• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN KOPI ARABIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN KOPI ARABIKA"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

WINDY PUTRI WULANDARI DALIMUNTHE 150304002

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

SKRIPSI

OLEH :

WINDY PUTRI WULANDARI DALIMUNTHE 150304002

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)
(5)

Windy Putri Wulandari Dalimunthe (150304002) dengan judul Analisis Nilai Tambah Pengolahan Kopi Arabika (Studi Kasus: Koperasi Kopi Mandailing Jaya, Desa Alahankae, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing

Natal). Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec dan Ibu Siti Khadijah H. N., SP, M.Si. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui proses pengolahan kopi Arabika menjadi kopi bubuk di Koperasi Kopi Mandailing Jaya, untuk menganalisis nilai tambah dari

pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk dan untuk menganalisis pendapatan yang diperoleh dari pengolahan kopi Arabika di Koperasi Kopi Mandailing Jaya.

Metode penelitian adalah secara purposive untuk menentukan daerah penelitian, metode purposive sampling untuk penentuan subjek. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, metode perhitungan nilai tambah Hayami dan metode perhitungan pendapatan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengolahan kopi Arabika di Koperasi Kopi Mandailing Jaya terdiri dari 6 tahapan yaitu pengeringan kopi biji, pengupasan kulit tanduk, sortasi biji, penyangraian, penggilingan, pengemasan. Nilai tambah yang diperoleh tergolong tinggi.

Pendapatan yang diperoleh tergolong menguntungkan.

Kata Kunci : Kopi Arabika, Nilai Tambah, Pendapatan

(6)

Windy Putri Wulandari Dalimunthe (150304002) with the title Analysis Of Value Added Arabica Coffee Processing (Case Study:

Koperasi Kopi Mandailing Jaya, Desa Alahankae, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal). The research guided

by Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec and Ibu Siti Khadijah H. N., SP, M.Si.

The purpose of this study was to determine the processing of arabica coffee into ground coffee in Koperasi Kopi Mandailing Jaya, to analyze the value added from processing of arabica coffee into ground coffee and to analyze the income earned from processing arabica coffee in Koperasi Kopi Mandailing Jaya . The research method is purposively to determine the subject of the money analysis method used is the descriptive method, method of calculating the value added of Hayami and the method of calculating income. The data used are primary and secondary datas. The results showed that the processing of arabica coffee in Koperasi Kopi Mandailing Jaya consisted of six stages, namely drying of coffee beans, stripping horn skin, seed sorting, roasting, packaging. The value added obtained was classified as high. Income obtained is classified as profitable.

Keywords: Coffee Arabica, Value Added, Income

(7)

Windy Putri Wulandari Dalimunthe, lahir di Desa Gunung Tua M.S pada tanggal 27 Januari 1998. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Ayahanda Muhammad Salman Dalimunthe dan Ibunda Nining Retno Hapsari.

Pendidikan Formal yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 2001 masuk Taman Kanak-Kanak Dharma Wanita Kotanopan dan tamat pada tahun 2003.

2. Tahun 2003 masuk Sekolah Dasar di SDN 142623 Pagaran Baru dan tamat pada tahun 2009.

3. Tahun 2009 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Kotanopan dan lulus pada tahun 2012.

4. Tahun 2012 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kotanopan dan lulus pada tahun 2015.

5. Tahun 2015 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN.

6. Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Sidomulyo, Kecamatan Sei Balai, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara dari bulan Juli hingga Agustus 2018.

7. Melaksanakan penelitian skripsi di Desa Alahankae, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mnadailing Natal, tepatnya di Koperasi Kopi Mandailing Jaya pada bulan Maret 2019.

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Nilai Tambah Pengolahan Kopi Arabika (Studi Kasus: Koperasi Kopi Mandailing Jaya yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Sebagai bentuk syukur, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua komisi pembimbing skripsi yang telah sabar meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan arahan, bimbingan dan juga saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Ibu Siti Khadijah H. N. SP. M.Si selaku anggota komisi pembimbing skripsi yang telah sabar meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan arahan, bimbingan dan juga saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Ir. M. Jufri M.Si.

selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kemudahan dalam perkuliahan.

4. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.

(9)

6. Bapak Kepala Desa Alahankae beserta seluruh staf jajarannya.

7. Seluruh staff di Koperasi Kopi Mandailing Jaya.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kepada kedua orangtua saya tercinta, Ayahanda Muhammad Salman Dalimunthe dan Ibunda Nining Retno Hapsari yang telah tulus dan ikhlas membantu dan mendukung penulis dalam hal materiil maupun moril hingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada saudara-saudari saya tercinta, Dicky Asyura Dwi Ananda Dalimunthe, Muhammad Rangga Satria Dalimunthe, dan Naomira Fibra Inayah Dalimunthe yang selalu memberikan dukungan dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan sarjana.

3. Kepada sahabat tercinta, Asih Karimah, Aina Zahna, Risma Khoiriyah, Melani Sari, Siti Azizah, Rizky Handayani, Dita Aprillya, Cyntia Dwi Permata,

Mila Rahmi, dan teman-teman seperjuangan di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU.

(10)

semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang bersangkutan.

Medan, Juli 2019

Penulis

(11)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1 Sejarah Kopi ... 6

2.1.2 Jenis Jenis Kopi ... 7

2.1.3 Produksi Komoditas Pertanian (On Farm) ... 8

2.1.4 Aspek Pengolahan Hasil Pertanian (Agroindustri) ... 10

2.1.5 Pengolahan Kopi Bubuk ... 12

2.2. Landasan Teori ... 15

2.2.1 Defenisi Nilai Tambah ... 15

2.2.2 Teori Pendapatan ... 17

2.3. Penelitian Terdahulu ... 17

2.4. Kerangka Pemikiran ... 18

2.5. Hipotesis Penelitian ... 21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22

(12)

3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 24

3.5.1 Definisi ... 25

3.5.2 Batasan Operasional ... 26

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 27

4.1.1 Keadaan Penduduk ... 27

4.1.1.1 Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2018 ... 28

4.1.1.2 Penduduk Menurut Agama Tahun 2018 ... 28

4.1.1.3 Penduduk Menurut Kelompok Jenis Pekerjaan Tahun 2018 . 29 4.1.2 Sarana Dan Prasarana... 29

4.2. Karakteristik Sampel Penelitian ... 30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sistem Produksi Usaha Pengolahan Kopi Bubuk Arabika ... 32

5.1.1 Penggunaan Input dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika ... 36

5.1.1.1 Penggunaan Bahan Baku ... 36

5.1.1.2 Sumbangan Input Lain... 37

5.1.1.3 Penggunaan Modal Investasi ... 38

5.1.1.4 Penggunaan Tenaga Kerja ... 39

5.1.1.5 Penerimaan dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika ... 41

5.2. Nilai Tambah Yang Diperoleh dari Pengolahan Kopi Bubuk Arabika... 41

5.3. Pendapatan Yang Diperoleh dari Pengolahan Kopi Bubuk Arabika ... 45

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 47

6.2. Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

Tabel Judul Halaman 1.1 Luas Tanaman dan Produksi Tanaman Kopi Arabika

Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

2

3.1 Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami 23

4.1 Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2018 28 4.2 Penduduk Menurut Kelompok Agama Tahun 2018 28 4.3 Penduduk Menurut Kelompok Jenis Pekerjaan Tahun 2018 29

