DAFTAR ISI
2. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran e-learning ……
C. Kemampuan Pemahaman Matematis ………..
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ………
B. Subyek Penelitian ………...
C. Variabel Penelitian ………
D. Instrumen Penelitian ………..
1. Tes Pemahaman dan Berpikir Logis Matematis …………
a. Tes Pemahaman Matematis ………..
b. Tes Berpikir Logis Matematis ………..
c. Analisis Validitas Tes ………
d. Analisis Realibitas ……….
e. Analisis Tingkat Kesukaran ………..
f. Analisis Daya Pembeda ……….
2. Skala Disposisi Matematis ………
3. Skala Sikap terhadap Pembelajaran e-learning …………
4. Pengembangan Bahan Ajar ………...
E. Teknik Pengumpulan Data ……….
F. Teknik Analisa Data ………
1. Data Hasil Tes Pemahaman dan Berpikir Logis …………
2. Data Skala Disposisi Matematis ……….
G. Tahapan Penelitian ………. 63
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Data Penelitian ...
1. Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Logis Matematis ...
2. Hubungan Pemahaman dengan Berpikir Logis Matematis………..
3. Skala Disposisi Matematis ...
4. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Blended E-learning ...
B. Pembahasan Hasil Penelitian ...
1. Pendekatan Pembelajaran ...
2. Skala Disposisi Matematis………...
3. Tanggapan Siswa ………
4. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran E-learning...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, tidak terlepas dari
peran matematika sebagai ilmu dasar. Matematika juga memiliki nilai-nilai yang
strategis dalam menumbuhkembangkan cara berfikir logis, bersikap kritis, kreatif
dan inovatif serta mampu diterapkan dalam berbagai permasalahan baik yang
terkait dengan kehidupan siswa sehari-hari maupun dengan pengetahuan lain.
Ruseffendi (Darmayanti, 2010: 1) mengemukakan bahwa „… matematika
merupakan salah satu bagian yang penting dalam pengembangan bidang ilmu,
sains, dan teknologi: dan bagi matematikawan merupakan bidang yang amat
menarik dan penuh tantangan’. Dalam klasifikasi bidang ilmu pengetahuan,
matematika termasuk ke dalam ilmu eksakta yang lebih banyak memerlukan
pemahaman dan penalaran logis daripada hafalan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas)
Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (2006: 388) menyebutkan bahwa
pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan pembelajaran di atas, bisa dikatakan bahwa kemampuan
pemahaman, berpikir logis dan disposisi matematis mempunyai peranan yang
strategis dalam pembelajaran matematika, sebagaimana ditunjukkan dalam tujuan
pembelajaran matematika nomor 1, 2 dan 5. Hal ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Hariwijaya & Surya (2012: 20) bahwa “syarat anak bisa
dikatakan mahir matematika bila memiliki beberapa potensi diantaranya:
menguasai konsep matematika, memiliki penalaran yang logis dan mempunyai
sikap disposisi matematis yang baik”.
Kemampuan pemahaman matematis merupakan kemampuan dasar yang
akan menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan lainnya. Hal ini tersirat
dalam tujuan pembelajaran matematika yang termuat dalam kurikulum tingkat
tujuan pertama yang harus dikuasai oleh siswa, dengan kata lain kemampuan
matematis lain dapat tercapai dengan baik apabila kemampuan pemahamannya
baik. Beberapa penelitian tentang kemampuan pemahaman matematis
(Ansari, 2003; Ahmad, 2005) mengemukakan bahwa kemampuan pemahaman
yang baik memberikan kontribusi terhadap peningkatan kemampuan pemecahan
masalah dan komunikasi matematis, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kemampuan pemahaman matematis diperlukan untuk menguasai
kemampuan-kemampuan matematis lainnya di mana salah satunya adalah kemampuan-kemampuan berpikir
logis.
Kemampuan berpikir logis juga memiliki peranan yang sangat penting
dalam proses perkembangan fungsi otak kiri peserta didik, sehingga kemampuan
ini juga harus dikembangkan selain kemampuan berpikir lainnya seperti berpikir
kritis, kreatif, analisis dan sistematis. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Hendra (Hanum, 2010: 8) bahwa pada rasionalnya matematika diajarkan karena
matematika tidak hanya mengasah fungsi otak kiri, yaitu berpikir logis, analitis,
kritis, detail, runtut, berurutan dan sistematis, tetapi juga mengasah fungsi otak
kanan, seperti berpikir alternatif, eksploratif dan kreatif, serta kemampuan desain
dan optimasi. Selain itu, kemampuan berpikir logis sangat diperlukan siswa untuk
memahami suatu permasalahan matematis, karena dalam pemecahan masalah
matematis terdapat langkah-langkah yang terkadang hanya dapat dilakukan
dengan logika.
Aktivitas kemampuan berpikir logis dapat dimunculkan pada
rutin. Soal-soal atau permasalahan matematika yang sifatnya menantang dan tidak
rutin memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberdayakan segala
kemampuan yang dimilikinya atau menggunakan keterampilan berpikir tingkat
tinggi.
Kemampuan berpikir logis dalam pembelajaran matematika dapat
membantu siswa meningkatkan kemampuan yang lain dalam matematika
(Sumarmo, 1987; Mukhayat, 2004). Hal yang sama dikemukakan oleh Audiblox
(2006), “logical thinking: helping children to become smarter”.
Peningkatan kemampuan berpikir logis dan pemahaman matematis siswa
harus didukung oleh peran serta dan usaha guru karena peningkatan kemampuan
tersebut tidak secara spontan dapat tumbuh pada tiap-tiap peserta didik. Siswa
harus mempunyai kemandirian dalam berpikir dan harus banyak berlatih untuk
dapat meningkatkan kemampuan tersebut.
Guru harus mengembangkan pembelajaran yang dapat membuat siswa
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga dapat menggali potensi
siswa dan meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan
prinsip dalam pengembangan kurikulum yang dijelaskan dalam Permendiknas
Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi (2006: 4) yang menjelaskan bahwa
salah satu prinsip pengembangan kurikulum adalah proses pembelajaran harus
berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik
dan lingkungan.
Namun secara faktual pembelajaran matematika yang mengarah kepada
2010: 4) menyatakan bahwa paradigma mengajar saat ini mempunyai ciri antara
lain:
1. Guru aktif, sementara siswa pasif.
2. Pembelajaran berpusat pada guru (konvensional). 3. Guru mentransfer pengetahuan kepada siswa. 4. Pembelajaran bersifat mekanistik.
