• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE ACTIVE LEARNING TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN METODE ACTIVE LEARNING TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Fenny Nur Komala Sari, 2013

Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Operasional ... 8

F. Batasan Masalah ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 10

B. Metode Active Learning ... 13

C. Keterkaitan antara Metode Active Learning dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 15

(2)

Fenny Nur Komala Sari, 2013

Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 18

B. Populasi dan Sampel ... 19

C. Variabel Penelitian ... 19

D. Instrumen Penelitian ... 20

E. Bahan Ajar ... 28

F. Prosedur Penelitian ... 29

G. Analisis Data ... 31

1. Analisis Data Kuantitatif... 31

2. Analisis Data Kualitatif... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36

B. Pembahasan ... 51

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... x

LAMPIRAN ... 59

(3)

Fenny Nur Komala Sari, 2013

Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kriteria Validitas Instrumen... 22

Tabel 3.2 Validitas Tiap Butir Soal... 22

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas ... 23

Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kesukaran ... 25

Tabel 3.5 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 25

Tabel 3.6 Kriteria Daya Pembeda ... 26

Tabel 3.7 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 27

Tabel 3.8 Data Hasil Uji Instrumen ... 27

Tabel 3.9 Kriteria Indeks Gain ... 34

Tabel 3.10 Kriteria Presentase Angket... 35

Tabel 3.11 Kriteria Pemberian Skor Angket ... 35

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 36

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pretes ... 37

Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Data Pretes ... 38

Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Pretes ... 39

Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Skor Postes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 40

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Data Postes... 41

Tabel 4.7 Hasil Uji Mann-Whitney U Data Postes ... 43

Tabel 4.8 Deskriptif Data Indeks Gain ... 43

Tabel 4.9 Skor Angket Siswa dan Kategori Sikap Siswa Berdasarkan Angket... 45

Tabel 4.10 Kegiatan Hasil Observasi Aktivitas Guru Secara Umum ... 49

(4)

Fenny Nur Komala Sari, 2013

Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 59

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 74

A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 89

LAMPIRAN B B.1 Kisi-kisi Soal Pretes dan Postes ... 101

B.2 Soal Pretes dan Postes ... 103

B.3 Kunci Jawaban Soal Pretes dan Postes ... 105

B.4 Format Kisi-kisi Angket Sikap Siswa ... 107

B.5 Format Angket Sikap Siswa ... 108

B.6 Format Lembar Observasi Guru ... 109

B.7 Format Lembar Observasi Siswa ... 112

LAMPIRAN C C.1 Validitas Butir Soal ... 115

C.2 Reliabilitas Tes ... 116

C.3 Indeks Kesukaran ... 117

C.4 Daya Pembeda ... 118

LAMPIRAN D D.1 Daftar Nilai dan Indeks Gain Kelas Active Learning ... 119

(5)

Fenny Nur Komala Sari, 2013

Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

D.3 Hasil Uji Statistik Data Pretes ... 121

D.4 Hasil Uji Statistik Data Postes ... 125

D.5 Data Hasil Angket Siswa ... 128

LAMPIRAN E E.1 Beberapa Hasil Jawaban Pretes Kelas Eksperimen ... 130

E.2 Beberapa Hasil Jawaban Pretes Kelas Kontrol ... 133

E.3 Beberapa Hasil Jawaban Postes Kelas Eksperimen ... 136

E.4 Beberapa Hasil Jawaban Postes Kelas Kontrol... 139

E.5 Beberapa Hasil Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 142

E.6 Beberapa Hasil Jawaban Angket Siswa ... 154

E.7 Beberapa Hasil Lembar Observasi Guru ... 157

E.8 Beberapa Hasil Lembar Observasi Siswa ... 160

LAMPIRAN F F.1 Surat Izin Instrumen ... 163

F.2 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Instrumen ... 164

F.3 Surat Izin Penelitian ... 165

F.4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 166

F.5 Surat Tugas ... 167

F.6 Kartu Bimbingan Skripsi ... 168

(6)

Fenny Nur Komala Sari, 2013

Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Interaksi belajar mengajar yang baik adalah guru sebagai pengajar

tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang

kondusif serta memberikan motivasi agar peserta didik dapat

mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

karena itu dalam pembelajarannya, faktor keaktifan sebagai subjek belajar

sangat menentukan.

Matematika memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, beberapa siswa tidak suka pada pelajaran matematika. Seperti yang

diungkapkan Ruseffendi (2005), matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak dan

secara umumnya merupakan pelajaran yang tidak disenangi atau pelajaran

yang dibenci.

