Fenny Nur Komala Sari, 2013
Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Definisi Operasional ... 8
F. Batasan Masalah ... 9
BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 10
B. Metode Active Learning ... 13
C. Keterkaitan antara Metode Active Learning dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 15
Fenny Nur Komala Sari, 2013
Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ... 18
B. Populasi dan Sampel ... 19
C. Variabel Penelitian ... 19
D. Instrumen Penelitian ... 20
E. Bahan Ajar ... 28
F. Prosedur Penelitian ... 29
G. Analisis Data ... 31
1. Analisis Data Kuantitatif... 31
2. Analisis Data Kualitatif... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36
B. Pembahasan ... 51
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... x
LAMPIRAN ... 59
Fenny Nur Komala Sari, 2013
Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Kriteria Validitas Instrumen... 22
Tabel 3.2 Validitas Tiap Butir Soal... 22
Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas ... 23
Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kesukaran ... 25
Tabel 3.5 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 25
Tabel 3.6 Kriteria Daya Pembeda ... 26
Tabel 3.7 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 27
Tabel 3.8 Data Hasil Uji Instrumen ... 27
Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gain ... 34
Tabel 3.10 Kriteria Presentase Angket... 35
Tabel 3.11 Kriteria Pemberian Skor Angket ... 35
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 36
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretes ... 37
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Data Pretes ... 38
Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Pretes ... 39
Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Skor Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 40
Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Postes... 41
Tabel 4.7 Hasil Uji Mann-Whitney U Data Postes ... 43
Tabel 4.8 Deskriptif Data Indeks Gain ... 43
Tabel 4.9 Skor Angket Siswa dan Kategori Sikap Siswa Berdasarkan Angket... 45
Tabel 4.10 Kegiatan Hasil Observasi Aktivitas Guru Secara Umum ... 49
Fenny Nur Komala Sari, 2013
Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A
A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 59
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 74
A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 89
LAMPIRAN B B.1 Kisi-kisi Soal Pretes dan Postes ... 101
B.2 Soal Pretes dan Postes ... 103
B.3 Kunci Jawaban Soal Pretes dan Postes ... 105
B.4 Format Kisi-kisi Angket Sikap Siswa ... 107
B.5 Format Angket Sikap Siswa ... 108
B.6 Format Lembar Observasi Guru ... 109
B.7 Format Lembar Observasi Siswa ... 112
LAMPIRAN C C.1 Validitas Butir Soal ... 115
C.2 Reliabilitas Tes ... 116
C.3 Indeks Kesukaran ... 117
C.4 Daya Pembeda ... 118
LAMPIRAN D D.1 Daftar Nilai dan Indeks Gain Kelas Active Learning ... 119
Fenny Nur Komala Sari, 2013
Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
D.3 Hasil Uji Statistik Data Pretes ... 121
D.4 Hasil Uji Statistik Data Postes ... 125
D.5 Data Hasil Angket Siswa ... 128
LAMPIRAN E E.1 Beberapa Hasil Jawaban Pretes Kelas Eksperimen ... 130
E.2 Beberapa Hasil Jawaban Pretes Kelas Kontrol ... 133
E.3 Beberapa Hasil Jawaban Postes Kelas Eksperimen ... 136
E.4 Beberapa Hasil Jawaban Postes Kelas Kontrol... 139
E.5 Beberapa Hasil Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 142
E.6 Beberapa Hasil Jawaban Angket Siswa ... 154
E.7 Beberapa Hasil Lembar Observasi Guru ... 157
E.8 Beberapa Hasil Lembar Observasi Siswa ... 160
LAMPIRAN F F.1 Surat Izin Instrumen ... 163
F.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Instrumen ... 164
F.3 Surat Izin Penelitian ... 165
F.4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 166
F.5 Surat Tugas ... 167
F.6 Kartu Bimbingan Skripsi ... 168
Fenny Nur Komala Sari, 2013
Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Interaksi belajar mengajar yang baik adalah guru sebagai pengajar
tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang
kondusif serta memberikan motivasi agar peserta didik dapat
mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh
karena itu dalam pembelajarannya, faktor keaktifan sebagai subjek belajar
sangat menentukan.
Matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, beberapa siswa tidak suka pada pelajaran matematika. Seperti yang
diungkapkan Ruseffendi (2005), matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak dan
secara umumnya merupakan pelajaran yang tidak disenangi atau pelajaran
yang dibenci.
