• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan model pembelajaran teaching factory untuk meningkatkan kompetensi profesional guru kejuruan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Penerapan model pembelajaran teaching factory untuk meningkatkan kompetensi profesional guru kejuruan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan model pembelajaran teaching factory untuk meningkatkan kompetensi profesional guru kejuruan

Panjang Triyono a,1,*, Suyadi b,2

a SMK Muhammadiyah Bangunjiwo, Daerah Istimewa Yogyakarta, 55184, Indonesia

b Universitas Ahmad Dahlan,Yogyakarta, Indonesia

1 panjangtri1973@gmail.com *; 2 suyadi@fai.uad.ac.id

* corresponding author

1. Pendahuluan

Dalam mengembangkan pembelajaran di SMK Muhammadiyah Bangunjiwo perlu mendekatkan dengan kebutuhan dunia usaha/dunia industri. Karena sekolah kejuruan menyiapkan lulusannya siap memasuki dunia kerja dengan bekal kempetensi yang memadai. Pada kompetensi keahlian Teknik dan Bisnis Sepeda Motor harus dikembangkan pembelajaran yang mengacu pada kebutuhan pekerjaan di bidang perawatan dan perbaikan sepeda motor dimana teknologi sepeda motor saat ini berkembang begitu pesat. Maka peran kerjasama antara sekolah dan dunia usaha/dunia industri disamping untuk menciptakan kerjasama yang saling membutuhkan untuk menyalurkan dan menggunakan lulusan, diperlukan juga kerja sama untuk peningkatkan transfer teknologi agar sekolah dapat mengimbangi kecepatan perubahan teknologi dan penyiapan kurikulum yang selaras dengan kebutuhan dunia usaha/dunia industri. SMK Muhammadiyah Bangunjiwo pada saat ini dipercaya oleh Direktorat Pembinaan SMK untuk mengelola dan melaksanakan progam bantuan pengembangan Teaching

A R T I C L E I N F O A B S T R A K

Kata Kunci Teaching Factory Kompetensi Profesional Enam langkah kegiatan

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi profesional guru kejuruan dalam melaksanakan pembelajaran kejuruan untuk mencapai siswa yang kompeten sesuai standar industri. Dengan menggunakan jenis Penelitian Tindakan Sekolah (PTS), empat guru kejuruan Teknik dan Bisnis Sepeda Motor menerapkan Model Pembelajaran Teaching Factory. Pengamatan pembelajaran dilaksanakan pada tahapan pra siklus, siklus 1 dan siklus 2 dengan protokol pencegahan Covid-19. Pada pra siklus digunakan untuk mengetahui kondisi awal guru Selain itu peneliti mengamati perangkat pembelajaran guru. Dari data data pengamatan tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menujukkan Model Pembelajaran Teaching Factory dapat meningkatkan kompetensi profesional guru kejuruan, dengan diperolehnya data kenaikan prosentase keberhasilan kegiatan untuk mengukur kompetensi profesional guru yaitu pada aspek Menguasai Materi Pembelajaran Teknik dan Bisnis Sepeda Motor, Menguasai Tahapan Pembelajaran TEFA dan Mengguasai Penggunaan Media Pembelajaran. Peningkatan kompetensi profesional ini dilihat dengan membandingkan pencapaian prosentase pada pra-siklus, siklus 1, dan siklus 2. Penelitian juga menunjukan bahwa dengan Penelitian Tindakan Sekolah dapat menaikan prosentase keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru. Hal ini dapat dilihat pada siklus 2 semua guru yang diteliti telah mencapai indikator keberhasilan pembelajaran yaitu untuk guru A, B, C, dan D masing masing sebesar 86%, 79%, 79% dan 78%.

This is an open access article under the CC–BY-SA license.

(2)

Factory(TEFA) dengan mengambil Kompetensi Keahlian Teknik dan Bisnis Sepeda Motor. Dengan adanya program ini sangat diperlukan mengingat kondisi pembelajaran kejuruan Kompetensi Keahlian Teknik dan Bisnis Sepeda Motor yang masih banyak memerlukan peningkatan kualitas pembelajarannya. Peserta didik perlu diarahkan untuk mencapai kompetensi sesuai dengan standar kompetensi pada kurikulum dimana kurikulumnya harus diselaraskan dengan kebutuhan dunia usaha/dunia industri. Budaya industri yang tercipta oleh adanya karakter kerja diindustri juga menjadi aspek yang harus ada dalam pembelajaran TEFA. Beberapa karakter kerja diindustri yang perlu dibiasakan melalui proses pembelajaran TEFA antara lain jujur, disiplin, tangggung jawab, dan kerjasama. Karakter tersebut juga yang masih dirasakan di sekolah, perlu adanya peningkatan pada diri peserta didik. Dari kondisi tersebut peran guru sangat penting dalam membentuk karakter peserta didik dan menciptakan pembelajaran yang menghasilkan peserta didik dengan kompetensi sesuai kebutuhan dunia usaha/dunia industri. Oleh karena itu peneliti bermaksud akan meneliti penerapan pembelajaran Teaching Factory pada Kompetensi Keahlian Teknik dan Bisnis Sepeda Motor dan pengaruhnya terhadap peningkatan kompetensi guru

