• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. PAKARTI RIKEN SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. PAKARTI RIKEN SIDOARJO."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK

MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI

DI PT. PAKARTI RIKEN SIDOARJ O

SKRIPSI

Oleh:

MOCH. AZIZUL. GHOFUR

NPM : 0832010117

J URUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UPN “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI, J URUSAN TEKNIK INDUSTRI Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Telp. (031) 8706369 (Hunting). Fax. (031) 8706372 Surabaya 60294

LEMBAR PERSETUJ UAN UJ IAN NEGARA LISAN

Mahasiswa dengan nama dan NPM yang tertera dibawah ini : Nama : Moch Azizul Ghofur

NPM : 0832010117

Alamat : Jln. A.Yani.no 115 Gedangan, Sidoarjo

Telah melaksanakan Tugas Akhir dan disetujui untuk mengikuti Ujian Negara Lisan Gelombang II Tahun Akademik 2012 / 2013.

1. SKRIPSI

Judul :ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI

WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. PAKARTI RIKEN

SIDOARJO

2. PRAKTEK KERJ A LAPANGAN (PKL)

Judul : SISTEM PRODUKSI DAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PT. PAKARTI RIKEN INDONESIA

Surabaya, 7 Desember 2012 NIP. 1953054 198303 1 001

Dosen Pembimbing Praktek Kerja Lapang

Drs. Sartin, MPd NIP. 19580427 199003 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur

(3)

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Telp. (031) 8706369 (Hunting). Fax. (031) 8706372 Surabaya 60294

LEMBAR REVISI SEMINAR I SKRIPSI

Nama : MOCH. AZIZUL. GHOFUR

NPM : 0832010117

Judul Skripsi : ANALISA PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. PAKARTI RIKEN SIDOARJO

Dosen Penguji : 1.Ir. Akmal Suryadi, MT 2.Ir. Sumiati. MT

No. Keter angan Revisi Halaman/

(4)

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Telp. (031) 8706369 (Hunting). Fax. (031) 8706372 Surabaya 60294

LEMBAR REVISI SEMINAR I SKRIPSI

Nama : MOCH. AZIZUL. GHOFUR

NPM : 0832010117

Judul Skripsi : ANALISA PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. PAKARTI RIKEN SIDOARJO

Dosen Penguji : 1.Ir. Akmal Suryadi, MT 2.Ir. Sumiati. MT

No. Keter angan Revisi Halaman/

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK

MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI

DI PT. PAKARTI RIKEN SIDOARJ O

Disusun Oleh :

MOCH. AZIZUL. GHOFUR NPM : 0832010117

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Negar a Lisan Gelombang IV Tahun Ajar an 2012 – 2013

Mengetahui Dosen Pembimbing I

Ir. Sumiati, MT NIP. 19601213 199103 2 001

Mengetahui Dosen Pembimbing II

Dr s. Pailan, MPD NIP. 1953054 198303 1 001

Mengetahui,

Ketua J ur usan Teknik Industri UPN “Veteran” J awa Timur

(6)

SKRIPSI

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK

MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI

DI PT. PAKARTI RIKEN SIDOARJ O

Disusun Oleh :

MOCH. AZIZUL. GHOFUR NPM : 0832010117

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industr i

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal : 14 Desember 2012

Dosen Penguji : Dosen Pembimbing :

1. 1.

Ir. Sumiati, MT Ir. Sumiati, MT

NIP. 19601213 199103 2 001 NIP. 19601213 199103 2 001

2. 2.

Ir. Iriani, MMT Dr s. Pailan, MPD

NIP. 19621126 198803 2 001 NIP. 1953054 198303 1 001 3.

Ir. Rus Indiyanto, MT

NIP.19650225 199203 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

(7)

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK

MENGURANGI WASTE PADA LANTAI PRODUKSI

DI PT. PAKARTI RIKEN SIDOARJ O

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syar at

Untuk Memper oleh Gelar Sar jana Teknik

J ur usan Teknik Industr i

Oleh :

MOCH. AZIZUL. GHOFUR

NPM : 0832010117

J URUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMIUR

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian penelitian dengan judul

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI

WASTE ( PEMBOROSAN ) PADA LANTAI PRODUKSI DI PT. PAKARTI

RIKEN SIDOARJ O

Penelitian ini merupakan tugas wajib dan sebagai syarat untuk menyelesaikan program sarjana strata satu (S-1) di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam menyusun penelitian ini, penulis tidak lepas dari banyak pihak, yang secara langsung maupun secara tidak langsung telah turut membimbing dan mendukung penyelesaian tugas penelitian ini yang semuanya sangat besar artinya bagi penulis. Oleh karena itu, tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MS. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Ir. Minto Waluyo, MM. Selaku Kepala Jurusan Teknik Industri 4. Bapak Drs. Pailan, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri, Universitas

(9)

5. Ibu Ir. Sumiati, MT selaku dosen pembimbing I 6. Bapak Drs. Pailan, M.Pd. selaku dosen pembimbing II 7. Bapak Nadik Yulianto, ST selaku pembimbing lapangan

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

9. Kedua Orang Tua dan keluarga Penulis yang senantiasa dan selalu memberikan dukungan baik materi maupun moriil.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan semoga Tuhan memberikan balasan kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Surabaya, November 2012

(10)

DAFTAR ISI

Halaman J udul Lembar Pengesahan

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Lampiran... viii

Abstraksi ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan masalah ... 3

1.4 Asumsi ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

(11)

BAB II. TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lean ... 7

2.2 Jenis – Jenis waste... 11

2.2.1 Type tujuh pemborosan ( seven waste ) ... 15

2.2.2 Type delapan pemborosan ( eight waste ) ... 16

2.2.3 Type sembilan pemborosan ( nine waste ) ... 21

2.2.4 Type sepuluh pemborosan ( ten waste ) ... 22

2.3 Macam – macam aktivitas ... 23

2.4 Value Stream Mapping ... 24

2.4.1 Current State Value Stream Mapping ... 25

2.4.2 Future State Value Stream Mapping ... 26

2.4.3 Big Picture Mapping ... 26

2.4.4 Value Stream Analysis Tools ( VALSAT ) ... 29

2.4.5 Penggunaan Valsat ... 32

2.5 DMAIC ... 34

2.5.1 Define (D) ... 35

2.5.2 Measure (M)……… .. 35

2.5.2.1Mengidentifikasi Sumber – Sumber Kecacatan ... 36

2.5.2.2Diagram Sebab Akibat ... 37

2.5.3 Analyze (A)……… .... 38

2.5.4 Improve ( I ) ... 39

2.5.5 Control ( C ). ... 39

2.6 FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) ... 40

(12)

2.6.2 Occurrence ... 42

2.6.3 Detection ... 43

2.7 Peneliti Terdahulu ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 46

3.2.1 Variabel Bebas ... 46

3.2.2 Variabel Terikat ... 47

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.3.1 Data Primer ... 49

3.3.2 Data Sekunder ... 50

3.4 Metode Pengolahan Data ... 50

3.4.1 Pengolahan Data Kuisioner ... 48

3.4.2 Pengolahan dengan Big Picture Mapping ... 51

3.4.3 Perhitungan VALSAT ... 51

3.5 Langkah – Langkah Pemecahan Masalah ... 53

(13)

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan data ... 57

4.1.1 Big Picture Mapping ... 57

4.1.1.1Aliran Fisik ... 57

4.1.1.2Aliran Informasi ... 60

4.1.2 Penyusunan dan penyebaran kuisioner ... 64

4.2 Pengolahan Data ... 65

4.2.1 Hasil Identifikasi Kuesioner Waste Workshop ... 65

4.2.2 VALSAT ... 68

4.2.2.1Pemilihan tool dengan VALSAT ... 68

4.2.3 Process Activity Mapping (PAM) ... 72

4.3 Analisa nine waste dan rekomendasi perbaikan ... 76

4.3.1 Jenis waste ... 77

4.3.1.1Jenis waste defect ... 77

4.3.1.2Jenis waste inventories ... 77

4.3.1.3Jenis waste waiting... 78

4.4 Tahap rekomendasi perbaikan ... 79

4.4.1 Usulan Perbaikan ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 83

5.2 Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Utama lean improvement ... 10

