• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI FLUTE PADA LAGU-LAGU LANGGAM KERONCONG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FUNGSI FLUTE PADA LAGU-LAGU LANGGAM KERONCONG."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Batasan Penelitian ... 7

F. Asumsi ... 8

G. Metode Penelitian... 8

H. Teknik Pengolahan Data ... 9

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Flute ... 11

B. Fungsi Flute Pada Lagu-Lagu Langgam Keroncong ... 17

C. Perkembangan Musik keroncong ... 19

D. Jenis Musik Keroncong ... 28

(2)

vii BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian... 34

B. Teknik Pengumpulan Data ... 35

C. Pengolahan Data... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Lagu-Lagu Langgam Keroncong ... 37

B. Fungsi Flute Pada Lagu-Lagu Langgam Keroncong ... 40

C. Fungsi Flute Sebagai Instrumen Pembawa Introduksi ... 44

D. Fungsi Flute Sebagai Instrumen Pembawa Interlude ... 48

E. Fungsi Flute Sebagai Pembawa Koda ... 51

F. Fungsi Flute Sebagai Pemberi Ornamen ... 53

G. Karakteristik Permainan Flute pada Lagu-lagu Langgam Keroncong ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 78

B. Rekomendasi ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 83

(3)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

[image:3.595.118.508.246.629.2]
(4)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Musik keroncong telah menjadi bagian dari budaya musik bangsa

Indonesia. Di dalamnya terdapat karekteristik yang mengandung nilai – nilai

budaya bangsa Indonesia, menjadikan musik keroncong memiliki karakteristik

tersendiri yang berbeda dengan musik lainnya. Walaupun musik keroncong telah

dipandang sebagai budaya musik bangsa Indonesia, namun kita harus menyadari

bahwa dalam perjalanan sejarahnya, keroncong merupakan salah satu musik yang

terbentuk dari perpaduan antara unsur kebudayaan asing dengan kebudayaan

bangsa Indonesia. Maka dapat dikatakanlah bahwa musik keroncong adalah salah

satu musik hasil akulturasi dari dua kebudayaan yang berbeda. Istilah akulturasi

yang didapat dari Wikipedia bahasa Indonesia mengandung pengertian sebagai

berikut, ”Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu

kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari

suatu budaya asing. Kebudayaan itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam

kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan

kelompok itu sendiri.” (Wikipedia)

Dari penjelasan diatas tentang akulturasi, maka apa yang terjadi dalam

perkembangan musik keroncong pun dapat dikatakan sebagai proses akulturasi.

Dilihat dari beberapa unsur yang terdapat dalam musik keroncong seperti, alat

(6)

lain yang terkandung dalam musik keroncong, merupakan percampuran dari dua

budaya yang berbeda. Oleh karena itu seorang pakar keroncong dari ISI

Yogyakarta Viktor Ganap dalam sebuah wawancara yang ditulis dalam Buletin

Gong pada 23 2009 mengatakan, “Keroncong merupakan musik hibrida, hasil dari

berbagai komponen budaya yang menyatu melalui proses perjalanan sejarah yang

panjang dengan segala keunikannya, sehingga sulit bagi kita untuk mencari

sumber yang asli ketika berbicara tentang musik keroncong”. (Buletin Gong).

Memang pada dasarnya kebudayaan di dunia ini tidak ada yang benar-benar asli,

karena dalam proses perkembangannya, seluruh hasil kebudayaan akan melewati

proses akulturasi yang saling mempengaruhi. Termasuk ketika terjadinya proses

akulturasi yang terjadi dalam musik keroncong, dan akhirnya lahirlah musik

keroncong yang memiliki karakteristik, tata cara, aturan, dan nilai-nilai estetika

sebagai musik yang dikembangkan oleh bangsa Indonesia.” Seperti yang ditulis

oleh Anjar Any (1983:36) dalam buku Musik Keroncong Musik Nusantara,

bahwa :

Musik keroncong itu bukan musik import, paling tidak merupakan musik adaptasi nenek moyang kita terhadap musik yang datang dari luar. Kalaupun asing, yang asing hanyalah alat-alatnya saja. Bentuknya merupakan hasil karya nenek moyang kita. Bahkan perihal alat musik yang digunakan bukan hanya seperti yang kita ketahui sekarang,tetapi merupakan proses evolusi yang sangat panjang.

Perkembangan musik keroncong dalam kurun waktu kurang lebih seratus

tahun, telah mengalami banyak perkembangan. Saat ini kita ketahui terdapat

musik keroncong dalam berbagai jenis dan pendekatan bentuk lagu, teknik

permainan, dan aransemen musiknya yang menjadi beraneka macam, juga dalam

(7)

terus mengalami perkembangan, yaitu dengan digunakannya alat musik lain selain

ukulele dalam mengiringi musik keroncong. Saat ini, alat musik yang dipakai

dalam musik keroncong adalah ukulele cuk, ukulele cak, gitar akustik, biola, flute,

cello dan bass. Seperti yang ditulis Harmunah (1996:9) tentang instrumen yang

digunakan dalam musik keroncong dalam bukunya yang berjudul “Musik

Keroncong” :

Instrumen yang dipergunakan dalam musik keroncong ini ditekankan pada alat-alat musik berdawai yang aslinya dari eropa, yaitu sepasang keroncong, satu sampai tiga buah gitar dan satu cello dan sebuah mandolin. Lebih lanjut dipadukan dengan satu atau dua buah biola, sebuah seruling dan alat-alat perkusi kecil seperti triangle dan tamborine.

Proses penambahan alat musik yang terdapat dalam musik keroncong

merupakan proses evolusi yang sangat panjang, yang pada awalnya musik

keroncong hanya menggunakan gitar dan ukulele saja, hingga sampai pada

perkembangannya sekarang dimana keroncong menggunakan berbagai macam

alat musik. Hal itu dipengaruhi oleh bentuk peng imitasian dan kemiripan fungsi

antara alat musik dari budaya luar seperti flute, cello dan bass dengan alat musik

yang yang terdapat pada musik tradisi di Indonesia seperti suling, kendang, dan

goong. Mengenai hal tersebut, peneliti tuliskan kutipan dari Harmunah (1996:9)

dalam bukunya yang berjudul Musik Keroncong, sebagai berikut :

Musik keroncong ini berkembang di pulau Jawa pada abad ke XX, yang dalam perkembangannya terpengaruh oleh musik-musik daerah (tradisional) terutama di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, yaitu Yogyakarta dan Surakarta, dan di Jawa Timur (Surabaya).

Setelah mengalami berbagai perkembangan, baik dari struktur musik juga

dalam tata cara penampilannya, maka musik keroncong pun terbagi kedalam

(8)

ekstra. Diantara jenis musik keroncong diatas, langgam keroncong memiliki

keunikan tersendiri dalam cara penyajiannya. Langgam keroncong merupakan

adaptasi keroncong yang dipengaruhi oleh musik tradisi. Langgam keroncong

terdiri dari 32 bar. dengan susunan bagian A-A-B-A. Nuansa liriknya berisi

tentang kecintaan terhadap tanah air, perjuangan, percintaan, tentang keindahan

alam, dan perjalanan hidup. Langgam keroncong pun cocok untuk dijadikan

bahan pembelajaran awal untuk dapat memainkan jenis musik keroncong lainnya.

Dari beberapa alat musik yang terdapat dalam musik keroncong, penulis

tertarik pada alat musik yang bernama flute. Flute memang telah mendunia

dengan nama dan bentuk yang berbeda. Di Jawa dikenal sebagai suling. Di daerah

lain disebut foi, sarunai, saluang, taratoit dan banyak lagi sebutan lainnya. Di

China disebut Dizi, di Vietnam Ding Tac Ta, di Venezuela Muhusenoi. Dalam

jenis langgam keroncong, instrumen flute dapat dianggap sebagai salah satu

instrumen musik yang memberi kesan atau ciri khas tersendiri bagi langgam

keroncong, yang dalam fungsinya mirip dengan seruling bambu sebagai instrumen

melodis. Ketertarikan penulis terhadap instrumen flute, karena alat musik ini

merupakan salah satu alat musik barat yang terdapat dalam musik keroncong,

namun kedudukannya memiliki fungsi yang sangat penting dalam lagu-lagu

langgam keroncong, dan menjadikan flute sebagai salah instrumen yang

memberikan karakteristik tersendiri pada lagu-lagu langgam keroncong sebagai

salah satu jenis dari musik keroncong.

Dari berbagai fenomena diatas dan pengalaman empirik penulis dalam

(9)

penelitian dengan judul “FUNGSI FLUTE PADA LAGU – LAGU

LANGGAM KERONCONG”. Dengan mengambil audio lagu langam

keroncong Dibawah sinar bulan purnama sebagai objek penelitian. Penulis

berharap dengan mengambil sebuah penelitian mengenai fungsi yang juga

berkaitan dengan karakteristik flute pada lagu langgam keroncong, akan menjadi

langkah awal bagi penulis khususnya dalam memahami fungsi dan karakteristik

flute pada lagu langgam keroncong.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan judul dan berbagai fenomena yang telah diuraikan di atas,

maka didapat pertanyaan dari fungsi flute pada lagu-lagu langgam keroncong,

yang selanjutnya penulis memfokuskan pertanyaan penelitian menjadi beberapa

pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana fungsi flute pada lagu-lagu langgam keroncong?