Menurut Prosser A. Charles dan Quigley Thos (Gregson & Bettis, 1991) dimana keduanya merupakan bapak Pendidikan Kejuruan telah merumuskan 16 prinsip dasar pendidikan kejuruan, yang salah satunya adalah “ Pendidikan kejuruan akan efisien apabila disediakan lingkungan belajar yang sesuai dengan masalah yang sama atau merupakan replika/tiruan terhadap lingkungan dimana mereka nantinya bekerja” Untuk mewujudkan hal tersebut dalam pembelajaran diperlukan model pembelajaran. Model Pembelajaran adalah pola sistematis yang digunakan menjadi acuan mencapai tujuan pembelajaran di dalamnya terdapat teknik,strategi, metode, bahan, media, dan alat penilaian pembelajaran. Pembelajaran Teaching Factory merupakan konsep pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang menggunakan prosedur dan standar yang berlaku di industri, dan dikondisikan dalam suasana seperti yang terjadi di industri. Pembelajaran ini mengintegrasikan proses pembelajaran untuk menghasilkan produk jasa yang layak jual untuk menghasilkan nilai tambah untuk sekolah sehingga proses teaching factory dapat menanamkan jiwa kewirausahaan bagi peserta didik.

Melalui proses teaching factory menghasilkan produk barang dan jasa yang memiliki nilai tambah dengan kualitas yang bisa diserap dan diterima masyarakat.

Komponen komponen utama untuk penerapan Teaching Factory adalah; (1) Peserta didik, peserta didik adalah salah satu unsur yang akan dibangun karakter maupun keterampilan nya melalui komunikasi dengan pelanggan dan sesama tim kerja, dan melalui penyelesaian pekerjaan perawatan dan perbaikan sepeda motor. Maka dengan menerapkan pembelajaran TEFA ada enam langkah kegiatan ketika peserta didik melakukan praktik yaitu menerima pesanan, menganalisis order, menyatakan kesiapan mengerjakan order, mengerjakan order, melakukan Quality Control, dan menyerahkan order; (2) Guru, guru merupakan komponen sumberdaya manusia penting yang menjadi penentu bagi peserta didik dalam mengimplementasikan pembelajaran yang disesuaikan dengan dengan kebutuhan industri. Keteladanan guru memiliki kecenderungan akan ditiru oleh peserta didik dan hal ini mempengaruhi karakter peserta didik dalam kegiatan pembelajaran termasuk pembelajaran praktik. Untuk itu guru berperan dan berkemampuan sebagai berikut; pengajar, pendidik, dan pembimbing; Operator, mentor, dan inspector; Fasilitator, inisiator dan inspirator; serta role model;

(3) Manajemen sekolah, manajemen sekolah merupakan bagian implementasi teaching factory yang penting Manajemen sekolah berperan sebagai stimulator atau penggerak kinerja sekolah dengan melaksanakan program evaluasi kinerja sekolah mencakup beberapa aspek sebagai yaitu; (a) penerapan kurikuler disesuaikan bahkan diupayakan melebihi kebutuhan pembelajaran; (b) penerapan bisnis harus bersifat operasional, mengarah pada kesejahteraan dan re-investasi; (c) program pengembangan sekolah harus mencakup kapasitas sekolah, jangkauan pengembangan, dan peningkatan sekolah.

Untuk menerapkan pembelajaran Teaching Factory perlu melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut; (1) Sosialisasi model pembelajaran Teaching Factory, sosialisasi dilakukan sekolah dengan memberikan pemahaman seluruh warga sekolah yang meliputi guru, karyawan, peserta didik,komite sekolah, dan stake holder terkait.tentang Model Pembelajaran Teaching Factory Setelah seluruh warga sekolah memahami model pembelajaran tersebut, diharapkan sudah siap mendukung dan memperlancar kegiatan dengan model pembelajaran Teaching Factory; (2) Penyelarasan kejuruan, jalinan kerja sama antara sekolah dan DU/DI sangat diperlukan dalam penyusunan kurikulum, maka dilakukan penyelarasan kurikulum. Penyelarasan kejuruan ini dengan mengundang dari dunia usaha/dunia industri (DU/DI)yang sesuai dengan kompetensi keahlian yang di TEFA- kan. Dengan

(3)

mengundang DU/DI maka sekolah akan mendapat masukan kompetensi kompetensi apa yang dibutuhkan untuk dimasukkan pada muatan kurikulum kejuruan. Dengan pertemuan sekolah dengan DU/DI sekolah juga mendapat masukan dari DU/DI untuk mengembangkan peralatan praktik agar sesuai standar industri; (3) Magang Industri, magang industri ini dengan sekolah mengirimkan beberapa guru ke DU/DI yang menjadi mitra sekolah untuk melaksanakan magang industri selama beberapa waktu tertentu. Di SMK Muhammadiyah Bangunjiwo telah memprogramkan dua guru untuk magang di industri selama 1 bulan. Dengan melaksanakan magang guru mendapatkan pengalaman di industri sehingga pengetahuan dan keterampilan nya pun akan meningkat. Disamping itu guru mendapatkan pengalaman bagaimana pembentukan budaya kerja yang berlaku diindustri.