Hasil laporan survey internasional berkaitan dengan kemampuan siswa SMP
di Indonesia yaitu Trends in International Mathematics and Science Study
(TIMSS) dan Programme for International Student Assessment (PISA)
menyebutkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal
tidak rutin (masalah matematis) sangat lemah, siswa belum mampu
mengembangkan kemampuan berpikir logisnya secara optimum dalam mata
pelajaran matematika di sekolah (Wardhani & Rumiati, 2011: 57). Priatna
(Sujatmikowati, 2010) mengemukakan bahwa skor kemampuan pemahaman
matematis siswa SMA berupa kemampuan pemahaman instrumental dan
relasional masih rendah.
Fakta-fakta di atas masih relevan dengan keadaan pada tahun-tahun
sebelumnya seperti yang diungkapkan oleh Sumarmo (1987) bahwa siswa masih
banyak mengalami kesukaran dalam pemahaman relasional. Selain itu, menurut
(Wahyudin, 1999) dalam penelitiannya menemukan bahwa lima kelemahan yang
ada pada siswa diantaranya adalah siswa kurang memiliki kemampuan untuk
memahami konsep-konsep dasar matematis dan kurang memiliki kemampuan
bernalar yang logis dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematika.
Kelemahan-kelemahan yang dihasilkan dalam penelitian tadi, diduga salah
(Reziyustikha, 2011: 4) mengemukakan bahwa ada sesuatu yang kurang sesuai
dengan proses pendidikan yang terjadi di sekolah, yaitu: 1) anak di paksa belajar
dengan cara guru; 2) suasana tegang; 3) pembelajaran sering tidak bermakna; dan
4) seringkali siswa belajar tidak menarik perhatiannya. Selain itu Depdiknas
(Reziyustikha, 2011: 4) menggambarkan kondisi empiris yang seringkali kita
kecewa pada proses belajar mengajar di sekolah, apalagi dikaitkan dengan
pemahaman siswa. Hal ini disebabkan oleh: 1) banyak siswa yang menyajikan
tingkat hafalannya sangat baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada
kenyataannya mereka tidak memahami materi ajar tersebut; 2) sebagian besar
siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan
bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan, misalnya
mereka sedang belajar luas segitiga tetapi mereka tidak mengerti apa manfaat
yang diambil dalam luas segitiga itu dalam kehidupan sehari-hari; 3) siswa
memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik dikarenakan mereka
terbiasa diajarkan dengan menggunakan metode ceramah dan sesuatu yang
abstrak.
Berdasarkan hasil Video Study yang dilakukan oleh Shadiq (2007: 2)
ditemukan bahwa ceramah merupakan metode yang paling banyak digunakan
selama mengajar, waktu yang digunakan siswa untuk problem solving hanya 32%
dari seluruh waktu di kelas, pembelajaran seperti ini cenderung menyulitkan siswa
dalam memahami materi matematika dan mengembangkan kemampuan bernalar
centered), di mana siswa hanya mendengarkan guru menyampaikan materi
sehingga siswa bersifat pasif dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru.
Kaitan hasil pembelajaran terhadap kemampuan disposisi matematis, seperti
siswa mampu menunjukkan gairah dalam belajar, menunjukkan rasa percaya diri
dalam menyelesaikan soal, rasa ingin tahu, serta kemampuan berbagi dengan
orang lain, ternyata pada umumnya hasil pembelajaran masih belum berkontribusi
secara memuaskan terhadap kemampuan disposisi matematis siswa. Hasil
penelitian Syaban (Kurniawan, 2010: 7) mengungkapkan bahwa siswa-siswa yang
belajar matematika dengan pembelajaran konvensional ternyata kurang
berkontribusi terhadap pencapaian kemampuan disposisi matematisnya, padahal
kemampuan disposisi matematis tersebut akan dapat membuat siswa lebih aktif
dalam belajar matematika, dan jika siswa sudah aktif belajar maka prestasi belajar
matematika siswa akan meningkat. Sebagaimana National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM, 2000) menyarankan bahwa salah satu penilaian hasil
belajar matematika siswa, dapat juga ditinjau dari kemampuan disposisi
matematisnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu diupayakan suatu usaha yang
sungguh-sungguh dari kita semua, baik praktisi pendidikan matematika, dosen,
guru, dan semua yang berinteraksi dengan matematika, agar kesulitan-kesulitan
yang dihadapi siswa pada umumnya dapat teratasi. Berbagai upaya harus terus
dilakukan termasuk perbaikan dalam proses pembelajarannya yang salah satu
diantaranya pemanfaatan teknologi yang dapat menyajikan matematika secara
matematika siswa „technology helps students to visualize certain math concepts
better’ (Hohenwarter & Caricza, 2008: 2).
Kemajuan teknologi dan informasi ini memberikan dampak yang positif
bagi kemajuan dunia pendidikan serta memberikan banyak tawaran dan pilihan
bagi dunia pendidikan dalam menunjang pelaksanaan proses pembelajaran.
Keunggulan yang ditawarkan bukan saja terletak pada faktor kecepatan untuk
mendapatkan informasi namun juga fasilitas multimedia yang dapat membuat
belajar lebih menarik, visual dan interaktif. Sebagaimana dikemukakan oleh
Kusumah (2010) bahwa manfaat komputer dalam kegiatan pembelajaran adalah:
1) Melatih siswa dalam mengeksplorasi konsep; 2) Meningkatkan kemampuan
bernalar; 3) Mendorong siswa berpikir sistematis, logis dan analitis; dan
4) Meningkatkan minat siswa untuk belajar matematika.
Pemanfaatan komputer dalam pembelajaran matematika, dewasa ini sudah
banyak beredar program aplikasi pendidikan, seperti software pembelajaran yang
diperdagangkan, namun kesesuaian materi, perangkat teknologi yang dipakai dan
bahasa masih merupakan kendala yang cukup menghambat. Selain itu untuk
daerah-daerah yang berada di luar pulau Jawa, khususnya Kabupaten Bangka
Tengah agak susah mendapatkan software-software pendidikan yang dapat
membantu dalam pembelajaran matematika.
Guru-guru di sekolah juga masih sangat jarang memanfaatkan teknologi
informasi dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran matematika. Dari
studi pendahuluan yang saya lakukan di salah satu SMA di Kabupaten Bangka
memanfaatkan teknologi komputer dalam proses pembelajaran matematika yang
dilakukannya, padahal sarana dan prasarana multimedia yang ada di sekolah itu
sudah sangat bagus sekali, seperti sudah tersedianya Lab Multimedia yang
berisikan 35 unit komputer dan sudah tersedianya jaringan internet yang bisa
diakses dari lingkungan sekolah (baik di kelas maupun luar kelas). Hal ini senada
dengan yang dikemukakan oleh Cuban (Hohenwarter, 2008: 2)
„Although the potential benefits of technology use for teaching and learning are
well known and extensively examined, the process of integrating technology into
mathematics classrooms proved to be slower than initially expected’.