2. Bagaimana karakteristik permainan flute pada lagu-lagu langgam keroncong ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan pada rumusan masalah diatas selanjutnya penulis menyajikan

hasil penelitian yang ingin dicapai secara kualitatif dengan metode deskriptif,

adapun hasil yang ingin dicapai antara lain sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana fungsi instrumen flute dalam lagu-lagu langgam

(10)

2. Untuk mendeskripsikan bentuk improvisasi flute pada lagu-lagu langgam

keroncong.

3. Untuk mendeskripsikan karakteristik flute pada lagu-lagu langgam keroncong.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak di

antaranya :

1. Penulis

Merupakan pengalaman empiris dan merupakan salah satu usaha untuk mengenal,

memperdalam dan memperkaya pengetahuan penulis tentang musik keroncong,

terutama lagu-lagu langgam keroncong dan permainan flute didalam langgam

keroncong.

2. Mahasiswa

Sebagai referensi dan bahan acuan bagi penelitian lanjutan, khususnya

tentang fungsi instrumen flute dalam langgam keroncong yang sampai saaat ini

masih jarang ditulis dan diteliti.

3. Pemain Flute dan Komunitas Pemain Keroncong

Sebagai bahan repertoar tentang fungsi dan improvisasi permainan flute

dalam langgam keroncong, yang bisa dijadikan bekal dasar untuk memainkan dan

memahami lebih lanjut fungsi flute untuk jenis-jenis musik keroncong lainnya.

4. Universitas Pendidikan Indonesia

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi arsip bagi perpustakaan umum

Universitas Pendidikan Indonesia umumnya dan Jurusan Sendratasik pada

(11)

E. BATASAN PENELITIAN

1. Flute

Suling yang biasa disebut Flute dalam bahasa Inggris .flote dalam bahasa

Jerman.(Karl-Edmund Prier,SJ:2009). Flute adalah instrumen musik dari keluarga

woodwind. Suara flute berkarakter lembut dan dapat dikombinasikan dengan

instrumen lainnya dengan baik. Flute modern untuk profesional umumnya terbuat

dari perak, emas atau kombinasi keduanya. Sedangkan flute untuk student

umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi perak. Flute concert

standar di-pitch di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari middle

C. Akan tetapi, pada beberapa flute untuk profesional ada key tambahan untuk

mencapai nada B di bawah middle C.(Wikipedia)

2. Keroncong

Jenis orkes yang secara tradisi terdiri dari alat-alat musik: ukulele atau

cuk,banyo atau cak, biola, flute, gitar-melodi, cello dan kotrabass. Jenis irama

musik berupa permainan mono ritmik dari beberapa alat musik,yang dijalin

kendangan improvisasi, dengan vokal yang sifatnya fleksibel dan diwarnai teknik

glissando.(M.Soeharto:1992)

3. Langgam

Salah satu Bentuk dari perkembangan musik keroncong yang jumlah

biramanya 32, memiliki sukat 4/4, bentuk kalimat A-A-B-A. Lagu biasanya

dibawakan dua kali, ulangan kedua bagian kalimat A-A dibawakan secara

(12)

biasanya diambil dari empat birama terakhir dari lagu langgam tersebut

(Harmunah,1987).

F. ASUMSI

Peneliti berasumsi bahwa fungsi dan karakteristik instrumen flute dalam

lagu-lagu langgam keroncong, dapat dikuasai secara mendalam sehingga fungsi

dan karkteristik flute pada lagu-lagu langgam keroncong dapat dimainkan dan

diinterpretasikan dengan baik.

G. METODE PENELITIAN

1. Metodologi

Berdasarkan kepada karakteristik data yang diperlukan oleh penelitian ini,

maka metode yang dianggap paling tepat untuk dapat menggali seluruh data yang

diperlukan oleh peneliti adalah metode deskriptif analisis. Digunakannya metode

deskriptif analisis ini diharapkan peneliti dapat mendeskripsikan semua fenomena

dalam penggunaan metode yang digunakan dalam proses menemukan bentuk dari

fungsi flute yang dimainkan dalam lagu-lagu langgam keroncong.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam menggali dan mengumpulkan seluruh data yang diperlukan dalam

kegiatan penelitian ini, pasti diperlukan teknik pengumpulan data yang

benar-benar tepat dan sesuai dengan karakteristik data yang harus digali. Oleh karena

data yang diperlukan berupa kemampuan dan beberapa informasi tentang

(13)

teknik yang dianggap tepat untuk mengumpulkan data-data tersebut adalah,

wawancara, dan studi literatur.

a. Wawancara

Adapun bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur

artinya pertanyaan diajukan setelah disusun terlebih dahulu oleh peneliti yang

dirumuskan dalam pedoman wawancara. Dalam hal ini, peneliti mencoba

melakukan pencarian informasi wawancara dengan beberapa pakar keroncong

khususnya pemain flute.

b. Studi Literatur

Dimaksudkan untuk mempelajari dari sumber kepustakaan yang ada baik

berupa buku-buku, arsip audio maupun media bacaan lainnya yang berguna dan

membantu dalam mencari sumber informasi mengenai hal-hal yang berhubungan

dengan penyusunan.

3. TEKNIK PENGOLAHAN DATA

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pengolahan data kualitatif. Setelah semua data terkumpul, baik dalam bentuk

catatan, rekaman atau bentuk lainnya, sehingga data terungkap secara detail,

peneliti mencoba menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengklasifikasikan setiap fungsi dan karakteristik instrumen flute, sesuai pola

(14)

b. Menyesuaikan dan membandingkan antara data hasil analisis dengan literatur

atau sumber lain yang berupa teori serta dengan nara sumber yang menunjang

sehingga menghasilkan beberapa kesimpulan.

c. Mendeskripsikan hasil analisis yang telah mengalami proses pengolahan

sehingga bisa disebut kesimpulan ke dalam bentuk tulisan.

(15)

11 B A B II

TINJAUAN TEORITIS

A. FLUTE

Dalam perkembangan sejarahnya, flute atau seruling dapat dikategorikan

sebagai salah satu alat musik tertua. Terbukti dengan ditemukannya alat musik di

sebuah goa Hohle Fels di Jerman. Seruling yang ditemukan tersebut dibuat dari

tulang burung dan terdapat ukiran yang berusia sekitar 35.000 tahun. Sebuah tim

arkeologi pimpinan ahli arkeologi Nicholas Conard dari University of Tuebingen

menyambung kembali 12 potongan flute, yang didapat dari tumpukan tulang

burung nasar dari goa Hohle Fels, menjadi sebuah flute yang panjangnya sekitar

22 sentimeter dengan lima lubang.” Tak diragukan lagi ini adalah instrumen

musik tertua di dunia,” ujarnya. Penemuan itu dimuat online oleh jurnal ilmiah

Nature Rabu (24/6). Menurut perkembangan sejarahnya, flute termasuk kedalam

alat musik yang populer pada musik jaman pertengahan. Musik abad pertengahan

dimulai dari jatuhnya kerajaan Romawi dan berakhir di sekitar pertengahan abad

ke 15. Akhir dari musiknya diperkirakan sekitar tahun 1400, bersamaan dengan

dimulainya musik era renaissance. Alat-alat musik pada era pertengahan, masih

ada beberapa yang eksis hingga sekarang meskipun telah berubah bentuk, salah

satunya flute. Pada zaman modern flute terbuat dari perak atau jenis logam yang

lain, pada era pertengahan bahan yang digunakan untuk membuat flute adalah

kayu. Itulah alasannya sehingga flute dikategorikan sebagai alat musik woodwind

(16)

Sebelum abad ke-19, flute belum banyak dikenal dan dimainkan. Sebab,

selain agak sulit untuk mencari nada yang tepat, memainkannya pun tak mudah.

Jari-jari tangan dituntut bergerak cepat dan tepat dalam memainkan flute tersebut.

Untunglah Jacques Hotteterre pada tahun 1700-an berhasil menambahkan nada

D# (D kres), sehingga memudahkan orang untuk memainkan nada, serta

mengubah bentuk tube flute agar suara yang dihasilkan juga lebih baik. Dalam

beberapa dekade berikutnya, flute juga mengalami perubahan dengan

ditambahkannya beberapa kunci nada.

Saat itu, flute jarang dimainkan dalam sebuah komposisi musik. Selain

minusnya para pemain flute yang handal, juga karena jenis instrumen yang

dihasilkan sulit dipadukan dengan berbagai komposisi lagu. Hingga akhirnya di

awal tahun 1800-an, Theobald Boehm (1794-1881). berhasil membuat bentuk,

desain lubang, dan ukuran yang lebih praktis untuk sebuah flute. Theobald Boehm

adalah seorang musisi dari kerajaan Bavarian, dia merupakan orang yang sangat

berperan dalam meng-inovasi bentuk instrumen flute modern juga mempunyai

pengaruh penting terhadap teknik permainannya. Boehm dianggap telah

menciptakan evolusi yang paling penting dalam perkembangan flute sepanjang

sejarah. Boehm lahir di Munich, bakatnya terhadap musik sudah terlihat pada saat

dia masih muda, dan pada 1818 ia membagi kariernya sebagai pembuat flute,

pemain flute profesional dalam orkestra dan juga di istana kerajaan di Munich.