Kurikulum yang sedang diterapkan di Indonesia saat ini yaitu

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Di dalam KTSP (BSNP,

2006 : 140) dijelaskan bahwa, tujuan diberikannya mata pelajaran matematika

di sekolah adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

(7)

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

KTSP juga merinci empat jenis kemampuan penting yang harus

dikuasai oleh siswa, di antaranya: pemecahan masalah (problem solving),

penalaran (reasoning), komunikasi (communication) dan menghargai

kegunaan matematika sebagai tujuan pembelajaran matematika SD, SMP,

SMA dan SMK, disamping tujuan yang berkaitan dengan pemahaman konsep

seperti yang sudah dikenal selama ini.

Berdasarkan keterangan tersebut terlihat bahwa kemampuan

komunikasi dalam matematika itu perlu dikuasai oleh setiap siswa. National

Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (2000 : 8) menyatakan bahwa

kemampuan komunikasi dalam matematika perlu dibangun agar siswa dapat :

(1) merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan

matematika dalam berbagai situasi, (2) memodelkan situasi dengan lisan,

tertulis, gambar, grafik dan secara aljabar, (3) mengembangkan pemahaman

terhadap gagasan matematik termasuk peranan definisi dalam berbagai situasi

matematika, (4) menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan

menulis menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematik, (5)

(8)

(6) memahami nilai dari notasi peran matematika dalam pengembangan

gagasan matematik.

Menurut Herdian (2010), komunikasi secara umum dapat diartikan

sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke

penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik langsung

secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi

tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan

seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan

kemampuan berkomunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai

bahasa termasuk bahasa matematis. Beliau juga menyampaikan bahwa

kemampuan komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu kemampuan

siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa

dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi

pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika

yang dipelajari siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau Metode

penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi

di dalam kelas adalah guru dan siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara

lisan maupun tertulis.

Jadi, kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa

untuk mengomunikasikan ide-ide atau gagasan-gagasan matematis kepada

orang lain, baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun gambar.

Berdasarkan penjelasan tersebut, terlihat bahwa kemampuan

(9)

masih banyak sekolah di Indonesia yang tidak memberi peluang bagi siswa

untuk lebih meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dari

sudut pandang siswa, peneliti beranggapan bahwa siswa hanya akan belajar

jika ada PR, ada tugas dari guru, atau akan ujian saja. Hal ini merupakan

realita budaya siswa di Indonesia yang perlu segera disikapi.

Kurangnya kemampuan komunikasi siswa di Indonesia juga dapat

dilihat dari rendahnya peringkat Indonesia dalam Programme for

International Student Assessment (PPPTK, 2011) yaitu pada tahun 2006

berada pada peringkat 52 dari 57 negara dan pada tahun 2009 berada pada

peringkat 61 dari 65 negara. Padahal Soal-soal matematika dalam studi PISA

lebih banyak mengukur kemampuan bernalar, pemecahan masalah,

berargumentasi dan berkomunikasi dari pada soal-soal yang mengukur

kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan ingatan dan perhitungan

semata (PPPTK, 2011).

Begitupun hasil observasi yang dilakukan oleh Irjayanti (2011 : 7)

pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010 dan wawancara dengan guru

matematika, diperoleh informasi bahwa secara umum kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas VII masih rendah. Hal ini dibuktikan

dengan: (1) sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam mengubah suatu

permasalahan kontekstual (soal cerita) ke dalam kalimat matematika, artinya

kemampuan siswa dalam menyampaikan ide/ gagasan matematika baik lisan

maupun tertulis dari permasalahan kontekstual masih kurang, (2) sebagian

(10)

ruang dan proses perhitungannya masih belum tepat, artinya kemampuan

siswa dalam menggunakan simbol/ notasi matematika serta melakukan

operasi matematika belum tepat, dan (3) kemampuan siswa dalam

menjelaskan gambar ke dalam uraian kontekstual masih kurang. Artinya

memang kemampuan komunikasi matematis siswa SMP masih rendah dan

perlu ditingkatkan lagi.

Kemudian berdasarkan hasil observasi peneliti di SMP Negeri 9

Bandung ketika melakukan kegian PPL (Program Pengalaman Lapangan)

pada semester ganjil 2012/2013, diperoleh bahwa pada pembelajaran

matematika kegiatan hanya berpusat pada guru (teacher centered) sehingga

siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat seperlunya. Hal ini

sering menyebabkan siswa jenuh dan tidak berkonsentrasi dalam belajar.

Siswa hanya mampu menyelesaikan soal sejenis yang sudah diselesaikan oleh

guru dan siswa menginginkan guru yang menyelesaikan soal yang jenisnya

berbeda dengan yang diterangkan. Selain itu, siswa tidak dapat

menginterpretasikan soal uraian ke dalam model matematika. Ini

menunjukkan bahwa hal tersebut menyebabkan kemampuan komunikasi

matematis tertulis beberapa siswa SMP Negeri 9 Bandung masih kurang.

Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, guru

hendaknya memfasilitasi siswa dengan pembelajaran yang dapat memicu

siswanya untuk berperan aktif dalam mengkomunikasikan suatu

permasalahan matematika, sehingga ia dapat meningkatkan hasil belajar

(11)

siswa untuk berperan aktif dalam mengkomunikasikan pengetahuan yang ia

miliki adalah metode Active Learning. Menurut Hartono (2008), metode ini

dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang

dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil

belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka

miliki. Di samping itu Active Learning juga dimaksudkan untuk menjaga

perhatian siswa/ peserta didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.

Silberman (2009 : 10) mengatakan bahwa kegiatan belajar aktif adalah pada

saat siswa melakukan sebagian besar pekerjaan yang harus dilakukan. Belajar

aktif merupakan langkah cepat, menyenangkan, mendukung dan secara

pribadi menarik hati. Beliau juga menerangkan bahwa belajar aktif

merupakan sebuah kesatuan sumber dari kumpulan strategi-strategi

pembelajaran yang komprehensif. Dengan berbagai ungkapan tersebut

diharapkan metode Active Learning dapat meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis siwa khususnya siswa SMP.

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, judul yang digunakan

dalam penelitian ini adalah “Penerapan Metode Active Learning terhadap

Pembelajaran Matematika untuk Meningkatan Kemampuan Komunikasi

(12)

B. Rumusan Masalah

Masalah utama penelitian ini secara umum adalah “Bagaimana

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP yang mendapat

pembelajaran dengan metode Active Learning?”

Masalah tersebut dapat diuraikan menjadi pertanyaan-pertanyaan

sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode

Active Learning lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan

pembelajaran secara konvensional?

2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan

menggunakan metode Active Learning?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan

menggunakan metode Active Learning lebih baik dibandingkan siswa

yang menggunakan pembelajaran secara konvensional.

2. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan

(13)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan metode Active Learning

diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

siswa.

2. Bagi guru, dapat menjadi salah satu alternatif untuk lebih kreatif dalam

menciptakan suasana kelas yang lebih efektif sehingga dapat

meningkatkan kualitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika.

3. Bagi peneliti, merupakan suatu wahana dalam menemukan dan

menghadapi berbagai permasalahan dalam pembelajaran matematika

serta memperoleh pengalaman dari penelitian yang akan dilakukan.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami istilah-istilah yang

terdapat dalam penelitian ini, maka diperlukan definisi beberapa istilah

sebagai berikut:

1. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk

mengomunikasikan ide-ide atau gagasan-gagasan matematis kepada orang

lain, baik dalam bentuk lisan, tulisan maupun gambar. Indikator

kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah: (1) memunculkan model konseptual seperti gambar, diagram, tabel

atau grafik, (2) membuat model matematis/ persamaan aljabar, dan (3)

(14)

2. Metode active learning adalah suatu proses pembelajaran yang berpusat

pada siswa bersifat strategis dan inovatif. Strategis karena memfasilitasi

siswa aktif dan menempatkan siswa sebagai subyek yang

bertanggungjawab atas proses pembelajaran. Inovatif memfasilitasi siswa

memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar. Metode active

learning pada penelitian ini menggunakan proses pembelajaran yang

dijelaskan oleh Dananjaya (2010 : 31), yaitu pembelajaran tipe diskusi,

tipe proyek, dan tipe games.

3. Pembelajaran konvensional adalah cara mengajar yang berpusat pada guru.

Guru terlebih dahulu menjelaskan materi yang akan dipelajari, memberi

contoh soal, kemudian memberikan latihan soal untuk diselesaikan oleh

siswa.

F. Batasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak meluas, maka ruang

lingkup untuk permasalahan dibatasi, yakni:

1. Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Persamaan dan Pertidaksamaan

Linear Satu Variabel.

2. Kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan

(15)

Fenny Nur Komala Sari, 2013

Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Perlakuan pada penelitian ini yakni metode Active Learning, diatur

secara sengaja sehingga terdapat suatu kondisi yang dimanipulasi. Menurut

Ruseffendi (2005 : 32), penelitian yang di dalamnya terdapat manipulasi baik

sampel atau perlakuan disebut penelitian kuasi eksperimen. Pengambilan

sampel pada penelitian ini tidak secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan

siswa seadanya. Hal ini disebabkan pengelompokkan baru di lapangan sering

tidak memungkinkan. Sehingga berdasarkan metodenya, penelitian ini adalah

penelitian kuasi eksperimen (Ruseffendi, 2005 : 50).

Dengan demikian desain kelompok kontrol non-ekuivalen dari

penelitian ini (Ruseffendi, 2005 : 53) adalah sebagai berikut:

O X O

O O

dengan X : Pembelajaran dengan metode Active Learning.