Gambar 2.2 Pengembangan struktur utama lean ... 11

Gambar 2.3 Sepuluh area waste dalam industri manufaktur ... 22

Gambar 2.4 Simbol VALSAT ... 25

Gambar 2.5 Simbol Big Picture Mapping ... 28

Gambar 2.6 Matriks VALSAT ... 33

Gambar 2.7 Proses DMAIC ... 34

Gambar 2.8 Diagram Sebab – Akibat ... 37

Gambar 3.1 Flowchart Pemecahan Masalah ... 53

Gambar 4.1 Aliran Proses Pipa Fitting ... 59

Gambar 4.2 Value Stream Mapping PT Pakarti Riken ... 64

Gambar 4.3 Korelasi waste terhadap tools ... 69

Gambar 4.4 Prosentase Jumlah Aktivitas... 74

Gambar 4.5 Prosentase Kebutuhan Waktu ... 75

Gambar 4.6 Cause effect diagram jenis waste defect ... 77

Gambar 4.7 Cause effect diagram jenis waste inventories ... 78

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan ... 22

Tabel 2.2 korelasi waste terhadap tools ... 34

Tabel 2.3 Skala Penilaian Severity ... 42

Tabel 2.4 Skala Penilaian Occurrence ... 42

Tabel 2.5 Skala Penilaian Detection ... 43

Tabel 3.1 Value Stream Analysis Tools ... 52

Tabel 4.1 Identifikasi Kegiatan Proses Pembuatan Botol Gelas ... 62

Tabel 4.2 Rekap Hasil Waste Workshop ... 67

Tabel 4.3 Rekap Hasil Waste Workshop sesuai rangking ... 67

Tabel 4.4 Perhitungan Skor VALSAT ... 70

Tabel 4.5 Perhitungan rangking Skor VALSAT ... 70

Tabel 4.6 Penentuan Tools VALSAT ... 71

Tabel 4.7 Penentuan rangking Tools VALSAT... 72

Tabel 4.8 Prosentase Jumlah Aktivitas ... 73

Tabel 4.9 Prosentase Kebutuhan Waktu ... 75

Tabel 4.10 Skor rata-rata tiap jenis waste ... 76

(16)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A : Gambaran Umum Perusahaan

Lampiran B : Value Stream Mapping Lampiran C : Kuesioner Pembobotan Waste

Lampiran D : Skor Rata- rata tiap jenis waste, Tabel Rekap Hasil Waste

Workshop, Tabel Rekap Hasil Waste Workshop sesuai rangking

Lampiran E : VALSAT, Tabel Perhitungan Skor VALSAT, Tabel Perhitungan rangking Skor VALSAT, Tabel Penentuan Tools VALSAT, Tabel Penentuan Tools Valsat, Tabel Penentuan Rangking Tools

VALSAT

Lampiran F : Proses Aktivity Mapping,Tabel Prosentase Jumlah Aktivitas,Tabel Prosentase Kebutuhan Waktu

(17)

ANALISIS PENERAPAN LEAN THINKING UNTUK MENGURANGI

WASTE PADA LANTAI PRODUKSI

DI PT. PAKARTI RIKEN SIDOARJ O

ABSTRAK

PT. Pakarti Riken Sidoarjo (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang pembuatan pipa fitting. Pada tahun 1955 pemerintah Republik Indonesia yang berada di bawah naungan Departemen Periundustrian Direktorat Jenderal Industri Manufaktur memutuskan untuk mendirikan PT. Pakarti Riken Sidoarjo dengan tujuan untuk mendirikan pabrik yang memproduksi pipa fitting . Pabrik pipa fitting tersebut diberi nama “PT. Pakarti Riken Sidoarjo” (Industri Manufaktur) yang berkedudukan di Jalan Raya Sukodono, Sidoarjo .

Tujuan dilakukannya penelitian di PT. Pakarti Riken Sidoarjo adalah untuk mengidentifikasi semua waste yang terjadi pada area prduksi dengan konsep nine waste, lalu mencari penyebab terjadinya waste dan memberikan rekomendasi perbaikan untuk mereduksi kegiatan non-value adding.

Berdasarkan hasil rekomendasi perbaikan untuk mengurangi waste pada pemborosan waiting sebaiknya Prosedur penimbangan raw material dari silo dipercepat, alat pengangkut raw material dari gudang menuju intake ditambahkan untuk mengurangi aktivitas waiting. Pada pemborosan yang terjadi diakibatkan oleh product reject atau defect Operator bagian quality control hendaknya benar-benar melaksanakan SOP QC yang telah ditetapkan untuk menekan produk defect. Untuk pemborosan yang terjadi akibat kelalaian penerapan prosedur EHS maka diusulkan hendaknya para pekerja memakai masker jika berada pada area produksi, pemberian batas berupa garis tepi disekitar tempat yang mungkin berbahaya untuk didekati. Dan waste yang terakhir yaitu Inventories diusulkan Perbaikan Layout produksi dari bahan baku harus di tempatkan pada area yang besar dan luas serta meminimalis jumlah permintaan material yang sudah ada di gudang penyimpanan untuk menghindari penumpukan row material dan juga meminimalis biaya produksi.

(18)

ANALYSIS OF APPLICATION OF LEAN THINKING ON FLOOR TO REDUCE WASTE PRODUCTION

IN PT. RIKEN PAKARTI SIDOARJ O ABSTRACT

PT. Riken Pakarti Sidoarjo (Limited) is one of the State-Owned Enterprises (SOEs), which is engaged in the manufacture of pipe fittings. In 1955 the government of the Republic of Indonesia under the auspices of the Department of the Directorate General for Manufacturing Industries Periundustrian decided to set up PT. Riken Pakarti Sidoarjo in order to establish a factory that manufactures pipe fittings. Factory pipe fitting is given the name "PT. Riken Pakarti Sidoarjo "(Manufacturing Industry) located in Jalan Raya Sukodono, Sidoarjo. The aim of research at PT. Riken Pakarti Sidoarjo is to identify all the waste that occurs in the area of waste prduksi with nine concepts, then look for the cause of the waste and provide recommendations for improvement to reduce non-value addingactivities.

Based on the recommendations for improvement to reduce waste at the waste of waiting should the weighing procedures of raw material silo accelerated, transporters of raw materials from the warehouse into the intake is added to reduce the activity of waiting. In the waste that occurs due to product defect Operator reject or quality control section should really implement SOP QC set to push the product defect. To waste that occurs due to negligence of the proposed implementation of EHS procedures workers should wear a mask if you are in the area of production, the provision of such boundary line around the edge of a possibly dangerous to approach. And a recent waste Inventories Layout Improvements proposed production of raw materials should be placed in a large and spacious area and minimize the number of requests that material already in storage to avoid the accumulation of row material and also minimize production costs.

(19)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Lean Phylosophy

Lean adalah suatu konsep perampingan atau efisiensi dalam upaya yang

dilakukan secara terus menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang atau jasa) agar dapat memberikan nilai kepada pelanggan (customer value). Prinsip Lean pada perusahaan Toyota dikenal dengan istilah TPS (Toyota Production System), dari sinilah terlihat adanya cara kerja atau proses produksi perusahaan yang dilakukan secara paralel (belum terciptanya suatu proses mengalir / one piece flow).