Boehm merancang mekanisme baru yang berfungsi untuk memudahkan penjarian

dalam memainkan instrumen flute. mekanisme yang diciptakan Boehm ini

(17)

pada masa itu. Pada tahun 1843 Boehm telah mendapat lisensi sebagai pembuat

flute di London dan Paris untuk membuat instrumen flute. Tahun 1846, Boehm

terus menyempurnakan alat musik flute sambil belajar ilmu akustik pada Carl von

Schafhautl di University of Munich. Setelah itu, akhirnya bertambah juga orang

yang berminat memainkan flute tanpa khawatir jari-jarinya akan kesulitan saat

memainkannya.(Herry Udo, Seruling Dari Benua Eropa : 4 Novenber 2009)

Seperti yang telah disebutkan dalam sejarah perkembangannya, flute

termasuk instrumen yang dimainkan dengan cara ditiup (wind instrument),

termasuk ke dalam keluarga alat musik kayu (woodwind). Material kayu seperti

grenadilla, eboni, ataupun rosewood, sering digunakan di masa lalu. Dari sinilah

alat musik tiup itu memperoleh posisi dalam kelompoknya sebagai alat musik tiup

kayu atau woodwind, satu grup dengan keluarga woodwind, lainnya seperti oboe,

clarinet, saxophone, dan bassoon. Sebetulnya, kata flute menunjuk kepada sebuah

keluarga besar yang mencakup berbagai jenis flute seperti alto flute, piccolo, Db

piccolo, bass flute, contrabass flute, flute konser C, dan lainnya. Tapi kata flute

lebih sering digunakan untuk menunjuk kepada flute konser C. Flute jenis ini

adalah flute yang paling banyak ditemui dan digunakan di dalam orkestra.

Ada dua jenis flute yaitu closed-hole flute (model Plateau) dan open-hole

flute (model Perancis). Closed-hole flute tidak memiliki lubang pada key-nya.

Sementara pada open-hole flute, beberapa key-nya memiliki lubang yang harus

ditutup dengan rapat dengan menggunakan jari tangan. Sumber bunyi flute berada

di bagian tak jauh dari puncak kepala. Di situ terdapat lubang tiupan kira-kira

(18)

melintang. Udara kita tiupkan masuk kedalam tabung, mengalir dan membentur

sepanjang dinding tabung yang berfungsi sebagai resonator. Keras lembutnya

hembusan akan menghasilkan frekuensi nada yang berbeda-beda, tinggi atau

rendah. Tangga nada dapat dihasilkan selain karena variasi kekuatan hembusan

juga karena terbuka atau tertutupnya lubang pengatur nada. Jari tangan kanan dan

kiri bertugas mengurusi pembukaan dan penutupan lubang itu dengan menekan

tombol atau key yang tersedia. Lubang nada serta key pengendali itu berada di

bagian tubuh serta kaki flute. Di situ terdapat 16 atau 17 lubang, dimana 11

diantaranya dapat ditutup oleh 4 jari tangan kanan dan 3 jari tangan kiri dan satu

lubang ditutup oleh jempol tangan kiri. Empat lubang lainnya dapat dibuka tutup

melalui gagang-gagang tombol. Nada flute umumnya dimulai dari nada c, terus

menuju ke oktaf berikutnya hingga mencapai 3 oktaf lebih. Dengan jangkauan

wilayah nada yang sedemikan banyak serta adanya fasilitas untuk nada-nada

kromatik, maka flute dapat melayani berbagai nada dasar.

Badan flute terdiri dari tiga bagian utama, yaitu head joint merupakan

bagian kepala tempat di mana mouth hole tempat untuk meniup, Body merupakan

bagian flute yang memiliki paling banyak key, dan bagian ke tiga adalah Foot

joint merupakan bagian flute yang paling pendek.

(19)
[image:19.595.121.508.118.698.2]

Gambar 2.1 bagian-bagian Flute

(20)

B. FUNGSI FLUTE PADA LAGU-LAGU LANGGAM KERONCONG

Pada lagu-lagu langgam keroncong flute merupakan salah satu alat musik

yang sangat berpengaruh dan memiliki peranan penting. Tanpa kehadiran flute,

musik langgam keroncong akan terasa sepi dan tanpa hiasan. Fungsi flute sama

seperti biola yaitu sebagai pemegang melodi, dan mengisi kekosongan selain

untuk intro dan coda. Harmunah (1996:24) dalam buku Musik Keroncong

menulis:

Pembawaan dari alat tiup ini pada umumnya banyak membunyikan deretan interval dengan tekanan pada nada bawah, sedangkan nada atas diperpendek(staccato) atau sebaliknya. Juga nada-nada glissando. selain itu juga untuk introduksi dan coda.

Fungsi pertama flute pada lagu-lagu langgam keroncong yaitu untuk

memainkan melodi introduksi. Dalam Kamus Musik, introduksi adalah “istilah

untuk bagian awal sebuah karya musik, biasanya dipakai 4 birama pertama atau 4

birama terakhir dari lagu tersebut.(Karl-Edmund Pier SJ 2000:75). Dan pada lagu

langgam keroncong, melodi introduksi biasa dimainkan oleh alat melodi seperti

flute atau Biola. Flute juga biasa memainkan fungsinya sebagai instrumen yang

memainkan melodi interlude. Istilah interlude yang ditulis oleh M.Soeharto dalam

kamus musik yang ditulisnya bahwa “Introlude merupakan permainan musik

sebagai sisipan diantara bait-bait sebuah nyanyian atau babak-babak suatu

pementasan , ataupun bentuk-bentuk penyajian non-musik lainnya, lazimnya

berupa permainan instrumental.”(Soeharto,M:55). Fungsi berikutnya yang

dimainkan oleh flute dalam lagu-lagu langgam keroncong, flute biasa bermain

dengan fungsinya sebagai instrumen yang memerankan fungsi ornamentasi

(21)

disela-sela nyanyian yang bersifat spontan yang mengikuti akor-akor yang

menjadi kerangka pada musiknya, improvisasi dalam musik keroncong berarti

sekaligus mengarang dalam membunyikan melodi pada sebuah lagu keroncong.

Teknik improvisasi lazim dipakai dalam musik tradisional merupakan teknik

variasi dari motif irama dan melodi. Improvisasi berpangkal dari suatu patokan

atau motif(Karl-Edmund Prier,SJ:70). Dengan permainan yang bersifat

improvisasi inilah, menjadikan flute sebagai alat musik yang memiliki fungsi

sebagai hiasan atau ornamentasi dalam lagu-lagu langgam keroncong. Fungsi lain

flute dalam lagu-lagu langgam keroncong adalah memainkan melodi koda. Koda

atau dalam bahasa latinnya coda, ialah potongan atau bagian terakhir dari sebuah

karya musik yang khusus untuk mengakhirinya. Koda berupa potongan(umumnya

4 birama) sesudah bait terakhir. Dalam musik tradisional Indonesia

kadang-kadang dipakai koda untuk mengakhiri musik ulangan biasanya dengan

kode-kode tertentu. Dalam hal ini tempo koda tidak berubah.(Karl-Edmund Prier:91).

Dari beberapa fungsi flute pada lagu-lagu langgam keroncong diatas, maka

dari itu tingkat kemahiran pemain flute sangatlah mutlak untuk menguasai teknik

yang baik agar dapat memainkan fungsi flute dalam lagu langgam keroncong

sesuai dengan gramatikal musik keroncong serta dapat menginterpretasikan

tekniknya dengan baik dalam lagu-lagu langgam keroncong. Terdapat beberapa

teknik yang dipakai dalam permainan flute sebagai ornamentasi pada lagu-lagu

(22)

1. Teknik Broken Chord (Akor terurai) atau akor pecah, merupakan cara

memainkan melodi kord secara terurai nada demi nada, baik secara berurutan

seperti teknik arpeggio (Pono Banoe : 2003).

2. Teknik Interval merupakan teknik permainan dalam flute baik naik

(ascending) maupun turun (descending) dengan menggunaan interval (jarak

nada) oktaf, septim, kwint dan interval lainnya.

3. Teknik Kromatik merupakan salah satu teknik permainan flute dengan

menggunakan tangga nada kromatik yang memiliki jarak interval setengah

antara not ke not yang lainnya.

4. Teknik Sekuen (Ikutan, tiruan yang beda) merupakan teknik peniruan suatu

frase lagu dengan posisi suara tinggi atau rendah ataupun ulangan dengan nada

tinggi atau rendah (Ponoe Banoe:2003).

5. Teknik Tangga Nada: Teknik memainkan tanga nada dari nada-nada pokok

suatu system nada, mulai dari salah satu meluncurkan bunyi dari sebuah nada

menada dasar sampai dengan nada oktafnya (Soeharto.M:1992).

