PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK
MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA SMA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Fisika
oleh :
ROSA SUSANTI
(0605518)
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI
INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN
KONSEP FISIKA SISWA SMA
Oleh Rosa Susanti
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Rosa Susanti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
I
Rosa Susanti, 2013
Penerapan Pendekatan Demonstrasi Interaktif Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika
PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP FISIKA SISWA SMA
Rosa Susanti NIM. 0605518
Pembimbing I : Drs. Harun Imansyah, M.Ed. Pembimbing II : Ahmad Aminudin, S.Si., M.Si.
Jurusan Pendidikan Fisika, FPMIPA - UPI
ABSTRAK
Proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan standar proses tentunya akan berdampak terhadap peningkatan pemahaman konsep yang baik. Namun berdasarkan temuan di lapangan, proses pembelajaran yang berlangsung masih terpusat pada guru dan kurang melibatkan siswa secara aktif. Hal ini setidaknya akan berdampak pada tingkat pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan. Pembelajaran dengan inquiry, dalam hal ini penerapan pendekatan demonstrasi interaktif, dapat dijadikan solusi dari permasalahan tersebut karena pembelajaran didesain dengan mengutamakan keterlibatan siswa secara aktif dalam sebuah proses berfikir. Melalui penelitian ini disajikan informasi mengenai penerapan pendekatan demonstrasi interaktif dalam meningkatkan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran fisika SMA. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, secara umum pemahaman konsep fisika siswa meningkat dengan kriteria peningkatan sedang dengan nilai gain ternormalisasi sebesar 0,32.
Selain itu, penelitian ini juga menyajikan peningkatan tiga aspek pemahaman konsep pada setiap pertemuannya, yaitu translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi. Pada pertemuan ke-1, masing-masing aspek pemahaman konsep memberikan hasil 0,25 dengan kriteria rendah, 0,75 dengan kriteria tinggi, dan 0,50 dengan kriteria sedang. Pada pertemuan ke-2, masing-masing aspek pemahaman konsep memberikan hasil 1,00 dengan kriteria tinggi, 1,00 dengan kriteria tinggi, dan 0,25 dengan kriteria rendah. Sedangkan pada pertemuan ke-3, masing-masing aspek pemahaman konsep memberikan hasil 0,00 dengan kriteria rendah, 0,88 dengan kriteria tinggi, dan 0,50 dengan kriteria sedang. Secara umum, pendekatan demonstrasi interaktif mampu meningkatkan pemahaman konsep fisika siswa dengan kriteria peningkatan sedang.
I
Rosa Susanti, 2013
Penerapan Pendekatan Demonstrasi Interaktif Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika
THE USE OF INTERACTIVE DEMONSTRATION APPROACH TO IMPROVE MASTERY LEVEL OF PHYSICS CONCEPTS OF HIGH
SCHOOL STUDENTS
Rosa Susanti NIM. 0605518
Adviser I : Drs. Harun Imansyah, M.Ed. Adviser II : Ahmad Aminudin, S.Si., M.Si.
Department of Physics Education, Faculty of Mathematics and Science Education, Indonesian University of Education
ABSRACT
Based on standard process, the learning process certainly will impact the level of
students’ material mastery. However, in fact the learning process still focuses on
teacher centered and it less focus on student centered. Unengaged students in learning process will affect the level of students’ mastery toward the concept of material being taught. Inquiry learning namely the implementation of interactive demonstration approach can be used as a solution for this issue because the learning process designed mainly focuses on students’ engagement in thinking process. This research presents some information related to the implication of
interactive demonstration approach in increasing the students’ mastery level of
physics concept of high school students. Based on the research conducted, generally the physic concept mastery of students increased by 0.32 within the middle criteria level. Besides that, this research also shows the improvement of three concept mastery aspects in each meeting such as translation, interpretation, and extrapolation. In the first meeting, each concept mastery aspects gain 0.25 within low criteria level, 0.75 within high criteria level, and 0.50 within middle criteria level. In the second meeting, each concept mastery aspects gain 1.00 within low criteria level, 1.00 within high criteria level, and 0.25 within middle criteria level. While in the third meeting, each concept mastery aspects gain 0.00 within low criteria level, 0.88 within high criteria level, and 0.50 within middle criteria level. Generally, interactive demonstration approach is able to improve the
students’ mastery level of physics concept of high school students within middle criteria level.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Variabel Penelitian ... 5
F. Definisi Operasional ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
A. Inquiry Learning ... 7
B. Pengertian Demonstrasi Interaktif ... 8
C. Aspek-aspek penting dalam Pelaksanaan Demonstrasi Interaktif ... 8
D. Proses Penerapan Demonstrasi Interaktif ... 10
v
F. Pemahaman Konsep ... 13
G. Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19
A. Jenis dan Desain Penelitian ... 19
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20
C. Teknik Pengumpulan Data ... 21
D. Teknik Analisis Instrumen Penelitian ... 22
E. Teknik Pengolahan Data ... 26
F. Prosedur Penelitian ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Pelaksanaan Penelitian ... 30
B. Analisis Keterlaksaan Pembelajaran ... 32
C. Analisis Peningkatan Pemahaman Konsep ... 35
D. Analisis Setiap Aspek Pemahaman Konsep ... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
A. Kesimpulan ... 49
B. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses (BSNP, 2007),
dikatakan bahwa:
“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”.