Salah satu pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang pendidikan
adalah e-learning. E-learning memiliki manfaat yang cukup besar terutama ketika
dikaitkan dengan jarak dan keterbatasan waktu dalam belajar. Dengan
menggunakan bahan ajar yang sesuai dan menarik, e-learning diharapkan dapat
membantu meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi, salah
satunya adalah menggunakan bahan ajar berbasis masalah karena Pembelajaran
Berbasis Masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses
berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) melibatkan siswa
dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada siswa, yang
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar
mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan yang
bertambah kompleks sekarang ini. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Herman
(2006) dan Sugandi (2010). Herman (2006) meneliti pengaruh PBM terbuka dan
ini menunjukkan bahwa PBM terbuka maupun PBM terstruktur dapat
meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa SMP. Sugandi
(2010) meneliti pengaruh PBM dengan setting kooperatif tipe jigsaw terhadap
pencapaian kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi dan kemandirian belajar
siswa SMA. Hasil penelitian juga menunjukkan PBM dengan setting kooperatif
tipe jigsaw dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi dan
kemandirian belajar siswa SMA.
Menurut Rohendi (2009: 140) pembelajaran e-learning yang cocok untuk
kondisi sekolah di negara kita adalah blended e-learning, dimana salah satu
masalah utama dari pembelajaran e-learning ini adalah koneksi internet yang
sangat lambat. Untuk mengantisipasi masalah ini, pembelajaran e-learning
digabung dengan sistem pembelajaran tatap muka yang dikenal dengan sistem
blended e-learning.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian apakah penerapan pembelajaran blended e-learning berbasis website
dengan menggunakan bahan ajar berbasis masalah dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman dan berpikir logis matematis dalam pembelajaran
matematika SMA?.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian
1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang
memperoleh pembelajaran blended e-learning berbasis website dengan
mengggunakan bahan ajar berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional?
2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir logis siswa yang memperoleh
pembelajaran blended e-learning berbasis website dengan menggunakan
bahan ajar berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional?
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan disposisi matematis siswa antara
siswa yang memperoleh pembelajaran blended e-learning berbasis website
dengan menggunakan bahan ajar berbasis masalah dan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional?
4. Bagaimana hubungan antara kemampuan pemahaman matematis dan
kemampuan berpikir logis matematis pada pembelajaran blended e-learning
berbasis website?
5. Bagaimana sikap siswa terhadap penggunaan blended e-learning dalam
pembelajaran matematika di SMA?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemahaman matematis antara
dengan menggunakan bahan ajar berbasis masalah dan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir logis matematis antara
siswa yang memperoleh pembelajaran blended e-learning berbasis website
dengan menggunakan bahan ajar berbasis masalah dan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
3. Untuk mengetahui peningkatan disposisi matematis antara siswa yang
memperoleh pembelajaran blended e-learning berbasis website dengan
menggunakan bahan ajar berbasis masalah dan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
4. Untuk mengetahui hubungan antara kemampuan pemahaman matematis dan
kemampuan berpikir logis matematis pada pembelajaran blended e-learning
menggunakan bahan ajar berbasis masalah.
5. Untuk mengetahui sikap siswa terhadap penggunaan blended e-learning dalam
pembelajaran matematika di SMA.
D.Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi guru matematika: sebagai informasi dan memberikan kesempatan bagi
guru matematika untuk dapat mengenal dan mengembangkan pembelajaran
e-learning berbasis website.
2. Bagi sekolah: sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan mutu
3. Bagi peneliti: sebagai sarana pembelajaran dan pengembangan diri peneliti.
4. Bagi peneliti lain: memberi kesempatan kepada peneliti lain, untuk meneliti
lebih lanjut yang berkaitan dengan pembelajaran e-learning atau lainnya.
E.Definisi Operasional
Agar tidak menimbulkan salah tafsir, istilah–istilah yang digunakan dalam
penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:
1. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan pemahaman
relasional, yang mencakup kemampuan mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya
dan menyadari proses yang dilakukannya.
2. Kemampuan berpikir logis matematis adalah (a) Analogi: kesimpulan yang
diperoleh dari suatu pernyataan yang singular (sama); (b) Probabilistic
reasoning yaitu kemampuan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh
berupa besarnya kemungkinan terjadinya suatu kejadian; (c) Combinatorial
reasoning yaitu kemampuan dalam menentukan kombinasi dari sebuah
kejadian; (d) Controlling variabel yaitu kemampuan dalam merencanakan,
mengimplementasikan dan menginterpretasikan suatu informasi.
3. Pembelajaran blended e-learning berbasis website adalah gabungan
pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar berbasis masalah yang
dikemas dalam bentuk e-learning berbasis website yang dikembangkan
menggunakan LMS berbasis Moodle yang memungkinkan siswa dapat belajar
dengan sistem pembelajaran tatap muka. E-learning dapat diakses siswa pada
saat jam pelajaran maupun di luar jam pelajaran.
4. Disposisi matematis adalah kecenderungan untuk berpikir dan berbuat dengan
cara yang positif terhadap matematika yang meliputi:
a. Kepercayaan diri.
b. Keingintahuan.
c. Ketekunan.
d. Fleksibilitas.
e. Reflektif dan rasa senang.
5. Sikap siswa dalam penelitian ini adalah sikap siswa setelah mengikuti
pembelajaran e-learning berbasis website yang diberikan melalui skala sikap
siswa berisi pernyataan-pernyataan yang akan diisi siswa dengan beberapa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment atau eksperimen semu
yang terdiri dari dua kelompok penelitian yaitu kelas eksperimen (kelas
perlakuan) merupakan kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan
blended e-learning berbasis website dan kelompok kontrol (kelas pembanding)
adalah kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan kelas konvensional.
Pertimbangan penggunaan desain penelitian ini adalah bahwa kelas yang ada
sudah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara
acak. Apabila dilakukan pembentukan kelas baru dimungkinkan akan
menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran dan mengganggu efektivitas
pembelajaran di sekolah.
Desain penelitian berbentuk desain kelompok kontrol non-ekivalen
(Ruseffendi, 2005: 52). Pada desain ini, subjek tidak dikelompokkan secara acak,
tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya.
Kelas Eksperimen : O X O
Kelas Kontrol : O O
Keterangan:
O : Pretes atau Postes.
X : Pembelajaran blended e-learning berbasis website.
