• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil mengajar guru Pendidikan Anak Usia Dini: Mengajar secara kreatif atau mengajar untuk kreativitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Profil mengajar guru Pendidikan Anak Usia Dini: Mengajar secara kreatif atau mengajar untuk kreativitas"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL MENGAJAR GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI:

MENGAJAR SECARA KREATIF ATAU MENGAJAR UNTUK KREATIVITAS

SKRIPSI

Oleh:

Sofia Amalia NIM. 18160003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG Desember 2022

(2)

i

PROFIL MENGAJAR GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI:

MENGAJAR SECARA KREATIF ATAU MENGAJAR UNTUK KREATIVITAS

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Sofia Amalia NIM. 18160003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Desember 2022

(3)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

PROFIL MENGAJAR GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI:

MENGAJAR SECARA KREATIF ATAU MENGAJAR UNTUK KREATIVITAS?

SKRIPSI

Oleh:

Sofia Amalia NIM. 18160003

Telah disetujui:

Dosen Pembimbing

Akhmad Mukhlis, M.A NIP. 198502012015031003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Akhmad Mukhlis, M.A NIP. 198502012015031003

(4)

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim. Rasa syukur atas khadirat Allah SWT yang telah memberikan jalan dan pembelajaran yang berharga selama menyelesaikan skripsi ini, walaupun saya sadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW sebagai suri tauladan utama bagi umat islam.

Karya tulis ini dipersembahkan sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut andil dalam setiap proses penyelesaiannya. Teristimewa kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Zainal Abidin dan Ibu Halimah Djaba beserta keluarga khususnya bibi Aisyah Husen, mama ngga’e Siti Ba Djaba, mama Julaihah, kakak Hadijah Husen, kakak Furkanawati Mbelo dan adik Nur Halizah. Terima kasih selalu memberikan do‘a dan dukungan sejak awal masuk kuliah hingga menyelesaikan karya tulis ini.

2. Bapak Akhmad Mukhlis, M.A selaku dosen pembimbing tugas akhir.

Terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah membimbing saya dalam menyelesaikan karya tulis ini.

3. Terima kasih untuk teman-teman PIAUD angkatan 2018 yang selalu senantiasa membantu serta mendo‘akan kelancaran penulis dalam menyelesaiakan tugas akhir.

(5)

iv

LEMBAR PENGESAHAN

(6)

v

NOTA DINAS PEMBIMBING

Malang, 16 Oktober 2022 PEMBIMBING

Akhmad Mukhlis, M.A

Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang NOTA DINAS PEMBIMBING

Hal : Skripsi Sofia Amalia Lamp. : 3 Eksemplar

Yang terhormat,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Di Kota Malang

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini:

Nama : Sofia Amalia

NIM : 18160003

Program Studi : Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Judul : Profil Mengajar Guru Pendidikan Anak Usia Dini: Mengajar Secara Kreatif Atau Mengajar Untuk Kreativitas?

Maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa Skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan. Demikian mohon dimaklumi adanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Pembimbing,

Akhmad Mukhlis, M.A NIP. 198502012015031003

(7)

vi

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan.

Malang, 15 Desember 2022 Yang membuat pernyataan,

Sofia Amalia NIM. 18160003

(8)

vii

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat , nikmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

―Profil Mengajar Guru Pendidikan Anak Usia Dini: Mengajar Secara Kreatif Atau Mengajar Untuk Kreativitas?”. Tidak lupa sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, para sahabat serta keluarganya.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, keluarga dan orang-orang terdekat yang selalu mendukung baik secara moril ataupun materil;

2. Prof. Dr. M. Zainudin, MA selaku rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang;

3. Prof. Dr. H. Nur Ali, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang;

4. Akhmad Mukhlis, S. Psi., M.A selaku Ketua Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan sekaligus dosen

pembimbing tugas akhir yang memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini;

5. Segenap dosen dan civitas akademik Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, khususnya di Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan;

6. Ibu Rina selaku Ketua Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Kota Malang yang telah banyak membantu penulis selama proses penelitian‘

7. Guru-guru anggota Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Kota Malang yang telah mengisi angket penelitian ini;

(9)

viii

8. Kepala sekolah, tenaga pendidik dan kependidikan BA Brawijaya Yasri, RA Al-Asfiya dan KB/BA Restu 2 ;

9. Seluruh pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis juga menghaturkan mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan yang ada dalam tulisan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan evaluasi agar Skripsi ini dapat menjadi lebih baik

Malang, 15 Desember 2022 Yang membuat pernyataan,

Sofia Amalia NIM. 18160003

(10)

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam Proposal Skripsi ini menggunakan pedoman transliterasi berdasarkan keputusan bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI no. 158 tahun 1987 dan no. 0543 b/U/1987 yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

A. Huruf

ا = A ز = Z ق = q

ب = B س = S ك = k

ت = T ش = Sy ل = l

ث = Ts ص = Sh م = m

ج = J ض = Dl ن = n

ح = H ط = Th و = w

خ = Kh ظ = Zh ه = H

د = D ع = ‗ ء = ,

ذ = Dz غ = Gh ي = Y

ر = R ف = F

B. Vokal Panjang C. Vokal Diftong

Vokal (a) panjang = Â وَأ = Aw

Vokal (i) panjang = Î يَأ = Ay

Vokal (u) panjang = Û وُأ = Û

يِأ = Î

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

NOTA DINAS PEMBIMBING ... iv

SURAT PERNYATAAN...v

KATA PENGANTAR ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ...xv

صخلم ... xvi

BAB I - PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Batasan Penelitian ... 7

BAB II - KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Peneliti Yang Relevan ... 8

B. Kajian Teori ... 12

1. Hakikat Mengajar ... 12

2. Kreativitas ... 15

(12)

xi

3. Mengajar Secara Kreatif ... 20

4. Mengajar Untuk Kreativitas ... 25

C. Kerangka Berpikir ... 30

D. Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III - METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 32

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33

D. Variabel Penelitian ... 34

E. Definisi Operasional ... 35

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 36

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 37

H. Teknik Analisis Data ... 40

BAB IV - HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 42

B. Hasil Uji Hipotesis ... 44

C. Pembahasan ... 46

D. Keterbatasan Penelitian ... 60

BAB V - KESIMPULAN A. Simpulan ... 61

B. Implikasi ... 62

C. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ...64

LAMPIRAN ...68

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1: Kisi-kisi instrumen ...37

Tabel 3.2: Validasi butir instrumen ...38

Tabel 3.3: Hasil analisis reliabilitas instrumen...39

Tabel 3.4: Coding hasil kuesioner responden...40

Tabel 3.5: Skala likert...40

Tabel 3.6: Kategori skor skala likert ...41

Tabel 4.1: Uji Normalitas ...44

Tabel 4.2: Ranks Uji Wilcoxon ...45

Tabel 4.3: Uji Wilcoxon ...45

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Kerangka berpikir ...30

Gambar 4.1: Grafik pemetaan rata-rata skor ...46

Gambar 4.2: Grafik persentase skor mengajar secara kreatif ...49

Gambar 4.3: Grafik persentase skor kreativitas guru ...51

Gambar 4.4: Grafik persentase skor minat siswa ...51

Gambar 4.5: Grafik persentase skor efektivitas pembelajaran ...52

Gambar 4.6: Grafik persentase skor mengajar untuk kreativitas ...54

Gambar 4.7: Grafik persentase skor prinsip mendorong ...55

Gambar 4.8: Grafik persentase skor prinsip mengidentifikasi ...56

Gambar 4.9: Grafik persentase skor membina ...57

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

A. Validitas butir instrumen ...69

B. Reliabilitas instrumen ...70

C. Instrumen sebelum validasi ...72

D. Instrumen setelah validasi ...78

E. Pemetaan skor ...80

F. Surat Penelitian ...83

G. Dokumentasi ...84

H. Bukti konsultasi...84

I. Biodata mahasiswa ...85

(16)

xv ABSTRAK

Amalia, Sofia. 2022. Profil Mengajar Guru Pendidikan Anak Usia Dini:

Mengajar secara Kreatif atau Mengajar untuk Kreativitas. Skripsi. Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Pembimbing skripsi: Akhmad Mukhlis, M.A

Mengajar secara kreatif dan mengajar untuk kreativitas adalah dua hal penting dalam mengimplementasikan konsep kreativitas mengajar. Mengajar secara kreatif merupakan kreativitas guru dalam menyiapkan dan menyampaikan materi pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan minat belajar siswa sehingga proses belajar dapat berjalan secara efektif. Sedangkan mengajar untuk kreativitas sebagai bentuk pengajaran yang menekankan pada sikap mengajar guru tentang kreativitas dan upaya guru dalam meningkatkan potensi kreatif siswa.

