• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

D A R W I N 137011108/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

D A R W I N 137011108/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

NEGARA ASING ATAS DASAR WASIAT Nama Mahasiswa : DARWIN

Nomor Pokok : 137011108 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Tanggal lulus : 12 Februari 2016

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum

4. Notaris Syafnil Gani, SH., M.Hum

(5)

Nama : DARWIN

Nim : 137011108

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISA KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH

AGUNG NOMOR 1134/PDT/2009 TENTANG

KEPEMILIKAN HAK MILIK YANG KEMUDIAN

SUBJEKNYA DIKETAHUI SEBAGAI WARGA

NEGARA ASING ATAS DASAR WASIAT

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : DARWIN Nim : 137011108

(6)

Ketentuan tentang persyaratan subyek hak khususnya terhadap WNA disertai dengan sanksi terhadap pelanggarannya dimuat dalam Pasal 26 ayat 2 UUPA, dan pelanggaran terhadap ketentuan itu berakibat bahwa hak Milik kepada WNA akan menjadi batal karena hukum, hal inilah yang menjadi dasar penelitian karenya putusan MA Nomor 1134K/Pdt/2009 menarik untuk diteliti yang berjudul Analisa Kasus Atas Putusan Mahkamah Agung Nomor 1134 K/Pdt/2009 Tentang Kepemilikan Hak Milik Yang Kemudian Subjeknya Diketahui Sebagai Warga Negara Asing Atas Dasar Wasiat

Meneliti masalah tersebut menggunakan teori kepastian hukum oleh Hans Kelsen yaitu menjelaskan suatu pendaftaran tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya yang dapat dipertanggungjawabkan.

Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis dan tehnik pengumpulan datanya dengan menggunakan data sekunder.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diambil kesimpulan bahwa Prosedur pelaksanaan wasiat dihadapan Notaris untuk Warga Negara Asing dalam membuat akta memperhatikan jangka waktu hak atas tanah tersebut dengan mengecek data identitas kewarganegaraan Asing dan data pendukung lainnya, kenudian melaporkan pembuatan wasiat Warga Negara Asing tersebut ke Pusat Daftar Wasiat Subdit Harta Peninggalan di Kementrian Hukum dan HAM RI, memberikan salinan Akta Wasiat yang pernah dibuat di Indonesia, Status hukum sertipikat hak milik yang didaftarkan atas nama Tergugat (sebagai pelaksana wasiat) berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1134 K/Pdt/2009 tetap diakui sebagai milik Tergugat karena tanah yang diwasiatkan tersebut didaftarkan secara sporadik dan terbuka atas nama Tergugat berdasarkan wasiat dan kuasa penerima wasiat yang telah disetujui pejabat yang berwenang yaitu Lurah/Camat, BPN dan disaksikan oleh tetangga disekitar objek tanah tersebut dan sebelum sertipikat terbit maka Tergugat telah mengganti kewarganegaraannya menjadi WNI, Analisis pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1134K/PDT/2009 dalam memberikan kepastian hukum Pada Pendaftaran Tanah adalah memberikan kepastian hukum dalam pendaftaran tanah yang meliputi kepastian hak, kepastian objek, dan kepastian subjek terhadap pemilik sertipikat (sesuai Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997) tetapi tidak memberikan kepastian hukum dalam proses administrasi penerbitan sertipikat karena seharusnya satu tahun setelah diketahui sebagai penerima wasiat yang berkewarganegaraan Asing maka seharusnya melepaskan haknya yaitu berdasarkan Pasal 9, Pasal 21 dan Pasal 26 ayat (2) UUPA.

Kata Kunci : Warga Negara Asing, Hak Milik, Wasiat.

(7)

paragraph 3, Article 30 paragraph 2, and Article 36 paragraph 2 of UUPA although he can have its ownership only within one year since the inheritance is given. The regulation on the requirement for a foreign citizen’s privilege and sanction on the violation is stipulated in Article 26, paragraph 2 of UUPA; the legal consequence of violating it is that the ownership will be cancelled. The Supreme Court’s Ruling No.

1134 K/Pdt/2009 will be analyzed with the title, the Analysis on the Case of the Supreme Court’s Ruling No. 1134 K/Pdt/2009 on the Ownership which is later found out that the Subject is Foreign Citizen by a Will.

The research used the theory of legal certainty by Hans Kelsen which explains that land registration must have legal certainty with all consequences can be accounted for. It also used judicial normative and descriptive analytic method, and the data were gathered by using secondary data.

