• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF-CONCEPT SISWA MTS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF-CONCEPT SISWA MTS."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation

untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

dan Self-Concept Siswa MTs

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Sidang Tahap II Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

RIKI MUSRIANDI NIM 1102680

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013

(2)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN

SELF-CONCEPT SISWA

MTs

Oleh : Riki Musriandi

1102680

Disetujui dan Disahkan oleh:

Pembimbing I,

Prof. Jozua Sabandar, MA., Ph.D.

Pembimbing II,

Dr. Dadan Dasari, M.Si.

Mengetahui :

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika S.Ps. UPI,

(3)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA TIPE GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN

SELF-CONCEPT SISWA

MTs

Oleh Riki Musriandi

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Riki Musriandi, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(4)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul ” Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self-Concept Siswa MTs beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 5 Juni 2013 Yang membuat pernyataan

(5)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

(6)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ABSTRAK

Riki Musriandi (2013) : Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self-concept Siswa MTs

Penelitian ini merupakan suatu studi kuasi eksperimen dengan desain penelitian Nonekuivalen Control-Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII salah satu MTsN di Banda Aceh dengan mengambil dua kelas (eksperimen dan kontrol) yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik random sampling dari sebelas kelas yang tersedia. Kelas eksperimen memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation dan kelas kontrol memperoleh pembelajaran konvensional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah pre-test dan post-test untuk kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa serta lembar observasi. Untuk melihat adanya perbedaan dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa antara kelas eksperimen dan kontrol digunakan uji-t pada taraf signifikansi 0,05 setelah prasyarat pengujian terpenuhi. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16 dan Microsoft Excel 2007. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa (1) Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (3) Self-Concept siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (4) Peningkatan self-concept siswa tentang matematika yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Penggunaan model pembelajaran matematika tipe group investigation dalam pembelajaran terbukti dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa menjadi lebih baik.

Kata kunci : Model pembelajaran matematika tipe group investigation, Kemampuan pemecahan masalah matematis, Self-concept siswa

(7)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN . ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Definisi Operasional ... 10

F. Hipotesis Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation (GI) ... 12

B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 16

C. Self-Concept Siswa tentang Matematika ... 23

D. Teori Belajar Pendukung ... 28

1. Teori Belajar Piaget ... 28

2. Teori Belajar Vygotsky ... 31

3. Teori Belajar Kontruktivisme ... 32

E. Hubungan Pemecahan Masalah Matematis dan Self-concept Siswa ... 34

F. Penelitian yang Relevan ... 35

(8)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ... 37

B. Populasi dan Sampel ... 38

C. Istrumen Penelitian ... 38

1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 39

a. Analisis Validitas ... 39

b. Reliabilitas Butir Soal ... 41

c. Tingkat Kesukaran ... 42

d. Daya Pembeda ... 43

2. Skala Seft-concept Siswa ... 44

3. Lembar Observasi ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 45

E. Teknik Analis Data ... 45

F. Prosedur Penelitian ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 53

1. Hasil Penelitian tentang Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 54

a. Analisis Data Pre-test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 56

b. Analisis Data Post-test Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 58

c. Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 61

2. Hasil Penelitian Self-concept Siswa tentang Matematika ... 63

a. Self-concep Siswa tentang Matematika sebelum Pembelajaran ... 65

b. Self-concept Siswa tentang Matematika setelah Pembelajaran ... 67

(9)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

c. Analisis Peningkatan Self-concept Siswa tentang

Matematika ... 70

3. Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran ... 73

B. Pembahasan ... 77

1. Penggunaan Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation ... 77

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 82

3. Self-concept Siswa tentang Matematika ... 86

4. Aktivitas Guru dan Siswa dalam pembelajaran ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92

RIWAYAT HIDUP ... 96 LAMPIRAN

(10)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 23 3.1 Hasil Uji Validitas Soal Tes kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis ... 41 3.2 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 42 3.3 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 43 3.4 Hasil Uji Tingkat kesukaran Soal Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ... 43 3.5 Interpretasi Daya Pembeda ... 44 3.6 Hasil Uji Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis ... 45 3.7 Kriteria N-Gain ... 48 4.1 Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 55 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Pre-test Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa ... 56 4.3 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Pre-test Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 56 4.4 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Skor Pre-test Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa ... 57 4.5 Hasil Uji Normalitas Data Post-test Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa ... 58 4.6 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Post-test Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 58 4.7 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skor Post-test Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa ... 59 4.8 Deskripsi N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 60 4.9 Hasil Uji Normalitas Data N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa ... 61

(11)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4.10 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 62 4.11 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skor N-gain Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ... 62 4.12 Deskripsi Skala Self-concept Siswa tentang Matematika ... 64 4.13 Hasil Uji Normalitas Skala Self-concept Siswa tentang Matematika

sebelum Pembelajaran ... 65 4.14 Hasil Uji Homogenitas Skala Self-concept Siswa tentang Matematika

sebelum Pembelajaran ... 66 4.15 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Skala Self-Concept Siswa

tentang Matematika sebelum Pembelajaran ... 67 4.16 Hasil Uji Normalitas Skala Self-concept Siswa tentang Matematika

setelah Pembelajaran ... 67 4.17 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skala Self-Concept Siswa tentang