Proses pembelajaran seperti tuntutan di atas berlaku untuk semua
bidang pelajaran, khususnya dalam pembelajaran sains. Pembelajaran sains
merupakan salah satu bidang dengan banyak komponen, yang hasilnya akan
optimal jika dalam pelaksanaannya merujuk pada tuntutan proses
pembelajaran seperti uraian di atas.
Berdasarkan studi pendahuluan melalui metode observasi dan
wawancara yang dilakukan pada saat Program Latihan Profesi (PLP) di salah
satu SMA di Kota Bandung, ditemukan bahwa:
1. Metode yang digunakan oleh guru pada saat pembelajaran adalah
ceramah dan tanya jawab. Akan tetapi ketika melakukan tanya jawab,
siswa merespon pertanyaan guru secara tidak tepat dan ketika giliran
mereka yang disuruh bertanya, mereka malah diam. Sehingga guru lebih
banyak menggunakan metode ceramah. Guru memberikan contoh-contoh
soal untuk dikerjakan siswa setelah penjelasan materi, tapi tetap saja guru
yang mengerjakan beserta rumus jadinya.
2. Menurut guru di sekolah tersebut, dampak dari kurangnya aktifitas siswa
2
konsep siswa. Hal ini terjadi karena siswa kadang tidak mau bertanya
apabila ada materi yang kurang dimengerti.
3. Pada saat guru menerangkan suatu materi pembelajaran terkadang siswa
kurang memperhatikan karena guru terlalu cepat dalam menjelaskan
materi dan kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran tersebut.
Karena guru kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, maka
terlihat kurangnya aktifitas siswa dalam pembelajaran.
4. Dari hasil wawancara dengan guru di sekolah tersebut, didapatkan fakta
bahwa nilai pencapaian hasil belajarnya rata-rata siswa adalah 51,56,
nilai ini masih di bawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu
70,00.
Dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan, ditemukan bahwa
sebagian besar proses pembelajaran di kelas masih berorientasi pada guru
dan bersifat transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pembelajaran seperti ini
kurang melibatkan siswa sehingga menyebabkan kurangnya interaksi antara
siswa dengan guru, dan pada akhirnya membuat aktifitas siswa dalam
kegiatan pembelajaran juga kurang optimal. Keadaan seperti ini bertolak
belakang dengan tuntutan standar proses yang mengatakan bahwa dalam
proses pembelajaran harus ada interaksi antara guru dengan peserta didik dan
harus memberikan motivasi kepada siswa untuk berpartisipasi aktif serta
memberikan ruang kreatif dan mandiri. Hal ini diduga menjadi salah satu
penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa. Rendahnya pemahaman
konsep siswa dapat dilihat dari hasil uji coba soal mengenai pemahaman
konsep yang hasilnya ternyata masih di bawah nilai KKM sekolah tersebut.
Metode yang diterapkan guru pada pembelajaran di sekolah tersebut
memang memiliki kekurangan dan juga kelebihan, untuk melengkapi metode
tersebut dibutuhkan pendekatan yang sesuai dengan tuntutan Standar Proses.
Pendekatan yang digunakan harus memfasilitasi siswa untuk memahami
konsep yang sedang dijelaskan, oleh sebab itu diperlukan pendekatan yang
3
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dipandang mampu
membentuk pemahaman konsep fisika siswa adalah dengan pendekatan
inquiry. Inquiri merupakan suatu kegiatan siswa dalam proses pembelajaran
dimana mereka dibimbing untuk mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman mereka tentang konsep sains. Menurut Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan (2008), inquiry
merupakan salah satu pendekatan yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan pembelajaran IPA. Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Carl J.