Kurikulum yang sedang diterapkan di Indonesia saat ini yaitu
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Di dalam KTSP (BSNP,
2006 : 140) dijelaskan bahwa, tujuan diberikannya mata pelajaran matematika
di sekolah adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
KTSP juga merinci empat jenis kemampuan penting yang harus
dikuasai oleh siswa, di antaranya: pemecahan masalah (problem solving),
penalaran (reasoning), komunikasi (communication) dan menghargai
kegunaan matematika sebagai tujuan pembelajaran matematika SD, SMP,
SMA dan SMK, disamping tujuan yang berkaitan dengan pemahaman konsep
seperti yang sudah dikenal selama ini.
Berdasarkan keterangan tersebut terlihat bahwa kemampuan
komunikasi dalam matematika itu perlu dikuasai oleh setiap siswa. National
Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (2000 : 8) menyatakan bahwa
kemampuan komunikasi dalam matematika perlu dibangun agar siswa dapat :
(1) merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan
matematika dalam berbagai situasi, (2) memodelkan situasi dengan lisan,
tertulis, gambar, grafik dan secara aljabar, (3) mengembangkan pemahaman
terhadap gagasan matematik termasuk peranan definisi dalam berbagai situasi
matematika, (4) menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan
menulis menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematik, (5)
(6) memahami nilai dari notasi peran matematika dalam pengembangan
gagasan matematik.
Menurut Herdian (2010), komunikasi secara umum dapat diartikan
sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke
penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung
secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi
tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan
seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan
kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai
bahasa termasuk bahasa matematis. Beliau juga menyampaikan bahwa
kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa
dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi
pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika
yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau Metode
penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi
di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara
lisan maupun tertulis.
Jadi, kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa
untuk mengomunikasikan ide-ide atau gagasan-gagasan matematis kepada
orang lain, baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun gambar.
Berdasarkan penjelasan tersebut, terlihat bahwa kemampuan
masih banyak sekolah di Indonesia yang tidak memberi peluang bagi siswa
untuk lebih meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dari
sudut pandang siswa, peneliti beranggapan bahwa siswa hanya akan belajar
jika ada PR, ada tugas dari guru, atau akan ujian saja. Hal ini merupakan
realita budaya siswa di Indonesia yang perlu segera disikapi.
Kurangnya kemampuan komunikasi siswa di Indonesia juga dapat
dilihat dari rendahnya peringkat Indonesia dalam Programme for
International Student Assessment (PPPTK, 2011) yaitu pada tahun 2006
berada pada peringkat 52 dari 57 negara dan pada tahun 2009 berada pada
peringkat 61 dari 65 negara. Padahal Soal-soal matematika dalam studi PISA
lebih banyak mengukur kemampuan bernalar, pemecahan masalah,
berargumentasi dan berkomunikasi dari pada soal-soal yang mengukur
kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan ingatan dan perhitungan
semata (PPPTK, 2011).
Begitupun hasil observasi yang dilakukan oleh Irjayanti (2011 : 7)
pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010 dan wawancara dengan guru
matematika, diperoleh informasi bahwa secara umum kemampuan
komunikasi matematis siswa kelas VII masih rendah. Hal ini dibuktikan
dengan: (1) sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam mengubah suatu
permasalahan kontekstual (soal cerita) ke dalam kalimat matematika, artinya
kemampuan siswa dalam menyampaikan ide/ gagasan matematika baik lisan
maupun tertulis dari permasalahan kontekstual masih kurang, (2) sebagian
ruang dan proses perhitungannya masih belum tepat, artinya kemampuan
siswa dalam menggunakan simbol/ notasi matematika serta melakukan
operasi matematika belum tepat, dan (3) kemampuan siswa dalam
menjelaskan gambar ke dalam uraian kontekstual masih kurang. Artinya
memang kemampuan komunikasi matematis siswa SMP masih rendah dan
perlu ditingkatkan lagi.
Kemudian berdasarkan hasil observasi peneliti di SMP Negeri 9
Bandung ketika melakukan kegian PPL (Program Pengalaman Lapangan)
pada semester ganjil 2012/2013, diperoleh bahwa pada pembelajaran
matematika kegiatan hanya berpusat pada guru (teacher centered) sehingga
siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat seperlunya. Hal ini
sering menyebabkan siswa jenuh dan tidak berkonsentrasi dalam belajar.