Dari hasil magang tersebut guru berkewajiban menyusun modul pembelajaran; (4) Penyusunan Perangkat Pembelajaran TEFA. Untuk melaksanakan pembelajaran guru perlu menyusun perangkat pembelajaran TEFA antara lain: Program Semester/Tahunan, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Job Sheet, modul pembelajaran, dan lain-lain. Disamping itu dari bagian kurikulum perlu menyiapkan jadwal pembelajaran praktik dengan sistem blok; (5) Pengkondisian fasilitas sarana dan prasarana.

Fasilitas sarana dan prasarana ini meliputi tempat dan peralatan yang digunakan untuk proses pembelajaran TEFA. Peralatan disiapkan sesuai dengan kebutuhan standar industri. Sedangkan tempat ditata dan diatur untuk penempatan peralatan, proses produksi/jasa dan untuk pelayanan bagi pelanggan. Berdasarkan hasil penyelarasan kejuruan bersama DU/DI maka dapat diidentifikasi kebutuhan peralatan dan tempatnya; (5) Impelmentasi pembelajaran TEFA, dalam implementasi TEFA ini peserta didik sudah melakukan proses pembelajaran dengan model TEFA. Peserta didik mengikuti pembelajaran dengan menggunakan jadwal sistem blok yang memungkinkan siswa fokus dalam hari tertentu melaksanakan pembelajaran praktik. Proses pembelajaran dirancang dimana peserta didik melakukan praktik produksi/jasa dimana hasilnya sudah dapat dimanfaatkan oleh pelanggan.

Sesuai dengan UU RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Kompetensi adalah seperangkat keterampilan , pengetahuan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi profesional adalah kemampuan guru dalam menguasai meteri pelajaran secara luas dan mendalam. Arti menguasai materi secara luas dan mendalam ini juga termasuk penguasaan akademik lainnya yang berperan sebagai pendukung profesionalisme guru. Kemampuan akademik tersebut antara lain, kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang, dan jenis pendidikan yang sesuai. Standar Kompetensi Profesional Guru SMK dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Kompetensi Profesional Guru

No Kompetensi inti guru

1 Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu 2. Mengusasi standar kompetensi dan kompetensi dasar yang diampu

3 Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif 4 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri

Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi, dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut; (1) Subkompetensi memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan prinsip-prinsip perkembangan kognitif;memahami peserta didik dengan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar-awal peserta didik; (2) Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran. Sub kompetensi ini memiliki indikator esensial; memahami landasan pendidikan, menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menetukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih; (3) Sub-kompetensi melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial : menata latar (setting pembelajaran); dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif; (4) Sub-kompetensi merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial; merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkata ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian

(4)

pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum; (5) Sub-kompetensi mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya memiliki indikator esensial; menfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi non akademik.

Salah satu tugas guru dalam proses pembelajaran adalah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP yang tersusun baik dapat menuntun guru dalam melaksanakan pembelajaran yang sistematis. Selain itu Pengawas dan Kepala Sekolah yang sedang menjalankan tugas supervisi di kelas juga memerlukan RPP ini sebagai alat pengontrolnya. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penyederhanaan RPP, maka RPP hanya terdiri dari tiga komponen yang meliputi; tujuan pembelajaran, langkah-langkah (kegiatan) pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (asessment). Guru dapat menyusun, mengembangkan, memilih, memodifikasi dan mengembangkan RPP secara bebas dan sederhana sesuai dengan tiga prinsip tersebut. Tujuan dari penyederhanaan RPP ini adalah untuk meringankan beban administratif guru dan memberikan kebebasan kepada guru untuk berkreasi dan berinovasi dalam proses pembelajaran. Siswanto (Siswanto, 2011), meneliti bahwa Teaching Factory dapat berkontribusi dalam meningkatkan kompetensi peserta didik dengan cara; (1) Mengusahakan 1 peserta didik 1 media pada saat praktik; (2) Mengkondisikan praktik yang dilakukan peserta didik supaya mampu menghasilkan produk yang berkualitas; (3) Menerapkan standar sesuai dengan yang ada di industri dalam setiap praktik yang dijalani peserta didik; (4) Memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada peserta didik untuk mempraktikan keterampilan yang dimilikinya dalam kegiatan Teaching Factory. Kurniawan (Kurniawan, 2014), meneliti bahwa penerapan model pembelajaran TF-6M memberkan pengalaman langsung bagi peserta didik untuk mengelola sebuah usaha Pengalaman tersebut kemudian menimbulkan minat peserta didik untuk berwirausaha.

Berdasarkan hasil penelitian Siswanto (Siswanto, 2011) dan Kurniawan (Kurniawan, 2014) tersebut untuk menerapkan pembelajaran Teaching Factory sekolah perlu menyiapkan peralatan praktik yang standar dan menyiapkan guru yang dapat menjadi fasilitator belajar bagi peserta didik dan guru memberikan motivasi pentingnya pengalaman menyelesaikan persoalan pelanggan yang berkaitan perawatan dan perbaikan sepeda motor.

