Journal of Midwifery Information (JoMI)
Pengurus Cabang Ikatan Bidan Indonesia Kota Tasikmalaya
ISSN: 2747-0148 (Printed); 2747-0822 (Online)
Journal Homepage: http://https://jurnal.ibikotatasikmalaya.or.id/index.php/jomi
EVALUASI KETIADAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA) TERHADAP RUJUKAN
Noor Aida Afrianti 1, Lisda Handayani 2, Elvine Ivana Kabuhung3
1,3 Sarjana Kebidanan Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia
2 Prodi Profesi Bidan Fakultas Kesehatan Universitas Sari Mulia
*e-mail co author: [email protected] Abstract
Keywords:
Evaluation, Jamkesda, Policy, Referral
Background: This research was conducted based on the decision of BK Regency Government to stop the Jamkesda program in 2019 at Provincial Hospital which cause referral patient at UPT Puskesmas B must be referred to AZ Hospital to have free admission for range III classified facilities. Further, the patients have to travelled around 48.7 km to reach referral hospital.
Objective: To investigate the effect of the absence of Jamkesda program in improving the quality of helat public service in UPT Puskesmas B. Methods:
This study used a qualitative approach with snowball sampling technique.
Data were collected through interviews. To provide validity and reliability of this research, triangulation was administered by the researcher.Results: The results showed that the Jamkesda BK district policy was not optimal, especially in referral services for poor. Without KIS, they depend on government policy to claim free service at the RSUD. AZ, where the distance to AZ Hospital is about 48.7 km from UPT. Puskesmas B. Conclusion: Health workers and the government canempowering the P4K program, implement Tabulin Program, directing residents to become BPJS participants, providing accessible service for patients who need referrals help in term of funding and re locations. The study also conclude that government should improve the quality of human resources.
Kata kunci:
Evaluasi, Jamkesda, Kebijakan, Rujukan
Abstrak
Latar belakang: penelitian ini didasari oleh penghapusan Kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten BK tentang berakhirnya Jamkesda tahun 2019 pada Rumah Sakit Provinsi yang menyebabkan masyarakat diwilayah kerja UPT.Puskesmas B yang memerlukan rujukan ke Rumah Sakit, hanya bisa dirujuk ke RSUD.AZ untuk mendapatkan fasilitas kelas III gratis, dimana jarak tempuh lokasi penelitian dan Rumah Sakit Rujukan sekitar 48,7km. Tujuan: Untuk mengetahui bagaimana ketiadaan Jamkesda dapat meningkatkan akses dan mutu pelayanan Kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat Kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien dengan melakukan evaluasi ketiadaan Jamkesda terhadap rujukan di UPT.Puskesmas Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan Teknik snowball sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara.
Untuk uji validitas dan reliabilitas menggunakan triangulasi sebagai pembanding data. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan Jamkesda Kabupaten BK belum optimal, terutama dalam hal pelayanan rujukan dimana bagi masyarakan miskin yang tidak mendapatkan kartu
KIS mereka hanya bisa bergantung pada kebijakan pemerintah kelas III gratis di RSUD. AZ, dimana jarak tempuh ke RSUD AZ ini sekitar 48,7 km dari UPT.Puskesmas X. Kesimpulan: Petugas Kesehatan dan pemerintah bisa memberdayakan program P4K, menggalakan Kembali Tabulin, mengarahkan warga menjadi peserta BPJS,memberikan akses yang mudah untuk ibu yang memerlukan rujukan baik itu dari segi pembiayaan maupun lokasi rujukan serta meningkatkan kualitas SDM
PENDAHULUAN
Upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan ini memerlukan jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan oleh negara memiliki ragam jaminan diantaranya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Provinsi (Jamkesprov), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Munculnya kebijakan baru tentunya memang akan menimbulkan pro dan kontra. Seperti munculnya Undang-Undang Nomor 24/2011 tentang BPJS yang merupakan hasil dari reformasi jaminan social. Jaminan Kesehatan di Indonesia akan dibuat lebih terstruktur dan tersentralisasi dengan BPJS.
BPJS akan berfungsi menyelenggarakan program jaminan social. Maka akan terjadi peralihan dari beberapa jaminan Kesehatan, seperti Jamkesmas dan Askes untuk menjadi BPJS.