Wenning (2005) yang berjudul Levels of Inquiry: Hierarchies of Pedagogical
Practices and Inquiry Processes, terdapat beberapa hierarki dalam
pendekatan inkuiri, yakni Discovery Learning, Interactive Demonstration,
Inquiry Lesson, Inquiry Lab, dan Hypothetical Inquiry. Secara umum, semua
hierarki pendekatan inkuiri diatas mampu meningkatkan pemahaman konsep,
tetapi tidak semuanya sesuai dengan kondisi di lapangan. Pendekatan inkuiri
yang paling sesuai dengan siswa pada tingkat menengah atau SMA adalah
Discovery Learning dan Interactive Demonstration. Kedua pendekatan ini
tidak terlalu membutuhkan intelektualitas dan analisa siswa yang tinggi, serta
guru masih memiliki kontrol untuk membimbing siswa pada saat kegiatan
pembelajaran. Pendekatan inquiry yang dianggap paling cocok untuk
mengatasi permasalahan yang ditemukan pada sekolah ini adalah pendekatan
demonstrasi interaktif (interactive demonstration), karena pendekatan
demonstrasi interaktif tidak hanya menyajikan sebuah peragaan/demonstrasi,
tetapi guru berinteraksi aktif untuk meminta prediksi siswa, menghadirkan
respon-respon siswa, mengumpulkan penjelasan lebih lanjut, dan membantu
siswa untuk mencari kesimpulan dari fakta-fakta dasar.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti bermaksud untuk
melakukan penelitian mengenai Penerapan Pendekatan Demonstrasi
4
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
“Bagaimana peningkatan pemahaman konsep fisika siswa setelah diterapkannya pendekatan demonstrasi interaktif dalam pembelajaran?”.
Agar rumusan tersebut dapat lebih terarah maka dirumuskan dalam bentuk
petanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep fisika siswa setelah
diterapkannya pendekatan demonstrasi interaktif?
2. Bagaimana peningkatan setiap aspek pemahaman konsep fisika siswa
pada setiap pertemuan setelah diterapkannya pendekatan demonstrasi
interaktif?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan pemahaman konsep yang dimaksud adalah peningkatan
pemahaman konsep pada aspek translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi,
berdasarkan skor yang diperoleh pada hasil pre-test dan post-test.
2. Pendekatan demonstrasi interaktif pada pembelajaran sains yang
berorientasi kepada inquiry untuk meningkatkan pemahaman konsep
fisika siswa SMA.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan batasan masalah di atas, penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan pemahaman konsep fisika siswa setelah
diterapkannya pendekatan demonstrasi interaktif?
2. Mengetahui peningkatan setiap aspek pemahaman konsep fisika siswa
pada setiap pertemuan setelah diterapkannya pendekatan demonstrasi
5
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas, yaitu pendekatan demonstrasi interaktif
2. Variabel terikat, yaitu pemahaman konsep
F. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahan dalam definisi oprasional dari variabel yang
digunakan dalam penelitian ini, maka definisi oprasional dari varibel
penelitian yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut:
1. Demonstrasi Interaktif merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang
diperkenalkan oleh Carl J. Wenning berbasis pada inquiry dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. pelaksanaan demonstrasi,
b. mengajukan pertanyaan,
c. memunculkan tanggapan siswa,
d. meminta penjelasan lebih lanjut, dan
e. menarik kesimpulan.
Pada pelaksanaanya, guru dan siswa dituntut untuk melakukan peragaan.
Lalu guru berperan untuk menanyakan dan meningkatkan prediksi siswa,
menghadirkan respon-respon, mengumpulkan penjelasan lebih lanjut,
dan membantu siswa untuk mencari kesimpulan dari fakta-fakta dasar.
Keterlaksanaan pendekatan demonstrasi interaktif dalam penelitian ini
ditentukan dengan lembar observasi keterlaksaan pendekatan
pembelajaran dengan menggunakan presentasi keterlaksanaan dalam
pembelajaran.