Beberapa literatur dan temuan di beberapa studi menjelaskan bahwa dalam menerapkan konsep kreativitas guru lebih cenderung menerapkan gaya mengajar secara kreatif saja. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah guru lebih cenderung mengajar secara kreatif atau mengajar untuk kreativitas.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei.

Adapun subjek pada penelitian ini adalah guru Pendidikan Anak Usia dini (PAUD) di Kecamatan Klojen, Kota Malang. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang disebar di lingkup organisasi Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Kota Malang dan tiga lembaga lainnya yaitu BA Brawijaya Yasri, RA Al Asfiya dan KB/BA Restu 2 Kota Malang. Dari 120 angket yang tersebar, terdapat 76 angket yang terisi dan dikembalikan kepada peneliti. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan statistik non parametrik, Uji Wilcoxon.

Temuan dalam penelitian menunjukan bahwa guru lebih cenderung mengajar secara kreatif dibanding mengajar untuk kreativitas. Temuan ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi guru untuk meningkatkan keterampilan mengajar, khususnya dalam praktik mengajar untuk kreativitas.

Kata Kunci: Mengajar secara kreatif, Mengajar untuk kreativita, Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Survei

(17)

xvi ABSTRACT

Amalia, Sofia. 2022. Early Childhood Education Teacher Teaching Profile:

Teaching Creatively or Teaching for Creativity. Thesis. Islamic Early Childhood Education Study Program, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University of Maulana Malik Ibrahim of Malang. Thesis adviser:

Akhmad Mukhlis, M.A

Teaching creatively and teaching for creativity are two important things in implementing the concept of teaching creativity. Teaching creatively is teacher‘s creativity in preparing and delivering the teaching material which aims to increase students‘ learning interest so that the learning process can be conducted effectively. Meanwhile teaching for creativity as the form of teaching that emphasizes in the teacher's teaching demeanor about creativity and the teacher‘s effort to increase students‘ creativity potential. Several literatures and findings in several studies explained that in implementing teacher creativity concept tends to only implement creative teaching style. Therefore, this research was conducted with the aim to find out whether teachers tend to teach creatively or teach for creativity.

This research used quantitative approach with survey method. The research subject was Early Childhood Education teachers in Klojen Sub-district, Malang City. The data was collected by using questionnaire distributed in the organizational scope of the Indonesian Kindergarten Teachers Association (IGTKI) Malang City and other three institutions such as BA Brawijaya Yasri, RA Al Asfiya,and KB/BA Restu 2 Malang City. Of the 120 questionnaires distributed, 76 questionnaires were filled out and returned to the researcher. The data obtained was then processed using non-parametric statistics, the Wilcoxon Test.

The finding of this research showed that teachers tend to teach creatively than teaching for creativity. This finding is expected to be taken into consideration for teachers to improve teaching skills, particularly in teaching practice for creativity.

Keywords: Teaching Creatively, Teaching for Creativity, Early Childhood Education Teacher, Survey

(18)

xvii

صخللما

أ .ايفوص ، ايلام ۲٠۲۲

يعادبلإا سيردتلا :ةركبلما ةلوفطلا ةلحرم في ةيبترلا يملعلم سيردتلا حملام .

عادبلإا لجأ نم سيردتلا وأ ( ةركبلما ةلوفطلا في ةيملاسلإا ةيبتًلا ةسارد جمنارب .ةلاسرلا .

PIAUD )

ميهاربإ كلام نالاوم ةعمالجا ، ينملعلما بيردتو ةيبتًلا ةيلك ، دحمأ :راشتسلما .جنلاابم ةيموكلحا ةيملاسلاا

يرتسجالما، صلمخ يعادبلإا سيردتلا .عادبلإا ميلعت موهفم قيبطت في نامهم نائيش اهم عادبلإل سيردتلاو يعادبلإا سيردتلا متت تىح ملعتلبا بلاطلا مامتها ةدياز لىإ فدته تيلا ةيميلعتلا داولما يمدقتو دادعإ في ملعلما عادبإ وه ع فقوم ىلع دكؤي يذلا سيردتلا لاكشأ نم لكش وهف عادبلإل سيردتلاامأ .لاعف لكشب ملعتلا ةيلم

.ةيعادبلإا بلاطلا تنااكمإ ةديازل ملعلما دوهجو عادبلإا لوح يسيردتلا ملعلما بيلاسأ قيبطت لىإ ًلايم رثكأ ينملعلما نأ تاساردلا نم ديدعلا في جئاتنلاو تافلؤلما ضعب حضوت

ردتلا نولييم نوملعلما ناك اذإ ام ةفرعلم فدهي ثحبلا اذه كلذل .عادبلإا موهفم قيبطت في ةيعادبلإا سي بولسلأ ايمك اجنه ةساردلا هذه مدختست . عادبلإا لجأ نم سيردتلا وأ يعادبإ لكشب سيردتلا لىإ

ةركبلما ةلوفطلا ميلعت يملعم يه ةساردلا هذه في تاعوضولما تناك .حسلما (

PAUD )

في ةقطنم

ضيار يملعم ةيعجم قاطن في تناايبتسلاا عيزوت للاخ نم تناايبلا عجم تم .جنلاام ةنيدم ، ينجولك ةيسينودنلإا جنلاام ةنيدم في لافطلأا IGTKI)

) ياايجوارب ناتسب يهو ، ىرخأ تاسسؤم ثلاثو

ةنيدبم نياثلا ليافطلأا وطسر ناتسب و ةيلافطلأا ءافشلا ةضور و ليافطلأا يراسي تناايبتسلاا نم .جنلاام

يهو, ةروشنلما ۲۲٠

ناك ,ناايبتسا ۷٦

تم تيلا تناايبلا ةلجاعم تتم .ثحابلا لىإ داعتو لأتم ةنابتسا

.نوسكوكليو رابتخا يهو, ةيملعم يرغ تايئاصحإ مادختسبا كلذ دعب اهيلع لوصلحا عادبإ لكشب سيردتلا لىإ نولييم ينملعلما نأ ةساردلا في جئاتنلا رهظت .عادبلإل سيردتلا نم رثكأ ي

نمو

سيردتلا تاراهم ينسحتل ينملعملل ةبسنلبا رابتعلاا في اهذخأ بيج ةدام ةجيتنلا هذه حبصت نأ لومألما

.عادبلإل سيردتلا ةسرامم في ةصاخ ،

، ةركبلما ةلوفطلا ةلحرم في ةيبترلا يملعم ، عادبلإل سيردتلا ، يعادبلإا سيردتلا :ةدشرم ةملك

لاطتسلاا

تع

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Konsep kreativitas telah muncul dalam dunia pendidikan di berbagai negara, terutama di negara-negara maju. Guru mulai menerima konsep kreativitas dan mencoba menerapkannya di kelas mereka. Meskipun konsep kreativitas ini sudah mulai diterima hingga ke negara-negara berkembang, beberapa peneliti menyoroti bahwa kurangnya penekanan terhadap kreativitas di lingkungan sekolah (Dababneh dkk., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Al-Dababneh dkk. (2019) menemukan bahwa guru memiliki keyakinan yang cukup tinggi tentang kemampuan mereka dalam mengembangkan kreativitas. Namun, hal tersebut kemungkinan tidak selalu tercerminkan dalam praktik mengajar yang sebenarnya (Al-Dababneh dkk., 2019). Sebagaimana Cheung (2012) tentang keyakinan dan praktik guru dalam mengajarkan kreativitas, sebagian besar guru memiliki keyakinan atau pemahaman yang baik namun, hanya 20% dari 15 guru yang mengaplikasikan pemahaman mereka dalam praktik mengajar.