Perusahaan dikatakan Lean jika perusahaan tersebut telah menerapkan TPS (Toyota Production System) ke dalam semua bagian proses produksinya karena yang pertama menerapkan sistem Lean ini adalah perusahaan Toyota

Motor Company. Ketika suatu perusahaan sudah menerapkan sistem TPS (Toyota

Production System) ini, langkah awal yang bisa dilakukan oleh perusahaan adalah

memeriksa proses manufaktur dari sudut pelanggan. Dari sini dapat diamati suatu proses dan memisahkan langkah – langkah yang menambah nilai dan langkah – langkah yang tidak menambah nilai. Dari waste yang berhasil diminimalisasi ini diharapkan kepada pihak perusahaan untuk dapat menjadikannya sebagai suatu standararisasi kerja Sumber : Womack dan Jones (2003)

(20)

(continuous improvement) dalam kinerja perusahaan, dengan langkah mengeliminasi semua pemborosan (waste) secara menyeluruh.

Pendekatan Lean Thinking pada lingkungan manufaktur merupakan pendekatan yang sistematis untuk mengurangi waste yang tidak memberikan nilai tambah melalui aktifitas peningkatan terus – menerus serta mengoptimalkan value

stream sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan performansi kerja dari

perusahaan. Mengurangi pemborosan adalah sebagian dari tujuan strategi system perencanaan dan pengendalian manufaktur.

Implementasi Lean Thinking adalah menfokuskan diri mendapatkan hal yang tepat pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dalam jumlah yang tepat untuk mencapai aliran kerja yang sempurna di saat yang sama meminimasi pemborosan dan menjadi fleksibel (mudah berubah). Implementasi Lean Thinking pertama kali diperkenalkan oleh Taiichi Ohno dari Toyota Motor Company, sebuah perusahaan raksasa dunia yang sangat agresif dalam improvement.

Berikut ini terdapat ciri - ciri utama perusahaan yang menerapkan Lean

Thinking :

1. Naiknya kecepatan produksi sesuai dengan permintaan pelanggan (tidak lagi berdasarkan cycle time tetapi berdasarkan waktu yang diminta untuk menyelesaikan quantity yang diminta pelanggan. Ini berarti produksi dijalankan dengan efisiensi yang tinggi)

(21)

3. Melakukan produksi unit per unit mulai dari awal hingga akhir dengan tujuan untuk menghindari bertumpuknya barang setengah jadi diantara proses yang ada.

4. Hilangnya sembilan waste sehingga dihasilkan suatu peningkatan efisiensi. Sebagai hasil akhir dari penerapan Lean Thinking diharapkan produk atau komponen tersedia tepat pada waktunya, dalam jumlah yang tepat dan pada tempat yang tepat pula. Dengan demikian persediaan dapat ditekan seminim mungkin dan proses produksi akan menjadi mengalir, tidak tersendat-sendat.

Menurut Womack dan Jones (2003) penerapan dari filosofi lean thinking didasarkan pada 5 prinsip utama yaitu:

1. Specify value (mendefinisikan nilai bagi pelanggan)

Yaitu mengidentifikasi nilai (value) produk berdasarkan perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif dan penyerahan tepat waktu.

2. Identify whole value stream (menetapkan value stream)

Yaitu mengidentifikasi semua langkah – langkah yang diperlukan untuk mendesain, memesan dan memproduksi barang atau produk ke dalam whole

value stream untuk mencari non value added activity (aktivitas yang tidak

memberikan nilai tambah). 3. Flow (mengalir)

(22)

4. Pulled (ditarik oleh pelanggan)

Yaitu mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir lancar dan efisien sepanjang proses value stream dengan pull system.

5. Perfection (pencapaian yang terbaik)

Yaitu mengejar keunggulan untuk mencapai kesempurnaan (zero waste) melalui perbaikan yang dilakukan secara terus – menerus sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan secara total dari proses yang ada.

( Sumber : Womack, J. and Jones, D.T. (2003).

Sebagian besar lean tools dan tekniknya merupakan suatu konsep teknik industri yang baik yang dapat diterapkan pada perusahaan dengan berbagai kondisi tanpa banyak kesulitan. Bagaimanapun dampak aplikasinya akan terasa, jika diterapkan dengan proses improvement yang berkelanjutan. Sebuah

framework yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 akan menunjukkan sebuah aliran

logis dari penerapan lean improvement.

Sumber:Womack, J. and Jones, D.T. (2003)

(23)

Dari struktur utama tersebut, bagian teknik tertentu akan dikembangkan, sehingga tools tersebut akan memiliki dampak terhadap investasi. Dengan pengembangan ini, akan mengurangi waktu tunggu, waktu proses, biaya, dana pengiriman material hanya pada waktu dan tempat yang dibutuhkan. Pengembangan tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.2. Pendekatan yang digunakan akan dikelompokkan dalam sebuah “gelombang”, berdasarkan tipe penghematan yang dilakukan.

Sumber:Womack, J. and Jones, D.T. (2003).

Gambar 2.2 Pengembangan struktur utama lean

2.2 J enis – J enis Wastes

(24)

dalam proses produksi yang didefinisikan dengan istilah E-DOWNTIME©, yang dijabarkan sebagai berikut:

1) E → Environmental, Health, and Safety

2) D → Defect

3) O → Overproduction

4) W → Waiting

5) N → Not Utilizing Employees Knowledge, Skills, and Abilities

6) T → Transportation

7) I → Inventories

8) M → Motion

9) E → Excess Processing

o Environmental, Health, and Safety,

pemborosan yang terjadi akibat kelalaian pihak – pihak tertentu dalam perusahaan untuk memahami prosedur EHS yang ada. Dengan sikap seperti ini akan menimbulkan dampak seringnya terjadi kecelakaan kerja. Jika permasalahan kecelakaan tersebut terjadi, maka akan tidak sedikit biaya, waktu, dan tenaga yang harus dikeluarkan perusahaan untuk mengatasinya. Oleh karena itu, pemborosan dari segi EHS ini sangat penting untuk dapat dilakukan tindakan preventif sedini mungkin agar dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

o Defect,

(25)

o Overproduction,

pemborosan yang disebabkan produksi yang berlebihan, maksudnya adalah memproduksi produk yang melebihi yang dibutuhakan atau memproduksi lebih awal dari jadwal yang sudah dibuat. Bentuk dari overproduction ini antara lain adalah aliran produksi yang tidak lancar, tumpukan WIP yang terlalu banyak, target dan pencapaian hasil produksi dari setiap bagian produksi kurang jelas.

o Waiting,

pemborosan karena menunggu untuk proses berikutnya. Waiting merupakan selang waktu ketika operator tidak menggunakan waktu untuk melakukan

value adding activity dikarenakan menunggu aliran produk dari proses

sebelumnya (upstream). Waiting ini juga mencakup operator dan mesin seperti kecepatan produksi mesin dalam stasiun kerja lebih cepat atau lambat daripada stasiun yang lainnya.

o Not Utilizing Employees Knowledge, Skills, and Abilities

(26)

o Transportation

merupakan kegiatan yang penting akan tetapi tidak menambah nilai dari suatu produk. Transport merupakan proses memindahkan material atau Work In

Process dari satu stasiun kerja ke satsiun kerja yang lainnya. Baik

menggunakan forklift maupun conveyor.

o Inventories

berarti persediaan yang kurang perlu. Maksudnya adalah persediaan material yang terlalu banyak, Work In Process yang terlalu banyak antara proses satu dengan proses yang lainnya sehingga membutuhkan ruang yang banyak untuk menyimpannya, kemungkinan pemborosan ini adalah buffer yang sangat tinggi.

o Motion

berarti adalah aktivitas atau pergerakan yang kurang perlu yang dilakukan operator yang tidak menambah nilai dan memperlambat proses sehingga lead

time menjadi lama. Proses mencari komponen karena tidak terdeteksi tempat

penyimpanannya, gerakan tambahan untuk mengoperasikan suatu mesin. Hal ini juga dapat terjadi dikarenakan layout produksi yang tidak tepat sehingga sering terjadi pergerakan yang kurang perlu dilakukan oleh operator.

o Excees Process

(27)

2.2.1 Type Tujuh Pemborosan (seven waste)

Berikut ini adalah penjelasan dari seven waste yang diidentifikasikan oleh Dr. Shiego Singo kemudian ditulis kembali oleh Kilpatrick (2003) :

1. Produksi berlebihan (overproduction) adalah kegiatan menghasilkan barang melebihi permintaan/keinginan sehingga menambah alokasi sumber daya terhadap produk.