O : Pretes dan postes.

Menurut Ruseffendi, (2005 : 53) garis putus-putus pada desain

kelompok kontrol non-ekuivalen tersebut menandakan sampel yang diambil

(16)

Perbedaan hasil pretes dan postes diasumsikan efek dari metode pembelajaran

yang diberikan.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester

ganjil tahun akademik 2012/2013 pada SMP Negeri 9 Bandung yang

berjumlah 13 kelas. Penentuan/ pemilihan sampel dilakukan secara purposive

sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan

peneliti (Sudjana, 1996 : 168). Pertimbangan tersebut diambil karena guru

yang bersangkutan merupakan guru yang merangkap sebagai wakil kepala

sekolah sehingga sering tidak hadir mengajar. Oleh karena itu wakil kepala

sekolah bidang kurikulum meminta peneliti untuk mengambil kelas sampel

dari kelas yang diajar oleh guru tersebut. Dengan teknik tersebut diambil dua

kelas sampel, yaitu kelas VII-5 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-6

sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapat perlakuan yang

pembelajarannya menggunakan metode Active Learning, sedangkan kelas

kontrol mendapatkan pembelajaran secara konvensional.

C. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua buah variabel, yaitu variabel bebas dan

variable terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode Active

Learning, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi

(17)

D. Instrumen Penelitian

1. Instrumen Data Kuantitatif

Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Tes kemampuan komunikasi matematis siswa dikembangkan

berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematis. Instrumen tes

yang digunakan adalah pretes dan postes. Pretes ini diberikan dengan

tujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa

sebelum perlakuan, sedangkan postes diberikan dengan tujuan melihat

kemampuan komunikasi matematis siswa setelah perlakuan. Tes yang

digunakan adalah tes tertulis berbentuk uraian (subjektif). Soal uraian

diberikan dengan tujuan agar peneliti dapat melihat proses pengerjaan soal

oleh siswa sehingga dapat diketahui apakah siswa sudah mampu

mengembangkan atau meningkatkan kemampuan komunikasi

matematisnya atau belum.

Untuk memperoleh alat evaluasi yang kualitasnya baik, perlu

diperhatikan beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu validitas,

reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda dari instrumen tes. Selain

itu juga dikonsultasikan kepada dosen pembimbing sebelum dan setelah

pengujian.

a. Validitas

Valid (absah) atau tidaknya suatu alat evaluasi dapat diketahui

(18)

yang seharusnya dievaluasi atau tidak. Validitas atau keabsahan alat

evaluasi tergantung pada ketepatan alat evaluasi dalam menjalankan

fungsinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu alat untuk

mengevaluasi karekteristik X valid apabila yang dievaluasi itu

karakteristik X pula. Alat evaluasi yang valid untuk suatu tujuan

tertentu belum tentu valid untuk tujuan yang lain. Dengan kata lain,

validitas suatu alat evaluasi harus ditinjau dari karakteristik tertentu.

Korelasi koefisien dihitung menggunakan program Anates Uraian.

Selain itu dapat menggunakan rumus (Suherman, 2003 : 121) sebagai

x = Nilai yang diperoleh tiap butir soal.

y = Skor total yang diperoleh tiap siswa.

Kriteria dari koefisien validitas menurut Guilford (Suherman,

(19)

Tabel 3.1

Kriteria Validitas Instrumen

Koefisien Validitas (rxy) Kriteria

0,90 ≤ rxy≤ 1,00 validitas sangat tinggi (sangat baik)

0,70 ≤ rxy < 0,90 validitas tinggi (baik)

0,40 ≤ rxy < 0,70 validitas sedang (cukup)

0,20 ≤ rxy < 0,40 validitas rendah (kurang)

0,00 ≤ rxy < 0,20 validitas sangat rendah

rxy < 0,00 tidak valid

Untuk menghitung validitas butir soal, penulis menggunakan

bantuan program Anates. Validitas yang diperoleh untuk tiap butir soal

disajikan pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2

Validitas Tiap Butir Soal

No. Soal Koefisien Korelasi Interpretasi

1 0,58 validitas sedang (cukup)

2 0,56 validitas sedang (cukup)

3 0,71 validitas tinggi (baik)

4 0,67 validitas sedang (cukup)

5 0,79 validitas tinggi (baik)

b. Reliabilitas

Reabilitas suatu alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat

yang memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama) jika

pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan

oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda

pula. Alat evaluasi yang reabilitasnya tinggi disebut alat evaluasi yang

reliabel. Suatu alat evaluasi (tes dan non tes) disebut reliabel apabila

(20)

sama. Relatif tetap di sini dimaksudkan tidak tepat sama, tetapi

mengalami perubahan yang tak berarti (tidak signifikan) dan bisa

diabaikan. Perubahan hasil evaluasi ini disebabkan adanya unsur

pengalaman dari peserta tes dan kondisi lainnya. Bentuk soal tes yang

digunakan pada penelitian ini adalah soal uraian, karena itu untuk

mencari koefisien reliabilitas (r11) digunakan rumus Alpha yang

dirumuskan (Suherman, 2003 : 154) sebagai berikut:

r11 =

dengan r11 = Koefisien reliabilitas instrumen.

n = Banyaknya butir soal.

si2 = Jumlah varians skor setiap soal.

st2 = Varians skor total.