Menurut data yang di dapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten BK, dimana pada tahun 2019 Kabupaten BK mendapatkan predikat “Zero AKI” namun pada tahun 2020 data di dapat sampai bulan September sudah ada 5 AKI di Kabupaten BK, dimana penyebab kematian ibu tahun 2020 yaitu 3 orang meninggal dengan PEB/Eklamsi dan 2 orang meninggal karena perdarahan. Sedangkan data AKB tahun 2019 sebanyak 59 bayi, namun sudah menurun di tahun 2020 sampai bulan September yaitu 40 bayi meninggal.
Dimana data AKI sampai September 2020 terdapat pada Kecamatan T 1 orang dengan penyebab kematiannya yaitu Eklamsi, Kecamatan L 2 orang dengan perdarahan, Kecamatan M 1 orang dengan Eklamsi, dan Kecamatan BE 1 orang dengan Eklamsi, Dimana dari 5 AKI ini, 4 meninggal di RSUD.AZ, dan 1 meninggal di RSUD.AS. Selain factor pendarahan dan eklamsi jarak tempuh juga mempengaruhi keterlambatan pelayanan kegawatdarutan maternal dan neonatal.
Hal ini sesuai dengan surat edaran Bupati BK Nomor: 065/2527/umum menyatakan bahwa sehubungan dengan berakhirnya program Jamkesda Kabupaten BK artinya jika seseorang ibu yang ingin bersalin, atau seseorang yang sedang dalam keadaan darurat yang tidak memiliki jaminan Kesehatan dan merupakan masyarakat yang kurang mampu, harus dirujuk ke RSUD H AZ yang jaraknya cukup jauh. Hal ini dapat membahayakan pasien itu sendiri. Apalagi jika saat di RSUD tersebut, memiliki keterbatasan dokter dalam pelayanan.
Masyarakat miskin yang tidak mempunyai kartu KIS di berikan fasilitas oleh Pemerintah Kabupaten BK menggunakan Jamkesda pada RSUD.AZ (Kelas III Gratis), dengan syarat utama memiliki KTP berdomisili di Kabupaten BK, dan memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dapat di peroleh di kantor kelurahan atau di kantor desa dimana warga tersebut tinggal.
UPT. Puskesmas Rawat Inap B merupakan salah satu puskesmas yang berada di wilayah kerja Kabupaten BK. Dimana jarak tempuh rujukkan antara UPT.Puskesmas Rawat Inap B dengan RSUD AZ kurang lebih 48,7 KM. Sedangkan jarak tempuh UPT.Puskesmas Rawat Inap B ke RSUD type B milik Provinsi jauh lebih dekat. Dari Puskesmas ke RSUD H.AS hanya berjarak 5 KM. Kemudian untuk menuju RSUD U bisa menempuh jarak 16,7 KM.
Rujukkan kasus kegawardaruratan maternal dan neonatal adalah kasus yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinnya.
Karena adanya keterbatasan dalam suatu system, namun tenaga Kesehatan tetap harus bisa memberikan pertolongan secara maksimal terhadap suatu kasus, maka rujukkan perlu dilakukan untuk mendapatkan pertolongan serta pelayanan secara optimal dalam upaya penyelamatan jiwa ibu dan bayi. (bppsdmk, 2016).
METODE
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Sasaran pada penelitian ini ditentukan menggunakan teknik snowball sampling. Teknik snowball sampling dalam penelitian ini yaitu informan yang diwawancarai melalui proses bergulir dari satu informan ke informan yang lainnya. Populasi pada penelitian ini adalah bidan yang bekerja dan ibu yang mendapatkan pelayanan kebidanan di UPT. Puskesmas Rawat Inap Berangas yang menggunakan Jamkesda. Sampel pada penelitian ini terdiri dari Informan Utama yaitu Pasien dan Bidan, kemudian Informan Triangulasi yaitu pemangku kebijakan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan wawancara yang dilakukan tehadap informan utama, dan informan triangulasi dimana informan utama dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pasien dan bidan, sedangkan informan triangulasi adalah orang-orang pemangku kebijakan.
Hasil wawancara dengan pasien tentang ketiadaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dapat meningkatkan akses dan mutu pelayanan seluruh rakyat miskin, dimana berdasarkan informan A1 mengatakan bahwa ketiadaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) tidak berpengaruh padanya walau pun informan A1 harus di rujuk ke RSUD, baik RSUD AZ, ke RSUD AS maupun RSUD U dapat dilkukan, hal ini terjadi karena informan A1 memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS), dimana dalam keadaan gawat darurat dapat langsung menerima dan melayani pasien dengan BPJS atau KIS tanpa perlu rujukan berjenjang, sehingga informan A1 dalam pelaksanaannya langsung dapat dirujuk ke RSUD AS.