C. PERKEMBANGAN MUSIK KERONCONG

Seperti yang ditulis oleh Victor Ganap dalam Buletin Tjroeng di edisi

Februari 2008, “Musik keroncong lahir di Indonesia melalui proses perjalanan

sejarahnya yang panjang dan penuh keunikan dilihat dari unsur pembentuknya

yang terdiri dari berbagai komponen budaya, etnik, dan bahasa. Apabila kita

menarik benang merah tentang asal mula lahirnya musik keroncong di Indonesia,

(23)

Sejarah tentang pendudukan Islam di wilayah selatan semenanjung Iberia dari

abad kelima hingga abad ketigabelas. Latar belakang sejarah yang menjelaskan

mengapa bangsa Eropa pada abad keenambelas begitu gigih mengerahkan segala

kemampuan navigasi dan kekuatan militernya untuk memperoleh rempah-rempah

dari Timur. Sejarah tentang kedatangan bangsa Portugis dan bangsa Belanda pada

abad ketujuhbelas untuk memperebutkan hegemoni di Asia Tenggara melalui

monopoli perdagangan di Malaka, Sunda Kelapa, dan kepulauan Maluku. Sejarah

tentang perbudakan, dan kehidupan para musisi jalanan selama masa Hindia

Belanda. Sejarah pembentukan jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang

merdeka dan memiliki warisan budaya yang tidak terhingga banyaknya termasuk

musik keroncong. Beruntunglah bahwa pada akhirnya musik keroncong diterima

dan menjadi milik bangsa Indonesia, suatu kenyataan yang telah memperoleh

pengakuan dunia internasional.”(Ganap,Buletin Tjroeng:2008)

Dari penjelasan di atas untuk mengetahui lebih dalam tentang musik

keroncong tentunya bisa dimulai dari sejarahnya. Dilihat dari sejarah

perkembangannya, musik keroncong tidak lepas dari sejarah kedatangan kolonial

ke Indonesia. Seperti yang disebutkan Ernst Heins dalam tulisannya yang berjudul

“Krontjong and Tanjidor-Two cases of urban folkmusik in Jakarta”, pada waktu

kedatangan kapal-kapal Portugis di kepulauan ini sebelum abad ke 16. Mereka

mengadakan hubungan perdagangan hampir diseluruh pelosok Indonesia, tentu

saja dengan mengadakan monopoli-monopoli perdagangan dengan orang-orang

(24)

Betapapun perdagangan Portugis ini hanya menggunakan kapal-kapal, tetapi menimbulkan perbudakan. Dan akhirnya meninggalkan bekas-bekas, bukan hanya di Indonesia tapi juga di Afrika, India, Ceylon, Malaya, yang orang-orangnya biasa dikenal dengan sebutan Indo Portugis dan disebut juga dengan istilah “Portugis Hitam”. Orang-orang hitam inilah yang menjadi keluarga baru yang disebut “Mardykers”, satu istilah yang diambil dari bahasa Sansakerta “Mahardika”.

Tentang siapa orang Mardikers, Harmunah juga menerangkan dalam buku

yang ditulisnya bahwa, “Mereka merupakan penduduk yang beragama kristen

yang memiliki kebudayaan Portugis, termasuk bentuk musiknya juga. Unsur

Mardika masih dikenal di Ambon (Maluku) dan Tugu (suatu desa di pantai

sebelah timur laut kota Jakarta). Budaya Portugis dari orang-orang Mardika ini

sangatlah kuat, itu terlihat dalam unsur musik yang sampai sekarang masih utuh.

Saat ini Kampung Tugu masih dihuni oleh keturunan orang –orang asli

Mardykers. Pembicaraan yang dibangga-banggakan adalah musik tradisional

keroncong. Mereka memainkan dan mempertunjukan musik keroncong diwaktu

malam secara beramai-ramai di depan rumah dengan memasang tenda, dan

hampir setiap kegiatan sosial selalu dirayakan dengan pertunjukan musik

keroncong” (Harmunah:8).

Namun dari segi etnomusikologi, musik keroncong masih belum begitu

jelas. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa musik keroncong itu adalah

musik yang dibawa oleh pelaut Portugis. Tetapi ada beberapa pendapat yang

berbeda mengenai hal ini, misalnya seperti yang dinyatakan oleh Andjar Any

(tokoh musik, pengarang lagu juga penulis) yang pada tahun 1969 bertemu

dengan Antonio Plato da Franca (konsul Portugal). Pada saat itu Andjar Any

(25)

musik sejenis yang melahirkan musik keroncong? Dan jawaban sang konsul

adalah, “tidak ada”. Jangankan lagi yang berbentuk keroncong, yang diperkirakan

mirip keroncong saja tidak ada. Beberapa hal yang harus diketahui untuk

menyadarkan bahwa musik keroncong itu adalah musik Indonesia asli adalah

seperti berikut: Sebagai bangsa penjajah, bangsa Portugis tidak meninggalkan

musik atau lagu yang sejenis dengan musik dan irama keroncong pada bangsa lain

(kecuali yang ada orang Indonesianya). Kemudian Di Portugal tidak ada grup

musik yang memainkan alat musik seperti yang dimainkan oleh pemusik

keroncong di Indonesia ,ataupun yang mirip dengan irama yang dimainkan para

musisi keroncong. Di Portugis tidak ada pemusik yang mampu memainkan irama

keroncong, dan kalaupun ada itu pasti pernah belajar pada orang Indonesia .Dari

paparan tersebut, dapat membuka wawasan dan pengetahuan untuk membuktikan

tentang permasalahan yang selama ini masih menimbulkan keragu-raguan pada

masyarakat awam. Akan tetapi alangkah lebih baik kita juga mampu meninjau

dari kaidah-kaidah musik barat maupun musik tradisi sebagai perbandingan yang

akan menunjukkan bahwa musik keroncong itu adalah “Genius Product” atau

kekayaan intelektual dari nenek moyang bangsa Indonesia.

Sebelum muncul lagu keroncong bahkan sebelum alat musik khas

keroncong, yaitu ukulele, kata keroncong sebenarnya sudah ada, seperti yang

dikemukakan Ernst Heins dalam Buku “Musik Keroncong” yang ditulis

Harmunah menyatakan, “Menurut para ahli musik, asal nama “keroncong” agak

kurang begitu jelas. Ada yang berpendapat bahwa nama “keroncong” berasal dari

(26)

bertali lima. Dikemudian hari alat keroncong ini dapat diciptakan sendiri oleh

orang-orang keturunan Portugis yang berdiam dikampung Tugu, dan hanya bertali

empat. Dan musik yang diperoleh dari orkes dengan iringan keroncong inilah

yang dinamakan orang “Musik Keroncong”. Istilah inilah yang termasuk juga

jenis dan gaya lagu yang dipertunjukkan oleh musik keroncong ini” (Ernst Heins,

1975:23).

Victor Ganap seorang pakar musikolog dari ISI mengungkapkan pula

dalam tulisannya di buletin Tjroeng edisi Februari 2008 bahwa: ”Saat ini ketika

kita berbicara tentang keroncong, kita dihadapkan pada sebuah terminologi yang

mengandung pengertian yang luas. Secara etimologis, keroncong berasal dari

nama sebuah alat musik sejenis gitar berukuran kecil berdawai empat yang

lazimnya terbuat dari nylon, sehingga apabila dimainkan menghasilkan bunyi

crong, bukan jreng seperti halnya bunyi dawai logam. Istilah keroncong diyakini

berasal dari para perajin waditra di kampung Tugu yang mewarisi keahlian seni

kriya waditra gitar. Gitar itu dinamakan keroncong sebagai adaptasi dari gitar

cavaquinho yang dibawa oleh para pelaut Portugis berlayar mengelilingi dunia.

Ketika tiba di kepulauan Madeira gitar itu dinamakan braguinha, karena berasal

dari wilayah Braga di Portugal. Di Brazil penduduk menamakannya machete yang

digunakan untuk mengiringi tari-tarian. Di kepulauan Karibia gitar itu dinamakan

cuatro, karena berdawai empat. Ketika tiba di Polynesia samudera Pasifik,

penduduk pribumi menyebutnya sebagai ukelele, atau jari yang melompat, karena

cara memainkannya tidak dipetik melainkan digerus. Menarik untuk disimak

(27)

sedangkan sebutan ukulele sebagai keroncong telah diakui sebagai paten

Indonesia, menurut Salwa El-Shawan Castelo-Branco dalam kamus The Grove’s

Dictionary of Music and Musicians, “Portugal” (2002:197).

Musik keroncong sebagai musik rakyat yang berakar pada gaya hidup

budaya masyarakat Indonesia. Menjelang abad ke 20 musik keroncong mulai

menyebar dari Batavia ke kota-kota lainnya di Jawa, membentuk sentra

keroncong di Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta dan Surabaya.

Penyebaran musik keroncong disinyalir tumbuh dan berkembang di Indonesia

melalui jalur perdagangan, syiar agama, politik dan sebagainya. Penyebarannya

dilakukan melalui dermaga-dermaga yang menjadi pusat perdagangan, di

pelabuhan Tanjung Priok Jakarta Utara, Pelabuhan Sunda Kelapa dan beberapa

pelabuhan lainnya di Indonesia.