B. Subyek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Koba
Bangka Tengah. Penelitian ini menggunakan dua kelas, yaitu kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Sampel penelitiannya adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1
Koba Bangka Tengah.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan teknik purposive
sampling. Tujuan dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah agar penelitian
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan,
kondisi subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat
penelitian serta prosedur perijinan. Berdasarkan teknik tersebut diperoleh kelas XI
IPA 1 sebagai kelas eksperimen sebanyak 30 orang dan kelas XI IPA 2 sebagai
kelas kontrol sebanyak 30 siswa
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu kondisi yang dimanipulasi, dikendalikan
atau diobservasi oleh peneliti. Penelitian ini melibatkan dua jenis variabel:
variabel bebas, yaitu pembelajaran blended e-learning berbasis website dan
pembelajaran konvensional dan variabel terikat yaitu kemampuan pemahaman
matematis, kemampuan berpikir logis matematis dan skala disposisi matematis
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan dua jenis instrumen,
yaitu tes dan non tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari seperangkat soal tes
untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan berpikir
logis, sedangkan instrumen dalam bentuk non tes yaitu skala disposisi matematis
siswa, skala sikap dan bahan ajar. Berikut ini merupakan uraian dari
masing-masing instrumen yang digunakan:
1. Tes Pemahaman dan Berpikir Logis Matematis
a. Tes Pemahaman Matematis
Tes Pemahaman matematis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes
kemampuan pemahaman relasional. Tes ini dilakukan dua kali, yaitu pada saat
sebelum proses pembelajaran (pretes), yang bertujuan untuk melihat kemampuan
pemahaman matematis siswa sebelum perlakuan diberikan dan setelah proses
pembelajaran dilaksanakan (postes), yang bertujuan mengukur pemahaman
matematis siswa pada materi peluang setelah implementasi proses pembelajaran.
Dari hasil pretes dan postes ini selanjutnya dapat ditentukan peningkatan
pemahaman matematis siswa. Tes kemampuan pemahaman matematis disusun
dalam bentuk uraian. Untuk mengevaluasi kemampuan pemahaman matematis
siswa, digunakan sebuah panduan penskoran yang disebut holistic scale dari
North Carolina Department of Public Instruction tahun 1994 (Oktavien, 2012:57)
Tabel 3.1
Pedoman penskoran jawaban tes pemahaman matematis
Skor Kriteria jawaban dan alasan
4 Menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap, penggunaan istilah dan notasi matematika secara tepat, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar.
3 Menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika hampir lengkap, penggunaan istilah dan notasi matematika hampir benar, penggunaan algoritma secara lengkap, perhitungan secara umum benar, namun mengandung sedikit kesalahan.
2 Menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika kurang lengkap, dan perhitungan masih terdapat sedikit kesalahan. 1 Menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika
sangat terbatas, dan sebagian besar jawaban masih mengandung perhitungan yang salah.
0 Tidak menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika.
b. Tes Kemampuan Berpikir Logis
Tes kemampuan berpikir logis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes
berpikir logis yang meliputi analogi, probabilistic reasoning, combinatorial
reasoning dan controlling variabel. Tes dilakukan dua kali, yaitu pretes, yang
bertujuan untuk melihat kemampuan berpikir logis awal siswa dan postes, yang
bertujuan untuk mengukur kemampuan berpikir logis siswa setelah perlakuan
diberikan. Adapun rincian indikator kemampuan berpikir logis yang akan diukur
Tabel 3.2
Deskripsi Indikator Kemampuan Berpikir Logis
Variabel Indikator Aspek yang diukur
Berpikir
Menentukan besarnya kombinasi dari suatu kejadian.
Controlling Variabel kemampuan dalam menginterpretasikan suatu
informasi.
Untuk memperoleh data kemampuan berpikir logis matematis, dilakukan
penskoran menggunakan pedoman penskoran yang dimodifikasi dari Saragih
(2011) yang disajikan dalam tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3
Pedoman penskoran tes kemampuan berpikir logis
Kriteria Jawaban Soal Skor
Jawaban benar dan alasan benar 4 Jawaban benar dan alasan salah 3 Jawaban salah dan alasan benar 2 Jawaban salah dan alasan salah 1
Tidak ada jawaban 0
Tes kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan berpikir logis
matematis sebelum digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji
coba dengan tujuan untuk mengetahui apakah soal tersebut sudah memenuhi
persyaratan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Soal tes
kelas XII IPA1 SMA 1 Koba sebanyak 32 orang yang telah menerima materi
peluang. Tahapan yang dilakukan pada uji coba tes kemampuan pemahaman dan
berpikir logis matematis sebagai berikut:
c. Analisis Validitas Tes
Menurut Arikunto (2006: 168), validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukan tingkatan kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Validitas
instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan. dari hasil tersebut
akan diperoleh validitas teoritik dan validitas empirik.
1) Validitas Teoritik
Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi
bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan
aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes kemampuan berpikir logis yang
berkenaan dengan validitas isi dan validitas muka diberikan oleh ahli.
Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari
segi materi yang dievaluasikan (Suherman, 2001: 131). Validitas isi dilakukan
dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah
diajarkan, apakah soal pada instrumen penelitian sesuai atau tidak dengan
indikator.
Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu
keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya
dan tidak salah tafsir. Jadi suatu instrumen dikatakan memiliki validitas muka
yang baik apabila instrumen tersebut mudah dipahami maksudnya sehingga testi
Sebelum tes tersebut digunakan, terlebih dahulu dilakukan validitas muka
dan validitas isi instrumen oleh para ahli yang berkompeten. Uji coba validitas isi
dan validitas muka untuk soal tes kemampuan berpikir logis matematis dilakukan
oleh 3 orang penimbang. Untuk mengukur validitas isi, pertimbangan didasarkan
pada kesesuaian soal dengan materi ajar matematika SMA kelas XI IPA, dan
sesuai dengan tingkat kesulitan siswa kelas tersebut. Untuk mengukur validitas
muka, pertimbangan didasarkan pada kejelasan soal tes dari segi bahasa dan
redaksi.
Adapun hasil pertimbangan mengenai validitas isi dan validitas muka dari
ketiga orang ahli dapat dilihat pada Lampiran B. Setelah instrumen dinyatakan
sudah memenuhi validitas isi dan validitas muka, kemudian secara terbatas
diujicobakan kepada lima orang siswa di luar sampel penelitian yang telah
menerima materi yang diteskan. Tujuan dari uji coba terbatas ini adalah untuk
mengetahui tingkat keterbacaan bahasa sekaligus memperoleh gambaran apakah
butir-butir soal tersebut dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Berdasarkan hasil
uji coba terbatas, ternyata diperoleh gambaran bahwa semua soal tes dipahami
dengan baik. Kisi-kisi soal, perangkat soal, dan kunci tes kemampuan pemahaman
dan berpikir logis matematis tersebut, selengkapnya ada pada Lampiran A.
2) Validitas Empirik
Validitas empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu.
Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat
evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi produk momen dengan
=
�Σ − ΣX (ΣY)(�Σ 2− Σ 2)(�Σ 2− Σ 2)
dengan
rxy : Koefisien validitas
X : Skor tiap butir soal yang diraih oleh tiap siswa
Y : Skor total yang diraih tiap siswa dari seluruh siswa
N : Jumlah siswa
Interpretasi besarnya koefisien validitas (Suherman, 2003: 113) dapat dilihat
pada tabel 3.4 berikut ini:
Tabel 3.4
Interpretasi Koefisien Validitas
Koefisien Validitas Interpretasi
0,90 < rxy≤ 1,00 Sangat baik
0,60 < rxy≤ 0,90 baik
0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup
0,20 < rxy≤ 0,40 Kurang
0,00 ≤ rxy≤ 0,20 Sangat rendah
Data hasil uji coba soal tes serta validitas butir soal selengkapnya ada pada
Lampiran B. Perhitungan validitas butir soal menggunakan software Anates V.4
For Windows. Untuk validitas butir soal digunakan korelasi product moment dari
Karl Pearson, yaitu korelasi setiap butir soal dengan skor total. Hasil validitas
butir soal kemampuan pemahaman dan berpikir logis matematis disajikan pada
Tabel 3.5
Hasi Uji Validitas Butir Soal
No .Soal Koefisien (rxy) Kategori Keterangan
1 0,786 Tinggi
Uji reliabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan/kekonsistenan
instrumen tersebut bila diberikan kepada subjek yang sama meskipun oleh orang
yang berbeda, waktu yang berbeda, atau tempat yang berbeda, maka akan
memberikan hasil yang sama atau relatif sama. Rumus yang digunakan untuk
menghitung reliabilitas tes digunakan rumus Alpha (Suherman, 2003: 154) yaitu:
11 = −
Tabel 3.6
Klasifikasi Tingkat Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Keterangan
0,90 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi
0,70 < r11≤ 0,90 Tinggi
0,40 < r11≤ 0,70 Sedang
0,20 < r11≤ 0,40 Rendah
0,00 ≤ r11≤ 0,20 Sangat rendah
Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak maka
dilakukan pengujian reliabilitas dengan rumus Alpha-Croncbach dengan bantuan
program Anates V.4 for Windows. Pengambilan keputusan yang dilakukan adalah
dengan membandingkan rhitung dan rtabel. Jika rhitung > rtabel maka soal reliabel,
sedangkan jika rhitung≤ rtabel maka soal tidak reliabel.
Maka untuk α = 5% dengan derajat kebebasan dk = 30 diperoleh harga rtabel
0,30. Hasil perhitungan reliabilitas dari uji coba instrumen diperoleh rhitung
= 0,95. Artinya soal tersebut reliabel karena 0,95 > 0,30 dan termasuk ke dalam
kategori sangat tinggi. Hasil perhitungan selengkapnya ada pada Lampiran B.
Berikut ini merupakan rekapitulasi hasil perhitungan reliabilitas:
Tabel 3.7 Reliabilitas Tes
Kemampuan Pemahaman Matematis dan Berpikir Logis
rhitung rtabel Kriteria Kategori
0,95 0,30 Reliabel Sangat Tinggi
Hasil analisis menunjukkan bahwa soal kemampuan pemahaman dan
berpikir logis matematis telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk
e. Analisis tingkat kesukaran soal
Uji tingkat kesukaran dilakukan untuk mengetahui apakah butir soal
tergolong sukar, sedang atau mudah. Uji tingkat kesukaran menggunakan rumus
berikut ini (Suherman,2003:170):
IK
=
� +�2��
atau IK
=
� +�
2��
Dimana:
IK = Indeks Kesukaran.
JBA = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar.
JBB = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar.
JSA = Jumlah siswa kelompok atas.
JSB = Jumlah siswa kelompok bawah.
Indeks kesukaran (Suherman, 2003: 170) diklasifikasikan seperti Tabel 3.8
berikut ini:
Tabel 3.8
Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal Indeks Kesukaran (IK) Klasifikasi
IK = 0,00 Soal sangat sukar
0,00< IK < 0,30 Soal sukar
0,3≤ IK < 0,70 Soal sedang
0,70 ≤ IK < 1,00 Soal mudah
IK = 1,00 Soal sangat mudah
Hasil uji coba soal untuk tingkat kesukaran dengan menggunakan bantuan
Tabel 3.9
Tingkat Kesukaran Butir Soal
Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Logis Matematis No.Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi Keterangan
1 59,72 Sedang
soal mampu membedakan antara siswa kelompok atas dengan siswa kelompok
bawah. Daya pembeda butir soal dihitung dengan rumus berikut ini (Suherman,
� : jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar kelompok atas.
� : jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau jumlah benar kelompok atas.
�� : jumlah siswa kelompok atas (higher group atau upper group).
Klasifikasi interpretasi daya pembeda soal (Suherman, 2003:161) dapat
Adapun hasil rangkuman yang diperoleh dari uji coba instrumen untuk daya
pembeda dengan menggunakan software Anates V.4 For Windows dapat dilihat
pada Tabel 3.11 berikut.
Tabel 3.11 Daya Pembeda Soal
Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Logis Matematis
No.Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi Keterangan
2. Skala Disposisi Matematis
Skala disposisi matematis siswa diberikan sebagai bahan evaluasi secara
kualitatif mengenai disposisi matematis siswa yang meliputi 1) kepercayaan diri,
2) keingintahuan, 3) ketekunan, 4) fleksibilitas, dan 5) reflektif dan rasa senang.
Butir pernyataan disposisi matematis terdiri atas 23 item yang diadaptasi dari
Permana (2010: 154) dengan empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pilihan jawaban
netral (ragu-ragu) tidak digunakan untuk menghindari jawaban aman dan
mendorong siswa untuk melakukan keberpihakan jawaban. Skala ini diberikan
kepada siswa sesudah pelaksanaan pembelajaran.
Sebelum instrumen ini digunakan, dilakukan uji coba empiris dalam dua
tahap. Tahap pertama dilakukan uji coba terbatas pada tiga orang siswa di luar
sampel penelitian. Tujuan dari uji coba ini adalah untuk mengetahui tingkat
keterbacaan bahasa dan sekaligus memperoleh gambaran apakah
pernyataan-pernyataan dari skala disposisi matematis dapat dipahami oleh siswa. Dari hasil
uji coba terbatas, ternyata diperoleh gambaran bahwa semua pernyataan dapat
dipahami dengan baik oleh siswa.
Setelah instrumen skala disposisi matematis dinyatakan layak digunakan,
kemudian dilakukan uji coba tahap kedua pada siswa kelas XII IPA 1 SMA 1
Koba sebanyak 60 orang. Kisi-kisi dan instrumen skala disposisi matematis
disajikan pada Lampiran A. Tujuan uji coba untuk mengetahui validitas setiap
item pernyataan dan sekaligus untuk menghitung bobot setiap pilihan (SS, S, TS,
disposisi matematis siswa ditentukan secara aposteriori yaitu berdasarkan
distribusi jawaban responden.