Siswa hanya mampu menyelesaikan soal sejenis yang sudah diselesaikan oleh
guru dan siswa menginginkan guru yang menyelesaikan soal yang jenisnya
berbeda dengan yang diterangkan. Selain itu, siswa tidak dapat
menginterpretasikan soal uraian ke dalam model matematika. Ini
menunjukkan bahwa hal tersebut menyebabkan kemampuan komunikasi
matematis tertulis beberapa siswa SMP Negeri 9 Bandung masih kurang.
Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, guru
hendaknya memfasilitasi siswa dengan pembelajaran yang dapat memicu
siswanya untuk berperan aktif dalam mengkomunikasikan suatu
permasalahan matematika, sehingga ia dapat meningkatkan hasil belajar
siswa untuk berperan aktif dalam mengkomunikasikan pengetahuan yang ia
miliki adalah metode Active Learning. Menurut Hartono (2008), metode ini
dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang
dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil
belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka
miliki. Di samping itu Active Learning juga dimaksudkan untuk menjaga
perhatian siswa/ peserta didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
Silberman (2009 : 10) mengatakan bahwa kegiatan belajar aktif adalah pada
saat siswa melakukan sebagian besar pekerjaan yang harus dilakukan. Belajar
aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, mendukung dan secara
pribadi menarik hati. Beliau juga menerangkan bahwa belajar aktif
merupakan sebuah kesatuan sumber dari kumpulan strategi-strategi
pembelajaran yang komprehensif. Dengan berbagai ungkapan tersebut
diharapkan metode Active Learning dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siwa khususnya siswa SMP.
Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, judul yang digunakan
dalam penelitian ini adalah “Penerapan Metode Active Learning terhadap
Pembelajaran Matematika untuk Meningkatan Kemampuan Komunikasi
B. Rumusan Masalah
Masalah utama penelitian ini secara umum adalah “Bagaimana
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP yang mendapat
pembelajaran dengan metode Active Learning?”
Masalah tersebut dapat diuraikan menjadi pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode
Active Learning lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan
pembelajaran secara konvensional?
2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
menggunakan metode Active Learning?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan
menggunakan metode Active Learning lebih baik dibandingkan siswa
yang menggunakan pembelajaran secara konvensional.
2. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1. Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan metode Active Learning
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa.
2. Bagi guru, dapat menjadi salah satu alternatif untuk lebih kreatif dalam
menciptakan suasana kelas yang lebih efektif sehingga dapat
meningkatkan kualitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika.
3. Bagi peneliti, merupakan suatu wahana dalam menemukan dan
menghadapi berbagai permasalahan dalam pembelajaran matematika
serta memperoleh pengalaman dari penelitian yang akan dilakukan.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami istilah-istilah yang
terdapat dalam penelitian ini, maka diperlukan definisi beberapa istilah
sebagai berikut:
1. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk
mengomunikasikan ide-ide atau gagasan-gagasan matematis kepada orang
lain, baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun gambar. Indikator
kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah: (1) memunculkan model konseptual seperti gambar, diagram, tabel
atau grafik, (2) membuat model matematis/ persamaan aljabar, dan (3)
2. Metode active learning adalah suatu proses pembelajaran yang berpusat
pada siswa bersifat strategis dan inovatif. Strategis karena memfasilitasi
siswa aktif dan menempatkan siswa sebagai subyek yang
bertanggungjawab atas proses pembelajaran. Inovatif memfasilitasi siswa
memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar. Metode active
learning pada penelitian ini menggunakan proses pembelajaran yang
dijelaskan oleh Dananjaya (2010 : 31), yaitu pembelajaran tipe diskusi,
tipe proyek, dan tipe games.
3. Pembelajaran konvensional adalah cara mengajar yang berpusat pada guru.
Guru terlebih dahulu menjelaskan materi yang akan dipelajari, memberi
contoh soal, kemudian memberikan latihan soal untuk diselesaikan oleh
siswa.
F. Batasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak meluas, maka ruang
lingkup untuk permasalahan dibatasi, yakni:
1. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Persamaan dan Pertidaksamaan
Linear Satu Variabel.
2. Kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan
Fenny Nur Komala Sari, 2013
Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Perlakuan pada penelitian ini yakni metode Active Learning, diatur
secara sengaja sehingga terdapat suatu kondisi yang dimanipulasi. Menurut
Ruseffendi (2005 : 32), penelitian yang di dalamnya terdapat manipulasi baik
sampel atau perlakuan disebut penelitian kuasi eksperimen. Pengambilan
sampel pada penelitian ini tidak secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan
siswa seadanya. Hal ini disebabkan pengelompokkan baru di lapangan sering
tidak memungkinkan. Sehingga berdasarkan metodenya, penelitian ini adalah
penelitian kuasi eksperimen (Ruseffendi, 2005 : 50).