Kriteria dari koefisien reliabilitas yang dibuat oleh Guilford

(Suherman, 2003 : 139) tercantum dalam Tabel 3.3 berikut ini.

Tabel 3.3

Kriteria Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas (r11) Kriteria

r110,20 derajat reliabilitas sangat rendah

0 r11 derajat reliabilitas rendah

70 , 0 40

,

0 r11 derajat reliabilitas sedang

90 , 0 70

,

0 r11 derajat reliabilitas tinggi

00 , 1 90

,

0 r11 derajat reliabilitas sangat tinggi

Untuk menghitung reliabilitas butir soal, penulis kembali

(21)

dalam hasil uji instrumen adalah 0,61. Nilai ini menunjukkan bahwa

reliabilitas instrumen yang digunakan tergolong ke dalam kategori

sedang.

c. Indeks kesukaran

Alat evaluasi yang baik akan menghasilkan skor yang

berdistribusi normal. Jika suatu alat evaluasi terlalu sukar, maka

frekuensi distribusi yang paling banyak terletak pada skor yang rendah,

karena sebagian besar mendapat nilai yang jelek. Jika alat evaluasi

seperti ini seringkali diberikan akan mengakibatkan siswa menjadi

putus asa, sebaliknya jika soal yang diberikan terlalu mudah, hal ini

kurang merangsang siswa untuk berpikir tinggi. Suatu soal dikatakan

memiliki derajat kesukaran yang baik bila soal tersebut tidak terlalu

mudah dan tidak terlalu sukar.

Suherman (2003 : 169) mengatakan, derajat kesukaran suatu butir

soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut Indeks Kesukaran

(Difficulty Index). Bilangan tersebuat adalah bilangan real pada interval

(kontinum) 0,00 sampai dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran

1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah.

Rumus menentukan Indeks Kesukaran untuk soal uraian dalam

(22)

SMI X IK

dengan IK = Indeks Kesukaran.

� = Rata-rata skor tiap soal.

SMI = Skor Maksimal Ideal

Klasifikasi indeks kesukaran tiap butir soal yang paling banyak

digunakan menurut Suherman (2003 : 170) adalah seperti pada Tabel

3.4 berikut.

Tabel 3.4

Kriteria Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran (IK) Kriteria Soal

IK = 0,00 soal terlalu sukar

0,00 < IK  0,30 soal sukar

0,30 < IK  0,70 soal sedang

0,70 < IK < 1,00 soal mudah

IK = 1,00 soal terlalu mudah

Penulis juga menggunakan bantuan program Anates untuk

menguji indeks kesukaran. Berdasarkan hasil uji coba diperoleh hasil

seperti yang tercantum dalam Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5

Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal

No. Soal Indeks Kesukaran (IK) Kriteria Soal

1 0,6 soal sedang

2 0,52 soal sedang

3 0,54 soal sedang

4 0,45 soal sedang

(23)

d. Daya pembeda

Daya pembeda (DP) dari suatu butir soal menyatakan seberapa

jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi

yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang

menjawab salah menurut Suherman (2003 : 159). Dengan kata lain,

daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal itu untuk

membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi

dengan siswa berkemampuan rendah.

Rumus untuk menentukan daya pembeda untuk soal uraian dalam

Depdiknas (Dainah, 2010 : 32) adalah sebagai berikut.

DP = XA -XB

SMI

dengan DP = Daya Pembeda.

XA = Rata-rata skor siswa kelompok Atas.

XB = Rata-rata skor siswa kelompok Bawah.

SMI = Skor Maksimal Ideal.

Kriteria daya pembeda tiap butir soal yang akan digunakan

(Suherman, 2003 : 161) adalah seperti pada Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Kriteria Daya Pembeda

Daya Pembeda (DP) Kriteria

DP ≤ 0,00 sangat jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 jelek

0,20 < DP ≤ 0,40 cukup

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

(24)

Dalam pengujian ini, penulis juga menggunakan bantuan program

Anates. Hasil uji coba yang diperoleh adalah seperti pada Tabel 3.7

berikut.

