• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLONING GEN PENYANDI PROTEIN RHOPTRY 1 (ROP1) TAKIZOIT Toxoplasma gondii ISOLAT LOKAL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KLONING GEN PENYANDI PROTEIN RHOPTRY 1 (ROP1) TAKIZOIT Toxoplasma gondii ISOLAT LOKAL."

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

KLONING GEN PENYANDI PROTEIN RHOPTRY 1 (ROP1) TAKIZOIT Toxoplasma gondii ISOLAT LOKAL

I Wayan Surudarma

ABSRAK INTISARI

Protein Rhopry 1 (ROP1) takizoit Toxoplasma gondii merupakan salah satu protein yang berperan penting pada proses invasi parasit ini ke dalam sel hospes. Protein tersebut diperkirakan sebagai molekul penetration-enhanching factor (PEF). Kloning gen penyandi ROP1 takizoit Toxoplasma gondii isolat RH untuk vaksinasi DNA pada mencit telah diteliti. Imunisasi DNA tersebut dapat meningkatkan respon imun seluler dan humoral. Kloning gen penyandi ROP1 takizoit Toxoplasma gondii isolat lokal belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian ini ialah untuk memperoleh klon yang membawa gen penyandi ROP1 takizoit isolat lokal melalui teknik DNA rekombinan.

Takizoit Toxoplasma gondii dikultivasi secara in vivo pada mencit strain Balb/C. Isolasi DNA dilakukan setelah beberapa kali pasase untuk diperoleh jumlah takizoit yang cukup (minimal 1x108 takizoit/ml) dan selanjutnya DNA diamplifikasi menggunakan PuRe Taq RTG-PCR Beads (Amersham Bioscience) dengan primer spesifik (Cybergene AB) dan produknya diligasi pada pGEM-T®

Easy (Promega). Plasmid rekombinan ditransformasi ke dalam Escherichia coli

XL-1 Blue dengan teknik heat shock dan transforman ditanam pada plate agar LB yang mengandung ampisilin, X-gal, dan IPTG. Koloni putih yang menunjukkan koloni rekombinan ditumbuhkan dalam media LB yang telah ditambahkan ampisilin pada suhu 37oC selama semalam. Plasmid DNA rekombinan diisolasi dengan metode lisis alkali dan dielektroforesis pada gel agarose 1% (SeaKem). Analisis plasmid rekombinan dilakukan dengan cara digesti menggunakan endonuklease restriksi EcoRI dan selanjutnya disekuensing untuk mengetahui urutan basanya (ABI 3130 Genetic Analyzer).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kloning gen penyandi ROP1

Toxoplasma gondii isolat lokal menghasilkan klon yang membawa DNA insert

dengan ukuran 1441 bp. DNA insert tersebut mempunyai homologi sebesar 99% dengan gen penyandi ROP1 Toxoplasma gondii isolat RH.

(2)

2

PENDAHULUAN

Toxoplasma gondii merupakan parasit obligat intraseluler yang mampu

menginfeksi sel berinti semua vertabrata berdarah panas termasuk manusia (Khan et al., 2006). Infeksi parasit ini disebut toksoplasmosis dan telah menjangkiti hampir sepertiga populasi dunia (Mital et all, 2005). Prevalensi toksoplasmosis berkisar antara 5 – 95% tergantung dari lokasi geografisnya (Yanesa et al., 1994). Di Indonesia, prevalensi zat anti Toxoplasma gondii pada manusia berkisar antara 2% sampai 63% (Gandahusada, 1998). Toksoplasmosis pada hewan juga mempunyai arti penting dalam bidang kesehatan dan perekonomian karena dapat menyebabkan abortus dan kematian neonatus pada ternak. Kista jaringan dalam daging hewan terinfeksi dapat merupakan sumber infeksi yang penting pada manusia (Ismael et all, 2003).

(3)

3 Protein ESA dilepaskan oleh tiga organela sekretoris apikal, yaitu

micronemes, rhoptries dan dense granules (Carruthers and Sibley, 1997). Protein micronemes (MIC) dan rhoptries (ROP) dilepaskan pada saat parasit menarik dirinya ke permukaan sel hospes dengan menggunakan myosin-based

motor complex (Sahoo et al., 2006; Meissner et all., 2002). Mikronema

mengandung berbagai adesin yang membantu pengikatan ligan ke permukaan sel hospes (Sahoo et al., 2006; Tomley andSoldati, 2001). Protein rhoptry berperan dalam penetrasi dan pembentukan membran vakuola parasitoporus (Sinai and Joiner, 2001). Protein rhoptry 1 merupakan ROP dengan berat molekul 66 kDa dan berfungsi sebagai penetration-enhanching factor (PEF) (Ossorrio et al., 1992; Guanjin etal., 2001). Protein dense granules (GRA) dilepaskan bila parasit telah berada dalam sel hospes, dan berperan dalam modifikasi kompartemen intraseluler, tempat parasit bertahan hidup (Carruthers andSibley, 1997).

Diagnosis laboratorium untuk infeksi akut Toxoplasma gondii didasarkan pada tiga metode, yaitu: Isolasi takizoit dari darah atau cairan tubuh melalui kultur sel, deteksi antigen atau antibodi spesifik secara serologis, dan pemeriksaan histologis sampel jaringan untuk menemukan takizoit atau kista. Masing-masing metode tersebut masih memiliki kelemahan (Potasman et al., 1988). Isolasi kultur mempunyai kesulitan dalam menentukan waktu yang tepat dalam pengumpulan sampel dan mempertahankan viabilitas parasit dalam spesimen (Israelski, 1988). Metode serologis mempunyai keterbatasan karena antibodi dan antigen spesifik

Toxoplasma gondii mungkin tidak muncul pada awal infeksi, dan Ig M tidak

(4)

4 merupakan prosedur invasif sehingga kurang aman dan nyaman untuk diterapkan. Deteksi Toxoplasma gondii menggunakan PCR dapat mengurangi masalah ketiga metode tersebut, namun metode PCR tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut atau laten (Dupon et al., 1995).