Dengan menggunakan metode ini bobot setiap pilihan (SS, S, TS, STS) dari
setiap pernyataan dapat berbeda-beda tergantung pada sebaran respon siswa.
Proses perhitungan menggunakan bantuan perangkat lunat MS Excel for Windows
2007.
Tabel 3.12
Uji Validitas Butir Skala Disposisi Matematis
korelasi antara Nilai Korelasi Probabilitas Korelasi Kesimpulan
Interpretasi (Pearson Correlation) [Sig. (2-tailed)]
P1 dengan Total 0,462 0,000 Valid Dipakai
P2 dengan Total 0,235 0,071 Tidak Valid Direvisi
P3 dengan Total 0,286 0,027 Valid Dipakai
P9 dengan Total -0,007 0,960 Tidak Valid Direvisi
P10 dengan Total 0,099 0,451 Tidak Valid Direvisi
P11 dengan Total 0,304 0,018 Valid Dipakai
P12 dengan Total 0,389 0,002 Valid Dipakai
P13 dengan Total 0,152 0,245 Tidak Valid Direvisi
3. Skala Sikap terhadap Pembelajaran E-learning Berbasis Website
Skala sikap dipersiapkan dan dibagikan kepada siswa-siswa di kelompok
eksperimen setelah tes akhir selesai dilaksanakan. Skala sikap ini diberikan untuk
mengetahui sikap siswa tentang pembelajaran e-learning berbasis website yang
dilaksanakan. Skala sikap ini menggunakan skala Likert, setiap siswa diminta
untuk menjawab pertanyaan dengan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pemberian nilai
akan dibedakan antara pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang
bersifat positif. Pemberian skor setiap pilihan dari pernyataan skala sikap siswa
ditentukan secara aposteriori yaitu berdasarkan distribusi jawaban responden.
Dengan menggunakan metode ini bobot setiap pilihan (SS, S, N, TS, STS)
dari setiap pernyataan dapat berbeda-beda tergantung pada sebaran respon siswa.
Proses perhitungan menggunakan bantuan perangkat lunat MS Excel for Windows
2007.
4. Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar dalam penelitian ini menggunakan pembelajaran berbasis masalah
untuk kelompok-kelompok eksperimen. Bahan ajar disusun berdasarkan
kurikulum yang berlaku di lapangan yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Isi bahan ajar memuat materi-materi peluang untuk kelas XI IPA semester I
dengan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah yang diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan berpikir logis
siswa. Selain itu, disiapkan soal-soal latihan dalam bentuk pilihan ganda yang
Bahan ajar tersebut akan dipublikasikan dan disampaikan pada siswa
melalui website. Dalam website inilah siswa dapat mengunduh, atau membuka
modul e-learning, mengerjakan kuis, menanggapi permasalahan melalui forum
diskusi, atau mengumpulkan tugas berupa file melalui email.
Langkah-langkah pembuatan website adalah:
1) Membeli / mengunduh gratis hosting account dan domain account yang akan
digunakan sebagai alamat URL website. Adapun alamat e-learning adalah
www.matematikaku.com.
2) Melakukan instalasi Moodle pada hosting account melalui cpanel.
3) Melakukan editing tampilan dan fasilitas yang diinginkan dalam website
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
4) Meng-upload modul e-learning yang yang telah dibuat sebelumnya ke dalam
website.
5) E – learning siap diujicobakan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes pemahaman matematis,
tes kemampuan berpikir logis, skala disposisi matematis dan skala sikap siswa
terhadap pembelajaran e-learning berbasis website. Data yang berkaitan dengan
pemahaman matematis dan kemampuan berpikir logis matematis siswa
dikumpulkan melalui pretes dan postes, data yang berkaitan dengan disposisi
matematis siswa dikumpulkan melalui penyebaran skala disposisi siswa setelah
mengenai skala sikap sikap siswa terhadap pembelajaran e-learning berbasis
website dikumpulkan melalui penyebaran skala sikap untuk kelas eksperimen.
F. Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini meliputi data kuantitatif berupa hasil
tes kemampuan pemahaman matematis, kemampuan berpikir logis siswa, data
skala disposisi matematis siswa, dan data skala sikap terhadap pembelajaran
e-learning berbasis website.
Data-data kuantitatif diperoleh dalam bentuk hasil uji instrumen, data pretes,
postes, N-gain, skala disposisi matematis siswa dan skala sikap terhadap
pembelajaran e-learning berbasis website. Data hasil uji instrumen diolah dengan
software Anates Versi 4.1 untuk memperoleh validitas, reliabilitas, daya pembeda
serta derajat kesukaran soal. Data hasil pretes, postes, N-gain, skala disposisi
matematis siswa dan skala sikap siswa terhadap pembelajaran e-learning berbasis
website diolah dengan bantuan program Microsoft Excel dan software SPSS Versi
17.0 for Windows.
a. Data Hasil Tes Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Logis
Matematis.
Hasil tes kemampuan pemahaman dan berpikir logis matematis siswa
digunakan untuk menelaah peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan
kemampuan berpikir logis matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran
Data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan pemahaman dan berpikir
logis matematis diolah melalui tahapan sebagai berikut:
1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman
penskoran yang digunakan.
2) Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
3) Menentukan skor peningkatan kemampuan berpikir logis matematis dengan
rumus N-gain ternormalisasi (Hake, 2002) yaitu:
� � � ��� = postes score− score
maximum possible score− score
Hasil perhitungan N-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 3.13
Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya N-gain (g) Klasifikasi
g ≥ 0,70 Tinggi
0,30 ≤ g < 0,70 Sedang
g < 0,30 Rendah
4) Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes,
postes dan N-gain kemampuan berpikir logis matematis menggunakan uji
statistik Kolmogorov-Smirnov.
Adapun rumusan hipotesisnya adalah:
H0: Data berdistribusi normal
Ha: Data tidak berdistribusi normal
Dengan kriteria uji sebagai berikut:
Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima.
5) Menguji homogenitas varians skor pretes, postes dan N-gain kemampuan
pemahaman dan berpikir logis matematis menggunakan uji Levene. Adapun
hipotesis yang akan diuji adalah:
H0: Kedua data bervariansi homogen
Ha: Kedua data tidak bervariansi homogen
Dengan kriteria uji sebagai berikut:
Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak
Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima.
6) Setelah data memenuhi syarat normal dan homogen, selanjutnya dilakukan
uji kesamaan rataan skor pretes dan uji perbedaan rataan skor postes dan
N-gain menggunakan uji-t yaitu Independent Sample T-Test.
7) Melakukan uji korelasi untuk mengetahui hubungan antara kemampuana
pemahaman matematis dan kemampuan berpikir logis siswa pada kelas
Untuk memperjelas cara pengujian hipotesis, berikut digambarkan diagram
alur pengujian hipotesis berikut ini:
tidak normal
normal
tidak homogen
homogen
Gambar 3.1.