Dengan demikian desain kelompok kontrol non-ekuivalen dari
penelitian ini (Ruseffendi, 2005 : 53) adalah sebagai berikut:
O X O
O O
dengan X : Pembelajaran dengan metode Active Learning.
O : Pretes dan postes.
Menurut Ruseffendi, (2005 : 53) garis putus-putus pada desain
kelompok kontrol non-ekuivalen tersebut menandakan sampel yang diambil
Perbedaan hasil pretes dan postes diasumsikan efek dari metode pembelajaran
yang diberikan.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester
ganjil tahun akademik 2012/2013 pada SMP Negeri 9 Bandung yang
berjumlah 13 kelas. Penentuan/ pemilihan sampel dilakukan secara purposive
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan
peneliti (Sudjana, 1996 : 168). Pertimbangan tersebut diambil karena guru
yang bersangkutan merupakan guru yang merangkap sebagai wakil kepala
sekolah sehingga sering tidak hadir mengajar. Oleh karena itu wakil kepala
sekolah bidang kurikulum meminta peneliti untuk mengambil kelas sampel
dari kelas yang diajar oleh guru tersebut. Dengan teknik tersebut diambil dua
kelas sampel, yaitu kelas VII-5 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-6
sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapat perlakuan yang
pembelajarannya menggunakan metode Active Learning, sedangkan kelas
kontrol mendapatkan pembelajaran secara konvensional.
C. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua buah variabel, yaitu variabel bebas dan
variable terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode Active
Learning, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi
D. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Data Kuantitatif
Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Tes kemampuan komunikasi matematis siswa dikembangkan
berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis. Instrumen tes
yang digunakan adalah pretes dan postes. Pretes ini diberikan dengan
tujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa
sebelum perlakuan, sedangkan postes diberikan dengan tujuan melihat
kemampuan komunikasi matematis siswa setelah perlakuan. Tes yang
digunakan adalah tes tertulis berbentuk uraian (subjektif). Soal uraian
diberikan dengan tujuan agar peneliti dapat melihat proses pengerjaan soal
oleh siswa sehingga dapat diketahui apakah siswa sudah mampu
mengembangkan atau meningkatkan kemampuan komunikasi
matematisnya atau belum.
Untuk memperoleh alat evaluasi yang kualitasnya baik, perlu
diperhatikan beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu validitas,
reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda dari instrumen tes. Selain
itu juga dikonsultasikan kepada dosen pembimbing sebelum dan setelah
pengujian.
a. Validitas
Valid (absah) atau tidaknya suatu alat evaluasi dapat diketahui
yang seharusnya dievaluasi atau tidak. Validitas atau keabsahan alat
evaluasi tergantung pada ketepatan alat evaluasi dalam menjalankan
fungsinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu alat untuk
mengevaluasi karekteristik X valid apabila yang dievaluasi itu
karakteristik X pula. Alat evaluasi yang valid untuk suatu tujuan
tertentu belum tentu valid untuk tujuan yang lain. Dengan kata lain,
validitas suatu alat evaluasi harus ditinjau dari karakteristik tertentu.
Korelasi koefisien dihitung menggunakan program Anates Uraian.
Selain itu dapat menggunakan rumus (Suherman, 2003 : 121) sebagai
x = Nilai yang diperoleh tiap butir soal.
y = Skor total yang diperoleh tiap siswa.