Terapi toksoplasmosis dengan obat biasanya hanya dapat membunuh parasit dalam stadium takizoit. Terapi ini cukup efektif untuk infeksi akut, namun tidak efektif untuk infeksi laten karena kista dalam jaringan dapat menjadi aktif kembali bila kondisi lingkungan memungkinkan (Gandahusada, 1998). Vaksin sangat penting untuk mencegah reaktivasi pada individu yang immunocompromised, mencegah infeksi janin pada kehamilan, dan mengontrol multiplikasi takizoit pada infeksi primer akut (Denkers et al., 1998; Sibley et al., 1996). Vaksin takizoit

Toxoplasma gondii yang dilemahkan (live attenuated) dilaporkan berhasil baik untuk mencegah aborsi pada hewan, dan telah digunakan secara komersial untuk ternak domba, namun vaksin ini tidak cukup aman digunakan pada manusia (Prigione et al., 2000; Alexander et al., 1996). Pendekatan vaksin toksoplasmosis untuk manusia idealnya didasarkan pada penggunaan antigen rekombinan atau peptida sintetik yang dapat memberikan perlindungan terhadap seluruh siklus hidup Toxoplasma gondii (Prigione et al., 2000). Berdasarkan hal-hal tersebut maka penting sekali dilakukan pengembangan perangkat diagnosis dan vaksin secara biologi molekuler.

(5)

5 vaksin DNA untuk melawan infeksi Toxoplasma gondii secara eksperimental pada tikus juga telah banyak dilakukan. Antigen yang diuji meliputi antigen

permukaan SAG (SAG1), GRA (GRA1, GRA4, GRA7) dan ROP (ROP1 dan ROP2) (Scorza et al., 2003; Prigione et al., 2000). Protein MIC3 juga

dilaporkan sebagai kandidat vaksin yang menjanjikan karena merupakan adesin yang poten dan diekspresikan pada semua stadium infeksius (Ismael et al., 2003). Plasmid rekombinan pcDNA3-ROP1 (pcROP1) yang diimunisasi secara intramuskular pada mencit dapat meningkatkan aktivitas sel NK, proliferasi limfosit T dan sel T CD8+, serta titer Ig G (Guanjin et al., 2001). Penelitian lainnya adalah peningkatan efikasi pcROP1 dengan menggunakan suatu plasmid rekombinan pcIFN-α, hasilnya menunjukkan pcIFN-α dapat bekerja terkoordinasi dengan pcROP1 untuk meningkatkan respon imun seluler (Hong et al., 1999). Penyediaan asam nukleat dan protein dalam jumlah yang memadai sangat diperlukan untuk pengembangan vaksin, perangkat diagnostik dan terapi imun. Teknologi DNA rekombinan memungkinkan pemecahan masalah penyediaan asam nukleat dan protein tersebut. Pendekatan yang dapat dilakukan adalah melalui kloning gen penyandi ROP1 hasil amplifikasi DNA takizoit

Toxoplasma gondii. Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan primer spesifik

(6)

6

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan untuk kultivasi secara in vivo pada penelitian ini adalah takizoit

T. gondii isolat lokal dan mencit strain Balb/C. Isolasi DNA takizoit

menggunakan bahan-bahan seperti proteinase-K, larutan NTE (5M NaCl, 1M Tris-Cl, 0,5M EDTA), SDS 0,5%, fenol, kloroform, isoamil alkohol, Na-asetat, dan etanol. Amplifikasi DNA menggunakan primer R1F1 dan R1R2 (Cybergene AB), dan PuRe Taq Ready to Go PCR Beads (Amersham Biosciences). Vektor kloning yang digunakan adalah pGEM-T® Easy (Promega). Bakteri yang digunakan adalah E. coli XL-1 Blue. Bahan yang digunakan untuk plating bakteri adalah 5-bromo-4-chloro-3-indolyl-β-D-galactopyranoside (X-gal) (Sigma),

isopropyl β-D-thio-galacto-pyranoside (IPTG) (Sigma) dan ampisilin (Sigma).

Isolasi DNA plasmid rekombinan memerlukan bahan-bahan: lysing solution I (2M glukosa, 0,5M EDTA, 1M Tris), lysing solution II (0,2 N NaOH, 1% SDS),

lysing solution III (5 M kalium asetat, asam asetat), etanol absolut, etanol 70%, dan TE. Digesti plasmid menggunakan enzim restriksi endonuklease EcoRI (Fermentas). Marker DNA yang dipergunakan adalah DirectLoadTM Wide Range

DNA Marker (Sigma). Sekuensing DNA menggunakan BigDye® Terminator v3.1

Cycle Sequensing Kit dan AutoSEQ G-50 Kit (Amersham).

Jalannya Penelitian

(7)

7 Tiga ekor mencit dewasa disuntik dengan takizoit T. gondii isolat lokal secara

intraperitoneal dengan dosis 1 x 107 takizoit. Mencit menunjukkan gejala sakit dengan ditandai bulu berdiri, lemah, tidak ada nafsu makan dan minum, frekuensi pernafasan menurun, dan denyut jantung cepat setelah 72-96 jam. Mencit kemudian dibunuh dan dilakukan pencucian rongga perut dengan cairan NaCl fisiologis untuk mendapatkan takizoit. Pencucian dilakukan tiga kali, masing-masing sebanyak 5–10 ml. Takizoit selanjutnya diinfeksikan lagi pada 30–40 ekor mencit dewasa dengan dosis 1 x 107 untuk mendapatkan jumlah takizoit yang lebih banyak dengan cara yang sama. Hasil cucian rongga perut mencit, kemudian disentrifugasi 3.000 rpm (Beckman) pada suhu 4oC selama 10 menit. Pelet yang didapatkan dicuci tiga kali dengan penambahan PBS dan disentrifugasi 3.000 rpm pada suhu 4oC selama 10 menit dan selanjutnya pelet siap digunakan untuk isolasi DNA.

Isolasi DNA

(8)

8 2x volume etanol absolut (95%) dingin dan dibiarkan 10-15 menit pada suhu -20oC. Selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan maksimum selama 5 menit, kemudian pelet dibilas dengan alkohol 70% dan dikering-anginkan. Pelet DNA yang sudah kering kemudian dilarutkan dengan TE dan ditentukan konsentrasinya.

