• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

1. Minyak Pala (Myristica fragrans)

Dari hasil analisis sampel minyak pala (Myristica fragrans Houtt) asal Sulawesi dan Jawa yang diambil secara random dari tempat penyulingan menggunakan GC-MS diperoleh sekitar 35 buah senyawa kimia volatil penyusun minyak pala yang teridentifikasi sesuai pada Tabel 16. 35 buah senyawa volatil tersebut merupakan jumlah senyawa dengan persentase area > 0.1%. Total persentase senyawa volatil pada minyak pala asal Sulawesi sekitar 98.56% dan minyak pala asal Jawa sekitar 98.76% sesuai pada Lampiran 1. Dari pola peak pada Gambar 1 terlihat bahwa pemisahan peak antara senyawa yang satu dengan yang lain cukup baik sehingga penentuan senyawa secara kualitatif dan kuantitatif memberikan data yang lebih akurat dan valid.

Gambar 1 Kromatogram GC minyak pala Indonesia asal Sulawesi dan Jawa

Dikarenakan ke-2 analisis baik GC dan GC-MS tersebut menggunakan kolom HP-1 dan HP-1MS yang bersifat non polar maka senyawa yang titik didih rendah atau memiliki tingkat kepolaran yang tinggi akan dideteksi oleh detektor lebih dahulu sehingga akan keluar lebih awal begitupun sebaliknya hal ini karena senyawa yang titik didih rendah atau kepolaran tinggi cenderung berinteraksi kurang kuat dengan fase diam dari kolom tersebut. Senyawa yang keluar lebih awal ditunjukkan dengan RT (Retention Time) yang lebih pendek. Senyawa terpene seperti alpha thujene, alpha pinene sampai terpinolen akan keluar lebih

(2)

dahulu dibandingkan dengan senyawa aromatik seperti safrol, eugenol, methyl eugenol, myristicin, methoxy eugenol dan elemicin karena faktor tersebut.

Pada Tabel 16 terlihat senyawa volatil yang termasuk kelompok monoterpene diantaranya alpha thujene, alpha pinene, sabinene, beta pinene, limonene dan terpinolen. Kelompok sesquiterpene diantaranya alpha cubebene dan alpha bergamotene. Kelompok monoterpene alcohol seperti 4-terpineol,4-isopropyl-1-methyl-2-cyclohexen-1-ol,1-methyl-4-isopropyl-3-cyclohexen-1-ol dan cis/trans sabinene hydrat. Kelompok senyawa aromatik diantaranya safrol, eugenol, isoeugenol, methyl eugenol, methoxy eugenol, elemicin dan myristicin. Kelompok senyawa ester diantaranya alpha bornyl acetate, citronellyl acetate, alpha terpenyil acetate dan neryl acetate.

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa minyak pala asal Jawa dan Sulawesi memiliki banyak kesamaan dari komposisi komponen senyawa volatilnya sesuai Tabel 17 hal ini dikarenakan kedua minyak pala tersebut Tabel 16 Jenis senyawa volatil penyusun minyak pala asal Indonesia

(Sulawesi dan Jawa)

No Nama Komponen No Nama Komponen

1 Alpha thujene 19 4-Terpineol 2 Alpha pinene 20 Beta fhencol

3 Camphene 21 Safrol

4 Sabinene 22 Alpha bornyl acetate 5 Beta pinene 23 p-Penylanisole 6 Beta myrcene 24 Eugenol

7 Alpha phelandrene 25 Citronelyl acetate 8 Delta-3-carene 26 Alpha terpenyl acetate 9 Alpha terpinene 27 Alpha cubebene 10 Beta-o-chimene 28 Neryl acetate

11 Limonene 29 Methyl eugenol

12 Gamma terpinene 30 Isoeugenol

13 Cis sabinene hydrat 31 Alpha bergamotene

14 Cymenene 32 Methyl Isoeugenol

15 Alpha terpinolen 33 Myristicin 16 Trans sabinene hydrat 34 Elemicin 17

4-Isopropyl-1-methyl-2-cyclohexen-1-ol

35 Methoxy eugenol 18

(3)

berasal dari jenis tanaman pala yang sama yaitu Myristica fragrans Houtt yang penyebarannya banyak di Jawa dan Sulawesi. Perbedaan antara minyak pala asal Sulawesi dengan asal Jawa diantaranya komponen sabinene dan methyl eugenol terlihat pada Tabel 17 dan Lampiran 1. Adanya perbedaan tersebut kemungkinan terkait dengan umur biji pala, proses pengeringan biji pala dan proses penyulingan. Proses pengeringan yang terlalu lama bisa menguapkan komponen senyawa volatil dalam biji pala lebih banyak terutama kelompok senyawa monoterpene seperti sabinene.

Methyl eugenol dan safrol merupakan senyawa karsinogenik sehingga ke dua senyawa ini menjadi salah satu parameter penting pada minyak pala. Methyl eugenol dibatasi konsentrasi maksimum 0.02% untuk aplikasi di fragran. Standar EP (European Pharmacopoeia) memiliki batasan methyl eugenol lebih ketat pada minyak pala yaitu maksimum 0.5% sedangkan menurut standar industri multi nasional flavor dan fragran membatasi methyl eugenol maksimum 2.5%. Pada standar EP dan standar industri multi nasional flavor dan fragran memberikan batasan safrol maksimum 2.5% dan 2% pada minyak pala. Myristicin merupakan senyawa penanda mutu dari minyak pala jika kandungan myristicin di minyak pala tinggi umumnya menunjukkan minyak pala tersebut bermutu baik. Senyawa myristicin dan elemicin menentukan sifat halusinogenik. Aroma dari minyak pala dipengaruhi oleh adanya senyawa aromatis seperti myristicin, safrol dan elemicin (Pino et al 1995). Di minyak pala asal Jawa dan Sumatra juga terdapat senyawa limonene yang berperan dalam karakter odor lemon like. Senyawa 4-terpineol berperan pada karakter odor spicy nutmeg like, woody-earthy dan Lilac like (Surburg dan Panten 2006).

Gambar 2 Spektrum massa dan struktur myristicin (C11H12O3) dengan berat molekul 192 (NIST 2008)

(4)

Jika dibandingkan dengan minyak pala yang diteliti oleh Schenk dan Lamparsky (1981) juga menunjukkan banyak kesamaan dari jenis dan persentase senyawa volatil penyusunnya. Perbedaan yang mendasar adalah persentase myristicin dari minyak pala yang diteliti oleh Schenk dan Lamparsky (1981) lebih tinggi dibandingkan kedua minyak pala asal Indonesia tersebut. Jika dilakukan gap analysis dengan membandingkan antara data hasil penelitian ini dengan standar yang ada yaitu standar EP (European Pharmacopoeia) dan standar industri multi nasional flavor dan fragran maka bisa dilihat pada Tabel 17. Secara umum standar EP memiliki persyaratan yang lebih ketat dibandingkan dengan standar industri multi nasional flavor dan fragran. Minyak pala asal Sulawesi memenuhi syarat standar industri multi nasional flavor dan fragran dan tidak memenuhi standar EP (European Pharmacopoeia) karena methyl eugenol dan elemicin diluar spesifikasi. Sedangkan minyak pala asal Jawa memiliki kualitas yang lebih baik dibanding dengan minyak pala asal Sulawesi karena secara keseluruhan memenuhi syarat spesifikasi standar industri multi nasional flavor dan fragran sedangkan untuk standar EP mayoritas memenuhi syarat kecuali senyawa elemicin yang kadarnya 0.49% (maksimum standar EP adalah 0.2%). Data di Tabel 17 menunjukkan bahwa minyak pala yang diteliti oleh Schenk dan Lamparsky (1981) memenuhi standar industri multi nasional flavor dan fragran dan tidak memenuhi standar EP karena komponen 4-terpineol lebih tinggi dibanding standar EP.

Jika dikaji dari sisi organoleptik pada minyak pala asal Jawa dan Sumatra menunjukkan keduanya memiliki karakter terutama warmly, spicy, sweet, light, heavy dan camphoraceous juga lemon like. Karakter sweet dan camphoraceous pada kedua minyak pala tersebut cukup kuat.

Pengalaman penulis dalam bidang sensori untuk minyak pala khususnya terkait minyak pala fresh (minyak pala yang baru selesai disuling) dan minyak pala yang sudah lama disimpan menunjukkan bahwa umumnya minyak pala fresh memiliki karakter warmly, spicy dan pungency yang kuat sedangkan karakter sweet dan camphoraceous cenderung masih lemah terkadang karakter burnt like (top note) yang cenderung tidak enak odornya untuk dicium dengan intensitasnya lebih kuat dibanding minyak pala yang sudah lama disimpan. Minyak pala yang sudah lama disimpan terutama yang disimpan dalam suhu ruang menunjukkan karakter sweet dan camphoraceous yang lebih kuat

(5)

sedangkan karakter pungency, spicy, atau burnt like cenderung lemah. Umumnya karakter odor tersebut yang dianggap sebagai minyak pala bermutu baik dari sisi odornya.