2. Metode

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Sekolah dimana peneliti bertindak secara langsung mulai dari awal sampai akhir penelitian.Tindakan ini berupa pengkondisian guru kejuruan untuk menerapkan pembelajaran model TEFA. Penelitian dilaksanakan di SMK Muhammadiyah Bangunjiwo, dan waktu penelitian direncanakan dapat selesai dalam 1 bulan tetapi dalam perjalanannya terjadi pandemi Covid-19 sehingga waktu penelitian berubah cukup lama hampir satu tahun lebih, kegiatan sebagai berikut;

• Tahapan perencanaan tindakan; Pada tahapan ini peneliti menyusun perencanaan yaitu; (a) menetapkan guru yang akan menjadi subyek penelitian yang berjumlah 4 orang guru kejuruan Teknik dan Bisnis Sepeda Motor; (b) menentukan aspek-aspek yang akan diobservasi dan dievaluasi berupa perangkat administrasi mengajar, tempat dan peralatan pembelajaran TEFA, dan media pembelajaran berupa kerusakan sepeda motor pelanggan yang akan diperbaiki, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran; (c)melakukan koordinasi dengan guru untuk menyampaikan beberapa perangkat mengajar yang harus disiapkan dan memberikan sosialisasi tahapan pembelajaran TEFA; (d) menyiapkan perangkat observasi yang terdiri dari pengamatan kompetensi profesional dan kompetensi pedagogik guru; (e) menetapkan data yang dikumpulkan berupa data instrumen supervisi administrasi dan supervisi pembelajaran, dan dokumen foto dan video ketika guru melakukan proses pembelajaran.

• Tahapan tindakan dan observasi; Setelah melakukan perencanaan tindakan maka pada tahapan tindakan dan observasi dengan melaksanakan perencanaan yang telah disusun dimana guru- guru yang diteliti melaksaanakan pembuatan administrasi mengajar dan melaksanakan aktifitas mengajar. Pelaksanaan pembelajaran disusun oleh guru dengan terlebih dahulu melakukan penyelarasan kejuruan dengan DU/DI. Dalam penyusunan administrasi mengajar silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Bersamaan itu peneliti melakukan observasi terhadap perangkat pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran.

(5)

• Tahapan refleksi dan evaluasi; Sebelum refleksi dilakukan peneliti melakukan analisis hasil observasi dan dampak pada tahapan tindakan, selanjutnya bersama guru-guru yang diteliti melakukan diskusi untuk melakukan evaluasi. Dalam tahapan refleksi dan evaluasi ini peneliti memberikan masukan kepada guru-guru untuk pelaksanaan pada pembelajaran pada tahap berikutnya yang dilaksanakan pada siklus kedua. Dalam siklus penelitian ini menggunakan pra siklus untuk mengamati kondisi awal penerapan pembelajaran TEFA dan siklus berikutnya yaitu siklus pertama dan siklus kedua. Diharapkan pada siklus kedua sudah tercapai keberhasilan guru dalam pembelajaran dalam kategori baik.

Untuk menganalisis data dengan menggunakan analisis deskriptif yang didasarkan pada proses berjalan baik atau buruk untuk proses penyusunan perangkat pembelajaran, dan kesesuaian proses pembelajaran dengan peningkatan kompetensi profesional guru. Setelah dilaksanakan pembelajaran model Teaching Factory tindakan dikatakan berhasil apabila semua guru kejuruan melaksanakan pembelajaran dengan model Teaching Factory dan menghasilkan pada kategori baik (76% -86%).

3. Hasil dan Pembahasan

Pada tahapan pra siklus guru-guru terlebih dikumpulkan dalam sebuah kordinasi dimana disampaikan akan diadakan kegiatan Penelitian Tindakan Sekolah dengan menjelaskan beberapa tahapan penelitian yang harus dilalui. Disampaikan juga bahwa pada tahapan pra siklus guru-guru harus menyiapkan terlebih dahulu RPP yang digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan pembelajaran. Pada tahapan TEFA dilakukan dengan simulasi memerankan beberapa siswa untuk berperan dalama tahapan menerima order, menganalisis order, menyatakan kesiapan mengerjakan order, mengerjakan order, melakukan quality control, dan menyerahkan order. Kepala Sekolah menyiapkan instrumen pengamatan yang untuk mengamati dengan Kolaborator dari Wa. Ka.

Kurikulum dan Staf Wakil Kepala Urusan Kurikulum. Hasil pengamatan dengan membuat penilaian skala 1 sampai dengan 4 dari setiap kegiatan. Apabila keberhasilan kegiatan sedikit nilainya 1, apabila keberhasilan kegiatan menunjukkan setengahnya maka nilainya 2, apabila keberhasilan kegiatan lebih dari setengah maka nilainya 3, dan apabila keberhasilan kegiatan semua tercapai maka nilainya 4.

Setelah dilakukan pengamatan mengajar pada keempat guru tersebut dan disajikan dalam prosentase nilai setiap kegiatan didapatkan hasil seperti terlihat pada Tabel 1.