Elektroforesis DNA

Elektroforesis DNA dilakukan dengan menggunakan gel agarose 1% yang dibuat dengan cara menimbang agarose 0,3 gram (SeaKem) dan ditambahkan 30 ml TAE 1x, kemudian dilarutkan di dalam microwave (Hitachi) dan dalam keadaan hangat-hangat kuku ditambahkan 1 µl ethidium bromide (C21H20N3Br; 2,7- diamino-10-ethyl-9-phenyl- henanthridinium bromide; homidium bromide). Selanjutnya dipindahkan ke gel tray yang telah dipasang sisiran untuk membuat sumuran. Gel yang terbentuk dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis (Biorad), kemudian dituangkan TAE 1x sampai gel terendam. Selanjutnya sampel DNA sebanyak 5 µl dicampurkan dengan 1 µl DNA loading buffer di atas parafilm, kemudian dimasukkan ke dalam sumuran gel dengan hati-hati, kemudian elektroforesis dilakukan sampai migrasi DNA hampir mencapai bagian ujung gel. Hasil elektroforesis dapat dilihat dengan UV transilluminator.

Amplifikasi DNA

(9)

9 dan primer reverse R1R2 (5’ CATCGTCAAACTCGATCAC 3’). Primer diencerkan sehingga konsentrasi kedua primer tersebut menjadi 10 pmol/μl sebelum digunakan. Campuran reaksi untuk proses amplifikasi dibuat dengan penambahan 2 μl template, 2 μl primer R1F1, dan 2 μl primer R1R2 serta

19 μl dH2O filter ke dalam puRe Taq RTG-PCR sehingga volume total menjadi 25 μl. Tabung berisi campuran reaksi tersebut dimasukkan ke dalam thermocycler

(Gene Cycler, BioRad) dan dijalankan dengan program sebagai berikut:

(1) denaturasi awal dengan suhu 94oC selama 5 menit, (2) denaturasi dengan suhu 94oC selama 1 menit, (3) annealing primer dengan suhu 60oC selama 1 menit, (4) polimerisasi dengan suhu 72oC selama 1 menit, (5) siklus diulang sehingga total siklus 35 kali, dan (6) diakhiri dengan polimerisasi tambahan pada suhu 72oC selama 5 menit. Proses amplifikasi dikontrol dengan menggunakan kontrol positif dan kontrol negatif. Kontrol positif menggunakan campuran reaksi dengan

template DNA isolat RH, sedangkan kontrol negatif dengan tanpa menggunakan

template. Hasil amplifikasi dicek dengan dielektroforesis pada gel agarose 1%. Purifikasi produk amplifikasi DNA

(10)

10 pengendapan. Hasil pengendapan disentrifugasi 12.000 rpm selama 10 menit, selanjutnya pelet dicuci dengan etanol 70% dan dikering-anginkan. Pelet hasil purifikasi diresuspensi dengan bufer TE (pH 8) dan siap untuk diligasikan ke vektor.

Ligasi produk amplifikasi DNA dengan vektor kloning

Sebanyak 1µl pGEM-T® Easy (50 ng/µl) ditambah dengan 3 µl produk PCR yang telah dipurifikasi, 5 µl 2 X buffer T4 DNA ligase dan 1 µl T4 DNA ligase

sehingga volume akhir menjadi 10 µl. Campuran reaksi diinkubasi pada suhu 4oC selama semalam. Hasil reaksi disimpan pada suhu –20oC dan siap untuk ditransformasikan pada sel hospes.

Transformasi

Transformasi adalah proses memasukkan vektor ke dalam sel hospes. Transformasi pada penelitian ini menggunakan teknik heat shock, dan preparasi sel kompeten menggunakan metode TSS. Hasil transformasi ditanam plate agar LB yang ditambahkan dengan X-gal, IPTG dan ampisilin.

Preparasi sel kompeten

(11)

11 (Beckman DU-65). Sebanyak 20 ml LB medium yang mengandung bakteri kemudian dipanen dengan cara disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit pada temperatur 40C (J-6B centrifuge, Beckman). Supernatan dibuang dan pelet ditambahkan dengan 2 ml TSS 2X. Pelet kemudian diresuspensi dan dibagi-bagi dalam volume 200 µl. Sel kompeten sudah siap digunakan atau disimpan pada suhu -700 C.

Transformasi dengan teknik heat shock

Sel kompeten bakteri E. coli XL1-Blue (volume 200 μl) ditambah dengan

3 μl plasmid pGEM-T® Easy yang sudah diligasikan dengan produk PCR, kemudian dicampur dengan baik. Kontrol transforman terdiri atas kontol positif

(E. coli XL1-Blue dengan plasmid pGEM-T® Easy yang diligasikan dengan

control insert DNA), kontrol background (E. coli XL1-Blue dengan plasmid

pGEM-T® Easy saja) dan kontrol negatif (E. coli XL1-Blue tanpa plasmid). Campuran bahan transformasi kemudian diinkubasi dalam es selama 30 menit dan kemudian di heat shock dalam water bath 42oC selama 90 detik. Campuran bahan transformasi yang telah di heat shock dimasukkan ke dalam es selama 1- 2 menit dan kemudian ditambah 500 μl TSS 1X dan difliking. Bakteri E. coli XL1-Blue hasil transformasi kemudian diinkubasi dalam water bath 37oC selama 1 jam sambil digoyang-goyang tiap 5 menit. Selanjutnya sampel siap untuk ditanam pada plate agar.

(12)

12 Sampel hasil transformasi ditumbuhkan pada plate agar LB yang sudah ditambahkan dengan X-gal, IPTG dan ampisilin. Khusus untuk kontrol sterilitas tidak ditambah dengan zat-zat tersebut di atas. Sampel ditanam dalam jumlah yang bertingkat mulai dari 100 μl, 200 μl, dan 300 μl untuk menghasilkan koloni yang terbaik. Penanaman dilakukan secara merata di seluruh permukaan plate

agar dan diinkubasi pada suhu 37oC selama semalam. Hasil pertumbuhan bakteri berupa koloni biru dan putih. Koloni rekombinan yang berwarna putih kemudian dianalisis.