Perbedaan organoleptik antara minyak pala fresh dengan minyak pala yang disimpan diantaranya minyak pala fresh dipengaruhi oleh proses penyulingan yang tidak sempurna yang menimbulkan karakter burnt like yang cenderung tidak enak untuk dicium odornya. Sedangkan minyak pala yang sudah lama disimpan kemungkinan mengalami oksidasi terutama untuk senyawa-senyawa terpene yang mudah teroksidasi dan proses penguapan karena minyak pala mudah menguap terutama bagian top note (burnt like) pada suhu ruang sehingga terjadi perubahan komposisi senyawa volatil pada minyak pala yang kemungkinan mengubah karakter odornya yang cenderung lebih sweet dan camphoraceous dengan intensitas lebih lemah untuk burnt like. Dengan demikian minyak pala yang digunakan dalam penelitian ini kemungkinan minyak pala bukan fresh namun sudah mengalami proses aging atau penyimpanan selama waktu tertentu.

Tabel 17 Profil senyawa volatil minyak pala asal Sulawesi dan Jawa dibandingkan dengan literatur No Nama komponen Minyak pala asal Sulawesi rerata (%) Minyak pala asal Jawa rerata (%) Minyak pala (Schenk dan Lamparsky 1981) (%) Standar EP (European Pharmacopoeia)(%) Standar Industri multi nasional flavor dan fragran 1 Alpha pinene* 19.07 19.33 17.2 15 - 28 18 - 28 2 Sabinene 19.07 23.44 21 14 - 29 14 - 24 3 Beta pinene 15.71 15,86 14.8 13 - 18 12 - 17 4 Delta-3-carene* 0.61 1.05 1.4 0.5 - 2 5 Limonene 6.25 5.87 4.1 2 - 7 1 - 8 6 Gamma terpinene 4.73 3.7 2.1 2 - 6 7 4-Terpineol 5.73 4.01 6.3 2 - 6 3 - 8 8 Safrol 1.60 1.64 1.3 0 - 2 0 - 2 9 Eugenol* 0.17 0.32 0.3 0 - 0.5 0 - 1 10 Methyl eugenol 0.65 0.4 0.3 0 - 0.5 0 - 2.5 11 Isoeugenol 0.59 0.82 0 - 1 0 - 6 12 Myristicin 10.12 10.74 14 8 - 12 8 - 13 13 Elemicin 0.59 0.49 0 - 0.2 14 Total terpenes 75.56 77.34 73 - 78 73 – 78 Alpha pinene, delta-3-carene dan eugenol = senyawa penanda adulteration pada minyak pala

(6)

Jika dikaji dari jenis senyawa kimia volatil yang bersifat allergen maka senyawa pada minyak pala asal Sulawesi dan Jawa yang tergolong allergen adalah eugenol, limonene dan isoeugenol sesuai pada Tabel 16.

Senyawa alpha pinene, delta-3-carene dan eugenol sebagai penanda terjadinya pemalsuan (adulteration) pada minyak pala. Data pada Tabel 17 menunjukkan bahwa senyawa eugenol pada minyak pala dapat diidentifikasi sebagai senyawa penanda adulteration oleh adulteran atau kontaminan seperti minyak cengkeh (clove oil). Komponen eugenol banyak ditemukan dalam minyak cengkeh yang memiliki kadar > 70% (Reineccius 1992). Standar EP (European Pharmacopoeia) dan standar industri multi nasional flavor dan fragran membatasi kadar eugenol maksimum pada level 0.5% dan 1% dengan demikian peluang terjadi pemalsuan oleh minyak cengkeh bisa diminimalisir.

Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak pala mudah untuk dipalsukan dengan fraksi terpentin seperti turpentine oil (minyak terpentin) hal ini dikarenakan komponen utama dalam minyak terpentin ada dalam minyak pala yaitu alpha pinene dan delta-3-carene. Minyak terpentin mengandung alpha pinene minimal 80% dan delta-3-carene diantara 8-11% (Wiyono et al. 2006). Standard EP (European Parmaque) membatasi kadar delta-3-carene (0.5-2%) dan alpha pinene (15-28%). Jika ada minyak pala memiliki kadar delta-3-carene lebih dari 2% kemungkinan lebih besar terjadinya adulteration (pemalsuan) oleh adulteran (pemalsu) seperti minyak terpentin. Standar industri multi nasional flavor dan fragran tidak mempersyaratkan parameter delta-3-carene sehingga peluang terjadi pemalsuan jauh lebih tinggi walaupun sudah dibatasi dengan parameter alpha pinene.

2. Minyak Nilam (Pogostomon cablin Benth)

Dari hasil penelitian untuk senyawa volatil pada minyak nilam (Pogostomon cablin Benth) asal Sulawesi, Jawa dan Sumatra diperoleh 33 buah senyawa volatil yang teridentifikasi dan 1 buah senyawa yang belum diketahui atau tidak teridentifikasi pada level persentase > 0.1%. Dalam penelitian ini juga dianalisa senyawa volatil seperti eugenol, limonene, linalool, cinnamic alcohol dan alpha copaene walaupun kadarnya sangat kecil < 0.1% seperti pada Tabel 18. Hal ini dikarenakan senyawa-senyawa tersebut menjadi parameter yang penting pada salah satu standar yang ada saat ini. Total komponen volatil yang bisa

(7)

teridentifikasi dari minyak nilam asal Jawa 98.02%, Sumatra 97.66% dan Sulawesi 98.26% dengan rerata ketiganya 97.98% seperti pada Lampiran 2.

Gambar 3 Kromatogram GC minyak nilam Indonesia asal Sulawesi, Sumatra dan Jawa

Tabel 18Jenis senyawa volatil penyusun minyak nilam asal Indonesia (Sulawesi, Jawa dan Sumatra)

No Nama Komponen No Nama Komponen

1 Alpha pinene 21 Caryophyllene oxide

2 Beta pinene 22 Nor patchoulenol

3 Delta elemene 23 Viridiflorol

4 Beta elemene 24 2-(3-isopropenyl-4-methyl-4- 5 Beta patchoulene vinylcyclohexyl)-2-propanol 6 Beta caryophyllene 25 Neo-intermedeol

7 Alpha guaiene 26 Alloaromadendrene oxide

8 Calamenene 27 Pogostol

9 Seychellene 28 Patchouli alcohol

10 4,4-imethyl-3-(3-3-buten-1-yliden)-2- 29 Senyawa yang tidak diketahui methylidenbicyclo(4.1.0)heptane 30 Aristol-9-en-8-one

11 Alpha patchoulene 31 (Z,E)-7-methyl-4-(1-

12 Germacrene D methylethylidene)-1,7-

13 Beta selinene cyclodecadienemethanol

14 Alpha selinene 32 D-ledol

15 Alpha bulnesene 33 Alpha costol

16 7-Epi-alpha-selinene 34 Valerenol 17 (3E)-2,6-dimethyl-5-isopropyliden- - Eugenol

1,3,6,9-decatetraene - Limonene 18 1-(Propen-2-yl)-4methylspiro(4.5)decan- - Linalool

7-one (Isomer B) - Cinnamic alcohol 19 Caryophylla-3,8(13)-dien-5,beta-ol - Alpha copaene 20 Spathulenol

(8)

Komposisi dari minyak nilam sesuai Tabel 18 diantaranya yang termasuk golongan senyawa monoterpene seperti alpha pinene dan beta pinene. Kelompok senyawa sesqueterpene seperti beta caryophyllene, selinene, guaiene dan bulnesene. Kelompok senyawa oksida seperti caryophyllene oxide dan alloaromadendrene oxide. Kelompok senyawa sesqueterpene alcohol seperti patchouli alcohol, viridiflorol dan pogostol.

Komponen utama yang memiliki persentase tertinggi dari minyak nilam asal Sulawesi, Sumatra dan Jawa adalah patchouli alcohol. Komponen ini yang umumnya menjadi salah satu ciri khas dari minyak nilam dan menentukan kualitas dari patchouli oil (minyak nilam). Menurut Sell (2003), komponen senyawa volatil nor patchoulenol dan nor-tetrapatchoulol yang berperan penting dalam karakter odor dari minyak nilam. Dalam penelitian ini diperoleh kadar nor patchoulenol pada minyak nilam asal Jawa (0.57%), Sumatra (0.61%) dan Sulawesi (0.54%) seperti pada Tabel 19. Tabel 19 menunjukkan bahwa minyak nilam asal Sulawesi memiliki kadar patchouli alcohol paling rendah dibandingkan dengan patchouli oil asal Jawa dan Sumatra. Minyak nilam asal Sumatra memiliki kandungan patchouli alcohol paling tinggi.

Gambar 4 Spektrum massa dan struktur dari patchouli alcohol (C15H26O) dengan berat molekul 222 (NIST 2008)

Jika hasil penelitian ini dibandingkan hasil penelitian oleh Sundaresan et al. (2009) tentang minyak nilam asal India dari jenis Pogostemon cablin Benth maka terdapat beberapa perbedaan yang nyata. Kadar patchouli alcohol asal India hanya 23.2 % sedangkan dari Sulawesi, Jawa dan Sumatra memiliki kadar patchouli alcohol > 29%. Umumnya dengan kadar patchouli alcohol yang rendah dan ketidak adanya senyawa nor patchoulenol seperti pada minyak nilam asal

(9)

India kecenderungan minyak tersebut memiliki karakter yang berbeda atau menyimpang terutama dari sisi odornya (karakter woody dan patchouli like lemah). Menurut pengalaman penulis dalam bidang sensori khususnya minyak nilam menunjukkan bahwa umumnya minyak nilam asal Sumatra memiliki karakter woody yang lebih kuat namun intensitas karakter odor green, herbaceous dan terpenic like yang lebih lemah dibanding minyak nilam asal Jawa yang cenderung karakter odornya lebih green dan herbaceous sedangkan karakter woody lebih lemah. Karakter odor dari minyak nilam asal Sulawesi mempunyai kemiripan dengan karakter odor dari minyak nilam asal Jawa. Terkait dengan karakter odor balsamic, kecenderungan karakter ini muncul lebih kuat selama aging atau penyimpanan.