Matematika setelah Pembelajaran ... 68 4.18 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skala Self-Concept Siswa

tentang Matematika setelah Pembelajaran ... 69 4.19 Deskripsi Data N-gain Self-concept Siswa tentang Matematika ... 70 4.20 Hasil Uji Normalitas Data N-gain Self-concept Siswa tentang

Matematika ... 71 4.21 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data N-gain Self-Concept Siswa

tentang Matematika ... 71 4.22 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Skor N-gain Self-Concept Siswa

tentang Matematika ... 72

(12)

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

4.1 Persentase Hasil Observasi Aktivitas Guru ... 74 4.2 Persentase Aktivitas Guru Berdasarkan Komponen yang

Diobservasi ... 75 4.3 Persentase Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran ... 76 4.4 Persentase Komponen Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran ... 77

(13)

1

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan dunia pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan untuk berargumentasi, memberi kontribusi dalam penyelesai masalah sehari-hari. Mengingat pentingnya matematika dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sudah sewajarnya matematika menjadi pelajaran wajib yang perlu dikuasai dan dipahami dengan baik oleh siswa di sekolah-sekolah. Kebutuhan akan aplikasi matematika saat ini dan masa yang akan datang tidak hanya untuk keperluan sehari-hari, tetapi terutama dalam dunia kerja, dan untuk mendukung perkembangan ilmu pengetahuan (Hudojo, 1998:1).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyatakan bahwa pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (Depdiknas, 2006). Adapun tujuan mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa mampu:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

(14)

2

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006). Demikian pula, tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). NCTM (2000)

menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation).

Berdasarkan uraian di atas, pemecahan masalah termuat pada kemampuan standar menurut Depdiknas dan NCTM. Artinya, kemampuan ini merupakan kemampuan penting yang harus dikembangkan dan dimiliki oleh siswa. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis dapat dilihat dari standar pemecahan masalah yang ditetapkan NCTM. NCTM menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: (1) membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah; (2) memecahkan masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam konteks-konteks yang lain; (3) menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah; dan (4) memonitor dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematis (NCTM, 2000).

(15)

3

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan hal penting yang harus dikembangkan dan dimiliki oleh setiap siswa. Dalam proses belajar di kelas, siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mampu mengaplikasikann ide-ide mereka dalam belajar. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya siswa dan guru mengalami kesulitan dalam mengembangkan maupun meningkatkan kemampuan pemecaham masalah matematis. Suherman, dkk (2003) mengatakan, bahwa guru mengalami kesulitan dalam mengajarkan bagaimana cara menyelesaikan masalah matematis dengan baik, di lain pihak siswa menghadapi kesulitan bagaimana menyelesaikan masalah yang diberikan guru. Lemahnya kemampuan pemecahana masalah matematis siswa di Indonesia diperlihatkan dari hasil survey yang dilakukan oleh JICA Tehnical Cooperation Project for Development of Science and Mathematics

Teaching for Primary and Secondary Education in Indonesia (IMSTEP-JICA) pada tahun 1999 di kota Bandung yang menemukan bahwa salah satu kegiatan dalam matematika yang dipandang sulit oleh siswa dalam belajar dan guru dalam mengajar adalah pemecahan masalah matematis.

(16)

4

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sejalan dengan pendapat di atas, Yeo (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa, kesulitan yang dialami para siswa dalam memecahkan masalah adalah kurangnya pemahaman terhadap masalah yang diajukan, kurangnya pengetahuan tentang strategi yang akan digunakan, ketidakmampuan menerjemahkan masalah ke dalam bentuk matematika, dan ketidakmampuan untuk menggunakan matematika secara benar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa, kesulitan siswa dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kurangnya pemahaman siswa terhadap masalah yang diberikan serta kurangnya kemampuan siswa dalam memilih prosedur atau strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

Dalam proses pembelajaran di kelas, selain kemampuan pemecahan masalah matematis, guru juga harus memperhatikan psikologis siswa dalam proses pembelajaran. Jika siswa memiliki sikap atau psikologi yang baik, maka siswa akan mudah untuk menerima pelajaran dan mereka juga dapat mengaplikasikan ide-ide yang mereka miliki untuk menyelesaikan permasalah yang mereka alami selama pembelajaran berlangsung maupun permasalahan yang diberikan oleh guru. Selain kemampuam intelektual, aspek psikologis juga turut memberi kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam belajar matematika dengan baik. Salah satu aspek psikologis tersebut adalah self-concept. Rahman (2010) mengatakan bahwa self-concept adalah suatu kumpulan pandangan seseorang tentang dirinya sendiri. Pandangan-pandangan ini merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya terutama lingkungan yang kuat bagi dirinya. Pandangan-pandangan ini mungkin saja tidak seperti kenyataannya.

Beberapa penulis seperti Harter (Saputra, 2012) berpendapat bahwa, self-concept memberi kontribusi menarik yang akan ditentukan oleh tingkat

(17)

5

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mereka terhadap dirinya tidak memuaskan, maka mereka memperoleh self-concept yang negatif.