Sedangkan hal itu berbanding terbalik dengan yang terjadi pada pasien informan A2 dimana dimana bersadarkan wawancara :
“Anu pang rasa takutan jua asalnya tuh karna kadada beisi jaminan BPJS kalo jadi rasanya tu rasa keberatan pang di antar kesitu karna kada kawa ke Banjar karna kadada beisi BPJS tadi, adanya beisi KTP beisi kartu keluarga, jadi disarankan buhan Puskesmas ulun nih beolah SKTM, jadi SKTM nya tu kawanya diantar kemarabahan aja, jadi misalnya kemarabahan kaina disana kawa gratis”
Menurutnya dengan ketiadaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) pada saat persalinan maka informan A2 yang dari UPT Puskesmas Rawat Inap B harus dirujuk dulu ke RSUD AZ untuk mendapatkan fasilitas kelas III gratis dari pemerintah daerah, dimana jarak tempuh antara UPT Puskesmas Rawat Inap B dengan RSUD AZ sekitar 48,7 KM, sedangkan jika informan A2 dirujuk dari UPT Puskesmas B ke RSUD AS hanya membutuhkan waktu sedikit, karena jarak antara UPT Puskesmas Rawat Inap B ke RSUD AS hanya berjarak 5 km yang artinya jika informan A2 di rujuk ke RSUD AS maka akan menyingkat waktu tempuh, sehingga pelayanan pada pasien tersebut lebih lambat tertangani karena jarak tempuh yang lebih jauh.
Begitu juga menurut informan A3:
“Kada sampai tepikir ulun mulai Puskes di rujuk ke RS Setara, habis itu di rujuk ke Marabahan karna kami kadada jaminan, sampai marabahan sore malamnya dapat habar harus beranak ke RS Ansari Saleh karena harus oprasi jer, di Marabahan pas ruang oprasinya tutup bakas ada pasien covid jer. Mau kadam mau kami ke RS Ansari Saleh, sehari itu ja sudah tabungan kami habis sekitar sejuta beduit. Sampai di banjar karna kdd jaminan harus umum, sedangkan laki gawian kada jelas, bacari hutangan kasitu kamari keluarga lawan laki, minta bantuan pambakal jua, sebenarnya handak bepasrah hay, kaya apa kdd daya upaya lagi kami, maka RS apa-apa bayar bedahulu. Sampai esok hari dapat habar dari camat jer ada bantuan tiga juta setengah….”
Menurutnya lebih sulit, dikarenakan warga hanya bisa menggunakan kelas III gratis bagi warga Kabupaten BK di RSUD AZ, dan apabila dalam keadaan sesuatu hal RSUD AZ tidak bisa melayani tindakan tertentu maka harus di rujuk kembali ke rumah sakit di Provinsi, maka daerah tidak bisa memberikan bantuan jaminan Kesehatan pada warganya.
Kemudian menurut informan A4:
“Kan rencana kami handak minta bantuan jaminan Kesehatan, ternyata jer harus ke RS……, nah kondisinya saat itu jer ibu bidan harus penanganan cepat, jadi laki lawan keluarga bepanderan, dari pada kenapa-kenapa jer baik minta yang lakas di tangani aja, ee jer laki ulun duit kawa di cari, kaina minjam kah dulu jer, yang penting ulun lawan anak selamat.”
Dalam kondisi gawat darurat, salah satu system rujukan bisa langsung ke rumah sakit tipe A. Namun bagi masyarakat Kabupaten BK yang tidak memiliki jaminan Kesehatan, dan ingin menggunakan fasilitan kelas III gratis, masyarakat harus mau di bawa ke RSUD AZ yang jarak tempuh yang jauh dari UPT.Puskesmas Rawat Inap B, sehingga karena pasien menginginkan pelayanan cepat, pasien lebih memilih dirujuk ke RS Swasta.