2. Menunggu (waiting) adalah proses menunggu kedatangan material, informasi, peralatan dan perlengkapan.

3. Transportasi (transportation) adalah memindahkan material atau orang dalam jarak yang sangat jauh dari satu proses ke proses berikut yang dapat mengakibatkan waktu penaganan material bertambah..

4. Proses yang tidak tepat (inappropriate processing) adalah proses kerja dimana terdapat ketidaksempurnaan proses atau metode operasi produksi yang diakibatkan oleh penggunaan tool yang tidak sesuai dengan fungsinya ataupun kesalahan prosedur atau sistem operasi. Secara umum faktor penyebabnya adalah peralatan atau tool yang tidak sesuai, maintenance peralatan yang jelek dan lain-lain.

(28)

6. Gerakan yang tidak perlu (unnecessary motion) adalah gerakan yang melibatkan konsep ergonomis pada tempat kerja, dimana operator melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya bisa dihindari, misalnya komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan double handling, layout yang tidak standar, operator membungkuk. Secara umum faktor penyebabnya adalah pengelolaan tempat kerja yang jelek, layout yang jelek, metode kerja yang tidak konsisten, desain mesin yang tidak ergonomis.

7. Kecacatan (defect) merupakan kesalahan yang terlalu sering dalam kertas kerja, kualitas produk yang buruk, atau performansi pengiriman yang buruk, ketidaksempurnaan produk, kurangnya tenaga kerja pada saat proses berjalan, adanya alokasi tenaga kerja untuk proses pengerjaan ulang (rework) dan tenaga kerja menangani pekerjaan claim dari pelanggan.

2.2.2 Type Delapan Pemborosan (eight waste)

Dalam kalangan praktisi Lean Manufacturing dikenal sebagai delapan pemborosan yang menurut Taiichi Ohno (salah satu pencipta Toyota Production

System) bertanggung jawab dalam sekitar 95% dari semua biaya yang ada dalam

produksi. Delapan pemborosan tersebut adalah :

1. Overproduction (produksi berlebih)

(29)

yang paling parah diantara jenis pemborosan lainnya. Kalau permintaan pasar sedang tinggi, pemborosan jenis ini mungkin terlalu penting, namun dikala permintaan pasar sedang menyusut, dampak dari produksi berlebih akan berlipat ganda. Bahkan seringkali perusahaan mendapatkan kesulitan karena menyimpan barang yang tidak terjual itu sebagai persediaan extra.

2. Waiting (menunggu)

Yang dimaksud dengan menuggu ialah menunggu kedatangan material, menunggu informasi, peralatan, perlengkapan dan semua hal yang membuat organisasi berhenti beraktivitas sehingga menimbulkan pemborosan. Pemborosan karena menunggu harus ini harus terungkap kebenaran situasinya terlebih dahulu sebelum tindakan perbaikan dilaksanakan. Suatu contoh yang salah menafsirkan situasi pemborosan karena karena waktu menunggu adalah membiarkan mesin dan operatornya menunggu pada saat pekerjaan yang diperlukan sudah selesai. Bila hal ini dianggap sebagai pemborosan dan kemudian diatasi maka dampaknya justru akan menimbulkan pemborosan karena produksi berlebih yang lebih gawat. Dalam hal ini kita harus lebih cermat dalam menilai situasi.

3. Transportation (transportasi yang tidak perlu)

(30)

ditangani berulang-ulang tanpa memberi nilai tambah. Perencanaan yang buruk akan menyebabkan kegiatan transportasi membengkak dan penanganan barang dilakukan berulang-ulang.

4. Non value added activities (aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah)

Metode dalam pengolahan produksi dapat menjadi sumber dari pemborosan yang seharusnya tidak perlu ada. Misalnya pengerjaan ulang (reworking) karena seharusnya proses tidak perlu diulang apabila dilakukan proses yang benar. Deburing (sisa produksi) karena produk seharusnya dapat diproduksi tanpa sisa produksi apabila dilakukan dengan desain yang tepat dan alat yang lengkap untuk pekerjaan tersebut dan inspecting (pemeriksaan) karena produk seharusnya dapat diproduksi dengan menggunakan Statistical Process Control (SPC) untuk menghilangkan atau meminimalkan jumlas inspeksi yang diperlukan dalam menjaga kualitas produk tersebut.

5. Excess inventory (persediaan berlebih)

Persediaan berlebih juga akan meningkatkan biaya produksi. Kelebihan persediaan memerlukan penanganan extra, tempat extra, extra bunga yang harus dibayar, extra karyawan, extra dokumen, dan lain-lain.

Berikut adalah beberapa prinsip untuk mengurangi persediaan berlebih :

- Singkirkan barang-barang yang tidak diperlukan lagi

(31)

- Jangan membeli atau membawa barang dalam ukuran lot besar (meskipun penghematan dari diskon pembelian dalam jumlah besar, mungkin lebih besar dari biaya pemborosan karena persediaan)

- Usahakan untuk memproduksi dalam lot kecil (mengurangi waktu

set-up atau tingkatkan frekuensi peralihan jenis produksi)

6. Excess motion (gerakan yang berlebih/tidak diperlukan)

Seorang pekerja dapat kelihatan sibuk selama tiga jam untuk mondar-mandir mencari alat kerja ke semua sudut pabrik. Jelas ini merupakan kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah sama sekali, hal ini justru akan membebani biaya produksi dengan upahnya selama tiga jam yang sia-sia. Di samping itu, hasil produksi menjadi tertunda dikirim kepada pelanggan klarena lead time produksi bertambah. Contoh gerakan mengambil dan mengembalikan benda dapat dihilangkan bila kita meletakkan alat kerja berdekatan dengan penggunaannya. Berjalan mondar-mandir dengan jarak yang cukup jauh adalah gerakan yang sia-sia, khususnya bila operator diberi tanggung jawab untuk mengoperasikan mesin. Mesin harus diletakkan dengan benar, saling berdekatan dengan operator sehingga perjalanan kaki operator dapat dikurangi.

7. Defect waste (pemborosan karena cacat produksi)

(32)

akan diperlukan dalam penaganan komponen yang rusak. Otomatis jadwal produksi akan terganggu karena menunggu proses penyelesaian tersebut. Memilah-milah komponen yang jelek juga menyerap tambahan tenaga kerja sehingga meningkatkan jumlah biaya, yang berarti pemborosan. Kasus yang lebih buruk lagi apabila pelanggan menemukan cacat produksi setelah produk berada ditangannya. Tidak hanya ongkos garansi dan ongkos kirim saja yang harus ditanggung, tetapi juga pengorbanan citra perusahaan, peluang bisnis pendatang baru dan pangsa pasar yang menyusut. Untuk menghindari masalah itu sebuah sistem harus dikembangkan untuk menemukan dan mengenali cacat produksi serta berbagai kondisi penyebab timbuknya cacat tersebut. Dengan demikian, operator bisa melakukan tindakan perbaikan langsung.

8. Underutilized people (pekerja yang kurang profesioanl)

Yang dimaksud underutilzed people adalah pekerja yang tidak mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya baik dari segi mental, kreativitas, serta

skill dan kemampuan fisik dimana biasanya seorang pekerja harus dapat

(33)

2.2.3 Type Sembilan Pemborosan (nine waste)

Menurut Vincent Gaspersz (2002) terdapat sembilan pemborosn yang ada dalam bidang industri yang terkenal dengan istilah E-DOWNTIME, yaitu :

1. E = Environmental, Health and Safety (EHS) adalah jenis pemborosan yang tejadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS.