Rahman (2010) menyebutkan contoh karakteristik self-concept positif dan negatif. Self-concept positif diantaranya: (1) Bangga terhadap yang diperbuatnya; (2) Menunjukkan tingkah laku yang mandiri; (3) Mempunyai rasa tanggung jawab; (4) Mempunyai toleransi terhadap frustasi; (4) Antusias terhadap tugas-tugas yang menantang; (5) Merasa mampu mempengaruhi orang lain. Sedangkan contoh self-concept negatif diantaranya: (1) Menghindar dari situasi yang menimbulkan kecemasan; (2) Merendahkan kemampuan sendiri; (3) Merasakan bahwa orang lain tidak mengahargainya; (4) Menyalahkan orang lain karena kelemahannya; (5) Mudah dipengaruhi oleh orang lain; (6) Mudah frustasi; (7) Merasa tidak mampu.

Pandangan seseorang terhadap dirinya tidak hanya terjadi dari hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Seorang individu juga dapat memandang dirinya dengan kaitan kemampuan akademik. Dalam hal ini, perasaan individu secara menyeluruh dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan baik dan kepuasannya terhadap prestasi akademik yang diraihnya. Self-concept dapat pula muncul dalam bentuk tingkah laku yang menggambarkan bagaimana perasaan individu tentang dirinya.

Keberhasilan seorang siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah secara umum dapat diukur dari berhasil atau tidaknya seorang siswa mencapai tujuan pembelajarannya. Keberhasilan ataupun kegagalan yang dialami siswa dapat dipandang sebagai suatu pengalaman belajar. Dari pengalaman belajar inilah akan menghasilkan perubahan self-concept siswa berupa perubahan tingkah laku, tingkat pengetahuan atau pemahaman terhadap keterampilannya. Oleh karena itu, maka diperlukan self-concept yang baik (positif) terhadap pelajaran agar siswa dapat mencapai tujuan pelajarannya dan mencapai prestasi belajar yang maksimal.

(18)

6

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

matematika dan mereka mempunyai kompeten dalam mejalankan aktivitas akademik. Sejalan dengan pendapat tersebut, Took dan Lindstrom (Norhatta, et al, 2011) mengemukakan bahwa, siswa yang memiliki tingkat sikap positif yang

tinggi dalam matematika akan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam hidupnya, terutama dalam proses pembelajaran matematika.

Permasalah yang terjadi bahwa, siswa dalam belajar tidak mempunyai sikap percaya diri terhadap pengetahuan yang telah mereka miliki dan kurangnya rasa ingin tahu siswa, sehingga mereka tidak bisa melakukan interaksi dengan baik dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian Koster (Komala, 2012) menemukan bahwa sekolah belum berhasil berperan sebagai wahana yang memadai dalam membentuk konsep diri siswa, padahal pada ranah afektif tahun 2004, jelas dicantumkan bahwa konsep diri merupakan salah satu karakteristik yang harus dinilai, selain sikap, minat, nilai, dan moral.

Terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi, baik kemampuan pemecahan masalah matematis siswa maupun self-concept siswa, kedua hal tersebut dapat dikembangkan dan dibentuk pada saat pembelajaran di kelas. Grouws (Komala, 2012) mengungkapkan bahwa prestasi belajar matematika dapat ditingkatkan melalui proses pemecahan masalah dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari melalui diskusi kelompok.

(19)

7

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Penyelesaian untuk masalah di atas terletak pada pemilihan model pembelajaran yang tepat. Dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial. Seperti dikatakan Wahyudin (2008), salah satu aspek penting dari perencanaan bertumpu pada kemampuan guru untuk mengantisipasi kebutuhan dalam proses pembelajaran dan materi-materi atau model-model yang dapat membantu para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sejalan dengan pendapat tersebut, Baharuddin dan Wahyuni (2007) mengemukakan bahwa salah satu aspek penting dalam belajar dan mengajar adalah metode pengajaran yang dipakai poleh seorang guru. Pemilihan metode yang sesuai akan memberi kontribusi yang penting bagi keberhasilan sebuah kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa, penggunaan model pembelajaran akan meningkatkan atau menurunkan kualitas internal dari pembelajaran itu sendiri. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang lebih baik. Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar, sehingga pada akhirnya akan berdampak positif pada prestasi belajar siswa dan tujuan-tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

(20)

8

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berfikir mandiri dan saling berkerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi untuk pemecahan masalah matematis (Winaputra, 2001).

Menurut Winaputra (2001) dalam pembelajaran group investigation terdapat tiga konsep utama, yaitu: penelitian atau inquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learning group.

Pembelajaran di sini adalah proses dinamika siswa dalam memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan group investigation dinilai mampu membuat suasa belajar yang lebih interaktif.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) pada SMP di Tangerang menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran matematika tipe group investigation dapat membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Selanjutnya Johnson (Tsoi, F.N., et al. 2004) mengemukakan bahwa belajar dengan group investigation dapat meningkatkan ketrampilan pemecahan masalah, ketrampilan dalam berpikir, dan ketrampilan dalam sosial dibandingkan dengan belajar individu.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menduga bahwa pembelajaran dengan group investigation dapat memperkuat dan meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa, karena model pembelajaran ini mengharuskan siswa untuk membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pola pikir dan kerjasama antar siswa dalam kelompok. Dengan model pembelajaran ini siswa dibiasakan untuk berinteraksi dan berdiskusi dalam menyelesaikan persoalan matematika yang disajikan. Melalui berinteraksi dan berdiskusi, siswa dapat mengeluarkan ide-ide dalam menyelesaikan permasalahan matematis.

