perkembangan resistansi, kegagalan terapi, dan risiko pada

kesehatan masyarakat pada umumnya. Salah satu cara yang penting untuk mengurangi kemungkinan masalah ini akan terjadi dan meningkatkan

keefektifan terapi untuk Odha adalah untuk melibatkan sebaya, keluarga dan komunitas. Pelatihan ini mendukung pemberian informasi kepada Odha, Ohidha dan tenaga medis profesional.

Pelatihan ini diadakan pada tanggal 19-24 September yang diadakan di hotel Sea World Club dan dihadiri oleh 15 peserta yang terdiri dari Odha, Ohidha, dokter, Romo, perawat, bidan, dan beberapa staf LSM setempat.

Hari pertama dimulai dengan Pembukaan/ Perkenalan, dilanjutkan dengan Tata Tertib kemudian sesi tentang latar belakang pelatihan melalui sesi “Informasi sebagai terapi”. Kegiatan hari pertama ditutup dengan mengadakan tes pra pelatihan dan memberikan tugas Kepatuhan yaitu dengan memberikan “obat-obatan” kepada semua peserta yang harus diminum sesuai dengan petunjuk dan waktunya. Peserta harus mencatat tingkat kepatuhan mereka dengan mencantumkan jam minum obat di formulir kepatuhan yang sudah disediakan.

Hari kedua dimulai dengan sesi dasar HIV, kemudian dilanjutkan dengan sesi Perawatan Komprehensif. Selanjutnya, sesi dilanjutkan dengan Peranan KPA yang dibawakan langsung oleh Wakil Bupati Kabupaten Sikka selaku Ketua KPAD. Sesi pada sore hari adalah dasar ART dan kemudian dilanjutkan dengan sesi efek samping. Sesi padat hari ini ditutup dengan evaluasi hari.

Hari ketiga dimulai dengan sesi Resistansi, kemudian dilanjutkan dengan sesi Kewaspadaan Universal. Sebelum makan siang, ada sesi menarik tentang Seleksi Penerima ART yang membuat peserta sedikit berpikir tentang bagaimana jika suatu hari nanti obat tidak akan disubsidi lagi. Setelah makan siang, sesi dilanjutkan dengan sesi Pemantauan dan evaluasi program ART kemudian dilanjutkan dengan sesi penutup yaitu

Pembelajaraan orang dewasa. Hari ini ditutup dengan evaluasi hari.

Hari keempat dimulai dengan sesi khusus tentang Infeksi Oportunistik kemudian dilanjutkan dengan sesi tentang AIDS pada perempuan. Setelah makan siang, sebagai kelanjutan dari Sesi sebelumnya, dibahas sesi tentang AIDS pada anak.. Beberapa peserta merasa perlunya retreat dari pelatihan oleh karena itu, kita memindahkan beberapa sesi ke hari berikutnya. Sesi-sesi sepanjang hari ini menarik dan banyak mengundang pertanyaan dan diskusi hangat. Seperti hari-hari sebelumnya, hari ini ditutup dengan evaluasi hari.

(3)

Pengetahuan

adalah kekuatan

yang juga merupakan alumni pelatihan pendidik pengobatan yang dilaksanakan di Jogjakarta. Setelah makan siang, kami melanjutkan dengan sesi Hak Pasien dan dokter yang juga di bawakan oleh dr. Asep Purnama, SpPD. Sesi kemudan dilanjutkan dengan Perawatan di RS yang dibawakan oleh Suster Margaretha dari RS TC Hillers. Setelah rehat, sesi diisi dengan sesi GIPA dan advokasi. Hari ini ditutup dengan evaluasi. Yang menarik, sebagian besar peserta belum mengerti mengenai GIPA dan akhirnya sadar tentang pentingnya keterlibatan pasien dalam penanggulangan penyakit mereka.

Hari keenam dimulai dengan sesi Perawatan di rumah, kemudian dilanjutkan dengan sesi menegnai gizi terkait dengan ART. Sesi selanjutnya adalah Perawatan Paliatif. Kemudian setelah makan siang, sesi dilanjutkan dengan sesi HAM kemudian keseluruhan pelatihan ini ditutup dengan sesi HIV stop disini..