Kreativitas digambarkan sebagai kemampuan berpikir secara baru dan tidak biasa serta menemukan solusi unik atas sebuah masalah (Santrock, 2007). Kreativitas tidak bisa dikaitkan dengan kecerdasan, orang-orang dengan kecerdasan tinggi mampu menghasilkan berbagai produk, akan tetapi tidak semua produk yang dihasilkan adalah produk yang baru. Mereka yang memiliki pikiran kreatif tidak hanya melihat contoh atau jawaban yang sudah ada, melainkan membuat jawaban-jawaban baru yang lebih variatif. Oleh

(20)

2

karena itu, kreativitas selalu dihubungkan dengan pemikiran divergen, yakni pemikiran yang menghasilkan jawaban-jawaban baru yang lebih segar dan beragam atas sebuah permasalahan yang sama (Papalia & Feldman, 2014;

Santrock, 2007).

Dewasa ini, peran sekolah tidak hanya sekedar memberikan informasi atau pengetahuan, melainkan sekolah juga harus memastikan berlangsungnya perkembangan bakat dan potensi kreatif anak. Dababneh dkk. (2010) menyimpulkan sebuah hasil penelitian yang menunjukan bahwa lingkungan sekolah, dinamika sosial yang terjadi di kelas serta interaksi antara siswa dan guru memiliki dampak yang jelas terhadap pertumbuhan kemampuan kreatif siswa. Sebagaimana yang disampaikan Beghetto & Kaufman (2014), untuk memelihara kreativitas, lingkungan belajar merupakan salah satu faktor terpenting, sebagian besar menentukan apakah potensi kreatif akan didukung atau sebaliknya.

Guru adalah pemeran utama dalam menciptakan lingkungan kreatif di sekolah. Pandangan guru tentang kreativitas anak merupakan hal yang penting, dimana pandangan tersebut menentukan apakah guru akan memilih untuk mengembangkan lingkungan kelas yang menghargai pemikiran kreatif atau pemikiran kreatif kurang dihargai bahkan tidak dianjurkan (Eckhoff, 2011). Pemikiran kreatif akan dihargai apabila guru memiliki pemahaman yang luas tentang kreativitas, dengan ini guru akan mengetahui berbagai tingkatan kreativitas (Beghetto & Kaufman, 2014). Oleh karena itu, penting bagi guru untuk memiliki pemahaman yang baik tentang kreativitas.

(21)

3

Dalam mengukur persepsi guru tentang karakter siswa yang mereka inginkan, Kettler dkk., (2018) menemukan bahwa siswa dengan karakteristik kreatif kurang disukai guru. Guru menganggap siswa yang memiliki karakteristik kreatif sangat mengganggu dan kurang patuh terhadap aturan (Oral & Guncer, 1993; Scott, 1999; Westby & Dawson, 1995 dalam Ucus &

Acar, 2019). Guru lebih fokus pada kepatuhan, sopan santun dan pemikiran yang kurang menekankan kreativitas (Saracho, 2012). Padahal setiap siswa memiliki potensi kreatif dan mengekspresikan kreativitas mereka dalam bentuk yang berbeda-beda di setiap harinya (Beghetto & Kaufman, 2014).

Perbedaan dan kekeliruan persepsi bisa menyebabkan guru sulit membedakan atau mengenali hal-hal kreatif di kelas (Mullet dkk., 2016). Sulitnya guru mengenali hal-hal kreatif di kelas membuat guru terhambat meningkatkan potensi kreatif yang dimiliki siswa.

Pada tahun 1999, laporan dari National Advisory Committee on Creative and Cultural Education (NACCCE) di Inggris yang bertajuk All Our Futures: Creativity, Culture and Education membedakan antara mengajar secara kreatif dan mengajar untuk kreativitas. Dalam proses mengajar, mengajar secara kreatif dan mengajar untuk kreativitas tentu sama-sama dibutuhkan. Namun terkait pengajaran kreatif, guru lebih memandangnya sebagai mengajar secara kreatif (NFER, 1998 dalam NACCCE, 1999).

Karena guru lebih fokus pada mengajar secara kreatif, berbagai literatur ilmiah tentang pengajaran kreativitas mulai memberikan perhatian besar terhadap mengajar untuk kreativitas (Beghetto, 2017). Selain itu, tantangan

(22)

4

terbesar dalam mengajar untuk kreativitas dari masa ke masa adalah menemukan guru yang benar-benar memahami bagaimana cara mengajar untuk kreativitas (Schacter, Thum, & Zifkin, 2006; Torrance & Safter, 1986;

dalam Beghetto, 2017).

Mengajar secara kreatif terjadi ketika guru menggunakan pendekatan imajinatif sehingga proses belajar menjadi lebih menarik (NACCCE, 1999).

Pada dasarnya, mengajar secara kreatif atau kreativitas dalam mengajar adalah kemampuan yang dibutuhkan dalam praktik mengajar modern, di mana proses pembelajaran lebih berpusat pada siswa, menarik dan menyenangkan. Sedangkan mengajar untuk kreativitas terjadi ketika guru menstimulasi pemikiran dan perilaku kreatif siswa (NACCCE, 1999). Dalam praktiknya, mengajar untuk kreativitas harus memperhatikan prinsip mendorong, mengidentifikasi dan membina. Agar prinsip-prinsip tersebut dapat berjalan, guru tentu membutuhka keterlibatan aktif para siswa dalam proses belajar mengajar, hal inilah yang menjadi alasan mengapa mengajar secara kreatif dibutuhkan dalam proses mengajar untuk kreativitas.

Sebagaimana yang disampaikan Saebø dkk., (2007), mengajar secara kreatif belum tentu mengajar untuk kreativitas, namun mengajar untuk kreativitas membutuhkan pengajaran secara kreatif.

Di Kota Malang terdapat 1.219 satuan pendidikan atau sekolah yang terhitung dari Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga ke Sekolah Menengah (Dapodikdasmen, 2022). Banyaknya jumlah sekolah di Kota Malang membuat kota ini dikenal sebagai kota pendidikan. Selain itu,

(23)

5

Pemerintah Kota Malang juga fokus dalam mengembangkan sektor pendidikan, seperti yang disampaikan Wakil Wali Kota Malang, Sofyan Edi Jarwoko, bahwa Pemerintah Kota Malang sedang berupaya menjadikan Kota Malang sebagai kota pendidikan bertaraf internasional (Tugu Malang, 2020).

Oleh karena itu, pendidikan di Kota Malang menjadi hal yang menarik untuk ditelaah.

Berbagai program pelatihan untuk guru telah diselenggarakan, termasuk pelatihan kreativitas untuk guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kota Malang. Tidak hanya pemerintah, beberapa perguruan tinggi di Kota Malang juga menyelenggarakan program pelatihan untuk guru.

Pelatihan-pelatihan yang telah terlaksana diharapkan mampu meningkatkan kompetensi guru demi terciptanya pendidikan yang berkualitas.

Dari penjelasan di atas peneliti bermaksud melakukan penelitian yang berjudul “Profil Mengajar Guru Pendidikan Anak Usia Dini: Mengajar Secara Kreatif atau Mengajar Untuk Kreativitas”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah guru Pendidikan Anak Usia Dini cenderung mengajar secara kreatif

2. Apakah guru Pendidikan Anak Usia Dini lebih cenderung mengajar untuk kreativitas?

(24)

6 C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah guru Pendidikan Anak Usia Dini cenderung mengajar secara kreatif

2. Untuk mengetahui apakah guru Pendidikan Anak Usia Dini lebih cenderung mengajar untuk kreativitas?

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan memiliki manfaat bagi peneliti ataupun masyarakat luas. Manfaat penelitian dibagi menjadi dua, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis dengan rincian sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Sebagai kerangka berpikir dalam menentukan lingkungan kelas yang kreatif terkait mengajar secara kreatif dan pengajaran kreativitas oleh guru;

b. Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan lingkungan kreatif terkait mengajar secara kreatif dan pengajaran kreativitas oleh guru;

c. Sebagai bahan komparasi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan topik kajian yang sama.