Menurut informan B1:
“Khususnya untuk pasien bersalin kalo nih…. Kalua menurut kita sebagai bidan yang melayani ya, kasian terutama kasian untuk bidan dan juga untuk pasiennya, karna ee pasien apalagi pasien yang kurang mampu yang tidak, yang tidak punya ee mereka tidak bisa berfikir lagi dan kita juga sebagai bidan juga serba salah mau nolong bagaimana, setidak-tidaknya pasien itu sebenarnya harus ada jaminan cuma karna selama ini tidak ada lagi ya terpaksa bagaimana lagi, sekarang rujukan ee kalua tidak salah di arahkan ke rumah sakit marabahan”
Jarak yang jauh dan menghadapi pasien dengan emergensi bukanlah hal yang mudah bagi bidan yang melayani dan juga kepada pasien yang kurang mampu dan tidak memiliki jaminan, mau tidak mau untuk mendapatkan pelayanan gratis, akan di rujuk ke RSUD AZ.
Sedangkan menurut informan B2 dengan ketiadaan Jamkesda sangat berpengaruh terhadap rujukan, apalagi rujukan dengan emergensi yang tidak memiliki KIS dan BPJS yang terpaksa harus mau di lakukan rujukkan ke RSUD AZ dengan kelas III gratis dan dengan jarak tempuh yang jauh, yang itu artinya akan menyulitkan pasien sendiri. Karena menurut informan B2 UPT.Puskesmas Rawat Inap B ini lebih dekat ke RSUD AS yang hanya berjarak sekitar 5 KM.
Menurutnya bagi masyarakat yang mempunyai masalah Kesehatan, atau ibu hamil yang
mendaftarkan diri menjadi anggota BPJS, namun untuk masyarakat yang ekonomi kebawah mungkin akan berat, karena harus memasukkan seluruh anggota seakaligus dalam kepersertaan BPJS, yang pada akhirnya akan menjadi beban keluarga, dimana saat ini iuran BPJS semakin meningkat yaitu Rp.35.500/ anggota keluarga untuk tarif iuran BPJS Kesehatan kelas III. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan B3 yang menyatakan bahwa memang berat jika Jamkesda ini di hentikan dan akan berpengaruh pada akses dan mutu pelayanan untuk seluruh rakyat miskin.
Kendala yang dirasakan oleh bidan terhadap ketiadaan Jamkesda ketika melakukan rujukan sangat besar,dimana menurut informan B1 menjelaskan untuk rujukan lebih dekat Rumah Sakit di Provinsi, dimana jarak tempuh lebih singkat di bandingkan rujukan ke RSUD AZ yang jarak tempuhnya lebih jauh, ditambah saat dokter obgyn tidak ada di tempat maka penanganan kasus gawat darurat tidak cepat tertangani. Belum lagi menurutnya dengan kondisi kelengkapan alat di RSUD AZ. Ketiadaan jaminan Kesehatan ini dapat berpengaruh pasien lari ke dukun kampung.
Menurut informan B3:
“Artinya kalua seumpamanya bagi masyarakat yang memang mempunyai masalah Kesehatan seperti ada beisi penyakit atau pun handak ada persalinan kan yang memang harus ada jaminan, artinya kalua umpamanya kawa beolah BPJS , tap ikan kadang BPJS ini kalua umpamanya untuk masyarakat ekonomi kebawah mungkin berat, apalagi yang misalnya beisi anak yang lebih dari dua, otomatis kan membayar tiap bulannya kaya apa, apalagi wahini kan BPJS naik lo anunya, bulanannya ya tarifnya, kelasnya.”
Masyarakat lebih baik mendaftarkan diri menjadi anggota BPJS agar dapat menyiapkan jaminan untuk persalinan, karena kita tidak akan tau kapan keadaan darurat yang memang membutuhkan penanganan cepat. Namun pada kenyataanya tidak semua warga mampu mendaftar menjadi peserta BPJS, sehingga pemerintah membuat suatu program Kartu Indonesia Sehat (KIS). Masyarakat yang belum terdaftar menjadi peserta KIS pada Kabupaten Barito Kuala, tidak bisa mendapatkan program tersebut, sehingga ketika masyarakat perlu dilakukan rujukan harus di lakukan ke RSUD AZ, dimana dari UPT. Puskesmas Rawat Inap B ke RSUD AZ berjarak 48,7 km.