(21)

9

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

investigation memungkinkan self-concept siswa menjadi berkembang dan lebih

baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka studi yang berfokus pada penerapan suatu model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa yang pada akhirnya dapat memperbaiki hasil belajar matematika menjadi hal penting untuk dilakukan. Selanjutnya, dengan menerapkan model pembelajaran matematika tipe group investigation diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa. Oleh karena itu, peneliti mencoba melakukan suatu penelitian yang berjudul “Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Self-Concept Siswa MTs”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

3. Apakah self-concept siswa tentang matematika yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

4. Apakah peningkatan self-concept siswa tentang matematika yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

(22)

10

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menelaah pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Menelaah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Menelaah pencapaian self-concept siswa tentang matematika yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

4. Menelaah peningkatan self-concept siswa tentang matematika yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

5. Menelaah gambaran aktivitas guru dan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran matematika dengan menggunakan tipe group investigation.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi guru, siswa dan peneliti.

1. Bagi guru, dapat menjadi model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa.

2. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa.

3. Bagi peneliti, dapat menjadi sarana bagi pengembangan diri peneliti dan dapat dijadikan sebagai acuan/referensi untuk peneliti lain (penelitian yang relevan) dan pada penelitian yang sejenis.

(23)

11

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran mengenai hal-hal yang dimaksudkan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan definisi operasional sebagai berikut.

1. Pembelajaran matematika tipe group investigation adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dimana guru membagi siswa pada kelompok kecil yang hiterogen dengan menggunakan enam tahapan pembelajaran yaitu, tahap pengelompokan (grouping), tahap perencanaan (planning), tahap penyelidikan (investigation), tahap pengorganisasian (organizing), tahap presentasi (presenting), dan tahap evaluasi (evaluating).

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan untuk menyelesaiakan suatu permasalahan dengan mengutamakan prosedur, strategi dan langkah-langkah yang tepat sehingga menemukan jawaban yang benar.

3. Self-concept (konsep diri) adalah gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri yang meliputi fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi yang telah dicapainya.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

(24)

12

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

(25)

37

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Pada kuasi eksperimen subjek tidak dikelompokkan secara acak tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya (Ruseffendi, 1998). Terdapat dua kelompok sampel pada penelitian ini yaitu kelompok eksperimen melakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran matematika tipe group investigation dan kelompok kontrol melakukan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Kedua kelompok diberikan pre-test dan post-test, dengan menggunakan instrumen tes yang sama. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tidak bebas. Variabel bebas yaitu model pembelajaran matematika tipe group investigation, sedangkan variabel tidak bebasnya yaitu kemampuan

pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang pemecahan masalah matematis siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain ”Nonekuivalen Control-Group Design”, dimana kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diseleksi tanpa prosedur acak (without random assignment). Pada dua kelompok tersebut sama-sama diberikan pre-test dan

post-test. Hanya kelompok eksperimen saja yang diberikan treatment, dengan

rancangan sebagai berikut (Creswell, 2010: 242).

Kelompok eksperimen O X O Kelompok kontrol O O

dengan: O = Pre-test dan Post-test kemampuan pemecahan masalah matematis dan self-concept siswa

(26)

38

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi itu (Sugiyono, 2011: 215).

Penelitian ini dilakukan di salah satu MTsN yang ada di Banda Aceh, dengan pertimbangan karena fasilitas yang tersedia termasuk lengkap baik itu buku bacaan, alat peraga dan laboratorium matematika yang dapat membantu siswa untuk mendapatkan informasi yang mereka perlukan dalam proses pembelajaran. Sebagai populasi dari penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII pada tahun ajaran 2012/2013yang berjumlah 11 kelas.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-10 dan VIII-11 berdasrkan hasil pertimbangan yang disampaikan kepala sekolah dan guru bidang studi matematika di sekolah tersebut. Kelas yang terdapat di MTsN tersebut berjumlah 33 Kelas dengan rincian kelas VII terdiri dari 11 kelas, kelas VIII terdiri dari 11 kelas dan kelas IX terdiri dari 11 kelas. Pendistribusian siswa pada kelas VIII dilakukan secara merata pada seluruh kelas dengan jumlah siswa berkisar antara 30-31 orang siswa. Pemilihan kelas kontrol dan eksperimen akan ditentukan dengan random terhadap kelas VIII-10 dan VIII-11.

C. Instrumen Penelitian

(27)

39

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

melihat validitas butir tes, reliabilitas tes, daya pembeda butir tes, dan tingkat kesukaran butir tes.

1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Tes kemampuan pemecahan masalah matematis dibuat dalam bentuk uraian. Tes tertulis ini terdiri dari tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Tes diberikan pada semua siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol. Soal-soal pre-test dan post-test dibuat ekuivalen/relatif sama. Pemberian pre-test dimaksud

untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran dengan model yang diterapkan, sedangkan post-test dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar setelah pembelajaran dilakukan dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan setelah mendapat pembelajaran dengan model yang diterapkan.

