commit to user 47 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Novel 9 Dari Nadira
Novel 9 dari Nadira merupakan novel yang ditulis oleh Leila S. Chudori.
9 dari Nadira, merupakan buku Leila setelah absen 20 tahun tidak menerbitkan buku. Buku sebelumnya berjudul Malam Terakhir yang diterbitkan pada 1989.
Novel 9 dari Nadira diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) pada tahun 2009.
Leila Salikha Chudori lahir di Jakarta pada tanggal 12 Desember 1962.
Sejak tahun 1989 hingga kini bekerja sebagai wartawan majalah berita Tempo.
Kini Leila adalah Redaktur Senior Majalah Tempo, bertanggungjawab pada rubrik Bahasa dan masih rutin menulis resensi film di majalah tersebut.
Karya-karya awal Leila dimuat saat ia berusia 12 tahun di majalah Si Kuncung, Kawanku, dan Hai. Pada usia dini ia menghasilkan buku kumpulan cerpen berjudul "Sebuah Kejutan", "Empat Pemuda Kecil", dan "Seputih Hati Andra". Pada usia dewasa cerita pendeknya dimuat di majalah Zaman, majalah sastra Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia), dan Tenggara (Malaysia). Pada tahun 2009, Leila S. Chudori meluncurkan buku kumpulan cerpen terbarunya 9 dari Nadira (yang oleh banyak kritikus sastra dianggap sebagai novel) dan penerbitan ulang buku Malam Terakhir oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).
Novel yang berjudul 9 Dari Nadira ini terdiri dari sembilan bab yang masing-masing babnya mengkonstruksi kehidupan Nadira, seperti puzzle atau mozaik yang disusun perlahan untuk mendapatkan gambaran yang utuh pada akhirnya. Novel ini memang agak kurang umum, sedikit eksperimental barangkali, dan alur ceritanya tidak melulu linier. Gaya penuturan dan plotnya menjadi salah satu daya tarik dari novel ini. Pembaca dipaksa menyusun puzzle- puzzle cerita hidup Nadira, beserta tokoh-tokoh di sekelilingnya. Nina dan Arya sebagai dua kakaknya, Kemala ibunya, Bramantiyo sang ayah, dan Utara Bayu
commit to user
sesosok lelaki yang mendamba Nadira dengan sabar dan lebih banyak hening.
Nadira menjadi porosnya yang merangkai-rangkai tokoh lain.
Cerita bermula pada kematian Kemala karena bunuh diri. Kemala tewas setelah menegak obat tidur. Kematian tersebut menyisakan goncangan yang hebat dalam keluarga Bramantiyo, termasuk anak-anaknya, Nina, Arya, dan Nadira.
Lewat sepenggal-sepenggal kisah dari buku harian Kemala yang ditemukan di gudang, Nadira mencoba menengok masa lalu sang bunda juga ayahnya. Sejoli yang merepresentasikan generasi pasca kemerdekaan yang terbuka pada pendidikan Barat. Bram dan Kemala membangun impian sebagai suami-istri di negeri yang jauh dari tanah air, yaitu Belanda, tepatnya di Amsterdam. Bram dan Kemala adalah pasangan terpelajar dari dunia yang berbeda. Kemala seorang campuran Lampung-Palembang dari keluarga kaya raya yang merupakan simpatisan PSI di era revolusi, latar belakangnya cenderung sekuler. Adapun Bram adalah pemuda cerdas yang memperoleh beasiswa di Belanda, lahir dari keluarga Sunda-Jawa yang kuat pada agama, simpatisan NU dan ia sendiri dekat pula pada pemikiran Natsir. Bram dibesarkan dengan tata etika ketat. Bram kemudian menjadi wartawan, hidup dan menghidupi istri dan anak-anaknya. Di tengah benturan dan latar belakang sosial berbeda antara Kemala dan keluarga atau orang tua Bram, Nina, Arya, dan Nadira dibesarkan dengan berbagai problematika keluarga di era modern, pertautan intelektualitas, tradisi, moral, benturan ideologis, dan prinsip. Juga tak lupa mengenai masalah romantika yang kelam dan tidak terlalu manis.
Leila menyajikan narasi dengan tidak lazim dan unik. Ketika membaca mungkin awalnya kita akan dibingungkan oleh sudut pandang si pencerita.
Kadang dengan sudut pandang orang ketiga, kemudian sudut pandang silih berganti pada tokoh dalam cerita, atau gabungan antara orang ketiga dengan tokohnya, bahkan dalam bab ”Sebilah Pisau”, pencerita diambil dari perspektif tokoh yang tidak bertait dengan cerita pada bab sebelumnya, yakni dari sudut pandang rekan kerja Nadira yang seorang ilustrator di majalah Tera. Dalam bab tersebut Nadira menjadi objek, padahal pada bab-bab awal Nadira sendiri menjadi subjek. Walau demikian, justru kita disajikan hidangan yang fresh dan tidak
commit to user
membosankan, di samping itu, penggambaran sebuah karakter malah tidak luntur tetapi semakin kuat per tokohnya.
Penguatan tokoh dan konflik batin yang terjadi dibangun seiring dengan rangkaian bab demi bab. Sekalipun penuturannya tidak linier, kedalaman karakter tokohnya tertuang dengan sempurna. Kita dihadapkan dengan Nadira, tokoh sentral dalam cerita. Nadira dibesarkan dari lingkungan intelektual sang ayah yang seorang wartawan dan di bawah naungan sang ibu cenderung terbuka dan sekuler.
Nadira bebas secara ideologis, maka ia menambatkan karirnya sebagai seorang wartawan yang penuh dengan gairah keingintahuan dan petualangan intelektual.
Hingga suatu hari, tewasnya Kemala mempengaruhi kehidupan Nadira sebagai seorang anak, seorang wartawan, seorang kekasih, juga berpengaruh ketika ia menjadi seorang Istri. Kisah dalam novel ini penuh dengan tragedi yang menggoncang, dalam istilah Haruki Murakami, “membuat sekrup-sekrup otak agak longgar” yang tak jarang bisa berujung pada keputusan mengakhiri hidup.
Novel ini juga memasukan konflik-konflik yang berat secara psikologis.
Nampaknya Leila memang berusaha menyuguhkan konflik keluarga bukan semacam masalah remeh-temeh dan klise macam sineteron di tv. Ia juga bicara tentang isu-isu feminis yang sedikit-banyak tersirat dari transisi Kemala dari seorang pengagum Simon de Beauvoir, lalu harus menjadi seorang ibu dari 3 anak dan menekan hasrat-hasrat muda dan bebas. Nuansa feminis juga terasa dari pembangunan karakter Nina juga Nadira yang tidak terikat dengan tradisi lokal dan bebas menggapai pendidikan. Nuansa elitis pun sungguh terasa karena banyak bercerita tentang lingkungan-lingkungan intelektual di luar negeri, yang berangkali belum begitu akrab dengan sebagian besar pembaca, khususnya remaja dewasa ini.
commit to user B. Hasil Penelitian
1. Konflik Batin yang Dialami Tokoh dalam Novel 9 dari Nadira
Pembahasan aspek psikologi sastra atau proses kejiwaan tokoh dalam novel 9 dari Nadira, akan diteliti unsur psikologi sastra dari tokoh- tokoh dalam cerita tersebut, dengan pelaksanaan perwatakan yang digambarkan memiliki perkembangan konflik yang dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern (lingkungan). Konflik yang akan mempengaruhi proses kejiwaan dari konflik yang terjadi di dalam diri tokoh maupun dengan tokoh yang lain yang digambarkan melalui konflik internal dan eksternal dari diri tokoh-tokohnya.
Nurgiyantoro (2005: 124) mengatakan bahwa “ konflik batin adalah konflik yang terjadi di dalam hati, jiwa seseorang tokoh atau tokoh-tokoh cerita”. Jadi, ia merupakan konflik yang dialami oleh manusia dengan dirinya sendiri atau permasalahan intern seseorang manusia, misalnya ini terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan, atau masalah-masalah lainnya. Konflik-konflik tersebut dapat sekaligus terjadi dan dialami oleh seseorang tokoh dalam cerita dalam waktu yang sama. Tingkat kompleksitas konflik yang ditampilkan dalam sebuah karya fiksi dalam banyak hal, menentukan kualitas, intensitas, dan ketertarikan karya tersebut. Untuk lebih jelasnya penulis akan melakukan pembahasan mengenai konflik batin yang dialami oleh para tokoh.