The result of the research shows that the procedure if signing a will before a Notary for a foreign citizen in making a certificate should pay attention to the spa of time of the land rights by checking the identity of the foreign citizen and the other supporting documents. The list of data at the Sub-directorate of Estate in the Ministry of Law and Human Rights by giving the copy of the Will which has been made in Indonesia. The legal status of the Ownership certificate registered in the name of the defendant (as the will executor), based on the Supreme Court’s Ruling No. 1134 K/Pdt/2009 is recognized as the defendant’s since the land has been registered sporadically and transparent in the name of the defendant, based on the will and the man empowered to receive the will. It is also approved be the authorities such as Subdistrict Head, the National Land Board, and witnessed by the neighbors. Besides that, the defendant has changed his citizenship before the certificate is issued. The judge’s consideration in the Supreme Court’s Ruling No. 1134 K/Pdt/2009 in giving legal certainty in Land Registration includes right certainty, object certainty, and subject certainty given to the certificate holder according to Article 32, paragraph 1 of the Government Regulation No. 24/1997 but does not give legal certainty in the administrative process of issuing the certificate because it is given one year after the will receiver who is foreign citizen is known, and he should release his right according to Article 9, Article 21, and Article 26 paragraph 2 of UUPA.

Keywords: Foreign Citizen, Ownership, Will

(8)

dan limpahan rahmat serta anugerahNya, sehingga dapat terselesaikannya penulisan tesis yang berjudul “ANALISA KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1134K/PDT/2009 TENTANG KEPEMILIKAN HAK MILIK YANG KEMUDIAN SUBJEKNYA DIKETAHUI SEBAGAI WARGA NEGARA ASING ATAS DASAR WASIAT“, dengan harapan agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan Ilmu Hukum khusunya di Medan, dan di Indonesia pada umumnya.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam rangka memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk itu terima kasih diucapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian tesis ini, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Magister

(9)

3. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH., M.Hum, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH., CN., M.Hum, selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini

5. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH., M.Hum., selaku Dosen Penguji pada Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam rangka penyempurnaan tesis ini.

6. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum, selaku Dosen Penguji pada Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam rangka penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh Dosen/pengajar mata kuliah pada Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh responden dan nara sumber yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan informasi bermanfaat dalam penulisan tesis ini.

(10)

senantiasa memberikan dorongan semangat, dukungan moril, serta kerja sama yang baik selama perkuliahan dan penulisan tesis ini.

Ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada yang tercinta kepada keduaku orang tua beserta saudara-saudaraku terkasih atas doa, dukungan, dan motivasi yang diberikan, telah banyak mendorong, mencurahkan segenap perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Disadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini membawa kemanfaatan terutama bagi penulis dan pembaca guna mengembangkan Ilmu Kenotariatan pada masa yang akan datang.

Medan, Februari 2016 Penulis

Darwin

(11)

1. Nama

2. Tempat, Tanggal Lahir 3. Jenis Kelamin

4. Status 5. Agama 6. Alamat

: : : : : :

Darwin

19 Pebruari 1988 Laki-Laki

Belum Menikah Budha

JI. Brigjen Katamso Komplek Istana Bisnis Centre No 11 Medan

II. KELUARGA 1. Nama Ayah 2. Nama Ibu

: :

Djon Hasan Ho Nety

III. PENDIDIKAN 1. SD

2. SMP 3. SMA

4. Perguruan Tinggi 5. Perguruan Tinggi 6. Perguruan Tinggi (S1) 7. Perguruan Tinggi (S2)

: : : : : : :

SD Methodist Pematang Siantar Tahun 1993-1999

SMP Methodist Pematang Siantar Tahun 1999-2002

SMA Kalam Kudus Pematang Siantar Tahun 2002-2005

Beihang University Beijing Tahun 2006- 2007

BLCU (Beijing Languange and Culture University) Beijing 2006-2007

Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2007-2012

Magister Kenotariatan USU Medan Tahun 2013-2016

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi... 21

G. Metode Penelitian... 23

BAB II PROSEDUR PELAKSANAAN WASIAT UNTUK WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA... 28

A. Ketentuan Umum Tentang Wasiat (Testament)... .... 28

1. Bentuk, Isi dan Sifat Wasiat ... .... 28

2. Pembatasan Dari Wasiat ... .... 31

3. Pejabat Yang Berwenang Membuat Wasiat... .... 35

B. Prosedur Pelaksanaan Wasiat Untuk Warga Negara Asing Dihadapan Notaris... .... 37

1. Persiapan Pembuatan Akta Wasiat ... .... 37

2. Tahap Pembuatan dan Penandatanganan Akta Wasiat ... .... 40

(13)