Soal tes yang baik harus melalui beberapa tahap penilaian, diantaranya harus dinilai terlebih dahulu validitas, reabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Untuk mendapatkan validitas, reabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran maka soal tes harus diujicobakan pada kelas lain di sekolah pada tingkat yang sama.

a. Analisis Validitas

1) Validitas Muka dan Isi

Untuk mendapatkan soal yang memenuhi syarat validitas muka, validitas isi dan validitas konstruk maka pembuatan soal dilakukan dengan meminta pertimbangan dan saran dari ahli (expert), dosen pembimbing, guru-guru senior bidang studi matematika serta mahasiswa pascasarjana program studi pendidikan matematika.

(28)

40

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dikuasai, termasuk kesesuaian antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa dan kesesuaian materi serta tujuan yang ingin dicapai.

2) Validitas Butir Soal

Arikunto (Sundayana, 2010) validitas butir soal tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya suatu validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gamabaran tentang variabel yang dimaksud.

Adapun langkah-langkah untuk menguji validitas butir soal tes (Sundayana, 2010)adalah sebagai berikut:

1. Menghitung harga korelasi setiap butir soal dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment, yaitu:

= −

2−( )2 2−( )2

Keterangan :

: koefisien korelasi : jumlah responden : skor item butir soal : skor total tiap soal

2. Melakukan perhitungan uji t dengan rumus:

ℎ� � = −

2

1− 2

Keterangan:

r = koefisien korelasi hasil r hitung

n = jumlah responden

(29)

41

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Jika ℎ� > , berarti valid, atau Jika ℎ� , berarti tidak valid.

Rincian uji validitas tes kemampuan pemecahan masalah matematis disajikan pada Table 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Nomor Soal t.Hitung t.Tabel Keterangan

1 7,309 2,048 Valid

2 9,517 2,048 Valid

3 1,256 2,048 Tidak Valid

4 2,003 2,048 Tidak Valid

5 3,595 2,048 Valid

6 8,574 2,048 Valid

7 5,981 2,048 Valid

8 6,959 2,048 Valid

Berdasarkan hasil dari tabel di atas terlihat bahwa terdapat dua soal yang tidak valid dikarenakan hasil thitung lebih kecil dari ttabel. Jadi, dari delapan soal

yang diuji cobakan, hanya 6 soal yang dapat digunakan dalam penelitian ini, yaitu soal nomor 1, 2, 5, 6, 7, dan 8.

b. Reliabilitas Butir Soal

Reliabilitas instrumen penelitian adalah suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten). Hasil pengukuran itu harus tetap sama jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berlainan, dan tempat yang berbeda pula, tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi dan kondisi. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliabel (Sundayana, 2010).

(30)

42

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

= −

Hasil interpretasi reliabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan kriteria dari Guilford (Sundayana, 2010), yaitu:

Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas Koefisien Reliabilitas (r) Interpretasi

0,00 ≤ r< 0,20 Sangat rendah 0,20 ≤ r < 0,40 Rendah 0,40 ≤ r < 0,60 Sedang/cukup 0,60 ≤ r < 0,80 Tinggi

0,80 ≤ r ≤ 1,00 Sangat tinggi

Berdasarkan hasil analisis menggunakan program Microsoft Office Excel 2007 didapat hasil reliabilitas tes adalah 0,875 yaitu mempunyai interpretasi yang tinggi. Dengan demikian tes kemampuan pemecahan masalah matematis memiliki konsistensi yang bagus walaupun dikerjakan oleh siapa saja dalam level kemampuan akademik yang sama.

c. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran digunakan untuk mengklasifikasikan setiap item instrumen tes kedalam tiga kelompok tingkat kesukaran untuk mengetahui apakah sebuah instrumen tergolong mudah, sedang atau sukar. Tingkat kesukaran tes dihitung dengan rumus (Sundayana, 2010):

� = � +�

� +� Keterangan:

TK : tingkat kesukaran

(31)

43

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu IB : jumlah skor ideal kelompok bawah

Tabel 3.3 Interpretasi Tingkat Kesukaran Indeks Kesukaran Interpretasi

Rangkuman hasil perhitungan uji tingkat kesukaran untuk setiap butir soal tes kemampuan komunikasi matematis siwa dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.4 Hasil Uji Tingkat kesukaran Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Nomor Soal Koefisien Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 0,657 Sedang

Hasil uji tingkat kesukaran soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis pada Tabel 3.4 di atas bahwa kelima soal tergolong baik karena tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah untuk diberikan kepada siswa.

d. Daya Pembeda

Daya pembeda butir soal adalah kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai atau antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda tes dihitung dengan rumus (Sundayana, 2010):

��= � − �

Keterangan:

DP : daya pembeda

(32)

44

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Interpretasi perhitungan daya pembeda dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Suherman (2003: 161) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda Daya Pembeda Interpretasi sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor tertinggi dikategorikan ke dalam kelompok atas (higher group) dan sebanyak 27% siswa yang memperoleh skor terendah dikategorikan kelompok bawah (lower group). Untuk data di bawah n ≤ 30 maka siswa akan dibagi jadi dua kelompok sama besar (Sundayana, 2010).