2. D = Defects adalah jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau kegagalan produk (barang/jasa).

3. O = Overproduction adalah jenis pemborosan yang terjadi karena produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan,

4. W = Waiting adalah jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.

5. N = Not utilizing employees knowladge skills and abilities adalah jenis pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan secara optimal.

6. T = Transportation adalah jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream.

7. I = Inventories adalah jenis pemborosan yang terjadi karena inventories yang berlebihan.

8. M = Motion adalah jenis pemborosan yang terjadi karena banyaknya pergerakan dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.

9. E = Excess processing adalah jenis pemborosan yang terjadi karena langkah-langkah proses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value

(34)

2.2.4 Type Sepuluh Pemborosan (ten waste)

Dalam perspektif lain, kaufman consulting group (1999) telah merumuskan 10 jenis pemborosan dalam industri manufaktur, dimana ke-10 jenis pemborosan itu dikelompokkan kedalam empat kategori utama yaitu orang, kuantitas, kualitas dan informasi seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.1 dan pendekatan untuk mereduksi pemborosan tersebut ditunjukkan dalam tabel 2.1

(Sumber : Kaufman consulting group, 1999)

Gambar 2.3 Sepuluh areas waste dalam industri manufaktur

Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur

(35)

Kuantitas

( Sumber : Kaufman consulting group, 1999 )

2.3 Macam – Macam Aktivitas

Di dalam proses produksi terdapat tiga tipe operasi yang didefinisikan menurut Monden (Hines & Rich, 2005). Ketiga tipe operasi atau aktivitas yaitu:

1. Non-Value Adding (NVA)

2. Necessary but Non-Value Adding (NNVA)

3. Value Adding (VA)

Non-Value Adding merupakan aktivitas yang tidak menambah nilai dari

sudut pandang customer. Aktivitas ini merupakan waste dan harus dikurangi atau dihilangkan. Contoh dari aktivitas ini adalah waiting time, menumpuk

(36)

Necessary but Non-Value Adding adalah aktivitas yang tidak menambah

nilai akan tetapi penting bagi proses yang ada. Contohnya adalah aktivitas berjalan untuk mengambil parts, unpacking deliveries, dan memindahkan

tool dari satu tangan ke tangan yang lain. Untuk mengurangi atau

menghilangkan aktivitas ini adalah dengan membuat perubahan pada prosedur operasi menjadi lebih sederhana dan mudah, seperti membuat layout baru, koordinasi dengan supplier dan membuat standar aktivitas.

Value Adding merupakan aktivitas yang mampu memberikan nilai tambah

pada suatu material atau produk yang diproses. Aktivitas untuk memproses

raw material atau semi-finished product melalui penggunaan manual labor.

Material pada value adding ini berupa row material bahan pembuatan Botol Gelas “Medium Weight”

2.4 Value Stream Mapping

Menurut Askin, Ronald.G & Goldberg, Jeffry B,2002, value stream adalah semua kegiatan (value added atau non-value added) yang dibutuhkan untuk membuat produk melalui aliran proses produksi utama. Value stream dapat mendeskripsikan kegiatan – kegiatan seperti product design, flow of product, dan

flow of information yang mendukung kegiatan – kegiatan tersebut. Value Stream

Mapping atau juga sering dikenal sebagai Big Picture Mapping merupakan alat

yang digunakan untuk menggambarkan system secara keseluruhan dan value

stream yang ada di dalamnya. Alat ini menggambarkan aliran material dan

(37)

Sumber : Askin, Ronald.G & Goldberg, Jeffry B,2002

Gambar 2.4 Simbol yang digunakan dalam value stream mapping ( VSM )

Untuk membuat Value Stream Mapping terdapat empat tahapan yaitu:

1. Mengidentifikasi famili produk dan menentukan famili produk yang akan diamati.

2. Membuat current state map untuk famili produk yang diamati.

3. Mengembangkan future state map, yaitu kondisi yang diinginkan berdasar kondisi existing dalam usaha pengurangan waste.

4. Mengembangkan rencana langkah kerja untuk menciptakan “value” yang direncanakan guna mencapai future state map.

2.4.1 Current State Value Stream Mapping

current state value stream mapping adalah dasar dalam konsep lean

(38)

mana akan dijadikan dasar dalam analisa dan recana perbaikannya. beberapa hal yang perlu diketahui diantaranya :

1. Identifikasi dan pemahaman kebutuhan customer.

2. Pemahaman terhadap aliran fisik produksi beserta detil – detilnya, meliputi detil proses, setil data – data yang berkaitan dengan proses, data box, dan

inventory.

3. Gambarkan aliran material dengan memulai dari end customer (backward). 4. Gambarkan aliran informasi dan tentukan pull dan push system-nya.

2.4.2 Future State Value Stream Mapping

Untuk menggambarkan future state value stream mapping yang harus dilakukan adalah dengan melakukan analisa terhadap current state value stream

mapping, berkaitan dengan itu ( Rother dan Shook ) memberikan langkah –

langkahnya yaitu:

1. Perhitungan TAKT time berdasarkan demand dan waktu kerja yang tersedia. 2. Kembangkan continuous flow jika memungkinkan.

3. Menggunakan supermartket jika continuous flow tidak dapat diterapkan. 4. Mencoba menerapkan penjadwalan hanya untuk satu proses produksi. 5. Menciptakan “initial pull”.

6. Mencoba mengembangkan kemampuan untuk memproduksi “every part

every day” di dalam proses sebelum proses pacemaker.

2.4.3 Big Picture Mapping

(39)

nantinya diperoleh gambaran mengenai aliran informasi dan aliran fisik dari sistem yang ada, mengidentifikasi dimana terjadinya waste, serta mnggambarkan

lead time yang dibutuhkan berdasar dari masing-masing karakteristik proses yang

terjadi. Peta ini tentunya dibuat untuk suatu produk atau pelanggan tertentu yang sudah diidentifikasikan pada tahap sebelumnya.

Untuk melakukan pemetaan terhadap aliran informasi dan material atau produk secara fisik, kita dapat menerapkan big picture mapping dengan 5 fase: 1. Phase 1 : Customer requirements

Menggambarkan kebutuhan konsumen. Mengidentifikasi jenis dan jumlah produk yang diinginkan customer, timing, munculnya kebutuhan akan produk tersebut, kapasitas dan frekuensi pengirimannya, packaging serta jumlah persediaan yang disimpan untuk keperluan customer.

2. Phase 2 : Information flows

Menggambarkan aliran informasi dari konsumen ke supplier yang berisi antara lain: peramalan dan informasi pembatalan supply oleh customer, orang atau departemen yang memberi informasi ke perusahaan, berapa lama informasi muncul sampai diproses, informasi apa yang disampaikan kepada supplier serta pesanan yang disyaratkan.

3. Phase 3 : Physical flows

Menggambarkan aliran fisik yang dapat berupa : langkah-langkah utama aliran material dan aliran produk dalam perusahaan, waktu yang dibutuhkan, waktu penyelesaian tiap-tiap operasi, berapa banyak orang yang bekerja disetiap

(40)

dari satu workplace ke workplace yang lain, berapa jam per hari tiap workplace beroperasi, titik bottleneck yang terjadi dan lain-lain.

4. Phase 4 : Linking physical and information flows

Menghubungkan aliran informasi dan aliran fisik dengan anak panah yang dapat memberi informasi jadwal yang digunakan, instruksi kerja yang dihasilkan, dari dan untuk siapa informasi dan instruksi dikirim, kapan dan dimana biasanya terjadi masalah dalam aliran fisik.

5. Phase 5 : Complete map

Melengkapi peta atau gambar aliran informasi dan aliran fisik dilakukan dengan menambahkan lead time dan value adding time dari keseluruhan proses dibawah gambar aliran yang dibuat.