Gambar 1. Grafik hasil pengamatan pembelajaran pra siklus

Gambar 1 dapat kita amati bahwa pengusaan materi pembelajaran pada keempat guru menunjukan pengusaan yang baik. Guru D menunjukkan penguasaan materi yang sangat baik dengan mencapai 100%. Pada pengamatan penguasaan tahapan pembelajaran TEFA menunjukkan Guru A menunjukan penguasaan yang paling tinggi yaitu 75%. Sedangkan Guru B, C, dan D menunjukan penguasaan tahapan TEFA yang masih rendah dengan prosentase 50% ke bawah. Pada penguasaan media pembelajaran menunjukan Guru A dan B menggunakan media pembelajaran paling baik di banding guru yang lain. Hal ini karena guru B menggunakan teknologi informasi untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran. Sedangkan guru C dan D belum menggunakan teknologi informasi.

Keberhasilan pembelajaran diperoleh dengan menjumlahkan hasil pengamatan kompetensi 0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Menguasai Materi Pembelajaran Teknik

dan Bisnis Sepeda Motor

Menguasai Tahapan Pembelajaran TEFA

Menguasai penggunaan media

pembelajaran

Keberhasilan Pembelajaran

Guru A Guru B Guru C Guru D

(6)

profesional dan pedagogik dimana minimal harus mencapai 76% (baik). Pada grafik keberhasilan pembelajaran di Gambar 1 dapat dilihat bahwa pada pra-siklus keempat guru belum mencapai ukuran keberhasilan pembelajaran sesuai target Penelitian Tindakan Sekolah ini. Hal ini karena belum sepenuhnya menyusun RPP dengan lengkap dan dalam pelaksanaan pembelajaran tidak semua sesuai RPP serta pada tahapan pembelajaran TEFA belum terpenuhi dengan baik. Pada pemilihan materi yang diajarkan belum semua guru memilih materi kontekstual yang sering menjadi kebutuhan pekerjaan di lapangan sesuai bidang sepeda motor. Guru A dan Guru B telah menentukan materi yang sesuai dengan kebutuhan lapangan. Guru C cenderung menggunakan materi pekerjaan dengan permasalahan pekerjaan yang belum dihubungkan dengan permasalahan dari pelanggan. Sedangkan Guru D cenderung mengambil materi yang belum mengarah ke arah pekerjaan otomotif tetapi mengambil materi ke pekerjaan dasar pembuatan komponen. Maka disini pentingnya mengambil materi atau KD yang sesuai dengan permasalahan nyata di lapangan.

Pada Gambar 2 menunjukan prosentase pencapaian tahapan pembelajaran TEFA yang dilakukan keempat guru. Pengamatan pada kegiatan ini terletak pada kemampuan guru mengorganisir tahapan TEFA dan simulasi yang dikerjakan oleh peserta didik. Pada tahapan menerima order guru B mencapai prosentase tertinggi dan guru C mencapai prosentase terendah. Pada tahapan menganalisis order guru A dan B sama sama mencapai prosentase tertinggi dan guru C dan D sama sama mencapai prosentase terendah. Pada tahapan menyatakan kesiapan mengerjakan order guru A dan B sama sama mencapai prosentase tertinggi dan guru C dan D sama sama mencapai prosentase terendah. Pada tahapan mengerjakan order guru A mencapai prosentase tertinggi dan guru C dan D sama – sama mencapai prosentase terendah. Pada tahapan melakukan quality control guru A mencapai prosentase tertinggi dan guru C dan D sama – sama mencapai prosentase terendah. Sedangkan pada tahapan menyerahkan order guru A dan B sama sama mencapai prosentase tertinggi dan guru C dan D sama sama mencapai prosentase terendah.

Gambar 2. Grafik pengamatan tahapan TEFA pada pra siklus

Pada akhir pra siklus ini Kepala Sekolah mengumpulkan kembali keempat guru tersebut dan melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pada siklus 1 dan 2 diharapkan ada peningkatan dalam pembelajaran dengan perbaikan antara lain; (1) Materi pembelajaran disesuaikan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan di industri/servis sepeda motor; (2) Penerapan tahapan pembelajaran TEFA dengan memadukan keterampilan komunikasi dan keterampilan kejuruan peserta didik; (3) Penyusunan RPP sesuai peraturan dilengkapi dengan lembar penilaian, dan Job sheet. Seiring perkembangan penanganan pandemi covid-19 untuk SMK dapat melaksanakan tatap muka praktik dengan jumlah terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat. Oleh karena itu pada siklus 1 dilaksanakan dengan tatap muka praktik dengan jumlah peserta didik sebanyak 6 sampai 10 orang. Setelah mengamati pelaksanaan pembelajaran, hasil pengamatannya dapat ditunjukan dengan grafik pada Gambar 3 dan Gambar 4. Pada grafik Gambar 3 dapat kita lihat bahwa penguasaan materi pembelajaran oleh tiga guru cukup tinggi yaitu pada guru B, C, dan D.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

Menerima order

Menganalisis order

Menyatakan kesiapan mengerjakan

order

Mengerjakan order

Melakukan quality control

Menyerahkan order

Guru A Guru B Guru C Guru D

(7)

Tetapi guru A mempunyai penguasaan materi pembelajaran yang paling rendah. Guru A dikarenakan dalam membahas teori kelistrikan hanya sedikit, tetapi lebih banyak menekankan dalam membahas tahapan TEFA.