Rincian hasil uji daya pembeda tes kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.6 Hasil Uji Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Nomor Soal Koefisien Daya Pembeda Interpretasi

1 0,367 Cukup

2. Skala Self-Concept Siswa tentang Matematika

Self-concept yang menjadi fokus pada penelitian ini ada pada tiga dimensi

seperti yang dikemukakan Calhoun yaitu, pengetahuan, harapan, dan penilaian. Self-concept siswa tentang matematika adalah total skor yang diperoleh dari

(33)

45

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Skala self-concept yang digunakan adalah skala likert untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang. Dalam skala likert, responden (subjek) diminta untuk membaca secara seksama setiap pernyataan yang diberikan, kemudian subjek diminta untuk menjawab (mengrespon) pernyataan-pernyataan tersebut. Penilaian atau respon yang diberikan bersifat subjektif, tergantung dari kondisi sikap masing-masing individu (Suherman, 2003: 189).

Variabel yang akan diukur dengan skala likert dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai pernyataan atau pertanyaan. Jawaban atau respon dari setiap pernyataan yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata (Suherman, 2003: 189) antara lain: Sangat Setuju (ST), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

Untuk menguji validitas skala self-concept digunakan uji validitas isi (content validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2006). Instrument dinyatakan valid apabila sesuai dengan apa yang hendak diukur.

3. Lembar Observasi

Menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2011) bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalh proses pengamatan dan ingatan. Observasi dilakukan untuk mengamati kegiatan di kelas selama pembelajaran. Kegiatan yang diamati meliputi aktivitas guru sebagai pengajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran.

(34)

46

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mengukur hasil pembelajaran, seperti tingkah laku siswa, kegiatan diskusi, cara bertanya dan lain-lain.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian diperoleh melalui tes, lembar observasi, dan angket skala self-concept siswa. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa diperoleh melalui tes (pre-test dan post-test). Sedangkan data yang berkaitan dengan self-concept siswa tentang matematika diperoleh melalui angket skala self-concept siswa yang diberikan sebelum diberikan perlakuan dan sesudah perlakuan diberikan.

E. Teknik Analisis Data

Data yang akan dianalisa adalah data kuantitatif berupa hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, dan data deskriptif berupa hasil observasi dan angket skala self-concept siswa. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software SPSS 16 dan Microsoft Office Excel 2007.

1. Analisis Skor Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Dalam melakukan pengolahan terhadap hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa digunakan bantuan SPSS 16 dan Microsoft Office Excel 2007. Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan analisis deskriptif yang

bertujuan untuk melihat gambaran umum pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis yang terdiri dari skor rata-rata dan simpangan baku. Kemudian dilakukan analisis terhadap perbedaan dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dengan uji kesamaan dua rata-rata parametrik atau nonparametrik.

(35)

47

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sebelum data hasil penelitian dianalisis, terlebih dahulu dipersiapkan beberapa hal, antara lain:

1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.

2. Membuat tabel skor pret-test dan post-test siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Menghitung rata-rata skor tes tiap kelas.

4. Menghitung standar deviasi untuk mengetahui penyebaran kelompok dan menunjukkan tingkat variansi kelompok data.

5. Membandingkan skor pre-test dan post-test untuk mencari peningkatan (gain) yang terjadi sesudah pembelajaran pada masing-masing kelompok yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi Hake (Meltzer dan David, 2002) yaitu:

� = � −�

� − �

Keterangan:

Spost : Skor post-test Spre : Skor pre-test

Smaks : Skor maksimum

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut (Hake,1999):

Tabel 3.7. Kriteria N-Gain

N-Gain Interpretasi

� 0,7 Tinggi

0,3 � < 0,7 Sedang

�≤ 0,3 Rendah

(36)

48

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sebelum dilakukan uji hipotesis menggunakan uji kesamaan rata-rata (uji-t), terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data.

a. Uji Normalitas

Menguji normalitas distribusi skor tes awal (pretes) dan tes akhir (postes) dengan menggunakan bantuan program SPSS 16. Penerimaan normalitas data didasarkan pada hipotesis berikut:

H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

Setelah dilakukan perhitungan, dibandingkan nilai signifikansi dengan �. Jika Nilai signifikansi > �, maka H0 diterima. Bila tidak berdistribusi normal,

dapat dilakukan dengan pengujian nonparametrik.

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas variansi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah variansi kedua kelommpok sama atau berbeda. Proses perhitungan dilakukan denagn bantuan program SPSS 16. Hipotesis yang akan diuji dapat juga dinyatakan sebagai berikut.

H0 : �12 =�22

H1 : �12 ≠ �22 Keterangan:

�1= variansi kelas eksperimen , �2= variansi kelas kontrol

Kriteria pengujian adalah terima H0 jika nilai signifikansi > �, dan tolak

H0 jika nilai signifikansi < �.

c. Uji Kesamaan Dua Rata-rata

(37)

49

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mendapatkan pembelajaran konvensional, maka dilakukan pengujian perbedaan dua rata-rata dengan taraf signifikansi �= 0,05.

Adapun hipotesisnya adalah Hipotesis 1

H0: Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model

pembelajaran matematika tipe group investigation sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional

H1: Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model

pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baih daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional

Hipotesis 2

H0: Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional

H1: Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional

Hipotesis 3

H0: Self-concept siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe

group investigation sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

konvensional

H1: Self-concetp siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe

group investigation lebih baih daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional

Hipotesis 4

H0: Peningkatan self-concept siswa yang memperoleh model pembelajaran

(38)

50

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

H1: Peningkatan self-concept siswa yang memperoleh model pembelajaran

matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional

Hipotesis yang akan diuji adalah: H0 : �1 =�2

Ha : �1 > �2

Keterangan:

�1 = rata-rata skor kelas eksperimen

�2 = rata-rata skor kelas kontrol

Jika kedua rata-rata skor berdistribusi normal dan variansinya homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t dan jika variansinya tidak homogen, maka uji statistik yang digunakan adalah uji-t’ dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.

Bila tidak berdistribusi normal, dapat dilakukan dengan pengujian nonparametrik, yaitu uji Mann-Withney. Pengujian nonparametrik berlaku untuk populasi yang tidak beristribusi normal. Uji Mann-Withney (Uji-U) adalah uji nonparametrik yang cukup kuat sebagai pengganti uji-t, dalam hal asumsi distribusi uju-t tidak terpenuhi, seperti distribusinya tidak normal dan uji selisih rerata yang variansinya tidak homogen (Ruseffendi, 1998).

2. Analisis Skala Self-concept Siswa

Data self-concept siswa diperoleh dari pemberian angket skala yang tersusun atas 35 pernyataan yang terdiri dari 18 pernyataan positif dan 17 pertanyaan negatif. Skala yang digunakan mewakili tiga dimensi yaitu (a) Pengetahuan (b) Pengharapan (c) Penilaian. Angket skala self-concept diberikan pada kelas eksperimen dan kontrol sebelum pembelajaran dan sesudah pembelajaran.

(39)

51

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Successive Interval (MSI) dengan lengkah-langkah (Sundayana, 2010) sebagai berikut:

a. Menentukan frekuensi responden yang mendapatkan skor 4, 3, 2, dan 1;

b. Membuat proporsi dari setiap jumlahfrekuensi; c. Menentukan nialai proporsi kumulatif;

d. Menentukan luas z tabel; e. Menentukan nilai setiap nilai z;

f. Menentukan scale value (SV) dengan menggunakan rumus;

� = � � � �� � − � � �� �

�� � − � �� �

g. Menentukan nilai transformasi dengan rumus;

= � + [1 + � ]

3. Menghitung Effect Size

Effec size dihitung untuk mengetahui seberapa besar pengaruh model

pembelajaran matematika tipe group investigation terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

= 1− 2

��

dengan, � = 1−1 �12+( 2−1)�22 1+ 2−2

Keterangan: d = Effec size

1 = Rata-rata skor eksperimen

2 = Rata-rata skor kontrol, (Thalheimer & Samantha, 2002).

(40)

52

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Prosedur pada penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data. Uraian dari kedua tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut: (a) Observasi tempat penelitian;

(b) Menetapkan materi pelajaran yang akan digunakan dalam penelitian; (c) Pembuatan perangkat bahan ajar, seperti RPP dan instrumen penelitian

yang terlebih dahulu dinilai oleh para ahli;

(d) Melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan untuk mengetahui kualitasnya;

(e) Merevisi instrumen penelitian (jika diperlukan);

(f) Melakukan uji coba instrumen penelitian hasil revisi (jika diperlukan); 2. Tahap Pelaksanaan

Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap ini, sebagai berikut. a. Memberikan tes awal pada kelas kontrol dan kelas eksperimen;

b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran biasa (konvensional) dan kelas eksperimen dilakukan model pembelajaran matemetike tipe group investigation;

c. Mengisi lembar observasi disetiap pertemuan oleh observer;

d. Memberikan tes akhir pada kelas kontrol dan eksperimen untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis;

e. Memberikan skala self-concept siswa tentang matematika pada kelas kontrol dan eksperimen;

f. Pengolahan data hasil pre-test dan post-test. 3. Tahap Analisis Data

(41)

90

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dikemukakan pada bab IV, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berkut.

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Kelas group investigation berada pada kategori tinggi dan kelas konvensional berada

pada kategori sedang.

3. Self-concept tentang matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

4. Peningkatan self-concept tentang matematika siswa yang memperoleh model pembelajaran matematika tipe group investigation lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Kelas group investigation berada pada kategori sedang dan kelas konvensional berada pada kategori rendah.

5. Secara keseluruhan, aktivitas guru dan siswa telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan dalam proses pembelajaran matematika tipe group investigation. Namun terlihat bahwa, aktivitas guru dan siswa pada pertemuan

(42)

91

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. Saran

Dari hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan, dikemukakan beberapa saran berikut:

1. Model pembelajaran matematika tipe group investigation ternyata dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan self-concept siswa. Dengan demikian, pembelajaran ini dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat diterapkan di sekolah dalam proses pembelajaran.