2. Manfaat praktis

(25)

7

a. Bagi lembaga pendidikan dan guru dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengembangkan cara mengajar yang kreatif dan mengajarkan kreativitas;

b. Bagi peneliti dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan selama penelitian berlangsung;

c. Bagi pembaca diharapkan memperoleh masukan dan pengetahuan.

E. Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini adalah survei profil mengajar guru Pendidikan Anak Usia Dini khususnya TK/RA Kota Malang di Kecamatan Klojen, Kota Malang. Profil mengajar ini berkaitan dengan mengajar secara kreatif dan mengajar untuk kreativitas.

(26)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Peneliti Yang Relevan

Untuk menunjukan bahwa sebuah penelitian belum pernah dilakukan atau merupakan hasil dari pengembangan penelitian sebelumnya, maka perlu melihat perbedaan dan persamaan satu penelitian dengan penelitian lainnya.

Adapun kajian penelitian yang relevan diantaranya:

1. Penelitian yang berjudul ―Teaching for creativity: Examining the beliefs of early childhood teachers and their influence on teaching practices‖

yang dilakukan oleh Rebecca Hun Ping Cheung (2012). Penelitian dilakukan bertujuan untuk menguji hubungan antara pemahaman guru tentang praktik mengajar kreatif yang baik dan praktik instruksional mereka yang sebenarnya. Peneliti melibatkan lima belas guru Pendidikan Anak Usia Dini di Hongkong sebagai subjek penelitian.

Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Ditemukan bahwa sebagian besar guru memiliki pemahaman yang sama, di beberapa bagian terdapat kesesuaian antara pelaksanaan terhadap pemahaman guru, namun ada juga bagian yang prakteknya inkonsisten terhadap pemahaman.

2. Xianhan Huang, John Chi-Kin Lee dan Xiaoping Yang (2019) melakukan penelitian yang berjudul ―What really counts? Investigating the effects of creative role identity and self-efficacy on teachers’

attitudes towards the implementation of teaching for creativity‖.

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara identitas

(27)

9

peran kreatif guru dan efikasi diri kreatif terhadap sikap guru dalam pelaksanaan pengajaran kreativitas. Data diambil dari 167 guru Taman Kanak-kanak (TK) di Cina. Hasilnya menunjukan bahwa identitas peran kreatif guru tidak memiliki efek langsung terhadap sikap mereka dalam pengajaran untuk kreativitas, akan tetapi efikasi diri kreatif guru memediasi hubungan antara identitas peran kreatif dan sikap implementasi.

3. Penelitian yang dilakukan oleh M. Nur Mustafa, Hermandra, Zulhafizh dan Riyan Hidayat (2021) yang berjudul ―Indonesian secondary teachers’ creative teaching‖. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki validitas konvergen, konstruk dan diskriminan dari instrumen pengajaran kreatif sekaligus mengeksplorasi masalah pengajaran kreatif guru Ilmu pengetahuan Alam (IPA) dan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sekolah menengah di Indonesia. Dari tujuan penelitian tersebut kita bisa bisa mengetahui bahwa subjek dari penelitian ini adalah guru sekolah menengah di Indonesia yang mengajar mata pelajaran IPA (65 orang) dan IPS (85 orang). Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif ini menemukan hasil bahwa model skala guru kreatif yang digunakan dalam instrumen merupakan indikator yang baik untuk mengukur pembelajaran kreatif guru sekolah menengah di Indonesia.

Terkait pengajaran kreatif guru, tidak ada perbedaan yang signifikan antara guru mata pelajaran IPA dan IPS. Namun, perbedaan yang

(28)

10

signifikan hanya terdapat pada bagian konstruksi imajinasi, yang mana guru IPS memiliki lebih banyak imajinasi daripada guru IPA.

4. Kholoud Dababneha, Fathi M. Ihmeideha dan Aieman A. Al-Omari melakukan penelitian dengan judul ―Promoting kindergarten children’s creativity in the classroom environment in Jordan‖ (2009). Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki praktik guru dalam kelas, yang merangsang atau menghambat pengembangan lingkungan kreatif ruang kelas di Yordania, peneliti juga membandingkan hasil berdasarkan tingkat pendidikan, tingkat pengalaman, dan jenis pengajaran.

Partisipan dalam penelitian ini adalah 215 guru Taman Kanak-kanak di Yordania. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan dianalisis secara kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa praktik guru yang mendorong kreativitas anak mendapatkan nilai ―memuaskan‖

untuk domain lingkungan fisik dan materi pendidikan, perencanaan pembelajaran dan praktik pembelajaran kreatif. Penilaian ―baik‖ untuk domain pengetahuan dan kesadaran kreativitas, serta iklim kelas yang kreatif. Perbedaan yang signifikan terlihat berdasarkan jenis pengajaran (metode kooperatif) dan tingkat pendidikan (Postgraduate).

5. Penelitian yang berjudul ―Creativity in early childhood education:

Teachers’ perceptions in three Chinese societies‖ oleh Chu-ying Chiena dan Anna N.N. Hui (2009). Penelitian ini bertujuan untuk menguji kesamaan atau perbedaan di tiga masyarakat Cina (Cina, Shanghai dan Taiwan) dalam hal faktor pengaruh kinerja kreatif,

(29)

11

ekologi pengajaran dan pembelajaran pendidikan kreativitas, serta hambatan dan peningkatan pendidikan kreativitas yang dirasakan oleh pendidik anak usia dini. Subjek dari penelitian ini pendidik anak usia dini yang berjumlah 877 orang dengan rincian 233 guru dari Hong Kong, 262 guru dari Shanghai, dan 382 guru dari Taiwan. Penelitian yang menggunakan metode kuantitatif ini menemukan hasil bahwa:

Guru Shanghai dan Hong Kong merasa pengaruh ekologi pengajaran kreatif lebih menguntungkan; Guru Shanghai menunjukkan persepsi yang lebih baik tentang ekologi pembelajaran kreatif daripada guru Taiwan dan Hong Kong; guru Taiwan merasakan lebih banyak hambatan dalam pelaksanaan pendidikan kreativitas di lingkungan mereka; guru Taiwan lebih setuju bahwa ada peningkatan pendidikan kreativitas daripada guru Hong Kong dan Shanghai.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Putu Aditya Antara pada tahun 2017.

Studi kualitatif metode studi kasus ini berjudul ―Menelisik Fenomena Kelas Kreatif Pada Taman Kanakkanak di Bali‖. Penelitian dilakukan di lembaga Taman Kanak-kanak Negeri yang ada di Bali. Hasil penelitian menemukan bahwa pengelolaan dan penataan kelas Indoor belum dinamis, kondusif dan ideal untuk dapat meningkatkan kreativitas anak TK. Selain itu, pengorganisasian siswa serta penataan ruang kelas yang periodik masih kurang dalam praktiknya.

(30)

12 B. Kajian Teori

1. Hakikat mengajar

Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks dalam mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar (Fathurrohman & Sutikno, 2007; Hamdani, 2011). Secara garis besar, Sanjayan (2006) mengemukakan dua konsep mengajar, yaitu mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran dan mengajar sebagai proses mengatur lingkungan. Konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran berkaitan dengan penyampaian ilmu dari guru kepada siswa. Konsep ini lebih berpusat pada guru sebagai subjek yang menyampaikan materi dan siswa sebagai objek belajar. Sedangkan konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan adalah guru menemukan cara agar siswa dapat memahami materi, terlibat aktif dalam proses pembelajaran, dan pengetahuan yang diperoleh bermanfaat bagi siswa. Berbeda dari konsep mengajar yang sebelumnya, konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan lebih berpusat pada siswa.

Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa mengajar merupakan suatu proses penyampaian ilmu pengetahuan yang melibatkan guru dan siswa serta pengorganisasian lingkungan yang bertujuan mendorong terjadinya proses belajar.