Perbedaan kadar dan odor dari keempat minyak nilam tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya dari umur tanaman, asal geografis tanaman dan proses penyulingan yang tidak optimal. Minyak nilam asal Sumatra, Jawa dan Sumatra berasal dari jenis tanaman yang sama yaitu Pogostomon cablin Benth (nilam Aceh) yang paling banyak penyebarannya dan memiliki kualitas minyak yang lebih baik. Iklim dan karakter tanah menentukan karakter mutu tanaman nilam. Faktor penyulingan yang tidak optimal bisa menurunkan kadar patchouli alcohol.

Dalam penelitian ini senyawa yang termasuk senyawa allergen yang ada pada minyak nilam asal Sumatra, Sulawesi dan Jawa adalah linalool, limonene dan eugenol. Gap analysis dilakukan dengan membandingkan antara minyak nilam asal Indonesia (Sulawesi, Jawa dan Sumatra) dengan standar yang berlaku baik Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun standar internasional bisa dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 19 menunjukkan bahwa minyak nilam asal Jawa dan Sumatra memenuhi syarat standar SNI, standar industri multi nasional flavor dan fragran dan standar ISO (3757 : 2002). Dengan demikian minyak nilam asal Jawa dan Sumatra memiliki kualitas yang baik dari segi komponen penyusunnya sehingga kemungkinan bisa diterima baik untuk pasar ekspor maupun lokal. Minyak nilam asal Sulawesi tidak memenuhi standar SNI terkait dengan kadar patchouli alcohol yang hanya 29.73% lebih rendah dibanding spesifikasi SNI yaitu minimal 30%. Jika dibandingkan dengan standar asing atau internasional seperti standar industri multi nasional flavor dan fragran dan standar ISO (3757 : 2002) maka minyak nilam asal Sulawesi memenuhi semua persyaratan terutama komponen patchouli alcohol dan parameter senyawa

(10)

allergen. Minyak nilam asal India (Sundaresan et al. 2009) menunjukkan bahwa minyak ini tidak masuk spesifikasi standar SNI, standar industri multi nasional flavor dan fragran maupun Standar Internasional (ISO) terutama kadar patchouli alcohol yang terlalu rendah.

Senyawa alpha copaene menjadi penanda adulteration (pemalsuan) oleh gurjun balsam (gurjun oil) yang memiliki kandungan alpha copaene tinggi > 40% (Indesso 2011). Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak nilam bisa ditambahkan minyak pemalsu dengan harga yang lebih murah yaitu gurjun balsam. Pada ketiga standar minyak nilam yang ada pada Tabel 19 menunjukkan ada batasan maksimum untuk parameter alpha copaene dimana SNI membatasi maksimum 0.5% lebih ketat sedangkan standar industri multi nasional flavor dan fragran dan standar ISO (3757 : 2002) membatasi maksimum 1%. Jika kadar alpha copaene pada minyak nilam lebih tinggi dari standar-standar tersebut membuka peluang terjadinya adulteration.

Senyawa eugenol menjadi salah satu parameter penting di dalam standar standar industri multi nasional flavor dan fragran dikarenakan senyawa ini sebagai senyawa penanda adanya adulteration (pemalsuan) oleh minyak yang memiliki kandungan eugenol tinggi seperti minyak cengkeh. Jika kadar eugenol > 0.08 % (800 ppm) memungkinkan terjadinya adulteration. Proses adulteration bisa terjadi baik sengaja ditambahkan maupun disebabkan kontaminasi silang pada waktu proses penyulingan. Parameter senyawa eugenol disarankan juga dimasukkan didalam standar SNI dan ISO (3757 : 2002) yang saat ini kedua standar tersebut tidak ada parameter senyawa eugenol sehingga dengan adanya parameter ini bisa meminimalisir terjadinya pemalsuan yang saat ini semakin kompleks.

(11)
(12)

3. Minyak Jahe Segar (Zingiber officinale)

Dalam penelitian ini diperoleh persentase senyawa volatil untuk minyak jahe segar (Zingiber officinale Roscoe) asal Jawa sekitar 96.32% dimana batasan yang diuji > 0.1%. Jumlah komponen penyusun minyak jahe segar asal Jawa sekitar 70 buah komponen yang bisa teridentifikasi sedangkan 1 buah komponen tidak bisa teridentifikasi seperti pada Tabel 20. Dengan hasil ini menunjukkan bahwa komponen penyusun minyak jahe segar asal Jawa lebih banyak dibandingkan dengan komposisi pada minyak pala dan minyak nilam yang juga asal Indonesia. Umumnya minyak jahe segar di Indonesia berasal dari jenis Zingiber officinale Roscoe.

Komposisi dari minyak jahe segar asal Jawa sesuai Tabel 20 yang tergolong senyawa monoterpene seperti alpha pinene, champene, alpha phellandrene dan beta pinene. Kelompok senyawa monoterpene alcohol seperti 1-hexanol, linalool, borneol, terpineol dan citronellol. Kelompok senyawa sesqueterpene seperti beta caryophyllene, alpha copaene, farnesene, bisabolene, zingiberene, bergamotene dan germacrene. Kelompok senyawa oksida seperti caryophyllene oxide. Kelompok senyawa sesqueterpene alcohol seperti nerolidol, cadinol, tau muurolol dan eudesmol. Kelompok monoterpene aldehyde seperti citral. Kelompok senyawa ester diantaranya bornyl acetate. Kelompok senyawa monoterpene keton contohnya camphor sedangkan kelompok senyawa sesqueterpene aldehyde contohnya farnesal.

(13)

Tabel 20 Jenis senyawa volatil penyusun minyak jahe segar asal Jawa

No Nama Komponen No Nama Komponen

1 1-Hexanol 38 Calarene

2 Tricyclene 39 Aromadendrene

3 Alpha pinene 40 6-Isopropyl-4-8a-dimethyl-

4 Camphene 1,2,3,7,8,8a-hexahydronaphtalene 5 6-Methyl hep-5-en-2-one 41 Zingiberene

6 2-Methyl-2hepten-6-ol 42 Beta bisabolene 7 Beta pinene 43 Alpha bisabolene 8 Beta myrcene 44 Calamanene

9 Alpha phellandrene 45 Beta sesquiphelandrene

10 o-Chimene 46 Gamma bisabolene

11 Beta phellandrene 47 Hedycaryol

12 Alpha terpinolen 48 Alpha bergamotene

13 Linalool 49 Germacrene B

14 Camphor 50 Nerolidol

15 Borneol 51 Ar-tumerol

16 Carane,4,5-epoxy,trans 52 1-Phenyl-2-(p-tolyl)-propane 17 1-Terpinen-4-ol 53 (10-Epi-beta)acoradiene 18 Alpha terpineol 54 Caryophyllene oxide 19 Beta citronellol 55 Beta curcumen-12-ol

20 Beta citral 56 (2E,6E)-3,7,11 Trimethyl-2,6,10- 21 3,7-Dimethylocta-2-6-dien-1-ol dodecatrien-1-ol

22 Cis-citral 57 Alpha acoranol

23 Bornyl acetate 58 Gamma eudesmol

24 2-Undecanone 59 Farnesol (2Z,6Z))

25 Beta citronellyl acetate 60 Bergamotol 26 2,6-Octadien-1-ol,3,7 dimethyl 61 Tau muurolol

acetate 62 Beta-eudesmol

27 Senyawa yang tidak diketahui 63 Epi-amiteol

28 Alpha copaene 64 Delta cadinol

29 Cyclosativene 65 Alpha copaene-8-ol

30 Sesquithujene 66 Bisabolol

31 Beta caryophyllene 67 2,4 Diter-butylphenol

32 (+)-1(10)-Aristolene 68 Sesquisabinenehydrate (trans) 33 Alpha farnesene 69 1-Formyl-2,2-dimethyl-3-trans-(3- 34 Beta funebrene methyl-but-enyl)-6-methylidene

35 Beta farnesene -cyclohexane

36 Alloaromadendrene 70 Farnesal

(14)

Pada sampel minyak jahe segar asal Jawa memiliki komponen utama diantaranya champene (14.54%), beta phellandrene (6.48%), alpha curcumene (8.61%), zingiberene (18,61%) dan beta sesquephelandrene (8.11%) seperti pada Tabel 21 dan Lampiran 3.

Dari Tabel 21 menunjukkan perbandingan antara minyak jahe segar asal Jawa dengan minyak jahe segar dan minyak jahe kering asal India yang diteliti oleh Sasidharan dan Menon (2010). Dari Tabel 21 menunjukkan bahwa minyak jahe segar asal Jawa cenderung mendominasi untuk komponen monoterpene seperti champene (14.54%) sedangkan minyak jahe segar dan minyak jahe kering asal India kandungan champene hanya 4% dan 1%. Namun sebaliknya untuk komponen zingiberene didominasi oleh minyak jahe kering (30.3%) dan minyak jahe segar asal India (28.6%) sedangkan komponen zingiberene pada minyak jahe segar asal Jawa hanya 16.8%. Perbedaan yang signifikan ini mempengaruhi karakter organoleptik dari ketiga minyak jahe tersebut. Karakter organoleptik seperti karakter lemony terutama ditentukan oleh adanya senyawa citral (Koroch et al. 2007). Pada minyak jahe segar asal Jawa memiliki total citral sekitar 6.94% lebih tinggi dibanding minyak jahe kering dari India sehingga kemungkinan memiliki karakter lemony yang cukup kuat.