Tabel 3.7

Daya Pembeda Tiap Butir Soal

No. Soal Daya Pembeda (DP) Kriteria

1 0,32 Cukup

2 0,22 Cukup

3 0,41 Baik

4 0,45 Baik

5 0,68 Baik

Setelah melihat validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya

pembeda dari setiap soal yang diuji cobakan maka soal yang digunakan

sebagai instrument ter disajikan dalam Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8

Data Hasil Uji Instrumen

Validitas Indeks Kesukaran (IK)

Daya Pembeda

(DP) Keterangan

1 Sedang Sedang Cukup Diperbaiki

2 Sedang Sedang Cukup Diperbaiki

3 Tinggi Sedang Baik Digunakan

4 Sedang Sedang Baik Digunakan

5 Tinggi Sedang Baik Digunakan

2. Instrumen Data Kualitatif

a. Angket Sikap Siswa

Instrumen angket yang digunakan untuk mengetahui tanggapan

(25)

mengajar. Skala yang digunakan dalam angket adalah skala Likert. Ada

dua jenis pernyataan dalam skala Likert yaitu pernyataan positif

(favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable). Setiap pernyataan

memiliki empat alternative pilihan, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),

Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).

b. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui pembelajarannya

menggunakan metode Active Learning atau tidak, dan tujuan lain dari

lembar observasi adalah memperoleh data tentang aktivitas yang

dilakukan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Lembar observasi yang digunakan mengandung berbagai pernyataan

apakah peneliti melaksanakan tindakan sesuai dengan metodenya atau

tidak dengan terdiri dari dua macam jawaban (Ya atau Tidak). Lembar

observasi ini diisi oleh observer yang terdiri dari guru dari mata

pelajaran matematika atau rekan mahasiswa.

E. Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran di penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang

(26)

mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan

dijabarkan dalam silabus. RPP untuk kelas eksperimen menggunakan

pembelajaran dengan metode active learning, sedangkan RPP untuk

kelas kontrol menggunakan pembelajaran secara konvensional. RPP

dalam penelitian ini disusun untuk 3 (tiga) kali pertemuan. Pada kelas

eksperimen untuk pertemuan pertama, RPP menggunakan metode active

learning tipe diskusi, pertemuan kedua menggunakan metode active

learning tipe proyek, dan pertemuan ketiga menggunakan metode active

learning tipe games.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa adalah suatu media atau alat pembelajaran,

karena dipergunakan guru sebagai perantara dalam melaksanakan

kegiatan pengajaran untuk mencapai tujuan instruksional khusus atau

tujuan pembelajaran khusus. LKS berupa beberapa lembar kertas yang

berisi sekumpulan soal-soal yang diberikan guru untuk dikerjakan oleh

siswa. Sedangkan bahan ajar yang dipakai sebagai sumber pembelajaran

adalah buku matematika SMP yang relevan.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

(27)

a. Membuat rancangan penelitian yang dilanjutkan dengan seminar

proposal.

b. Menetapkan pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian.

c. Membuat surat izin penelitian.

d. Menentukan subjek penelitian yaitu menentukan kelas eksperimen yang

diberi pembelajaran dengan metode active learning dan kelas kontrol

yang diberi pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.

e. Menyusun bahan ajar yang meliputi silbus, RPP dan LKS.

f. Membuat instrumen penelitian yang meliputi kisi-kisi soal, tes

kompetensi komunikasi matematis, dan pedoman penilaian.

g. Melakukan uji coba instrumen tes kemampuan komunikasi matematis.

h. Melakukan analisis hasil uji coba instrumen tes terhadap valisitas,

reliabilitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran tiap butir soal.

i. Merevisi instrumen penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap pelaksanaan, yaitu:

a. Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

b. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode Active

Learning pada kelas eksperimen dan melaksanakan pembelajaran

konvensional pada kelas kontrol.

c. Melakukan observasi.

(28)

e. Memberikan angket pada pertemuan terakhir kepada siswa untuk

mengetahui kesan dan respon siswa di kelas eksperimen terhadap

pembelajaran yang telah dilaksanakan.

3. Tahap Pengolahan Data

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap pengolahan data, yaitu

sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data hasil penelitian.

b. Mengolah data hasil penelitian.

c. Menganalisis data hasil penelitian.

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Tahap ini merupakan tahap pembuatan kesimpulan berdasarkan rumusan

masalah yang telah dibuat.