Simbol-simbol yang digunakan dalam Big Picture Mapping adalah sebagai berikut:

Sumber : Askin, Ronald.G & Goldberg, Jeffry B,2002

Gambar 2.5 Simbol-simbol Big Picture Mapping

Jadwal mingguan

customer I

Q

Supplier / Customer Titik Persediaan Kotak Informasi Aliran Informasi Aliran Fisik

Aliran fisik antar

Perusahaan Kotak Waktu Titik Inspeksi Stasiun Kerja DenganWaktu

Aliran Informasi

Total production Lead Time = 22.75 jam Value Adding Time (lower line) = 2.25 jam

(41)

2.4.4 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)

Selain Big Picture Mapping, alat yang digunakan dalam konsep Lean Six

Sigma adalah Value Stream Mapping Tools (VALSAT). Alat ini berfungsi untuk

memilih alat dari pemetaan aliran proses yang nantinya akan digunakan sebagai pedoman dalam mengidentifikasi pemborosan (waste).

Pada proses ini dilakukan proses pemetaan dari future state yang diusulkan

Value Stream berfokus pada proses value adding dan non-value adding. Value

Stream Mapping dikembangkan pada tahun 1995. alasan yang mendasari

pengumpulan dan penggunaan serangkaian tool ini adalah untuk membantu para peneliti atau para praktisi dalam mengidentifikasikan pemborosan pada individual

value stream dan mendapatkan jalan yang tepat untuk menghilangkannya. Untuk

lebih jelasnya berikut detil dari ketujuh tool yang dikemukakan oleh Hines&Rich (2005) dalam VALSAT:

1. Proses Activity Mapping (PAM)

Pada dasarnya tool ini digunakan untuk me-record seluruh aktivitas dari suatu proses dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting, menyederhanakannya, sehingga dapat mengurangi waste. Dalam tool ini aktivitas dikategorikan dalam beberapa kategori seperti: operation, transport,

inspection, dan storage. Selain aktivitas, tool ini juga me-record mesin dan

(42)

2. Supply Chain Response Matrix

Tool ini meruoaka sebuah diagram sederhana yang berusaha menggambarkan

the critical lead time constraint untuk setiap bagian proses dalam supply

chain, yaitu cumulative lead time di dalam distribusi sebuah perusahaan baik

supplier-nya dan downstream retailer-nya. Diagram ini terdapat dua axis

dimana untuk vertical axis menggambarkan rata – rata jumlah inventory (hari) dalam setiap bagian supply chain. Sedangkan untuk horizontal axis menunjukkan cumulative lead time-nya.

3. Production Variety Funnel

Teknik pemetaan secara visual dengan cara melakukan plot pada sejumlah produk yang dihasilkan dalam setiap tahap proses manufaktur. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik mana sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik, dapat menunjukkan area bottleneck pada desain proses.

4. Quality Filter Mapping

Quality filter mapping merupakan tool untuk mengidentifikasi dimana terdapat

problem kualitas. Hasil dari pendekatan ini menunjukkan dimana tiga tipe

defect terjadi. Ketiga tipe defect tersebut adalah product defect (cacat fisik

produk yang lolos ke customer), service defect (permasalahan yang dirasakan

customer berkaitan dengan cacat kualitas pelayanan), dan internal defect (cacat

(43)

5. Demand Amplification Mapping

Merupakan diagram yang menggambarkan bagaimana demad berubah – ubah sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi yang dihasilkan oleh diagram ini merupakan dasar untuk mengatur fluktuasi dan menguranginya., membuat keputusan berkaitan dengan value stream

configuration. Dalam diagram ini vertival axis menggambarkan jumlah

demand dan horizontal axis menggambarkan interval waktu, grafik didapatkan

untuk setiap chain dari supply chain configuration yang ada. 6. Decision Point Analysis

Merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana actual demand dilakukan dengan system pull sebagai dasar untuk membuat peramalan pada sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik batas dimana produk dibuat berdasarkan actual demand dan setelah titik ini selanjutnya produk harus dibuat dengan melakukan peramalan. Dengan tool ini dapat diukur kemampuan dari porses upstream dan downstream berdasarkan titik tersebut, sehingga dapat ditentukan filosofi pull atau push yang sesuai. Selain itu juga dapat digunakan sebagai scenario apabila titiktersebut digeser dalam sebuah value

stream mapping.

7. Physical Structure Mapping

Tool ini digunakan untuk memahami kondisi dan fungsi – fungsi bagian –

(44)

lantai produksi. Pemahaman terdapat fungsi – fungsi di dalam inbound supply

chain tersebut dan memberikan pemahaman berkaitan dengan inefisiensi

bagian produksi.

(Sumber : Rini, Dewi (2008) ) 2.4.5 Penggunaan VALSAT

Dari ketujuh tool tersebut akan digunakan dalam usaha untuk memahami kondisiyang terjadi di lantai produksi. Penggunaan tool tersebut dilakukan dengan melakukan pemilihan dengan menggunakan matrik. Untuk langkah pertama dan penting dalam pemilihan tool yang sesuai denga kondisi yang bersangkutan adalah melakukan pembobotan waste. Pembobotan ini merupakan hal yang sangat penting sekali menurut Hines&Rich (2005) karena dengan pembobotan waste yang sempurna maka tool yang digunakan juga tepat sehingga mudah dalam melakukan usulan perbaikan. Kemudian dilakukan pemilihan dengan menggunakan matrik. Matrik ini dikemukakan oleh Hines&Rich (2005) dalam program LEAP.

Sumber : Hines&Rich (2005)

(45)

Dimana:

Kolom A : Berisi 9 waste dalam perusahaan.

Kolom B : Berisi 7 tool pada value stream mapping (Process activity mapping,

Supply chain response matrix, Production variety funnel, Quality

filter mapping, Demand amplification mapping, Decision point

analysis dan Physical structure mapping).

Kolom C : Berisi korelasi antara kolom A dan kolom B. Kolom D : Bobot dari 9 waste.

Kolom E : Berisi pembobotan dari masing-masing waste yang didapat dari kuesioner yang diisi oleh manajer dan supervisor terkait.

Sedangkan untuk bagian F diisi dengan melakukan perkalian antar bobot

waste dengan nilai korelasi antar waste dengan masing – masing tools. Dimana

korelasi setiap waste terdapat korelasi high dengan nilai Sembilan (9), medium dengan nilai tiga (3), dan low dengan nilai satu (1 ). Nilai korelasi yang dibuat oleh Hines&Rich (2005) dapat dilihat pada Tabel 2.1.

(46)

Cont rol (C)

Define (D)

Im prove (I)

Analyze (A)

M easure (M )

2.5 DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control)

DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus-menerus menuju target

Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan

dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah-langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran-pengukuran baru, dan menetapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target. (Sumber : Gaspersz Vincent, 2002).

Gambar 2.7 Proses DMAIC

2.5.1 Define (D)

Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan adalah identifikasi produk dan atau proses yang akan diperbaiki. Kita harus menetapkan prioritas utama tentang masalah-masalah dan atau kesempatan peningkatan kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek terbaik adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi yang sekarang. Secara umum setiap proyek Six

Sigma yang terpilih harus mampu memenuhi kategori :

1. Memberikan hasil-hasil dan manfaat bisnis 2. Kelayakan

(47)

2.5.2 Measur e (M)

Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas

Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure,

yaitu :

1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.

2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada tingkat proses, output dan/atau outcome.

3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses, output, dan/atau outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja (performance

baseline) pada awal proyek Six Sigma. (Sumber Gaspersz Vincent, 2002).

2.5.2.1 Mengidentifikasi Sumber-Sumber Penyebab Kecacatan atau Kegagalan

Suatu solusi masalah yang efektif adalah apabila berhasil ditemukan sumber sumber penyebab masalah itu kemudian mengambil tindakan untuk menghilangkan akar-akar penyebab tersebut. Untuk dapat menemukan akar penyebab dari suatu masalah, perlu dipahami prinsip yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat, yaitu:

• Suatu akibat terjadi hanya jika penyebabnya itu ada pada titik yang sama dalam ruang dan waktu.