2. Pemahaman konsep dalam penelitian ini meliputi tiga aspek seperti yang
dikemukakan oleh Bloom et al. (1981), yaitu translasi (kemampuan
menerjemahkan), interpretasi (kemampuan menafsirkan), dan
ekstrapolasi (kemampuan meramalkan). Adapun peningkatan
pemahaman konsep yang dimaksud adalah peningkatan kuantitas
presentase pemahaman konsep siswa setelah diterapkannya pendekatan
6
kemudian dianalisis nilai gain ternormalisasinya. Nilai gain
ternormalisasi <g> yaitu perbandingan gain rata-rata aktual dengan gain
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Pada penelitian ini, jenis yang digunakan adalah penelitian eksperimen
semu (quasi experimental) yaitu penelitian eksperimen yang dilaksanakan
pada satu kelompok saja yang dinamakan kelompok eksperimen tanpa ada
kelompok pembanding atau kelompok kontrol (Arikunto, 2006).
Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre test-post test
design, yaitu penelitian eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok
saja yang dipilih secara random dan tidak dilakukan tes kestabilan dan
kejelasan keadaan kelompok sebelum diberi perlakuan. Desain penelitian one
group pre test and post test design ini diukur dengan menggunakan pre test
yang dilakukan sebelum diberi perlakuan dan post test yang dilakukan setelah
diberi perlakuan untuk setiap seri pembelajaran.
Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat. Untuk
menghilangkan bias dari hasil penelitian, maka pre test dan post test akan
dilakukan pada setiap seri pembelajaran.
Skema one group pre test-post test design ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Skema one group pre test-post test design
T1 : Tes awal (Pre Test) dilakukan sebelum diberikan perlakuan
X : Perlakuan (Treatment) diberikan kepada siswa dengan
menggunakan pendekatan Demonstrasi Interaktif
T2 : Tes akhir (Post Test) dilakukan setelah diberikan perlakuan
Pre Test Treatment Post Test
20
Karena penelitian ini akan dilaksanakan dalam tiga seri pembelajaran.
Setiap seri pembelajaran, sebelum dilakukan treatment diawali dengan pre
test dan setelah pembelajaran dilakukan post test, maka skemanya
ditunjukkan sebagai berikut :
Tabel 3.2 Skema one group pre test-post test time series design
Pre Test Treatment Post Test
T1. T2.T3 X T4 .T5.T6
T1 : Tes awal (Pre Test) pada pembelajaran seri 1 yang dilakukan sebelum
diberikan perlakuan
T2 : Tes awal (Pre Test) pada pembelajaran seri 2 yang dilakukan sebelum
diberikan perlakuan
T3 : Tes awal (Pre Test) pada pembelajaran seri 3 yang dilakukan sebelum
diberikan perlakuan
X : Perlakuan (Treatment) diberikan kepada siswa dengan menggunakan
metode pembelajaran Demonstrasi Interaktif
T4 : Tes akhir (Post Test) pada pembelajaran seri 1 yang dilakukan setelah
diberikan perlakuan.
T5 : Tes akhir (Post Test) pada pembelajaran seri 2 yang dilakukan setelah
diberikan perlakuan.
T6 : Tes akhir (Post Test) pada pembelajaran seri 3 yang dilakukan setelah
diberikan perlakuan.
Pengaruh perlakuan adalah rata-rata selisih pre test dan post test dari
kedua seri pembelajaran.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA
Pasundan 8 Bandung, waktu pelaksanaan dimulai pada semester 2 tahun
ajaran 2012/2013. Sedangkan yang menjadi sampel penelitian ini adalah satu
21
sampling yaitu teknik penetuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan yang dimaksud adalah kelas yang dijadikan sampel penelitian
dianggap dapat mewakili populasi mengingat kelas yang digunakan
merupakan kelas dengan program keahlian yang dipilih sekitar 80% siswa di
SMA tersebut.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dapat digolongkan
menjadi dua jenis, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.
