23
Senin, 21 November 2016P E R B A N K A N
CSR PERBANKAN
BCA Dukung
Pariwisata
Gunung Kidul
YO G YA K A RTA — P T Bank Central Asia Tbk. (BCA) berkomitmen unt uk memberikan du -kungan pengembangan pariwisata di Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogya-karta (DIY).Direktur BCA Suwignyo Budiman mengatakan, dukungan industri pari-wisata merupakan bagian dari program Solusi Bisnis Unggul yang berada di bawah payung program Bakti BCA. Dia berharap dukungan ini bisa meng-gairahkan iklim investasi pariwisata sebagai salah satu destinasi wisata nasional.
“BCA berkomitmen untuk memberdayakan masyarakat agar mampu maju dan mandiri. Ke depan dengan berbagai program kami berharap iklim investasi di daerah ini bisa berkembang,” ujarnya usai Seminar
Pengembangan Industri Pariwisata Gunung Kidul
di Yogyakarta, Jumat (18/11).
Pada kesempatan yang sama, Bupati Gunung Kidul Badingah menu-turkan, di kabupaten yang dipimpinnya punya banyak potensi wisata yang belum dieksplorasi. Dia memberi contoh
wisata pantai. Dari 72 kilometer panjang pantai yang ada baru sekitar 25 kilometer yang diman-faatkan.
Hanya saja sebagian lokasi tersebut membu-tuhkan investasi besar baik dari pemerintah untuk infrastruktur mau-pun dari pihak swasta untuk pengembangan hotel, resort, lapangan golf, restoran, dan lain sebagainya.
“Oleh karena itu kami terbuka dan mengundang para investor untuk ber-investasi di Gunung Kidul. Ada banyak pelu-ang ypelu-ang bisa dimanfaat-kan seperti resort, trans-portasi, homestay dan lain-lain,” katanya.
Saat ini, provinsi DIY sebenarnya telah menjadi destinasi terbesar pariwi-sata di Indonesia setelah Bali. Hanya saja yang men jadi kekurangan adalah minimnya masa kunjungan.
Oleh karena itu, pemerintah bekerja sama de -ngan pihak terkait untuk mengembangkan atraksi atau objek wisata yang dapat menahan wisataw-an tinggal lebih lama di Yogyakarta, salah satunya pe ngembangan wisata di Kabupaten Gunung Kidul. (Abdul Rahman)
KREDIT BERMASALAH
NPL Bakal
Terus Menyusut
JAKARTA—Seiring dengan proyeksi perbaikan pertumbuhan kredit pada tahun depan, kenaikan rasio kredit ber-masalah pun diprediksi bakal menurun. Gubernur Bank Indonesia Agus Mar-towardojo mengatakan rasio kredit ber-masalah (non performing loan/NPL) akan lebih terkendali mulai kuartal II/2017. Hal ini sejalan dengan proyeksi bank sentral bahwa pertumbuhan kredit akan lebih gesit per akhir Juni tahun depan.
“NPL gross sempat
menca-pai peak sebesar 3,2% [pada Agustus] lalu turun ke level 3,1% pada September. Tapi yang kami perhatikan secara khu-sus adalah NPL nett yang terus di level 1,4% sampai 1,5%,” ucapnya menja-wab Bisnis di Jakarta, akhir pekan lalu.
Keyakinan Bank Indonesia atas per-baikan NPL terpengaruh berbagai upaya restrukturisasi kredit yang dilakukan per-bankan. Aspek lain ialah kondisi inflasi yang bakal semakin terjaga, serta peluang perbaikan bisnis aneka komoditas.
Berbeda dengan BI, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan perbaikan NPL banyak terpengaruh peningkatan penyaluran kredit di sejumlah sektor, terutama ritel. Adapun, sektor yang terkait dengan komoditas relatif masih sama dengan
kondisi tahun lalu.
Sejalan dengan menurunnya NPL, Muliaman menyebut penyaluran kredit bank sudah mulai menggeliat pada akhir tahun ini. Meski diprediksi hanya ber-tumbuh sekitar 6%—7% pada Desember nanti, dia meyakini penyaluran kredit bank pada akhir tahun akan semakin terakselerasi.
Sejalan dengan harapan perbaikan NPL, bank hati-hati dengan menyisih-kan pencadangan yang besar. Direktur Kepatuhan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Susy Liestiowaty berpen-dapat masih ada kemungkinan kenaikan sedikit pencadangan hingga akhir tahun.