(48)

a. Controllable Causes: penyebab itu berada dalam lingkup tanggung jawab dan wewenang manusia sehingga dapat diambil tindakan untuk menghilangkan penyebab itu.

b. Uncontrollable Causes: penyebab yang berada di luar pengendalian manusia.

Menemukan akar penyebab dari suatu masalah dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip “5 Why’s”, yaitu dengan bertanya “mengapa” sebanyak lima kali tentang terjadinya suatu akibat maka akan dapat ditemukan dan dipahami sebab-sebab yang melatarbelakanginya.

Selanjutnya akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan melalui bertanya “Why” beberapa kali itu dapat dimasukkan ke dalam Diagram Sebab – Akibat.

2.5.2.2 Diagram Sebab – Akibat

Diagram sebab-akibat (atau juga disebut Diagram Tulang-ikan, Diagram Ishikawa) dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa dan pada awalnya digunakan oleh bagian pengendali kualitas untuk menemukan potensi penyebab masalah dalam proses manufaktur yang biasanya melibatkan banyak variasi dalam sebuah proses. Namun kemudian digunakan secara luas dalam setiap aspek kegiatan bisnis ketika diperlukan pemilahan penyebab timbulnya masalah untuk kemudian disusun dalam suatu hubungan yang saling berkaitan.

(49)

Gambar 2.8 Diagram Sebab – Akibat Sumber: Grant, 1999: 330

2.5.3 Analyze (A)

Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas

Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah beberapa hal sebagai

berikut :

1. Menentukan kapabilitas / kemampuan dari proses.

Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan

proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

2. Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan. Untuk mengidentifikasi sumber-sumber penyebab kegagalan, dapat menggunakan Fishbone diagram (cause and effect diagram). Dengan analisa

cause and effect, manajemen dapat memulai dengan akibat sebuah masalah,

(50)

Setelah akar-akar penyebab dari masalah ditemukan, maka dimasukkan ke dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu :

1) Manpower ( Tenaga Kerja ).

2) Machines ( Mesin-mesin ).

3) Methods ( Metode Kerja ).

4) Material ( Bahan Baku dan Bahan Penolong ).

5) Media (Surat Kabar).

6) Motivation ( Motivasi ).

7) Money ( Keuangan ).

(Sumber : Gaspersz Vincent, 2002).

2.5.4 Improve (I)

Merupakan langkah operasional keempat dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah ini dilakukan setelah sumber-sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas teridentifikasi. Pada tahap ini ditetapkan suatu rencana tindakan (action Plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six

Sigma. Tool yang digunakan untuk tahap improve ini adalah FMEA (Failure

Mode and Effect Analysis). (Sumber : Gaspersz Vincent, 2002)

2.5.5 Contr ol (C)

Merupakan langkah operasional kelima dalam program peningkatan kualitas

Six Sigma. Pada tahap ini hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan

(51)

dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab proses, yang berarti proyek Six Sigma berakhir pada tahap ini. Standarisasi dimaksudkan untuk mencegah masalah yang sama atau praktek-praktek lama terulang kembali. (Sumber : Gaspersz, Vincent, 2002).

2.6 Failure Mode Effect Analysis (FMEA)

FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial kegagalan. (Sumber : Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002).

Definisi FMEA yang lain yaitu suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. Mode kegagalan ini meliputi apa saja yang termasuk dalam kecacatan desain, kondisi di luar batas spesifikasi yang telah ditetapkan atau perubahan-perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.

Pada dasarnya FMEA terbagi menjadi 2 yaitu FMEA Design yang dipergunakan untuk memprediksi kesalahan yang akan terjadi pada desain proses produk, sedangkan FMEA process untuk mendeteksi kesalahan pada saat proses telah dijalankan. Dengan menggunakan FMEA maka akan meningkatkan keandalan dari suatu produk dan pelayanan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan yang menggunakan produk dan pelayanan tersebut.

Tahapan FMEA sendiri adalah :

1. Menetapkan batasan proses yang akan dianalisa, didapatkan dari tahap define dari proses DMAIC.

(52)

3. Hasil pengamatan digunakan untuk menemukan kesalahan / defect potensial pada proses.

4. Mengidentifikasi potensial cause (penyebab dari kesalahan / defect yang terjadi).

5. Mengidentifikasikan akibat (effect) yang ditimbulkan.

6. Menetapkan nilai-nilai (dengan jalan brainstorming) dalam point :

- Keseriusan akibat kesalahan terhadap proses lokal, lanjutan dan terhadap konsumen (severity).

- Frekuensi terjadinya kesalahan (occurance). - Alat kontrol akibat potential cause (detection).

7. Memasukkan kriteria nilai sesuai dengan 3 kriteria yang telah dibuat sebelumnya.

8. Dapatkan nilai RPN (Risk Potential Number) dengan jalan mengalikan nilai SOD (Severity, Occurance, Detection).

9. Pusatkan perhatian pada nilai RPN yang tertinggi, segera lakukan perbaikan terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan.

10. Buat implementation action plan, lalu terapkan.

11. Ukur perubahan yang terjadi dalam RPN dengan langkah-langkah yang sama diatas.

2.6.1 Severity

Severity merupakan suatu estimasi atau perkiraan subyektif tentang

(53)

(Sumber : Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002) Tabel 2.3 Skala Penilaian Severity

Rating Kriteria Deskr ipsi

1 Negligible severity Pengaruh buruk yang dapat diabaikan

2 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit

3 Mild severity Pengaruh yang ringan atau sedikit

4 Moderat severity

Moderat severity Pengaruh buruk yang moderat (masih

berada dalam batas toleransi)

7 High severity Pengaruh buruk yang tinggi (berada di luar

batas toleransi)

8 High severity Pengaruh buruk yang tinggi (berada di luar

batas toleransi)

9 Potentialsafety

problem

Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya (berkaitan dengan keselamatan atau keamanan potensial)

2.6.2 Occur r ence

Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah terjadi karena

potensial cause. Adapun skala yang menggambarkan occurrence dapat diinterpretasikan pada tabel 2.3 sebagai berikut :

(Sumber : Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002).

Tabel 2.4 Skala Penilaian Occurrence

Rating Tingkat

Kegagalan

Deskripsi

1 1 dalam 1.000.000 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang menyebabkan mode kegagalan

(54)

5 1 dalam 400 Kegagalan agak mungkin terjadi 6 1 dalam 80 Kegagalan agak mungkin terjadi

7 1 dalam 40 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 8 1 dalam 20 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 9 1 dalam 8 Hampir dapat dipastikan bahwa

kegagalan akan terjadi

10 1 dalam 2 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

2.5.3 Detection

Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk mendeteksi

potential cause. Adapun skala yang menggambarkan detection dapat

diinterpretasikan dalam tabel 2.4 sebagai berikut (Sumber : Cavanagh, Peter S.

Pande, Robert P.Neuman, 2002).