4.4 Sarana dan Prasarana Tahun 2018 30

4.5 Karakteristik Sampel Pengolahan Kopi Arabika 31 5.1 Penggunaan Bahan Baku dalam Usaha Pengolahan Kopi

Bubuk Arabika Per Satu Kali Proses Produksi

36

5.2 Sumbangan Input Lain Per Satu Kali Proses Produksi dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

37

5.3 Biaya Penyusutan Peralatan Per Satu Kali Produksi dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

38

5.4 Kebutuhan dan Upah Tenaga Kerja Per Proses Produksi dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

40

5.5 Penerimaan Hasil Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Per Satu Kali Proses Produksi di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

41

5.6 Nilai Tambah yang Diperoleh dari Pengolahan Kopi Biji Menjadi Kopi Bubuk Arabika di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

43

5.7 Pendapatan Bersih dari Hasil Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Per Satu Kali Produksi di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

45

(14)

Gambar Judul Halaman

2.1 Skema Kerangka Pemikiran 20

5.1 Tahapan pengolahan Kopi Bubuk Arabika 32

5.2 Alur Proses Pengolahan Kopi Bubuk Arabika 35

(15)

Uraian Judul

Lampiran 1 Karakteristik Sampel Usaha Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Lampiran 2 Biaya Bahan Baku Pengolahan Kopi Bubuk Arabika di

Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

Lampiran 3 Biaya Bahan Penunjang Dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

Lampiran 4 Biaya Penyusutan Peralatan Dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

Lampiran 5 Penggunaan Tenaga Kerja Per Produksi (Hari) Dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

Lampiran 6 Upah Tenaga Kerja Per Proses Produksi (Hari) dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

Lampiran 7 Penerimaan Dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

Lampiran 8 Pendapatan Per Hari Dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

Lampiran 9 Perhitungan Nilai Tambah Dengan Metode Hayami

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mampu memperkokoh perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan

penyedia bahan pangan, bahan baku industri, dan penyedia lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk sehingga dapat menurunkan tingkat kemiskinan (Lubis, 2017).

Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian yang dapat meningkatkan devisa negara dan menyerap tenaga kerja. Komoditas tanaman perkebunan di Indonesia menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat Indonesia. Selain itu, produk-produk hasil perkebunan memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan. Prospek itu antara lain adalah tumbuhnya industri hulu sampai hilir, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan penghasilan petani perkebunan, dan tersedianya lahan yang cukup luas serta menghasilkan aneka produk olahan (Budiman, 2012).

Salah satu tanaman perkebunan yang sudah lama di budidayakan di Indonesia

adalah kopi. Sejak puluhan tahun yang lalu, kopi telah menjadi sumber pendapatan bagi petani. Selain menjadi sumber penghasilan rakyat, kopi

menjadi komoditas andalan ekspor dan sumber pendapatan devisa negara (Rahardjo, 2012).

Sekitar 90% hasil produksi kopi di Indonesia berasal dari perkebunan kopi rakyat.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu kopi harus diikuti dengan penyebaran

(17)

informasi teknologi budidaya dan cara pengolahan yang benar sehingga petani bisa memahami dan menerapkannya. Dengan menerapkan teknologi tersebut,

petani bukan hanya akan menghasilkan kopi yang bermutu baik,

tetapi juga mendapatkan produksi dan pendapatan yang lebih tinggi (Najiyati dan Danarti, 2008).

Tabel 1.1. Luas Tanaman dan Produksi Tanaman Kopi Arabika Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

No. Kecamatan

Luas Tanaman (Ha) Produksi (Ton)

TBM TM TTM Jumlah

1 Batahan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

2 Sinunukan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

3 Batang Natal 55,75 80,75 5,51 142,02 78,33

4 Lingga Bayu 0,00 3,51 4,97 8,48 3,40

5 Ranto Baek 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

6 Kotanopan 48,59 143,17 23,95 215,70 178,96

7 Ulu Pungkut 349,17 327,62 32,52 709,32 376,77

8 Tambangan 2,90 72,31 9,66 84,86 64,35

9 Lembah Sorik Marapi 0,40 34,80 4,94 40,00 34,10 10 Puncak Sorik Marapi 133,84 196,16 105,92 13,00 264,81 11 Muara Sipongi 43,23 105,48 11,01 435,92 116,03

12 Pakantan 24,66 169,23 18,98 212,86 204,76

13 Panyabungan 8,34 10,81 1,30 21,17 10,77

14 Panyabungan Selatan 15,53 27,16 6,29 48,97 32,59

15 Panyabungan Barat 0,68 7,24 0,85 8,77 6,73

16 Panyabungan Utara 0,00 0,00 1,30 1,30 0,00

17 Panyabungan Timur 198,40 568,99 32,95 800,33 768,14

18 Huta Bargot 0,25 2,71 0,32 3,29 2,50

19 Natal 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

20 Muara Batang Gadis 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

21 Siabu 0,00 8,03 1,97 10,00 7,79

22 Bukit Malintang 0,00 4,37 0,63 5,00 4,28

23 Naga Juang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 881,73 1.762,32 263,80 2.907,85 2.154,31 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal, 2018

(18)

Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu kabupaten penghasil kopi Arabika di Sumatera Utara. Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 23 kecamatan, dimana diantaranya terdapat 17 kecamatan penghasil kopi Arabika (kopi ateng) antara lain: Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Lingga Bayu, Kecamatan Kotanopan, Kecamatan Ulu Pungkut, Kecamatan Tambangan,

Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Muara Sipongi, Kecamatan Pakantan, Kecamatan Panyabungan,

Kecamatan Panyabungan Selatan, Kecamatan Panyabungan Barat, Kecamatan Panyabungan Utara, Kecamatan Panyabungan Timur, Kecamatan Hutabargot, Kecamatan Siabu, Kecamatan Bukit Malintang.

Di Kecamatan Ulu Pungkut sebagian besar petani mengusahakan tanaman kopi jenis Arabika yang di kenal dengan kopi Arabika Mandailing sebagai komoditas unggulan. Kopi Arabika Mandailing tumbuh di atas ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (dpl). Sejak tahun 1878, kopi Arabika Mandailing telah di kenal dunia karena cita rasa dan aroma kopi yang kuat. Tahun 1922, William H. Ukers mendeskripsikan bahwa Kopi Arabika Mandailing adalah kopi yang paling bagus dan termahal di pasar internasional. Orang-orang asing menyebut kopi Arabika Mandailing dengan sebutan Mandheling Coffee. Penamaan kata Mandheling Coffee adalah penyebutan orang-orang asing terhadap kata Mandailing yang

merupakan salah satu suku di Sumatera Utara, tepatnya di Kabupaten Mandailing Natal yang berjarak 320 km dari kota Medan.

Pengembangan tanaman kopi Arabika di Kabupaten Mandailing Natal sudah dilakukan oleh masyarakat petani kopi sejak tahun 1699 sampai dengan sekarang.

Usahatani kopi ini merupakan sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat di

(19)

wilayah Kecamatan Ulu Pungkut Kabupaten Mandailing Natal. Perkembangan kopi Arabika sangat pesat, sehingga masyarakat berlomba untuk menanamnya.