Pembahasan terhadap konflik batin para tokoh dalam novel 9 dari Nadira akan diuraikan sebagai berikut:
1. Kematian sang Ibu yang menjadi pukulan besar bagi Nadira
Nadira dan kedua kakaknya menemukan Ibunya tergeletak sudah tidak bernyawa di lantai. Wajah ibunya membiru, bibir yang biru keunguan yang mengeluarkan busa putih. Waktu kematian ibunya, Nadira tidak bisa mengekspresikan kesedihannya seperti yang di lakukan oleh kakaknya, Yu Nina. Dia hanya sibuk mengurusi perlengkapan untuk
commit to user
pemakaman Sang Ibu dan sibuk mencari Bunga Seruni, bunga yang sangat disukai oleh Sang Ibu. Hal itu tampak dalam pernyataan berikut:
Alangkah leganya jika kita punya kemampuan ekspresif seperti Yu Nina. Alangkah bahagianya bisa memantulkan kembali apa yang sudah memenuhi dada. Dari mana dia bisa belajar menjerit, menangis, dan sesenggukan berkepanjangan seperti itu? (Leila S. Chudori: 8)
Jenazah Ibu akan dimakamkan setelah hari sholat Jumat. Berbaskom- baskom bunga melati di dapur itu masih menumpuk sementara gremengan pembacaan surat Yasin semakin nyaring. Kulihat Yu Nina kini sudah bisa berdiri dan keluar diiringi dua orang bibiku yang memapah Yu Nina, seolah dia sudah lumpuh total. Kedua matanya bengkak. Kenapa aku masih saja belum bisa mengeluarkan air mata sebutir pun? (Leila S. Chudori: 29)
2. Penolakan Nadira terhadap air susu Kemala
Bagi seorang ibu, menyusui anaknya adalah hal paling membahagiakan dan menyenangkan. Dengan begitu, sang ibu bisa mencurahkan semua kasih sayangnya untuk sang buah hati dan sang buah hati akan mendapatkan asupan gizi yang cukup dari sang ibu. Tapi hal itu tidak dirasakan oleh Kemala, karena anaknya yang bernama Nadira menolak air susunya. Penolakan Nadira terhadap air susu Kemala, membuat Kemala menjadi sedih dan mengeluarkan air mata. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
“Ada apa?” Bram memandangku tanpa senyum.
“Nadira agak aneh….”
“Aneh kenapa?”
“Dia menolak susuku….” (Leila S. Chudori: 6)
Aku menggendong Nadira. Dia menyandarkan kepalanya yang bundar dan bagus yang diselimuti rambut hitam tebal itu ke pundakku.
Nadiraku….. aku ingin sekali penyakit apapun yang dideritanya pindah kepadaku. Hanya beberapa menit kemudian, aku mendengar mesin tik Bram dari kamar makan. Lalu suara jari-jari yang asyik itu sesekali diselingi deru angin bulan Desember.
“Kalau dia sudah tidur, artinya dia tidak apa-apa….,” terdengar suara Bram di antara riuhnya mesin tik.
commit to user
Nadira memang sudah terlelap. Tapi dia belum minum apa-apa. Aku meletakkan Nadira di atas tempat tidur tanpa sprei. Aku meletakkan Nadira tanpa setetes pun air susu di dalam tubuhnya. Aku mengelus- elus pipinya, sekaligus mengusir-usir air mataku yang memaksa keluar. (Leila S. Chudori: 7-8)
3. Kekecewaan orangtua Bramantyo
Setiap orang tua mengingikan hal terbaik untuk anaknya. Baik itu dari segi pendidikan, kehidupan, maupun kehidupan anak-anaknya setelah mereka menikah dan membangun rumah tangga. Orang tua ingin melihat anak-anaknya bahagia. Hal ini tidak dirasakan oleh bapak dan ibu Suwandi, orangtua dari Bramantyo. Bapak dan ibu Suwandi kecewa karena tingkah Bramantyo yang menikah tanpa sepengetahuan orangtua dan pernikahan itu dilakukan pada saat Bramantyo masih duduk dibangku kuliah. Hal ini tampak pada pernyataan berikut:
Tak heran jika wajah gembil itu sungguh sulit membentuk senyum saat bertemu dengan aku, menantunya yang mungkin nampak seperti seorang perempuan muda dan binal yang mengawini putra sulungnya dan berhasil mengoyak-ngoyak peta yang sudah digambarkan orangtuanya. Seorang perempuan yang menyebabkan pendidikan anak sulungnya terulu-ulur. Orangtua Bram tak pernah mengetahui pernikahan macam apa yang dilalui putra sulungnya (kecuali melalui potret pernikahan kami yang sederhana dengan kebaya pinjaman dan beberapa tangkai bunga seruni putih yang diselipkan di konde. Seruni.
Bukan yasmin. Bukan mawar. Seruni), (Leila S. Chudori: 22)
“Keluarga ini sudah turun-menurun keluarga NU, bagaimana kamu bisa bergabung dengan Masyumi?”
“Ibu, saya akan selalu menghormati pilihan politik Bapak, Ibu, Eyang Sur, dan Aki. Tapi ini bukan kali pertama ada yang tidak memilih NU.
Bibi Sam juga memilih Muhammadiyah. Saya memilih karena keyakinan hati saya.” Kini Bram terdengar seperti punya otot.
Suaranya lebih bening dan aku membayangkan kilatan warna bronz dari kulitnya itu pasti semakin bersinar.
“Keyakinan apa itu?” Tanya ibunya dengan nada yang lebih terdengar kecewa daripada keinginan tahu.
“Bu, kita akan masuk dalam perdebatan yang tak ada ujungnya.”
Hening. (Leila S. Chudori: 25)
commit to user 4. Rasa bersalah Nina kepada Ibunya
Salah paham dengan anggota keluarga yang lainnya dalam sebuah keluarga adalah hal wajar. Sama halnya yang dialami oleh Nina, kakak Nadira. Nina merasa sangat bersalah kepada Ibunya. Karena diliputi ketakutan yang sangat besar untuk meminta maaf, Nina tidak berani mengatakan kejadian yang sebenarnya kepada Ibunya. Hingga dia lari kepada seorang psikolog yang bernama Ruth. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
“ Saya tak pernah minta maaf pada Nadira.”
Ruth memandang Nina dari balik kacamatanya.
“ Come again?”
“ Saya tak pernah minta maaf pada Nadira.”
“ Kenapa tidak?”
“ Saya merasa lebih bersalah pada Ibu.”
“ Kenapa? Kamu menyiksa adikmu; menuduhnya mencuri uang. Kamu berutang pada adikmu. Kenapa kamu merasa bersalah pada ibumu;
bukan pada Nadira?”
“Ruth, saya banyak melakukan kesalahan dalam hidup ini. Tapi ada satu peraturan dalam hidup saya: saya mencoba untuk tidak mengecewakan orangtua saya. Saya mencoba menjadi anak sulung yang baik. Karena itu, saya merasa bersalah pada Ibu, karena saya telah mengecewakan Ibu. Karena Ibu selalu ingin saya menjadi kakak yang menyayangi dan merawat adik-adik….” (Leila S. Chudori: 39- 40)
5. Nina merasa selalu bertanggungjawab atas yang terjadi terhadap kedua adiknya
Seorang kakak sulung memang selalu menjadi panutan untuk adik-adiknya. Kakak sulung juga punya kewajiban untuk mengarahkan adik-adiknya ke hal yang lebih baik, tapi bukan berarti seorang kakak sulung bertanggungjawab penuh atas semua yang dilakukan oleh adik- adinya. Seperti yang dilakukan oleh Nina. Dia berusaha menutupi kesalahan yang dilakukan oleh adik, Arya. Hal ini tidak baik karena dapat membuat sang adik menjadi manja dan tidak punya rasa tanggung jawab atas apa yang telah dia lakukan. Setiap angota keluarga memiliki
commit to user
kewajiban masing-masing dan bertanggungjawab atas hal itu. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Aku melirik Arya yang memandangku dengan kedua bola matanya yang membesar dan mulut yang menganga. Upilnya terlihat menggelantung di cuping hidungnya yang kembang-kempis itu. Itu pertanda dia merasa bersalah.
“Bu…, tadi adik jatuh karena lari-lari sama Arya, bukan salah Yu Nina…, Arya yang ingin menjadi Bhima itu langsung mengucapkan pengakuan resmi.”
“Ya, Arya, Ibu tahu….”
Aku mencium Nina dan Arya dan merapatkan selimut mereka. Ketika kupindahkan Nadira ke tempat tidur kami, Bram menggeleng kepala.
“Kenapa Nina selalu harus merasa tanggung jawab atas semua kejadian?”
“Mungkin karena dia merasa anak sulung…,” kataku sambil mengelus- elus luka Nadira.
Bram menggeleng, “Dia selalu butuh pengakuan, bahwa dia anak yang bertanggungjawab, bahwa dia bisa diperhitungkan dan bahwa dia sudah cukup besar untuk diikut-sertakan dalam persoalan orang dewasa,” kata Bram. (Leila S. Chudori: 60)
6. Nadira dan Keluarga Bramantyo kehilangan sosok Ibu
Sosok Ibu sangatlah penting dalam sebuah keluarga. Ibu bagaikan mesin yang menggerakkan semua kegiatan dalam keluarga. Tanpa Ibu seakan kegiatan di dalam rumah tangga menjadi mati. Kepergian seorang Ibu akan mengubah semuanya. Seperti yang dialami oleh Nadira.