Menurutnya, hingga akhir tahun, per-seroan menjaga coverage ratio di kisaran 166%— 167% dengan rasio NPL dijaga di posisi 2,1%—2,4%.
“Kami harapkan untuk lebih tingkatkan pencadangan dalam rangka konservatif saja,” katanya.
Adapun pertumbuhan kredit BRI per akhir tahun ini diprediksi sebesar 13%— 15%. Sementara per September 2016, total kredit yang sudah disalurkan oleh BRI, yaitu sebesar Rp603,46 triliun atau tumbuh 16,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp518,95 triliun. (Dini Hariyanti/Ihda Fadila)
PENGALIHAN INSTRUMEN INVESTASI
Dana Repatriasi Bank
Mandiri Tersisa Rp3 Triliun
JAKARTA – PT Bank Mandiri Tbk.menyebutkan perseroan sudah meng-himpun dana repatriasi sekitar Rp9 trili-un, tetapi yang tersisa dalam sistem bank sekitar Rp3 triliun. Pasalnya, nasabah wajib pajak mulai memindahkan aset-nya ke instrumen investasi lain.
Ferry M. Robbani, SVP Financial Institutions Coverage and Solutions Group PT Bank Mandiri Tbk., mengata-kan beberapa nasabah wajib pajak yang sudah menempatkan dana repatriasi-nya pada perseroan sudah mulai meng-alihkannya ke instrumen investasi lain seperti, obligasi dan bancasurrance.
“Lalu, yang lagi banyak ditanya-tanya nasabah saat ini adalah investasi direct
investment, tetapi sejauh ini masih pada
tanya-tanya saja,” ujarnya pada Kamis (17/11).
Ferry menyebutkan untuk peralihan investasi yang paling besar itu antara lain ke, obligasi dan reksadana. “Kalau yang bancassurance, kami kan punya AXA Mandiri,” sebutnya.
Adapun, untuk dana tebusan dari wajib pajak yang masuk lewat bank dengan kode emiten BMRI itu sekitar Rp15 triliun sampai Jumat dua pekan lalu.
Produk keuangan yang disiapkan Bank Mandiri beserta perusahaan anak antara lain produk treasury, asset
mana-gement, pasar modal, capital/venture funds hingga produk asuransi.
Apalagi, beberapa waktu lalu, Bank Mandiri juga menerbitkan Efek Beragun Aset berbentuk Surat Penyertaan (EBA-SP) senilai Rp500 miliar dan mener-bitkan obligasi berkelanjutan I tahap I senilai Rp5 triliun. Dua instrumen itu juga termasuk produk pilihan investasi
untuk wajib pajak.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas sebelumnya menyatakan, kendati program pengampunan pajak pemerintah menjadi ajang bank terdaftar untuk mendapatkan tambahan likuidi-tas, perseroan yang merupakan bank milik pemerintah optimistis mendapat aliran dana yang lebih besar.
Salah satu faktor perseroan lebih opti-mistis dalam penerimaan dana peng-ampunan pajak adalah kemampuan bank milik negara dalam menyalurkan kembali dana yang masuk dalam bentuk penyaluran kredit.
Bank pelat merah, katanya, lebih lelu-asa dalam melempar kredit karena batas maksimum pemberian kredit (BMPK) cukup besar dan banyak proyek peme-rintah yang membutuhkan dukungan pendanaan dari bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.
“Selain itu, Kementerian BUMN kan ada daftar proyek untuk investasi yang konkret, baik brown field maupun green
field. Ada juga rencana penerbitan surat
utang Pertamina dalam bentuk valu-ta asing yang bisa menjadi alternatif penempatan dana repatriasi,” ujarnya.
Lalu, Bank Mandiri pun menyebutkan terus melakukan sosialisasi kebijakan amnesti pajak dan pilihan instrumen investasi yang disesuaikan dengan profil risiko masing-masing wajib pajak.
Lebih lanjut, Rohan menuturkan, sosi-alisasi tersebut antara lain dilakukan per-seroan melalui keberadaan klinik-klinik pajak yang menyediakan informasi yang komprehensif tentang berbagai keten-tuan dan persyaratan terkait amnesti pajak kepada nasabah utama dan korpo-rasi. (Surya Rianto)
KREDIT KONSUMSI
Margin Tebal Topang Laba
JAKARTA—Pertumbuhan kredit perbankan pada
kuartal III/2016 melambat, tetapi laba justru
terus bertumbuh. Pasalnya, performa positif
kredit konsumtif menjadi faktor penopang
per-tumbuhan laba.