Kebanyakan para petani kopi Arabika menjual hasil usahataninya dalam bentuk gelondongan merah (cherry red) dan dalam bentuk kopi biji. Hal ini menyebabkan Koperasi Kopi Mandailing Jaya membuat industri hilir dari kopi biji menjadi kopi bubuk. Industri hilir ini dimulai sejak tahun 2015 sampai saat ini. Kopi bubuk ini diberi merk dagang “Banamon”. Koperasi ini mengolah kopi biji menjadi kopi beras kemudian menjadi biji kopi sangrai (roasted bean) yang kemudian diolah menjadi kopi bubuk, dan kemudian melakukan pengemasan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah. Kopi Arabika yang berasal dari Indonesia sudah dikenal di manca negara, sehingga perlu adanya keberlanjutan untuk pengolahan yang baik untuk meningkatkan nilai tambah.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang proses pengolahan kopi Arabika menjadi kopi bubuk, berapa nilai tambah dan berapa pendapatan yang dihasilkan dari usaha pengolahan kopi Arabika di Koperasi Kopi Mandailing Jaya.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang ada, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pengolahan kopi Arabika menjadi kopi bubuk pada Koperasi Kopi Mandailing Jaya ?

2. Berapa nilai tambah (value added) yang diperoleh dari usaha pengolahan kopi Arabika pada Koperasi Kopi Mandailing Jaya ?

(20)

3. Berapa besar pendapatan yang diperoleh dari pengolahan kopi Arabika pada Koperasi Kopi Mandailing Jaya ?

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses pengolahan kopi Arabika menjadi kopi bubuk pada Koperasi Kopi Mandailing Jaya

2. Untuk menganalisis berapa nilai tambah (value added) yang diperoleh dari usaha pengolahan kopi Arabika pada Koperasi Kopi Mandailing Jaya

3. Untuk menganalisis berapa besar pendapatan yang diperoleh dari pengolahan kopi Arabika pada Koperasi Kopi Mandailing Jaya

1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah:

1. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi koperasi, maupun petani kopi dan pihak-pihak yang terkait dalam usaha pengembangan pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menetapkan kebijakan dan pengembangan produk olahan komoditi kopi.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi kepada peneliti selanjutnya.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Kopi

Tanaman kopi berasal dari Benua Afrika, tepatnya dari Negara Ethiopia.

Kopi termasuk kelompok tanaman semak belukar dengan genus Coffea, famili Rubiceae, subfamily Ixoroideae, dan suku Coffeae. Pada abad ke-10 biji kopi dimasukkan sebagai kelompok makanan oleh beberapa suku di Ethiopia.

Berdasarkan penelitian, kopi berpotensi sebagai obat-obatan dan sebagai penahan rasa ngantuk (Panggabean, 2011).

Kopi termasuk komoditas perkebunan yang banyak diperdagangkan di dunia internasional. Urutan tiga besar penghasil kopi di dunia yakni Brazil, Kolombia, dan Vietnam. Negara Indonesia merupakan peringkat ke-4 penghasil kopi terbesar setelah Vietnam. Sasaran ekspor kopi yang berasal dari Indonesia

umumnya ke Negara Amerika, Jepang, Belanda, Jerman dan Italia (Panggabean, 2011).

Sekitar 90% hasil produksi kopi di Indonesia berasal dari perkebunan kopi rakyat.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan hasil produksi perkebunan kopi rakyat di antaranya faktor kebiasaan petani, faktor ekonomi, dan faktor keamanan lingkungan. Belum memadainya pemetaan sentra penghasil kopi yang menggambarkan karakteristik dari masing-masing daerah dan kurangnya penyuluhan (edukasi) dalam mengatasi hama penyakit tanaman kopi menjadi

(22)

salah satu penyebab produksi kopi hasil perkebunan rakyat belum banyak di ekspor (Panggabean, 2011).

Menurut Najiyati dan Danarti (2008), tanaman kopi rakyat umumnya sudah berumur cukup tua, sehingga tidak produktif lagi. Penerapan teknologi yang digunakanpun masih sangat sederhana. Tidak heran jika produksi dan mutunya sangat rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu ditempuh langkah - langkah berikut:

1. Mengembangkan varietas kopi arabika unggul pada lahan - lahan yang sesuai.

2. Mengganti tanaman yang sudah tua dengan tanaman muda varietas unggul yang dianjurkan (peremajaan).

3. Menerapkan teknik budidaya yang benar, baik mengenai sistem penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama penyakit, maupun pengaturan naungan.

4. Menerapkan sistem pemanenan dan pengolahan yang benar, baik cara pemetikan, pengolahan, pengeringan, maupun sortasi.

2.1.2 Jenis - Jenis Kopi

Jenis kopi yang banyak dibudidayakan yakni kopi Arabika (Coffea arabica) dan kopi Robusta (Coffea canephora).

A. Kopi Arabika

Kopi Arabika merupakan kopi jenis pertama yang dibudidayakan. Kopi jenis Arabika sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian 1.000-2.100 meter di atas permukaan laut (dpl). Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi, cita rasa yang dihasilkan oleh biji kopi akan semakin baik. Karena itu, perkebunan kopi

(23)

Arabika hanya terdapat di beberapa daerah tertentu (di daerah yang memiliki ketinggian di atas 1.000 m dpl).

Berikut ini beberapa daerah penanaman jenis kopi Arabika yang terkenal di Indonesia.

1. Provinsi Sumatera Utara ( Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Dairi, Kabupaten Tobasa, Kabupaten Humbang, Kabupaten Mandailing Natal, dan Kabupaten Karo).

2. Provinsi Aceh.

3. Provinsi Lampung.

4. Beberapa Provinsi di Pulau Sulawesi, Jawa, dan Bali (Panggabean, 2011).

B. Kopi Robusta

Tanaman kopi jenis Robusta memiliki adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan kopi jenis Arabika. Areal perkebunan kopi jenis kopi Robusta di Indonesia

relatif luas. Pasalnya, kopi jenis Robusta dapat tumbuh di ketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi pertumbuhan kopi Arabika yaitu

0-1000 m dpl. Produksi jenis kopi Robusta secara umum dapat mencapai 800-2.000 kg/Ha/tahun (Panggabean, 2011).

2.1.3 Produksi Komoditas Pertanian (On Farm)

Produksi adalah suatu kegiatan untuk menciptakan/menghasilkan atau menambah nilai guna terhadap suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan oleh orang atau badan (produsen). Orang atau badan yang melakukan kegiatan produksi dikenal dengan sebutan produsen. Sedangkan barang atau jasa yang dihasilkan dari melakukan kegiatan produksi disebut dengan produk. Istilah produksi berasal

(24)

dari bahasa inggris to produce yang berarti menghasilkan. Sedangkan dalam arti ekonomi, Pengertian Produksi adalah sebagai kegiatan mengenai penciptaan dan penambahan atau utilitas terhadap suatu barang dan jasa (Situmorang, 2008).

Menurut Sukirno (2006), pengertian faktor produksi adalah benda-benda yang disediakan oleh alam atau diciptakan oleh manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Produksi pertanian yang optimal adalah produksi yang mendatangkan produk yang menguntungkan ditinjau dari sudut ekonomi ini berarti biaya faktor-faktor input yang berpengaruh pada produksi jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh sehingga petani dapat memperoleh keuntungan dari usaha taninya.

Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi komoditas pertanian adalah sebagai berikut:

1. Lahan Pertanian

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berfikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi - inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi.

(25)

3. Modal

Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses tersebut modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variabel cost). Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali produksi, sedangkan modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja.

4. Teknologi

Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi.