Sedangkan pada guru B, C, dan D sebelum praktik membahas terlebih dahulu teori yang mendasari praktik. Dari grafik tersebut terlihat guru B dan C mengusaai materi pembelajaran 100% dan guru D menguasai materi pembelajaran 75%. Pada grafik penguasaan tahapan pembelajaran TEFA Gambar 3 terlihat bahwa guru A mempunyai prosentase tertinggi 100% diikuti guru B dan C dengan prosentase masing –masing 75% kemudian guru D dengan prosentase 25%. Guru A terlihat dalam tahapan TEFA mengorganisir peserta didik dengan baik, dengan membagi tugas peserta didik untuk berperan dan berkomunikasi dalam masing masing tugas, serta ada komunikasi masalah yang dikeluhkan pelanggan relevan dengan permasalahan yang sering terjadi pada pengguna kendaraan.

Pada guru B ketika pengamatan terlihat komunikasi antar peserta didik kurang lancar dan permasalahan yang terjadi pelanggan kurang jelas. Hal ini terlihat ketika siswa mengerjakan order belum menunjukan siswa menyelesaikan permasalahan pada sepeda motor. Pada guru C terlihat tahapan TEFA berjalan tetapi belum optimal. Pengorganisasian peserta didik masih belum efektif dan pembagian tempat masing masing layanan di tahapan TEFA belum berjalan baik. Pada guru D terlihat efektifitas tahapan TEFA paling rendah. Hal ini karena guru D hanya menyinggung tahapan TEFA pada penyampaian materi dan tidak dilanjutkan dengan praktek tahapan TEFA.

Pada grafik penguasaan penggunaan media pembelajaran Gambar 3 terlihat bahwa guru A mempunyai prosentase tertinggi 100% karena menggunakan teknologi informasi dan menggunakan peralatan praktik dan kendaraan yang sesuai dengan tahapan TEFA. Sedangkan guru B, C, dan D belum optimal dalam menggunakan teknologi informasi dan media praktik masih perlu ditingkatkan pada keseuaian kebutuhan pekerjaan servis pelanggan. Pada grafik keberhasilan pembelajaran Gambar 3 terlihat terjadi peningkatan keberhasilan pembelajaran. Guru A mempunyai prosentase tertinggi yaitu 81%, kemudian guru B 79%, dan guru C 77%. Pada guru D terilhat mempunyai keberhasil pembelajaran yang paling rendah yaitu 73%. Apabila kita bandingkan dengan keberhasilan pembelajaran pada pra siklus maka terjadi peningkatan yang sedangkan guru D masuk pada kategori cukup.

Gambar 3. Grafik hasil pengamatan pembelajaran siklus 1

Di siklus 1 dalam pelaksanaan tahapan pembelajaran TEFA masing masing guru bisa dilihat pada grafik Gambar 4. Pada tahapan menerima order, menganalisis order, menyatakan kesiapan mengerjakan order, mengerjakan order, dan menyerahkan order diperoleh kesamaan dari masing masing prosentase guru yang sama. Guru A menunjukan prosentase tertinggi yaitu 100%, sedangkan guru B dan C sama sama mencapai prosentase 75% sedangkan guru D mencapai prosentase terendah yaitu 25%. Pada tahapan melakukan quality control guru A, B, dan C sama sama mencapai prosentase tertinggi 75% sedangkan guru D mencapai prosentase terendah 25%. Pada guru D terlihat mengerjakan order dengan melakukan pekerjaan melepas dan memasang dan merawat komponen tetapi tidak berhubungan dengan keluhan dari pelanggan. Sehingga pada guru D hanya memberikan

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Menguasai Materi Pembelajaran Teknik

dan Bisnis Sepeda Motor

Menguasai Tahapan Pembelajaran TEFA

Menguasai penggunaan media

pembelajaran

Keberhasilan Pembelajaran

Guru A Guru B Guru C Guru D

(8)

tugas praktik yang belum berhubungan dengan materi pekerjaan yang harus diselesaikan dari pelanggan.