Kematian sang Ibu mengubah hidupnya. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Kematian Ibunya yang mendadak telah membuat Nadira begitu tua.
Sejak penguburan ibunya setahun silam, lingkaran hitam di bawah kedua matanya tak pernah hilang. Dan sejak kematian itu pula, Nadira memandang segala sesuatu di mukanya tanpa warna. Semuanya tampak kusam dan kelabu. Dia tidur, bangun, dan merenung di kolong meja kerjanya. Setiap hari. Dia hanya pulang sesekali menjenguk ayahnya, tidur semalam dua malam di rumah, untuk kembali lagi merangsek kolong meja itu. (Leila S. Chudori: 72-73)
commit to user
7. Kebingungan Nadira menghadapi tingkah laku sang Ayah
Setelah ibunya meninngal, Nadiralah yang mengurus ayahnya.
Kedua kakaknya sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka hanya sesekali menanyakan kabar ayah mereka. Akhir-akhir ini ayah Nadira berubah. Perubahan inilah yang membuat Nadira bingung hingga membuat dia terpaksa menghubungi kakaknya, Yu Nina. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
“Kenapa, Dira? Ayah?”
“Dia tidak makan-makan, sudah seharian ini….,” akhirnya meluncur juga kata-kata itu.
“God, that man…. Sudah berapa lama?”
“Kemarin sih makan, meski cuma gado-gado dari kantin. Padahal Yu Nah sudah membuatkan urap kesukaannya. Empat hari yang lalu, dia juga menolak makan lalu menyuruh saya membelikan soto ayam dari kantin. Yu Nah sudah mulai merasa tersinggung, merasa masakannya nggak dihargai.”
“Jadi ini mengadu soal Yu Nah atau Ayah?”
Nadira bisa mendengar, suara Yu Nina sudah mulai jengkel dan tak sabar.
“Ya dua-duanya. Tapi Ayah menderita sekali, Yu. Lagi pula, dia terserang insomnia akhir-akhir ini. Setiap malam aku dengar kletak- kletuk bakiaknya di dapur.”
“Insomnianya kan sudah lama, sejak dia jadi wartawan…”
“Ya, tapi makannya? Kan Ayah jagoan makan?”
“Ya, itu manja saja, Nad. Nanti juga dia makan kalau lapar…”
Nadira menggigit bibir. “Dia… dia hanya suka menonton televisi, Yu.
Tepatnya nonton video. Dia nonton video All the President’s Men berulang-ulang Cuma untuk mengingat masa lalunya sebagai wartawan.” (Leila S. Chudori: 75-76)
8. Kasus balas dendam Bapak X kepada wanita yang melakukan penganiayaan kepada anak laki-lakinya
Dalam novel 9 dari Nadira ini, diceritakan bahwa Nadira pernah menangani kasus kriminal. Kasus kriminal ini menyangkut seorang laki- laki yang berinisial X dengan kasus pembunuhan wanita usia di atas 50 tahun. Wanita-wanita itu dibunuh karena menganiaya anak laki-lakinya karena beberapa faktor. Bapak dengan inisial X ini juga pernah mengalami hal tersebut, pernah dianiaya oleh Ibunya. Karena itu bapak
commit to user
dengan inisial X dendam kepada wanita-wanita tersebut dan membunuhnya. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
“Keluarga saya baik-baik saja, kakak-kakak saya sangat mendukung saya,” Nadira mencoba tenang. “Saya ingin tahu tentang ibu Anda…”
“Ibu…,” tiba-tiba saja senyum bapak X hilang, “yang mengambil semangkuk cabe rawit giling dan menyemirnya ke mulutku waktu saya masih berusia tujuh tahun…”
Bapak X menggosok-gosok bibirnya sendiri, memperlihatkan bagaimana ibunya memborehkan cabe rawit giling ke mulutnya.
Nadira menunduk dan berpura-pura sibuk menulis agar dia tidak terpengaruh.
“Ini adalah hukuman jika saya melontarkan kata yang tak senonoh…
Waktu saya berusia Sembilan tahun, dan saya terlambat pulang sekolah, Ibu mengikat saya di tiang rumah belakang… Codet di jidat saya ini? Ibu melempar sebuah piring, karena saya tidak menghabiskan makan siang saya…” (Leila S. Chudori: 106)
9. Sifat iri Nina terhadap keberhasilan Nadira
Adanya sifat iri dengan kakak dan adik dalam keluarga itu wajar.
Tapi seharusnya itu menjadi motivasi untuk menjadi yang lebih baik dari anggota keluarga yang lain, bukan malah berbuat hal-hal yang aneh.
Seperti yang dilakukan oleh Nina, kakak Nadira. Nina iri atas keberhasilan Nadira dan selalu marah saat Nadira memberikan potongan dada ayam kepada Arya, adiknya. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Nadira tak pernah menyadari sepasang mata Yu Nina yang berkilat- kilat marah menyaksikan perpindahan sepotong dada ayam yang berharga itu. Nadira terlalu sibuk menangkis kaki Arya yang menendang tulang keringnya dan wajah memohon… Seperti biasa, Nadira tidak tega dengan wajah abangnya yang sangat menyukai dada ayam itu. Dia akan memindahkan sepotong ayam itu ke piring abangnya. Adegan-adegan seperti ini hanya berbekas di hati Nina.
(Leila S. Chudori: 113)
Nadira bisa melihat dengan jelas, abangnya bukan hanya ketakutan, tetapi juga terkejut dan heran. Bagaimana mungkin tiga monyet yang sedang berloncatan di luar bisa meledakkan petasan di dalam kamar?
Sudah pasti ada orang lain ayng melakukannya. Tapi siapa?
commit to user
Yu Nah menjerit dan mengancam akan memberitahu Ayah dan Ibu saat mereka pulang dari kondangan. Nadira melirik Nina yang masih berdiri di pintu, melipat tangannya. Wajahnya tanpa ekspresi. Dia tak marah melihat baju-bajunya yang digantung hancur-lebur dihajar petasan. Nina hanya mengeluarkan perintah untuk Yu Nah. (Leila S.
Chudori: 117)
10. Dendam Nadira terhadap Nina kakaknya
Karena sifat iri Nina kepada Nadira, berimbas pada Arya, anak kedua Bramantyo dan Kemala. Arya terkena imbas dari perbuatan Nina.
Ini sangat membuat Nadira marah pada Nina dan dendam. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Sejak itu, ya sejak itu, Nadira tahu: dia tak akan pernah memaafkan kakak sulungnya. Ketika dia melihat abangnya dihukum oleh Ayah dan Ibu (tak boleh main petasan seumur hidup;tak boleh keluar pada hari Minggu; tak boleh main bola, membaca Quran setiap hari di rumah kakek Suwandi; tak boleh nonton televisi; dan yang paling sulit, tak boleh bertemu dengan Iwan dan Mursid untuk waktu yang lama), Nadira menyimpan kemarahan yang sungguh dalam. Dia tak mau lagi tidur satu kamar dengan Nina. Dan dia tak mau lagi melihat mata kakak sulungya. (Leila S. Chudori: 117)
11. Perceraian Nadira dan Niko
Menjaga keharmonisan dalam sebuah keluarga itu sangatlah penting, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti pertengkaran dan berujung pada perceraian. Tapi itu tidak terjadi pada Keluarga kecil Nadira. Perceraian harus dihadapi oleh Nadira dan suaminya Niko, karena mereka sudah tak memiliki rasa cinta lagi satu sama lain dan diliputi dengan perselingkuhan yang dilakukan oleh suami Nadira, Niko. Hal ini tampak pada pernyataan berikut:
“Itu semua tak terlalu penting,” kata Niko sambil menghela nafas, “inti permasalahnnya adalah: kita tidak saling mencintai lagi.” (Leila S.
Chudori: 175)
“Urus saja perceraian kita. Aku tahu kamu akan mengawini Rima. Aku juga sudah tahu tentang persoalanmu dengan Alina dan Tito Putranto.”
commit to user
Tiba-tiba saja wajah Niko membeku. Baru kali ini nama-nama itu meluncur dari mulut istrinya. Wajahnya terasa panas. Dia bukan saja tertangkap basah karena tidur dengan perempuan lain. Ternyata istrinya tahu: segala perjuangannya selama ini sudah basi. (Leila S.