Keseluruhan sesi pelatihan ini ditutup dengan tes pasca pelatihan dan evaluasi akhir keseluruhan pelatihan. Nilai rata-rata yang diperoleh sebelum pelatihan adalah 9, dan setelah pelatihan mengalami peningkatan sampai 17,2 dari 20 pertanyaan. Ada peningkatan yang berarti dari sisi kualitas

pengetahuan peserta. Dari evaluasi yang diberikan oleh peserta, mereka menilai bahwa mereka lebih berempati kepada Odha yang minum ARV karena sulit untuk mengikuti ‘tepat pada waktu’ untuk selalu menjaga kepatuhan.

Secara umum, pelatihan ini berguna bagi peserta yang hadir namun secara khusus, pelatihan ini juga melibatkan teman-teman dari komunitas untuk terlibat sebagai fasilitator. Pada pelatihan ini, kami mengundang Mas Aries Setyawan dari KDS Untitled di Salatiga untuk menjadi co-fasilitator. Memfasilitasi pelatihan ini bukanlah hal yang mudah bagi fasilitator tetapi hal ini merupakan proses yang sangat baik.

Pelatihan ini terselenggara berkat kerjasama antara Yayasan Spiritia, Wahana Visi Indonesia NTT dan juga klinik VCT TC Hillers (yang bertindak sebagai ‘mak comblang’ pelatihan ini). Pelatihan serupa direkomendasikan juga buat kelompok lain yang ingin melakukan pelatihan serupa. Pelatihan sebelumnya difasilitasi secara penuh oleh Yayasan Spiritia tetapi pelatihan kali ini berbeda karena kami bergandengan tangan bersama dengan organisasi lain. Keterlibatan kerja ini membuat semakin banyak orang peduli dan berusaha menanggulangi HIV di Indonesia.

Morbiditas dan mortalitas

tinggi pada Odha

perempuan setelah bedah

sesar

Oleh: Martha Kerr, Reuters Health

Tanggal laporan: 14 Agustus 2007

Secara keseluruhan tingkat komplikasi adalah 60% lebih tinggi di antara perempuan yang terinfeksi HIV yang menjalani bedah sesar dibandingkan dengan sebayanya yang tidak yang terinfeksi HIV. Hal ini berdasarkan temuan dari sebuah penelitian oleh National Institutes of Health.

Peneliti utama Dr. Judette Louis dari Universitas Case Western Reserve di Cleveland, Ohio, AS dan rekan dari National Institutes of Child Health dan Human Development (NICHD) Maternal-Fetal Medicine Units Network, membandingkan dampak bedah sesar pada 378 perempuan yang terinfeksi HIV dan 54.281 perempuan tidak yang terinfeksi HIV.

“Pasien yang terinfeksi HIV lebih cenderung mengalami endometritis pascakelahiran (11,6% dibandingkan dengan 5,8%), membutuhkan transfusi darah pascakelahiran (4,0% dibandingkan dengan 2,0%), mengembangkan sepsis (1,1% dibandingkan dengan 0,2%), diobati terhadap pneumonia (1,3% dibandingkan dengan 0,3%), dan meninggal saat melahirkan (0,8% dibandingkan dengan 0,1%),” Dr. Louis dan rekan melaporkan dalam jurnal Obstetrics and Gynecology edisi Agustus 2007.

Bahkan setelah menyesuaikan terhadap kemungkinan pembaur, termasuk tipe anestesis, jumlah kelahiran sesar sebelumnya, dan masa pecah ketuban, “pasien dengan infeksi HIV lebih

cenderung mengalami satu atau lebih morbiditas pascakelahiran,” dengan rasio odds 1,6, para peneliti mengatakan.

(4)

sehubungan dengan terapi antiretroviral (ART) dan status kekebalan di antara perempuan yang

terinfeksi HIV adalah kelemahan yang membatasi kemampuan generalisasi hasil penelitian kami ini,” Dr. Louis dan rekan mengingatkan.

“Namun demikian,” mereka mengatakan, “temuan kami adalah bermakna dan sesuai dengan penelitian yang diterbitkan di negara lain yang menunjukkan peningkatan angka kematian saat melahirkan dan risiko pascabedah terkait dengan kelahiran sesar pada pasien yang terinfeksi HIV.” Para peneliti mencatat bahwa risiko morbiditas dan mortalitas dapat diminimalisasi dengan intervensi misalnya “menghindari kelahiran dengan bedah sesar pada pasien dengan viral load tidak terdeteksi, terapi antibiotik profilaktik secara lebih luas, atau menentukan dan memberi profilaksis pada individu dengan risiko lebih tinggi terhadap morbiditas infeksi.”

Pencegahan yang paling efektif, Dr. Louis mengatakan, “mungkin adalah penekanan virus secara optimal selama kehamilan dengan rejimen antiretroviral (ARV) yang tepat. Hal ini akan mencegah kebutuhan akan bedah sesar yang hanya berdasarkan viral load yang tinggi.”

“Tindakan tambahan lain adalah dengan

memastikan bahwa pasien tersebut menerima dosis antibiotik profilaktik pada saat bedah sesar. Hal ini adalah satu tindakan yang selama ini terbukti menurunkan risiko morbiditas karena infeksi.”

Ringkasan: Morbidity and Mortality High in HIV-Infected Women After Cesarean Section

Sumber: Obstet Gynecol 2007;110:385-390.

Vaksinasi MMR ulang aman

dan efektif pada anak yang

berhasil memakai ART

Oleh: Michael Carter, aidsmap.com

Tanggal laporan: 9 Agustus 2007

Anak HIV-positif yang mengalami pemulihan kekebalan karena pengobatan terapi anti-HIV (ART) menanggapi dengan baik vaksinasi ulang untuk campak, gondong dan rubela (MMR). Hal ini berdasarkan penelitian Thailand yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Infectious Diseases edisi 1 September 2007.

Para peneliti juga menemukan bahwa vaksinasi ulang adalah aman, tidak menyebabkan efek samping yang bermakna maupun penurunan persentase CD4 serta peningkatan viral load HIV.

Pada 2006, UNAIDS memperkirakan bahwa ada 2,3 juta anak HIV-positif di seluruh dunia. Akses ART untuk anak HIV-positif membaik, dan di Thailand, pengobatan anti-HIV gratis sudah tersedia untuk orang dewasa dan anak sejak 2002. Berkat pengobatan HIV, sudah terjadi peningkatan yang bermakna dalam prognosis anak yang terinfeksi HIV di Thailand yang sekarang berkesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan normal, misalnya sekolah dan berharap untuk kelangsung hidup hingga dewasa.

Penyakit anak yang umum, misalnya campak menjadi lebih berat pada anak HIV-positif. Walaupun 98% anak Thailand menerima vaksinasi campak, 88% - 95% di antaranya mengembangkan antibodi pelindung, kemanjuran vaksinasi serupa itu jauh lebih rendah pada anak dengan sistem

kekebalan yang lemah. Penelitian sebelumnya di Thailand mengungkapkan bahwa hanya 42% anak HIV-positif yang menerima vaksin MMR

mengembangkan antibodi pelindung terhadap campak.

Anak yang memakai ART menanggapi vaksinasi campak dengan lebih baik. Tetapi masih ada pertanyaan yang belum terjawab tentang kemanjuran vaksinasi ulang pada anak tersebut. Pertanyaan juga masih belum terjawab tentang waktu yang paling tepat untuk vaksinasi ulang, kemanjuran vaksinasi ulang, risiko efek samping, dan kemungkinan dampak vaksinasi ulang terhadap tanda immunologi dan virologi.

(5)

Thailand merancang penelitian prospektif yang melibatkan 51 anak HIV-positif yang memakai ART.

Semua anak berusia di atas lima tahun, mempunyai nadir CD4 15% atau kurang, tetapi mengalami pemulihan kekebalan dengan

peningkatan CD4 menjadi di atas 15% setelah tiga bulan memakai ART. Tidak ada anak yang mempunyai antibodi pelindung terhadap campak.

Vaksinasi dengan vaksin MMR dosis tunggal disediakan pada Oktober 2005.

Anak berusia rata-rata 10 tahun, 53% laki-laki, 76% diketahui pernah menerima vaksinasi MMR, dan pada saat vaksinasi, 55% anak mempunyai antibodi pelindung terhadap rubela dan 20% mempunyai antibodi pelindung terhadap gondong. Anak yang antibodinya menanggapi vaksinasi MMR diperiksa empat dan 24 minggu setelah menerima vaksinasi.

Kira-kira separuh anak (51%) digolongkan mempunyai AIDS, dan nadir CD4 adalah 5%. ART dimulai ketika anak berusia rata-rata delapan tahun, dan masa terapi HIV rata-rata untuk vaksinasi ulang adalah 127 minggu. CD4 rata-rata pada saat vaksinasi ulang adalah 27% dan 92% anak mempunyai viral load di bawah 50.

Empat minggu setelah vaksinasi MMR ulang, 90% anak yang mempunyai antibodi pelindung terhadap campak, 78% mempunyai antibodi pelindung terhadap rubela, dan semua anak mempunyai antibodi pelindung terhadap gondong.

Setelah 24 minggu, persentase anak dengan pelindung terhadap setiap jenis infeksi yang tercakup dalam vaksin MMR mengalami penurunan 80% untuk campak, 61% untuk gondong, dan 94% untuk rubela.

Tidak ada efek samping yang diamati, walaupun 45% anak melaporkan nyeri pada bekas suntikan antara satu dan tiga hari. Tidak ada efek samping vaksinasi MMR ulang yang mengarah pada perubahan CD4 atau viral load secara bermakna.

“Mayoritas anak yang terinfeksi HIV dengan pemulihan kekebalan setelah ART mengembangkan antibodi pelindung setelah vaksinasi MMR ulang”, komentar para peneliti.

Para peneliti mencatat bahwa dalam penelitian sebelumnya di AS, hanya 64% anak pengguna ART yang menerima vaksinasi campak mengembangkan antibodi pelindung terhadap infeksi ini. Tetapi anak dalam penelitian ini sudah memakai ART untuk jangka waktu yang lebih pendek secara bermakna

(rata-rata 40 minggu) dibandingkan dengan anak dalam penelitian di Thailand, dan secara bermakna lebih sedikit anak di AS mempunyai viral load tidak terdeteksi (64% banding 92%).

Para peneliti didorong oleh tingkat tanggapan terhadap komponen vaksinasi rubela “yang sangat baik” terlihat dalam penelitian ini. Mereka menulis, “tanggapan yang sangat baik terhadap revaksinasi rubela yang ditunjukkan dalam penelitian kami memberi kesan bahwa vaksinasi ulang pada remaja perempuan terinfeksi HIV yang memasuki usia subur menurunkan riskio infeksi rubela pada kelamin selama masa suburnya.”

Sehubungan dengan proporsi anak yang mengembangkan antibodi pelindung terhadap gondong setelah vaksinasi ulang, para peneliti mencatat bahwa hal ini tidak lebih rendah dibandingkan dengan proporsi anak HIV-negatif dalam penelitian lain. Tetapi, tiga sampai enam bulan setelah vaksinasi, proporsi anak yang sehat masih terlindungi terhadap gondong oleh vaksinasi adalah serupa dengan yang terlihat dalam penelitian di Thailand.

Ringkasan: MMR revaccination safe and effective in children taking successful anti-HIV treatment

(6)

Viral load dibawah 50

harus menjadi tujuan

semua pasien

Oleh: hivandhepatitis.com (Tanggal

laporan 14 Agustus 2007)

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pasien HIV yang sangat berpengalaman dengan virus yang sangat resistan terhadap obat tidak dapat mencapai viral load HIV tidak terdeteksi, yang selama ini menjadi tujuan pasien yang belum pernah diobati yang memulai terapi antiretroviral untuk pertama kalinya.

Tetapi, sebagaimana dijelaskan dalam jurnal AIDS edisi 31 Juli 2007, dengan obat baru yang semakin membaik dan pemahaman yang lebih baik tentang penggunaannya, sekarang banyak ahli berpendapat bahwa pencapaian viral load HIV di bawah 50 harus menjadi tujuan pengobatan semua pasien penerima ART.

Dalam tiga uji coba besar yang sangat penting (TORO, RESIST, dan POWER), titik akhir viral load HIV di bawah 50 menunjukkan ketahanan yang terkuat selama beberapa waktu, para peneliti mencatat. Ukuran penekanan virus lain –

penurunan viral load HIV sebanyak lebih dari 1 log atau di bawah 400 – menunjukkan hasil yang kurang bertahan selama 48 minggu pengobatan.

Para peneliti menambahkan bahwa uji coba klinis terhadap ARV baru pada pasien yang sangat berpengalaman dengan pengobatan menunjukkan tingkat penekanan viral load menjadi di bawah 50 yang tinggi, menunjukkan bahwa tujuan ini adalah realistis untuk sebagian besar pasien.

Dalam kesimpulannya, para peneliti menulis, “Penekanan viral load HIV di bawah 50 sekarang harus dijadikan titik akhir kemanjuran yang dalam uji coba pada pasien yang berpengalaman dengan pengobatan dan pasien yang belum pernah diobati.”

Ringkasan: Recent Studies Show HIV RNA Below 50 Copies/mL Should Be the Goal for Both Treatment-naive and Treatment-experienced Patients

Sumber: A Hill, D Miralles, T Vangeneugden, and others. Should we now adopt the HIV-RNA < 50 copy endpoint for clinical trials of antiretroviral-experienced as well as naive patients? AIDS 21(12): 1651-1653. July 31, 2007.

Pojok Info

Lembaran Informasi Baru

Pada Agustus/September 2007, Yayasan Spiritia telah menerbitkan 10 lembaran informasi yang direvisi:

•Informasi Dasar

Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran Informasi

Lembaran Informasi 105—Hasil Tes Lab Normal

Lembaran Informasi 107—Tes Kimia Darah Lembaran Informasi 109—Tes Fungsi Hati •Pencegahan Penularan HIV

Lembaran Informasi 156—Penggunaan Narkoba dan HIV

•Terapi Antiretroviral

Lembaran Informasi 425—Abacavir Lembaran Informasi 431—Nevirapine •Terapi Penunjang & Alternatif

Lembaran Informasi 700—Terapi Penunjang & Alternatif

•Referensi

Lembaran Informasi 910—Daftar Interaksi Obat NNRTI/PI

Lembaran Informasi 999—Daftar Istilah (Urutan baru, mengganti LI 900)

Untuk memperoleh lembaran revisi ini atau seri Lembaran Informasi lengkap, silakan hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di halaman belakang atau browse ke situs web Spiritia:

(7)

Tips

Tips untuk Odha

Awali Hari Bugar dengan Saluran Cerna Sehat Tahukah Anda, bahwa memulai hari yang menyenangkan dengan tubuh bugar dan sehat di awali dari tidak mengabaikan kesehatan saluran cerna. Mengapa demikian? Karena, saluran cerna merupakan cermin kesehatan umum, dimana sebagian besar produksi imunitas untuk daya tahan tubuh berasal dari sana.

Saluran cerna dikatakan sehat jika:

1. Dapat mencerna, menyerap dan memanfaatkan nutrisi secara optimal

2. Fungsi sistem imunitas terjaga sehingga daya tahan tubuh kuat

3. Keteraturan usus membuang residu (tinja) yang berisi sisa makanan, kelembaban (air), kuman-kuman termasuk yang patogen serta berbagai toksin.

Pembuangan residu yang tak teratur dan tak lancar sangat merugikan, karena akan diserap kembali oleh tubuh, termasuk toksin dan kuman patogen yang ada di dalamnya. Jika hal ini berkelanjutan dapat menjadi masalah

berkepanjangan, dan dapat mengganggu sistem tubuh.

Bagaimana menjaga saluran cerna agar senantiasa sehat? Berbagai langkah dapat dilakukan, antara lain:

1. Pola hidup sehat 2. Teratur olah raga

3. Konsumsi makanan bergizi seimbang, empat sehat lima sempurna

4. Cukup asupan serat

Hal penting perlu diperhatikan adalah konsumsi serat, yang sering kurang bahkan terlewat dari daftar makanan sehari-hari. Padahal, fungsi serat sangat penting bagi kesehatan tubuh.

Berdasarkan sifat kelarutannya, ada serat makanan larut dan tidak larut; keduanya memiliki fungsi saling terkait untuk saluran kesehatan cerna. Sifat dan fungsi serat tak larut antara lain menahan air, tidak difermentasi, memberi volume dan berat feses, membersihkan usus besar, memberi rasa kenyang serta memperlambat penyerapan gula. Sifat dan fungsi serat larut adalah pekat sehingga

memperlambat waktu pengosongan lambung dan

membuat rasa kenyang lebih lama, diperfemntasi oleh bakteri-baik usus, memperlambat penyerapan karbohidrat dan lemak, mempengaruhi komposisi bakteri usus menjadi lebih baik (efek prebiotik) dan meningkatkan penyerapan kalsium. Penting diingat bahwa serat bersifat menahan air; hal ini

bermanfaat untuk melembabkan, melunakkan dan memberi berat feses. Karenanya, perlu minum cukup air agar fungsi serat optimum.