Namun berbanding terbalik dengn informan utama, menurut informan triangulasi:
“Oke kita bicara secara general ya, proses integrasi Jamkesda tu harus mempertimbangkan penyesuain terhadap capaian RPJMD Kabupaten Barito Kuala, factor ekonomi dan kesiapan anggaran daerah sangat menentukan suatu program, khusus nih Jamkesda. Jadi kemampuan daerah dulu yang kita lihat. Masalah kalua dikaitan dengan pelayanan kebidanan jelas dah jadi penghalang kalua masyarakat hanya mengandalkan bantuan dari daerah. Itu pang warga kita ini, kada mau beusaha, harapan selalu dibantu pemerintah. Sekarang pemerintah tetap membantu dengan kelas III gratis di Rumah Sakit Marabahan, apabila terjadi emergensi itu resiko kita yang jauh dari lokasi rujukan”
Disini informan triangulasi menjelaskan menurut informan C1 warga diharapkan tidak hanya mengandalkan bantuan dari daerah, paling tidak warga berusaha, dan daerah pun sudah memfasilitasi kelas III gratis namun hanya bisa di gunakan untuk rujukan ke RSUD AZ.
Menurut informan C2:
“Ketiadaan jaminan Kesehatan ….jadi yang dari tabunganen jauh-jauh merujuk ke Marabahan, dan apalagi yang di Handil Bakti, itu kita nunggu Setara yang jadi Rumah Sakit itu tahun
2023, dan kesediaan doter dan segala sesuatunya ya, jadi nanti lebih mudah yang dari Anjir Muara, Anjir Pasar dan wilayah selatan itu….. ke….. Handil Bakti…..”
Menambahkan bahwa pemerintah Kabupaten Barito Kuala sedang dalam proses pembangunan dan mengusahakan RS Setara yang berada di Wilayah HB Kecamatan A menjadi RSUD Setara tipe D pada tahun 2023, agar warga di sekitar wilayah selatan dapat menggunakan kelas III gratis dan jarak tempuh rujukan yang lebih dekat, namun tidak terkecuali adanya fasilitas dan kesedian dokter yang mempuni. Informan C2 juga sependapat dengan informan C1 untuk warganya bisa memikirkan masalah pendanaan, baik itu menabung atau menjadi anggota BPJS. Sedangkan menurut informan C3 bagi warga Barito Kuala yang ingin menggunakan fasilitas kelas III gratis untuk saat ini hanya bisa di manfaatkan di RSUD AZ.
Penelitian ini menggunakan data primer dengan wawancara kepada informan tentang ketiadaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) terhadap rujukan, kepada 7 informan utama dan 4 informan triangulasi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan tehadap informan, dari hasil wawancara dengan pasien tentang ketiadaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dapat meningkatkan akses dan mutu pelayanan seluruh rakyat miskin, dimana berdasarkan informan A1 mengatakan bahwa ketiadaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) tidak berpengaruh padanya walau pun informan A1 harus di rujuk ke RSUD, baik RSUD AZ, ke RSUD AS maupun RSUD U karena informan A1 memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS), dimana dalam keadaan gawat darurat dapat langsung menerima dan melayani pasien dengan BPJS atau KIS tanpa perlu rujukan berjenjang, sehingga informan A1 dalam pelaksanaannya langsung dapat dirujuk ke RSUD AS.
Sedangkan hal itu berbanding terbalik dengan yang terjadi pada pasien informan A2 dimana dengan ketiadaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) pada saat persalinan maka informan A2 yang dari UPT Puskesmas Rawat Inap B harus dirujuk dulu ke RSUD Az untuk mendapatkan fasilitas kelas III gratis dari pemerintah daerah, dimana jarak tempuh antara UPT Puskesmas Rawat Inap B dengan RSUD AZ sekitar 48,7 KM, sedangkan jika informan A2 dirujuk dari UPT Puskesmas B ke RSUD AS hanya membutuhkan waktu sedikit, karena jarak antara UPT Puskesmas Rawat Inap B ke RSUD AS hanya berjarak 5 km yang artinya jika informan A2 di rujuk ke RSUD AS maka akan menyingkat waktu tempuh, sehingga pelayanan pada pasien tersebut lebih lambat tertangani karena jarak tempuh yang lebih jauh.
Begitu juga menurut informan A3 tanpa menggunakan Jaminan Kesehatan maka persalinan akan menjadi lebih sulit, dikarenakan warga hanya bisa menggunakan kelas III gratis bagi warga Kabupaten BK di RSUD AZ, dan apabila dalam keadaan sesuatu hal RSUD AZ tidak bisa melayani tindakan tertentu maka harus di rujuk kembali ke rumah sakit di Provinsi, maka daerah tidak bisa memberikan bantuan jaminan Kesehatan pada warganya.