1. Data Kuantitatif
Data kuantitatif yang diperoleh dari penelitian ini adalah skor tes
siswa dan respon siswa. Skor tes diperoleh melalui metode tes dengan
menggunakan instrumen soal tes, instrumen ini diukur dengan
menggunakan pre-test dan post-test. Adapun langkah-langkah yang
ditempuh dalam penyusunan instrumen tes adalah sebagai berikut :
a. Membuat kisi-kisi soal berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Fisika SMA kelas X semester 2,
materi pokok Listrik Dinamis.
b. Menulis soal tes berdasarkan kisi-kisi dan membuat kunci jawaban.
c. Mengkonsultasikan soal-soal instrumen dan melakukan revisi kepada
dosen pembimbing sebagai perbaikan awal.
d. Meminta pertimbangan (judgement) kepada dua orang dosen dan
satu orang guru bidang studi fisika terhadap instrumen penelitian,
kemudian melakukan revisi soal berdasarkan bahan pertimbangan
tersebut.
e. Melakukan uji instrumen di salah satu kelas di sekolah yang menjadi
populasi dalam subjek penelitian berlangsung namun pada kelas
yang lebih tinggi dibanding dengan kelas penelitian dengan alasan
kelas yang lebih tinggi telah mengalami pembelajaran dengan materi
22
f. Menganalisis hasil uji instrumen yang meliputi uji validitas butir
soal, daya pembeda, tingkat kesukaran, dan reliabilitas instrumen,
kemudian melakukan revisi ulang melalui konsultasi dengan dosen
pembimbing.
2. Data Kualitatif
Data kualitatif dalam penelitian ini adalah aktivitas guru selama
proses pembelajaran melalui metode observasi dengan instrumen
pengumpul data berupa lembar observasi keterlaksaan pendekatan
demonstrasi interaktif. Lembar observasi digunakan untuk mengukur
aktivitas yang terjadi dalam proses pembelajaran. Format lembar observasi
berbentuk tabel yang berisi pernyataan mengenai tahapan-tahapan
pembelajaran dan kolom checklist yang akan diisi oleh observer dengan
pilihan “Ya” dan “Tidak”.
D. Teknik Analisis Instrumen Penelitian
Setelah dibuat instrumen berupa tes, maka diadakan uji coba instrumen,
tujuannya untuk melihat validitas dan reliabilitas instrumen sehingga ketika
instrumen itu diberikan pada kelas eksperimen, instrumen tersebut telah valid
dan reliabel.
1. Analisis Validitas Instrumen
Validitas tes merupakan ukuran yang menyatakan kesahihan suatu
instrumen sehingga mampu mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto,
2001). Uji validitas tes yang digunakan adalah uji validitas isi (Content
Validity) dan uji validitas yang dihubungkan dengan kriteria (criteria
related validity). Untuk mengetahui uji validitas isi tes, dilakukan
judgement terhadap butir-butir soal yang dilakukan oleh dua orang dosen
dan satu orang guru bidang studi fisika.
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti
23
dihubungkan dengan kriteria digunakan uji statistik, yakni teknik korelasi
Pearson Product Moment, yaitu :
Berikut ini tabel interpretasi validitas :
Tabel 3.3 Interpretasi Validitas
Koefisien Korelasi Kriteria validitas
0,80 < r 1,00 Sangat Tinggi
Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh orang yang sama
ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau
dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Nilai reliabilitas dapat
ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas. Teknik yang
digunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode belah dua (split-half method) atas-bawah
karena instrumen yang digunakan berupa soal pilihan ganda. Reliabilitas
24
1 = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes
dengan r11 yaitu reliabilitas instrumen, r 2 1 2
1 yaitu korelasi antara skor-skor
setiap belahan tes. Adapun tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat
reliabilitas instrumen yang diperoleh digunakan Tabel 3.4 berikut :
Tabel 3.4 Interpretasi Reliabilitas
(Arikunto, 2006)
3. Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal
Tingkat kesukaran suatu butir soal adalah proporsi dari
keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut. Tingkat
kesukaran dihitung dengan menggunakan perumusan :
TK =
Keterangan : TK = Tingkat Kesukaran atau Taraf Kemudahan
25
Nr = Jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok
rendah
N = Jumlah siswa pada kelompok tinggi ditambah jumlah
siswa pada kelompok rendah
Adapun tolak ukur untuk menginterpretasikan tingkat kesukaran
butir soal yang diperoleh digunakan Tabel 3.5 berikut :
Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran
Indeks Tingkat kesukaran
Kriteria Tingkat Kesukaran
0 sampai 15% Sangat sukar, sebaiknya dibuang
6 % - 30 % Sukar
membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa
yang kemampuanya rendah. Rumus yang digunakan untuk menentukan
daya pembeda soal uraian sama dengan soal pilihan ganda yaitu :
B
DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
BA = Banyaknya kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB = Banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar
26
JB= Banyaknya peserta kelompok bawah
Setelah indeks daya pembeda diketahui, maka harga tersebut
diinterpretasikan pada kriteria daya pembeda sebagai berikut :
Tabel 3.6 Interpretasi Daya Pembeda
Indeks Daya Pembeda
Kriteria Daya Pembeda
Negatif Sangat buruk, harus dibuang
0,00 – 0,20 Buruk (poor), sebaiknya dibuang
0,20 – 0,40 Sedang (satisfactory)
0,40 – 0,70 Baik (good)
0,70 – 1,00 Baik sekali (excellent)
(Arikunto, 2006)
E. Teknik Pengolahan Data
1. Data Skor Tes
Data yang diperoleh untuk mengukur pemahaman konsep siswa
yang diperoleh dari tes awal sebelum pembelajaran dan tes akhir setelah
semua pembelajaran dilaksanakan. Hasil-hasil tes pemahaman konsep,
akan dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
a. Menentukan Skor
Pemberian skor dari tes diagnostik miskonsepsi ini ditentukan
berdasarkan metode Rights Only, yaitu jawaban benar diberi skor satu
dan jawaban salah diberi skor nol (tidak memperoleh skor). Skor yang
diperoleh setiap siswa ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban
27
Pemberian skor dihitung dengan menggunakan rumus (Arikunto,
2009) sebagai berikut :
Keterangan : S = Skor siswa
∑R = Jumlah jawaban siswa yang benar
b. Perhitungan Skor Gain dan Gain yang Dinormalisasi
Skor gain (gain aktual) diperoleh dari selisih skor tes awal dan tes
akhir. Perbedaan skor tes awal dan tes akhir ini diasumsikan sebagai
efek dari treatment (Panggabean, 1996). Rumus yang digunakan untuk
menghitung nilai gain adalah:
f i
GS S
Keterangan : G = gain
Sf = skor tes
Si = skor tes akhir
Keunggulan/tingkat efektivitas pendekatan pembelajaran yang
digunakan dalam meningkatkan penguasaan konsep, akan ditinjau dari
perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (normalized gain) yang
diperoleh dari penggunaannya. Untuk perhitungan nilai gain yang
dinormalisasi dan pengklasifikasiannya akan digunakan persamaan
yang dirumuskan oleh R. R. Hake sebagai berikut : (R. R. Hake, 1998) g % G / % Gmaks. = ( % Sf - % Si ) / (100 - % Si )
disini : g adalah rata-rata gain yang dinormalisasi dari kedua
pendekatan pembelajaran yang merupakan rasio dari gain aktual G
terhadap gain maksimum yang mungkin terjadi Gmaks, sedangkan Sf
dan Si merupakan rata-rata kelas dari tes akhir dan tes awal. Tinggi
rendahnya gain yang dinormalisasi diklasifikasikan seperti pada Tabel
3.7.
Tabel 3.7 Nilai gain dan klasifikasinya
Gain Klasifikasi
28
0,7 > g 0,3 Sedang
g < 0,3 Rendah
(R. R. Hake, 1998)
2. Observasi
Data hasil observasi diperoleh dari lembar observasi aktivitas
guru dan siswa selama pembelajaran. Observasi aktivitas guru dan
siswa ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran
oleh guru dan siswa. Format observasi ini berbentuk rating scale dan
membuat kolom “ya”, atau “tidak”, observasi ini dilakukan untuk
mengukur keterlaksanaan penerapan pendekatan demonstrasi
interaktif.
Adapun tahapan analisis data hasil observasi keterlaksanaan
adalah sebagai berikut:
a. Menjumlahkan keterlaksanaan indikator yang terdapat pada
lembar observasi yang telah diamati oleh observer.
b. Menghitung persentase keterlaksanaannya dengan menggunakan
rumus:
Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan model inkuiri yang
dilakukan oleh guru, dapat diinterpretasikan pada tabel berikut:
Tabel 3.8 Kriteria Keterlaksanaan Model Pembelajaran
Persentase (%) Kategori
29
F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dirangkum dalam alur penelitian sebagai berikut:
Hasil Observasi
Uji coba/judgement instrument dan Revisi Telaah kurikulum
Studi literatur
Masalah
Penyusunan pendekatan Penyusunan instrumen
Analisis Data
Pembahasan Tes Awal
Penerapan Model
Observasi pembelajaran
Tes Akhir
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pengolahan dan analisis data penelitian yang telah
dilakukan di salah satu SMA di kota Bandung kelas XI semester genap tahun
2012-2013, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Setelah diterapkan pendekatan demonstrasi interaktif, pemahaman
konsep fisika siswa meningkat dengan kriteria peningkatan sedang yang
diindikasikan oleh nilai gain ternormalisasi sebesar 0,32 dengan
kategori sedang. Adapun peningkatan ketiga kemampuan pemahaman
konsep menurut Bloom et al. (1981) yaitu translasi (kemampuan
menerjemahkan) dengan gain ternormalisasi sebesar 0,53 dengan
kategori sedang, interpretasi (kemampuan menafsirkan) dengan gain
ternormalisasi sebesar 0,33 dengan kategori sedang, dan ekstrapolasi
(kemampuan meramalkan) dengan gain ternormalisasi sebesar 0,32
dengan kategori sedang.