(31)

13 a. Prinsip-prinsip mengajar

Prinsip-prinsip dalam mengajar bisa digunakan oleh pendidik guna meningkatkan cara mengajar yang lebih efektif. Banyak teori tentang prinsip-prinsip mengajar yang dikemukakan oleh para ahli, salah satunya prinsip mengajar yang dikemukakan oleh Widodo (2020). Adapun prinsip-prinsip tersebut diantaranya menguasai isi pengajaran; mengetahui dengan jelas sasaran pengajaran; utamakan susunan penyampaian materi yang sistematis; banyak gunakan contoh kehidupan; cakap menggunakan bentuk cerita; melibatkan murid dalam pelajaran; menguasai kejiwaan murid; menggunakan cara mengajar yang hidup serta menjadikan diri sendiri sebagai teladan.

b. Komponen-komponen belajar mengajar

Agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, terdapat komponen-komponen pembelajaran yang perlu disiapkan.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Fathurrohman & Sutikno (2007), komponen-komponen tersebut terdiri dari tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi.

1) Tujuan

Tujuan dalam konteks belajar mengajar merupakan suatu hal yang ingin dicapai dari terlaksananya sebuah pembelajaran.

Tujuan menjadi kiblat bagi guru dalam mengajar. Perilaku

(32)

14

dan pemahaman siswa setelah proses belajar diharapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2) Bahan pelajaran

Bahan ajar berisi materi-materi yang akan dipelajari sesuai dengan tujuan pembelajaran. Bahan pelajaran hendaknya sesuai dengan kebutuhan siswa sebab, hal tersebut akan mendorong minat belajar siswa (Fathurrohman & Sutikno, 2007).

3) Kegiatan belajar mengajar

Yang dimaksud dengan kegiatan belajar mengajar disini adalah interaksi antara siswa dan guru. Interaksi dikatakan maksimal apabila terjadi antara guru dan semua siswa, siswa dan guru, interaksi sesama siswa, siswa dengan bahan dan media pembelajaran hingga interaksi siswa dengan diri mereka sendiri.

4) Metode

Metode merupakan cara yang digunakan guru dalam mengajar demi mencapai tujuan pembelajaran. Pemilihan metode disesuaikan dengan berbagai gaktor seperti tujuan dan bahan pelajaran, tingkat perkembangan peserta didik, fasilitas dan kompetensi guru yang berbeda-beda (Fathurrohman & Sutikno, 2007).

(33)

15 5) Alat dan sumber pelajaran

Alat adalah segala sesuatu yang digunakan untuk membantu proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan menyenangkan. Umu Sedangkan sumber adalah segala hal yang digunakan sebagai tempat mendapatkan bahan pengajaran. Menurut Roestiyah N.K (1989) dalam Fathurrohman & Sutikno (2007) sumber belajar biasanya berupa manusia, buku, media massa, lingkungan, alat pelajaran dan museum.

6) Evaluasi

Dalam proses belajar mengajar, evaluasi digunakan untuk mengukur hasil belajar. Hasil evaluasi bisa digunakan guru untuk mengetahui kemampuan dan pemahaman setiap peserta didik serta sebagai bahan refleksi untuk memperbaiki cara belajar mengajar.

2. Kreativitas

a. Hakikat kreativitas

National Advisory Committee on Creative and Cultural Education (NACCCE) mendefinisikan kreativitas sebagai aktivitas imajinatif yang dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan ide yang orisinal dan bernilai. Menurut Solso dkk. (2008) kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan pandangan baru

(34)

16

mengenai sebuah permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis.

Kreativitas diartikan Santrock (2007) sebagai kemampuan untuk berpikir dengan cara-cara yang baru dan tidak biasa serta menghasilkan pemecahan masalah yang unik. Sedangkan menurut Colquitt dkk. (2011 dalam Ghifar dkk., 2019) kreativitas adalah penggunaan ide-ide baru dalam bekerja, memecahkan masalah dan melakukan tindakan-tindakan inovatif.

Dari paparan menurut para ahli di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kreativitas merupakan aktivitas kognitif dalam menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan cara yang lebih inovatif sehingga menghasilkan ide-ide unik dan orisinal.

b. Divergent thinking

Divergent thinking didefinisikan sebagai pemikiran yang menghasilkan banyak variasi jawaban atas sebuah pertanyaan yang sama, yang merupakan sebuah ciri dari kreativitas (Santrock, 2007;

Solso dkk., 2008). Weiss dkk. (2020) menjelaskan bahwa berpikir divergen merupakan unsur penting dari kreativitas yang menggambarkan aspek kelancaran dan orisinalitas.

Dari definisi para ahli di atas, dapat kita simpulkan bahwa Divergent thinking merupakan kemampuan berpikir yang menghasilkan banyak jawaban berbeda atas sebuah pertanyaan yang sama dan berperan sebagai ciri atau unsur penting dalam kreativitas.

(35)

17

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa berpikir divergen dan kreativitas adalah dua hal yang saling berhubungan. Oleh karena itu, divergent thinking menjadi salah satu indikator dalam mengukur potensi kreatif seseorang (Runco & Acar, 2012). Hal ini juga diperjelas dalam Munandar (2004) yang menguraikan aspek-aspek berpikir divergen sebagai indikator kemampuan berpikir kreatif.

Pada penjelasan sebelumnya sebelumnya, divergent thinking menggambarkan aspek kelancaran (fluency) dan orisinalitas (originality). Namun beberapa sumber (Munandar, 2004; Prieto dkk., 2006) ada dua aspek lain dalam kemampuan berpikir divergen yakni fleksibilitas (flexibility) dan elaborasi (elaboration). Dari penjelasan tersebut, maka terdapat empat aspek kemampuan berpikir divergen yakni kelancaran (fluency), orisinalitas (originality), fleksibilitas (flexibility) dan elaborasi (elaboration).

Wright (2010) menjelaskan bahwa fleksibilitas (flexibility) adalah kecenderungan menggunakan berbagai sudut pandang dalam menyelesaikan sebuah masalah. Individu dengan tingkat fleksibilitas atau keluwesan yang tinggi biasanya memikirkan berbagai ide dalam menyelesaikan masalah. Contohnya ketika seorang guru hendak membuat media pembelajaran, guru yang memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi akan memikirkan berbagai media yang cocok untuk digunakan dan tidak berpatokan pada satu media, apalagi media yang sudah pernah digunakan sebelumnya. Dari

(36)

18

penjelasan tersebut dapat kita simpulkan bahwa fleksibilitas berkaitan dengan kemampuan dalam menggunakan berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan banyak ide dalam menyelesaikan suatu masalah.

Produk kreatif selalu dikaitkan dengan produk yang baru atau yang belum pernah ada sebelumnya. Hal ini dikarenakan hasil dari kreativitas harus bersifat orisinal atau baru. Pada aspek fleksibilitas kita berbicara tentang penemuan ide yang beragam. Maka ide-ide tersebut hendaknya bersifat orisinal. Dalam konteks pembelajaran, hal ini bisa kita hubungkan dalam penggunaan media hingga metode pembelajaran. Guru sebaiknya tidak menggunakan media atau metode mengajar yang cenderung sama di setiap pembelajaran.

Terbentuknya Kelancaran atau fluency disebabkan oleh banyaknya ide yang dimiliki seseorang sehingga ia fokus menggunakan ide-ide tersebut dalam menyelesaikan masalah (Wright, 2010). Contohnya seorang siswa yang sedang mewarnai, ia akan lancar dan fokus dalam menyelesaikan tugasnya tanpa perlu melihat teman-temannya karena siswa tersebut sudah memiliki idenya sendiri dalam mewarnai. Contoh lainnya seperti seorang guru yang mengajar di kelas, ia akan lebih lancar dan tidak terbata-bata dalam menyampaikan pelajaran karena sebelumnya ia sudah menyiapkan bagaimana cara menyampaikan materi di kelas.

Sederhananya, kelancaran terjadi ketika seseorang sudah memiliki

(37)

19

ide dan mampu mengeksekusi atau menggunakan ide-idenya dengan baik.

Munandar (2004) menjelaskan bahwa ciri-ciri elaborasi adalah mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, serta kemampuan dalam menambah atau memperinci detail-detail dari suatu objek sehingga menjadi lebih menarik.