Kriteria dari koefisien validitas menurut Guilford (Suherman,
Tabel 3.1
Kriteria Validitas Instrumen
Koefisien Validitas (rxy) Kriteria
0,90 ≤ rxy≤ 1,00 validitas sangat tinggi (sangat baik)
0,70 ≤ rxy < 0,90 validitas tinggi (baik)
0,40 ≤ rxy < 0,70 validitas sedang (cukup)
0,20 ≤ rxy < 0,40 validitas rendah (kurang)
0,00 ≤ rxy < 0,20 validitas sangat rendah
rxy < 0,00 tidak valid
Untuk menghitung validitas butir soal, penulis menggunakan
bantuan program Anates. Validitas yang diperoleh untuk tiap butir soal
disajikan pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2
Validitas Tiap Butir Soal
No. Soal Koefisien Korelasi Interpretasi
1 0,58 validitas sedang (cukup)
2 0,56 validitas sedang (cukup)
3 0,71 validitas tinggi (baik)
4 0,67 validitas sedang (cukup)
5 0,79 validitas tinggi (baik)
b. Reliabilitas
Reabilitas suatu alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat
yang memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama) jika
pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan
oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda
pula. Alat evaluasi yang reabilitasnya tinggi disebut alat evaluasi yang
reliabel. Suatu alat evaluasi (tes dan non tes) disebut reliabel apabila
sama. Relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi
mengalami perubahan yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa
diabaikan. Perubahan hasil evaluasi ini disebabkan adanya unsur
pengalaman dari peserta tes dan kondisi lainnya. Bentuk soal tes yang
digunakan pada penelitian ini adalah soal uraian, karena itu untuk
mencari koefisien reliabilitas (r11) digunakan rumus Alpha yang
dirumuskan (Suherman, 2003 : 154) sebagai berikut:
r11 =
dengan r11 = Koefisien reliabilitas instrumen.
n = Banyaknya butir soal.
si2 = Jumlah varians skor setiap soal.
st2 = Varians skor total.
Kriteria dari koefisien reliabilitas yang dibuat oleh Guilford
(Suherman, 2003 : 139) tercantum dalam Tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3
Kriteria Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas (r11) Kriteria
r110,20 derajat reliabilitas sangat rendah
0 r11 derajat reliabilitas rendah
70 , 0 40
,
0 r11 derajat reliabilitas sedang
90 , 0 70
,
0 r11 derajat reliabilitas tinggi
00 , 1 90
,
0 r11 derajat reliabilitas sangat tinggi
Untuk menghitung reliabilitas butir soal, penulis kembali
dalam hasil uji instrumen adalah 0,61. Nilai ini menunjukkan bahwa
reliabilitas instrumen yang digunakan tergolong ke dalam kategori
sedang.
c. Indeks kesukaran
Alat evaluasi yang baik akan menghasilkan skor yang
berdistribusi normal. Jika suatu alat evaluasi terlalu sukar, maka
frekuensi distribusi yang paling banyak terletak pada skor yang rendah,
karena sebagian besar mendapat nilai yang jelek. Jika alat evaluasi
seperti ini seringkali diberikan akan mengakibatkan siswa menjadi
putus asa, sebaliknya jika soal yang diberikan terlalu mudah, hal ini
kurang merangsang siswa untuk berpikir tinggi. Suatu soal dikatakan
memiliki derajat kesukaran yang baik bila soal tersebut tidak terlalu
mudah dan tidak terlalu sukar.
Suherman (2003 : 169) mengatakan, derajat kesukaran suatu butir
soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut Indeks Kesukaran
(Difficulty Index). Bilangan tersebuat adalah bilangan real pada interval
(kontinum) 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran
1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah.
Rumus menentukan Indeks Kesukaran untuk soal uraian dalam
SMI X IK
dengan IK = Indeks Kesukaran.
� = Rata-rata skor tiap soal.
SMI = Skor Maksimal Ideal
Klasifikasi indeks kesukaran tiap butir soal yang paling banyak
digunakan menurut Suherman (2003 : 170) adalah seperti pada Tabel
3.4 berikut.
Tabel 3.4
Kriteria Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran (IK) Kriteria Soal
IK = 0,00 soal terlalu sukar
0,00 < IK 0,30 soal sukar
0,30 < IK 0,70 soal sedang
0,70 < IK < 1,00 soal mudah
IK = 1,00 soal terlalu mudah
Penulis juga menggunakan bantuan program Anates untuk
menguji indeks kesukaran. Berdasarkan hasil uji coba diperoleh hasil
seperti yang tercantum dalam Tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5
Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal
No. Soal Indeks Kesukaran (IK) Kriteria Soal
1 0,6 soal sedang
2 0,52 soal sedang
3 0,54 soal sedang
4 0,45 soal sedang
d. Daya pembeda
Daya pembeda (DP) dari suatu butir soal menyatakan seberapa
jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi
yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang
menjawab salah menurut Suherman (2003 : 159). Dengan kata lain,
daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk
membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi
dengan siswa berkemampuan rendah.
Rumus untuk menentukan daya pembeda untuk soal uraian dalam
Depdiknas (Dainah, 2010 : 32) adalah sebagai berikut.