Chudori: 176)
12. Nadira menjadi bahan pembicaraan di kantor
Setelah kejadian pemukulan yang dilakukan oleh Nadira tehadap bapak X saat proses interogasi di kantor polisi, Nadira menjadi bahan pembicaraan di kantornya. Semua orang membicarakan kelakuaannya, kecuali orang-orang yang berpihak pada Nadira. Hal ini tampak dalam pernyataam berikut:
“Kris, tolong temani dia dulu. Anak-anak redaksi sedang ramai membicarakan dia di sini. Aku sedang mencoba menghalau gerombolan burung nazar ini. Aku juga harus mengurus keluhan dari pengacara Bapak X,” kata Tara dengan nada datar. (Leila S. Chudori:
197)
“Cerdas, tapi terlalu aneh.”
“Ya, pasti jadi aneh, ibunya bunuh diri, ya anaknya pasti pada aneh semua.”
“Kalau ke kantor bawa buku satu ransel, seperti anak kuliah!”
“Katanya Bapak X ditinju ya?”
“Babak-belur oi…”
“Ha? Babak-belur?”
“Yeah…”
“Cuma biru mukanya, babak-belur apa?! Hiperbolik betul kau!”
(Leila S. Chudori: 200)
Seandainya aku memiliki seember air berisi es, aku ingin menyiramkannya ke atas kepala burung-burung nazar ini. Tapi aku hanya punya kertas dan pensil. Dan tentu saja tak mungkin aku mencelobot perut mereka dengan pensilku yang tajam. Aku tak ingin dipenjara. Apapun kesalahan Nadira, seharusnya mereka membela dia sebagai kawan; sebagai anggota keluarga Tera. (Leila S. Chudori: 201)
commit to user
2. Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel 9 dari Nadira
Sebuah karya sastra yang baik, novel misalnya, pasti akan mengandung berbagai nilai pendidikan yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Sebuah karya sastra yang baik merupakan pengalaman spiritual melalui perenungan yang panjang akan masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang untuk mengantarkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik, lebih sempurna, dan lebih membahagiakan manusia bersama-sama.
Pendidikan adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri anak, baik jasmani maupun rohani, kearah kedewasaan sehingga anak mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Pendidikan berfungsi mengembangkan manusia, masyarakat, dan alam sekitarnya. Fungsi ini digunakan dalam suatu proses yang berkesinambungan dari satu generasi ke generasi.
Pendidikan merupakan proses terpadu dan terarah untuk membantu manusia menyiapkan dan mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat menempatkan diri dalam kehidupan di masyarakat. Oleh karena itu, proses pendidikan adalah proses penyadaran akan nilai-nilai dasar manusia. Selanjutnya, proses pendidikan tidak hanya terjadi di sekolah atau lembaga pendidikan. Akan tetapi, di keluarga dan masyarakat pun, proses pendidikan selalu terjadi.
Setelah dibaca, dipahami, dan dianalisis berdasarkan kajian teori, nilai pendidikan karakter yang dapat ditemukan dalam novel 9 dari Nadira ini, antara lain:
a. Religius
Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Bentuk nilai karakter yang ditanamkan kakek Suwandi adalah penanaman nilai karakter yang bersifat religius atau keagamaan. Dengan selalu memahami isi Quran sebagai kitab suci agama yang dianut oleh keluarga Suwandi, yaitu agama Islam, kakek Suwandi berharap agar cucu-cucunya (Nina, Arya, dan Nadira) mampu
commit to user
memahami kebesaran Ilahi. Di sinilah terbentuk pilar keutamaan dalam pengembangan pembentukan karakter. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
“Alhamdulillah, akhirnya Bram sudah selesai sekolahnya. Sudah kembali ke Jakarta, biarpun lama betul selesainya. Nah, kita harus ajarkan Islam dulu, biar menantu dan cucu kita mengerti isi Quran,”
Pak Suwandi menegur istrinya. (Leila S. Chudori: 25)
“Nah. Kumala… tadi Bapak sudah bicara dengan suamimu, anak- anakmu itu harus belajar mengaji…” (Leila S. Chudori: 27)
“Anak-anakmu tinggal di sini saja selama libur sekolah, biar kenalan sama nenek-kakeknya, kenalan sama semua paman-bibinya dan sepupu-sepupunya sekalian belajar mengaji. Nanti neneknya juga mengajarkan salat lima waktu.” (Leila S. Chudori: 28)
b. Jujur
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
“Bu…, tadi adik jatuh karena lari-lari sama Arya, bukan salah Yu Nina…,” Arya yang ingin menjadi Bhima itu langsung mengucapkan pengakuan resmi. (Leila S. Chudori: 60)
c. Toleransi
Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
“Soal Masyumi, biar kita bicarakan nanti saja, yang penting sama- sama partai Islam,” Pak Suwandi menegur istrinya. (Leila S. Chudori:
25)
commit to user d. Disiplin
Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Liputan Konferensi Non Blok yang lebih mirip sebuah panggung teater dunia ini diselenggarakan para reporter dengan baik. Nadira mengerjakannya dengan patuh dan sigap. Matanya yang tajam dan berbinar-binar itu selalu membuat langkahku berhenti sejenak di lantai tujuh. (Leila S. Chudori: 195)
Pada jam tiga pagi sudah tak ada polisi Rokok, maka aku memberanikan diri untuk mengeluarkan rokok kretekku (Majalah Tera terdiri dari warga anti rokok yang sangat berkuasa. Kami, para perokok, bagai budak yang harus patuh pada peraturan mereka. (Leila S. Chudori: 206)
“Ada apa, malam-malam masih di sini?”
Nadira mengerutkan kening, “Kan Mas Tara bilang aku harus menyelesaikan semua utang laporan… Jadi aku kerjakan. Kan aku sudah mau cuti ka…” (Leila S. Chudori: 206)
e. Kerja keras
Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Bekerja sebagai wartawan dengan tiga orang anak terlalu mengisap seluruh perhatian Bramantyo pada pekerjaanya. Ayahnya begitu semangat dengan pekerjaanya. (Leila S. Chudori: 71)
“Mana ada waktu… Setiap hari aku mengejar deadline.”
“Kau masih betah jadi wartawan, Nadira?”
Nadira diam tak menjawab. Bibirnya bergerak-gerak. (Leila S.
Chudori: 84)
Semua tugas investigasi dan tugas-tugas peliputan ke luar negeri dilahapnya dengan sigap; dan begitu pekerjaan selesai, Nadira tak segera pulang. (Leila S. Chudori: 97)
commit to user f. Kreatif
Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Nadira bisa membuat film uang bagus, Yah.”
“Apa?”
“Saya bisa membuat film tentang kehidupan wartawan. Tapi bukan seperti All The President’s Men. Saya akan membuat wartawan yang idealis, yang ingin membawa kebenaran, yang… (Leila S. Chudori:
81)
Nadira duduk kembali di muka mesin tik milik ayahnya di meja makan. Ini adalah cerita pendeknya yang keenam yang akan dikirim ke majalah Mata Hati. (Leila S. Chudori: 113)
g. Demokratis
Demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
“Ibu, saya akan selalu menghormati pilihan politik Bapak, Ibu, Eyang Sur, dan Aki. Tapi ini bukan kali pertama ada yang tidak memilih NU.
Bibi Sam juga memilih Muhammadiyah. Saya memilih karena hati saya.” (Leila S. Chudori: 25)
h. Rasa Ingin Tahu
Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
“Mengapa Tunggul Ametung? Mengapa tidak ambil dari pandangan mata Ken Dedes, misalnya?”
Nadira bertanya dengan notes dan pena di pangkuannya.
Gilang tertawa,” Aku sudah menduga, pasti kamu akan lebih tetarik susut pandang Ken Dedes.” (Leila S. Chudori: 51-52)
commit to user i. Cinta Tanah Air
Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Hal ini tampak dalam ;pernyataan berikut:
“Apa yang kalian kenakan waktu menikah?” ibu mertua bertanya dengan nada yang sangat sopan, menekan rasa jengkel karena tidak bisa hadir.
“Kebaya putih, Bu…”
“Cara apa? Sunda? Jawa?”
Aku terdiam, “Cara… Indonesia.” (Leila S. Chudori: 26)
j. Menghargai Prestasi
Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
“Selamat ya…”
Nadira mengerutkan kening.
“Ya, kamu berhasil mewawancarai…”
“Oh itu, lupakanlah. Tidak penting,” katanya dengan wajah murung.
(Leila S. Chudori: 189)
k. Bersahabat/Komunikatif
Bersahabat atau komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
“Aku tidak menyangka aku akan jatuh cinta pada pekerjaan ini, “tiba- tiba saja dia nyerocos. Aku belum pernah Nadira mengucapkan kalimat sepanjang ini. Astaga.
Oh, panjangnya kalimat itu. Apa dia pernah berbicara sebanyak ini dengan Tara? (Leila S. Chudori: 190)
commit to user
“Kita harus rayakan, Nad. Nanti aku atur…”
“Wah, tak perlu Mbak… Saya sudah mau cuti, dan…”
“Tidak ada tawar-menawar. Sebelum kamu cuti, kita bikin perayaan di rooftop. Kamu tak perlu melakukan apa-apa; aku paham kau sibuk dengan persiapanmu. Aku akan atur dengan para sekretaris redaksi.