G. Analisis Data

1. Analisis Data Kuantitatif

Langkah-langkah pengolahan data kuantitatif yang diperoleh sebagai

berikut:

a. Pengolahan data hasil pretes dan postes kelas active learning dan

kelas konvensional

Pengolahan data hasil pretes dan postes yang menggunakan

software SPSS versi 17.0 ini digunakan untuk mengetahui apakah

kemampuan awal kedua kelas sampel setara atau tidak, serta untuk

(29)

siswa kedua kelas sampel tersebut. Langkah-langkah pengujiannya

adalah sebagai berikut:

1) Deskriptif Statistik

Deskriptif statistik merupakan deskripsi data hasil

perhitungan yang meliputi mean, standar deviasi, maksimun dan

minimum. Hal ini diperlukan untuk memberikan gambaran

mengenai kemampuan pada kedua kelompok.

2) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data

pretes dan postes/ indeks gain kedua kelas sampel berasal dari

populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini

menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi

5%. Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa sebaran data

berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji

homogenitas, sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan bahwa

salah satu atau kedua data tidak berdistribusi normal maka tidak

dilanjutkan dengan uji homogenitas melainkan uji kesamaan dua

rata-rata dengan menggunakan uji non-parametrik Mann-Whitney.

3) Uji Homogenitas

Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data pretes dan

postes/ indeks gain kedua kelas sampel memiliki varians yang

(30)

4) Uji Kesamaan Dua Rata-rata/ Perbedaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui

apakah rata-rata skor pretes kedua kelas sampel sama atau tidak.

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui

perbedaan rata-rata yang signifikan antara kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas active learning dan kelas

konvensional.

Jika hasil pengujian menunjukkan bahwa data kedua kelas

sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan

memiliki varians yang homogen, maka dilanjutkan dengan uji

kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan Independent Sample

T-Test untuk uji t, sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan

bahwa data kedua kelas sampel berasal dari populasi yang

berdistribusi normal tetapi memiliki varians yang tidak homogen,

maka selanjutnya digunakan Independent Sample T-Test untuk uji

t’.

b. Analisis data peningkatan kualitas kemampuan komunikasi matematis

Data peningkatan kualitas kemampuan komunikasi matematis

siswa dapat terlihat dari data indeks gain. Indeks gain adalah gain

yang ternormalisasi dinamakan Indeks gain yang dihitung dengan

menggunakan rumus dari Hake (Dahlia, 2008 : 35) sebagai berikut:

Indeks gain (g) =skor postes - skor pretes

(31)

Kriteria indeks gain menurut beliau disajikan dalam Tabel 3.9

Tabel 3.9

Kriteria Indeks Gain

Indeks gain Kriteria

g 0,7 Tinggi

0,3 g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

2. Analisis Data Kualitatif

a. Angket

Angket ini digunakan untuk mengukur sikap siswa terhadap

matematika dan metode active learning yang sedang dilaksanakan. Data

yang diperoleh dari angket kemudian diolah. Data disajikan dalam

bentuk tabel untuk mengetahui sebaran frekuensi, persentase, dan skor

serta mempermudah interpretasi data dari masing-masing pernyataan.

Untuk menghitung persentase data digunakan rumus sebagi berikut:

P = f

n × 100%

dengan P = Persentase jawaban

f = Frekuensi jawaban

n = Banyaknya responden

Penafsiran data angket siswa dilakukan dengan menggunakan

kategori persentase berdasarkan Hendro (Rachmawati, 2002 : 40) yang

(32)

Tabel 3.10

Kriteria Persentase Angket

Presentase Jawaban Kriteria

p = 0 Tak seorang pun

0 < p < 25 Sebagian kecil

25 p < 50 Hampir setengahnya

p = 50 Setengahnya

50 < p < 75 Sebagian besar

75 p < 100 Pada umumnya

p = 100 Seluruhnya

Pengolahan data angket menggunakan skala Likert (Suherman,

2003 : 190), pada Tabel 3.11 berikut tercantum pemberian skor yang

digunakan:

Tabel 3.11

Kriteria Pemberian Skor Angket

Jenis Pertanyaan Skor

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

b. Lembar Observasi Kelas

Lembar observasi digunakan untuk menggambarkan suasana

pembelajaran matematika dengan menggunakan metode active learning.

Data yang terkumpul ditulis dan dikumpulkan dalam tabel berdasarkan

permasalahan yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Lembar

observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi

(33)

Fenny Nur Komala Sari, 2013

Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada

Bab IV, terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan, yaitu:

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan

pembelajaran matematika dengan menggunakan metode active learning

lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pembelajaran

konvensional.

2. Pada umumnya siswa di kelas eksperimen memberikan sikap positif

terhadap pembelajaran matematika dengan metode active learning.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang

ingin penulis sampaikan, yaitu:

1. Pada pembelajaran dengan menggunakan metode active learning saat

pembentukan kelompok sebaiknya tiap kelompok terdapat siswa yang

cukup pintar dalam pembelajaran matematika, agar semua kelompok

(34)

2. Pada pembelajaran dengan menggunakan metode active learning tipe

games sebaiknya menggunakan permainan yang lebih menarik agar siswa

lebih termotivasi untuk belajar matematika.