DP = XA -XB
SMI
dengan DP = Daya Pembeda.
XA = Rata-rata skor siswa kelompok Atas.
XB = Rata-rata skor siswa kelompok Bawah.
SMI = Skor Maksimal Ideal.
Kriteria daya pembeda tiap butir soal yang akan digunakan
(Suherman, 2003 : 161) adalah seperti pada Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6
Kriteria Daya Pembeda
Daya Pembeda (DP) Kriteria
DP ≤ 0,00 sangat jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
Dalam pengujian ini, penulis juga menggunakan bantuan program
Anates. Hasil uji coba yang diperoleh adalah seperti pada Tabel 3.7
berikut.
Tabel 3.7
Daya Pembeda Tiap Butir Soal
No. Soal Daya Pembeda (DP) Kriteria
1 0,32 Cukup
2 0,22 Cukup
3 0,41 Baik
4 0,45 Baik
5 0,68 Baik
Setelah melihat validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya
pembeda dari setiap soal yang diuji cobakan maka soal yang digunakan
sebagai instrument ter disajikan dalam Tabel 3.8 berikut.
Tabel 3.8
Data Hasil Uji Instrumen
Validitas Indeks Kesukaran (IK)
Daya Pembeda
(DP) Keterangan
1 Sedang Sedang Cukup Diperbaiki
2 Sedang Sedang Cukup Diperbaiki
3 Tinggi Sedang Baik Digunakan
4 Sedang Sedang Baik Digunakan
5 Tinggi Sedang Baik Digunakan
2. Instrumen Data Kualitatif
a. Angket Sikap Siswa
Instrumen angket yang digunakan untuk mengetahui tanggapan
mengajar. Skala yang digunakan dalam angket adalah skala Likert. Ada
dua jenis pernyataan dalam skala Likert yaitu pernyataan positif
(favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Setiap pernyataan
memiliki empat alternative pilihan, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
b. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui pembelajarannya
menggunakan metode Active Learning atau tidak, dan tujuan lain dari
lembar observasi adalah memperoleh data tentang aktivitas yang
dilakukan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Lembar observasi yang digunakan mengandung berbagai pernyataan
apakah peneliti melaksanakan tindakan sesuai dengan metodenya atau
tidak dengan terdiri dari dua macam jawaban (Ya atau Tidak). Lembar
observasi ini diisi oleh observer yang terdiri dari guru dari mata
pelajaran matematika atau rekan mahasiswa.
E. Bahan Ajar
Bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran di penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan
dijabarkan dalam silabus. RPP untuk kelas eksperimen menggunakan
pembelajaran dengan metode active learning, sedangkan RPP untuk
kelas kontrol menggunakan pembelajaran secara konvensional. RPP
dalam penelitian ini disusun untuk 3 (tiga) kali pertemuan. Pada kelas
eksperimen untuk pertemuan pertama, RPP menggunakan metode active
learning tipe diskusi, pertemuan kedua menggunakan metode active
learning tipe proyek, dan pertemuan ketiga menggunakan metode active
learning tipe games.
2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Lembar kegiatan siswa adalah suatu media atau alat pembelajaran,
karena dipergunakan guru sebagai perantara dalam melaksanakan
kegiatan pengajaran untuk mencapai tujuan instruksional khusus atau
tujuan pembelajaran khusus. LKS berupa beberapa lembar kertas yang
berisi sekumpulan soal-soal yang diberikan guru untuk dikerjakan oleh
siswa. Sedangkan bahan ajar yang dipakai sebagai sumber pembelajaran
adalah buku matematika SMP yang relevan.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Membuat rancangan penelitian yang dilanjutkan dengan seminar
proposal.
b. Menetapkan pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian.
c. Membuat surat izin penelitian.
d. Menentukan subjek penelitian yaitu menentukan kelas eksperimen yang
diberi pembelajaran dengan metode active learning dan kelas kontrol
yang diberi pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.
e. Menyusun bahan ajar yang meliputi silbus, RPP dan LKS.
f. Membuat instrumen penelitian yang meliputi kisi-kisi soal, tes
kompetensi komunikasi matematis, dan pedoman penilaian.
g. Melakukan uji coba instrumen tes kemampuan komunikasi matematis.
h. Melakukan analisis hasil uji coba instrumen tes terhadap valisitas,
reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran tiap butir soal.
i. Merevisi instrumen penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap pelaksanaan, yaitu:
a. Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode Active
Learning pada kelas eksperimen dan melaksanakan pembelajaran
konvensional pada kelas kontrol.
c. Melakukan observasi.
e. Memberikan angket pada pertemuan terakhir kepada siswa untuk
mengetahui kesan dan respon siswa di kelas eksperimen terhadap
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
3. Tahap Pengolahan Data
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap pengolahan data, yaitu
sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data hasil penelitian.
b. Mengolah data hasil penelitian.
c. Menganalisis data hasil penelitian.