Kemudian menurut informan A4 dalam kondisi gawat darurat, salah satu system rujukan bisa langsung ke rumah sakit tipe A. Namun bagi masyarakat Barito Kuala yang tidak memiliki jaminan Kesehatan, dan ingin menggunakan fasilitan kelas III gratis, masyarakat harus mau di bawa ke RSUD AZ yang jarak tempuh yang jauh dari UPT.Puskesmas Rawat Inap B, sehingga karena pasien menginginkan pelayanan cepat, pasien lebih memilih dirujuk ke RS Swasta.
Menurut Maskur Alawi (2015) dari hasil penelitian menyatakan adanya jarak puskesmas terhadap pelayanan Kesehatan rujukan memiliki pengaruh terhadap keputusan. Semakin dekat
puskesmas dengan fasilitas rujukan maka semakin banyaknya rujukan baik itu dilakukan oleh dokter puskesmas maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Penerapan ketiadaan program Jamkesda terhadap pelayanan kebidanan sangat berpengaruh terhadap pasien, terutama pasien yang harus dilakukan rujukan dimana informan B1 mengatakan jarak yang jauh dan menghadapi pasien dengan emergensi bukanlah hal yang mudah bagi bidan yang melayani dan juga kepada pasien yang kurang mampu dan tidak memiliki jaminan, mau tidak mau untuk mendapatkan pelayanan gratis, akan di rujuk ke RSUD AZ. Sedangkan menurut informan B2 dengan ketiadaan Jamkesda sangat berpengaruh terhadap rujukan, apalagi rujukan dengan emergensi yang tidak memiliki KIS dan BPJS yang terpaksa harus mau di lakukan rujukkan ke RSUD AZ dengan kelas III gratis dan dengan jarak tempuh yang jauh, yang itu artinya akan menyulitkan pasien sendiri. Karena menurut informan B2 UPT.Puskesmas Rawat Inap B ini lebih dekat ke RSUD AS yang hanya berjarak sekitar 5 KM.
Kendala yang dirasakan oleh bidan terhadap ketiadaan Jamkesda ketika melakukan rujukan sangat besar,dimana menurut informan B1 menjelaskan untuk rujukan lebih dekat Rumah Sakit di Banjarmasin, dimana jarak tempuh lebih singkat di bandingkan rujukan ke RSUD AZ yang jarak tempuhnya lebih jauh, ditambah saat dokter obgyn tidak ada di tempat maka penanganan kasus gawat darurat tidak cepat tertangani. Belum lagi menurutnya dengan kondisi kelengkapan alat di RSUD AZ. Ketiadaan jaminan Kesehatan ini dapat berpengaruh pasien lari ke dukun kampung.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Handayani (2019), menunjukan bahwa persalinan ibu banyak terjadi di non faskes atau dirumah pasien sendiri, karena ada hubungan pendapatan masyarakat dengan pemilihan tempat persalinan oleh ibu bersalin, kemudian biaya persalinan, dan akses ke fasilitas Kesehatan. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rusnawati pada tahun 2012 dalam penelitiannya yang berjudul factor- faktor yang mempengaruhi pemilihan tempat persalinan yang menghasilkan bahwa tempat persalinan yang paling banyak digunakan adalah dirumah sendiri 51,1% dan fasilitas Kesehatan 48,9%. Jarak rumah ibu ke fasilitas Kesehatan juga berhubungan erat dengan sarana, biaya transportasi dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya. Persamaan pada penelitian ini yaitu permasalahan biaya persalinan, yang mana sebenarnya pada 2019 di Kabupaten Barito Kuala masih bisa menggunakan JAMKESDA untuk pelayanan Kesehatan bagi masyarakat miskin yang tidak memiliki kartu KIS, namun setelah keluar surat edaran bupati nomor 065/2527/umum, maka program Jaminan Kesehatan Daerah dihentikan, kemudian untuk warga yang memerlukan perawatan maka bisa mendapatkan perawatan kelas III gratis di RSUD AZ. Dengan fasilitas kelas III gratis di RSUD AZ, maka jarak rujukan akan semakin jauh dari lokasi penelitian yaitu 48,7km yang mana akan meningkatkan biaya transportasi dan juga jarak tempuh yang semakin lama.