Analisis plasmid rekombinan

Koloni rekombinan dibiakkan dalam 5 ml media LB yang mengandung

ampisilin. Plasmid rekombinan diisolasi dengan metode lisis alkali, dan selanjutnya dianalisis dengan cara digesti menggunakan endonuklease

restriksi EcoRI.

Penumbuhan bakteri rekombinan

Koloni tunggal bakteri rekombinan dibiakkan dalam 5 ml media LB yang mengandung ampisilin, dan diinkubasi pada suhu 37oC selama semalam dengan agitasi 200 rpm.

Isolasi plasmid rekombinan dengan metode lisis alkali

Bakteri rekombinan hasil biakan dalam medium LB dituangkan ke tabung

micro tube sampai hampir penuh (1,5 ml), kemudian disentrifugasi 12.000 rpm

(13)

13 didapat diresuspensi dengan 100 μl Lising Solution I (LS I), kemudian divorteks sampai homogen dan diinkubasi dalam es selama 5 menit. Selanjutnya ditambahkan 200 μl Lising Solution II (LS II), kemudian dicampur dengan membolak-balikkan tabung micro tube kira-kira sebanyak 5 kali. Kemudian ditambahkan lagi dengan 150 μl Lising Solution III (LS III), divorteks dan ditaruh dalam es selama 5 menit. Larutan sampel selanjutnya disentrifugasi 12.000 rpm selama 5 menit dan diambil supernatannya, lalu dimasukkan ke dalam micro tube

baru dan ditambahkan 250 μl fenol dan 250 μl CIAA kemudian divorteks. Campuran ini disentrifugasi 12.000 rpm selama 3 menit, dan akan terbentuk tiga fase larutan. Fase atas larutan diambil dan dimasukkan ke dalam micro tube baru, kemudian ditambah etanol absolut dingin 2x volume dan selanjutnya diikubasi pada suhu -70oC selama 1 jam. Larutan yang telah diinkubasi kemudian disentrifugasi 12.000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet dibilas dengan etanol dingin 70% (500μl) dan dikering-anginkan. Pelet yang sudah kering diresuspensi dengan TE (volume disesuaikan dengan banyaknya pelet). DNA plasmid selanjutnya dielektroforesis pada agarose gel 1% dan diamati dibawah sinar ultraviolet.

Digesti plasmid rekombinan

(14)

14 suhu 37oC selama 2 jam. Hasil digesti selanjutnya dielektroforesis pada gel agarose 1% dan diamati dibawah sinar ultraviolet.

Sekuensing DNA plasmid rekombinan

Sekuensing DNA dikerjakan dengan menggunakan ABI 3130 Genetic

Analyzer. Cycle sequensing terhadap plasmid rekombinan dilakukan dengan

menggunakan BigDye® Terminator v3.1 Cycle Sequensing Kit dengan primer SP6, T7 dan R1R2. Reaksi cycle sequensing sebagai berikut: (1) denaturasi pertama pada suhu 96oC selama 2 menit, (2) denaturasi 96oC selama 10 detik, (3) annealing primer 50oC selama 5 detik, (4) polimerisasi 60oC selama 4 menit, (5) siklus diulang sehingga total siklus 25 kali. Hasil cycle sequensing kemudian dipurifikasi dengan AutoSEQ G-50 Kit (Amersham). Plasmid rekombinan yang telah di-cycle sequensing ini akan menghasilkan fragmen DNA dengan panjang yang berbeda-beda dan memiliki label fluoresensi pada ujungnya. Selanjutnya fragmen-fragmen tersebut dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamid dan sekuenser DNA akan mendeteksi fluoresen untuk mengidentifikasi A, T, C dan G.

BigDye Terminator dilabel dengan dichlororhodamine (dRhodamine) acceptor

(15)

15 Sekuen DNA yang didapatkan kemudian dianalisis dengan menggunakan program BLAST yang diakses melalui NCBI untuk melihat alignment hasil sekuensing.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kultivasi Takizoit Toxoplasma gondii Isolat Lokal

Takizoit T. gondii dikultivasi secara in vivo pada 30 mencit Balb/C supaya mendapatkan jumlah takizoit yang cukup untuk isolasi DNA. Jumlah takizoit yang diperoleh adalah sebanyak 6,8x108 takizoit per ml.

Isolasi DNA Takizoit Toxoplasma gondii Isolat Lokal

Konsentrasi DNA yang diperoleh dalam penelitian adalah 827,5 ng/μl dengan kemurnian 1,82. Hasil isolasi DNA dielektroforesis pada gel agarose 1% dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4. DNA ini selanjutnya akan digunakan sebagai template dalam proses amplifikasi.

Amplifikasi DNA dengan Menggunakan Primer Spesifik

Primer spesifik yang digunakan untuk mengamplifikasi gen penyandi

protein ROP1 pada penelitian ini adalah primer foward R1F1 (5’ CGTGACATATACTGCACTGAC 3’) dan primer reverse R1R2

(16)

16 kb

10 4

2 1,5 1 0,75

0,5

M 1 2 3

(17)

17

Kloning DNA Produk Amplifikasi

Hasil transformasi kemudian ditanam pada plate agar yang mengandung ampisilin, IPTG dan X-gal selama semalam pada suhu 37oC. Hasil penanaman membentuk 1 koloni putih dan 6 koloni biru.

Hasil transformasi pGEM-T Easy pada E. coli XL1-Blue dengan metode

heat shock. Keterangan: B. koloni biru; P. koloni putih.

Identifikasi rekombinan pada kloning dengan vektor pGEM-T® Easy meliputi seleksi resistensi transforman terhadap antibiotika ampisilin, dan kemudian

diikuti dengan skrining aktivitas β-galaktosidase untuk membedakan sel rekombinan. Sel yang mengandung plasmid normal akan menjadi resisten

terhadap ampisilin dan mampu mensintesis β-galaktosidase, sedangkan sel rekombinan juga akan resisten terhadap ampisilin tetapi tidak mampu mensintesis

β-galaktosidase.