Namun rendahnya komponen zingiberene pada minyak jahe segar asal Jawa dibandingkan dari minyak jahe segar dan minyak jahe kering asal India menyebabkan karakter odor spicy (warm gingery) yang lebih lemah. Sedangkan minyak jahe segar memiliki karakter spicy like lebih kuat dan minyak jahe kering asal India paling kuat karakter warm gingery dan spicy like namun lemony like lemah. Kedua minyak jahe dari India berasal dari jenis Zingiber officinale Roscoe yang umum ditanam di negara tropis termasuk di Indonesia. Minyak jahe segar asal Jawa juga berasal dari jenis Zingiber officinale Roscoe yang lebih komersial. Perbedaan komposisi senyawa volatil pada ketiga minyak jahe tersebut disebabkan diantaranya klon, kultivar tanaman, proses pengeringan dan daerah asalnya.

Jika dikaji dari jenis senyawa volatil yang bersifat allergen maka senyawa pada minyak jahe segar asal Jawa yang tergolong allergen dari hasil penelitian ini adalah linalool (0.59%), cis dan beta citral (6.94%), beta citronellol (0.61%) dan farnesol (0.27%).

(15)

Tabel 21 Profil senyawa volatil minyak jahe segar asal Jawa dibandingkan dengan literatur

No Nama Komponen Minyak jahe segar (Zingiber

officinale Roscoe) asal

Jawa Rerata (%)

Minyak jahe segar (Zingiber officinale

Roscoe) asal India

(Sasidharan dan Menon 2010)

(%)

Minyak jahe kering (Zingiber officinale

Roscoe) asal India (Sasidharan dan Menon 2010) (%) 1 1-Hexanol 0.13 0 2 Alpha pinene 3.60 0.1 0.3 3 Camphene 14.54 4 1 4 6- Methyl hep-5-en-2-one 1.69 0.9 5 Beta pinene 0.35 1.6 0.6 6 Beta myrcene 1.55 0 2.1 7 Alpha phellandrene 0.16 1.3 0 8 o-Chimene 0.11 1.3 0 9 Camphor 0.23 0.2 10 Borneol 1.51 1.2 0.5 11 1-Terpinen-4-ol 0.15 0.2 0.1 12 Beta citral 2.95 8.5 4.4 13 Cis citral 3.95 1.8 0.5 14 Bornyl acetate 0.58 0.2 15 2-Undecanone 0.17 0.1 16 Alpha copaene 0.31 1.5 17 Beta caryophyllene 0.10 1.4 18 Beta farnesene 0.31 0.1 1.5 19 Alpha curcumene 8.61 5.6 11 20 Zingiberene 16.80 28.6 30.3 21 Beta bisabolene 5.05 5.8 7.2 22 Beta sesquiphelandrene 8.11 2.5 6.6 23 Nerolidol 0.26 1.5 0.2 24 Farnesol (2Z,6Z)) 0.27 0.1 0.1 25 Bergamotol 0.13 0.1 26 Tau muurolol 0.11 0.2 27 Beta-eudesmol 0.23 0.1 28 Bisabolol 0.14 0.3 0.3 29 Sesquisabinenehydrat(trans) 0.33 0.1

Selanjutnya terkait dengan spesifikasi produk untuk minyak jahe segar ternyata tidak ada parameter terkait komponen senyawa volatil baik pada standar SNI 06-4374-1996 dan FCC (Food Chemical Codex) sehingga cukup sulit untuk membedakan antara minyak jahe segar dengan minyak jahe kering selain menggunakan parameter odor dan parameter kimia lainnya seperti nilai rotasi

(16)

optik. Dengan adanya data dari penelitian ini bisa dijadikan rujukan dalam pembuatan standar baru terkait belum adanya parameter senyawa volatil pada minyak jahe.

Gambar 6 Spektrum massa dan struktur dari zingiberene (C15H24) dengan berat molekul 204 (NIST 2008)

4. Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanioides)

Dari hasil penelitian ini di peroleh sekitar 89 senyawa volatil pada minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Jawa Barat dengan total persentase sekitar 97.69% seperti pada Lampiran 4. Identifikasi senyawa volatil pada minyak akar wangi tergolong tidak mudah karena jumlah komponen yang banyak dengan pola peak kromatogram yang saling berdekatan antara senyawa yang satu dengan yang lain seperti pada Gambar 7. Komponen utama minyak akar wangi asal Jawa Barat diantaranya alpha gurjune (3.38%), beta vetivenene (5.61%), khusimol (6.87%), beta vetivone (3.88%) dan alpha vetivone (3.07%).

Kualitas dari minyak akar wangi tergantung pada komponen alkohol terutama khusimol yang bertanggung jawab terutama terhadap karakter mutu dan odor seperti woody dari minyak akar wangi Selain khusimol, senyawa alpha dan beta vetivone juga yang memberikan kontribusi terhadap odor dari minyak akar wangi dan merupakan senyawa khas yang ada di minyak akar wangi (Saraswathi et al. 2009). Sedangkan menurut Sell (2003) komponen minor seperti zizanal, epi-zizanal, methyl zizanoate dan methyl epi-zizanoate yang memberikan kontribusi penting terhadap karakter organoleptik dari minyak akar wangi. Dalam penelitian ini hanya komponen zizanal yang teridentifikasi dengan kadar sebesar 0.53%.

(17)

Gambar 7 Kromatogram GC dari minyak akar wangi asal Jawa Barat

Tabel 22 Jenis senyawa volatil penyusun minyak akar wangi asal Jawa Barat

No Nama Komponen No Nama Komponen

1 2-Methoxy-4-vinylphenol 46 Alpha-(1-hydroxy-1-methylethyl)-4a-beta-methyl-1a.apha-

2 Cedr-8-ene decahydrocyclopropa(D)naphthalene

3 Delta elemen 47 Gamma eudesmol

4 Cadina-1-4-diene 48 Eremoglinol

5 Beta neoclovene 49 Selin-11-en-4-alpha-ol

6 Tetraethylbenzene 50 2,5-Dimethoxy-3-methylnaphtalene

7 Prezizaene 51 Cubenol

8 Himachala-2,4-diene 52 Epizizanone

9 Alpha gurjune 53 (4AR,8R)-2-yl)propan-2-ol(4,4A,5,6,7,8-hexahydro-4A,8-

10 Beta selinene dimethylnapth-2-yl)propan-2-ol

11 Beta vatirenene 54 (Z,1RS,2SR,4RS,7SR)-1-(2,5,5-trimethyl-3-

12 Alpha amorphone oxabicyclo(5.1.0.0(2.4)oct-4-yl)-3-methyl-1,3-butadiene

13 Isolongifolene 55 Valerianol

14 Isoeugenol 56 Tau cadinol

15 Daryo-5,8-diene 57 Germacra-4(15),5,10(14)-trien-1-alpha-ol

16 Alpha longifolene 58 Agarospirol

17 Epi-bicyclosesquiphellandrene 59 Beta costol

18 2-Cyclohexyl-5,5-dimethyl-1- 60 Tau-muurolol

hexen-3-yne 61 Cedr-8-(15)-en-9-alpha-ol

19 1,2,4,5-Tetraethylbenzene 62 Eupatoriocrhomene B

20 Delta cadinene 63 Vetiselinenol

21 Valencene 64 Khusilic acid

22 Khusimene 65 6-Isopropenyl-4,8a-dimethyl-1,2,3,5,6,7,8,8a-octahydro-

23 Beta guaiene napthalen-2-ol

(18)

Dari hasil penelitian ini ditemukan adanya senyawa allergen di minyak akar wangi asal Jawa yaitu isoeugenol sebesar 1.21%. Jika dilakukan gap analysis antara data hasil penelitian ini dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang sudah dipublikasikan seperti pada Tabel 23 terlihat bahwa senyawa khusimol pada minyak akar wangi asal Jawa Barat hanya 6.87% lebih rendah dibandingkan dengan minyak akar wangi asal Thailand I (11.11%), India (21.45%) dan Thailand II (12.71%). Sedangkan senyawa alpha dan beta vetivone minyak akar wangi asal Jawa Barat tidak berbeda jauh persentasenya dengan minyak akar wangi akar dari Thailand II namun lebih rendah dibandingkan Tabel 22 (Lanjutan) Jenis senyawa volatil penyusun minyak akar wangi asal Jawa Barat

No Nama Komponen No Nama Komponen

25 Beta panansinene -(dimethylvinylidene)cyclopropane

26 1,2,9,10- 67 14-Hydroxy-delta cadinene Tetradehydroaristolane 68 1-Deoxycapsidiol

27 9,10-Dehydroisolongifolene 69 Isovalencenol

28 Alloaromadendrene 70 Alpha costol

29 Betavetispirene 71 Epi-cyclocolorenone

30 Gamma muurolene 72 Alpha copaene-8-ol

31 Germacrene B 73 6,7-Dimetoxy-2,2-dimethyl-2H-chromene

32 Zonarene 74 Aromadendrene oxide

33 Beta cadinene 75 Khusimol

34 Alpha calacorene 76 Zizanal

35 Calamenene 77 Glaucy alcohol

36 Alpha elemen 78 Valerenol

37 Eremophilene 79 13-Hydroxy-valencene

38 Thujopsene 80 Gamma costol

39 4,5 Dehydroisolongifolene 81 7-(1-Methyl-ethenyl)-1-hydroxy-1,4-dimethyl-1,2,4,5