3. Pada pembelajaran dengan metode active learning sebaiknya guru

memberikan arahan yang tepat untuk membimbing siswa dalam

menggunakan langkah-langkah pembelajaran.

4. Sebaiknya menyusun bahan ajar yang dapat dipahami oleh siswa agar

tujuan pembelajaran dapat tercapai.

5. Bantuan guru pada saat siswa mengerjakan lembar kerja hendaknya tidak

tergesa-gesa dan terlalu sering agar siswa mampu mengembangkan

kemampuan matematika yang ingin dicapai dengan optimal.

6. Penelitian terhadap metode active learning disarankan untuk dilanjutkan

dengan karakteristik populasi yang berbeda serta kompetensi matematis

(35)

Fenny Nur Komala Sari, 2013

Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B. I. (2005). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi Doktor pada PPS UPI: tidak diterbitkan.

BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dahlia, D. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model Trefinger dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa (Suatu Penelitian terhadap Siswa Kelas VII SMPN 12 Bandung). Skripsi pada jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Dananjaya, U. (2010). Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Penerbit NUANSA.

Dainah, E. (2010). Implementasi Model Pembelajaran Advance Organizer dengan Bantuan Macromedia Flash untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Fitriah, P. (2011). Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar 7 E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Hartono, (2008). Strategi Pembelajaran Active Learning. [Online]. Tersedia:

http://sditalqalam.wordpress.com/2008/01/09/strategi-pembelajaran-active-learning/. [7 Agustus 2012].

Herdian. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematis. [Online]. Tersedia:

http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-komunikasi-matematis/. [24 Januari 2012].

Irjayanti, P. R. (2011). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Reciprocal Teaching dengan Model Pembelajaran Kooperatif Di Kelas VIII-D SMP

Negeri 4 Magelang. [Online]. Tersedia:

eprints.uny.ac.id/.../SKRIPSI_RUNTYANI._IP.pdf . [5 Januari 2013].

Jacob, C. (2002). Matematika Sebagai Komunikasi. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya: tidak diterbitkan.

(36)

Fenny Nur Komala Sari, 2013

Penerapan Metode Active Learning Terhadap Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Siswa SMP

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Nugraha, A. (2010). Penggunaan Metode CO-OP CO-OP dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Nuharini, D, dkk. (2008). Konsep dan Aplikasinya untuk Kelas VII SMP dan MTs. Jakarta: DEPDIKNAS.

Rahman, N. W. (2008). Rujukan Filsafat, Teori, da Praktis ilmu pendidikan. Bandung: UPI Press.

Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: PT. Tarsito.

Setiawan. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada SPS UPI: tidak diterbitkan.

Silberman, M (2009). Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: YAPPENDIS.

Silitonga, R. H. Y. (2010). Penerapan Metode Accelerated Learning dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Sudjana. (1996). Media Statistika Edisi Ke-6. Bandung: Tarsito.

Suherman, E, dkk. (2003). Individual Textbook Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI.

Suherman, E, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Suherman, H. (2011). Penerapan Model Kooperatif Tipe Three-Step Interview dengan Pendekatan Berbasis Masalah dalam Upaya Meningkatkan Komunikasi Matematika Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI: tidak diterbitkan.

Gambar

Tabel 3.2 Validitas Tiap Butir Soal
Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas
Tabel 3.5 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal
Tabel 3.6
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kehidupan sosial kemasyarakatan yang kokoh dan berbudaya yang bercirikan tingginya pemanfaatan modal sosial dalam pembangunan, meningkatnya ketahanan keluarga,

4.6.3 Pengaruh Motivasi dan Peluang Usaha terhadap Minat Berwirausaha pada Peserta Didik di SMK Purnawarman Purwakarta .... 99

Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini, maka saya menyatakan bersedia berpartisipasi menjadi subjek dalam penelitian yang akan dilakukan oleh saudari

Memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan RI dan/atau laut lepas, yang tidak memiliki

dianggap tepat untuk menggambarkan mengenai keadaan di lapangan yaitu.. mengenai materi apa saja yang dipelajari pada kegiatan ekstrakurikuler seni. tari, bagaimana pelaksanaan

cukup besar namun belum menunjukkan adanya keberhasilan yang maksimal karena jiwa kewirausahaan yang ditanamkan dalam diri belum sepenuhnya ada dalam diri wirausaha, dimana

Jakarta : Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cetakan Kedua.. Jakarta :

Sahabat MQ/ Sejumlah politisi di DPR RI baru-baru ini menyatakan hendak menyusun sebuah kabinet bayangan// Kabinet bayangan ini akan terdiri dari sejumlah