P

(18)

18 M 1 2 3 4 5

Skrining ada atau tidaknya β-galaktosidase dilakukan dengan pengujian menggunakan X-gal yang merupakan analog dari laktose. X-gal akan dipecah oleh

β-galaktosidase menjadi produk yang berwarna biru. Jika X-gal ditambahkan pada media agar bersama IPTG dan ampisilin, maka koloni transforman bukan rekombinan akan berwarna biru karena sel-selnya mensintesis β-galaktosidase, sedangkan koloni transforman rekombinan akan membentuk berwarna putih akibat tidak mampu mensintesis β-galaktosidase karena rusaknya gen lacZ’.

Analisis Plasmid Rekombinan

Koloni tunggal bakteri rekombinan (koloni putih) dibiakkan dalam 5 ml LB medium yang mengandung ampisilin. Hasil pembiakan kemudian diisolasi plasmidnya dan didigesti dengan endonuklease restriksi EcoRI. Hasil digesti kemudian dielektroforesis pada gel agarose 1 %.

kb

(19)

19 Hasil eletroforesis plasmid yang didigesti dengan menggunakan endonuklease restriksi EcoRI pada gel agarose 1 %. Keterangan: M. marker; 1. plasmid koloni biru; 2. plasmid koloni biru yang didigesti dengan EcoR I; 3. plasmid koloni putih (rekombinan); 4. plasmid rekombinan yang didigesti dengan EcoR I; 5. produk PCR gen penyandi ROP1.

Digesti plasmid koloni biru menghasilkan pita tunggal dengan ukuran sekitar 3 kb, sesuai dengan ukuran plasmid pGEM-T® Easy. Digesti plasmid rekombinan menghasilkan dua pita yang masing-masing berukuran sekitar 3 kb dan 1,45 kb, sesuai dengan ukuran plasmid pGEM-T® Easy dan produk PCR. Digesti dengan endonuklease restriksi EcoR I akan memotong vektor pGEM-T® Easy pada dua tempat yang mengapit multiple cloning region, sehingga DNA insert akan terlepas dari vektor. Plasmid rekombinan tersebut selanjutnya disebut pWTA-R1.

Sekuensing DNA Plasmid pWTA-R1

Plasmid WTA-R1 disekuensing dengan menggunakan primer sekuensing SP6, T7 dan primer R1R2. Sekuensing dengan menggunakan primer T7 mendapatkan sekuen nukleotida DNA insert sepanjang 590 bp (basa ke-1 sampai 590), dan sekuensing menggunakan primer SP6diperoleh sekuen nukleotida sepanjang 638 bp (basa ke-803 sampai 1441). Sekuensing dengan menggunakan primer R1R2 digunakan untuk melengkapi hasil sekuensing agar seluruh sekuen nukleotida

DNA insert dapat diketahui. Sekuensing dengan menggunakan primer R1R2

(20)

20 1 cgt gac at a t ac t gc act gac t t c gac acc at g gag caa agg ct g cca at t at t ct a ct t 61 gt t ct c t ct gt g t t c t t c agt t ca acc cca agc gcc gcc ct t t cg agc cac aat gga gt c 121 ccc gct t at cca t cg t at gca cag gt a t cg ct c t ct t cc aac ggc gag cca cgg cac agg 181 ggc at a cgc ggc agc t t c ct c at g t cc gt a aag cca cac gca aac gct gat gac t t c gcc 241 t cc gac gac aac t ac gaa ccg ct g ccg agt t t c gt g gaa gct cct gt c aga ggc ccg gac 301 caa gt c cct gcc aga gga gaa gct gct ct t gt c aca gag gag act cca gcg caa cag ccg 361 gcg gt g gct ct a ggc agt gca gaa ggg gag ggg acc t cc act act gaa t cc gcc t cc gaa 421 aat t ct gaa gat gat gac acg t t t cac gat gcc ct c caa gag ct t cca gag gat ggc ct c 481 gaa gt g cgc cca cca aat gca cag gag ct g ccc cca cca aat gt a cag gag ct g ccc cca 541 cca aat gt a cag gag ct g ccc cca cca act gaa cag gag ct g ccc cca cca act gaa cag 601 gag ct g ccc cca cca act gaa cag gag ct g ccc cca cca act gaa cag gag ct a ccc cca 661 t ca act gaa cag gag ct g ccc cca cca gt g ggc gaa ggt caa cgt ct g caa gt c cct ggg 721 gaa cat ggg cca cag ggg ccc cca t ac gat gat cag cag ct g ct t t t a gag cct acg gaa 781 gag caa cag gag ggc cct cag gag ccg ct g cca ccg ccg ccg ccc ccg act cgg ggc gaa 841 caa ccc gaa gga cag cag ccg cag gga cca gt t cgt caa aat t t t t t t cgt cgg gcg t t g 901 ggg gcc gca aga agc cga t t c gga ggt gca cga cgc cat gt c agt ggg gt g t t c cga aga 961 gt c aga ggt ggt t t g aac cgt at a gt a ggt gga gt g agg agt ggt t t c agg cgt gca aga 1021 gaa ggt gt c gt t ggg gga gt c cgt cgt t t a aca agt ggt gcc agt ct g ggt ct c cgt cgt 1081 gt a gga gaa ggt t t a cgt agg agt t t c t at cgt gt a aga gga gct gt c agt agc ggt cgt 1141 agg cgt gca gca gat ggt gcc agc aat gt a aga gaa aga t t c gt t gcc gca ggc ggg aga 1201 gt c aga gac gct t t c ggc gcg gga t t g acg cgc ct c cgc agg cgc ggc aga act aat ggc 1261 gag gag ggc agg ccc ct a ct g ggc gaa gga aga gag cag gat gat gga t cg caa t aa t ac 1321 ggg cag cat gct gct gga t t c ggc gaa gac gac cgt t t c t cg t aa acg agg cag cgg ggt 1381 cct ccg aag t t a aga aac ccg gt a aac gt g t gt gcc gt a acg gt g at c gag t t t gca gat 1441 g

Sekuen DNA insert pWTA-R1.