Tabel 2.5 Skala Penilaian Detection

Rating Degree Deskripsi

1 Very high Otomatis proses dapat mendeteksi kesalahan yang terjadi (komputerisasi)

2 Very high

Hampir semua kesalahan dapat dideteksi oleh alat kontrol (visual pada bentuk barang dan double checking)

3 High

Alat kontrol cukup andal untuk mendeteksi kesalahan (visual pada bentuk barang)

4 High Alat kontrol relatif andal untuk mendeteksi kesalahan (visual pada bentuk barang)

5 Moderate Alat kontrol bisa mendeteksi kesalahan (visual pada susunan barang)

6 Moderate Alat kontrol cukup bisa mendeteksi kesalahan (visual pada susunan barang)

(55)

Rating Degree Deskripsi

8 Low Keandalan kesalahan sangat rendah (perubahan warna) alat kontrol untuk mendeteksi

9 Very low

Alat kontrol tidak bisa diandalkan untuk mendeteksi kesalahan (feeling berdasar pengalaman masa lalu)

10 Very low Tidak ada alat kontrol yang bisa digunakan untuk mendeteksi kesalahan

2.7 Penelitian Terdahulu

Untuk mengetahui perkembangan penelitian dengan tema lean thinking, peneliti akan memberikan review dari beberapa penelitian terdahulu sehingga dapat diketahui posisi dan perbedaan penelitian yang dilakukan saat ini dengan penelitian lainnya, antara lain:

o Penelitian oleh Dina Amamiyah (2006) melakukan identifikasi terhadap pemborosan dengan menggunakan VALSAT guna mengurangi lead time pada proses produksi dan inventory. Beberapa hal yang direkomendasikan oleh peneliti belum mempertimbangkan konstrain dari perusahaan dan biaya. Selain itu, hanya beberapa tools VALSAT saja yang digunakan.

o Penelitian oleh Suhartono (2007) melakukan identifikasi waste dengan VALSAT, menggunakan work 29 sampling untuk mengetahui performansi operator, waktu standar, dan output standar. Implementasi dari alternatif perbaikan disimulasikan dengan software Arena 5. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa waste yang sering terjadi adalah unnecessary inventory dan excessive transportation. Usulan perbaikan untuk mengurangi adanya

(56)

penggabungan departemen cutting dengan pengeleman menghasilkan penurunan tingkat work in process sebesar 1413 box per hari dan memperpendek lead time sebesar 0.629 jam.

o Penelitian oleh Hawien Nishfi L. (2008) melakukan identifikasi waste pada industri sepatu dengan VALSAT, melakukan perbaikan dengan standar kerja, memberikan rekomendasi perbaikan yang disimulasikan dengan software Arena 5. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa waste mulai dari yang sering terjadi sampai yang jarang terjadi adalah waiting, Defect & Inappropriate

processing, Unnecessary Motion, Transportasi, dan Overproduction &

Unncessary Inventory. Usulan perbaikan untuk mengurangi waste tersebut

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Pakarti Riken Sidoarjo, yang berlokasi di Desa Sukodono gedangan, Sidoarjo. Pengambilan data dilaksanakan dibagian produksi pada proses pembuatan Pipe Fitting pada bulan Januari sampai Desember 2011.

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Var iabel

Dalam identifikasi variable terdapat variabel – variabel yang didapatkan berdasarkan dari data perusahaan yang digunakan dalam metode Lean Thinking. Variabel – variabel tersebut adalah sebagai berikut:

3.2.1 Identifikasi Variabel a. Variabel Bebas

1. Environmental, Health, and Safety

2. Defect

3. Overproduction

4. Waiting

5. Not Utilizing Employees Knowledge, Skills, and Abilities

6. Transportation

7. Inventories

8. Motion

(58)

b. Var iabel Ter ikat 1. Waiting Time 2. Doble Handling

3.2.2 Definisi Operasional Variabel a. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah suatu variabel yang mempunyai nilai berubah – ubah dan mempengaruhi variasi perubahan nilai variabel terikat, variabel tersebut meliputi:

J enis – jenis Waste (Pembor osan)

1. Environmental, Health, and Safety, pemborosan yang terjadi akibat kelalaian pihak – pihak tertenti dalam perusahaan untuk memahami prosedur EHS yang ada. Dengan sikap seperti ini akan menimbulkan dampak seringnya terjadi kecelakaan kerja. Jika permasalahan kecelakaan tersebut terjadi, maka akan tidak sedikit biaya, waktu, dan tenaga yang harus dikeluarkan perusahaan untuk mengatasinya.

2. Defect tidak sesuai dengan spesifikasi, hal ini akan menyebabkan proses rework yang kurang efektif. Tingginya complain dari konsumen, serta inspeksi level yang sangat tinggi.

3. Overproduction, pemborosan yang disebabkan produksi yang berlebihan, maksudnya adalah memproduksi produk yang melebihi yang dibutuhakan atau memproduksi lebih awal dari jadwal yang sudah dibuat. Bentuk dari

overproduction ini antara lain adalah aliran produksi yang tidak lancar, tumpukan

(59)

4. Waiting, pemborosan karena menunggu untuk proses berikutnya. Waiting merupakan selang waktu ketika operator tidak menggunakan waktu untuk melakukan value adding activity dikarenakan menunggu aliran produk dari proses sebelumnya (upstream). Waiting ini juga mencakup operator dan mesin seperti kecepatan produksi mesin dalam stasiun kerja lebih cepat atau lambat daripada stasiun yang lainnya.

5. Not Utilizing Employees Knowledge, Skills, and Abilities merupakan suatu kondisi dimana sumber daya yang ada (operator) tidak digunakan secara maksimal, sehingga terjadi pemborosan. Kinerja operator yang tidak maksimal ditujukkan dengan tidak adanya aktivitas yang dilakukan operator (menganggur) atau produktivitas rendah. Selain itu juga bisa diakibatkan penggunaan operator yang tidak tepat untuk suatu pekerjaan tertentu.

6. Transportation, merupakan kegiatan yang penting akan tetapi tidak menambah nilai dari suatu produk. Transport merupakan proses memindahkan material atau

Work In Process dari satu stasiun kerja ke satsiun kerja yang lainnya. Baik

menggunakan forklift maupun conveyor.

7. Inventories, berarti persediaan yang kurang perlu. Maksudnya adalah persediaan material yang terlalu banyak, Work In Process yang terlalu banyak antara proses satu dengan proses yang lainnya sehingga membutuhkan ruang yang banyak untuk menyimpannya, kemungkinan pemborosan ini adalah buffer yang sangat tinggi.

(60)

terdeteksi tempat penyimpanannya, gerakan tambahan untuk mengoperasikan suatu mesin. Hal ini juga dapat terjadi dikarenakan layout produksi yang tidak tepat sehingga sering terjadi pergerakan yang kurang perlu dilakukan oleh operator.

9. Excees Process, terjadi ketika metode kerja atau urutan kerja (proses) yang digunakan dirasa kurang baik dan fleksibel. Hal ini juga dapat terjadi ketika proses yang ada belum standar sehingga kemungkinan produk yang rusak akan tinggi. Selain itu juga ditunjukkan dengan adanya variasi metode yang dikerjakan operator.

b. Var iabel Ter ikat

Variabel terikat yaitu variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas.

1. Waiting Time adalah waktu yang secara riil digunakan pada saat proses produksi

2. Doble Handling adalah aktifitas dimana pegawai melakukan pekerjaan di luar job diskriptionnya.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang menunjang penelitian ini. Pengumpulan data dibedakan untuk data historis dan data aktual.

3.3.1 Data Primer

Gambar

Gambar 2.1 Struktur utama lean improvement
Gambar 2.2 Pengembangan struktur utama lean
Tabel 2.1 Pendekatan untuk mereduksi pemborosan dalam industri manufaktur
Gambar 2.4 Simbol yang digunakan dalam value stream mapping ( VSM )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh antara organizational commitment dan kualitas sistem informasi akuntansi perlu diteliti lebih dalam, karena dalam penelitian sebelumnya membuktikan bahwa

Belum dapat menyajikan laporan cara pemecahan masalah Keberagaman Umat Beragama di Mayarakat berdasarkan hasil pengamatan Menyajikan Informasi Menyajikan informasi dengan

[r]

Figure 8 shows that the productivity growth of the companies in fiber industry group indicates positive trend by 17.3 percent in average with the productivity growth in 2008

keadaan stres terjadi dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas yang2. cukup tinggi, ditandai dengan kelelahan fisik, kelelahan

Seseorang yang menderita hipertensi disebabkan karena ada masalah dari dalam diri atau dari luar, kemudian penderita hipertensi tersebut memiliki keyakinan

Kondisi ini tentu berhaluan dengan semangat standar pendidikan tinggi yang diamanatkan Undang-undang dan terutama yang dinyatakan dalam Undang-undang No.. mana seharusnya

1) Sumber daya manusia merupakan kekayaan yang paling penting yang dimiliki organisasi sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci keberhasilan organisasi tersebut.