Pada saat Kolonial Belanda datang kemudian pelan-pelan mengambil alih

beberapa pulau besar di Indonesia, kemudian Bangsa Portugis meninggalkan

Indonesia. Pada saat itulah bermunculan orkes-orkes keroncong dan penyanyi

penyanyi keroncong. Musik keroncong menjadi populer dan dikenal luas di

Batavia, karena Batavia merupakan salah satu pelabuhan perdagangan penting

pada jaman itu. Maka kemudian ramailah pasar-pasar pada masa itu oleh

orang-orang yang memainkan musik dengan menggunakan gitar cavaquinho,

memainkan musik yang sudah tidak lagi Portuguesian tapi sudah diwarnai oleh

berbagai budaya dan bahasa Belanda, melayu pasar, Tionghoa bahkan

Sunda-Betawi. Pengunaan alat musiknya pun mulai semakin banyak dengan

(28)

spanyol dll. Kemudian musik keroncong terbawa kesana kemari bersama para

pedagang. Sehingga musik keroncong pada masa itu dapat dinikmati di berbagai

kota, dipelabuhan penting di seluruh Indonesia. Pada masa itu pula mulai dikenal

festival musik keroncong yang dikenal dengan sebutan “Councours”

(Konhauser,1978:127-129).

Daerah yang menjadi tempat perkembangan musik keroncong adalah

kampung Tugu. Sampai saat ini dipercaya masih terdapat keturunan bangsa

Portugis asli yang masih setia memainkan musik keroncong yang memang sangat

digemari oleh masyarakat Kampung Tugu. Jenis musik inilah yang menjadi cikal

bakal keroncong asli Betawi, yang kemudian dikenal dengan sebutan keroncong

Tugu yang memiliki nama asli “Orkes Poesaka Keroncong Moresco Toegoe”

yang dibentuk pada tahun 1661 oleh orang-orang Portugis yang pada masa itu

dikucilkan.

Perkembangan musik keroncong di beberapa kota besar lainnya diluar

Jakarta seperti di Ambon, Makasar, Bandung, Semarang, Surabaya, dan

Jogjakarta ternyata berhubungan erat dengan musik tradisi. Di Jawa misalnya,

musik keroncong sangat dipengaruhi oleh musik gamelan Jawa (musik

pentatonik), sehingga munculah keroncong langgam jawa. Liriknya berbahasa

daerah setempat serta tangga nada dan pola ritme musik keroncongnya

mengadaptasi musik gamelan. Berbeda dengan di kota Ambon terpengaruh oleh

musik Hawaiian, yang pada pembawaanya menambahkan alat musik gitar elektrik

(29)

Pada masa Hindia Belanda, keroncong tampil sebagai ars nova, seni baru

yang bersifat non-tradisi dan non-klasik Barat, seni yang digemari oleh

masyarakat perkotaan. Kota-kota besar di Jawa kemudian tumbuh menjadi sentra

keroncong, sejak mencapai popularitas melalui Pasar Malam di Gambir,

komunitas Krokodilen di Kemajoran, hingga concours Jaar Markt di Surabaya.

Keroncong ketika itu menjadi bagian dari budaya massal yang memiliki nilai

komersial, sehingga ensambel keroncong bermunculan di mana-mana. Namun

setelah masa kemerdekaan, terjadi revolusi musikal di seluruh dunia dengan

lahirnya musik berirama rock yang digemari kaum muda. Musik berirama rock

dengan cepat menyebar melalui teknologi rekaman dan menjadi musik masa kini

yang menggusur popularitas musik berirama konvensional termasuk keroncong

(Ganap,Buletin Tjroeng:2008). Pada masa kolonial Jepang antara tahun

1942-1945 telah terjadi faktor penting yang mempengaruhi perkembangan dan

perubahan musik keroncong bagi perjalannya. Beberapa faktor yang

mempengaruhi perkembangan musik keroncong ditulis juga oleh Harmunah (

1996:37) sebagai berikut :

Pada tahun 1942, dengan kekalahan Belanda dari Jepang, musik keroncong ini agak mengalami kemunduran, tetapi penghargaan terhadap kesenian ini justru semakin maju. Lahirlah sebutan “Biduan” bagi para penyanyi keroncong, dan lahir pula jenis lagu “Langgam”. Komponis-komponis muda pun banyak yang maju kedepan.

Pada awal Penjajahan Jepang musik keroncong sempat dicekal oleh

Keimin Bunka Shidoshi. Yang menjadi sebab pencekalan musik kerocong pada

saat itu karena syair-syair musik keroncong yang dianggap cengeng dan

(30)

oleh Jepang. Namun dengan lahirnya bentuk langgam keroncong yang

dipopulerkan oleh Gesang, melalui lagu Bengawan Solo yang isi syairnya

memaparkan pujian terhadap keindahan alam, musik keroncong telah memikat

banyak hati orang Jepang yang memang menyukai keindahan alam. Dan akhirnya

festival Councours keroncong diijinkan kembali untuk diselenggarakan pada

tahun 1944 melalui siaran radio Solo Hoso Kioku. Akhirnya orang Jepang ikut

aktif mendorong minat orang Indonesia terhadap musik keroncong, yang

dimanfaatkan oleh Jepang, untuk dijadikan salah satu media yang efektif untuk

menyebarkan propaganda Jepang kepada massa lewat syair-syair lagu keroncong.

Tetapi bentuk penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Jepang terhadap bangsa

Indonesia, memberikan dampak yang mengarah terhadap bentuk perlawanan

orang Indonesia terhadap Jepang. Hal itu sesuai dengan pernyataan kornhauser

dalam Mulyana (2009:47) yaitu:

Hal itu berdampak juga pada musik keroncong dimana banyak diciptakan lagu-lagu yang bernuansa protes terhadap Penjajahan Jepang. Agar Jepang tidak mecurigai lagu-lagu keroncong yang bernuansa protes tersebut, maka syair-syair lagu keroncong tersebut dibungkus dengan bentuk kiasan atau metaphor. Seperti pada lagu Rangkaian Melati oleh Maladi dan Sepasang Mata Bola oleh Ismail Marzuki.

Musik keroncong telah mengalami perjalanan yang panjang dalam

sejarahnya, keroncong mengalami masa keemasan dinilai pada era pertengahan

abad 20, sekitar dekade 50 sampai 70an. Masa ini ditandai dengan era pencarian

identitas jati diri bangsa Indonesia melalui kampanye politik yang pada saat itu

penuh dengan semangat untuk mencari identitas kebangsaan. Radio Republik

Indonesia (RRI) telah memberikan peran penting dalam menyebarluaskan musik

(31)

kesenian nasional Indonesia. Ikut disertakan dalam pemilihan bintang radio yang

diselenggarakan Radio Republik Indonesia sejak tahun 1951, hingga keroncong

berkembang selaras dengan popularitas musik keroncong sebagai identitas dan

khasanah musik Indonesia.

D. JENIS MUSIK KERONCONG

1. Keroncong Asli

Keroncong asli adalah bentuk lagu tiga bagian yaitu A-B-C dengan

harmoni atau pergerakan akornya mempunyai susunan yang sudah baku (pakem)

serta jumlah birama yang baku yaitu 28 birama ,meskipun pada perkembangannya

saat ini banyak yang memvariasikan progresi akornya namun tidak dengan jumlah

biramanya:

Progresi Keroncong Asli adalah sebagai berikut:

I(tonika) - - - I(tonika) - - - V(dominan) - - -V(dominan) - - -II7(double dominan)

- - -II7(double dominan) - - -V(dominan) - - -V(dominan)- - (angkatan/permulaan)

V(dominan) - - -V(dominan) - - -(miden spel,semacam bridge yang hanya berisi

musik)

IV(subdominant) - - -IV(subdominant) - - -IV(subdominant) - - -IV(subdominan –

V(dominan) – I(tonika) I(tonika) V(dominan) V(dominan)

(32)

I(tonika)- - - -IV(subdominant)--- V(dominan)--- I(tonika) - - -I(tonika) - - -(

senggaan yang biasanya dipakai sebagai intro) V(dominan) V(dominan)

-I(tonika) - - -I (IV- V -) (apabila dimainkan dua kali)

Selalu ada poorspeel yaitu bagian pembukaan sebelum ke intro dalam

musik klasik barat disebut preleudium, bagian ini merupakan improvisasi akord

Tk I dan Tk II dimainkan oleh instrument biola atau flute. Kemudian intro dan

coda yang diakhiri akord I dan ditutup dengan kadens lengkap disebut juga istilah

overgang atau lintas akord, yaitu :I – IV-V –I sedang untuk coda juga berupa

kadens lengkap. Pada tengah lagu ada interlude, disebut juga dengan istilah

senggahan middle spell, yaitu pada birama kesembilan dan kesepuluh.

2. Langgam Keroncong

Lagu langgam adalah lagu bentuk tiga bagian ,Dalam lagu langgam

keroncong jumlah birama yang baku adalah 32 birama,dengan ketentuan syair

adalah A-A’-B-A’.