Hasil sekuensing pWTA-R1 selanjutnya dianalisis dengan program BLAST untuk mengidentifikasi gen yang diklon. Sekuen DNA insert menunjukkan

alignment yang signifikan dengan sekuen parsial gen penyandi ROP1 T. gondii

(21)

21

gi|13560798|gb|AF350261.1|AF350261

T. gondii ROP1 gene, partial sequence. Length=1249

Score = 2426 bits (1224), Expect = 0.0

Identities = 1248/1249 (99%), Gaps = 0/1249 (0%) Strand=Plus/Plus

Query 99 CCTTTCGAGCCACAATGGAGTCCCCGCTTATCCATCGTATGCACAGGTATCGCTCTCTTC 158 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 1 CCTTTCGAGCCACAATGGAGTCCCCGCTTATCCATCGTATGCACAGGTATCGCTCTCTTC 60

Query 159 CAACGGCGAGCCACGGCACAGGGGCATACGCGGCAGCTTCCTCATGTCCGTAAAGCCACA 218 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 61 CAACGGCGAGCCACGGCACAGGGGCATACGCGGCAGCTTCCTCATGTCCGTAAAGCCACA 120

Query 219 CGCAAACGCTGATGACTTCGCCTCCGACGACAACTACGAACCGCTGCCGAGTTTCGTGGA 278 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 121 CGCAAACGCTGATGACTTCGCCTCCGACGACAACTACGAACCGCTGCCGAGTTTCGTGGA 180

Query 279 AGCTCCTGTCAGAGGCCCGGACCAAGTCCCTGCCAGAGGAGAAGCTGCTCTTGTCACAGA 338 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 181 AGCTCCTGTCAGAGGCCCGGACCAAGTCCCTGCCAGAGGAGAAGCTGCTCTTGTCACAGA 240

Query 339 GGAGACTCCAGCGCAACAGCCGGCGGTGGCTCTAGGCAGTGCAGAAGGGGAGGGGACCTC 398 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 241 GGAGACTCCAGCGCAACAGCCGGCGGTGGCTCTAGGCAGTGCAGAAGGGGAGGGGACCTC 300

Query 399 CACTACTGAATCCGCCTCCGAAAATTCTGAAGATGATGACACGTTTCACGATGCCCTCCA 458 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 301 CACTACTGAATCCGCCTCCGAAAATTCTGAAGATGATGACACGTTTCACGATGCCCTCCA 360

Query 459 AGAGCTTCCAGAGGATGGCCTCGAAGTGCGCCCACCAAATGCACAGGAGCTGCCCCCACC 518 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 361 AGAGCTTCCAGAGGATGGCCTCGAAGTGCGCCCACCAAATGCACAGGAGCTGCCCCCACC 420

Query 519 AAATGTACAGGAGCTGCCCCCACCAAATGTACAGGAGCTGCCCCCACCAACTGAACAGGA 578 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 421 AAATGTACAGGAGCTGCCCCCACCAAATGTACAGGAGCTGCCCCCACCAACTGAACAGGA 480

Query 579 GCTGCCCCCACCAACTGAACAGGAGCTGCCCCCACCAACTGAACAGGAGCTGCCCCCACC 638 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 481 GCTGCCCCCACCAACTGAACAGGAGCTGCCCCCACCAACTGAACAGGAGCTGCCCCCACC 540

Query 639 AACTGAACAGGAGCTACCCCCATCAACTGAACAGGAGCTGCCCCCACCAGTGGGCGAAGG 698 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 541 AACTGAACAGGAGCTACCCCCATCAACTGAACAGGAGCTGCCCCCACCAGTGGGCGAAGG 600

Query 699 TCAACGTCTGCAAGTCCCTGGGGAACATGGGCCACAGGGGCCCCCATACGATGATCAGCA 758 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 601 TCAACGTCTGCAAGTCCCTGGGGAACATGGGCCACAGGGGCCCCCATACGATGATCAGCA 660

Query 759 GCTGCTTTTAGAGCCTACGGAAGAGCAACAGGAGGGCCCTCAGGAGCCGCTGCCACCGCC 818 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 661 GCTGCTTTTAGAGCCTACGGAAGAGCAACAGGAGGGCCCTCAGGAGCCGCTGCCACCGCC 720

Query 819 GCCGCCCCCGACTCGGGGCGAACAACCCGAAGGACAGCAGCCGCAGGGACCAGTTCGTCA 878 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 721 GCCGCCCCCGACTCGGGGCGAACAACCCGAAGGACAGCAGCCGCAGGGACCAGTTCGTCA 780

Query 879 AAAtttttttCGTCGGGCGTTGGGGGCCGCAAGAAGCCGATTCGGAGGTGCACGACGCCA 938 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 781 AAATTTTTTTCGTCGGGCGTTGGGGGCCGCAAGAAGCCGATTCGGAGGTGCACGACGCCA 840

(22)

22

|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 841 TGTCAGTGGGGTGTTCCGAAGAGTCAGAGGTGGTTTGAACCGTATAGTAGGTGGAGTGAG 900

Query 999 GAGTGGTTTCAGGCGTGCAAGAGAAGGTGTCGTTGGGGGAGTCCGTCGTTTAACAAGTGG 1058 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 901 GAGTGGTTTCAGGCGTGCAAGAGAAGGTGTCGTTGGGGGAGTCCGTCGTTTAACAAGTGG 960

Query 1059 TGCCAGTCTGGGTCTCCGTCGTGTAGGAGAAGGTTTACGTAGGAGTTTCTATCGTGTAAG 1118 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 961 TGCCAGTCTGGGTCTCCGTCGTGTAGGAGAAGGTTTACGTAGGAGTTTCTATCGTGTAAG 1020

Query 1119 AGGAGCTGTCAGTAGCGGTCGTAGGCGTGCAGCAGATGGTGCCAGCAATGTAAGAGAAAG 1178 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| |||||||||||||||| Sbjct 1021 AGGAGCTGTCAGTAGCGGTCGTAGGCGTGCAGCAGATGGTGCCGGCAATGTAAGAGAAAG 1080

Query 1179 ATTCGTTGCCGCAGGCGGGAGAGTCAGAGACGCTTTCGGCGCGGGATTGACGCGCCTCCG 1238 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 1081 ATTCGTTGCCGCAGGCGGGAGAGTCAGAGACGCTTTCGGCGCGGGATTGACGCGCCTCCG 1140

Query 1239 CAGGCGCGGCAGAACTAATGGCGAGGAGGGCAGGCCCCTACTGGGCGAAGGAAGAGAGCA 1298 |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 1141 CAGGCGCGGCAGAACTAATGGCGAGGAGGGCAGGCCCCTACTGGGCGAAGGAAGAGAGCA 1200

Query 1299 GGATGATGGATCGCAATAATACGGGCAGCATGCTGCTGGATTCGGCGAA 1347 ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Sbjct 1201 GGATGATGGATCGCAATAATACGGGCAGCATGCTGCTGGATTCGGCGAA 1249

Alignment DNA insert pWTA-R1 dengan sekuen parsial gen penyandi

ROP1 isolat RH (kode: AF350261).