5. Manajemen

Dalam usahatani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi komoditas pertanian, mulai dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengendalian (controlling), dan evaluasi (evaluation).

2.1.4 Aspek Pengolahan Hasil Pertanian (Agroindustri)

Pengolahan hasil pertanian atau agroindustri merupakan komponen kedua dalam kegiatan agribisnis setelah komponen produksi pertanian. Banyak pula dijumpai petani yang tidak melaksanakan pengolahan hasil yang disebabkan oleh berbagai hal. Padahal disadari bahwa kegiatan pengolahan ini dianggap penting, karena dapat meningkatkan nilai tambah.

(26)

Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut.

Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk agroindustri dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi atau sebagai produk bahan baku industri lainnya (Soekartawi, 2000).

Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan diantaranya sebagai berikut:

1. Meningkatkan Nilai Tambah

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses, dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri.

2. Meningkatkan Kualitas Hasil

Salah satu tujuan dari pengolahan hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas.

Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri.

3. Meningkatkan Penyerapan Tenaga Kerja

Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap.

Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan.

(27)

4. Meningkatkan Keterampilan Produsen

Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar.

5. Meningkatkan Pendapatan Produsen

Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas hasil penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar (Soekartawi, 2003).

2.1.5 Pengolahan Kopi Bubuk

Pengolahan kopi adalah merubah bentuk bahan baku buah kopi menjadi produk yang dikehendaki baik berupa produk setengah jadi yaitu kopi biji atau kopi beras, maupun produk yang siap dikonsumsi seperti kopi bubuk atau kopi instan.

Pembuatan kopi bubuk banyak di lakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri kecil, dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya di lakukan secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Hasilnya pun biasanya hanya di konsumsi sendiri atau di jual bila ada pesanan. Pembuatan kopi bubuk oleh pedagang pengecer atau industri kecil sudah mulai meningkat dengan mesin-mesin yang cukup baik, tetapi masih dalam jumlah tebatas.

Namun, hasilnya hanya di pasarkan sendiri atau di pasarkan ke pedagang pengecer kecil. Pembuatan kopi bubuk oleh pabrik biasanya di lakukan secara modern dengan skala cukup besar. Hasilnya di kemas dalam bungkus rapi dengan menggunakan kertas alumunium foil agar kualitasnya terjamin, serta dapat di

(28)

bagi dalam tiga tahap, yaitu tahap perendangan (penyangraian), tahap penggilingan, dan tahap penyimpanan (Najiyati dan Danarti, 2008).

A. Perendangan (Penyangraian)

Perendangan atau penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu 200 – 225 derajat celsius. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kopi sangrai yang berwarna coklat kayu manis dan kehitaman. Pada proses penyangraian, kopi mengalami perubahan warna dari hijau atau cokelat hijau menjadi cokelat kayu manis, kemudian menjadi hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah (retak) maka penyangraian segera di hentikan. Selanjutnya kopi segera di angkat dan di dinginkan.

Penyangraian bisa dilakukan secara terbuka atau tertutup. Penyangraian secara tertutup akan menyebabkan kopi bubuk yang di hasilkan agak terasa asam akibat tertahannya air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap, namun aromanya akan lebih tajam karena senyawa kimia yang beraroma khas kopi tidak banyak menguap. Penyangraian secara tradisional dilakukan petani secara terbuka dengan menggunakan wajan. Penyangraian kopi oleh pedagang atau pabrik dilakukan

secara tertutup dengan menggunakan mesin penyangrai seperti batch roaster (Najiyati dan Danarti, 2008).

B. Penggilingan (Penumbukan)

Penggilingan adalah proses pemecahan butir - butir biji kopi yang telah disangrai

untuk mendapatkan kopi bubuk berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran butir - butir (partikel - partikel) bubuk kopi berpengaruh terhadap rasa dan aroma

kopi. Secara umum, semakin kecil ukurannya maka rasa dan aromanya semakin

(29)

baik. Hal ini dikarenakan semakin besar bahan yang terdapat di dalam kopi yang dapat larut di dalam air ketika diseduh.

Penggilingan tradisional di lakukan dengan cara menumbuk kopi menggunakan

alat penumbuk yang disebut lumpang dan alu. Lumpang terbuat dari kayu atau batu, sedangkan alu terbuat dari kayu. Setelah di tumbuk hingga halus, bubuk kopi di saring dengan ayakan paling besar 75 mesh. Bubuk kopi yang

tidak lolos ayakan di kumpulkan dan di tumbuk lagi. Penggilingan oleh industri kecil atau pabrik menggunakan mesin giling. Mesin ini biasanya sudah di lengkapi alat pengatur ukuran partikel kopi sehingga secara otomatis bubuk

kopi yang keluar berukuran seperti yang diinginkan dan tidak perlu disaring lagi (Najiyati dan Danarti, 2008).

C. Penyimpanan

Kopi yang sudah disangrai dan digiling mudah sekali mengalami perubahan, misalnya perubahan aroma, kadar air, dan ketengikan. Kopi bubuk disimpan di tempat terbuka akan kehilangan aroma dan berbau tengik selama 2 - 3 minggu.

Kehilangan aroma ini disebabkan oleh menguapnya zat caffeol yang beraroma khas kopi. Sementara ketengikan disebabkan oleh reaksi antara lemak yang terdapat dalam kopi dengan oksigen di udara. Untuk menghindari penurunan mutu kopi yang telah disangrai selama penyimpanan, sebaiknya kopi disimpan sebelum digiling. Kopi yang sudah digiling sebaiknya di simpan dan dipak dengan lapisan kedap udara (plastik atau aluminium foil). Di pabrik modern, bisanya kopi bubuk

dipak dalam kemasan atau kaleng hampa udara sehingga kopi tahan disimpan (Najiyati dan Danarti, 2008).

(30)

2.2. Landasan Teori

2.2.1 Defenisi Nilai Tambah

Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefenisiskan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami et al., 1987).

Menurut Hayami et al. (1987), nilai tambah dapat dilihat dari dua aspek yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor - faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat di kategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja.

Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja.

Perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan suatu produk dapat menggunakan Metode Hayami. Kelebihan dari analisis nilai tambah

menggunakan Metode Hayami adalah pertama, dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas, kedua, dapat diketahui besarnya

balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi, ketiga, prinsip nilai tambah menurut Metode Hayami dapat diterapkan untuk subsistem lain di luar pengolahan, seperti untuk kegiatan pemasaran (Suprapto, 2006).

(31)

Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut:

Dimana:

K = Kapasitas produksi

B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja

H = Harga output h = harga bahan baku

L = Nilai input lain (nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai).