Progresi Langgam Keroncong adalah sebagai berikut:

I(tonika) IV(subdominant)V(dominan) I(tonika) I(tonika)

-V(dominan) - - --V(dominan) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - -( syair/bait I)

I(tonika) IV(subdominant)V(dominan) I(tonika) I(tonika)

-V(dominan) - - --V(dominan) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - -( syair/bait II)

IV(subdominant) IV(subdominant) I(tonika) I(tonika)

II7(doubledominan) II7(doubledominan V(dominan) V(dominan)

(33)

I(tonika) IV(subdominant)V(dominan) I(tonika) I(tonika)

-V(dominan) - - --V(dominan) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - -(pengulangan lagu bait

II)

3. Stambul

Ada yang mengatakan bahwa nama stambul ini diambil dari sebutan

komedi (sandiwara) yang sangat marak pada sekitar tahun 1920. Bentuk musik

stambul ini muncul dikarenakan pada waktu itu musik keroncong seakan tersisih

dengan musik Jazband yang mengusung lagu-lagu barat. Untuk bentuk stambul

ini ada dua macam penyebutannya yaitu Stambul I (lagu bentuk Satu

bagian,A-A’terdiri dari 16 birama) dan Stambul II (lagu bentuk tiga bagian A-B-A-B,terdiri

dari 32 birama).

Progresi Stambul I

IV(subdominant) IV(subdominant) I(tonika) I(tonika)

-V(dominan) - - --V(dominan) - - - I(tonika) - - -I(tonika) - - - ( lagu bagian

pertama)

IV(subdominant) - - -IV(subdominant) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - -V

(dominan) - - -V(dominan) - - - I(tonika) - - -I(tonika) - - - (pengulangan )

Biasanya dalam lagu stambul I ini liriknya berupa pantun,contohnya pada lagu “Si

(34)

Progresi Stambul II

(I(tonika) I(tonika) )IV(subdominant) IV(subdominant)

IV(subdominant) IV(subdominant) V I(tonika) IV(subdominant)

-V(dominan) - (lagu bag.pertama )

I (tonika) - - -I(tonika) - - -V(dominan) - - -V(dominan) - - -V(dominan) - - -V

(dominan) - - - I(tonika) - - - IV(subdominant) –V(dominan) - (lagu bag. kedua )

I(tonika) I(tonika) IV(subdominant) IV(subdominant)

IV(subdominant) IV(subdominant) V I(tonika) IV(subdominant)

-V(dominan) - (pengulangan pertama)

I(tonika) I(tonika) V(dominan) V(dominan) V(dominan)

-V(dominan) - - - I(tonika) - - - I(tonika) (IV -V-) (pengulangan kedua)

Secara ilmu bentuk analisa dalam aturan musik barat, Stambul II

merupakan lagu bentuk tiga bagian (A-B-A’-B’). Lagu jenis stambul ini

berkembang di Jawa Timur dengan adanya teater rakyat komedi stambul dengan

menggunakan lagu-lagu keroncong di atas panggung pertunjukan sebagai musik

selingan maupun bagian dari drama itu sendiri.

4. Lagu Ekstra

Yang dimaksud dengan lagu ekstra adalah lagu-lagu yang bentuknya

diluar dari lagu keroncong asli, langgam maupun stambul. Susunan akornya dan

jumlah biramanya tidak dibatasi dan bervariasi. Lagu-lagu ekstra ini biasanya

(35)

mempunyai sifat pembawaan merayu, riang dan jenaka, contohnya pada lagu

“Gundul-gundul pacul”,”Padang Bulan” dan sebagainya.

5. Langgam Jawa

Atas instruksi presiden pada sekitar tahun 1958 yang melarang lagu-lagu

barat, maka bermunculan lagu-lagu daerah yang dikemas dalam irama populer.

Hal ini menjadikan tantangan bagi para musisi keroncong pada waktu itu untuk

berkreasi, maka muncullah irama langgam Jawa. Bentuk lagu dari Langgam Jawa

ini ada yang mendekati langgam keroncong dan ada pula yang mirip dengan

bentuk lagu ekstra.

Yang perlu diperhatikan dalam langgam jawa terdapat sifat keparalelan

dari alat musik instrumen musik barat terhadap instrument musik jawa(gamelan).

Musik keroncong juga memiliki pola ritme, irama yang dimaksud disini

adalah seperti halnya musik-musik barat yang mempunyai rhythm Pattern atau

biasa disebut dengan pola ritme.Dalam musik keroncong ada beberapa rhythm

pattern atau pola ritme yang biasa dimainkan yaitu, irama engkel, irama dobelan,

Irama klasik(petikan), dan terakhir irama kentrungan.

E. LANGGAM KERONCONG

Langgam merupakan bentuk komposisi lagu yang paling umum

(M.Soeharto, Kamus Musik,1992). Langgam Keroncong memiliki keunikan

tersendiri dalam cara penyajiannya. Langgam keroncong merupakan adaptasi

keroncong dari bentuk musik tradisi. Pada umumnya intro pada keroncong

(36)

berisi tentang kecintaan terhadap tanah air, perjuangan, percintaan, tentang

keindahan alam, dan perjalanan hidup. Lagu langgam dipelopori oleh Gesang

pada tahun 1940 dengan lagu langgamnya yang berjudul Bengawan Solo. Lagu

langgam adalah lagu bentuk tiga bagian. Dalam lagu langgam keroncong jumlah

birama yang baku adalah 32 birama,dengan ketentuan syair adalah A-A’-B-A’.

Progresi Langgam Keroncong adalah sebagai berikut:

I(tonika) - - -IV(subdominant)-V- I(tonika) - - - I(tonika) - - -V(dominan) - - -V

(dominan) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - -( syair/bait I)

I(tonika) IV(subdominant)V(dominan) I(tonika) I(tonika)

-V(dominan) - - -V (dominan) - - -I (tonika) - - -I(tonika) - - -( syair/bait II)

IV(subdominant) IV(subdominant) I(tonika) I(tonika)

-II7(doubledominan) - - --II7(doubledominan) - - - V(dominan) - - - V(dominan) -

- -(Reff)

I(tonika) - - -IV(subdominant)-V(dominan) - I(tonika) - - - I(tonika) - - -V

(dominan) - - -V(dominan) - - -I(tonika) - - -I(tonika) - - -(pengulangan lagu bait

(37)

34 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan

metode deskriftif, yaitu dengan membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan

akurat mengenai faktor-faktor dan sifat-sifat tertentu yang terdapat dalam objek

penelitian. Deskriftif analisis merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan secara rinci objek penelitian, dalam hal ini melalui studi analisis

baik audio maupun visual. Metode deskrftif dilakukan berdasarkan pengalaman

empiris yang didapat dan melaporkan keadaan objek atau subjek yang diteliti

sesuai dengan apa adanya yang memperhatikan karakteristik, kualitas, keterkaitan

antara kegiatan. Metode ini sangat berguna untuk mendapatkan variasi

permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan dan tingkah laku

manusia. Data diolah secara kualitatif, kemudian dianalisis dengan tujuan untuk

mengurai masalah-masalah yang berhubungan dengan penelitian, untuk

selanjutnya di verifikasi dan dapat diambil kesimpulannya sesuai dengan data

yang dibutuhkan. Pada penelitian ini juga akan menggunakan pendekatan

interpretatif, sebagai usaha penelitian untuk memahami permasalahan yang ada,

yaitu pada penelitian fungsi flute pada lagu-lagu langgam keroncong, dengan

mengambil rekaman audio dari lagu Dibawah Sinar Bulan Purnama dari Orkes

Keroncong Puspa Kirana GMP Chromakey Studio Jakarta, pimpinan Acep

(38)

B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah,

wawancara, studi literatur, dan dokumtasi. Dengan mengamati pada objek yang

diteliti maka akan dapat diketahui bagaimana fungsi flute pada lagu-lagu langgam

keroncong yang dijadikan sebagai contoh untuk penelitian. Adapun teknik-teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.

a. Wawancara

Wawancara digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari pemain

keroncong flute, bertujuan untuk menghimpun data-data sekaligus untuk

mensosialisasikan instrumen penelitian yang diungkapkan dalam bentuk

wawancara. Penulis melakukan wawancara kepada tokoh music keroncong,

pemain keroncong khususnya para pemain flute yang telah dianggap telah

mengetahui permainan instrumen fungsi flute pada lagu-lagu langgam keroncong.

b. Studi Litelatur

Dilakukan dengan mencari beberapa referensi melalui buku teks, partitur

lagu-lagu keroncong, internet, majalah keroncong, makalah, jurnal, skripsi dan

berbagai tulisan ilmiah tentang musik keroncong. Studi literatur ini penulis

lakukan untuk membantu mencari sumber-sumber informasi lainnya yang

berhubungan dengan subjek yang diteliti oleh penulis.

c. Dokumentasi

Untuk mengumpulkan data yang sudah ada, penulis menggunakan

beberapa alat dokumentasi seperti kamera digital, tape rekorder, dan rekaman

(39)

beberapa contoh teknik-teknik permainan flute yang dimainkan oleh pemain flute

yang diwawancarai. Selain menggunakan alat perekam, penulis juga

menggunakan foto sebagai alat dokumentasi yang penulis gunakan untuk

menunjang hasil penelitian. Foto yang diambil penulis saat pemain flute

mendemonstrasikan penggunaan teknik permainan ornamentasi flute untuk

lagu-lagu langgam keroncong. Alat rekam dan dokumentsi data yang penulis gunakan

dalam penelitian ini memiliki peran penting untuk mendukung penelitian dalam

mengambil data-data.