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini berhasil mendapatkan klon yang membawa gen penyandi ROP1 T. gondii isolat lokal dengan ukuran 1441 bp. Gen penyandi ROP1 T.

gondii isolat lokal tersebut mempunyai homologi 99% dengan gen penyandi

ROP1 T. gondii isolat RH.

(23)

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Ajioka, J.W., Fitzpatrick, J.M. and Reitter, C.P. 2001. Toxoplasma gondii

Genomics: Shedding Light on Pathogenesis and Chemotherapy. http://www-ermm.cbcu.cam.ac.uk.

2. Alexander, J., Jebbari, H., Bluethmann, H., Satoskar, A. and Roberts, C.W. 1996. Immunological Control of Toxoplasma gondii and Appropriate Vaccine Design. In: Current Topics in Microbiology and Immunology. Gross, U. (ed.). Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg. 183-195.

3. Ausubel and Frederick, M. 1995. Short Protocols in Molecular Biology. A

Compendium of Methodes from Current Protocols in Molecular Biology. 3rd

edition. John Wiley & Sons, Inc. Canada.

4. Baxter, A. 2001. What is Toxoplasma gondii. Copyright by Page Wise. Inc. http://www.Toxoplasmagondii.htm.

5. Beaman, M.H. 1995. Toxoplasma gondii. In Principles and Practice of Infectious Diseases (Mandell, G.L., Bennett, J.E. and Dolin, R., eds), pp. 2455-2475, Churchill Livingston, New York, NY, USA.

6. Becker and Jeffrey, M. 1996. Biotechnology : a Laboratory Course. 2nd edition. Academic Press, Inc. California.

7. Binder, E.M. and Kim, K. 2004. Location, Location, Location: Trafficking and Function of Secreted Proteases of Toxoplasma and Plasmodium. Traffic

5:914-924.

8. Birge, E.A. 1994, Bacterial and Bacteriophage Genetic. Third Edition. Springer-Verlag , NewYork.

9. Black, M.W. and Boothroyd, J.C. 2000. Lytic Cycle of Toxoplasma gondii.

Microbiol. Mol. Biol. Rev. 64(3):607-623.

10.Brown, T.A. 1999. Genomes. Oxford. BIOS Scientific Publisher Ltd. 20-21. 11.Carruthers, V. B., and L. D. Sibley. 1997. Sequential protein secretion from

three distinct organelles of Toxoplasma gondii accompanies invasion of human fibroblasts. Eur. J. Cell Biol. 73:114–123.

12.Cerede, O., Dubremetz, J.F., Soete, M., Deslee, D., Vial, H., Bout, D. and Lebrun, M. 2005. Synergistic Role of Micronemal Proteins in Toxoplasma gondii Virulence. J. Exp. Med. 201(3):453-463.

13.Che, A. 2002. Controlling Fluorescence in E. coli. J. Mol. Microbiol. Biotec. 2 (4): 513 – 519.

14.Coppens, I. and Joiner, K. A. 2001. Parasite–host cell interactions in toxoplasmosis: new avenues for intervention?

http://www-ermm.cbcu.cam.ac.uk.

15.Denkers, E.Y. and Gazzinelli, R.T., 1998. Regulation and Function of

T-Cell-Mediated Immunity during Toxoplasma gondii Infection. Clin. Microbiol. Rev. 11(4):569-588.

(24)

24 17.Dupon, M., Cazenave, J., Pellegrin, J.L. Detection of Toxoplasma gondii by PCR and tissue culture in cerebrospinal fluid and blood of human immunodeficiency virus-seropositive patients. J Clin. Microbiol. 1995; 33(9):2421-2426.

18.Gandahusada, S., 1998. Toxoplasma gondii. Dalam: Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga., Gandahusada, S., Ilahude, H.H.D., Pribadi, W., (eds). Balai Penerbit FK, UI, Jakarta. Hal.153-161.

19.Grimwood, J., Mineo, J.R. and Kasper, L.H. 1996. Attachment of Toxoplasma

gondii to Host Cells is Host Cell Cycle Dependent. Infect. Immun.

64(10):4099-4104.

20.Guanjin, C., Hong, G., Fangli, L.U. and Huaqin, Z. 2001. Contruction of A

Recombinant Plasmid Harbouring The Rhoptry Protein Gene of Toxoplasma

gondii and Preliminary Observations on DNA Immunity. J. Chin. Med. 114 (8) : 837 – 840, China.

21.Holliman, R.E. The diagnosis of toxoplasmosis. Serodiag. Immunother. Infect Dis. 1990; 4:83-93.

22.Hong, G., Guanjin, C., Huanqin, AZ., Yongan, Z. And Fangli, L.U. 1999.

Immune Responses in Mice Vaccinated With Recombinat plasmid pcDNA3

Containing ROP1 Gene From Tooplasma gondii. Chin. J. Parasitol. Parasit.

Dis., Chinese.

23.Hoyen, D.O., and Joss, A.W.L. 1992. Human Toxoplasmosis. Oxford University Press. New York.

24.Israelski, D. M. In Sande MA, Volberding PA. eds. The Medical Management of AIDS. Philadelphia, Pa: W.B. Saunders; 1988:193.

25.Jones, T.C., Yeh, S. and Hirsch, J.G. 1972 The interaction between Toxoplasma gondii and mammalian cells. I. Mechanism of entry and intracellular fate of the parasite. J. Exp. Med. 136,1157-1172, PubMed ID: 73030933.