Oke?” (Leila S. Chudori: 226-227)
l. Cinta Damai
Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Biasanya kalau kedua redaktur dungu itu sibuk berdebat tentang laporan utama apa yang layak, Tara akan menengahi mereka. Tara memang cocok jadi wasit. Dia punya obsesi terhadap filsafat “win-win solution”. (Leila S. Chudori: 183)
m. Gemar Membaca
Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Aku lebih banyak bercerita tentang buku-buku yang tengah kubaca.
Saat itu aku baru menyelesaikan She Came to Stay dari Simone de Beauvoir. (Leila S. Chudori: 18)
Nadira mengambil salah satu buku karya Amartya Sen ketika dia mendengar tepukan para tamu. Nadira tak menyadari dia sudah cukup lama mengungsi ke perpustakaan rumah Niko. (Leila S.Chudori: 158)
Nadira memisahkan buku-buku yang akan dibawanya ke rumah cinta bersama Niko. Buku-buku itu dicemplungkan ke dalam kardus berlabel NN. Huruf NN itu kemudian dilingkari dengan gambar hati.
(Leila S. Chudori: 144)
“Oh, Cuma mau baca saja sedikit. Mas Tara pernah mewawancarai beliau di Inggris. Saya jarang membaca buku-buku ekonomi. Tapi Mas Tara menjelaskan begitu menarik, jadi saya tertarik pinjam.” (Leila S.
Chudori: 159)
commit to user n. Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Arya semakin sering bertapa di dalam hutan dan seperti tak ingin keluar lagi dengan alasan hutan jati di Indonesia membutuhkan Insinyur kehutanan seperti dia: pecinta pohon dan dedaunan. Pecinta alam yang menghargai anugerah Tuhan dan merasa bertugas menjaganya. (Leila S. Chudori: 73)
o. Peduli Sosial
Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Beberapa ibu dari kompleks tempat tinggal orangtuaku menjerit kian- kemari menyiapkan minum ala kadarnya dan sesekali meminta persetujuanku yang, entah oleh siapa, diangkat sebagai “pimpro” acara belasungkawa ini. (Leila S. Chudori: 9)
p. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini tampak dalam pernyataan berikut:
Bram belum selesai kuliah, tetapi, sudah berani kawin. Dia bekerja sembari mencari nafkah tambahan di De Groenen Bar dan menulis berita di kantor berita Indonesia Merdeka. ( Leila S. Chudori: 22) Dia hanya pulang sesekali menjenguk ayahnya, tidur semalam dua malam di rumah, untuk kembali lagi merangsek kolong meja itu.( Leila S. Chudori: 72)
Hanya Nadira sendiri yang menghadapi ayahnya. Nadira memperhatikan tawa ayahnya yang terkekeh-kekeh itu sebagai sebuah
commit to user
upaya untuk mengusir air matanya yang selalu mendesak keluar. (Leila S. Chudori: 73)
“Itu karena kamu kesepian, mengurus Ayah sendirian. Aku sibuk dengan kuliah; Arya sibuk dengan hutan hingga dia sudah mirip orang utan. Dan kamu, seperti biasa anak yang berbakti sendirian, ” suara Yu Nina terdengar menjengkelkan. Suara seorang kakak tertua, sulung, merendahkan. (Leila S. Chudori: 87)
3. Relevansi Novel 9 dari Nadira Untuk Pengajaran sastra Sastra Di SMA Pengajaran sastra di Sekolah Menengah Atas biasanya mengenal kritik sastra dalam bentuk resensi karya sastra. Karya sastra yang selama ini digunakan sebagai bahan ajar di Sekolah Menengah Atas, biasanya berbentuk puisi, cerpen, roman, dan novel. Salah satu standar kompetensi dalam penagajaran sastra di kelas XI adalah membaca, yaitu memahami berbagai hikayat, novel Indonesia atau novel terjemahan, dengan kompetensi dasar, yaitu menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Dari kompetensi membaca dimaksudkan dari standar kompetensi ini adalah pembelajaran sastra Indonesia yang memahami berbagai hikayat, novel Indonesia atau terjemahan. Bertumpu dari standar kompetensi tersebut, lahirlah berbagai novel yang relevan untuk pembelajaran sastra di SMA kelas XI.
Hakikat pengajaran sastra di sekolah adalah apresiasi terhadap sastra itu sendiri karena dalam apresiasi sastra siswa dapat bertemu secara langsung dengan karya sastra. Siswa melakukan aktivitas membaca, menikmati, menghayati, memahami, serta merespon karya sastra di hadapan khalayak.
Melalui apresiasi sastra, siswa diharapkan mampu mengapresiasi dan memberikan penghargaan yang tulus terhadap karya sastra yang ada.
Semua ini dapat dicapai melalui pergulatan intens antara siswa dengan karya sastra yang didasari dari rasa suka terhadap karya sastra sehingga pada akhirnya siswa dapat merasakan kenikmatan estetika dan keharuan akan maknanya. Hal inilah yang menjadi tujuan akhir pengajaran
commit to user
sastra, yaitu menjadikan siswa paham dan mengerti apa itu sastra dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk mencapai tujuan pengajaran sastra di atas, diperlukan sebuah karya sastra yang berkualitas dalam proses pengajarannya. Sebuah karya itu dikatakan bermutu jika isi dari karya tersebut lebih mengedepankan nilai-nilai kehidupan yang bermakna, memikat, menggugah, kreatif, dan imajinatif.
Salah satu yang relevan untuk pengajaran sastra adalah novel 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori. Novel ini salah satu karya sastra yang bermutu dan sangat baik digunakan sebagai bahan ajar dalam proses pengajaran sastra.
Novel ini mengangkat cerita keluarga dan bertema percintaan. Selain itu pendidikan karakter yang digambarkan oleh setiap tokohnya dalam novel ini sangatlah kuat. Bahasa yang digunakan dalam novel ini pun sangat lah mudah, jadi para siswa dengan mudah akan menangkap isi dari novel. Dari segi psikologis, novel ini cocok untuk anak seusia kelas XI SMA, dalam novel ini mereka akan menemukan hal-hal atau fakta-fakta baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Latar belakang novel ini adalah keluarga. Keluarga adalah sesuatu yang paling dekat dengan kehidupan siswa, jadi mereka tidak akan kesulitan untuk menganalisis novel ini.
Dalam novel 9 dari Nadira, Nadira digambarkan sebagai sosok yang memiliki rasa tanggung jawab yang sangat tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Agus Setiyono,
Misalnya tokoh Bramantyo dan Nadira, kedua tokoh ini memiliki karakter tanggung jawab. Tanggung jawab merupakan salah satu pilar dalam nilai karakter. (Setiyono: II)
Rasa tanggung jawab Nadira memang tinggi. Dia bertanggungjawab atas Ayahnya setelah kematian Ibunya. Selain itu, sebanyak dan seberat apapun tugas yang diberikan pimpinan redaksi tempatnya bekerja, selalu diterima dan dilaksanakan dengan baik. Bahkan ketika Nadira mendapat tugas untuk mewawancarai seorang psikopat yang telah melakukan pembunuhan
commit to user
berantai, ia pun melaksanakan tugas itu dengan hasil yang memuaskan. Nadira memang tipikal wanita yang bertanggungjawab dan pekerja keras.
Novel 9 dari Nadira ini sarat dengan nilai kerja keras yang dapat diteladani oleh para siswa. Siswa dapat menerapkan nilai karakter yang terkandung dalam novel dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Khusnul Hadi,
Selanjutnya kerja keras, ini ditunjukkan oleh tokoh Bramantyo dan Nadira. Kedua tokoh ini selalu sunggguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Yang paling bagus yaa nilai kerja keras ini, jadi siswa dapat meniru nilai kerja keras tokoh Bramantyo dan Nadira lalu menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sungguh- sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. (Hadi: III)
Untuk pembelajaran sastra, dipilih novel-novel yang sesuai dengan kebutuhan anak. Agar anak tertarik untuk mengikuti pembelajaran tersebut.
Utamanya tema dari novel tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sapti Anayogyani,
Kalau seumuran anak SMA kan biasanya tertarik dengan lawan jenis, nah novel yang cocok adalah novel tentang percintaan. Tapi tidak kalah penting jga novel yang berkisah tentang kehidupan sosial. (Anayogyani:
I)
Novel-novel yang memiliki nilai karakterlah yang dapat dijadikan bahan ajar pembelajaran sastra. Dengan adanya nilai karakter tersebut, siswa akan dapat meneladaninya dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Khusnul Hadi,
sastra khusunya novel yang bisa dijadikan bahan ajar adalah novel-novel yang mempunyai nilai pendidikan, kemudian dari sisi moral yang bagus.