2. Dengan penerapan pendekatan demonstrasi interaktif dapat
meningkatkan setiap aspek pemahaman konsep fisika siswa pada setiap
pertemuan. Peningkatan setiap aspek pemahaman konsep fisika siswa
ditunjukan dengan rata-rata gain ternormalisasi dari hasil soal pre-test
dan post-test yaitu:
a. Pertemuan ke-1 aspek translasi memiliki nilai gain ternormalisasi
sebesar 0,25 yang berkategori rendah, aspek interpretasi mamiliki
nilai gain ternormalisasi sebesar 0,75 yang berkategori tinggi, dan
aspek ekstrapolasi memilki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,50
yang berkategori sedang.
b. Pertemuan ke-2 aspek translasi memiliki nilai gain ternormalisasi
sebesar 1,00 yang berkategori tinggi, aspek interpretasi juga
50
tinggi, sedangkan aspek ekstrapolasi memiliki nilai gain
ternormalisasi sebesar 0,25 yang berkategori rendah.
c. Pertemuan ke-3 aspek yang didapatkan hanya aspek interpretasi
yang memiliki nilai gain ternormalisasi sebesar 0,88 yang
berkategori tinggi, sedangkan aspek ekstrapolasi memiliki nilai gain
ternormalisasi sebesar 0,50 yang berkategori sedang.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, berikut diajukan beberapa
saran untuk penelitian selanjutnya.
1. Banyak komponen ketercapaian pembelajaran yang dapat diukur dari
proses belajar melalui kegiatan demonstrasi interaktif selain pemahaman
konsep siswa, antara lain aktivitas siswa dan minat belajar siswa.
Komponen tersebut dapat dijadikan variable yang diukur dalam
pembelajaran melalui demonstrasi interaktif.
2. Perlu adanya pengukuran tentang aktivitas siswa dengan melakukan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).
Jakarta : Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian – Suatu Pendekatan Praktik
(Edisi Revisi VI). Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Menteri Pendidikan
Nasional no. 41 tahun 2007 [Online]. Tersedia:
http://www.scribd.com/doc/8754386/Permen-Standar-Proses-No-41 (10
Oktober 2010)
Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Direktorat Tenaga Kependidikan (2008). Strategi Pembelajaran MIPA. Jakarta :
Depdiknas.
Echols. John M. 2007. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Gross, Jerod L. (2002). Seeing is believing: Classroom Demonstrations as
Scientific Inquiry. Illinois: Illinois State University.
Hake, Richard. R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized
Learning Gains in Mechanic with Gender, High-School Physics, and
Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization [On line]
Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2002h-Hake.pdf
[14 Juni 2010]
Ismail, Z., Idros, S.N.S., Samsudin, Ali. (2007). Kaedah Mengajar Sains. Kuala
Lumpur: PTS Profesional Publishing.
52
O’Brien. (1997). How to use Demonstrasi Interaktif. [Online]. Tersedia: http://serc.carleton.edu/introgeo/demonstrations/how.html (25 Maret
2010)
Olson, Steve & Loucks, Susan (2000). Inquiry and the National Science
Education Standards: A Guide for Teaching and Learning.[Online].
Tersedia:http://www.kbs.msu.edu/images/stories/docs/K12/KBSinsiders/
12-37.pdf.
Hasanah, Siti. (2010). Penerapan Metode Interactive Demonstration Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA. Skripsi pada FPMIPA
UPI Bandung.Tidak Diterbitkan
Wenning, J.Carl. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices
and inquiry processes. [Online]. Tersedia:
www.dlsu.edu.ph/offices/asist/documents/Levels_of_Inquiry.pdf (23