Dari hasil perhitungan tersebut akan dihasilkan keterangan sebagai berikut:

1. Perkiraan nilai tambah ( dalam Rupiah)

2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (dalam %) 3. Imbalan bagi tenaga kerja (dalam Rupiah)

4. Imbalan bagi modal dalam manajemen (keuntungan yang diterima perusahaan), dalam Rupiah (Sudiyono, 2004).

Nilai Tambah = f (K,B,T,U,H,h,L)

(32)

2.2.2 Teori Pendapatan

Menurut Suratiyah (2015), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan dan total biaya sehingga dapat ditulis dengan rumus :

= TR – TC

Keterangan :

π = Pendapatan usaha tani (Rp) TR = Total Penerimaan (Rp) TC = Total Biaya (Rp)

2.3. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sitorus (2014) yang berjudul

“Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Kopi Arabika (Coffea arabica) di Tingkat Kelompok Tani Simalungun Jaya Desa Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun” menunjukkan bahwa nilai tambah yang diperoleh

dari pengolahan 3 kg kopi biji menjadi kopi bubuk Arabika adalah Rp. 206.400/kg. Nilai tambah ini diperoleh dari pengurangan nilai produk dengan

harga bahan baku dan nilai input lain. Nilai tambah yang diperoleh masih merupakan nilai tambah kotor, karena belum di kurangi dengan imbalan tenaga kerja. Rasio nilai tambah merupakan perbandingan antara nilai tambah dengan

nilai produk. Rasio nilai tambah yang diperoleh adalah 68,8%.

Hal ini berarti, dalam pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk memberikan nilai tambah sebesar 68,8% dari nilai produk.

(33)

Berdasarkan penelitian Kirana (2017) yang berjudul “Nilai Tambah Rantai Pasok Kopi Pada Koperasi Produsen Kopi Margamulya di Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung: Komparasi Antara Petani dan Pengolah Kopi” menunjukkan bahwa pengolahan yang dilakukan oleh KPKM memberikan nilai tambah pada cherry sebesar Rp 2.100,68 per kilogram cherry. Keuntungan yang diperoleh dari

pengolahan adalah Rp1.933,55 per kilogram cherry yang diolah. Keuntungan yang diperoleh merupakan 73% dari seluruh marjin yang didapatkan dari pengolahan green bean untuk PT. Taman Delta Indonesia. Pangsa tenaga kerja dari pengolahan horn skin ini adalah 8%. Hal ini menandakan bahwa 8% nilai tambah dalam pengolahan dibayarkan KPKM untuk tenaga kerja.

Berdasarkan penelitian Surya (2016) yang berjudul “Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Pengolahan Kopi Arabika Pada Unit Usaha Produktif Ulian Murni Kabupaten Bangli” menunjukkan bahwa nilai tambah pada pengolahan kopi

Arabika per kilogram bahan baku untuk biji kopi HS sebesar Rp 2.548,16,

kopi bubuk 250 g sebesar Rp 2.429,06, dan kopi bubuk 200 g sebesar Rp 1.032,22.

2.4. Kerangka Pemikiran

Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang dapat memberikan nilai ekonomis yang tinggi. Kopi juga merupakan salah satu komoditas ekspor yang memberikan devisa negara cukup tinggi. Sebagian besar kopi diusahakan oleh perkebunan rakyat. Namun, petani belum melakukan pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk. Kebanyakan petani hanya menjual hasil usaha taninya dalam bentuk gelondongan merah (cherry red) dan kopi biji, hal ini tidak meningkatkan

(34)

Para petani harus meningkatkan nilai tambah hasil usahataninya untuk meningkatkan keuntungan. Peningkatan keuntungan dapat dilakukan dengan dengan proses pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk. Sehingga di bentuklah Koperasi Kopi Mandailing Jaya yang memulai usaha pengolahan kopi bubuk.

Keputusan pengolahan kopi dilakukan dengan pertimbangan untuk menghasilkan nilai tambah dan meningkatkan pendapatan. Dalam pengolahan kopi bubuk terdapat berbagai perlakuan yaitu pengupasan kulit tanduk atau kopi biji menjadi kopi beras, penyangraian kopi beras dan penggilingan kopi beras menjadi kopi bubuk, dan yang terakhir melakukan proses pengemasan.

(35)

Keterangan:

: Menyatakan proses atau perlakuan

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran Kopi Beras

Kopi Tanduk (Kopi Biji)

Pengolahan Kopi Bubuk:

- Perendangan (Penyangraian) - Penggilingan - Pengemasan

Kopi Bubuk

Nilai Tambah Menggunakan Metode Hayami

Pendapatan

(36)

2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian pada identifikasi masalah dan landasan teori, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kopi Arabika menjadi kopi bubuk adalah 50% atau nilai tambah dinyatakan tinggi.

2. Pendapatan yang diperoleh dari pengolahan kopi Arabika menjadi kopi bubuk di Koperasi Kopi Mandailing Jaya menguntungkan.

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive atau sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu. Penelitian ini dilakukan di desa Alahankae, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal dengan pertimbangan daerah ini memiliki koperasi yang melakukan pengolahan kopi hasil usahatani mereka.

3.2. Metode Penentuan Subjek Penelitian

Metode penentuan subjek penelitian pada penelitian ini ditetapkan secara Purposive Sampling. Purposive Sampling merupakan metode penentuan subjek

berdasarkan kriteria atau tujuan tertentu (disengaja). Dengan metode tersebut, maka ditetapkan yang menjadi subjek penelitian ini adalah koperasi yang mengolah kopi biji Arabika menjadi kopi bubuk Arabika dengan jumlah anggota koperasi sebanyak 30 petani.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber informasi atau dari sampel dengan menggunakan instrument kuesioner dan wawancara. Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari pihak ketiga seperti, Kantor Kecamatan, Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian, dan litelatur yang terkait dengan penelitian ini.

(38)

3.4. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis masalah 1, digunakan Metode Analisis Deskriptif yaitu untuk mengetahui proses pengolahan kopi Arabika menjadi kopi bubuk berdasarkan informasi yang diperoleh di daerah penelitian.

Untuk menganalisis masalah 2, digunakan Metode Hayami yaitu untuk mengetahui berapa besar nilai tambah yang diperoleh Koperasi Kopi Mandailing Jaya dari pengolahan kopi bubuk.

Adapun prosedur perhitungan nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami dapat dilihat dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami I. Output, Input dan Harga

1. Output/Produk Total (Kg/Proses Produksi) A 2. Input Bahan Baku (Kg/Proses Produksi) B 3. Input Tenaga Kerja (HOK/Proses Produksi) C 4. Faktor Konversi (Kg Out Put/Kg Bahan Baku) D = A/B 5. Koefisien Tenaga Kerja (HOK/Kg Bahan Baku) E = C/B

6. Harga Out Put (Rp/Kg) F

7. Upah Rata – Rata Tenaga Kerja (Rp/Proses Produksi)

G II. Penerimaan dan Keuntungan

8. Harga Input Bahan Baku (Rp/Kg) H

9. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) I

10. Nilai Out Put (Rp/Kg) J = Dxf

11. Nilai Tambah (Rp/Kg) K = J – H – I

- Rasio Nilai Tambah (%) I% = K/J X 100

12. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/Kg) M = Exg

- Bagian Tenaga Kerja (%) N% = M/K X 100%

13. Keuntungan (Rp/Kg) O = K – M

- Tingkat Keuntungan (%) P% = O/J X 100%

III. Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

14. Marjin (Rp/Kg) Q = J – H

- Pendapatan Tenaga Kerja (%) R% = M/Q X 100%

- Sumbangan Input Lain (%) S% = I/Q X 100%

- Keuntungan Pengusaha (%) T% = O/Q X 100%

Sumber: Hayami et al., 1987.

(39)

Dimana, kriteria ujinya yaitu :

a. Jika nilai tambah > 50%, maka nilai tambah dikatakan tinggi b. Jika nilai tambah < 50%, maka nilai tambah dikatakan rendah.