(Hadi: III)
Hal yang sama disampaikan oleh Agus Setiyono. Kriteria novel yang dapat dijadikan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran sastra adalah novel
commit to user
yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai ketimuran dan menjunjung tinggi kearifan lokal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agus Setiyono,
tidak bertentangan dengan nilai-nilai ketimuran, lalu sebaiknya diusahakan novel yang menjunjung tinggi kearifan lokal. (Setiyono: II)
Novel 9 dari Nadira ini relevan untuk pembelajaran sastra di SMA.
Hal ini sesuai dengan pendapat Agus Setiyono,
Menurut saya relevan mbak, karena yaa itu tadi terdapat banyak nilai- nilai karakter yang dapat diambil dari novel ini. Lalu di dalam novel ini juga terdapat perjalanan hidup dan sejarah seorang manusia. (Setiyono:
II)
Khusnul Hadi juga mengatakan bahwa novel 9 dari Nadira relevan untuk pembelajaran sastra di SMA. Novel 9 dari Nadira memiliki nilai karakter seperti nilai kerja keras. Selain itu ketabahan Nadira dalam menghadapi masalah juga dapat diteladani oleh para siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut,
Dalam novel ini nilai kerja keras dan sikap tabah sangat kuat. Sebagai manusia kita harus bekerja keras untuk mewujudkan mimpi-mimpi dan keinginan. Dalam bekerja keras meraih cita-cita, akan ada banyak halangan. Namun bila diikuti dengan ketabahan, maka akan mendapatkan pembelajaran. Jadi siswa diharapkan dapat memiliki sikap tabah dan kerja keras seperti dalam novel tersebut. (Hadi: II)
Hal yang sama juga dikatakan oleh Sapti Anayogyani. Novel 9 dari Nadira relevan untuk pembelajaran sastra di SMA karena novel ini memiliki tema percintaan. Tema ini cocok untuk anak-anak seusia itu (kelas XI SMA).
Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut,
Novel ini kan bertema percintaan, jadi cocok sekali untuk anak-anak seusia mereka. Kalau temanya sudah cocok, pasti anak akan memiliki antusias yang tinggi untuk belajar sastra. Hal yang paling utama untuk menarik siswa dalam pembelajaran sastra khusunya novel, yaitu tema dari novel tersebut. (Anayogyani: I)
commit to user
Novel 9 dari Nadira relevan untuk pembelajaran sastra di SMA. Di dalam novel tersebut, terdapat nilai-nilai karakter yang sangat banyak. Siswa dapat meneladani setiap nilai karakter yang terdapat dalam novel itu dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, tema dalam novel ini adalah percintaan. Tema ini cocok untuk siswa seusia itu. Siswa akan tertarik untuk mengikuti pembelajaran sastra karena novel yang digunakan sesuai dengan para siswa. Hal yang paling utama untuk menarik siswa dalam pembelajaran sastra khusunya novel, yaitu tema dari novel tersebut.
C. Pembahasan
1. Konflik Batin yang Dialami Tokoh dalam Novel 9 dari Nadira
Analisis ini dilakukan dengan teori kepribadian yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam teori Psikoanalisis, seperti yang telah dijelaskan dalam kajian teori bahwa sumber dari proses kejiwaan manusia terdiri dari tiga sistem yaitu ego, id, dan super ego. Aspek struktur kepribadian melalui the id, the ego, dan super ego. The id/Das Es (aspek biologis) merupakan sistem kepribadian yang asli dan sumber dari semua energi dan dorongan. Id berisi segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir (unsur-unsur biologis), termasuk insting-insting. Id tidak memandang benar atau tidaknya pemikiran terhadap suatu perbuatan. Jadi, id tidak memandang pada segala hal yang bersifat objektif, melainkan lebih ke hal-hal yang bersifat subjektif dalam sebuah kenyataan. The Ego/Das Ich (aspek psikologis) merupakan pelaksana dari kepribadian. Peran ego ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan instingtif dengan keadaan lingkungan. Ego dalam diri manusia menghasilkan kenyataan dengan rencana tindakan yang telah dikembangkan melalui pikiran dan akal tersebut. The super ego/Das Ueber Ich (aspek sosiologis) merupakan aspek-aspek yang berkaitan dengan latar belakang sosial dari kepribadian. Super ego adalah suara hati atau bagian moral dari kepribadian. Dalam hal ini, super ego bersifat sebagai kontrol terhadap adanya dorongan-dorongan dari id dan ego pada diri manusia yang mengalami konflik (Suryabrata, 2007: 127-128). Konflik yang akan mempengaruhi proses
commit to user
kejiwaan dari konflik yang terjadi di dalam diri tokoh maupun dengan tokoh yang lain yang digambarkan melalui konflik internal dan eksternal dari diri tokoh-tokohnya. Untuk lebih jelasnya penulis akan melakukan pembahasan mengenai konflik batin yang dialami oleh para tokoh. Pembahasan terhadap konflik batin dalam novel 9 dari Nadira akan diuraikan di bawah ini.
Kematian sang Ibu yang menjadi pukulan besar bagi Nadira. Dalam hal ini id dalam diri Nadira mengatakan bahwa Nadira belum siap ditinggal pergi oleh Ibunya untuk selamanya. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Ibunya telah memilih mengakhiri hidupnya dengan cara seperti itu. Ego di dalam diri Nadira mencoba merealisasikan id tersebut dengan tindakan mencoba mengikhlaskan kepergian ibunya dan berusaha mencari bunga seruni putih kesukaan sang Ibu untuk pemakamannya. Superego di dalam diri Nadira menganggap bahwa tindakan yang dilakukan oleh Nadira sudah benar, karena Nadira menganggap bahwa Ibunya akan suka bila dalam pemakamannya menggunakan bunga seruni putih. Dan dengan menerima dengan ikhlas kepergian Ibunya, Nadira yakin ibunya akan bahagia di alam sana. Superego telah memutuskan bahwa tindakan yang diambil oleh Nadira sudah benar, sehingga mampu mendorong id dan ego untuk merealisasikan kebenaran tersebut agar dapat mencapai tujuannya yaitu membuat ibunya bahagia untuk yang terakhir kalinya.
Penolakan Nadira terhadap air susu Kemala. Id di dalam diri Kemala mengatakan bahwa dia ingin sekali menyusui Nadira dalam keadaan apapun.
Tapi Nadira menolak air susu Kemala, dan hal itu membuat Kemala sangat khawatir. Ego dalam diri Kemala mencoba merealisasikan dengan menggendong Nadira dan menyandarkan kepalanya yang bundar dan bagus yang diselimuti rambut hitam tebal itu ke pundak Kemala hingga Nadira tertidur. Superego dalam diri Kemala mengatakan bahwa tindakan tersebut sudah benar. Dengan cara menggendong Nadira, itu berarti bahwa Kemala menunjukkan kasih sayang kepada Nadira dan bisa mengurangi rasa khawatir Kemala karena Nadira tidak mau minum air susunya.
commit to user
Kekecewaan orangtua Bramantyo. Id dalam diri kedua orangtua Bramantyo mengatakan bahwa kedua orangtua Bramantyo sangat kecewa dengan tindakan Bramantyo yang menikah sebelum menyelesaikan kuliahnya.
Ego dalam diri kedua orangtua Bramantyo mencoba menerima keputusan yang diambil Bramantyo, yaitu menerima pernikahan Bramantyo dengan Kemala.
Superego dalam diri kedua orangtua mengatakan bahwa tindakan itu tidak benar atau salah. Seharusnya Bramantyo menyelesaikan kuliahnya dulu baru menikah, bukan menikah sambil kuliah.
Rasa bersalah Nina kepada Ibunya. Id dalam diri Nina mengatakan bahwa dia malu dan takut mengakui kesalahan yang dilakukannya kepada Ibunya. Ego dalam diri Nina mencoba menyembunyikan kesalahan yang pernah dia perbuat dari Ibunya. Superego dalam diri mengatakan bahwa tindakan itu salah. Seharusnya dia meminta maaf kepada Ibunya dan mengatakan kebenarannya. Agar Nina tidak mempunyai beban atau rasa bersalah dalam hidupnya.
Nina merasa selalu bertanggungjawab atas apa yang terjadi terhadap kedua adiknya. Id dalam diri Nina mengatakan bahwa dia memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kedua adiknya karena dia anak sulung. Ego dalam diri Nina mencoba mengambil alih semua yang dilakukan kedua adiknya, bahkan pada saat adiknya berbuat salah. Dia mencoba menjadi kakak yang baik untuk adik-adiknya. Superego dalam diri Nina mengatakan bahwa tindakan itu benar, sehingga mampu mendorong id dan ego untuk merealisasikan kebenaran tersebut agar dapat mencapai tujuannya yaitu mendapatkan pengakuan dari orantuanya bahwa dia sudah mampu terlibat dalam mengurus adik-adiknya.