C. PENGOLAHAN DATA

Data yang telah penulis kumpulkan secara kualitatif melalui kajian,

literatur, wawancara, dan dokumentasi, kemudian diolah dan diklasifikasikan

sebagai berikut:

1. Mengelompokkan data-data yang telah penulis dapatkan.

2. Melakukan analisis data yang telah penulis dapatkan.

3. Mengelompokan data-data sesuai dengan pertanyaan penelitian.

4. Membandingkan antara data yang satu dengan data lainnya.

5. Melakukan interpretasi dan menarik kesimpulan dari data satu dengan data

yang lainnya.

(40)

37 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. LAGU-LAGU LANGGAM KERONCONG

Banyak lagu langgam keroncong yang cukup terkenal diciptakan oleh

komposer-komposer di tanah air. Dimana lagu-lagu tersebut memiliki keunikan

dan kelebihan masing-masing. Dari sekian banyak lagu langgam keroncong yang

banyak didengarkan oleh penikmat musik keroncong, penulis memilih sebuah

lagu yang akan dijadikan sampel untuk penelitian yang berhubungan dengan

fungsi flute pada lagu-lagu langgam keroncong, yang sumbernya penulis dapatkan

dalam bentuk audio. Lagu yang dimaksud adalah lagu langgam Dibawah Sinar

Bulan Purnama. Dari pertimbangan mengapa penulis memilih lagu diatas, penulis

berpendapat lagu Dibawah Sinar Bulan Purnama adalah salah satu lagu yang

diciptakan untung langgam keroncong, yang dapat dijadikan repertoar awal bagi

para pemain flute untuk belajar memahami tentang fungsi-fungsi flute pada

lagu-lagu keroncong, yang selanjutnya diaplikasikan pada lagu-lagu-lagu-lagu langgam

keroncong lainnya. Alasan lainnya adalah karena faktor popularitas lagu tersebut

dikalangan penikmat musik keroncong pada khususnya, dan masyarakat Indonesia

pada umumnya. lagu ini bisa disebut master pieces atau salah satu karya terbaik

yang diciptakan oleh penciptanya. Terbukti dengan tidak lunturnya kepopuleran

lagu Dibawah Sinar Bulan Purnama dari dahulu kala hingga kini. Juga dilihat dari

kualitas musikalitas yang terkandung dalam lagu tersebut, seperti dapat dilihat

(41)

dalam menyanyikannya membutuhkan teknik yang baik. Maka dari beberapa

kelebihan yang dimiliki oleh lagu tersebut, penulis memilih lagu Dibawah Sinar

Bulan Purnama yang dimainkan oleh Orkes Keroncong Puspa Kirana GMP

Chromakey Studio Jakarta, pimpinan Acep Djamaludin untuk dijadikan contoh

lagu-lagu langgam keroncong, dimana penulis akan menganalisis fungsi flute

dalam lagu tersebut. Sekilas mengenai lagu Dibawah Sinar Bulan Purnama,

penulis akan sedikit mengulas tentang Lagu Dibawah Sinar Bulan Purnama.

Lagu Dibawah Sinar Bulan Purnama ini diciptakan oleh R. Maladi yang

memiliki nama samara Arimah. Beliau dilahirkan di Solo, 30 Agustus 1912.

Dikenal sebagai pencipta lagu-lagu langgam keroncong yang terkenal seperti

Rangkaian Melati, dan Di Bawah Sinar Bulan Purnama. Lagu-lagu tersebut ia

ciptakan semasa penjajahan Jepang antara 1942-1945. Beliau terkenal sebagai

seorang pencita lagu-lagu langgam keroncong dengan syair yang indah dengan

banyak menggunakan bahasa kiasan. Syair lagu Di Bawah Sinar Bulan Purnama

sendiri juga memiliki arti simbolik, seperti ”Si Miskin pun yang hidup sengsara,

semalam itu bersuka”. Maladi mengakui, rakyat hidup miskin semasa penjajahan.

Namun, sesekali mereka bisa merasa senang karena kemerdekaan telah

membayang, seperti dilukiskan dalam simbol bulan purnama.

Dalam mencipta lagu beliau ternyata tidak dibantu peralatan musik

sebagaimana jamaknya banyak pencipta. Ia tidak menggunakan piano, gitar, atau

alat apapun. Ia hanya menulis lirik, kemudian disusul notasi angka atau not balok.

(42)

Saya hanya melukiskan situasi dan kondisi ketika itu saja. Kalau tidak ada

dorongan dari situasi luar, saya pasti tidak jadi pencipta lagu, ”ujarnya.

Lagu pertama ciptaannya berjudul Terompet Berbunyi, yang bertemakan

himbauan kepada para pemuda untuk tidak saling berkelahi, lalu menyusul

lagu-lagu ciptaannya yang lain, seperti, Solo di Waktu Malam, Di Bawah Sinar Bulan

Purnama, Di Mana Gunung Berjumpa, Ombak Samudera, Di Sela-sela Rumput

Hijau dan Nyiur Hijau yang kerap diputar menjelang siaran berita di RRI.

Selain sebagi seorang pencipta lagu-lagu keroncong, beliau terkenal

sebagai menteri Olahraga dari tahun 1962-1967 yang sebelumnya beliau menjabat

sebagai presiden PSSI pada periode 1950-1959. Bahkan Maladi juga pernah

menjadi penjaga gawang di PSSI.

Setelah menjabat sebagai Presiden PSSI beliau juga menjabat sebagai

menteri penerangan di Kabinet Kerja I pada 10 Juli 1959 - 18 Februari 1960.

Atas semua jasa-jasanya kemudian Maladi menerima berbagai bintang

kehormatan baik dari negara maupun dari dunia internasional. Bahkan atas

jasanya tersebut pada 4 Agustus 2003 dalam upacara peringatan Serangan Umum

4 hari di Solo. Pemerintah Kota Solo meresmikan untuk mengganti nama dari

Stadion Sriwedari menjadi Stadion R Maladi, sebagai penghormatan atas jasa dari

mantan Menteri Olahraga yang juga adalah disigner dari stadion tersebut.

Maladi meninggal karena mengidap penyakit komplikasi karena Maladi juga

mengalami infeksi pernapasan. Ia dimakamkan di Makam Pahlawan Kalibata

(43)

B. FUNGSI FLUTE PADA LAGU-LAGU LANGGAM KERONCONG

Instrumen flute yang biasa digunakan dalam musik keroncong umumnya

menggunakan flute konser C. Flute jenis ini adalah flute yang paling umum

digunakan di dalam orkes keroncong. Flute konser standar memiliki jangkaun

nada mulai dari nada C, dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari

middle C. Akan tetapi, pada beberapa flute untuk profesional ada key tambahan

untuk mencapai nada B di bawah middle C. Ini berarti flute merupakan salah satu

instrumen yang memiliki jangkauan nada yang cukup luas.

Pada lagu-lagu langgam keroncong, instrumen flute memiliki beberapa

fungsi yang cukup penting. Fungsi-fungsi tesebut dapat dipahami tentunya dengan

mengetahui beberapa faktor, diantaranya adalah pemahaman dan pengetahuan

pemain flute terhadap struktur lagu dan progresi akor yang dimainkan dalam

sebuah lagu langgam keroncong. Struktur lagu dalam lagu langgam keroncong

terbagi ke dalam beberapa bagian penting yaitu introduksi (intro), bait lagu,

interlude dan koda. Fungsi flute yang terdapat dalam setiap struktur pada lagu

langgam tersebut, tentunya memiliki perbedaan dalam permainannya. Pemahaman

pemain flute terhadap struktur lagu, adalah salah satu modal utama untuk dapat

menginterpretasikan permainan flute di dalam langgam keroncong.

Penjelasan secara ringkas tentang struktur lagu langgam dapat dilihat dari

uraian di bawah ini:

a. Fungsi flute sebagai instrumen pembawa introduksi pada lagu-lagu langgam

(44)

Flute pada lagu-lagu langgam keroncong berfungsi untuk memainkan

melodi introduksi atau biasa dikenal dengan istilah intro. Dalam lagu-lagu

langgam keroncong introduksi merupakan sebuah bagian dari struktur lagu yang

memiliki peranan penting. Hampir semua struktur lagu-lagu langgam keroncong

selalu diawali oleh introduksi. Disamping sebagai pembuka, introduksi juga

berperan untuk memberikan suasana tonalitas atau nada dasar bagi penyanyi yang

akan menyanyikan lagu-lagu langgam keroncong, hal untuk memudahkan

bayangan melodi yang akan dinyanyikan oleh penyanyi. Introduksi pada musik

langgam keroncong biasanya dimainkan oleh alat musik melodi seperti flute

ataupun biola. Melodi introduksi yang dimainkan, biasanya mengambil 4 bar

melodi terakhir dari lagu keroncong langgam, dengan progresi akor diawali oleh

akor I(Tonika)---ii(subdominan pararel)--- V(Dominan)---I(Tonika). Walaupun

terkadang melodi intro dapat juga di aransemen dan ditambah teknik permainan

ornamen sesuai dengan kebutuhan permainan musik keroncong itu sendiri.

b. Fungsi flute sebagai instrumen pembawa interlude pada lagu-lagu langgam

keroncong.

Melodi interlude sebagai sisipan di antara bagan lagu. Secara struktur dan

progresi akor, struktur interlude sama dengan struktur dari bait lagu. Diawali

dengan progresi akor I(Tonika) - - -IV(Subdominan)-V(Dominan)- I(Tonika) - - -

I(Tonika) - - -V(Dominan) - - -V(Dominan) - - -I(Tonika) - - -I(Tonika) Pada

umumnya melodi interlude dimainkan secara instrumental oleh flute atau biola,

(45)

c. Fungsi flute sebagai pembawa koda pada lagu-lagu langgam keroncong.

Koda merupakan potongan atau bagian terakhir dari sebuah karya musik

yang khusus untuk mengakhirinya. Koda berupa potongan bagian lagu sesudah

bait terakhir. Koda pada lagu-lagu langgam keroncong biasanya berjumlah 4 bar

diawali dengan progresi akor I(Tonika)-IV(Subdominan)-V(Dominan)-I(Tonika).

Dimainkan sesudah penyanyi menyanyikan bait terakhir lagu. Permainan melodi

koda pada lagu-lagu langgam keroncong, selalu mengikuti pergerakan kerangka

harmoni dari struktur koda itu sendiri. Walaupun terkadang motif lagu masih

sering dimunculkan dalam melodi koda, namun permainannya terkesan lebih

bebas, dan tidak baku.

d. Fungsi flute sebagai pemberi ornamen pada lagu-lagu langgam keroncong.

Fungsi flute berikutnya dalam lagu-lagu langgam keroncong, yaitu sebagai

instrumen yang berfungsi sebaagai penghias dengan memainkan improvisasi.

Memainkan melodi untuk mengisi kekosongan disela-sela nyanyian yang bersifat

spontan yang mengikuti akor-akor yang menjadi kerangka pada lagu keroncong

yang sedang dimainkan. Improvisasi dalam musik keroncong berarti sekaligus

mengarang dalam membunyikan melodi pada sebuah lagu keroncong. Improvisasi

inilah yang menjadikan flute sebagai alat musik yang memiliki fungsi sebagai

hiasan atau ornamen dalam lagu-lagu langgam keroncong. Walaupun flute

memainkan melodi-melodi improvisasi, namun dalam memainkan

improvisasinya, penulis merasakan bahwa improvisasi flute pada lagu-lagu

langgam keroncong tidaklah semudah yang dibayangkan, penulis juga menyadari,

(46)

flute terhadap struktrur lagu dan progresi akor yang dimainkan, sangatlah

berpengaruh terhadap seorang pemain flute yang memainkan improvisasinya.

Permainan improvisasi flute pada umumnya dimainkan pada saat struktur lagu

memainkan bait lagu, dengan bermain disela-sela permainan vokal. Walaupun

bermain menyelingi vokal, permainan flute improvisasi tidaklah harus

dimunculkan pada tiap-tiap biramanya, unsur ketepatan bunyi juga harus

diperhatikan, kapan waktu yang tepat untuk memainkan improvisasi, sehingga

permainan improvisasi tidak mengganggu melodi vokal serta tidak berkesan

berlebihan( Hasil wawancara dengan Bp Herry Supiaza, Dosen Tiup Jurusan Seni

Musik Upi). Struktrur dari bait lagu pada langgam keroncong pada umumnya

diawali dengan progresi akor I(Tonika) - - -IV(Subdominan)-V(Dominan)-

I(Tonika) I(Tonika) V(Dominan) V(Dominan) I(Tonika)

-I(Tonika). Progresi akor tersebut dimainkan pada struktrur bait lagu serta dalam

pengulangannya.

Salah satu yang akan dijadikan contoh oleh penulis untuk menganalis

fungsi instrument flute yang telah dijelaskan diatas, adalah Lagu Dibawah Sinar

Bulan Purnama. Lagu ini memiliki struktur lagu yang secara umum telah

mewakili karakter lagu-lagu langgam keroncong yang memiliki bagan : A(bait

1)-A(bait 2)-B(reff)-1)-A(bait 3) dengan pengulangan B’-A’.

Lagu Dibawah Sinar Bulan Purnama yang akan dijadikan sampel oleh

penulis berupa audio hasil rekaman dari grup orkes keroncong Puspa Kirana GMP

Chromakey Studio Jakarta, pimpinan Acep Djamaludin. Lagu Dibawah Sinar

(47)

Tonalitas C mayor dipilih karena cocok dinyanyikan untuk suara laki-laki

maupun perempuan dan karena banyaknya rekaman lagu Dibawah Sinar Bulan

Purnama yang yang dimainkan dalam tonalitas ini. Tentang pembahasan fungsi

flute hasil analisis yang didapat dari lagu Dibawah Sinar Bulan Purnama akan

diterangkan pada pembahasan selanjutnya.

C. FUNGSI FLUTE SEBAGAI INSTRUMEN PEMBAWA INTRODUKSI

Fungsi pertama yang akan dianalisis, adalah fungsi flute sebagai instrumen

pembawa introduksi. Penulis mengambil 2 contoh introduksi dimana melodi pada

struktur introduksi pada ke dua lagu tersebut, dimainkan oleh instrument flute.

Dijelaskan pada pembahasan dibawah ini :

Untuk contoh partitur introduksi yang di dapat dari hasil analisis audio,

dengan memainkan 4 bar melodi terakhir dari lagu langgam Di bawah Sinar Bulan

(48)

Struktur introduksi diatas merupakan struktur introduksi yang

menggunakan melodi asli yang diambil dari 4 bar terakhir lagu Di bawah Sinar

Bulan Purnama. Pada umumnya pergerakan akor yang dipakai untuk struktur

introduksi adalah : I(Tonika)-IV(Subdominan)-V(Dominan)-I(Tonika). Pada

penggalan struktur diatas introduksi dimulai pada bar ke 1 tanpa iringan. Pada Bar

ke 2 iringan masuk dengan menggunakan kerangka harmoni dari akor tingkat ii

(Subdominan pararel) yaitu akor d minor. Dilanjutkan pada bar ke 3 oleh akor G

Mayor sebagai akor V (Dominan), dan C Mayor pada bar ke 4 sebagai akor I

(Tonika). Pada melodi inrtoduksi diatas permainan melodi introduksi juga biasa

ditambahkan beberapa ornamen. Walaupun masih menggunakan melodi asli dari

4 bar terakhir lagu, dengan penambahan ornamen dalam memainkan melodi

introduksi tersebut, maka melodi dapat terdengar berbeda. Seperti pada contoh

(49)

Pada melodi introduksi diatas, terdapat beberapa not yang telah diberi

ornamen diataranya pada bar ke 1 ketukan ke 4 tersis not b telah ditambah

ornamen acciakatura dengan memainkan not ais sebelum not pokoknya.

Kemudian pada bar ke 2 ketukan pertaman not c ditambahkan juga not

acciakatura yaitu not b. Dan pad bar ke 4, not c ditambahkan juga ornamen

acciakatura yaitu not b. Melodi introduksi dengan penambahan ornamen diatas,

bukanlah bentuk baku melodi introduksi dengan ornamen, melainkan hanya salah

satu contoh melodi introduksi yang diberi sisipan ornamen.

Walaupun Introduksi dalam lagu-lagu langgam keroncong umumnya

memainkan 4 bar terakhir dari lagu tersebut, namun dari hasil penelitian dari

audio lagu Dibawah Sinar Bulan Purnama lainnya, penulis juga menemukan pola

introduksi yang permainannya disesuaikan dengan aransemen tertentu. Contoh

partitur melodi introduksi yang telah diaransemen yang didapat dari audio lagu

(50)

Gambar

Gambar Flute Secara Utuh ............................................................  16
Gambar 2.2 Flute secara utuh

Referensi

Dokumen terkait

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, strategi pengelolaan seperti apakah yang ideal bagi Kecamatan Lasem yang memiliki karakter warisan budaya yang beragam

Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa dengan menggunakan media Powerpoint pada pembelajaran tema Kewirausahaan dapat menjadi variasi pembelajaran yang menyenangkan bagi

Learning Journals dapat digunakan untuk memantau aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa, baik itu dalam proses maupun hasil sesuai dengan tujuan pembelajaran

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sesungguhnya, dan apabila dikemudian hari terdapat keterangan yang tidak benar saya bersedia dituntut

1) Kejelasan orientasi masa depan bidang pendidikan pada siswa kelas XII SMA “X” Bandung ditentukan berdasarkan tiga tahap, yaitu motivasi, perencanaan serta evaluasi. 2) Siswa

Penyekoran (pemberian lambang) dilakukan dari butir- butir item terhadap sampel secara keseluruhan, penyekoran dinyatakan dengan lambang angka satu selanjutnya disebut skor

Melihat masalah ini, dibutuhkan sebuah aplikasi pencatatan material konstruksi , dimana aplikasi ini membantu pihak – pihak yang bekerja di lapangan untuk mencatat semua data

Klausa yang diguna pakai dalam borang takaful didapati terus menerus meniru daripada klausa kontrak insurans konvensional dan ini boleh menjadikan syarikat takaful