Sedangkan menurut informan B3 masyarakat lebih baik mendaftarkan diri menjadi anggota BPJS agar dapat menyiapkan jaminan untuk persalin, karena kita tidak akan tau kapan keadaan darurat yang memang membutuhkan penanganan cepat. Namun pada kenyataanya tidak semua warga mampu mendaftar menjadi peserta BPJS, sehingga pemerintah membuat suatu program Kartu Indonesia Sehat (KIS). Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) merupakan program dari Pemerintah Indonesia yang dalam prinsipnya bertujuan untuk memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. JKN-KIS diharapkan berperan signifikan dalam meringankan beban finansial dari pengeluaran untuk
sektor Kesehatan, peningkatan akses Kesehatan, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. (BPJS Kesehatan,2017). Masyarakat yang belum terdaftar menjadi peserta KIS pada Kabupaten BK, tidak bisa mendapatkan program tersebut, sehingga ketika masyarakat perlu dilakukan rujukan harus di lakukan ke RSUD AZ, dimana dari UPT.
Puskesmas Rawat Inap B ke RSUD AZ berjarak 48,7 km.
Namun berbanding terbalik dengn informan utama, disini informan triangulasi menjelaskan menurut informan C1 warga diharapkan tidak hanya mengandalkan bantuan dari daerah, paling tidak warga berusaha, dan daerah pun sudah memfasilitasi kelas III gratis namun hanya bisa di gunakan untuk rujukan ke RSUD AZ.
Menurut informan C2 juga menambahkan bahwa pemerintah Kabupaten Barito Kuala sedang dalam proses pembangunan dan mengusahakan RS Setara yang berada di Wilayah HB Kecamatan A menjadi RSUD Setara tipe D pada tahun 2023, agar warga di sekitar wilayah selatan dapat menggunakan kelas III gratis dan jarak tempuh rujukan yang lebih dekat, namun tidak terkecuali adanya fasilitas dan kesedian dokter yang mempuni. Informan C2 juga sependapat dengan informan C1 untuk warganya bisa memikirkan masalah pendanaan, baik itu menabung atau menjadi anggota BPJS. Sedangkan menurut informan C3 bagi warga Barito Kuala yang ingin menggunakan fasilitas kelas III gratis untuk saat ini hanya bisa di manfaatkan di RSUD Abdul Azis Marabahan. Begitu pula menurut informan C3 mengatakan upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah bagi warga yang tidak memiliki Jaminan Kesehatan bisa menggunakan fasilitas kelas III gratis, dan informan C3 juga menyarankan bagi warga untuk bisa menjadi angota BPJS Mandiri.
Informan utama juga berharap ada modifikasi kelas III gratis bagi wilayah kerja yang jaraknya lumayan jauh ke RSUD AZ, agar diberikan keringanan untuk dapat bantuan dari Pemerintan Kabupaten BK dalam rujukan ke RSUD milik Provinsi, agar penanganan emergensi pada ibu dapat ditangani dengan cepat, dan berharap Jamkesda ini tetap ada, namun di lihat Kembali dari segi pemanfaatannya, apakah benar-benar warga yang memang tergolong sakit.
Menurut Noorhidayah (2019), pemerintah telah menjamin setiap warga untuk mendapatkan Jaminan Kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Indikator yang dijadikan tolak ukur keberhasilan pelaksanaan JKN adalah indeks kepuasan masyarakat. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan Kesehatan, maka fungsi pelayanan secara keseluruhan perlu ditingkatkan untuk memberikan kepuasan pasien. Dapat disimpulkan semakin baik jaminan, semakin pasien memiliki jaminan maka akan semakin tinggi kepuasan pasien, begitu juga dalam penelitian kepuasan pasien menurun dikarenakan pasien tidak memiliki jaminan, maka untuk mendapatkan fasilitas kelas III gratis, pasien harus mau dilakukan rujukan berjenjang.