Nadira dan Keluarga Bramantyo kehilangan sosok Ibu. Id dalam diri Nadira mengatakan bahwa dia dan keluarga sangat sedih atas sepeninggalan Kemala, Ibunya. Ego dalam diri Nadira memandang bahwa segala sesuatu di mukanya tanpa warna. Semuanya tampak kusam dan kelabu. Superego dalam diri Nadira mengatakan bahwa hal itu benar, sehingga mampu mendorong id dan ego untuk merealisasikannya. Bahwa sosok Ibu sangatlah penting dalam
commit to user
keluarga, dan kepergian Ibunya yang begitu tiba-tiba meninggalkan kenangan yang sulit dilupakan oleh Nadira.
Kebingungan Nadira menghadapi tingkah laku sang Ayah. Id dalam diri Nadira mengatakan bahwa dia sangat bingung menghadapi perubahan tingkah laku ayahnya beberapa hari terakhir ini. Ego dalam diri Nadira mengatakan bahwa dia harus memberi tahu kakaknya atas perubahan yang dialami oleh ayahnya, karena bukan hanya dia yang bertanggungjawab atas ayahnya, melainkan juga kakaknya, Nina. Superego dalam diri Nadira mengatakan bahwa tindakan yang dia lakukan benar. Dengan memberi tahu kakaknya, dia dapat membicarakan perubahan yang dialami oleh ayahnya kepada kakaknya.
Kasus balas dendam Bapak X kepada wanita yang melakukan penganiayaan kepada anak laki-lakinya. Id dalam diri bapak X mengatakan bahwa dia sangat membenci wanita yang menganiaya anak laki-lakinya. Ini karena pengalaman pribadi yang dialami oleh bapak X. Dia pernah dianiaya oleh ibunya pada saat masih kecil. Ego dalam diri bapak X mengatakan bahwa dia harus membunuh wanita yang melakukan penganiayaan kepda anak laki- lakinya. Hal ini bisa disebut balas dendam. Superego dalam diri bapak X mengatakan bahwa tindakan ini benar, sehingga mendorong id dan ego untuk mencapai tujuannya, yaitu agar tidak ada lagi anak laki-laki yang mendapatkan penganiayaan dari ibunya karena masalah yang tak seberapa.
Sifat iri Nina terhadap keberhasilan Nadira. Id dalam diri Nina mengatakan bahwa dia tidak suka dengan keberhasilan yang dicapai oleh Nadira. Nina ingin memusnahkan semua yang dimiliki oleh Nadira, termasuk hasil tulisan Nadira. Ego dalam diri Nina mencoba merealisasikan dengan membakar almari pakaian tempat Nadira menyimpan hasil karyanya. Superego dalam diri Nina mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan benar, sehingga mendorong id dan ego untuk mencapai tujuannya yaitu memusnahkan hasil tulisan Nadira dengan cara meledakkan almari pakaian tempat Nadira menyimpan hasil tulisannya.
commit to user
Dendam Nadira terhadap Nina Kakaknya. Id dalam diri Nadira bahwa dia sangat marah kepda kakaknya, Nina. Karena kesalahan yang dilakukan Nina berimbas pada Arya. Ego dalam diri Nadira menyimpan kemarahan yang sungguh dalam kepada Nina. Superego dalam diri Nadira mengatakan bahwa tindakan tersebut benar. Dia tidak mau lagi tidur satu kamar dengan Nina, karena perbuatan Nina kepada Arya.
Perceraian Nadira dan Niko. Id dalam diri Nadira mengatakan bahwa dia sangat kecewa kepada Niko karena Niko berselingkuh dengan wanita lain saat Niko masih menjadi suami Nadira. Ego dalam diri Nadira mencoba merealisasikan dengan jalan perceraian. Superego dalam diri Nadira mengatakan bahawa tindakan tersebut benar. Karena keduanya sudah tidak memiliki rasa cinta lagi. Selain itu, rumah tangga mereka diwarnai dengan perselingkuhan yang dilakukan oleh Niko. Jalan terbaik yaitu dengan bercerai.
Nadira menjadi bahan pembicaraan. Teman-teman kantor yang berpihak pada Nadira (Tara dan Kris), merasa kasihan karena Nadira menjadi bahan pembicaraan di kantor. Id mereka mengatakan bahwa tak seharusnya Nadira menjadi bahan pembicaraan di kantor. Ego mereka mencoba merealisasikan dengan membawa Nadira pergi dari burung-burung nazar itu.
Superego mereka mengatak tindakan tersebut sudah benar, sehingga mendorong id dan ego mereka untuk mencapai tujuan yaitu menjauhkan Nadira dari burung-burung nazar tersebut.
Konflik-konflik yang dialami para tokoh kebanyakan konflik internal.
Para tokoh mengalami konflik batin karena terjadi perubahan di dalam hidup mereka. Tokoh Nadira mengalami konflik batin karena beberapa hal. Nadira mengalami konflik batin setelah kematian Ibunya yang begitu mendadak. Hal ini membuat kehidupan Nadira berubah total. Kemandirian Nadira mengurus ayahnya seorang diri, juga menimbulkan konflik batin tersendiri. Kedua kakaknya sibuk dengan urusan masing-masing tanpa peduli keadaan ayahnya.
Selain itu, dendamnya kepada kakaknya Nina juga merupakan konflik batin.
Dia tidak bisa memaafkan perbuatan Nina sehingga berimbas pada Arya.
Konflik batin lainnya, perceraian Nadira dengan Niko. Dia tidak menyangka
commit to user
laki-laki yang begitu dia cintai selingkuh dengan wanita lain. Konflik batin berikutnya, Nadira menjadi bahan pembicaraan teman-teman kantornya karena dia memukul narasumber saat proses interogasi.
Selain tokoh Nadira, konflik batin juga dialami oleh Kemala, ibu Nadira. Kemala cemas karena Nadira tidak mau meminum air susunya sedikitpun sampai Nadira tertidur.
Kedua orangtua Bramantyo, Bapak dan Ibu Suwandi juga mengalami konflik batin. Mereka kecewa atas perbuatan Bramantyo yang menikah sebelum lulus kuliah. Padahal dalam keluarga Suwandi ada aturan tidak boleh menikah sebelum lulus kuliah.
Tokoh Nina dalam cerita ini juga mengalami konflik batin. Konflik batin yang dialami dikarenakan oleh beberapa hal. Rasa bersalah Nina kepada Ibunya, karena dia merasa tidak mampu menjadi kakak yang baik buat kedua adiknya. Selain itu, rasa tanggung jawab Nina yang begitu berlebihan kepada kedua adiknya membuat dia merasa sudah pantas diikutkan dalam masalah dewasa yang dihadapi orangtuanya. Padahal setiap orang memiliki tanggung jawab sendiri atas dirinya masing-masing. Keberhasilan Nadira, membuat Nina iri. Sikap iri Nina membuat dia membakar semua hasil tulisan Nadira. Hal ini membuat Nadira sangat kecewa kepada kakaknya.
Konflik batin yang dialami oleh bapak X terjadi karena masa kecilnya.
Saat masih kecil dia dianiaya oleh ibu kandungnya karena kesalahan yang tak begitu besar. Semenjak itu, bapak X menaruh dendam pada wanita yang suka menganiaya anak laki-lakinya, dan bapak X akan membunuh wanita tersebut untuk menyelamatkan anak laki-laki tersebut.
2. Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel 9 dari Nadira
Setelah dibaca, dipahami, dan dianalisis berdasarkan kajian teori, nilai pendidikan karakter yang dapat ditemukan dalam novel 9 dari Nadira ini berjumlah 16 nilai pendidikan karakter, antara lain religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah air,
commit to user
menghargai prestasi, bersahabt/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Nilai karakter yang utama dalam novel ini adalah religius. Nilai karakter yang berupa nilai religius termasuk dalam pilar keutamaan dalam membentuk karakter individu. Hadirnya tokoh Suwandi (kakek Nadira) yang berasal dari keluarga religius ini dapat dinilai sebagai bentuk pendidikan karakter. Suwandi senantiasa mengajarkan anak-anaknya, bahkan cucu- cucunya agar selalu menjalankan perintah agamanya dengan baik. Hal yang sering ditekankan Suwandi kepda cucu-cucunya adalah agar selalu belajar memahami isi Al-Quran dan rajin melaksanakan salat.