Untuk menganalisis masalah 3, digunakan Metode Analisis Pendapatan untuk mengetahui berapa besar pendapatan yang dihasilkan oleh Koperasi Kopi Mandailing Jaya dari hasil penjualan kopi bubuk.

Menurut Suratiyah (2015), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya sehingga dapat ditulis dengan rumus :

Keterangan :

π = Pendapatan usaha tani (Rp) TR = Total Penerimaan (Rp) TC = Total Biaya (Rp)

Dimana kriteria ujinya yaitu :

1. Jika TR > TC, maka pendapatan tergolong besar dan memperoleh keuntungan.

2. Jika TR < TC, maka pendapatan tergolong kecil dan mengalami kerugian.

3. Jika TR = TC, maka pendapatan dalam kondisi impas, yaitu tidak memperoleh keuntungan dan tidak mengalami kerugian.

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran, maka dibuatlah beberapa defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

𝛑

= TR – TC

(40)

3.5.1 Definisi

1. Perendangan atau penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu 200 – 250 0 C. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kopi rending atau sangrai yang bewarna cokelat kayu manis – kehitaman.

2. Penggilingan adalah proses pemecahan butir - butir biji kopi yang telah direndang atau disangrai untuk mendapatkan kopi bubuk berukuran maksimum 75 mesh.

3. Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefenisikan rating x total bobot.

4. Total rating bobot = sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya. Tidak termasuk tenaga kerja.

5. Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian.

6. Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian.

7. Harga jual dalam penelitian ini adalah harga jual produk dalam bentuk kopi bubuk, satuannya adalah rupiah/kg.

8. Harga beli dalam penelitian ini adalah harga beli kopi dalam bentuk kopi biji, satuannya adalah rupiah/kg.

(41)

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian ini dilakukan di Koperasi Kopi Mandailing Jaya, Desa Alahankae, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal.

2. Responden dalam Penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di Koperasi Kopi Mandailing Jaya.

3. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2019.

(42)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Alahankae, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Desa Alahankae memiliki luas wilayah sebesar 1.951,12 . Jarak tempuh dari Desa Alahankae ke ibukota Kabupaten Ulu Pungkut adalah sekitar 1 Km dan ke Ibukota Provinsi Sumatera Utara sekitar 515 Km.

Desa Alahankae, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal, memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Simpang Duhu Sebelah Selatan : Desa Huta Godang

Sebelah Timur : Kecamatan Muara Sipongi Sebelah Barat : Desa Batahan

Masyarakat di Desa Alahankae, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal, sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani kopi Arabika.

4.1.1 Keadaan Penduduk

4.1.1.1 Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2018

Penduduk Desa Alahankae, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal berjumlah 452 jiwa yaitu terdiri dari 218 jiwa laki-laki dan 234 jiwa perempuan dengan 113 kepala rumah tangga. Berdasarkan golongan umur penduduk di Desa Alahankae dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut:

(43)

Tabel 4.1. Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2018 Kelompok

Umur (Tahun)

Laki-Laki (Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

0-5 22 19 41 9.07

5-11 18 24 42 9,3

12-15 14 21 35 7,74

16-25 21 17 38 8,40

26-35 15 21 36 7,96

36-45 19 24 43 9,5

46-55 31 35 66 14,60

56-65 39 40 79 17,5

65 39 33 72 15,93

Total 218 234 452 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Alahankae, 2019

Dapat dilihat pada Tabel 4.1 di atas bahwa jumlah penduduk Desa Alahankae pada tahun 2018 adalah sebesar 452 jiwa. Dari tabel di atas juga menunjukan bahwa jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki dengan selisih sebesar 16 jiwa. Penduduk dengan usia non produktif sebanyak 26,11% dengan kelompok umur 0-15 tahun sebesar 118 jiwa. Penduduk dengan usia produktif sebanyak 25,8% dengan kelompok uur 16-45 tahun sebesar 117 jiwa.

4.1.1.2 Penduduk Menurut Agama Tahun 2018

Tabel 4.2. Penduduk Menurut Kelompok Agama Tahun 2018 No. Agama Laki Laki

(Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

1 Islam 218 234 452 100

2 Kristen - - - -

3 Katholik - - - -

4 Hindu - - - -

5 Budha - - - -

Total 218 234 452 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Alahankae Tahun 2019

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa seluruh penduduk Desa Alahankae beragama Islam yaitu sebesar 452 jiwa.

(44)

4.1.1.3 Penduduk Menurut Kelompok Jenis Pekerjaan Tahun 2018

Mata pencaharian penduduk Desa Alahankae terdiri dari beberapa jenis yaitu petani, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pedagang, peternak, pegawai honorer, bidan.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai mata pencaharian penduduk Desa Alahankae dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3. Penduduk Menurut Kelompok Jenis Pekerjaan Tahun 2018 No. Mata pencaharian Laki-laki

(jiwa)

Perempuan (jiwa)

Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

1 Petani 141 93 234 92,13

2 Pegawai Negeri Sipil (PNS)

1 - 1 0,4

3 Pedagang 4 5 9 3,54

4 Peternak 4 - 4 1,57

5 Pegawai Honorer 3 2 5 1,96

6 Bidan - 1 1 0,4

Total 153 101 254 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Alahankae Tahun 2019

Tabel 4.3 menunjukan bahwa penduduk Desa Alahankae sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 234 jiwa.

4.1.2 Sarana dan Prasarana Tahun 2018

Peningkatan kesejahteraan masyarakat suatu desa dipengaruhi oleh sarana dan prasarana yang tersedia di desa tersebut. Desa Alahankae memiliki berbagai sarana dan prasarana seperti yang ditunjukan pada Tabel 4.4 sebagai berikut:

(45)

Tabel 4.4. Sarana dan Prasarana Tahun 2018

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1. Sarana Pendidikan

- Sekolah Dasar (SD) 1

- Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) 1

- Madrasah Tsanawiyah (MTs) 1

- Madrasah Aliyah (MA) 1

- Pondok Pesantren 1

2. Sarana Kesehatan

- Posyandu 1

3. Sarana Ibadah

- Mesjid 2

- Surau 3

4. Sarana Olahraga

- Lapangan Bola Voly 1

Sumber: Kantor Kepala Desa Alahankae 2019

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa di Desa Alahankae memiliki sarana pendidikan

yang cukup baik, yaitu sebanyak 5 unit yang terdiri dari 1 Sekolah Dasar, 1 Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA), 1 Madrasah Tsanawiyah (MTs),

1 Madrasah Aliyah (MA), dan 1 Pondok Pesantren. Sarana ibadah di Desa

Alahankae sudah memadai yaitu sebanyak 5 unit, terdiri dari 2 mesjid dan 3 surau. Sarana kesehatan belum memadai karena hanya terdapat 1 unit sarana

yaitu posyandu. Untuk sarana olahraga yaitu terdapat 1 lapangan bola voly.

4.2. Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah usaha pengolahan kopi Arabika yaitu Koperasi Kopi Mandailing Jaya. Koperasi ini berdiri pada tahun 2016. Koperasi ini melakukan pengolahan kopi biji Arabika menjadi kopi bubuk dengan jumlah anggota koperasi sebanyak 30 orang petani kopi Arabika yang menjual hasil usahataninya dalam bentuk kopi biji ke koperasi. Proses produksi dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu.