Menurut Surat Edaran Bupati Nomor: 065/2527/umum sehubungan dengan berakhirnya program Jamkesda pada tahun 2019. Dengan adanya Surat Edaran itu apakah dapat meningkatkan kepuasan masyarakat miskin terhadap pelayanan kebidanan, dimana faktor pendapatan keluarga yang relative rendah, jarak ke rumah sakit rujukan yang menggunakan kelas III gratis begitu jauh (48,7 Km), penghasilan suami yang relative rendah, biaya rumah sakit dan trasportasi yang relative mahal merupakan factor pengungkin keterlambatan pertolongan pada pasien emergensi. Secara khusus yang menyebabkan masyarakat tidak segera bisa mengambil keputusan setuju merujuk karena pendapatan masyarakat relative rendah, sedangkan biaya untuk persalinan sangat mahal apabila tidak memili jaminan Kesehatan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Dengan Ketiadaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) terhadap rujukan tidak berpengaruh dalam meningkatkan akses dan mutu pelayanan Kesehatan terhadap rakyat miskin yang memang memiliki Jaminan Kesehatan baik itu BPJS Mandiri maupun Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang didapat dari Pemerintah. Namun berbanding terbalik dengan warga miskin yang tidak mampu untuk bergabung di BPJS Mandiri dan tidak mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS), maka Pemerintah Daerah memfasilitasi untuk warga yang memerlukan kelas III gratis dengan mendapatkan pelayanan di RSUD AZ. 2) Penerapan ketiadaan program Jamkesda terhadap pelayanan kebidanan emergensi sangatlah berpengaruh dimana pasien rujukan dengan emergensi harus segera mendapatkan pertolongan dan tindakan yang cepat dan tepat, namun kenyataannya pasien emergensi yang tidak mampu dan tidak memiliki jaminan Kesehatan hanya bisa di layani di RSUD AZ dengan kelas III gratis, karena kelas III gratis dari Pemerintah Daerah hanya bisa di gunakan di Rumah Sakit milik daerah, tetapi jila pasien tidak bisa dilayani di RSUD AZ, pasien harus di rujuk Kembali ke RSUD yang ada di Provinsi. 3) Dengan ketiadaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) maka kepuasan masyarakat miskin terhadap pelayanan kebidanan juga berkurang, dikarenakan terlambatnya rujukan karena harus melakukan rujukan ke fasilitas Kesehatan milik daerah untuk mendapatkan pelayanan kelas III gratis yang lokasi rujukannya jauh dari UPT Puskesmas Rawat Inap B, karena dengan lambatnya akses rujukan menjadi penghalang berat bagi ibu hamil atau ibu bersalin yang dalam keadaan gawat darurat, ditambah masalah biaya bagi warga miskin yang tidak mampu dan tidak mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Kepala UPT.Puskesmas Rawat Inap B yang telam memberikan ijin dan kesempatannya untuk melakukan penelitian dan kepada Rektor Universitas Sari Mulia karena telah mendukung penelitian dalam melaksanakan penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Alawi Masykur, Purnawan Junadi, Siti Nur Latifah. (2015). Analisa Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Tingginya Rujukan Kasus Non Spesialistik Pasien Jaminan Kesehatan Nasional Pada Puskesmas Di Kabupaten Sukabumi Tahun 2015. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia Vol 2 No.1 (diakses tanggal 15 Februari 2021)
Corolina, Putria, Ady Fraditha, Ika Paskaria (2016). Hunungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional di Wilayah Kerja UPTD.
Puskesmas Pahandut Kota Palangka Raya. Dinamika Kesehatan vol 7 (diakses tanggal 15 Februari 2021)
Dwi Wahyun Elly. 2018. Asuhan Kebidanan Komonitas. Jakarta, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Gustia, H., Susilahati, & Susilo, D. (2016). Dampak Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Penurunan Angka Kematian Ibu: Studi Kasus Kabupaten Bogor. Jurnal Kedokteran Kesehatan, 12 (1), 32-41.
Handayani, L. & Kristiana, L. (2018). Upaya Peningkatan Rujukan Persalinan Oleh Tenaga Non Profesional Dalam Rangka Percepatan Penurunan AKI dan AKB. Project Report. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan.
Handayani, L. Kabuhung Elvine Ivana, Afriani Yunita (2019). Diterminan Pemilihan Tempat Persalinan di Puskesmas Tapin Utara. http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id . (diakses pada tanggal 15 Februari 2021)
Herizul, P. (2013). Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Pada Pemegang Kartu Jamkesda Di Rumah Sakit Umum Daerah. Padang: Universitas Andalas.
Kementrian Kesehatan. (2016). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015. Jakarta: Kemenkes RI.
Rahmawati, Tety , Vita Kartika (2013). Reset Evaluatif Implementasi Jaminan Persalinan. Pusat Humaniora, kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat