• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEGIATAN PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEGIATAN PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

PERNYATAAN... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 6

C. TUJUAN PENELITIAN ... 7

D. DEFINISI OPERASIONAL ... 8

E. HIPOTESIS... 10

F. METODE PENELITIAN ... 11

BAB II KERANGKA TEORITIS A. Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 13

B. Pembelajaran Matematika ... 15

C. Klasifikasi Pendidikan Matematika ... 15

D. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ... … 18

E. Karakteristik Realistic Mathematics Education (RME) ... 20

(2)

G. Langkah-langkah Realistic Mathematics Education (RME) .. 24

H. Penalaran Matematika ... 28

I. Komunikasi Matematika ... 30

J. Hubungan Penalaran dan Komunikasi Matematika ... 33

K. Desain Pembelajaran Realistic Mathematics Education ... 38

L. Desain Pembelajaran Realistic Mathematics Education... 40

M. Hubungan Pendekatan Realistic Mathematics Education dengan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Siswa ... 42

N. Penelitian Yang Relevan ... 42

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 44

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 45

C. Waktu dan Tahap Penelitian ... 47

D. Variabel Penelitian ... 48

E. Instrumen Penelitian ... 49

F. Teknik Pengolahan Data ... 52

G. Prosedur Penelitian ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 69

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... ... 126

(3)

A. Kesimpulan ... 149

B. Saran ... 151

DAFTAR PUSTAKA ... 156

LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 162

B. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 177

C. Lembar Evaluasi Siswa ……… ... 189

D. Pedoman Model Pembelajaran RME ... 202

E. Instrumen Penelitian ... 206

F. Hasil Uji Instrumen ... 251

G. Data Hasil Penelitian ... 270

H. Dokumentasi Penelitian ... 321

I. Lembar Hasil Penelitian di Lapangan ... 335

J. Surat Ijin Penelitian ... 397

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam pengertian individu memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang karena pendidikan sebagai suatu kekuatan yang dinamis dan dapat mempercepat perkembangan, maka pendidikan merupakan keharusan bagi eksistensi manusia dalam mengemban tugasnya. Pendidikan memegang peranan utama untuk kemajuan suatu bangsa. Karena dengan pendidikan maka akan tercipta masa depan suatu bangsa yang maju. Untuk menciptakan suatu bangsa yang maju dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bernalar tinggi serta memiliki kemampuan untuk memproses dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara tepat.

(5)

Mencermati peran sentral matematika seperti itu, maka sudah tentu tujuan pembelajaran matematika di sekolah menurut Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006) hendaklah meliputi hal berikut: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan tersebut dapat dikatakan bahwa belajar matematika tidak cukup dengan hanya menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan tuntutan kurikulum, tetapi harus disertai dengan makna di mana para siswa dapat menggunakan kemampuan dan rasa ingin tahunya dengan leluasa dan tanpa tekanan. Hal ini sudah selayaknya menjadi konsep atau cara pandang guru yang modern dalam PBM, karena pada hakikatnya matematika tidak terletak pada penguasaan matematika sebagai ilmu tetapi bagaimana menggunakan matematika itu dalam mencapai keberhasilan hidup.

(6)

kurangnya contoh yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka, metode penyampaian materi yang terpusat pada guru sementara siswa cenderung pasif, dan metode penilaian yang hanya terfokus pada sumatif kurang pada formatif. Selama ini materi pelajaran matematika disampaikan sebagian besar guru di Indonesia masih menggunakan pendekatan tradisional yang menekankan pada latihan pengerjaan soal-soal atau drill and practice, prosedural serta menggunakan rumus dan algoritma (Zulkardi, 2001: 3). Soal-soal rutin yang diberikan mengakibatkan siswa kurang memahami terhadap masalah-masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di sekeliling siswa. Kegiatan pembelajaran semacam itu jelas tidak memberikan keleluasaan kepada siswa untuk meningkatkan kompetensi matematis siswa sebagaimana dituntut dalam Permendiknas ataupun dalam kurikulum Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006).

Di antara berbagai kompetensi yang diharapkan muncul sebagai dampak dari pembelajaran matematika, kemampuan penalaran dan komunikasi matematis merupakan dua kemampuan yang sangat penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal. Kemampuan penalaran merupakan kemampuan untuk menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk belajar bereksplorasi, menyelidiki konjektur, membuat generalisasi, serta menggunakan beragam cara untuk membuktikannya.

(7)

penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan dengan gagasan lain, sehingga dapat mengisi hal-hal yang "kurang" dalam seluruh jaringan gagasan siswa. Komunikasi dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep abstrak matematika. Hal ini mengingat bahwa komunikasi dapat mendorong pengetahuan siswa atas sejumlah keadaan, gambar, objek-objek dengan pemberian laporan lisan melalui keterangan-keterangan, diagram dan tulisan melalui simbol-simbol matematika sehingga siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut. Kesalahan dalam memahami konsep-konsep abstrak matematika dapat diidentifikasi dan diklarifikasikan melalui komunikasi. Berdasarkan fakta tersebut maka perlu diupayakan adanya pengembangan kemampuan penalaran dan komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika agar siswa mampu bersikap ilmiah dalam menganalisis dan menggunakan konsep-konsep matematika yang diperlukan dalam memecahkan persoalan-persoalan kehidupan sehari-hari.

Kemampuan komunikasi adalah kemampuan menyajikan matematika secara tertulis, lisan atau diagram. National Council of Teacher of Mathematics yang disingkat NCTM (Mayadiana, 2001: l7), menyatakan, bahwa:

“Seorang siswa dikatakan mampu mengkomunikasikan matematika, jika dapat mengekspresikan ide-ide matematika dengan berbicara, menulis, mendemonstrasikan dan menggambarkannya secara visual, memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika yang dipresentasikan dalam bentuk tulisan, lisan atau visual dan menggunakan kosa kata notasi dan struktur matematika untuk mewakili ide-ide dan menggambarkan model-model situasi”.

(8)

belajar. Salah satu pendekatan yang memungkinkan dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan realistik (Realistic Mathematics Education) atau disingkat RME.

“RME adalah teori pembelajaran matematika yang pertama kali dikenalkan dan dikembangkan oleh Freudenthal Institute di negeri Belanda. RME atau pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri strategi atau cara penyelesaian masalah (student inventing sebagai kebalikan dari teacher taching) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini guru berperan sebagai fasilitator, moderator dan evaluator, sementara siswa berpikir, mengkomunikasikan penalarannya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain”. (Zulkardi, 2001: 3).

(9)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah tentang penggunaan pendekatan realistik dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa Sekolah Dasar kelas II.

Masalah pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah? 4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa?

(10)

C. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi objektif tentang peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran matematik dengan menggunakan pendekatan realistik.

Tujuan penelitian ini dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

1. Mengetahui adanya perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah. 2. Mengetahui adanya perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa.

3. Mengetahui adanya perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah. 4. Mengetahui adanya perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi

matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa.

(11)

D. Definisi Operasional

1. Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa agar program belajar matematika dapat tumbuh dan berkembang sehingga terjadi perubahan pola pikir siswa yang diharapkan, yaitu membentuk sikap kritis, berpikir logis, kreatif, jujur dan komunikatif bagi siswa (Soedjadi dan Moesono, Bharata, 2002: 10).

“RME (Realistic Mathematics Education) atau pembelajaran matematika realistik adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri strategi atau cara penyelesaian rnasalah dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok“ (Zulkardi, 2001: 3).

lni berarti pembelajaran terpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator, moderator dan evaluator dan menilai jawaban siswa. Dengan pendekatan ini siswa dilatih untuk bersikap menghargai pendapat/jawaban siswa yang lain.

(12)

2. Penalaran

Penalaran berasal dari kata nalar yang berarti pertimbangan tentang baik buruk atau aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis. Sehingga penalaran mempunyai arti:

a. Cara/hal menggunakan nalar, pemikiran atau cara berpikir logis;

b. Hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman;

c. Proses mental dalam mengembangkan pikiran dan beberapa fakta atau prinsip. (Tim Balai Pustaka, 1999: 681)

Sejalan dengan hal itu Utari (1987: 31) menyatakan bahwa penalaran sebagai terjemahan dari istilah reasoning, dapat didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan.

Dalam membangun penalaran dan pola berpikir siswa, penelitian yang

dilakukan oleh Noirda (2000), Shiego (2000) dan Henningsen dan Stein (1997) menyoroti beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam pembelajaran matematika, yaitu: jenis berpikir matematik harus sesuai dengan siswa, jenis

bahan ajar, manajemen kelas, peran guru serta otonomi siswa dalam berpikir dan beraktivitas. Jenis berpikir matematik yang dikemukakan Shiego (2000) dan

karakteristik berpikir yang diungkapkan Henningsen dan Stein (1997) dapat dijadikan acuan dalam menyusun dan mengembangkan bahan ajar yang sesuai

(13)

4. Komunikasi Matematik

Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan menyajikan matematika secara tertulis, lisan atau diagram. Menurut NCTM (Cai, dkk dalam Mayadiana, 2001:I7) dikatakan bahwa seorang siswa dikatakan mampu mengkomunikasikan matematiknya jika ia dapat :

a. Mengekspresikan ide-ide matematika dengan berbicara, menulis, lalu mendemonstrasikan dan menggambarkannya secara visual.

b. Memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika yang dipresentasikan dalam bentuk tulisan, lisan atau visual.

c. Menggunakan kosa-kata, notasi dan struktur matematika untuk mewakili ide-ide serta menggambarkan model-model situasi matematika.

d. Menghubungkan bahasa sehari-hari ke dalam bahasa dan simbol matematika. Dalam hal ini, matematika sebagai alat komunikasi dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dapat berbentuk: (1) memberi argumen; (2) mendorong siswa membaca atau menulis aspek matematik melalui gambar, simbol, tabel dan kata-kata.

E. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. H1 : Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa pada

(14)

2. H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa

pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistik (RME) dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa.

3. H1 : Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa pada

kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistik (RME) dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari level sekolah.

4. H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan realistik (RME) dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan siswa.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang sikap siswa secara umum terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik terhadap penalaran dan komunikasi matematis siswa selama penelitian. Sedangkan pendekatan kuantitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan penalaran matematik siswa, serta gambaran tentang kemampuan komunikasi matematik siswa berdasarkan hasil tes.

(15)

level sekolah baik yang berada di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung. Dengan menggunakan proporsional stratified random sampling, dari setiap level sekolah dipilih secara acak masing-masing satu sekolah. Adapun sekolah yang penulis jadikan sebagai lokasi penelitian adalah SDN Sukajadi IX Bandung, SDN Sukagalih I Bandung, dan SDN Luginasari 2 Bandung.

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan menggunakan metode

eksperimen dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang sikap siswa secara umum terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik

terhadap penalaran dan komunikasi matematik siswa selama penelitian. Sedangkan pendekatan kuantitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang

kemampuan penalaran matematik siswa, serta gambaran tentang kemampuan komunikasi matematik siswa berdasarkan hasil tes.

Metode eksperimen ini menggunakan dua kelompok/kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk memperoleh data pada kelas tersebut

diberikan tes awal/pretes dan tes akhir/postes. Perbedaan antara kedua kelas tersebut adalah perlakuan dalam proses pembelajaran, di mana kelas eksperimen

pembelajarannya dengan menggunakan pendekatan realistik, sedangkan kelas kontrol pembelajarannya secara konvensional/biasa.

Sehubungan dengan desain seperti di atas, Ruseffendi (1998:45) mengatakan bahwa pada jenis desain eksperimen ini terjadi pengelompokan

(17)

sedangkan kelas kontrol merupakan kelas dengan pembelajaran konvensional.

Desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

A O X O

A O O

Keterangan:

A = pemilihan sampel secara acak O = pretes dan postes

X = perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Berdasarkan pendapat Sugiyono (Dr. Hj. Ihat Hatimah dkk., 2007: 155) populasi mengandung pengertian sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dengan demikian populasi pada penelitian ini terdiri atas tiga sekolah dengan level yang berbeda yaitu, level sekolah kurang, level sekolah cukup dan level sekolah baik. Ketiga sekolah tersebut berdasarkan data dari dinas pendidikan setempat berada di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung.

(18)

SDN Sukajadi IX Bandung sebagai level sekolah baik, terdiri dari dua kelas dengan jumlah siswa masing-masing kelas adalah sebanyak 30 orang siswa yang diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan RME sebagai kelas eksperimen dan 31 orang siswa yang tidak diberi perlakuan RME atau dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. SDN Sukagalih I Bandung sebagai level sekolah cukup, terdiri dari dua kelas dengan jumlah siswa masing-masing kelas adalah sebanyak 31 orang siswa yang diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan RME sebagai kelas eksperimen dan 29 orang siswa yang tidak diberi perlakuan RME atau dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Dan SDN Luginasari 2 Bandung sebagai level sekolah kurang, terdiri dari dua kelas dengan jumlah siswa masing-masing kelas adalah sebanyak 45 orang siswa yang diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan RME sebagai kelas eksperimen dan 39 orang siswa yang tidak diberi perlakuan RME atau dengan pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol.

Sedangkan pengertian sampel menurut pendapat Arikunto (2002: 109) yaitu sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sampel populasi, karena hanya terdapat dua kelas yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Alasan pembatasan ini terkait dengan efektifitas pelaksanaan penelitian penelitian, di mana karakteristik dari penelitian ini sangat tergantung pada subyek penelitian yang diambil.

(19)

kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Setiap kelas untuk kelompok kontrol dan eksperimen dipegang oleh guru yang dianggap memiliki keterampilan mengajar yang sama. Untuk menjaga agar cara-cara pengajaran pada setiap unit penelitian relatif sama, setiap guru dalam kelompok kelas eksperimen diberikan pengarahan melalui beberapa pertemuan dan latihan pengajaran yang langsung dibimbing oleh peneliti.

C. Waktu dan Tahap Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di semester 2 tahun ajaran 2008/2009 yang

dimulai pada bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Dalam kurun waktu tersebut, penelitian dibagi ke dalam beberapa tahapan sebagai

berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan penelitian meliputi tahap-tahap penyusunan proposal, seminar proposal, studi pendahuluan, penyusunan instrumen penelitian, pengujian

instrumen dan perbaikan instrumen. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2009.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian meliputi tahap implementasi instrumen,

implementasi pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, serta tahap pengumpulan data. Tahap ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan

(20)

3. Tahap Penulisan Laporan

Tahap penulisan laporan tahap pengolahan data, analisis data, dan penyusunan laporan secara lengkap. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Juni

sampai dengan bulan Agustus 2009.

4. Sidang Tesis

Tahap akhir dari penelitian ini adalah mempertanggungjawabkan

pelaksanaan penelitian secara keseluruhan dalam sidang tesis. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009.

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat, penjelasan dua variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas

Menurut Arikunto (1993: 93) yang dimaksud dengan Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi disebut juga variabel penyebab atau independent variable. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah

pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik dan pembelajaran matematika dengan pembelajaran konvensional.

2. Variabel terikat

(21)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini meliputi: materi pembelajaran, yang memuat materi pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan

realistik dan lembar aktivitas siswa; lembar observasi, yang memuat item-item aktivitas siswa serta guru dalam pembelajaran, yang berisi lembar kosong dengan instruksi-instruksi yang harus dilakukan oleh observer berkaitan dengan aktivitas

yang dilakukan oleh siswa dan guru di luar item-item yang tercantum dalam lembar observasi; lembar evaluasi, yang terdiri dari pretes dan postes serta lembar

angket siswa, untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran. Selain itu dilakukan kuesioner dan wawancara langsung dengan beberapa orang siswa

dan guru untuk melengkapi tanggapan terhadap pembelajaran yang telah dilakukan sebagai bahan laporan.

1. Materi Pembelajaran

Materi Pembelajaran dalam penelitian ini adalah materi yang digunakan dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik untuk

kelompok-kelompok eksperimen. Materi yang disusun disesuaikan berdasarkan kurikulum yang berlaku di lapangan yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

(22)

dan kemampuan komunikasi. Pokok bahasan dipilih berdasarkan alokasi waktu

yang telah disusun oleh guru kelas yang bersangkutan.

Setiap pertemuan memuat satu pokok bahasan yang dilengkapi dengan

Lembar Aktivitas Siswa yang memuat soal-soal latihan menyangkut materi-materi yang telah disampaikan.

2. Tes

Tes yang dijadikan instrumen penelitian terdiri dari pretes dan postes. Komposisi isi dan bentuk soal pretes dan postes ini disusun serupa karena salah

satu tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis peningkatan belajar siswa.

3. Angket

Angket diberikan sebagai bahan evaluasi secara kualitatif terhadap pembelajaran. Angket ini memuat pernyataan-pernyataan menyangkut segala

perasaan, sikap, minat dan pandangan siswa terhadap pembelajaran. Isi pernyataan dapat berupa pernyataan Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju

(TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Jika pernyataan dalam angket adalah pernyataan positif, maka siswa yang memberikan pernyataan SS diberi nilai 4, S

diberi nilai 3, TS diberi nilai 2 dan STS diberi nilai 1. Jika pernyataan dalam angket adalah pernyataan negatif, maka siswa yang memberikan pernyataan SS

(23)

4. Kuesioner

Kuesioner digunakan sebagai bahan kajian dan refleksi terhadap pengembangan pembelajaran yang telah diberikan. Dalam penelitian ini,

kuesioner yang disediakan yaitu kuesioner untuk guru, yang memuat pernyataan-pernyataan menyangkut pemahaman awal, tanggapan tentang kelebihan dan kekurangan pendekatan pembelajaran yang digunakan, serta tanggapan-tanggapan

atau pendapat dan saran yang diberikan tentang efektif atau tidaknya pendekatan pembelajaran tersebut dalam pelaksanaannya.

5. Lembar Observasi

Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati dan

menelaah setiap aktivitas siswa dalam pembelajaran. Lembar observasi ini terdiri atas item-item yang memuat aktivitas siswa menyangkut berbicara dan

berkomunikasi (oral activity and communicating), menulis (writing activity) dan melakukan (doing activity). Setiap aktivitas yang dilakukan oleh siswa dicatat

dalam lembar observasi tiap 15 menit sekali selama berlangsungnya pembelajaran.

6. Wawancara

(24)

peran guru dalam pembelajaran. Aktivitas ini dilakukan untuk mengeliminasi ketidaksesuaian rencana pembelajaran dengan implementasi pada saat pembelajaran. Sedangkan pada akhir penelitian, wawancara dilakukan untuk menggali setiap perasaan, sikap, dan minat siswa maupun guru terhadap dampak dari seluruh pembelajaran yang telah dilakukan dalam konteks penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dan data

kualitatif. Untuk itu pengolahan terhadap data yang telah dikumpulkan, dilakukan

secara kuantitatif dan kualitatif.

1. Analisis Data Kualitatif

Data-data kualitatif diperoleh melalui observasi, wawancara dan angket.

Observasi, kuesioner dan hasil wawancara diolah melalui laporan penulisan essay

yang menyimpulkan kriteria, karakteristik serta proses yang terjadi dalam

pembelajaran. Sedangkan angket diolah dalam bentuk persentase dan pengolahan

khusus menurut perhitungan skala Likert.

2. Analisis Data Kuantitatif

Data-data kuantitatif diperoleh dalam bentuk data hasil uji instrumen dan

data pretes dan postes. Data hasil uji instrumen diolah dengan software excel 2007

untuk memperoleh validitas, reliabilitas, daya pembeda serta derajat kesulitan

soal. Jumlah soal yang digunakan dalam uji instrumen adalah sebanyak 33 butir

(25)

dan 8 butir soal untuk uji instrument kemampuan komunikasi matematik siswa

yang di ujikan kepada 40 orang siswa kelas 3 di SDN Sukagalih 6 Bandung.

Berikut ini akan dijelaskan keempat faktor untuk analisis butir soal: a. Validitas

Arikunto (1998:169) mengemukakan bahwa untuk menguji validitas tiap butir soal, maka skor-skor setiap butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Koefisien korelasi dihitung dengan korelasi product moment pearson, yaitu:

Kemudian untuk menguji keberartian koefisien korelasi yang diperoleh digunakan statistik uji :

Setelah diperoleh nilai thitung maka, langkah selanjutnya adalah menentukan

ttabel dengan df = n – 2 = 40 – 2 = 38 dengan nilai df = 38 dan pada nilai alpha

(26)

Pengambilan keputusan didasarkan pada uji hipotesa dengan kriteria sebagai berikut:

1. Jika thitung positif, dan thitung≥ ttabel, maka butir soal valid

2. Jika thitung negatif, dan thitung < ttabel, maka butir soal tidak valid

Berikut adalah perhitungan hasil uji validitas soal penalaran matematik dan kemampuan komunikasi matematik:

Tabel 3.2

Uji Validitas Soal Kemampuan Penalaran Matematik

(27)

pretes dan postes. Dari hasil pengolahan validitas data diperoleh 5 item soal yang tidak valid dikarenakan thitung < ttabel, diantaranya adalah soal nomor 1, 5,

7, 10 dan nomor 11. Dengan demikian jumlah item soal yang akan dijadikan sebagai bahan pretes dan postes kemampuan penalaran matematik dalam penelitian yaitu berjumlah 20 item soal. Untuk mengetahui data perhitungan uji validitas soal penalaran matematik secara lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran F2.

Tabel 3.3

Uji Validitas Soal Kemampuan Komunikasi Matematik

Soal r Hitung t Hitung t Tabel Kriteria

1 0,05 0,29 1,69 Invalid

2 0,76 7,12 1,69 Valid

3 0,61 4,73 1,69 Valid

4 0,34 2,21 1,69 Valid

5 0,23 1,43 1,69 Invalid

6 0,40 2,67 1,69 Valid

7 0,51 3,65 1,69 Valid

8 0,21 1,34 1,69 Invalid

Dari Tabel 3.3 di atas terdapat 8 item soal uji instrumen kemampuan komunikasi matematik, data yang diperoleh diuji validitasnya dengan menggunakan program software excel 2007. Dari hasil olah data tersebut, hanya item soal yang valid yang kemudian akan dijadikan sebagai bahan pretes dan postes. Dari hasil pengolahan validitas data diperoleh 3 item soal yang tidak valid dikarenakan thitung < ttabel, diantaranya adalah soal nomor 1, 5,

(28)

Selanjutnya penulis menguji validitas angket. Angket yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua macam angket, yaitu angket pembelajaran matematik dan angket pembelajaran realistik. Kedua angket tersebut digunakan untuk mengetahui gambaran sikap siswa selama pembelajaran berlangsung. Dari uji validitas angket tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.4

Rincian Uji Validitas Angket Pembelajaran Matematika

Soal r Hitung t Hitung t Tabel Kriteria

1 0,34 1,89 1,70 Valid

2 0,40 2,29 1,70 Valid

3 0,34 1,88 1,70 Valid

4 0,55 3,43 1,70 Valid

5 0,68 4,82 1,70 Valid

6 0,67 4,65 1,70 Valid

7 0,67 4,69 1,70 Valid

8 0,74 5,72 1,70 Valid

9 0,32 1,78 1,70 Valid

10 0,33 1,82 1,70 Valid

(29)

Tabel 3.5

Rincian Uji Validitas Angket Pembelajaran Realistik (RME)

Soal r Hitung t Hitung t Tabel Kriteria angket yang akan digunakan sebagai instrument angket pembelajaran realistik (RME) berjumlah 15 item soal. Setelah data diuji validitasnya menunjukkan bahwa seluruh item soal tersebut dinyatakan valid. Maka dengan demikian seluruh item soal angket pembelajaran realistik (RME) tersebut dapat dijadikan sebagai instrumen penelitian yang akan dilakukan. Untuk mengetahui data perhitungan uji validitas angket pembelajaran matematik realistik secara lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran F12.

b. Reliabilitas

(30)

DB = variansi skor seluruh soal menurut skor siswa perorangan

2

i

DB = variansi skor soal tertentu (soal ke-i)

2

i

DB = jumlah variansi skor seluruh soal menurut skor soal tertentu

Penafsiran dari koefisien reliabilitas digunakan kriteria sebagai berikut: a) 0,90 – 1,00 : sangat tinggi

Reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketepatan alat evaluasi dalam mengukur ketepatan siswa menjawab soal yang diujikan satu kali. Dari hasil analisis uji coba instrumen yang penulis lakukan dengan menggunakan program excel 2007 terhadap 40 orang siswa SDN Sukagalih I Bandung diperoleh reliabilitas soal untuk kemampuan penalaran matematik sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6 Uji Reliabilitas Soal

Tes Penalaran 0,794 Tinggi

Tes Komunikasi 0,495 Sedang

(31)

Dari data Tabel 3.6 di atas diperoleh reliabilitas soal untuk kemampuan penalaran matematik adalah sebesar 0,794 dan untuk komunikasi matematik adalah sebesar 0,495. Sedangkan untuk uji reliabilitas angket pembelajaran realistik didapat nilai reliabilitas sebesar 0,7136 dan nilai reliabilitas untuk pembelajaran matematik adalah sebesar 0,6775.

c. Daya Pembeda

Daya pembeda suatu soal menunjukkan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang tidak pandai atau siswa yang berkemampuan rendah. Perhitungan daya pembeda setiap butir soal digunakan rumus:

SMI X X

DP= AB

(Suherman, 1990:202)

Dengan: DP = daya pembeda

A

X = rata-rata skor kelompok atas

B

X

= rata-rata skor kelompok bawah SMI = skor maksimum ideal

Penafsiran dari daya pembeda digunakan kriteria sebagai berikut: a) DP ≤ 0,00 : sangat jelek

b) 0,00 < DP ≤ 0,20 : jelek c) 0,20 < DP ≤ 0,40 : cukup d) 0,40 < DP ≤ 0,70 : baik

(32)

Berikut adalah hasil perhitungan daya pembeda soal untuk soal kemampuan matematik dan kemampuan komunikasi matematik :

Tabel 3.7

Daya Pembeda Soal Kemampuan Penalaran Matematik

Rata Rata Kelompok Atas

Rata Rata

Kelompok Bawah DP Kriteria

(33)

0 - 0,2. Untuk mengetahui secara lengkap mengenai daya pembeda soal kemampuan penalaran matematik dapat dilihat pada Lampiran F4.

Tabel 3.8

Daya Pembeda Soal Kemampuan Komunikasi Matematik

Rata Rata Kelompok Atas

Rata Rata

Kelompok Bawah DP Kriteria

1 0,95 0,05 Jelek komunikasi matematik yang dinyatakan dengan kriteria baik dengan DP antara 0,4 – 0,7. Terdapat 3 item soal yang dinyatakan dengan kriteria cukup dengan DP antara 0,2 – 0,4. Dan terdapat 3 item soal yang dinyatakan dengan kriteria jelek dengan DP antara 0,0 – 0,2. Data lengkap untuk mengetahui hasil perhitungan mengenai daya pembeda soal kemampuan komunikasi matematik dapat dilihat pada Lampiran F9.

d. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran suatu soal menunjukkan apakah butir soal tergolong sukar, sedang, ataupun mudah. Untuk mengetahui tingkat kesukaan (TK) setiap butir soal untuk tes bentuk uraian digunakan rumus :

(34)

Keterangan:

TK = indeks tingkat kesukaran X = Nilai rata rata tiap butir soal SMI = Skor Maksimum Ideal

Kriteria indeks kesukaran butir soal yang digunakan menurut Suherman dan Sukjaya (1990 : 213) adalah sebagai berikut:

TK = 0,00 : butir soal terlalu sukar

Uji Tingkat Kesukaran Penalaran Matematik

(35)

Berdasarkan Tabel 3.9 di atas, jumlah item soal tentang kemampuan penalaran matematik sebanyak 25 item soal, yang terdiri dari 9 item soal yang dinyatakan dengan tingkat kesukaran penalaran matematik kriteria mudah, yaitu soal nomor 1, 2, 5, 7, 16, 18, 20, 21, dan soal nomor 22. Terdapat 15 item soal yang dinyatakan dengan tingkat kesukaran penalaran matematik kriteria sedang, yaitu soal nomor 3, 4, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 17, 19, 23, 24, dan soal nomor 25. Selain itu juga terdapat 1 item soal yang dinyatakan dengan tingkat kesukaran penalaran matematik kriteria sukar yaitu soal nomor 14 dengan tingkat kesukaran 0,2 dan nilai rata-rata 0,2. Data lengkap untuk mengetahui hasil perhitungan mengenai tingkat kesukaran soal kemampuan penalaran matematik dapat dilihat pada Lampiran F5.

Tabel 3.10

Uji Tingkat Kesukaran Kemampuan Komunikasi Matematik

Soal Jumlah Rata Rata

Tingkat

Kesukaran Kriteria

1 39 0,975 0,975 Mudah

2 33 0,825 0,825 Mudah

3 24 0,6 0,6 Sedang

4 25 0,625 0,625 Sedang

5 22 0,55 0,55 Sedang

6 23 0,575 0,575 Sedang

7 32 0,8 0,8 Mudah

(36)

Berdasarkan dari Tabel 3.10 di atas, menunjukkan bahwa hasil uji

tingkat kesukaran kemampuan komunikasi siswa dengan jumlah seluruhnya 8

item soal tentang kemampuan komunikasi matematik. Dari 8 item soal

tersebut terdapat 3 item soal yang dinyatakan dengan tingkat kesukaran

komunikasi matematik kriteria mudah, dan terdapat 5 item soal yang

dinyatakan dengan tingkat kesukaran komunikasi matematik kriteria sedang.

Yang termasuk pada kriteria soal mudah yaitu soal nomor 1, 2 dan nomor 7.

Sedangkan yang termasuk pada kriteria soal sedang yaitu soal nomor, 3, 4, 5,

6, dan nomor 8. Jumlah rata-rata terbesar 0,975 dengan kriteria mudah yaitu

terdapat pada soal nomor 1, sedangkan jumlah rata-rata terkecil dengan

kriteria sedang yaitu terdapat pada soal nomor 8. Untuk mengetahui secara

lengkap mengenai hasil perhitungan tingkat kesukaran soal kemampuan

komunikasi matematik dapat dilihat pada Lampiran F10.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan terdiri atas beberapa tahapan, diawali dengan tahapan pengkajian teori-teori belajar, sampai dengan tahapan analisis

data dan membuat kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh. Untuk lebih jelasnya, prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 alur penelitian di

(37)

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Alur penelitian berdasarkan Gambar 3.1 di atas, menjelaskan tentang prosedur penelitian yang dilakukan, prosedur penelitian tersebut terdiri dari berbagai langkah. Sebagai langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti, yaitu

Pengkajian Teori-teori Belajar

Studi Pendahuluan

Penyusunan rancangan pembelajaran

dengan Pendekatan Realistik.

Penyusunan rancangan pembelajaran

biasa/konvensional.

Penyusunanan, ujicoba, revisi dan pengesahan instrumen

Penentuan Subjek

Pretes

Implementasi Pembelajaran

Postes

Analisis Data

Kesimpulan

(38)

melakukan observasi pendahuluan melalui wawancara dengan guru yang mengajar matematika untuk memperoleh informasi-informasi,diantaranya informasi tentang apakah guru memperhatikan pengetahuan awal siswa sebelum pelajaran matematika dilaksanakan dan apabila siswa mengalami hambatan atau kesulitan dalam pemahaman konsep matematika bagaimana cara yang dilakukan oleh guru untuk menangani masalah siswa tersebut.

Langkah kedua yaitu peneliti dan guru bersama-sama untuk menyepakati proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik, kesepakatan itu diantaranya tentang pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dilaksanakan oleh guru yang bersangkutan, dalam hal ini peneliti bertugas sebagai observer dan partner guru, waktu pelaksanaan proses pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan oleh guru dan peneliti.

Langkah ketiga dalam penelitian yaitu peneliti melakukan ujicoba instrumen yang telah disusun sebelumnya, ujicoba instrumen tersebut terdiri dari ujicoba instrumen pretes dan ujicoba instrumen angket.

Setelah melakukan ujicoba instrumen, langkah keempat yang dilakukan peneliti adalah menentukan populasi, dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah siswa Sekolah Dasar yang berada di Kecamatan Sukajadi Kota Bandung.

(39)

Setelah sampel ditentukan, peneliti memberikan tes awal kepada kedua

kelompok kemudian menentukan mean dan simpangan baku dari masing-masing kelompok untuk mengetahui kesamaan tingkat penguasaan kedua kelompok

terhadap konsep matematika.

Dalam penelitian yang dilakukan, peneliti mengusahakan agar kondisi kedua kelompok tetap sama, kecuali pada pemberian perlakuan. Perlakuan yang

diberikan kepada kelompok eksperimen adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik sedangkan pada kelompok kontrol adalah

pembelajaran matematika dengan pengajaran biasa (konvensional).

Setelah proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dan

pembelajaran konvensional telah selesai dilakukan, peneliti memberikan tes akhir kepada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan koneksi matematika.

Pengolahan hasil data yang diperoleh menggunakan uji beda setelah sebelumnya dilakukan pengujian normalitas dan homogenitas variabel data yang

ada, untuk menguji apakah perbedaan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol signifikan

atau hanya terjadi secara kebetulan saja.

Setelah hasil data diuji dan didapatkan perbedaan kemampuan penalaran

dan komunikasi matematika siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan pengolahan data statistik (menggunakan program

(40)

realistik menyenangkan bagi siswa dan apakah pembelajaran realistik lebih efektif

bila diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari.

Setelah data-data tentang penelitian sudah lengkap diperoleh, serta peneliti

sudah menganalisis perbedaan dari peningkatan kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi antara pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dan pembelajaran konvensional, maka sebagai langkah terakhir dari

(41)

A. Kesimpulan Penelitian

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan penalaran matematis siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik berbeda secara

signifikan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional bila ditinjau dari level sekolah.

2. Tedapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa secara signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika

dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Siswa dengan tingkat kemampuan tinggi

mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematis lebih baik daripada siswa dengan tingkat kemampuan sedang. Begitu juga siswa

dengan tingkat kemampuan sedang memiliki peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa lebih baik daripada siswa dengan tingkat

kemampuan rendah.

3. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran

(42)

signifikan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional bila

ditinjau dari level sekolah.

4. Tedapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

secara signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Siswa dengan tingkat kemampuan tinggi

mengalami peningkatan kemampuan komunikasi matematis lebih baik daripada siswa dengan tingkat kemampuan sedang. Begitu juga siswa

dengan tingkat kemampuan sedang memiliki peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa lebih baik daripada siswa dengan tingkat

kemampuan rendah.

5. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan

pendekatan realistik sebagian besar telah menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran. Pada pembelajaran dengan metode belajar kelompok

(cooperative learning), siswa sudah dapat mengembangkan kemampuan bersosialisasi dengan baik, karena dengan metode tersebut siswa dilatih

untuk terbiasa berdiskusi, berkolaborasi dan bertukar pikiran dengan teman dalam kelompoknya maupun dengan kelompok lain. Selain itu siswa dilatih

agar dapat mengkomunikasikan hasil pemikiran, gagasan dan temuan yang mereka peroleh dari proses pembelajaran dalam bentuk presentasi kelas.

(43)

dianggap mampu meningkatkan respon baik dan sikap positif siswa dalam

proses pembelajaran matematika.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik di sekolah dapat dilakukan di berbagai level sekolah, karena memiliki

peranan penting dalam mengajarkan matematika untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa, dan kemampuan komunikasi

matematika siswa. Hal itu sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Zulkardi (2001), bahwa dalam mendesain suatu model pembelajaran

dengan RME, model tersebut harus mempresentasikan lima dari karakteristik RME, di antaranya yaitu proses pembelajaran matematika

harus terintegrasi dengan topik pembelajarannya baik pada tujuan, materi, aktivitas maupun evaluasi. Di mana dalam tujuan pembelajaran Realistic Mathematics Education melingkupi tiga tahapan, yaitu: lower level,

middle level, and high level. Pada lower level lebih difokuskan pada ranah

kognitif, sedangkan pada middle level and high level lebih ditekankan pada

ranah afektif dan psikomotorik seperti kemampuan berargumentasi, berkomunikasi dan pembentukan sikap kritis murid. Dengan demikian

(44)

sekolah dapat dilakukan di berbagai level sekolah, yaitu level sekolah

baik, cukup, dan level kurang.

2. Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran matematika dengan

menggunakan pendekatan realistik dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa, maka pendekatan tersebut memungkinkan untuk diimplementasikan dalam

pembelajaran di Sekolah Dasar sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan hasil belajar matematika siswa. Karena

pembelajaran matematika pada siswa Sekolah Dasar (terutama kelas rendah) pada umumnya masih berada pada tahap perkembangan operasional

kongkrit (Piaget), yang masih berhubungan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari (real life activity). Menurut Freudenthal (Zulkardi, 1999) bahwa

“Mathematics is a human activity and must be connected to reality”. Pertama, matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberi

kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi. Kedua, matematika harus dekat terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi

kehidupan sehari-hari, Freudenthal (Turmudi, 1999: 2) yang mengemukakan tentang “mathematization” sebagai karakteristik utama dari RME yaitu

“What humans have to learn is not mathematics as a closed system, but rather as an activity, the process of mathematizing reality and possible even

that of mathematizing”. Dan sejalan dengan pendapat tersebut, Zulkardi

(45)

adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang riil bagi

siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka

dapat menemukan sendiri (“Student inventing” sebagai kebalikan dari “teacher telling”) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu maupun kelompok”.

3. Menurut Ruseffendi (1989: 2-5) agar pembelajaran itu aktif, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, di antaranya yaitu harus menarik bagi

siswa, dapat diikuti siswa, dan siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi (mengemukakan pendapat, bertanya, mengomentari pendapat, dan lain-lain).

Oleh karena itu, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan realistik dapat diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah, karena dari hasil

penelitian terhadap pembelajaran realistik diperoleh adanya peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Karena dalam

proses pembelajaran realistik, siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan idenya dalam mencari strategi pemecahan masalah,

mengembangkan kemampuan bernalarnya, berdiskusi dengan temannya, serta menggunakan soal-soal kontekstual yang menarik minat siswa. Dalam

(46)

4. Dalam proses pembelajarannya, guru berperan untuk memberikan

stimulus-stimulus agar siswa dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam pembelajaran. Dalam hal ini siswa dapat mengembangkan daya nalarnya

dan memiliki keberanian dalam mengkomunikasikan gagasannya serta mampu untuk mempresentasikan hasil temuannya itu. Hal itu sesuai dengan karakteristik ketiga Realistic Mathematics Education, (De Lange, 1987;

Gravemeijer, 1994; Zulkardi, 2001) yaitu, the use of students own production and constructions mengenai pemanfaatan hasil konstruksi

maupun kontribusi dalam memecahkan suatu masalah. Peran guru adalah merangsang agar siswa dapat berkontribusi secara maksimum, mengarahkan

kontribusi siswa dan menyeleksi kontribusi siswa.

5. Ide atau gagasan-gagasan yang muncul dan dikemukakan siswa adalah

beragam dan berbeda, dalam hal ini guru hendaknya berpikiran luas dan mendalam serta sabar dan peka terhadap ide atau gagasan-gagasan yang

berbeda tersebut. Dan juga guru hendaknya memberikan kebebasan dan tidak membatasi siswa dalam mengeluarkan gagasannya tersebut. Saran

tersebut sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Zulkardi (2001). Menurut pendapatnya “RME atau pembelajaran matematika realistik adalah

pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi

(47)

inventing sebagai kebalikan dari teacher teaching), dan pada akhirnya

menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini guru berperan sebagai

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abrams, J.P. (2001). Mathematical Modeling: Teaching the Open Ended Application of Mathematics [On-line]. Tersedia :

http://www.meaningfulmath.org/modeling cycle pdf. (6 Februari 2006).

Alamsyah. (2000). Suatu Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis PPS UPI: Tidak dipublikasikan.

Arikunto, S. (1993). ManajemenPenelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2003). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Bisri, A. M. 2008. Sekitar Pembelajaran Efektif.

http://pendis.depag.go.id/madrasah/Insidex.php?i367=at02100015. (2008-03-26).

Bern, R.G dan Ericson, P.M (2001). Contextual Teaching and Learning, the Highlight Zone: Research @ work no 5. Tersedia :

http://www.nccte.org/publications/infosyntesis/highlight05/index.asp? dirid=145&dspid=1

Dahar, R. W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Pembelajaran Open Ended. Disertasi. PPS UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Depdiknas. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

(49)

Fitrie, N. (2002). Pengembangan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa SLTP Melalui Aktifitas Bicara, Mendengar, dan Menulis Matematika. Skripsi. Bandung: Tidak diterbitkan.

Gravemeijer, K. (1999). Educational Development and Development Research in Mathematics Education In Journal For Research in Mathematics Education, 25 (5), 443-471.

Halmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika Siswa SLTP Melalui Belajar dengan Kelompok Kecil dengan Strategi Think-Talk-Write. Tesis. PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Hamalik, O. (1994). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Trigenda Karya.

Hudojo,H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Irianto, B. (2003). Menumbuhkembangkan KemampuanPemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi TTW. Disertasi PPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

www.pages-yourfavorite.com/ppsupi/abstrak mat 2004.html

Jacob, C. (2003). Mengajar Keterampilan Metakognitif Dalam Rangka Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika. Jurnal Matematika Aplikasi dan Pembelajarannya.

Kramarski, B. and Hirsch (2002). Effects of Computer Algebra System CAS with Metacognitive Training on Mathematical Reasoning. Journal of ComputerAssisted Learning.

Maulana. (2001). Peranan Lembar Kegiatan Siswa Dalam Pembelajaran aritmatika Sosial Berdasarkan Pendekatan Realistik. Makalah. Prosiding Seminar Matematika Tingkat Nasional. Bandung. BEM Himatika. Universitas Pendidikan Indonesia.

(50)

Mulyadiana, S. (2000). Kemampuan Berkomunikasi Siswa Madrasrah Aliyah Melalui Pembelajaran Kooperatif Pada Konsep Sitem Reproduksi Manusia. Tesis PPs UPI: Tidak dipublikasikan.

National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (1989). Curriculum And Evaluation Standard For School Mathematic. Virginia: Reston.

National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (1989). Exploring Math: An Intervention and Reinforcement Resource. Teacher Created Material, NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (1996). Communication in Mathematics. Virginia: Reston.

National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (2000). Professional Standards For School Mathematics. Virginia: Reston.

National Council of Teacher of Mathematics (NTCM). (2000). Principles Standards For School Mathematics. Virginia: Reston.

Nuryani, R. (1990). Pengembangan Keterampilan Proses dan Strategi Belajar Mengajar. Skripsi. Bandung: IKIP.

Permana, Y. (2001). Analisis Tingkat Penguasaan Siswa Dalam Menyelesaikan Persoalan Kontekstual Pada Pembelajaran Meatematikan (Studi Deskriptif Dalam Pembelajaran SPL Dua Peubah Dengan Pendekatan Realistik di SLTPN 8 Bandung Kelas 2- A1). Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika. FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Di Kota Bandung. Desertasi. Bandung: UPI.

Puggalee, D.A. (2001). Using Communication to Depelop Students’ Mathematical Literation Journal Research of Mathematical Education. Tersedia:

http://www.mynctm.org/ecsources/article.summary. [online]

(51)

Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangakan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. (2001). Evaluasi Pembudayaan Berpikir Logis serta Bersikap Kritis dan Kreatif melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Makalah disampaikan pada Lokakarya di Yogyakarta: Tidak diterbitkan.

Shafer, M.C. dan Foster, S. (1997). The Changing Face of Assessmen. Principled Practice in Mathematics and Sciene, pp. 1-7, 1(2). Tersedia:

http://www.wcer.wisc.edu/ucisla. [On-line]

Shimizu, N. (2000) An Analysis Of “Make An Organized List” Strategy In Problem Solving Process in T. Nakahara And M. Koyama (EDS). Proceeding Of The 24th Confrence Of The International Group For The Psychology Of Mathematic Education, Vol. 4 (pp. 145-152). Hiroshima: Hiroshima University.

Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia Konstantasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.

Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual cation, Dalam Soal Matematik, Dalam Realistic Matematics. Education. Makalah Pada Seminar sehari Realistic Mathematics 9 April 2001. UPI: Tidak diterbitkan.

Sudjana, N. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudjana, N. (1999). Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Suherman, E. dan Winata Putra, U. (1992). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : JICA UPI.

(52)

Sumarmo,U. (1991). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Laporan Penelitian pada FPMIPA IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Sumarmo,U. (2005). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Pemahaman Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar-Mengajar. Disertasi IKIP Bandung (Tidak diterbitkan).

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Tesis. PPs UPI: tidak diterbitkan.

Suzana, Y. (2003). Meningkatkan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis. Bandung: PPs UPI. Tidak diterbitkan.

Tim Balai Pustaka. (1999). Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta : Balai Pustaka.

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. (2001). Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: JICA.

Tim MKPBM (2001). Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI

Turmudi. (1999). Designing Student Learning Material (SLM) In Algebra Based On Realistic Mathematics Education In Junior Secondari School. A Developmental Research. Thesis Master at Faculty of Educational Science Technology. University Of Twente. Enschede The Netherlands: Tidak diterbitkan.

Ulya, N. (2007). Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika Siswa SMP (MTs) Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Tinggi. Bandung: Tesis. PPS UPI.

(53)

Utari,S.(2002).Alternatif Pembelajaran Matematika Dalam Penerapan Kurikulam Berbasis Kompetensi. Makalah Pada Seminar Pendidikan Metematika. FPMIPA UPI. Bandung.

Zulkardi. (2000). How To Design Mathematics Lesson Based On The Realistic Approach. Tersedia:http//www.geocities.com/ratuilma/rme.html. [25 Juni 2003]. [online].

Zulkardi. (2001a). “Realistic Mathematic Education (RME) Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet. “ Makalah Pada Seminar Sehari Realistic Mathematics Education di Jurusan Pendididkan Matematika UPI. Bandung.

Zulkardi. (2001b). RME Suatu Inovasi Dalam Pendidikan Matematika di Indonesia. Suatu Pemikiran Pasca Konfrensi Matematika Nasional 17-20 Juli di ITB. Bandung.

Gambar

Tabel 3.2 Uji Validitas Soal Kemampuan Penalaran Matematik
Tabel 3.3  Uji Validitas Soal Kemampuan Komunikasi Matematik
Tabel 3.5 Rincian Uji Validitas Angket Pembelajaran Realistik (RME)
Tabel 3.6 Uji Reliabilitas Soal
+6

Referensi

Dokumen terkait

Beta karoten telah dibuktikan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Inggrid (2012) dengan menggunakan metode kempa langsung, sedangkan pada penelitian ini digunakan

Peningkatan Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep Siswa Kelas XI pada Topik Titrasi Asam Basa Menggunakan Metode Praktikum Berbasis Inkuiri Terbimbing..

mengenai ruang lingkup motivasi menurut para ahli dan indikator motivasi menurut Makmun (2009) yang diteliti sebagai variabel terikat dalam penelitian ini,

Jadi diharapkan guru dapat dengan kreatif membuat media pembelajaran di kelas agar siswa lebih memahami apa yang disampaikan oleh guru tersebut, terutama guru sekolah dasar

a.. 1) Geografi matematik, yaitu astronomi (ilmu falak), ilmu yang objeknya mempelajari benda-benda langit, bumi sebagai satelit, matahari sebagai bintang-bintang

(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan pembiayaan kepada organisasi masyarakat, organisasi sosial atau lembaga swadaya masyarakat yang melaksanakan

bahwa dengan adanya peningkatan kinerja pegawai dalam pelaksanaan reformasi birokrasi yang telah dilakukan di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maka

Hasil akhir dari penelitian ini adalah terciptanya sebuah media pembelajaran pengenalan warna, bentuk, angka, huruf dan tangga nada berbasis multimedia interaktif