Diagram Alur Pengujian Hipotesis
b. Data Skala Disposisi Matematis
Pemberian skor setiap pilihan dari pernyataan skala disposisi matematis
siswa ditentukan secara aposteriori yaitu berdasarkan distribusi jawaban
responden. Dengan menggunakan metode ini bobot setiap pilihan (SS, S, TS,
STS) dari setiap pernyataan dapat berbeda-beda tergantung pada sebaran respon
siswa. Data skor skala disposisi matematis siswa yang diperoleh diolah melalui
tahap-tahap berikut:
1) Hasil jawaban untuk setiap pertanyaan dihitung frekuensi setiap pilihan
jawaban.
Uji Homogenitas Uji t’
Uji t
Uji normalitas Uji Mann-Whitney
Data
2) Frekuensi yang diperoleh setiap pertanyaan dihitung proporsi setiap
pilihan jawaban.
3) Berdasarkan proporsi untuk setiap pertanyaan tersebut, dihitung
proporsi kumulatif untuk setiap pertanyaan.
4) Kemudian ditentukan nilai batas untuk Z bagi setiap pilihan jawaban
dan setiap pertanyaan.
5) Berdasarkan nilai Z, transformasikan masing-masing skor nilai pada
setiap pilihan yang dijawab siswa.
6) Selanjutnya dilakukan Uji-t dengan independent sample t-test untuk melihat
apakah ada perbedaan signifikan skor disposisi matematis siswa yang
mendapat pembelajaran blended e-learning berbasis website dan siswa yang
mendapat pembelajaran konvensional. Kriteria pengujian adalah terima H0
apabila Asymp. Sig. > taraf signifikansi (α = 0,05).
c. Data Skala Sikap Siswa
Pemberian skor setiap pilihan dari pernyataan skala sikap siswa ditentukan
secara aposteriori yaitu berdasarkan distribusi jawaban responden. Dengan
menggunakan metode ini bobot setiap pilihan (SS, S, N, TS, STS) dari setiap
pernyataan dapat berbeda-beda tergantung pada sebaran respon siswa. Data skor
skala sikap matematis siswa yang diperoleh diolah melalui tahap-tahap seperti
skala disposisi matematis siswa. Kemudian dianalisis dengan melihat rata-rata
(2003: 191) seorang subyek dapat digolongkan pada kelompok responden yang
memiliki sikap positif jika skor subyek lebih besar daripada skor netral.
G. Tahap Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Juli 2012 tahun ajaran
2012/2013. Penelitian dibagi ke dalam beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan penelitian meliputi tahap-tahap penyusunan proposal,
seminar proposal, studi pendahuluan, penyusunan instrumen penelitian,
pengujian instrumen dan perbaikan instrumen.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap pelaksanaan penelitian meliputi tahap implementasi instrumen,
implementasi pembelajaran dengan pembelajaran blended e-learning
berbasis website , serta tahap pengumpulan data.
3. Tahap Penulisan Laporan
Tahap penulisan laporan meliputi tahap pengolahan data, analisis data, dan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara keseluruhan penerapan pembelajaran blended e-learning berbasis website
menggunakan bahan ajar berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan
pemahaman dan kemampuan berpikir logis matematis siswa.
2. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran blended e-learning berbasis website lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.
3. Peningkatan kemampuan berpikir logis matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran blended e-learning berbasis website lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.
4. Terdapat korelasi antara kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan
berpikir logis matematis setelah mendapatkan pembelajaran blended e-learning
berbasis website. Dengan nilai koefisien korelasi 0,668 yang termasuk ke dalam
kategori tinggi dan positif.
5. Tidak terdapat perbedaan antara skala disposisi matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran blended e-learning berbasis website dengan siswa
6. Secara umum, siswa memberikan tanggapan sangat baik terhadap pembelajaran
blended e-learning berbasis website. Siswa menunjukkan perasaan senang, aktif
mengikuti kuis online, dan menyukai bahan ajar e-learning dipelajari kapan saja
sesuai dengan keinginan siswa.
B.SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti mengajukan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Pembelajaran menggunakan blended e-learning berbasis website hendaknya
menjadi salah satu alternatif pembelajaran bagi guru SMA khususnya bagi
sekolah–sekolah yang sudah mempunyai website sekolah, laboratorium
komputer dan jaringan internet (wi-fi) di sekolah yang sudah memadai.
2. Hendaknya guru-guru matematika di sekolah membiasakan siswa-siswanya
memanfaatkan internet dalam membantu proses pembelajaran di sekolah.
3. Kajian hubungan tentang kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan
berpikir logis matematis yang terungkap dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa ada pengaruh kemampuan pemahaman matematis dan kemampuan
berpikir logis matematis.
4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk bahan ajar yang menggunakan
pendekatan lainnya sehingga dapat dikembangkan melalui e-learning berbasis
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. (2005). Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa SLTP dengan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis SPs UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Alfeld, P. (2004). Understanding Mathematics. [Online]. Tersedia: http:// www.
Math.utah.edu/-pa/ math. html. [5 Desember 2012].
Ansari, B. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think–Talk–Write.
Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Astuti, R. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematik dan
Kemandirian Belajar Siswa pada Kelompok Siswa yang Belajar Reciprocal Teaching dengan Pembelajaran Biasa. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak
diterbitkan
Audiblox. (2006). Logical Thinking: Helping Children to Become Smarter.
[Online]. Tersedia: http://www.audiblox.com/math_problems.htm.
[16 Maret 2012].
Brown, I. (2002). Individual and Technology Factor Affecting Perceived Ease of Use of Web- Based Tecnologies in a Developing Country. Dalam Electronic
Journal of Information System in Developing Countries [Online], Vol 9, 15
halaman. Tersedia : http://www.ejisdc.org [9 Mei 2012].
Clark, R. (2002). Six Principles of Effective e-learning; What Works and Why. Dalam The e-learning Developers journal [online], 9 halaman. Tersedia: http://www.elearningGuild.com. [ 9 Mei 2012].
Dahar, R. (1996). Teori-Teori Belajar. Cetakan kedua. Jakarta: Erlangga.
Darmayanti, S. (2010). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematis Siswa Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik.
Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Darminto, B. & Setiawan, W. (2008). Studi Perbandingan Antara Model Pembelajaran Berbasis Komputer dalam Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi. Dalam Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi
dan Komunikasi, Vol 1, No 2. [online]. Tersedia: file.upi.edu/Direktori/.../13._Studi_Perbandingan_PBK.pdf. [12 Desember 2012]
Depdiknas. (2006). Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan bagi Orang
Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi Anak Usia SD, SMP dan SMA.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dwijanto. (2007). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan
Komputer terhadap Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematik Mahasiswa. Disertasi UPI Bandung: Tidak
diterbitkan
Dzakiria, H., Mustafa, C.S. & Bakar, A. H. (2006). Moving Forward with Blended Learning (BL) as a Pedagogical Alternative to Traditional Classroom Learning. Dalam Malaysian Online Journal of Instructional
Technology (MOJIT) [online]. 8 halaman. Tersedia: http://ldms.oum.edu.my/oumlib/sites/default/files/file_attachments/odlresources/43 40/moving-forward.pdf .[3 Desember 2012].
Echols, J, M. & Shadily, H. (2005). An English–Indonesia Dictionary. Jakarta: PT
Gramedia Jakarta.
Gijselaers, W. H. (1996). Connecting Problem-Based Learning with Educational
Theory. New Direction for Teaching and Learning.
Groves, S. (1996). Good Use of Technology Changes the Nature of Classroom Mathematics. Dalam Conference Proceeding “Technology In Mathematics
Education”[Online].Tersedia:http://www.merga.net.au/documents/Keynote
_Groves_1996.pdf. [16 Oktober 2012].
Hake, R. (2002). Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanics with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization. Dalam the Physics Education
Research Conference [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/
hake/PERC2002h-Hake.pdf. [ 5 November 2012].
Hamidah. (2010). Pengaruh Model Pembelajaran Arias terhadap Kemampuan
Pemahaman Matematis Siswa SMP Ditinjau dari Tingkat Kecerdasan Emosional. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Hanum, F. (2010). Implementasi Model Pembelajaran Sosiokultural di Sekolah
Dasar di Provinsi Jawa Tengah dan DIY. Artikel Laporan Hasil Hibah
Kompetitif Penelitian Strategis Nasional. Dirjen Dikti Kemdiknas. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Hariwijaya, M. & Surya, S. (2012). Adventure In Math : Tes IQ Matematika. Yogyakarta: ORYZA.
Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa SMP. Disertasi UPI Bandung:
Hidayat, E. (2009). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik dan
Kemandirian Belajar SMP dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Hohenwarter, J. & Lavicza, Z. (2008). Introducing Dynamic Mathematics Software to Secondary School Teachers: The Case of Geogebra. Dalam
Journal of Computer in Mathematics and Science Teaching [Online], Vol
28, 12 halaman. Tersedia: http://www.editlib.org/p/30304. [27 April 2012]
Kachala, S. J. (1998). Report On The Effectiveness Of Technology in Schools. [Online].Tersedia:http://www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/search/detailmini
.jsp?_.[10 Desember 2012]
Kiat, B. & Chun, H. (2006). Use Web-Based Simulation To Learn Trigonometric Curves. Dalam International Journal For Mathematics And Learning. 14 halaman. Tersedia: [24 November 2011].
Kurniawan, R. (2009). Membangun Media Ajar Online Untuk Orang Awan. Palembang : Maxikom
Kusumah, Y. (2010). “Enhancing The Quality of Education Through Application
of Information and Communication Technology”. Makalah pada Workshop untuk Guru RSBI, Garut.
. (2011). “Aplikasi Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Matematis Siswa “. Makalah Seminar Aplikasi Teknologi dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika., Bandung
Lestari, F. (2012). Pengaruh Pembelajaran Menggunakan Model Peta Pikiran
(Mind Mapping) Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Marzani. (2011). Penerapan e-learning Berbasis Moodle Untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pada Konsep Cahaya SMP. Tesis SPs UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
Mukhayat, T. (2004). Mengembangkan Metode Belajar yang Baik pada Anak. Yogyakarta: FMIPA Universitas Gadjah Mada.
National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards
for School Mathematics. Reston,VA: NCTM.
Novaliyosi. (2011). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan
Kemandirian Belajar dengan Pendekatan Investigasi. Tesis SPs UPI
Oktavien, Y. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Oliver, M. & Trigwell, K. (2005). Can „Blended Learning‟ Be Redeemeed. [Online]. Tersedia: www.wwwords.co.uk/rss/abstract.asp?j. [10 Desember 2012].
Otrina, M. (2010). Peningkatan Pemahaman Matematik dan Berpikir Logis
dengan Menggunakan Metode Improve Pada Siswa SMP. Tesis SPs UPI
Bandung: Tidak Diterbitkan
Permana, Y. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi dan
Disposisi Matematis Siswa SMA Melalui Model Eliciting Activities.
Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Qohar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi Dan
Komunikasi Matematis Serta Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi UPI Bandung: Tidak
diterbitkan
Reziyustikha, L. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi
Matematis Siswa SMP Menggunakan Pendekatan Open-Ended dengan Pembelajaran Kooperatif tipe Co-op Co-op. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Rohendi, D. (2009). Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Pemecahan Masalah
Matematik: Eksprimen terhadap Siswa SMA melalui Pembelajaran Elektronik (E-Learning). Disertasi SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Rusman, Kurniawan, D. & Riyana, C. (2011). Pembelajaran Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi. Bandung : Rajawali Press.
Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non
Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Saragih, S. (2011). Penerapan Matematika Realistik dan Kelompok Kecil Untuk
Meningkatkan Kemampuan Keruangan, Berpikir Logis dan Sikap Positif Terhadap Matematika Siswa Kelas VIII. Disertasi SPS UPI Bandung: Tidak
Diterbitkan.
Shadiq, F. (2004). Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: P4TK Matematika Yogyakarta.
Sugandi, I. (2010). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Setting
Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Pencapaian Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi dan Kemandirian Belajar Siswa SMA. Disertasi
SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Suhendi. (2009). Implementasi E-learning Untuk Meningkatkan Penguasaan
Konsep dan Memperbaiki Sikap Belajar Mahasiswa Pada Materi Pencemaran Lingkungan. Tesis SPs UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Bandung.
Sujatmikowati, A. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan
Generalisasi Siswa dalam Matematika melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open-ended. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sumarmo. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa
SMA Dikaitkan Dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa Dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi PPS IKIP Bandung: Tidak
Diterbitkan.
. (2011). “Pembinaan Karakter, Berpikir Dan Disposisi Matematik, Kesulitan Guru Dan Siswa Serta Alternatif Solusinya”. Makalah pada
Seminar Pendidikan Matematika Di UNINUS, Bandung.
Thomas, J. (1996). Computers in the Mathematics Classroom: A Survey. Dalam
Conference Proceeding tahun 1996 „Technology In Mathematics Education‟ [Online].Tersedia:http://www.merga.net.au/documents/RP_Thomas_1996.pdf [16 Oktober 2012]
Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan
Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada PPS IKIP
Bandung: Tidak diterbitkan.
Wardani, S. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kreatif dan Disposisi
Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Model Sylver. Disertasi pada PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Wardhani, S. & Rumiati. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika
SMP; Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: P4TK Matematika.