4. Tahap Pembuatan Kesimpulan
Tahap ini merupakan tahap pembuatan kesimpulan berdasarkan rumusan
masalah yang telah dibuat.
G. Analisis Data
1. Analisis Data Kuantitatif
Langkah-langkah pengolahan data kuantitatif yang diperoleh sebagai
berikut:
a. Pengolahan data hasil pretes dan postes kelas active learning dan
kelas konvensional
Pengolahan data hasil pretes dan postes yang menggunakan
software SPSS versi 17.0 ini digunakan untuk mengetahui apakah
kemampuan awal kedua kelas sampel setara atau tidak, serta untuk
siswa kedua kelas sampel tersebut. Langkah-langkah pengujiannya
adalah sebagai berikut:
1) Deskriptif Statistik
Deskriptif statistik merupakan deskripsi data hasil
perhitungan yang meliputi mean, standar deviasi, maksimun dan
minimum. Hal ini diperlukan untuk memberikan gambaran
mengenai kemampuan pada kedua kelompok.
2) Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data
pretes dan postes/ indeks gain kedua kelas sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini
menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi
5%. Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran data
berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji
homogenitas, sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan bahwa
salah satu atau kedua data tidak berdistribusi normal maka tidak
dilanjutkan dengan uji homogenitas melainkan uji kesamaan dua
rata-rata dengan menggunakan uji non-parametrik Mann-Whitney.
3) Uji Homogenitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data pretes dan
postes/ indeks gain kedua kelas sampel memiliki varians yang
4) Uji Kesamaan Dua Rata-rata/ Perbedaan Dua Rata-rata
Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui
apakah rata-rata skor pretes kedua kelas sampel sama atau tidak.
Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui
perbedaan rata-rata yang signifikan antara kemampuan
komunikasi matematis siswa kelas active learning dan kelas
konvensional.
Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa data kedua kelas
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan
memiliki varians yang homogen, maka dilanjutkan dengan uji
kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan Independent Sample
T-Test untuk uji t, sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan
bahwa data kedua kelas sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal tetapi memiliki varians yang tidak homogen,
maka selanjutnya digunakan Independent Sample T-Test untuk uji
t’.
b. Analisis data peningkatan kualitas kemampuan komunikasi matematis
Data peningkatan kualitas kemampuan komunikasi matematis
siswa dapat terlihat dari data indeks gain. Indeks gain adalah gain
yang ternormalisasi dinamakan Indeks gain yang dihitung dengan
menggunakan rumus dari Hake (Dahlia, 2008 : 35) sebagai berikut:
Indeks gain (g) =skor postes - skor pretes
Kriteria indeks gain menurut beliau disajikan dalam Tabel 3.9
Tabel 3.9
Kriteria Indeks Gain
Indeks gain Kriteria
g 0,7 Tinggi
0,3 g < 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
2. Analisis Data Kualitatif
a. Angket
Angket ini digunakan untuk mengukur sikap siswa terhadap
matematika dan metode active learning yang sedang dilaksanakan. Data
yang diperoleh dari angket kemudian diolah. Data disajikan dalam
bentuk tabel untuk mengetahui sebaran frekuensi, persentase, dan skor
serta mempermudah interpretasi data dari masing-masing pernyataan.
Untuk menghitung persentase data digunakan rumus sebagi berikut:
P = f
n × 100%
dengan P = Persentase jawaban
f = Frekuensi jawaban
n = Banyaknya responden
Penafsiran data angket siswa dilakukan dengan menggunakan
kategori persentase berdasarkan Hendro (Rachmawati, 2002 : 40) yang
Tabel 3.10
Kriteria Persentase Angket
Presentase Jawaban Kriteria
p = 0 Tak seorang pun
0 < p < 25 Sebagian kecil
25 p < 50 Hampir setengahnya
p = 50 Setengahnya
50 < p < 75 Sebagian besar
75 p < 100 Pada umumnya
p = 100 Seluruhnya
Pengolahan data angket menggunakan skala Likert (Suherman,
2003 : 190), pada Tabel 3.11 berikut tercantum pemberian skor yang
digunakan:
Tabel 3.11
Kriteria Pemberian Skor Angket
Jenis Pertanyaan Skor
SS S TS STS
Positif 5 4 2 1
Negatif 1 2 4 5
b. Lembar Observasi Kelas
Lembar observasi digunakan untuk menggambarkan suasana
pembelajaran matematika dengan menggunakan metode active learning.