Abdul Rahman
redaksi@bisnis.com
Sunarsip, Chief Economist PT Bank Bukopin Tbk. mengatakan, hingga September 2016 performa kredit konsumsi perbankan relatif stabil dibandingkan dengan seg-men kredit lainnya.
Di samping itu, sambungnya, tingkat suku bunga kredit kon-sumsi lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga jenis kredit lainnya.
“Dibanding dengan kredit inves-tasi dan kredit modal kerja, suku bunga kredit konsumsi lebih ting-gi. Inilah yang turut menaikan pertumbuhan laba,” katanya kepa-da Bisnis di Jakarta akhir pekan lalu.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), per September 2016 suku bunga rata-rata kredit bank umum di sektor konsumsi memang paling tinggi dibanding-kan dengan modal kerja dan inves-tasi.
Suku bunga kredit konsumsi ter-catat sebesar 13,72%, sedangkan modal kerja dan investasi masing-masing 11,63% dan 11,36%.
Sementara itu, penyaluran kre-dit konsumsi bank umum hingga September 2016 tercatat senilai Rp1.165,53 triliun atau tumbuh 7,96% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, kredit bermasalah (non performing loan/NPL) senilai Rp19,9 triliun.
Apabila dibandingkan deng-an kredit investasi ydeng-ang volume penyalurannya lebih rendah, yakni Rp1.075,26 triliun, tetapi dengan nilai NPL yang lebih tinggi yakni Rp37,15 triliun, performa kredit konsumsi memang lebih moncer.
Menurut Sunarsip, kredit kon-sumsi yang relatif bagus pertum-buhannya tahun ini adalah kre-dit multiguna, kartu krekre-dit, dan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk tipe 70. Sedangkan KPR tipe di bawah itu kinerjanya kurang bagus. Begitu pula dengan kredit kepemilikan ruko dan rukan yang masih lesu.
Direktur Strategy and Finance PT Bank CIMB Niaga Tbk. Wan Razly mengatakan, manajemen masih mengandalkan tiga bisnis dalam kredit konsumer yaitu kartu kredit, kredit tanpa agunan (KTA), dan KPR sebagai pendulang laba. Ketiga bisnis tersebut diyakini bakal terus bertumbuh positif hingga tahun depan.
“Tapi mulai tahun depan kami akan menaikkan porsi kredit konsumer dan SME. Sekitar 55% dibanding korporasi dan komersi-al,” katanya.
BANK SYARIAH
Begitu pula dengan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Bank syariah ini dalam tiga tahun ke depan ingin porsi kredit konsumer mencapai 60%. Selama ini kredit Muamalat masih didominasi oleh segmen korporasi dan komersial dengan persentase 60% berban-ding 40%.
Endy Abdurrahman, Direktur Utama Muamalat, mengatakan, ujung tombak dari perubahan arah bisnis tersebut adalah pembiayaan perumahan (KPR).
Hal tersebut juga sebagai respons dari kebijakan Bank Indonesia yang merelaksasi ketentuan loan
to value (LTV) atau finance to value (FTV). Selain itu risiko di
bisnis ini relatif minim. Sepanjang tahun lalu saja,
out-standing KPR mencapai Rp9 triliun.
Tahun ini, Muamalat menargetkan pertumbuhan KPR Rp1,8 triliun.
Survei Konsumen yang diterbit-kan Bank Indonesia melaporditerbit-kan keyakinan konsumen untuk kre-dit konsumsi pada Oktober 2016 meningkat dari bulan sebelum-nya. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen yang sebe-sar 116,8 atau naik 6,8 poin dari bulan sebelumnya.
Tingkat suku bunga kredit konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga jenis kredit lainnya.
Komisaris Independen
BCA Cyrillus Harinowo (kiri) menyerahkan cinderamata kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kanan) disaksikan Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan HB X seusai Seminar Pengembangan Industri Pariwisata Gunungkidul di Yogyakarta, Jumat (18/11). BCA melalui program Bakti BCA mendukung upaya pengembangan industri pariwisata di berbagai daerah, termasuk wilayah Gunungkidul.Antara
BCA DUKUNG PARIWISATA
Nasabah melakukan
transaksi perbankan melalui anjungan tunaimandiri Bank DKI di Jakarta, belum lama ini. Pemprov DKI meminta agar Bank DKI melakukan ekspansi dengan memperbanyak jumlah mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) mengingat jumlahnya dinilai masih jauh dari cukup.
Bisnis/Dedi Gunawan