2. Bagi peneliti lain yang akan menerapkan model pembelajaran matematika tipe group investigation hendaknya memperhatikan efektivitas waktu mengingat

pada pelaksanaannya pebelajaran sering tidak sesuai dengan yang sudah direncanakan. Oleh karena itu, hendaknya diberi waktu yang lebih banyak pada siswa yang akan belajar dengan pembelajaran group investigation.

3. Pada model pembelajaran matematika tipe group investigation, siswa didorong untuk mengkonsruksi sendiri kemampuan dan pengetahuannya melalui bahan ajar atau LAS yang diberikan. Oleh karena itu, persiapkan dan rancangkan tugas serta aktivitas yang ada pada bahan ajar atau LAS sesuai dengan kemampuan siswa dan alokasi waktu belajar.

4. Bagi yang akan menerapkan model pembelajaran matematika tipe group investigation hendaknya memberikan porsi waktu dan perhatian yang lebih

besar pada tahap investigasi/diskusi kelompok. Karena pada tahapan ini siswa membutuhkan banyak waktu dalam berkerja.

(43)

92

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin dan Wahyuni, N,. (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Belajar, F. (2000). Aplikasi Teori Belajar. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Branca, N.A. (1980). “Problem Solving as A Goal, Process and Basic Skill”, dalam Problem Solving in School Mathematics. Reston, VA: NCTM. Creswell, J. W. (2010). “Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed. [Terjemahan]. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.

Depdiknas. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan

Gagne, R.M., Briggs, L.J. and Wager, W.W. (1992). Principles of Instructional Design (fourth edition). Orlando: Holt, Rinehart & Winstone, Inc.

Hake, R.R. (1999). Analyzing change/gain scores. [Online] Tersedia:http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. Hudojo, H. (1998). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Universitas Negeri Malang.

Hamdani, M. (2010). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Konformitas Remaja Terhadap Teman Sebaya. Skripsi UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Hurlock, E.B. (1980). Developmental Phychology : A Life Span Approach, 5th ed. Boston: Mc Graw-Hill.

Ignasio, G.N., Nieto, B.J.R., Barona, G.E. (2006). The Affective Domain In Mathematics Learning. International Electronic Journal of Mathematics Education. 1, (1), 26-27.

Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. Copyright Plato Learning, Inc.

(44)

93

Riki Musriandi, 2013

Model Pembelajaran Matematika Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Self-Concept Siswa MTs

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Kurniawan, Y. (2011). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Group investigation. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Kusumah, Y.S. (2008). “Konsep, Pengembangan, dan Implementasi Computer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking”. Disampaikan pada Pidato Pengukuhan Guru Besar. Bandung: UPI.

Meltzer and David E. (2002). “The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gain in Physics: „hidden variable‟ in Diagnostic Pretest Scores”. American Journal of Physics, 70, (12), 1259-1267.

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School Mathematics . Reston, VA: NCTM.

Norhatta, M., Petri, F.T., dan Ismail, N.M. (2011). Factors That Influence Students in Mathematics Achievement. International Journal of Academic Research. 3. (3). 50-51.

Rahman, R. (2010). Pengaruh Pembelajaran Berbantuan Geogebra Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Dan Self-concept Siswa. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (1988). Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua, Guru dan SPG. Bandung: Tarsito.

. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: Direktorat jenderal pendidikan tinggi.

. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Edisi Revisi. Bandung: Tarsito.

Rola, F. (2006). Hubungan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi pada Remaja. Makalah Fakultas Kedokteran USU. Tidak diterbitkan.

Sabandar, J. (2006). “Pertanyaan Tentang dalam Memunculkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran Matematika”.(Artikel ilmiah). Bandung: UPI jurnal pendidikan No 2 tahun XXV 2006.

Salbiah. (2003). Konsep Diri. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU. Tidak diterbitkan.

Saputra, E. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Anchored

Gambar

Tabel
Gambar
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Soal Tes Kemampuan Pemecahan  Masalah Matematis
Tabel 3.2 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas Interpretasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berkelakuan baik dan tidak pernah terlibat dalam tindak pidana yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).. Sehat jasmani

Parameter yang digunakan dalam perbandingan metode ini adalah parameter rasio (Rc, Cr), Space savings (Ss), Redundancy data (Rd), waktu yang dibutuhkan selama

Penggunaan sebuah piranti server terdedikasi kurang efisien apabila hanya digunakan untuk sistem operasi tunggal dengan kebutuhan sumberdaya kecil. Mesin

Skripsi/Tesis/Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk. telah saya nyatakan

Tingkat keiukutsertaan anak usia sekolah untuk sekolah pada tingkat SD/MI pada tingkat Kabupaten Boyolali masih cukup ideal, yaitu 0,95.. Hal ini

Penilaian untuk mata pelajaran C2 dan C3 mengacu pada rubrik dari tuntutan kriteria ( IPK ) dari KD yang berlaku di dunia kerja yaitu minimal memuaskan

Setelah dilakukan recountouring area tersebut akan disebari tanah pucuk sehingga siap untuk dilakukan penanaman, dengan terlebih dahulu pada lapisan top soil diberi cover crop

Fakta bahwa Perancis merupakan negara dengan kapabilitas serangan nuklir tentunya menguatkan argumen bahwa Perancis memang memerlukan untuk mengembangkan sendiri