Nilai karakter jujur merupakan sikap lurus hati dan mau mengatakan apapun dengan sebenarnya. Jujur adalah sikap terpuji yang harus dimiliki oleh setiap orang. Jujur merupakan perbuatan apa adanya tidak dibuat-buat. Dalam cerita ini, nilai karakter jujur ditunjukkan oleh tokoh Arya. Arya mengakui kesalahannya kepada ibunya, setelah Kemala bercerita tentang tokoh wayang Bhima. Arya mengakui bahwa dialah yang mengajak Nadira lari-larian hingga jatuh, bukan kakaknya, Nina. Arya berbicara jujur karena dia ingin menjadi tokoh dalam pewayangan, yaitu Bhima.
Nilai karakter toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Dalam novel 9 dari Nadira, sikap toleransi ditunjukkan oleh Bapak Suwandi, ayah dari Bramantyo. Suwandi tidak mempermasalahkan partai yang dipilih oleh anaknya, asal partai tersebut sama-sama partai Islam. Sikap Suwandi tersebut, mengharagai partai pilihan anaknya.
Selanjutnya adalah nilai karakter disiplin. Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Sikap disiplin dalam novel 9 dari Nadira ditunjukkan oleh tokoh Nadira dan Kris, teman sekantor Nadira. Setiap kali menerima tugas dari atasannya, Nadira selalu menyelesaikan tugas tersebut dengan patuh dan sigap. Sebelum Nadira mengambil cuti untuk menikah, dia menyelesaikan
commit to user
semua utang laporan yang diberikan oleh kantor. Sikap tersebut menunjukkan kalau Nadira mempunyai disiplin yang tinggi dalam mengerjakan semua tugas yang diberikan oleh kantornya. Selain Nadira, sikap disiplin juga ditunjukkan oleh Kris. Kris mematuhi peraturan yang dibuat oleh kantornya. Dia tidak merokok pada saat jam kerja kantornya. Dia baru merokok saat jam kantor sudah selesai.
Nilai karakter yang sangat kuat dalam novel 9 dari Nadira adalah kerja keras. Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh- sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Sikap kerja keras dalam novel 9 dari Nadira ditunjukkan oleh tokoh Bramantyo dan Nadira. Bramantyo bekerja keras untuk menghidupi istri dan ketiga anaknya. Nadira selalu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh kantornya.
Nilai karakter kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Sikap kreatif dalam novel 9 dari Nadira, ditunjukkan oleh tokoh Nadira. Disela-sela kesibukannya dia masih bisa membuat film pendek tentang wartawan dan menceritakan kepada ayahnya. Sikap kreatif Nadira, tumbuh saat dia masih kecil. Sejak kecil Nadira gemar menulis cerpen dan mengirimkannya ke Majalah. Dengan begitu, dia bisa mendapatkan uang dan menyalurkan sikap kreatifnya.
Nilai karakter demokratis juga terdapat dalam novel 9 dari Nadira.
Demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Sikap demokratis dalam novel 9 dari Nadira ditunjukkan oleh tokoh Bramantyo. Bram begitu dia dipanggil, menghormati pilihan politik keluarga tapi dia juga ingin dihormati dalam pilihan politik yang tidak sejalan dengan keluarganya.
Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Sikap rasa ingin tahu ditunjukkan oleh tokoh Nadira.
Sebagai seorang wartawan, rasa ingin tahu Nadira sangat tinggi. Ini
commit to user
ditunjukkan saat mewawancarai Gilang Sukma, narasumbernya yang seorang koreografer. Nadira bertanya secara detail tentang rencana pertunjukkan yang sedang dilakukan oleh Gilang Sukma.
Nilai karakter cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Sikap cinta tanah air ditunjukkan oleh tokoh Kemala. Walaupun dia tinggal diluar negeri, saat pernikahannya dia tetap menggunakan cara Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa dia (Kemala) cinta Indonesia.
Nilai karakter berikutnya menghargai prestasi. Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Sikap menghargai prestasi ini ditunjukkan tokoh Kris kepada Nadira. Kris memberikan ucapan selamat kepada Nadira atas keberhasilan Nadira melakukan wawancara. Ucapan selamat ini menunjukkan bahwa dia ikut senang atas keberhasilan Nadira.
Nilai karakter bersahabat atau komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Sikap bersahabat atau komunikatif dalam novel 9 dari Nadira, ditunjukkan oleh Kris dan Novena. Dengan Kris, Nadira bisa bicara panjang lebar, yang sebelumnya Nadira belum pernah berbicara banyak kepada orang, apalagi dengan Tara. Hal ini menunjukkan bahwa Kris adalah orang yang komunikatif. Novena, teman kantor Nadira mengadakan acara perayaan atas rencana pernikahan Nadira. Hal ini menunjukkan sikap bersahabat dan kepedulian Novena atas kebahagiaan Nadira.
Dalam novel 9 dari Nadira juga terdapat nilai karakter cinta damai.
Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. Sikap cinta damai dalam novel 9 dari Nadira ditunjukkan oleh tokoh Utara Bayu, yang sering dipanggil Tara. Tara selalu menjadi penengah saat kedua redaktur di kantornya berdebat.
Ini menunjukkan bahwa dia memiliki sikap cinta damai.
commit to user
Nilai karakter gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Sikap gemar membaca dalam novel 9 dari Nadira ditunjukkan oleh keluarga Bramantyo, meliputi Kemala dan Nadira. Hal ini ditunjukkan dengan adanya koleksi-koleksi buku dalam rumah keluarga Bramntyo. Selain itu, tokoh Nadira selalu meluangkan waktu untuk membaca buku maupun novel.
Nilai karakter peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Sikap peduli lingkungan dalam novel 9 dari Nadira ditunjukkan oleh tokoh Arya. Sejak kecil Arya sudah tertarik dengan alam dan setelah dewasa Arya kuliah di Bogor dan mengambil jurusan kehutanan. Setelah selesai, Arya mengabdikan dirinya di dalam hutan di Indonesia.
Selain nilai karakter peduli lingkungan, juga terdapat nilai karakter peduli sosial. Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Sikap peduli sosial dalam novel 9 dari Nadira ditunjukkan oleh ibu-ibu kompleks tempat tinggal keluarga Bramantyo Suwandi. Ini ditunjukkan pada saat kematian Kemala. Ibu-ibu kompleks membantu menyiapkan minum dan lain- lain di rumah Bramantyo. Ini menunjukkan tetangga sekitar rumah Bramantyo memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Nilai karakter yang terakhir adalah tanggung jawab. Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Nilai karakter tanggung jawab adalah nilai yang menanggung segala sesuatu atas apa yang dilakukan. Sikap mau melaksanakan tugas dan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Nilai tanggung jawab dapat ditemui pada tokoh Nadira dan Bramantyo, ayahnya. Tokoh Bramantyo bertanggungjawab dengan keputusannya menikah sebelum selsai kuliah. Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, dia bekerja sambil kuliah. Tokoh Nadira bertanggungjawab atas
commit to user
Ayahnya setelah kematian Ibunya. Selain itu, sebanyak dan seberat apapun tugas yang diberikan pimpinan redaksi tempatnya bekerja, selalu diterima dan dilaksanakan dengan baik. Bahkan ketika Nadira mendapat tugas untuk mewawancarai seorang psikopat yang telah melakukan pembunuhan berantai, ia pun melaksanakan tugas itu dengan hasil yang memuaskan. Nadira memang tipikal wanita yang bertanggungjawab dan pekerja keras.
Demikian 16 nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel 9 dari Nadira. Nilai-nilai tersebut cocok diajarkan pada generasi muda khusunya pelajar. Pelajar dapat menerapkan nilai-nilai karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu siswa dapat belajar sastra sekaligus mendapatkan pembelajaran nilai-nilai pendidikan karakter yang saat ini sedang dicanangkan Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas).
Melalui karya sastra, guru dapat mengajarkan nilai-nilai kebermanfaatan yang terkandung dalam karya sastra tersebut.
3. Relevansi Novel 9 dari Nadira dalam Pembelajaran Sastra
Novel 9 dari Nadira sarat dengan nilai pendidikan karakter yang berguna bagi pembaca, ternyata juga relevan untuk materi pembelajaran sastra di SMA. Sastra dalam pembelajaran Bahasa dan Satra Indonesia di SMA terdapat di kelas XI dan mencakup berbagai kemampuan, baik mendengarkan, berbicara, membaca, maupun menulis yang berkaitan dengan sastra khususnya novel (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006: 262-263).
Kelayakan atau tidaknya sebuah novel untuk dijadikan alternatif materi pembelajaran juga didasarkan pada pendapat Winkel (1996: 272) yaitu bahan dan materi pembelajaran merupakan isi pengajaran yang mengandung nilai-nilai, informasi, fakta dan pengetahuan. Novel tersebut relevan untuk pembelajaran sastra khususnya novel di SMA. Selain memiliki nilai-nilai karakter yang dipublikasikan oleh Kementrian Pendidikan Nasional, novel tersebut berisi tentang perjalanan hidup dan sejarah seorang manusia. Seperti yang diungkapkan oleh Agus Setiyono,