40 Premnaspirodene -(3H,6H)octahydroazulene

41 Dehydro aroma dendrene 82 2,5-Diphenyl-2,4 hexadiene

42 Eudesma-3,7(11)-diene 83 7-Methoxy-8-ethoxy-2,2-dimethyl-2H-chromene

43 Beta hydroxy-de-a-estra- 84 Beta vetivone

5,7,9,14-tetraene 85 1-Methyl-6-acetyl-3-oxo-4-(1-

44 Beta vetivenene. methylethylene)bicyclo(4.3.0)nonane

45 10-Epi-gamma eudesmol 86 5,7,8,11,Alpha.-uudesm-3-en-12,8-olide

87 Alpha vetivone

88 1H,3A,alpha,6-methanoazulene-3-carboxylic

acid,2.3.beta,4,5,6 beta.,7,8,8A alpha-octahydro-7,7- dimethyl-8-methylene

89 2-Isopropylidene-5,9-dimethyl-4-acetoxy-1,2,3,4,5,6,7,8-octahydronaphtalen-1-one

(19)

dengan minyak akar wangi asal India. Dari Tabel 4 tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter mutu odor dari minyak akar wangi asal Jawa Barat lebih lemah terutama karakter woody dibandingkan dengan minyak akar wangi asal India, Thailand II dan Thailand I yang disebabkan rendahnya nilai persentase senyawa khusimol pada minyak akar wangi asal Jawa Barat. Dari sisi organoleptik, sampel minyak akar wangi asal Jawa Barat yang digunakan untuk penelitian ini menunjukkan karakter odor smokey (gosong) yang sangat kuat dan karakter woody yang lemah. Dengan demikian secara mutu minyak akar wangi asal Jawa Barat masih kalah mutunya dengan minyak akar wangi asal India, Thailand I dan II. Minyak akar wangi India mempunyai kualitas terbaik dibandingkan yang lain jika diamati komposisi senyawa volatil penyusunnya seperti pada Tabel 23. Perbedaan mutu antara minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Jawa Barat dengan minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Thailand dan India kemungkinan karena faktor asal geographis dan proses penyulingan. Rendahnya mutu minyak akar wangi asal Jawa Barat baik odor atau kadar khusimol terutama diakibatkan oleh proses penyulingan yang tidak sempurna seperti suhu penyulingan yang terlalu tinggi.

Tabel 23 Profil senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat dibandingkan dengan Literatur No Nama komponen Minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Jawa barat rerata (%)

Minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) (%) ISO 4716 : 2002(E) Pripdeevech et al. (Thailand I 2006) Saraswati et al. (India 2011) Thubthimthed et al. (Thailand II 2012) (%) 1 Isoeugenol 1.21 2 Delta cadinene 0.18 0 1.72 3 Valencene 0.85 0.73 2.3 4 Khusimene 0.33 3.04 0.66 5 Alpha calacorene 0.60 0.94 6 Alpha elemen 0.69 0.25 7 Beta vetivene 5.61 2.99 8 10-Epi-gamma eudesmol 2,20 0.66 9 Vetiselinenol 3.03 5.6 10 Beta vetivone 3.88 8.29 1.62 11 Khusimol 6.87 11.11 21.45 12.71 6-11 12 Zizanal 0.53 0.09 13 Valerenol 0.25 3.93 14 Alpha vetivone 3.07 4.3 2.02

(20)

Jika data hasil penelitian ini dibandingkan dengan standar ISO 4716 : 2002 (E) maka masih masuk spesifikasi standar tersebut karena batasan kadar khusimol antara 6-11% sedangkan minyak akar wangi asal Jawa Barat memiliki kandungan khusimol 6.87%.

Gambar 8 Struktur khusimol (C15H24O) dengan BM 220 (Sell 2003)

5. Minyak Lada Hitam (Piper nigrum)

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 97.79% senyawa volatil penyusun minyak lada hitam (Piper nigrum) asal Jawa teridentifikasi seperti pada Lampiran 5. Jumlah komponennya sekitar 40 buah komponen senyawa volatil yang terdiri dari senyawa terpene monoterpene, monoterpene alcohol (seperti linalool), sesqueterpene dan senyawa sesqueterpene oxide (contohnya: caryophyllene oxide).

(21)

Komponen utama minyak lada hitam asal Jawa sesuai Lampiran 5 adalah beta caryophyllene (23.09%), limonene (15.25%), 3-carene (21.01%), beta pinene (10.34%) dan alpha pinene (5.66%). Sabinene yang merupakan komponen minor memiliki kadar hanya 0.24%.

Gambar 10 Spektrum massa dan struktur dari beta caryophyllene(C15H24) dengan berat molekul 204 (NIST 2008)

Tabel 24 Jenis senyawa volatil penyusun minyak lada hitam asal Jawa

No Nama Komponen No Nama Komponen

1 Alpha thujene 21 Alpha guaiene 2 Alpha pinene 22 Delta cadinene 3 Champene 23 Alpha humulene 4 Sabinene 24 Germacrene D 5 Beta pinene 25 Beta selinene 6 Beta myrcene 26 Alpha selinene 7 Alpha phellandrene 27 Beta bisabolene 8 Delta-3-carene 28 7-Epi-alpha.selinene 9 Alpha terpinene 29 Spathulenol

10 p-Chimene 30 Allospathulenol 11 Limonene 31 Caryophyllene oxide 12 Isoterpinolene 32 Humulene epoxide 13 Alpha terpinolene 33 (Neo)intermedeol 14 Beta linalool 34 Selina-6-en-4-ol

15 1-Terpinen-4-ol 35 Alpha bisabolene oxide 16 Delta-elemene 36 Alpha caryophyllene alcohol 17 Cycloisosativene 37 Isoaromadendrene oxide 18 Alpha-copaene 38 D-viridiflorol

19 Isocariophyllene 39 Cedranol

20 Beta caryophyllene 40 Cis acrilic

acid,3(3-(2.2-dimethylcyclopropyl)-2,2-dimethyl cyclopropyl), methyleter

(22)

Tabel 25 Profil senyawa volatil minyak lada hitam asal Jawa dibandingkan dengan literatur

No Komponen Minyak lada hitam

(Piper nigrum) asal Jawa rerata (%)

Minyak lada hitam (Piper nigrum) asal

malaysia ( Fan et al. (Malaysia 2011) (%) Minyak lada hitam (Piper nigrum) (Lawrence 1981) 1 Alpha thujene 0.10 1.8 2 Alpha pinene 5.66 4.31 4.9 3 Champene 0.10 0.1 4 Sabinene 0.24 2.42 19.4 5 Beta pinene 10.34 12.95 10.4 6 Beta myrcene 2.04 2.21 2.2 7 Alpha phellandrene 2.45 1.7 8 Delta-3-carene 21.01 5.51 5.4 9 Alpha terpinene 0.12 0.3 10 p-Chimene 1.35 1.3 11 Limonene 15.25 35.06 17.5 14 Beta linalool 0.68 0.12 0.5 15 1-Terpinen-4-ol 0.10 1.4 1 16 Delta-elemene 0.92 0.15 18 Alpha-copaene 1.77 0.38 0.5 20 Beta caryophyllene 23.09 3.98 14.7 22 Delta cadinene 0.13 0.5 23 Alpha humulene 1.85 0.52 0.5

25 Beta selinene 3.23 Trace

compound

26 Alpha selinene 2.22 0.57 Trace

compound 27 Beta bisabolene 0.64 2 29 Spathulenol 0.14 1.31 31 Caryophyllene oxide 0.88 2.62 Trace compound 38 D-viridiflorol 0.22 Trace compound

Data ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian Fan et al. (2011) seperti pada Tabel 25 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan dimana komposisi pada minyak lada hitam (Piper nigrum) asal Malaysia didominasi komponen limonene 35.6%, beta pinene (12.95%) dan alpha pinene (4.31%). Kemudian jika minyak lada hitam asal Jawa dibandingkan dengan minyak lada hitam (Piper nigrum) dari hasil penelitian Lawrence (1981) yang didominasi oleh sabinene (19.4%), limonene (17.5%), beta caryophyllene

(23)

(14.7%), beta pinene (10.4%), 3-carene (5.4%) dan alpha pinene (4.9%) maka minyak lada hitam asal Jawa lebih dekat dengan komposisi senyawa volatilnya dengan minyak lada hitam asal hasil penelitian Lawrence walaupun ada perbedaan signifikan pada komponen sabinene dan delta-3-carene.

Dari sisi organoleptik antara minyak lada hitam asal Jawa dengan minyak lada hitam asal Malaysia ada kemungkinan berbeda karena dengan tingginya komponen mono terpene (limonene) dan rendahnya beta caryophyllene cenderung minyak lada hitam asal Malaysia memiliki karakter odor limonene like dan terpenic lebih kuat dengan tingkat spicy (warm like lebih lemah) dibanding minyak lada hitam asal Jawa. Sedangkan antara minyak lada hitam asal Jawa dan minyak lada hitam penelitian oleh Lawrence (1981) kemungkinan memilki karakter spicy like yang kuat walaupun minyak lada hitam asal Jawa lebih kuat. Perbedaan pada komponen limonene dan delta-3-carene memungkinkan kedua jenis minyak lada hitam ini memiliki orientasi karakter terpenic like yang berbeda. Perbedaan antara ketiga minyak lada hitam tersebut terutama dipengaruhi oleh umur tanaman buah Piper nigrum dan daerah asal tanaman ketiga minyak lada hitam tersebut.