Contohnya seperti seorang guru yang ingin menggunakan metode bermain peran dalam proses pembelajaran, maka guru tersebut akan membuat atau menyediakan berbagai properti sehingga proses bermain akan lebih menyenangkan. Salah satu bentuk lain dari elaborasi adalah ketika guru memodifikasi kembali media atau metode pembelajaran sehingga lebih menarik ketika digunakan.

c. Proses Kreatif

Wallas dalam menjelaskan bahwa terdapat empat tahap dalam proses kreatif Solso dkk. (2008) . Tahapan proses kreatif tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Persiapan

Pada tahap ini seseorang mengumpulkan pengetahuan atau hal-hal yang berkaitan dengan topik permasalahan yang ingin diselesaikan. Contohnya ketika guru ingin membuat suatu media untuk subtema tertentu, guru memikirkan berbagai alternatif media pembelajaran yang akan dibuat.

(38)

20 2) Inkubasi

Inkubasi adalah waktu di mana kita sama sekali tidak memikirkan permasalahan yang akan diselesaikan. Pikiran kita sementara teralihkan karena melakukan aktivitas lain.

3) Iluminasi

Ketika sedang dalam proses inkubasi, kita tiba-tiba menemukan solusi dari masalah. Penemuan ide ini yang disebut dengan tahap iluminasi. Pada tahap ini kita akan merasakan kegembiraan karena menemukan sebuah solusi.

4) Verifikasi

Tahap verifikasi adalah pengujian kembali ide-ide yang telah ditemukan. Verifikasi dilakukan untuk melihat apakah ide-ide tersebut layak digunakan atau malah sebaliknya.

3. Mengajar secara kreatif

a. Pengertian mengajar secara kreatif

Mengajar secara kreatif diartikan sebagai penggunaan pendekatan imajinatif dalam proses mengajar agar pembelajaran menjadi menarik dan efektif (Cremin, 2015; NACCCE, 1999).

NACCCE juga menjelaskan bahwa dalam mengajar secara kreatif, guru harus kreatif dalam mengembangkan materi dan menggunakan pendekatan pembelajaran yang membangkitkan minat siswa.

Sedangkan mengajar secara kreatif menurut Beghetto (2017) sebagai pengajaran yang mengacu pada pendekatan mengajar yang

(39)

21

lebih kreatif. Menyimpulkan gagasan Amir (2011) tentang hal-hal yang berhubungan dengan mengajar secara kreatif yakni guru secara kreatif menyiapkan pembelajaran mulai dari materi, bahan ajar hingga evaluasi.

Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa mengajar secara kreatif merupakan kreativitas guru dalam menyiapkan dan menyampaikan materi pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan minat belajar siswa sehingga proses belajar dapat berjalan secara efektif.

b. Indikator mengajar secara kreatif

Dari paparan di atas, penulis menyimpulkan beberapa indikator dari mengajar secara kreatif, diantaranya kreativitas guru, minat belajar siswa dan efektivitas pembelajaran. Setiap indikator akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Kreativitas guru

Kreativitas merupakan sebuah aktivitas kognitif dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara yang inovatif dan menghasilkan ide-ide baru yang orisinil. Untuk mengukur kreativitas guru, kita dapat menggunakan aspek-aspek dari kemampuan berpikir divergen yang terdiri dari kelancaran (fluency), orisinalitas (originality), fleksibilitas (flexibility) dan elaborasi (elaboration), yang mana telah dijelaskan pada bagian teori berpikir divergen.

(40)

22 2) Minat belajar siswa

Minat diartikan sebagai variabel motivasi yang mengacu pada keadaan psikologis dengan kecenderungan untuk terlibat kembali dengan kelas objek, peristiwa, atau ide tertentu dari waktu ke waktu (Hidi & Renninger, 2006; dalam Dan & Todd, 2014). Sedangkan minat belajar didefinisikan sebagai keinginan dan keterlibatan yang disengaja dalam aktivitas kognitif yang memainkan bagian penting dalam proses pembelajaran, menentukan bagian apa yang kita pilih untuk belajar, dan seberapa baik kita mempelajari informasi yang diberikan (Klassen &Klassen, 2014; dalam Ricardo & Meilani, 2017).

Schiefele (1991) juga menjelaskan bahwa aktualisasi dari minat dalam belajar sebagai orientasi motivasi intrinsik spesifik seseorang pada sebuah konten, dengan kata lain seseorang dalam keadaan tertarik pada topik tertentu yang sangat ingin dipelajari untuk kepentingannya (kesenangan) sendiri.

Untuk mengetahui minat belajar siswa, kita perlu memahami indikator dari minat belajar itu sendiri. Menurut Renninger, Hidi, & Krapp (2014; dalam Ricardo & Meilani, 2017) ada beberapa hal yang menggambarkan minat belajar siswa diantaranya adalah adanya perhatian dan konsentrasi yang lebih besar, perasaan senang untuk belajar, dan adanya peningkatan kemauan untuk belajar. Maka bisa kita simpulkan

(41)

23

bahwa seorang siswa yang memiliki minat belajar adalah mereka yang memberikan perhatian besar di saat belajar;

memiliki perasaan senang sehingga menikmati proses belajar;

dan disertai peningkatan motivasi untuk belajar.

3) Efektivitas pembelajaran

Pembelajaran yang efektif sering dikaitkan dengan hasil belajar siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Sebagaimana efektif pada dasarnya menunjukan kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diharapkan (Syamsuddin, 1999; dalam Fadlillah dkk., 2014). Namun, Setyosari (2014) menjelaskan bahwa pembelajaran yang efektif tidak hanya tentang tercapainya tujuan khusus dari pembelajaran, melainkan terkait dengan aspek-aspek pembelajaran dan seberapa besar usaha guru dalam menjalankan proses belajar yang mengarah pada tujuan yang diinginkan.

Slavin (1995) mengemukakan model pembelajaran efektif yang terdiri dari elemen-elemen pembelajaran yang mampu diatur oleh guru maupun sekolah. Di mana model ini disimpulkan Slavin dari Carrol (1963; 1989). Model-model tersebut terdiri dari kualitas pengajaran (Quality of Instruction), tingkat pengajaran yang tepat (Appropriate Levels of Instruction), insentif (Incentive), dan waktu (Time).

(42)

24

Empat model sebagaimana yang dijelaskan di atas oleh Slavin disebut dengan QAIT (Quality, Appropriateness, Incentive, Time). Empat model tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

a) Kualitas pengajaran berkaitan dengan sejauh mana siswa dapat memahami informasi yang disampaikan. Sederhanya, bila siswa mudah memahami apa yang disampaikan, maka bisa kita simpulkan bahwa guru telah melakukan proses pengajaran dengan kualitas yang baik.

b) Appropriateness atau tingkat pengajaran yang tepat memastikan bahwa pelajaran harus sesuai dengan kebutuhan siswa yang berdasarkan karakteristik perkembangan mereka. Di dalam konteks Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia, guru biasanya berpacu pada Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA).

c) Insentif atau stimulus penting untuk diberikan agar siswa termotivasi mengerjakan tugas dan termotivasi untuk belajar kembali apa yang diberikan. Stimulus ini dapat diberikan dalam bentuk pujian atau reward.

d) Time (waktu) yang diberikan kepada siswa cukup tidak kurang dan tidak juga lebih. Waktu belajar yang cukup untuk Anak Usia Dini (AUD) usia 4-6 tahun dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan

(43)

25

Teknologi Republik Indonesia Nomor 56/M/2022 paling sedikit 900 menit per minggu atau 180 menit per hari.

4. Mengajar untuk kreativitas a. Pengertian

Mengajar untuk kreativitas atau teaching for creativity pertama kali dikenalkan oleh National Advisory Committee on Creative and Cultural Education (NACCCE) pada tahun 1999.