Gambar 4. Grafik pengamatan tahapan TEFA siklus 1

Pada akhir siklus ini Kepala Sekolah memberikan refleksi untuk perbaikan pada siklus 2 antara lain; (1) Guru A perlunya penguatan teori untuk mendukung praktik, dan mengatur tugas peserta didik sesuai tempat dan peralatan; (2) Guru B pemilihan problem dari order yang dikerjakan agar disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan servis yang sering dikeluhkan pelanggan, pentingnya pembelajaran agar menggunakan bahasa Indonesia yang baku, dan mengatur tugas peserta didik sesuai tempat dan peralatan; (3) Guru C dalam tahapan TEFA peserta didik dilatih untuk berkomunikasi, dan menilai keterampilan dan sikap; (4) Guru D : Peserta didik diberi penugasan pada masing masing tahapan TEFA, guru mengenakan pakaian kerja untuk memberikan keteladanan kepada peserta didik, dan problem kendaraan dari pelanggan disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan servis kendaraan. Setelah Kepala Sekolah memberikan refleksi maka keempat guru melakukan persiapan pembelajaran antara lain RPP, media pembelajaran dan peserta didik. Siklus 2 ini juga dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat serta dengan jumlah siswa yang kecil. Sebelum memulai Kepala Sekolah juga memeriksa kelengkapan RPP termasuk pada materi pembelajaran agar pada siklus ini dilaksanakan dapat memenuhi keberhasilan pembelajaran. Setelah dilakukan pengamatan hasilnya dapat dilihat berbentuk grafik pada Gambar 5 dan Gambar 6. Pada grafik menguasai materi pembelajaran menunjukan penguasaan materi pelajaran yang baik. Guru A, C, dan D masing – masing mencapai penguasaan materi pelajaran 100%. Sedangkan guru B penguasaan materi pelajaran mencapai 75%. Berdasarkan pengamatan penguasaan ini meliputi kemampuan menjelaskan teori dan kemampuan dalam mendampingi praktek. Apabila dibandingkan dengan siklus 1 maka terdapat peningkatan jumlah guru yang mencapai 100% dan guru B terjadi penurunana tetapi masih pada angka di atas 50%.

Pada grafik menguasai tahapan pembelajaran TEFA di grafik menunjukan bahwa keempat guru telah mampu melaksanakan tahapan pembelajaran TEFA dengan baik. Hal ini ditunjukan dengan prosentase dari masing masing guru sebesar 75%. Dari pengamatan tahapan TEFA guru berhasil mengorganisir siswa melalui untuk bertugas pada masing masing tahapan dan terlihat adanya komunikasi antar siswa dalam penyelesaian problem dari pelanggan, serta adanya unjuk kerja peserta didik dalam melakukan praktik penyelesaian problem dari pelanggan. Pada grafik menguasai penggunaan media pembelajaran menunjukan bahwa guru B mampu menggunakan media pembelajaran dengan maksimal dengan prosentase 100% sedangkan guru A, C, dan D masih dalam kategori baik karena mencapai prosentase 75%. Guru B dengan prosentse tersebut karena mampu memanfaatkan media teknologi informasi dan media praktik secara lengkap terdiri dari tayangan informasi tahapan pelayanan pada servis, informasi teori dasar, dan penggunaan media praktik.

Sementara guru A, C, dan D tayangan informasi tahapan pelayanan pada servis tidak dimunculkan.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Menerima order

Menganalisis order

Menyatakan kesiapan mengerjakan

order

Mengerjakan order

Melakukan quality control

Menyerahkan order

Guru A Guru B Guru C Guru D

(9)

Pada grafik Keberhasilan Pembelajaran menunjukan bahwa keempat guru telah memenuhi indikator keberhasilan yaitu minimal dengan prosentase 76%. Guru A mempunyai prosentase keberhasilan paling tinggi yaitu 86% dengan kategori baik sekali, sedangkan guru B, C, dan D masing masing mencapai prosentase 79%, 79% dan 78 % dalam kategori baik. Apabila dibandingkan dengan siklus

1 terjadi peningkatan pada guru A , C dan D. Pada guru A dengan keberhasilan sama dengan siklus 1 tetapi sudah memenuhi batas minimal keberhasilan pembelajaran.

Gambar 5. Grafik hasil pengamatan pembelajaran siklus 2

Pelaksanaan pembelajaran pada tahapan TEFA dapat dilihat grafiknya pada Gambar 6. Guru A, B, dan C, pada ketujuh tahapan TEFA telah dilaksanakan mencapai prosentase 75%. Hal ini karena terlihat guru mengorganisir peserta didik pada tahapan TEFA tersebut sehingga terjadi komnikasi antar tahapan TEFA dan ada unjuk kerja dalam penyelesaian pekerjaan dari pelanggan dimana pekerjaan itu sesuai dengan materi pembelajaran. Sedangkan guru D terjadi komunikasi peserta didik yang belum jelas pada tahapan menerima order, menganalisis order, dan menyatakan kesiapan mengerjakan order. Pada guru D tahapan TEFA pada siklus 2 lebih baik dibandingkan dengan tahapan TEFA pada siklus 1.

Gambar 6. Grafik pengamatan tahapan TEFA siklus 2

Dari siklus 2 tadi berdasarkan prosentase keberhasilan pembelajaran, maka pembelajaran TEFA ini dapat dikatakan berhasil, dan dapat terus ditingkatkan dalam penerapan pembelajaran praktik kejuruan.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

Menguasai Materi Pembelajaran Teknik dan Bisnis

Sepeda Motor

Menguasai Tahapan Pembelajaran TEFA

Menguasai penggunaan media

pembelajaran

Keberhasilan Pembelajaran

Guru A Guru B Guru C Guru D

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

Menerima order

Menganalisis order

Menyatakan kesiapan mengerjakan

order

Mengerjakan order

Melakukan quality control

Menyerahkan order

Guru A Guru B Guru C Guru D

(10)