Kelompok senyawa yang bersifat allergen pada minyak lada hitam asal Jawa adalah limonene (15.25%) dan beta linalool (0.68%) seperti pada Tabel 25. Dikarenakan ketiadaan standar yang berlaku saat ini terkait parameter komponen senyawa volatil maka adanya data-data hasil penelitian ini bisa dipakai untuk mengetahui karakterisitik minyak lada hitam asal Indonesia secara lebih detail dan mendalam.

6. Minyak Kenanga (Canangium odoratum Baill forma macrophylla) Dari hasil penelitian untuk minyak kenanga (Canangium odoratum Baill forma macrophylla) asal Jawa diperoleh 54 buah senyawa volatil penyusunnya yang teridentifikasi seperti pada Tabel 26 dan Lampiran 6. Total persentase sekitar 97.7% seperti pada Lampiran 6. Komponen-komponen penyusunnya terdiri dari monoterpene, monoterpene alcohol, sesqueterpene alcohol, sesqueterpene alcohol, sesqueterpene oxide dan senyawa ester. Penyusun utama dari minyak kenanga asal Jawa sesuai pada Tabel 27 adalah beta caryophyllene (33.59%), alpha humulene (8.61%), germacrene D (7.07%), delta cadinene (4.83%) dan alpha farnesene (4.69%).

(24)

Tabel 27 Komponen utama dari senyawa volatil penyusun minyak kenanga asal Jawa

No Nama komponen Minyak kenanga asal Jawa

Rerata (%) 1 beta caryophyllene 33.59 2 alpha humulene 8.61 3 germacrene D 7.07 4 alpha muurolene 3.88 5 alpha farnesene 4.69 6 delta cadinene 4.83 7 benzyl benzoate 3.74

Tabel 26 Jenis senyawa volatil penyusun minyak kenanga asal Jawa

No Nama Komponen No Nama Komponen

1 Beta myrcene 29 Calamenene

2 p-Methyl anisole 30 Delta cadinene 3 Beta linalool 31 Cadina-1-4-diene 4 1-Terpinen-4-ol 32 Alpha cadinene 5 (E)-3,7-dimethyl-2,6-octadien-1-ol 33 Gamma gurjunene

6 Beta citral 34 Alpha selinene

7 Eugenol 35 Trans nerolidol

8 Germacrene B 36 3,7,11 trimethyl-1-6,10-dodecatrien-1-ol 9 Alpha cubebene 37 Bicyclo(7,2,0)undec-3-en-5-ol,4,11,11- 10 Geraniol acetate trimethyl-8-metylene--(1R-3E,5R,9S)

11 Ylangene 38 Caryolan-8-ol

12 Isoledene 39 Cariophyllene oxide 13 Alpha copaene 40 Epiglobulol

14 Beta elemene 41 Beta-cadin-4-en-10-ol 15 Beta caryophyllene 42 Globulol

16 Beta cubebene 43 Humulene oxide 17 Alloaromadendrene 44 Junenol

18 Alpha cubebene 45 1-Epi-cubenol 19 Aromadendrene 46 Gamma eudesmol 20 Alpha humulene 47 Tau cadinol 21 Epi-bicyclosesquiphellandrene 48 Alpha muurolol 22 Alpha amorphene 49 Alpha cadinol

23 Germacrene D 50 Alloaromadendrene oxide 24 Gamma cadinene 51 Farnesol

25 Gamma muurolene 52 Komponen yang tidak diketahui 26 Alpha muurolene 53 Benzyl benzoate

27 Alpha farnesene 54 Benzyl salicylate 28 Gamma cadinene 55 Geranyl benzoat

(25)

Minyak kenanga asal Jawa didominasi oleh senyawa beta caryophylllene namun karakternya organoleptiknya berbeda dengan beta caryophyllene dari minyak atsiri yang lain seperti beta caryophyllene dari minyak cengkeh walaupun pada kadar yang sama hal ini disebabkan beta caryophyllene dengan sumber yang berbeda akan memiliki sifat yang berbeda pula terutama untuk odornya. Beta caryophyllene dari minyak cengkeh umumnya memiliki karakter khas clove spicy like, green dan clove woody. Sedangkan beta caryophyllene pada minyak kenanga asal Jawa cenderung memberikan karakter sweet floral yang kuat dan karakter spicy yang lemah. Senyawa volatil pada minyak kenanga asal Jawa yang termasuk senyawa allergen yaitu linalool (1.86%), citral (0.11%), eugenol (0.34%), farnesol (1.46%), benzyl benzoat (3.74%) dan benzyl salicylate (0.39%).

Dikarenakan standard untuk minyak ini yaitu standar SNI dan FCC (Food Chemical Codex) tidak ada spesifikasi untuk parameter komponen senyawa volatilnya maka untuk gap analysis tidak bisa dilakukan.

Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak kenanga umumnya digunakan sebagai adulteran pada minyak ylang-ylang hal ini dikarenakan minyak kenanga memiliki harga yang lebih murah secara ekonomi dan mempunyai kemiripan dari sisi odor dengan minyak ylang-ylang sehingga sulit dibedakan pada batas tertentu walapun dari sisi profil komposisi penyusun dari kedua minyak tersebut berbeda cukup signifikan.

(26)

7. Minyak Ylang-Ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina)

Minyak ylang-ylang memiliki spesies yang sama dengan minyak kenanga yaitu berasal dari spesies Cananga odorata. Dari hasil penelitian ini diperoleh 61 buah senyawa volatil penyusun minyak ylang-ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina) asal Jawa yang teridentifikasi sedangkan 1 komponen tidak bisa teridentifikasi sesuai Tabel 28 dan Lampiran 7 dengan total persentase yang teridentifikasi adalah 95.68%. Penyusun utama minyak ylang-ylang asal Jawa seperti pada Tabel 29 diantaranya beta linalool (26.03%), benzyl acetate (12.97%), p-methyl anisole (13.44%), methyl benzoat (5.35%), geranyl acetate (7.65%), beta caryophyllene (4.17%) dan germacrene D (3.98%).

Gambar 12 Spektrum massa dan struktur dari beta linalool (C10H18O) dengan berat molekul 154 (Library NIST 2008)

Dalam Tabel 29 menunjukkan bahwa minyak ylang-ylang asal Thailand dari penelitian Samakradhamrongthai (2009) mengandung komponen utama yaitu beta pinene (7.89%), sulfactone (4.37%), alpha cubebene (15.98%) dan beta myrcene (11.6%). Hal ini berbeda dengan komposisi utama senyawa volatil minyak ylang-ylang asal Jawa. Fraksi minyak ylang-ylang yang termasuk grade ekstra dan grade 1 merupakan grade dengan bermutu terbaik dibanding fraksi lainnya. Fraksi grade 1 biasanya memiliki karakter odor floral yang kuat dimana karakter ini dipengaruhi oleh komponen senyawa ester dan linalool (Georges et al. 2003). Jika dikaji dari sisi odornya minyak ylang-ylang asal Jawa kemungkinan memiliki intensitas sweet dan floral yang lebih kuat dibandingkan dengan minyak ylang-ylang asal Thailand karena faktor senyawa ester dan tingginya kadar senyawa linalool di minyak ylang-ylang asal Jawa. Perbedaan

(27)

antara kedua minyak ylang-ylang tersebut disebabkan antara lain oleh jenis, umur dan asal tanaman. Pada Tabel 29 menunjukkan senyawa allergen pada minyak ylang-ylang asal Jawa diantaranya linalool (26.03%), citral (0.27%), geraniol (2.68%), eugenol (0.15%) dan benzyl benzoat (2.96%).

Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak ylang-ylang dimungkinkan dipalsukan dengan senyawa pemalsu lain (sintetik) seperti benzyl acetate, methyl benzoate, para-cresyl methyl eter, geranyl acetate, benzyl benzoat dan benzyl cinnamate. Dari sampel yang digunakan untuk penelitian ini, kecil kemungkinan terkontaminasi oleh pemalsu sintetik tersebut karena didistilasi sendiri di laboratorium dari bahan baku bunganya. Jika minyak ylang-ylang terkontaminasi senyawa pemalsu sintetik tersebut maka tidak mudah mendeteksinya dengan alat GC dan GC-MS jika hanya pada konsentrasi yang rendah karena secara alami komponen sintetik tersebut juga ada pada minyak ylang-ylang.

Terkait adanya peluang adulteration dari minyak kenanga pada minyak ylang-ylang bisa dideteksi dengan parameter senyawa volatil beta caryophyllene yang merupakan komponen terbesar pada minyak kenanga sedangkan minyak ylang-ylang asal Jawa dan Thailand secara alami hanya mengandung komponen beta caryophyllene < 5% sesuai Tabel 29. Jika kandungan beta caryophyllene pada minyak ylang-ylang > 5% ada kemungkinan terjadi adulteration dari minyak kenanga walaupun tidak mudah untuk dibuktikan dengan alat GC dan GC-MS. Proses adulteration tersebut bisa dibuktikan dengan analisa menggunakan 13C-NMR dengan mendeteksi sumber atom karbon C. Jika sumber atom karbon dalam minyak ylang-ylang berbeda maka dipastikan terjadi adulteration.