NACCCE (1999) mendefinisikan mengajar untuk kreativitas sebagai bentuk pengajaran yang bertujuan mengembangkan pemikiran atau perilaku kreatif siswa. Menurut Beghetto (2017), Pengajaran untuk kreativitas (mengajarkan kreativitas) merupakan upaya yang ditujukan untuk meningkatkan kreativitas siswa. Sedangkan menurut Jeffrey dan Craft (2004) dalam Grohman & Szmidt (2013) mengajarkan kreativitas berfokus pada sikap mengajar guru terhadap kreativitas siswa dan bagaimana mengembangkan keterampilan dan perilaku berpikir kreatif mereka.

Dari paparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa mengajar untuk kreativitas sebagai bentuk pengajaran yang menekankan pada sikap mengajar guru tentang kreativitas dan upaya guru dalam meningkatkan potensi kreatif siswa.

(44)

26 b. Prinsip mengajar untuk kreativitas

Dalam mengajarkan kreativitas, NACCCE (1999) mengemukakan tiga prinsip yang harus diperhatikan guru. Tiga prinsip tersebut ialah mendorong (encouraging), mengidentifikasi (identifying) dan membina (fostering).

1) Mendorong (encouranging)

Individu dengan kreativitas tinggi biasanya memiliki keyakinan diri yang kuat tentang kemampuan mereka dalam suatu bidang. Memiliki citra positif sebagai orang yang kreatif dapat menjadi dasar untuk mengembangkan kinerja kreatif (NACCCE, 1999). Tidak semua anak memiliki keyakinan diri yang tinggi dan keberanian dalam mengambil langkah awal untuk mengembangkan kreativitas mereka, oleh karena itu tugas pertama pendidik adalah mendorong siswa untuk percaya pada potensi kreatif mereka. Dorongan yang diberikan akan merangsang kepercayaan diri, motivasi diri, berani mengambil risiko hingga pantang menyerah.

Menyimpulkan tulisan Sternberg (2010), ada beberapa hal yang bisa dilakukan dalam mengajarkan kreativitas. Hal-hal tersebut diantaranya:

a) Mendorong siswa untuk mengidentifikasi dan menemukan menyelesaikan masalah. Hal ini bisa dilakukan guru dengan membuat berbagai aktivitas proyek seperti membuat sesuatu

(45)

27

dari barang bekas, menyusun puzzle, melakukan brainstorming serta aktivitas-aktivitas lain yang mendorong siswa untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah b) Membantu siswa membangun efikasi diri. Membangun

efikasi guru dapat dilakukan dengan tetap mengapresiasi setiap usaha siswa meskipun belum sempurna. Sebagaimana menurut Smith (1996) memberikan pujian sederhana kepada siswa dan mengajak siswa lain untuk saling memberikan pujian merupakan salah satu sikap yang dapat membangun kepercayaan diri siswa.

c) Membantu siswa untuk menemukan hal-hal yang mereka sukai. Guru dapat menciptakan beragam aktivitas yang berbeda agar siswa mendapatkan pengalaman tentang berbagai hal serta mendiskusikan terlebih dahulu bersama siswa tentang aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan di pertemuan selanjutnya. Selain itu, untuk membantu siswa menemukan minat mereka, guru sebaiknya tidak memberikan tekanan dengan menuntut siswa harus menyelesaikan aktivitas yang diberikan pada waktu tertentu, biarlah siswa bereksplorasi dengan cara mereka (Smith, 1996).

(46)

28 2) Mengidentifikasi (identifying)

Setiap anak memiliki kapasitas kreatif yang berbeda- beda. Pencapaian kreatif seringkali didorong oleh kecintaan seseorang terhadap suatu bidang tertentu (NACCCE, 1999).

Oleh karena itu, mengetahui minat anak dapat membantu untuk memahami potensi kreatif yang mereka miliki. Selain memahami minat anak, pemahaman yang baik tentang kreativitas membuat guru dapat mengenali potensi kreatif yang ada di kelas mereka (Beghetto & Kaufman, 2014).

3) Membina (fostering)

Kreativitas membutuhkan pengetahuan yang kaya tentang suatu hal. Anak yang memiliki banyak pengetahuan tentang suatu bidang, akan lebih berpotensi memiliki kreativitas pada bidang tersebut. Selain pengetahuan, dorongan dari lingkungan yang mendukung kreativitas juga berperan penting dalam meningkatkan potensi kreatif yang dimiliki anak. Oleh karena itu, memperkaya pengetahuan siswa dan menciptakan lingkungan yang kreatif dapat menumbuhkan kreativitas mereka (NACCCE, 1999).

Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menambah pengetahuan anak adalah menghadirkan hal-hal baru dan lebih

(47)

29

mengenalkan siswa tentang lingkungan sekitar mereka (Smith, 1996). Dengan mengenalkan hal-hal yang belum diketahui anak, akan mendorong rasa ingin tahu mereka akan hal tersebut.

Menurut Mishra (2018), lingkungan belajar yang kreatif tidak hanya ditandai dengan mendorong anak untuk berani, melainkan menghargai setiap ide-ide kecil yang diekspresikan anak dan memaklumi kekurangan anak selama proses pembelajaran. (Fan & Cai, 2022). Sehubungan dengan lingkungan fisik, Davies dkk., (2013) melaporkan bahwa penggunaan ruang, bahan, dan waktu yang fleksibel di dalam dan di luar dapat meningkatkan kreativitas siswa. Yang dimaksudkan dengan menggunaan lingkungan fisik dan waktu yang fleksibel adalah memberikan anak waktu unutk menikmati proses belajar di sekolah dengan melakukan melakukan kegiatan di belajar di luar kelas dan menyediakan area indoor dan outdoor yang terbuka dan luas yang dapat digunakan secara bebas dan imajinatif oleh siswa untuk bergerak dan memanfaatkan dalam mendukung pembelajaran dan kreativitas mereka.

(48)

30 C. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1: Kerangka berpikir Guru menganggap kreativitas

dalam mengajar hanya sebatas mengajar secara kreatif

Kurangnya praktik mengajar yang menekankan pada kreativitas siswa

Hasil konferensi NACCCE (1999)

membedakan konsep kreativitas dalam mengajar menjadi dua

Mengajar secara kreatif Mengajar untuk kreativitas

Kereativitas guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran

yang dapat meningkatkan minat belajar siswa dan pembelajan

yang lebih efektif

Praktik mengajar yang menekankan pada sikapguru dalam

mengembangkan potensi kreatif yang dimiliki siswa

Kecenderungan guru dalam mempraktikkan konsep kreativitas dalam mengajar, mengajar secara kreatif atau mengajar untuk kreativitas.

1. Kreativitas guru 2. Minat belajar siswa 3. Efektivitas pembelajaran

1. Prinsip mendorong 2. Prinsip mengidentifikasi 3. Prisip membina

(49)

31 D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan sementara peneliti terhadap rumusan masalah yang diangkat dalam sebuah penelitian kuantitatif. Terdapat dua jenis hipotesis penelitian yang saling berlawanan yakni hipotesis kerja (H1) dan hipotesis nol (H0). Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, berikut hipotesis dalam penelitian ini:

Ha = Guru cenderung mengajar secara kreatif daripada mengajar untuk kreativitas

H0 = Guru lebih cenderung mengajar untuk kreativitas daripada mengajar secara kreatif

(50)

32 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian survei. Pendekatan kuantitatif dipilih karena peneliti ingin menemukan hasil dari penelitian dengan menggunakan prosedur-prosedur secara statistik atau cara lainnya dari suatu pengukuran (Jaya, 2020). Selain itu untuk mendapatkan data penelitian, peneliti akan menggunakan kuesioner penelitian, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh kemudian dicatat, diolah dan dianalisis. Teknik dengan menyebarkan kuesioner tersebut sebagaimana menurut Prasetyo & Jannah (2005) merupakan jenis penelitian survei.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lingkup Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) khususnya pada TK/RA sederajat di Kecamatan Klojen, Kota Malang. Berdasarkan data terbaru, tercatat sebanyak 353 TK/RA di Kota Malang dan di antaranya terdapat 62 TK/RA yang berada di Kecamatan Klojen, baik swasta maupun negeri.