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada pra siklus, siklus 1, dan siklus 2 pembelajaran praktik yang dilakukan oleh empat guru kejuruan Teknik dan Bisnis Sepeda Motor di SMK Muhammadiyah Bangunjiwo maka dapat disimpulkan: (1). Model Pembelajaran Teaching Factory dapat meningkatkan kompetensi profesional guru kejuruan. Hal ini dengan diperolehnya data kenaikan prosentase keberhasilan kegiatan untuk mengukur kompetensi profesional guru yaitu pada aspek Menguasai Materi Pembelajaran Teknik dan Bisnis Sepeda Motor, Menguasai Tahapan Pembelajaran TEFA dan Mengguasai Penggunaan Media Pembelajaran. Peningkatan kompetensi profesional ini dilihat dengan membandingkan pencapaian prosentase pada pra siklus, siklus 1, dan siklus 2;(2) Penelitian menunjukan bahwa dengan Tindakan Kepala Sekolah dapat menaikan prosentase keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru. Hal ini dapat dilihat pada siklus 2 semua guru yang diteliti telah mencapai indikator keberhasilan pembelajaran yaitu untuk guru A, B, C, dan D masing masing sebesar 86%, 79%, 79% dan 78%; (3) Dalam tahapan pembelajaran TEFA telah membentuk peserta didik mempunyai kemampuan komunikasi dan kemampuan praktik sesuai kompetensi keahliannya. Hal ini dilihat dari kemampuan guru di siklus 2 dalam mengorganisir peserta didik pada tahapan menerima order dengan keberhasilan guru A, B, C dan D masing – masing 75%, 75%, 75%

dan 25%, dan menyerahkan order dengan keberhasilan guru A, B, C, dan D masing – masing 75%

Sedangkan kemampuan praktik peserta didik dihasilkan dari mengerjakan order, melakukan quality control dan menyerahkan order, dimana di siklus 2 guru A, B, C, dan D dalam mengorganisir peserta didik dengan keberhasilan masing masing 75%.

References

Afandi M., Chamalah E., Wardani, O.P., 2013, Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah, Unissula, Semarang

Dharma S., Sugiyono, Mulyatiningsih E., Sutopo, Irwanto, Palunsu J. E., Triatmojo P. Siswanto R., 2013, Tantangan Guru SMK Abad 21, Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menengah Direktorat Jenderal Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta

Gregson, J. A., & Bettis, P. J. (1991). Secondary Trade and Industrial Education Work Values Instruction:

Emancipatory or Indoctrinational?.

Hatta M., 2012, Penelitian Tindakan Sekolah, Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan Badan Pengembangan Sumber daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta

Hidayat M. D, 2015, Model Pembelajaran Teaching Factory 6 Langkah, Bandung

Huda M., , 2017, Model – Model Pengajaran dan Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Kurniawan, R. (2014). Pengaruh penerapan model pembelajaran teaching factory 6 Langkah (TF-6M) dan prestasi belajar kewirausahaan terhadap minat wirausaha (Penelitian pada siswa kelas XII angkatan 2011/2012 Kompetensi Keahlian Patiseri SMK Negeri 9 Bandung). Universitas Pendidikan Indonesia.

Manalu S.R.I, Hermanto S., Duling J.R., Siswandi G., Supriyadi., Siahaan A.P., 2017, Tata Kelola Pelaksanaan Teaching Factory, Direktorat Pembinaan SMK, Jakarta.

Sajidan, Martono T., Suharno, Widyo L. P., Danur I.F, 2017, Konseptual Model Pengembangan Kompetensi Guru Produktif SMK Berbasis Industri, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta

Siswanto, I. (2011). Pelaksanaan teaching factory untuk meningkatkan kompetensi dan jiwa kewirausahaan siswa sekolah menengah kejuruan. Prosiding Pendidikan Teknik Boga Busana, 6(1).

Referensi

Dokumen terkait

Alat pembuat pupuk otomatis terdiri dari 6 drum yang dilengkapi dengan gearbox , batang pengaduk, pompa udara, kran udara, dan kran otomatis yang terintegrasi dengan mikrokontroler

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa sebagian besar responden penelitian yang tinggal di Kecamatan Beo khususnya wilayah Puskesmas Beo memiliki kadar glukosa darah

Desain media labirin math story yang digunakan dalam pembelajaran materi bangun ruang di kelas V SDI Almaarif 01 Singosari merupakan satu set permainan labirin yang terdiri dari

Konsep sistem pemasaran secara mikro adalah aliran barang dan jasa secara langsung dari produsen ke konsumen sehingga mendatangkan kepuasan dan manfaat baik kepada

1 Buah CD yang berisi Salinan (soft copy / hasil scan) Dokumen Penawaran Administrasi, Teknis dan Biaya serta Dokumen Kualifikasi Perusahaan yang berisi

Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan melihat perlakuan pemberian berbagai jenis pupuk kandang (P) dan Perlakuan komposisi media tanam (M) terhadap pertumbuhan dan

Fenomena pola keletakan makam di perbukitan, penempatan situs jauh dari pemukiman, situs di areal punden berundak, penanda makam bentuk menhir (batu tegak)