(28)

Tabel 28 Jenis senyawa volatil penyusun minyak ylang-ylang asal Jawa

No Nama Komponen No Nama Komponen

1 3-Methyl-3-buten-1-yl acetate 35 Gamma muurolene 2 3-Methyl-2-butenyl acetate 36 Calamenene 3 Alpha pinene 37 Delta cadinene 4 Cis-3-hexenyl acetate 38 Elemol

5 Hexyl ethanoate 39 Allospathulenol 6 p-Methyl anisole 40 Spathulenol

7 Cineole 41 Caryophyllene oxide

8 Methyl benzoate 42 Alpha bisabolene epoxide

9 Beta linalool 43 Tricyclo(5,2,2,0(1,6))undecan-3-ol,2- 10 Benzyl acetate 44 Methylene-6,8,8-trimethyl

11 3,7-Dimethyl-1,5-octadien-3,3,7-diol 4-isopropyl-1.6-dimethyl-1,2,3,4,4a,7-

12 Alpha terpineol hexahydronaphtalene

13 Methyl chavicol 45 Tau-cadinol

14 1,2-Dimetoxy-4-methyl benzene 46 Alpha muurolol 15 Beta-phenylethylacetate 47 Alpha cadinol

16 Geraniol 48 Tau-muurolol

17 cis citral 49 Epi-10-cadinol

18 1-Decanol 50 (3S,4R,5S,6R,7S)-Aristol-9-en-3-ol

19 p-(1-propenyl)anisole 51 D-nerolidol

20 Eugenol 52 Trans farnesal

21 Geranyl acetate 53 Benzyl benzoat

22 Alpha copaene 54 Isoaromadendrene oxide

23 Methyl eugenol 55 Komponen yang tidak diketahui 24 Beta gurjunene 56 3-Isopropyl-6,7-dimethyltricyclo 25 Cinnamyl acetate (4,4,0,0(2,8))decane-9-10-diol 26 Beta caryophyllene 57 Trans-farnesal acetate

27 Beta cubebene 58 Cis-9,10-dihydrocapsenone

28 Alpha caryophyllene 59 7-Oxabicyclo(4,1,0)heptane,5-methoxy- 29 3-Mmethyl-2-butenylbenzoat 2,2,6-trimethyl-1-(3-methyl-2-

30 Methyl isoeugenol cyclobuten-1-ol

31 Germacrene D 60 2-(hydroxyethyl)-4-(2,isopropylidene-5-

32 Alpha amorphene methylcyclopentyl)but-2-enal

33 Alpha muurolene 61 alloaromadendrene oxide 34 Alpha farnesene 62

(29)

Tabel 29 Profil senyawa volatil minyak ylang-ylang asal Jawa dibandingkan dengan literatur

No Nama komponen minyak ylang-ylang

(Canangium odoratum Baill forma genuina) asal

Jawa rerata (%)

minyak ylang-ylang (Cananga odorata Lam) asal Thailand (Samakradhamrongt hai, 2009) 1 p-Methyl anisole 13.44 2 Methyl benzoate 5.35 3 Beta linalool 26.03 4 Benzyl acetate 12.97 1.64 5 Geraniol 2.68 6 Cis citral 0.27 7 Eugenol 0.15 8 Methyl eugenol 0.33 9 Geraniol acetate 7.65 10 Beta caryophyllene 4.17 3.16 11 Beta cubebene 0.12 3.08 12 Germacrene D 3.98 1.99 13 Calamenene 0.17 2.2 14 Caryophyllene oxide 0.80 1.7 15 Benzyl benzoat 2.96 * Beta pinene 7.89 * Sulfactone 4.37 * Alpha cubebene 15.98 * Beta myrcene 11.6

Dikarenakan standar untuk minyak ini tidak ada spesifikasi untuk parameter komponen senyawa volatilnya maka untuk gap analysis tidak bisa dilakukan. Selain itu bisa dijadikan rujukan untuk melengkapi standar SNI yang belum ada parameter untuk komponen volatil. Hal ini sangat penting karena dengan adanya parameter tersebut bisa meminimalisir terjadinya adulteration pada minyak ylang-ylang.

8. Minyak Terpentin (Pinus merkusii)

Dari hasil penelitian ini diperoleh jumlah komponen minyak terpentin (Pinus merkusii) asal Jawa Barat sekitar 17 buah komponen dengan besarnya persentase 98.63% seperti pada Lampiran 8. Dari Tabel 30 dan Lampiran 8 menunjukkan bahwa komposisi minyak terpentin terdiri dari monoterpene,

(30)

monoterpene alcohol dan sesqueterpene. Senyawa monoterpene alpha pinene menjadi komponen terbesar minyak terpentin dengan 79.79% yang diikuti komponen delta-3-carene sebesar 11.11%.

Gambar 14 Kromatogram GC dari minyak terpentin asal Jawa Barat

Tabel 30 Jenis senyawa volatil penyusun minyak terpentin asal Jawa Barat

No Nama Komponen 1 Alpha thujene 2 Alpha pinene 3 Camphene 4 Sabinene 5 Beta pinene 6 Delta-3-carene 7 o-Chimene 8 Limonene 9 Gamma terpinene 10 Alpha terpinolen 11 Alpha pinene oxide 12 Cis-verbenol 13 4,8 Epoxy-p-ment-1-ene 14 1-Terpinen-4-ol 15 Beta fenchol 16 Beta caryophyllene 17 Alpha bergamotene

(31)

Jika dibandingkan dengan penelitian lain yang sudah dilakukan oleh Wiyono et al. (2006) yang mengkaji komponen senyawa volatil minyak terpentin dari beberapa daerah di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatra Utara menunjukkan bahwa komponen alpha pinene dari minyak terpentin asal Indonesia memiliki kadar > 80% seperti yang ditunjukkan pada Tabel 31. Kandungan alpha pinene terbesar berasal dari minyak terpentin asal Jawa Timur sebesar 86.4% sedangkan minyak terpentin asal Jawa Barat dan asal Sumatra Utara lebih rendah kandungan alpha pinene-nya. Perbedaan kandungan alpha pinene tersebut disebabkan oleh daerahnya dimana di Jawa Barat memiliki intensitas hujan atau tingkat kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa Timur sehingga dengan kelembaban tinggi maka kandungan minyak lebih rendah termasuk senyawa di dalamnya. Selain itu, faktor genetik mempengaruhi komposisi senyawa volatil pada minyak terpentin (Wiyono et al. 2006). Dalam Lampiran 8 menunjukkan senyawa allergen hanya limonene sebesar 1.11%.

Selanjutnya jika dilakukan gap analysis dengan membandingkan pada standar yang ada yaitu standar SNI 01-5009.3-2001 maka sesuai Tabel 31 menunjukkan bahwa minyak terpentin asal Jawa Barat dari hasil penelitian ini masuk spesifikasi standar SNI untuk golongan standar < 80% dan tidak masuk standar SNI utama. Sedangkan minyak terpentin dari Jawa timur, Sumatra Utara ldan Jawa Barat hasil penelitian Wiyono et al. (2006) masuk spesifikasi standar SNI untuk golongan utama > 80%.

Gambar 15 Spektrum massa dan struktur dari alpha pinene (C10H16) dengan berat molekul 136 (Library NIST 2008)

(32)

Tabel 31 Profil senyawa volatil minyak terpentin asal Jawa Barat dibandingkan dengan literatur No Nama komponen Minyak terpentin (Pinus merkusii)

asal Jawa Barat Rerata (%)

Minyak terpentin (Pinus merkusii) (Wiyono et al. 2006) SNI01-5009.3-2001 Jawa Timur Sumatra Utara Jawa barat

1 Alpha pinene 79.79 86.4 82.4 82.9 Mutu Utama kadar alpha 2 Camphene 0.81 0.9 0.9 0.9 pinene > 80%

3 Beta pinene 2.52 2.2 2.4 2.2 Mutu Standar 4 Delta-3-carene 11.11 8.8 11 11 alpha pinene

5 Limonene 1.18 0.9 1.4 1.3 < 80% 6 1-Terpinen-4-ol 0.13 0 0 0

7 Beta

caryophyllene

0.53 0 0 0

Tingginya mono terpene seperti alpha pinene pada minyak terpentin memungkinkan minyak jenis ini digunakan sebagai adulteran (minyak pemalsu) untuk minyak lain yang memiliki kandungan alpha pinene tinggi seperti minyak pala. Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak pala mudah untuk dipalsukan dengan minyak terpentin hal ini dikarenakan komponen dalam minyak terpentin terdapat dalam minyak pala yaitu alpha pinene dan delta-3-carene. Murahnya harga minyak terpentin dibandingkan dengan minyak pala menjadi salah satu alasan utama terjadinya pemalsuan selain itu adanya pemalsuan minyak terpentin dalam minyak pala dalam jumlah yang sedikit sulit dideteksi dengan alat GC dan GC-MS. Bahkan secara organoleptik pun juga sulit dibedakan antara yang dipalsukan maupun yang orisinal. Hal yang paling mudah mendeteksi pemalsuan untuk kasus seperti ini adalah menggunakan 13C-NMR.

9. Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus D.C., Rutaceae)

Dari hasil penelitian dari sampel yang diambil dari salah satu penyuling di Jawa diperoleh sekitar 38 buah komponen senyawa volatil pada minyak daun jerut purut (Citrus D.C., Rutaceae) yang teridentifikasi dan 1 buah senyawa yang tidak teridentifikasi seperti pada Tabel 32. Dari Tabel 33 menunjukkan bahwa minyak minyak daun jeruk purut asal Jawa didominasi oleh komponen beta citronellal (73.44%) yang diikuti beta linalool (4.35%), beta citronellol 3.95%, sabinene (2.38%) dan citronellyl acetate (1.56%).