Data yang terkumpul ditulis dan dikumpulkan dalam tabel berdasarkan
permasalahan yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Lembar
observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi
Fenny Nur Komala Sari, 2013
Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada
Bab IV, terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan, yaitu:
1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran matematika dengan menggunakan metode active learning
lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran
konvensional.
2. Pada umumnya siswa di kelas eksperimen memberikan sikap positif
terhadap pembelajaran matematika dengan metode active learning.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang
ingin penulis sampaikan, yaitu:
1. Pada pembelajaran dengan menggunakan metode active learning saat
pembentukan kelompok sebaiknya tiap kelompok terdapat siswa yang
cukup pintar dalam pembelajaran matematika, agar semua kelompok
2. Pada pembelajaran dengan menggunakan metode active learning tipe
games sebaiknya menggunakan permainan yang lebih menarik agar siswa
lebih termotivasi untuk belajar matematika.
3. Pada pembelajaran dengan metode active learning sebaiknya guru
memberikan arahan yang tepat untuk membimbing siswa dalam
menggunakan langkah-langkah pembelajaran.
4. Sebaiknya menyusun bahan ajar yang dapat dipahami oleh siswa agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
5. Bantuan guru pada saat siswa mengerjakan lembar kerja hendaknya tidak
tergesa-gesa dan terlalu sering agar siswa mampu mengembangkan
kemampuan matematika yang ingin dicapai dengan optimal.
6. Penelitian terhadap metode active learning disarankan untuk dilanjutkan
dengan karakteristik populasi yang berbeda serta kompetensi matematis
Fenny Nur Komala Sari, 2013
Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, B. I. (2005). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi Doktor pada PPS UPI: tidak diterbitkan.
BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Dahlia, D. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Trefinger dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa (Suatu Penelitian terhadap Siswa Kelas VII SMPN 12 Bandung). Skripsi pada jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.
Dananjaya, U. (2010). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Penerbit NUANSA.
Dainah, E. (2010). Implementasi Model Pembelajaran Advance Organizer dengan Bantuan Macromedia Flash untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.
Fitriah, P. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar 7 E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.
Hartono, (2008). Strategi Pembelajaran Active Learning. [Online]. Tersedia:
http://sditalqalam.wordpress.com/2008/01/09/strategi-pembelajaran-active-learning/. [7 Agustus 2012].
Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematis. [Online]. Tersedia:
http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/. [24 Januari 2012].
Irjayanti, P. R. (2011). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Reciprocal Teaching dengan Model Pembelajaran Kooperatif Di Kelas VIII-D SMP
Negeri 4 Magelang. [Online]. Tersedia:
eprints.uny.ac.id/.../SKRIPSI_RUNTYANI._IP.pdf . [5 Januari 2013].
Jacob, C. (2002). Matematika Sebagai Komunikasi. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya: tidak diterbitkan.
Fenny Nur Komala Sari, 2013
Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Nugraha, A. (2010). Penggunaan Metode CO-OP CO-OP dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.
Nuharini, D, dkk. (2008). Konsep dan Aplikasinya untuk Kelas VII SMP dan MTs. Jakarta: DEPDIKNAS.
Rahman, N. W. (2008). Rujukan Filsafat, Teori, da Praktis ilmu pendidikan. Bandung: UPI Press.
Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito.
Setiawan. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada SPS UPI: tidak diterbitkan.
Silberman, M (2009). Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: YAPPENDIS.
Silitonga, R. H. Y. (2010). Penerapan Metode Accelerated Learning dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.
Sudjana. (1996). Media Statistika Edisi Ke-6. Bandung: Tarsito.
Suherman, E, dkk. (2003). Individual Textbook Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI.
Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.
Suherman, H. (2011). Penerapan Model Kooperatif Tipe Three-Step Interview dengan Pendekatan Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan Komunikasi Matematika Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.