Kemajuan teknologi pangan yang berhasil melakukan ekstraksi serat larut dari makanan tertentu, memberi banyak manfaat. Konsumsi serat dengan volume kecil (tidak memenuhi ruang lambung), namun diperoleh jumlah dan manfaat serat yang besar.

(8)

Sahabat Senandika

Diterbitkan sekali sebulan oleh

Yayasan Spiritia

dengan dukungan

T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD T H E FORD F O U N D F O U N D F O U N D F O U N D

F O U N DAAAAAT I O NT I O NT I O NT I O NT I O N

Kantor Redaksi:

Jl. Johar Baru Utara V No 17 Jakarta Pusat 10560

Telp: (021) 422 5163 dan (021) 422 5168 Fax: (021) 4287 1866

E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor:

Caroline Thomas

Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar

untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.

Positive Fund

Tanya Jawab

Tanya-Jawab

T: Pagi ini saya membaca artikel di milist aids-ina, ada yang mengajukan pertanyaan mengenai

keakuratan dari test ora-quick atau menggunakan air liur.

Ini yang saya agak bingung, seperti yang saya baca dari buku-buku atau artikel atau pertanyaan-pertanyaan di website Spiritia, menyebutkan kalau penularan HIV sangat kecil kemungkinannya bahkan boleh dibilang tidak ada jika melalui air liur. Ini karena kandungan virus dalam air liur sangat kecil sekali dan boleh dibilang tidak ada. Sehingga boleh dikatakan aman bagi ODHA untuk

berciuman dengan pasangannya.

Nah, yang ingin saya tanyakan, kenapa test Oraquick bisa mengetahui bahwa seseorang itu terinfeksi HIV/tidak hanya dengan menggunakan air liur sebagai sample test?

Mohon dijelaskan ya, karena gara-gara ini, saya jadi ketakutan lagi. Saya pikir berciuman dengan ODHA itu aman (pasangan saya adalah ODHA).

J: Harus diingat bahwa tes HIV mencari antibodi terhadap virus, bukan virus sendiri. Antibodi tidak menular. Adanya antibodi dalam cairan di dalam mulut dengan jumlah cukup untuk menunjukkan hasil positif pada tes tersebut bukan berarti ada virus dalam cairan itu, atau sedikitinya tidak ada dalam jumlah yang cukup untuk menularkan infeksi.

Sebetulnya, untuk tes Oraquick, yang diambil BUKAN air liur, tetapi cairan yang lebih kental di dalam pipi, yang diseka dengan alat khusus. Kalau hanya diambil air liur, hasil bisa salah.

Pertanyaan diajukan di kolom “pertanyaan” di website Yayasan Spiritia pada tanggal 13 September 2007

Laporan Keuangan Positive Fund

Yayasan Spiritia

Periode September 2007

Saldo aw al 1 September 2007 18,823,919

Penerimaan di bulan

September 2007 1,436,000+

__________

Total penerimaan 20,259,919

Pengeluaran selama bulan September :

Item Jumlah

Pengobatan 565,000

Transportasi 0

Komunikasi 0

Peralatan / Pemeliharaan 0

Modal Usaha 0+ _________

Total pengeluaran 565,000

-Saldo akhir Positive Fund

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi Model Regresi Logistik untuk Menganalisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjangkitnya Malaria.. Program Studi Matematika, Jurusan Matematika, Fakultas

Langkah desain harus mampu menjawab pertanyaan apakah program pembelajaran yang didesain dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesenjangan performa ( performance

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Riwayat Penyakit Anggota Keluarga Dan Kondisi Rumah

Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan minyak jelantah dengan dosis yang berbeda- beda memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan, efisiensi pemanfaatan pakan, dan

Terdapat sistem semiotik multimodal pada iklan Kuroneko seperti, Linguistik yang dapat dibuktikan dengan keterkaitan bahasa dalam penentu target dalam iklan kuroneko,

[r]

Berdasarkan analisis maka diperoleh hasil sebagai berikut, (1) pembelajaran matematika dengan model inqury pada sub pokok bahasan aturan sinus dan kosinus telah

Tujuan utama dari penelitian ini adalah membuat sistem informasi prediksi beban listrik harian pada sektor industri menggunakan Support Vector Machine multi kelas