(46)

Industri ini tergolong ke dalam industri kecil, sesuai dengan peraturan kementerian perindustrian, yaitu industri kecil adalah industri yang memiliki tenaga kerja berjumlah sekitar 5 sampai 19 orang dan nilai investasi minimal 1 milyar rupiah. Adapun karakteristik dari usaha pengolahan kopi Arabika di desa Alahankae ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5. Karakteristik Sampel Pengolahan Kopi Arabika No. Nama

Usaha

Alamat Lama Usaha

(Tahun)

Produksi (Bulan) 1 Koperasi

Kopi Mandailing Jaya

Desa Alahankae,

Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal

2 144 Kg

Sumber: Lampiran 1, 2019

Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa usaha pengolahan kopi Arabika pada Koperasi Kopi Mandailing Jaya sudah dilakukan selama 2 tahun dan mampu memproduksi kopi bubuk Arabika sebanyak 144 kg/bulan.

(47)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sistem Produksi Usaha Pengolahan Kopi Bubuk Arabika

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di daerah penelitian yaitu pada Koperasi Kopi Mandailing Jaya, diketahui dalam pengolahan kopi Arabika menjadi kopi bubuk dilakukan beberapa tahapan. Untuk lebih jelasnya alur tahapan proses pengolahan kopi Arabika menjadi kopi bubuk dapat dilihat pada Gambar 5.1 sebagai berikut:

Gambar 5.1. Tahapan Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Pengeringan Kopi Biji

Pengupasan Kulit Tanduk

Sortasi Biji

Penyangraian

Penggilingan

Pengemasan

(48)

1. Pengeringan Kopi Biji

Proses pertama yang dilakukan dalam pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk Arabika di daerah penelitian adalah pengeringan atau penjemuran kopi biji.

Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kopi dari 80% hingga 13%. Pengeringan di daerah penelitian dilakukan dengan cara menjemur biji kopi secara alami dengan memanfaatkan sinar matahari. Biji kopi dijemur di atas jaring kawat (paranet nylon) dengan ketebalan lapisan kopi maksimum 1,5 cm atau sekitar 2 lapisan, setiap jam hamparan kopi dibalik agar keringnya merata. Bila matahari terik, penjemuran bisa berlangsung selama 10-14 hari. Namun bila cuaca mendung penjemuran akan berlangsung selama 3 minggu.

2. Pengupasan Kulit Tanduk

Pengupasan kulit tanduk atau hulling bertujuan untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit tanduk dan kulit ari. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan mesin huller. Proses hulling menghasilkan kopi beras.

3. Sortasi Biji

Sortasi biji dilakukan untuk membersihkan kopi dari kulit tanduk yang belum terbuang dan kotoran - kotoran seperti kerikil, pasir serta benda asing lainnya.

4. Penyangraian

Proses penyangraian dilakukan untuk mendapatkan kopi beras yang berwarna cokelat kayu manis - kehitaman. Pada proses penyangraian, kopi akan berubah warna dari hijau atau cokelat muda menjadi coklat kayu manis kemudian menjadi hitam dengan permukaan berminyak. Penyangraian dilakukan dengan mesin roaster. Kopi disangrai selama 15-30 menit sampai warna biji kopi sudah coklat

(49)

kelam (kehitam-hitaman) dan mudah pecah. Setelah disangrai, kemudian kopi didinginkan selama 2 hari untuk menghasilkan cita rasa kopi yang baik.

5. Penggilingan

Penggilingan dilakukan untuk memecah butiran biji kopi yang telah disangrai sehingga halus menjadi kopi bubuk. Penggilingan dilakukan dengan mesin giling kopi atau grinder. Ukuran partikel kopi diatur di mesin grinder sehingga menghasilkan kopi bubuk dengan ukuran partikel yang diinginkan.

6. Pengemasan

Pengemasan dilakukan agar kopi yang sudah digiling tidak mengalami perubahan aroma dan cita rasa kopi. Dalam tahap pengemasan, dilakukan dengan dua cara yaitu secara manual dengan memasukkan kopi bubuk ke dalam plastik alumunium foil kemudian dipak dalam kotak dan paperkraft yang telah bermerk dagang

“Banamon”, dan secara modern dengan menggunakan mesin packing. Berikut disajikan dokumentasi dari proses pengolahan kopi bubuk Arabika:

1. Pengeringan Kopi Biji 2. Pengupasan Kulit Tanduk (dengan Mesin Huller)

(50)

3. Sortasi Biji 4. Penyangraian

(dengan Mesin Roaster)

5. Penggilingan (dengan Mesin 6.a. Pengemasan (Manual) Grinder)

6.b. Pengemasan dengan Mesin Packing

Gambar 5.2. Alur Proses Pengolahan Kopi Bubuk Arabika

(51)

Berdasarkan Gambar 5.2 dapat dilihat bahwa proses pengolahan kopi bubuk Arabika dilakukan secara tradisional seperti pada tahapan pengeringan biji kopi, sortasi biji dan pengemasan manual. Proses pengolahan kopi bubuk Arabika juga menggunakan bantuan mesin seperti pada pengupasan kulit tanduk, penyangraian, penggilingan, dan pengemasan dengan mesin packing.

5.1.1 Penggunaan Input Dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika 5.1.1.1 Penggunaan Bahan Baku

Kegiatan pengadaan bahan baku merupakan kegiatan paling penting yang dapat mempengaruhi proses produksi suatu usaha. Bahan baku dalam pengolahan kopi bubuk Arabika di daerah penelitian adalah kopi biji. Bahan baku diperoleh dari petani kopi Arabika di Desa Alahankae dan Kecamatan Ulu Pungkut. Berikut keterangan lebih lanjut mengenai penggunaan bahan baku dalam usaha pengolahan kopi bubuk Arabika.

Tabel 5.1. Penggunaan Bahan Baku dalam Usaha Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Per Satu Kali Proses Produksi

No. Uraian Kebutuhan

Kopi Biji (Kg)

Harga Beli Kopi Biji

(Rp/Kg)

Total Harga Beli Kopi Biji

(Rp) 1 Pembuatan Kopi Bubuk

Per Satu Kali Proses Produksi

15 32.000 480.000

Sumber: Lampiran 2, 2019

Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa kopi biji yang diperlukan dalam satu kali proses produksi adalah sebanyak 15 kg, dimana harga per kilogram kopi biji adalah Rp.

32.000. Jadi biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan baku dalam satu kali proses produksi adalah sebesar Rp. 480.000.

(52)

5.1.1.2 Sumbangan Input Lain

Selain bahan baku, dalam pengolahan kopi bubuk Arabika juga dibutuhkan beberapa bahan penunjang (input lain) seperti kemasan kotak, plastik alumunium foil, paperkraft, lem, gas, bbm, dan listrik. Secara rinci bahan penunjang yang

digunakan dalam pengolahan kopi bubuk Arabika dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut:

Tabel 5.2. Sumbangan Input Lain Per Satu Kali Proses Produksi dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

No. Uraian Volume

Per Produksi

Harga Satuan (Rp)

Total Biaya

1 Kemasan kotak 30 pcs 2.500 75.000

2 Plastik Alumunium foil 200 gr 30 pcs 1.100 33.000 3 Plastik Alumunium foil 50 gr 30 pcs 400 12.000 4 Plastik Alumunium foil (rol) 1 rol 33.500 33.500

5 Paperkraft 30 pcs 1.200 36.000

6 Lem 1 7.000 7.000

7 Gas 1 tabung 22.000 22.000

8 9

Bbm Listrik

1 liter 6.700 6.700

1.000

Total 226.200

Biaya Penyusutan Peralatan 30.527

Total Sumbangan Input Lain (Rp) 256.727

Penggunaan Bahan Baku (Kg) 15

Sumbangan Input Lain (Rp/Kg Bahan Baku) 17.115,13 Sumber: Lampiran 3, 2019

Dari Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sumbangan input lain dalam pengolahan kopi bubuk Arabika dalam satu kali proses produksi adalah Rp. 226.200 untuk 15 kg kopi biji. Dimana sumbangan input lain untuk 1 kg kopi biji adalah sebesar Rp. 17.115,13 Biaya input lain yang paling besar adalah kemasan kotak, yaitu sebesar Rp. 75.000. Sedangkan biaya input lain yang paling kecil adalah biaya listrik, yaitu sebesar Rp. 1.000.