26.Khan, A., Jordan, C., Muccioli, C., Vallochi, A. L., Rizzo L. V., Jr, R. B., Vitor, R. W.A., Silveira, C., and Sibley, L. D. 2006. Genetic Divergence of

Toxoplasma gondii Strains Associated with Ocular Toxoplasmosis, Brazil. Emerging Infectious Diseases. www.cdc.gov/eid. 12, No. 6.

27.Martin, V., Cespedes, G., Santilar, G., Pszenny, V., Guarnesa, E., Garberi, J.C. and Angel, S.O. 2000. Antigenicity of Recombinant ROP2 Protein of T. gondii Expressed in Escherichia coli. Departentode Parasitologia, Argentina. 28.Meissner, M., Schluter, D. and Soldati, D. 2002. Role of Toxoplasma gondii

myosin A in powering parasite gliding and host cell invasion. Science 298: 837–840.

29.Mital J., Meissner, M., Soldati, D. and Ward, G. E. 2005. Conditional Expression of Toxoplasma gondii Apical Membrane Antigen-1 (TgAMA1) Demonstrates That TgAMA1 Plays a Critical Role in Host Cell Invasion. Mol. Biol. Cell 16, 4341–4349.

30.Ossorrio, P.N., Schwartzman, J.D., and Boothroyd A. Toxoplasma gondii

(25)

25 31.Potasman, I., Resnick, L., Luft B.J., and Remington, J.S. Intrathecal

production of antibodies against Toxoplasma gondii in patients with toxoplasmic encephalitis and the acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Ann Intern Med. 1988; 108:49-51.

32.Prigione, I., Facchetti, P., Lecordier, L., Deslee, D., Chiesa, S., Cesbron-Delauw, M.F. and Pistoia, V. 2000. T Cell Clones raised from Chronically Infected Healthy Humans by Stimulation with Toxoplasma gondii Excretory-Secretory Antigens Cross-React with Live Takizoits: Characterization of the Fine Antigenic Specificity of the Clones and Implications for Vaccine Development. J. Immunol. 164:3741-3748.

33.Remington, J. S., McLeod, R. and Desmonts, G. 1995. Toxoplasmosis, p. 140–267. In J. S. Remington and J. O. Klein (ed.), Infectious diseases of the fetus and the newborn infant, 4th ed. W. B. Saunders Company, Philadelphia. 34.Sahoo, N., Beatty, W., Heuser, J., Sept, D. and Sibley, L. D. 2006. Unusual

Kinetic and Structural Properties Control Rapid Assembly and Turnover of Actin in the Parasite Toxoplasma gondii. Mol. Biol. Cell 7, Issue 2, 895-906.

35.Sambrook, J., Frich, E. F., and Maniatis, T. 1989. Molecular Cloning, A Laboratory Manual. 2nd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New

York.

36.Scorza, T., Souza, D., Laloup, M., Dewit, J., Braekeleer, J.D., Verschueren, H., Vercammen, M., Huygen, K. and Jongert, E. 2003. A GRA1 DNA Vaccine Primes Cytolytic CD8+ T Cells to Control Acute Toxoplasma gondii

Infection. Infect. Immun. 71(1):309-316.

37.Sinai, A. P., and K. A. Joiner. 2001. The Toxoplasma gondii protein ROP2 mediates host organelle association with the parasitophorous vacuole membrane. J. Cell. Biol. 154:95–108.

38.Strachan, T. and Read, A.P. 1999. Human Molecular Genetic 2. Second Edition. BIOS Scientific Publisher Ltd, USA.

39.Tomley, F., and Soldati, D. 2001. Mix and match modules: structure and function of microneme proteins in apicomplexan parasites. Trends Parasitol. 17:81–88.

40.Vercammen, M., Scorza, T., Huygen, K., Braekeleer, J.D., Diet, R., Jacobs, D. Saman, E. and Verschueren, H. 2000. DNA Vaccination with Gene Encoding Toxoplasma gondii Antigens GRA1, GRA7, and ROP2 Induces Partially Protective Immunity Against Lethal Challenge in Mice. Infect. Immun. 68(1):38-45.

41.Weaver, R. F. 1999. Molecular Biology. WCB. McGraw-Hill, USA.

42.Weiss, L.M. and Kim, K. 2000. The Development and Biology of Bradyzoites of Toxoplasma gondii. Albert Einstein College of Medicine, New York.

(26)

26 44.Yanesa, A., Path, F.R.C. and Kumari. 1994. Prevalence of Toxoplasma

Antibodies in Blood Donors in Al-Hassa. Departement of Microbiology

Referensi

Dokumen terkait

Ketidakhadiran Calon Penyedia untuk Proses Pembuktian Kualifikasi tanpa didasari alasan yang benar, dapat menyebabkan gugurnya penawaran Calon Penyedia dalam proses

 NO  NO URUT URUT  NO  NO DTD DTD  NO.DAFT  NO.DAFTAR  AR  TERPERINCI TERPERINCI GOLONGAN SEBAB-SEBAB GOLONGAN SEBAB-SEBAB SAKIT SAKIT PASIEN KELUAR.. PASIEN KELUAR (HIDUP &

Dari petani padi yang berbagai etnis tersebut, hanya terdapat 2 (dua) etnis petani padi yang masih menggunakan Sistem Kerja yang berbasis gotong royong, seperti Etnis Banjar

Dari penjelasan Sonnenschein (2001), dapat diartikan bahwa segala suara yang tidak dihasilkan dari lingkungan dalam film (baik itu dialog antar karakter, atau.. bunyi dari

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) terhadap kemampuan berpikir

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa madrasah berbasis pesantren adalah madrasah atau pesantren komperhensif yang menggunakan metode pembelajaran dengan

Kendala yang dihadapi dalam penerapan diskresi kepolisian terhadap anak pelaku kejahatan adalah aturan yang berlaku dalam sistem hukum yang ada mewajibkan

• Setelah semua pertanyaan selesai dibahas, guru meminta siswa mendata aturan- aturan apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga kebersihan di lingkungan rumah