(33)

Gambar 16 Kromatogram GC dari minyak daun jeruk purut asal Jawa

Tabel 32 Jenis senyawa volatil penyusun minyak daun jeruk purut asal Jawa

No Nama Komponen No Nama Komponen

1 Alpha pinene 21 Alpha copaene

2 Sabinene 22 Beta cubebene

3 Beta pinene 23 Beta caryophyllene 4 Beta myrcene 24 Alpha guaiene 5 Alpha limonene 25 Seychellene 6

2.6-Dimethyl-5-heptenal

26 Alpha humulene 7 Beta-o-chimene 27 Gamma bisabolene 8 Gamma terpinene 28 Bicyclogermacrene 9 Cis-linaloloxide 29 Aristolene

10 Beta linalool 30 Alpha bulnesene 11 Beta citronellal 31 Delta cadinene

12 Isopulegol 32 Elemol

13 1-Terpinen-4-ol 33 Trans nerolidol 14 Beta citronellol 34 Spathulenol

15 Nerol 35 Komponen yang tidak diketahui

16 Trans geraniol 36 Alpha eudesmol 17 Citronellyl acid 37 Patchouli alcohol

18 3.8 Terpin 38 2.6-Dimethyl-6-(4-methyl-3-

19 Citronellyl acetate pentenyl)cyclohex-2-enecarboxadehyde

20 (E)-3.7-Dimethyl-2.6-octadien-1-yl acetate

(34)

Senyawa yang bersifat allergen di minyak daun jeruk purut asal Jawa diantaranya beta linalool (4.35%), beta citronellol (3.95%) dan trans geraniol (0.21%). Satu buah komponen senyawa volatil yang teridentifikasi pada minyak daun jeruk purut dimungkinan senyawa kontaminan yaitu patchouli alcohol (No 37) dengan persentase 0.5% (Tabel 33). Adanya senyawa patchouli alcohol di minyak daun jerut purut (kaffir lime leaf oil) kemungkinan besar berasal dari minyak nilam (patchouli oil) karena patchouli alcohol hanya ada di minyak nilam sedangkan minyak daun jeruk purut secara alami tidak memiliki komponen patchouli alcohol. Pengalaman penulis di bidang minyak atsiri khususnya terkait minyak daun jeruk purut, telah mengidentifikasi menggunakan GC-MS pada sampel minyak daun jeruk purut yang berbeda dengan sampel yang digunakan pada penelitian ini dan hasilnya tidak menunjukkan adanya senyawa patchouli alcohol pada minyak jeruk purut tersebut. Hal ini juga diperkuat dari hasil penelitian Tinjan dan Jirapakkul (2007) tentang minyak daun jeruk purut asal Thailand yang menunjukkan tidak adanya senyawa patchouli alcohol seperti pada Tabel 33 dan Lampiran 9. Penyebab adanya patchouli oil dalam minyak daun jeruk purut kemungkinan karena kontaminasi silang saat penyulingan. Proses penyulingan yang terjadi saat ini umumnya menggunakan alat penyuling tidak diperuntukkan untuk menyuling satu jenis minyak saja namun lebih dari satu jenis minyak yang berbeda yang dilakukan bergantian sehingga proses pembersihan yang tidak optimal menyebabkan masih adanya sisa atau residu minyak nilam hasil proses penyulingan sebelumnya mengontaminasi saat penyulingan minyak minyak daun jeruk purut.

Gambar 17 Spektrum massa dan struktur dari beta citronellal (C10H18O) dengan berat molekul 154 (NIST 2008)

(35)

Tabel 33 Profil senyawa volatil minyak daun jeruk purut asal Jawa dibandingkan dengan literatur

No Nama Komponen Minyak daun jeruk purut (Citrus D.C., Rutaceae) (%)

Standar industri multi nasional flavor dan fragran

(%) Asal Jawa Asal Thailand

(Tinjan dan Jirapakkul. 2007) 1 Alpha pinene 0.13 0.1 2 Sabinene 2.38 2.1 3 Beta pinene 0.30 0.1 4 Beta myrcene 0.71 0.9 5 Alpha limonene 0.28 0.2 6 Beta-o-chimene 0.52 0.6 7 Gamma terpinene 0.11 0.2 8 Beta linalool 4.35 3.6 9 Beta citronellal 73.44 74.8 65 - 75 10 Isopulegol 0.47 0.1 11 1-Terpinen-4-ol 0.24 0 12 Beta citronellol 3.95 2 1.9 - 6 13 Trans geraniol 0.21 0.3 14 Citronellyl acetate 1.56 1.9 1 - 3 15 Alpha copaene 0.13 0.7 16 Beta cubebene 0.22 0.6 17 Beta caryophyllene 1.45 3.4 0 – 2.5 18 Alpha guaiene 0.23 0 19 Alpha humulene 0.24 0.4 20 Bicyclogermacrene 0.55 1 21 Trans nerolidol 0.71 0.6 22 Patchouli alcohol 0.50

Data hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan minyak minyak daun jeruk purut asal Thailand yang diisolasi dengan metode ekstraksi solven (Tinjan dan Jirapakkul. 2007) dimana komponen utamanya adalah beta citronellal (74.8%) yang diikuti beta linalool (3.6%), beta citronellol (2%), sabinene (2.1)%) dan citronellyl acetate (1.9%) maka antara kedua jenis minyak minyak daun jeruk purut tersebut memiliki kemiripan atau perbedaannya tidak signifikan karena jenis komponen minyak minyak daun jeruk purut asal Jawa hampir sama dengan yang ada di minyak minyak daun jeruk purut asal Thailand.

Selanjutnya jika dilakukan gap analysis dengan membandingkan data-data dari hasil penelitian ini dengan standar yang berlaku maka sesuai Tabel 33

(36)

menunjukkan bahwa minyak minyak daun jeruk purut asal Jawa memiliki komponen senyawa volatil antara lain beta citronellal, beta citronellol, citronellyl acetate dan beta caryophyllene yang masuk spesifikasi standar industri multi nasional flavor dan fragran namun adanya kontaminan dengan indikator senyawa patchouli alcohol menjadi masalah lain. Secara umum, minyak minyak daun jeruk purut yang disuling sudah baik terutama dari sisi standar proses penyulingan namun perlu diperhatikan mengenai proses CIP (clean in place) agar tidak terjadi kontaminasi silang.

Teridentifikasinya senyawa volatil minyak daun jeruk purut dengan total persentase 96.41% bisa dijadikan acuan dalam memenuhi persyaratan regulasi yang semakin kompleks terkait senyawa volatil sebagai parameter mutu, senyawa allergen, dan senyawa adulteran khususnya minyak daun jeruk purut.

10. Minyak Sereh Wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt)

Dari hasil penelitian ini diperoleh 38 buah senyawa volatil penyusun minyak sereh wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt) asal Jawa yang teridentifikasi dengan total persentase sekitar 97.19% seperti pada Lampiran 10. komponen utama dalam minyak ini adalah beta citronellal (35.45%), geraniol (23.34%), beta citronellol (10.80%), geranyl acetate (3.9%), limonene (3.48%) dan citronellyl acetate (2.57%). Citronellol memberikan karakter odor sweet rose like sedangkan citronellol memberikan karakter odor refreshing (Surburg and Panten 2006)

Gambar

Gambar 2 Spektrum massa dan struktur myristicin (C 11 H 12 O 3 ) dengan berat                     molekul  192 (NIST 2008)
Tabel 17 Profil senyawa volatil minyak pala asal Sulawesi dan Jawa dibandingkan dengan literatur  No  Nama  komponen  Minyak pala asal  Sulawesi  rerata (%)  Minyak  pala asal Jawa  rerata (%)  Minyak pala  (Schenk dan Lamparsky 1981) (%)  Standar EP (Euro
Gambar 3 Kromatogram GC minyak nilam Indonesia asal Sulawesi, Sumatra        dan Jawa
Tabel 20 Jenis senyawa volatil penyusun minyak jahe segar asal Jawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perkataan malaikat Tuhan menyadarkan orang-orang galatia itu bahwa Yesus yang saat itu terangkat ke sorga, meninggalkan mereka, suatu hari nanti akan datang kembali dengan cara

Pembelajaran Tematik mampu membantu siswa dalam mengembangkan Kompetensi Dasar (KD) dari beberapa mata pelajaran yang memiliki tema yang sama serta dapat.. mengaitkan materi

Abstrak: Teknologi saat ini berkembang dengan pesat khususnya dalam bidang telekomunikasi, pada dasarnya semua orang yang terhubung ke jaringan mereka dapat bertukar informasi

Pada analisa risiko didapatkan 7 risiko dan 17 penyebab resiko yang diprioritaskan penangnannya pada pembuatan sumur baru sedangkan pada kegiatan operasional ada 8 risiko dan

cukup lebar, nmnun spesilisitas inang bervariasi antar spesies, beberapa spesies dapat menyerang telur dari beberapa genus dalam satu ordo dan yang lain kelihata sangat

Karakter morfologi Telenomus dignus ; a: antena jantan; b: antenna betina; c:abdomen betina; d: genitalia jantan; e: tungkai belakang jantan; fi sayap depan jantan;

permukiman. b) Pusat ini ditandai dengan adanya pampatan agung/persimpangan jalan (catus patha) sebagai simbol kultural secara spasial. c) Pola ruang desa adat yang berorientasi

Dibandingkan dengan video klip lagu Teman Hidup yang dibawakan oleh Tulus, maka video klip ini menceritakan Yogyakarta dari sudut pandang berbeda yakni Keraton