Karena banyaknya lembaga Pendidikan Anak Usia Dini khususnya Taman Kanak-kanak (TK) di Kecamatan Klojen, peneliti melakukan penelitian di Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI) Kota Malang untuk mempermudah jalannya proses penelitian. Sedangkan untuk lembaga Bustanul Atfal (BA) atau Raudhatul Atfal (RA) peneliti langsung mendatangi setiap lembaga untuk melakukan penelitian. Hal ini dikarenakan

(51)

33

hanya terdapat empat lembaga BA/RA di Kecamatan Klojen dan tiga di antaranya menjadi tempat berlangsungnya penelitian. Adapun lembaga tersebut adalah BA Restu 2, BA Brawijaya Yasri, dan RA Al-Ashfiya.

Penelitian berlangsung lebih dari satu bulan, sejak tanggal 10 Oktober hingga 12 November. Penyebaran angket di lingkup IGTKI Kota Malang berlangsung sejak tanggal 10 Oktober 2022 hingga 08 November 2022. Pada tanggal 24 Oktober–25 Oktober, peneliti melakukan penelitian di BA Brawijaya Yasri dan kemudian di RA Al Asfiya pada tanggal 10 November.

Pada tanggal 08 November peneliti mengantarkan surat penelitian di BA Restu 2, akan tetapi ketika melakukan input data dari IGTKI, peneliti menemukan bahwa sebagian besar guru BA Restu telah mengisi angket penelitian. Peneliti kemudian mengkonfirmasi kembali ke bagian Humas BA Restu 2 untuk mengkonfirmasi kembali nama-nama guru yang telah mengisi angket penelitian.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Nazir (2005) mendefinisikan populasi sebagai kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah guru TK/RA sederajat di Kecamatan Klojen, Kota Malang yang berdasarkan Dapodikdasmen (2022) sejumlah 264 orang. Agar memudahkan peneliti dalam proses pengambilan data, dengan jumlah populasi yang sangat besar, peneliti hanya akan mengambil sampel atau bagian dari populasi yang akan diteliti.

(52)

34

Besaran sampel minimal ditentukan dengan perhitungan sederhana menggunakan rumus slovin. Perhitungan dilakukan dengan besaran populasi 264 dan nilai kritis sebesar 10%. Adapun hasil yang diperoleh sebesar 73 orang, batas minimum sampel yang akan digunakan.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Purposive sampling. Dalam teknik ini, peneliti dapat menggunakan beberapa pertimbangan tertentu dalam menentukan sampel penelitian, yang dapat memudahkan peneliti dalam mendapatkan responden. Pertimbangan yang pertama adalah melakukan penelitian di lingkup IGTKI Kota Malang dikarenakan anggota dalam organisasi tersebut merepresentasikan sampel dalam penelitian ini. Pertimbangan yang kedua adalah peneliti melakukan penelitian di BA Restu 2, BA Brawijaya Yasri, dan RA Al-Asfiya untuk melengkapi sampel pada lembaga BA/RA.

D. Variabel Penelitian

Variabel biasa diartikan sebagai faktor tidak tetap, berubah-ubah atau bervariasi. Oleh karena itu Bungin (2006) mendefinisikan variabel sebagai fenomena yang bervariasi dalam bentuk, kualitas, kuantitas, mutu standar dan sebagainya. Penelitian ini fokus dalam membandingkan dua variabel bebas.

Variabel tersebut ialah profil mengajar kreatif guru TK/RA yang terkait dengan mengajar secara kreatif dan mengajar untuk kreativitas.

(53)

35 E. Definisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan untuk penegasan kembali konteks dari sebuah penelitian. Berikut definisi operasional yang perlu dijelaskan:

1. Mengajar secara kreatif (Creative teaching)

Mengajar secara kreatif merupakan upaya kreatif guru dalam menyiapkan dan menyampaikan pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan minat belajar siswa dan proses belajar dapat berjalan secara efektif. Adapun indikator yang digunakan peneliti dalam mengukur creative teaching adalah kreativitas guru, minat belajar siswa dan efektivitas pembelajaran.

Dalam mengukur kreativitas guru, peneliti menggunakan empat aspek dari kemampuan divergent thinking yakni kelancaran (fluency), orisinalitas (originality), fleksibilitas (flexibility) dan elaborasi (elaboration). Minat belajar siswa berkenaan dengan perhatian atau konsentrasi yang besar, perasaan senang ketika belajar, serta adanya peningkatan kemauan untuk belajar. Adapun pembelajaran yang efektif digambarkan dengan kualitas pengajaran yang baik (sejauh mana siswa dapat memahami materi yang disampaikan), materi sesuai dengan kebutuhan siswa, pemberian insentif yang dapat memotivasi siswa, serta waktu yang digunakan cukup untuk siswa.

(54)

36

2. Mengajar untuk kreativitas (Teaching for creativity)

Mengajar untuk kreativitas atau teaching for creativity didefinisikan sebagai bentuk pengajaran yang menekankan pada sikap mengajar guru sebagai upaya dalam menstimulasi kreativitas siswa.

Dalam praktik mengajarnya, ada prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan. Terdapat tiga prinsip dalam Teaching for creativity yakni pertama prinsip mendorong (encouraging), kedua prinsip mengidentifikasi (identifying) dan yang ketiga prinsip membina (fostering).

Prinsip encouraging dapat berupa dorongan kepada siswa untuk mengidentifikasi dan menemukan menyelesaikan masalah, mendorong siswa agar berani mengambil risiko, membantu siswa membangun efikasi diri, serta membantu siswa untuk menemukan hal- hal yang mereka sukai. Prinsip identifikasi berkaitan dengan guru mampu mengenal minat dan kreativitas siswa. Sedangkan prinsip membina berkenaan dengan menambah pengetahuan dan menciptakan lingkungan yang mendukung kreativitas

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diartikan sebagai cara yang digunakan peneliti untuk menghimpun data dari lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan kuesioner atau angket. Kuesioner dirasa tepat sebagai teknik pengambilan data karena umum digunakan dalam penelitian survei.

(55)

37

Selain itu, penggunaan kuesioner dapat memudahkan peneliti untuk mengumpulkan data dari jumlah responden yang cukup banyak.

Mengutip Bungin (2006), instrumen merupakan alat yang digunakan untuk menghimpun data sebanyak dan sevalid mungkin. Adapun instrumen yang digunakan disusun berdasarkan kajian teori yang ada pada BAB II.

Seperti instrumen berbentuk kuesioner pada umumnya, pada kuesioner ini juga terdapat dua jenis pernyataan yaitu favorabel dan unfavorabel dalam Instrumen tersebut berisi empat puluh butir pernyataan dengan menggunakan skala likert. Kisi-kisi instrumen dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kisi-kisi instrumen

Variabel Indikator Favorable Unfavorable

Mengajar secara kreatif

1 Kreativitas guru 2, 3, 9 7

2 Minat belajar siswa 5, 6, 10 - 3 Efektivitas

pembelajaran 1, 4, 11, 8

Mengajar untuk kreativitas

1 Prinsip mendorong 13, 15, 17,

21, 23 19, 22 2 Prinsip

mengidentifikasi 14, 18 20

3 Prinsip Membina 12, 16, 24 -

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Validitas instrumen

Validitas instrumen merujuk kepada sejauh mana sebuah instrumen mampu mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabarata, 2005). Sederhananya, suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur dengan tepat hal yang ingin diukur oleh

Referensi

Dokumen terkait

Metode analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif, Uji Validitas dan Reabilitas, Uji asumsi klasik, analisis regresi berganda ( doubleregression analysis ),

[r]

Dengan menggunakan kartu cerdas tanpa kontak (Contactless Smart Card), diharapkan dapat menjadi alternatif bagi sistem parkir yang masih online dan menggunakan struk parkir

[r]

Dengan judul bayi monster, bisa terapkan dalam foto ruangan dengan bayi yang di ‘make-up’ ala monster dipangku sang ayah, sang ibu yang berdiri dengan sang kakak menun-

Data-data yang diperlukan dalam analisis ini diperoleh dari berbagai laporan tahunan yang disajikan oleh Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA) seluruhan data yang

Demikian undangan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif partisipasif antara peneliti dengan guru kelas III SD Negeri Tlogo, yang dijadikan subjek