(53)

5.1.1.3 Penggunaan Modal Investasi

Ketersediaan modal yang mencukupi dalam menjalankan suatu usaha sangat diperlukan demi keberlangsungan usaha yang dijalankan. Besar atau kecilnya modal yang digunakan tergantung skala usahanya. Semakin besar usaha yang dijalankan semakin besar modal yang digunakan dan demikian sebaliknya.

Adapun penggunaan modal investasi dalam pengolahan kopi bubuk Arabika di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3. Biaya Penyusutan Peralatan Per Satu Kali Produksi dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

No. Jenis Alat Jumlah Biaya Penyusutan (Rp/Hari)

1 Mesin Pengupas (Huller) 1 3.125

2 Jaring Kawat 2 175

3 Meja Sortasi 1 150

4 Mesin Sangrai 1 4.125

5 Mesin Giling (Grinder) 1 1.250

6 7

Mesin Genset Mesin Packing

1 1

2.167 18.750

8 Alat Ukur Kadar Air 1 500

9 Toples 12 233

10 Sendok 12 17

11 Timbangan 1 35

Total 30.527

Sumber: Lampiran 4, 2019

Tabel 5.3 di atas memperlihatkan bahwa biaya penyusutan peralatan yang harus

dikeluarkan per hari dalam pengolahan kopi bubuk Arabika adalah Rp. 30.527/hari. Adapun biaya penyusutan yang paling tinggi adalah biaya mesin

pengemas yaitu sebesar Rp. 18.750. Sedangkan biaya penyusutan yang paling rendah adalah biaya sendok yaitu sebesar Rp. 17.

(54)

5.1.1.4 Penggunaan Tenaga Kerja

Dalam proses produksi tenaga kerja merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang kegiatan suatu usaha. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pada usaha pengolahan kopi bubuk Arabika tenaga kerja diperlukan untuk mengerjakan berbagai kegiatan seperti pengeringan atau penjemuran kopi biji, pengupasan kulit tanduk dan ari (hulling), sortasi biji, penyangraian (roasting), penggilingan (grinder), serta pengemasan. Dimana jumlah tenaga kerja yang digunakan sebanyak 10 orang yang merupakan tenaga kerja luar keluarga.

4. Pengeringan Kopi Biji

Dalam proses pengeringan kopi biji digunakan tenaga kerja sebanyak 1 orang dengan waktu kerja selama 4 jam. Upah yang dikeluarkan untuk 1 orang tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 80.000/ hari.

5. Pengupasan Kulit Tanduk dan Ari (Hulling)

Dalam proses pengupasan kulit tanduk atau hulling digunakan tenaga kerja sebanyak 2 orang dengan waktu kerja selama 2 jam. Upah yang dikeluarkan untuk 1 orang tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 80.000/ hari.

6. Sortasi Biji

Dalam proses penyortiran biji kopi digunakan tenaga kerja sebanyak 3 orang dengan waktu kerja selama 4 jam. Upah yang dikeluarkan untuk 1 orang tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 80.000/ hari.

7. Penyangraian (Roasting)

Dalam proses penyangraian biji kopi digunakan tenaga kerja sebanyak 1 orang dengan waktu kerja selama 2 jam. Upah yang dikeluarkan untuk 1 orang tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 100.000/ hari.

(55)

8. Penggilingan (Grinder)

Dalam proses penggilingan kopi beras yang telah disangrai digunakan tenaga kerja sebanyak 1 orang dengan waktu kerja selama 1 jam. Upah yang dikeluarkan untuk 1 orang tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 100.000/ hari.

9. Pengemasan

Dalam proses pengemasan kopi bubuk Arabika digunakan tenaga kerja sebanyak 2 orang dengan waktu kerja selama 2 jam. Upah yang dikeluarkan untuk 1 orang tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 100.000/ hari.

Untuk lebih jelasnya penggunaan tenaga kerja dan biaya tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut:

Tabel 5.4 Kebutuhan dan Upah Tenaga Kerja Per Proses Produksi dalam Pengolahan Kopi Bubuk Arabika di Koperasi Kopi Mandailing Jaya Tahun 2019

Uraian Jumlah (Orang)

HKO Total Upah (Rp)

Upah/HKO (Rp)

Tenaga Kerja 10 2.93 880.000 300.341,29

Sumber: Lampiran 5, 2019

Tabel 5.4 di atas memperlihatkan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam satu kali proses produksi pembuatan kopi bubuk Arabika membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 orang. Jadi, hari kerja orang yang digunakan dalam satu kali

produksi adalah sebanyak 2.93 HKO dengan rata-rata upah/HKO sebesar Rp. 300.341,29. Jadi, total upah yang dikeluarkan dalam satu kali produksi adalah Rp. 880.000.

Gambar

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran Kopi Beras Kopi Tanduk  (Kopi Biji) Pengolahan Kopi Bubuk: -Perendangan (Penyangraian) -Penggilingan -Pengemasan Kopi Bubuk  Nilai Tambah  Menggunakan      Metode Hayami Pendapatan
Gambar 5.1. Tahapan Pengolahan Kopi Bubuk Arabika Pengeringan Kopi Biji
Gambar 5.2. Alur Proses Pengolahan Kopi Bubuk Arabika

Referensi

Dokumen terkait

Alat yang digunakan pada masa berburu adalah dari batu yang masih kasar, tulang, dan kayu disesuaikan dengan keperluannya, seperti kapak perimbas, alat-alat serpih, dan

Kuisioner ini merupakan bagian dari penelitian tesis mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Teknologi Bidang Studi Manajemen Teknologi Informasi Institut

Sesuai dengan pernyataan diatas, nilai P &lt; α dapat diartikan bahwa hidrokarbon berupa parafin memiliki pengaruh yang signifikan dalam hasil TCLP logam Pb.. 4.6 Uji

Petunjuk Teknis ini merupakan panduan bagi para administrator Kamaya dalam pelaksanaan program pengelolaan pustaka maya dengan memanfaatkan SLiMS tahun

Self efficacy memiliki peran penting dalam motivasi dan motivasi adalah hasil kognitif. Individu memotivasi dirinya dan membimbing tindakan antisipatori dengan melatih

Namun demikian, data stok kapital awal di setiap industri tidak tersedia pada Tabel I-O sehingga nilai tersebut diperoleh dengan cara mengikuti perhitungan yang

[r]

dkk (2005) [5], telah melakukan penelitian sifat magnetik bahan komposit berbasis serbuk magnet NdFeB hasil milling dan polimer termoplastik LLDPE, dengan kesimpulan polimer