BAB III STATUS HUKUM SERTIPIKAT HAK MILIK YANG BERDASARKAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SPORADIK BERASAL DARI WASIAT OLEH WARGA

NEGARA ASING... 53

A. Sertipikat hak Milik ... .... 53

1. Tinjauan Umum Tentang hak milik ... .... 53

2. Kegiatan Pendaftaran Tanah Untuk Hak Milik Secara Sporadik ... .... 59

3. Kedudukan Sertipikat Hak Milik ... .... 65

B. Status Hukum Sertipikat Hak Milik Yang Berdasarkan Pendaftaran Tanah Secara Sporadik Berasal Dari Wasiat Oleh Warga Negara Asing. ... 69

1. Landasan Yuridis Penguasaan Tanah oleh Warga Negara Asing... 69

2. Status Hukum Sertipikat Hak Milik Yang Berdasarkan Pendaftaran Tanah Secara Sporadik Berasal Dari Wasiat Oleh Warga Negara Asing. ... 72

BAB IV ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN MAKHAMAH AGUNG NOMOR 1134 K/PDT/2009 DALAM MEMBERIKAN KEPASTIAN HUKUM PADA PENDAFTARAN TANAH ... 76

A. Posisi Perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1134 K/Pdt/2009 ... 76

1. Para Pihak Dalam Perkara... 76

2. Duduk Perkara... 76

3. Dasar Pertimbangan Hakim ... 79

4. Amar Putusan ... 79

(14)

A. Kesimpulan ... 89 B. Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA ... 92

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk pemenuhan berbagai keperluan yang terus meningkat baik sebagai tempat bermukim maupun sebagai kegiatan usaha, maka menyebabkan meningkatnya kebutuhan mengenai jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan.

Hal ini dapat dilihat dari tujuan reformasi agraria yang hendak dicapai oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), yang merumuskan tujuannya sebagai berikut:1

1. Melakukan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyrakat adil dan makmur.

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum Pertanahan.

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak- hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Pengelolaan tanah di Indonesia ditujukan untuk mencapai tujuan Nasional sebagaimana tersebut dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV, Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) tercantum ketentuan dasar hukum Agraria Nasional yang berbunyi:” Bumi, air dan kekayaan alam yang

1 Antje M. Ma’moen, Pendaftaran Tanah Sebagai Pelaksana UUPA Untuk Mencapai Kepastian Hukum Atas Tanah di Kota Madya Bandung Disertasi, (Bandung: Universitas Pajajaran, 1996), hal 2 Antje M. Ma’moen, Pendaftaran Tanah Sebagai Pelaksana UUPA Untuk Mencapai Kepastian Hukum Atas Tanah di Kota Madya Bandung Disertasi, (Bandung: Universitas Pajajaran, 1996), hal 2

(16)

terkandung didalamnya, dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.”2

Dikuasai oleh Negara maksudnya memberikan wewenang kepada negara untuk:3

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya.

2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bumi, air dan ruang angkasa.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Setiap macam hak atas tanah wajib didaftarkan dan disertipikatkan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasioanal (BPN) yang berkantor disetiap Kabupaten dan Kota.4

Pendaftaran Tanah itu memberikan jaminan kepastian hukum yang meliputi:

jaminan kepastian hukum mengenai orang atau badan hukum yang menjadi pemegang hak (subyek hak atas tanah), jaminan kepastian hukum mengenai letak, batas dan luas suatu bidang tanah (obyek hak atas tanah), dan jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanahnya yang dituangkan dalam bentuk sertipikat.5

2Boedi Harsono I, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agrarian, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003), hal 27

3Ibid, hal 50

4Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertipikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2004), hal 1 Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertipikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda, (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2004), hal 1

5 A.P Parlindungan, Komentar Undang-Undang Pokok Agaria, (Bandung: Mandar Maju, 1993), hal 15

(17)

Kajian mengenai kekuatan berlakunya sertipikat sangat penting, setidak- tidaknya karena pertama, sertipikat memberikan kepastian hukum terhadap kepemilikan tanah bagi orang yang namanya tercantum dalam sertipikat, penerbitan sertipikat dapat mencegah sengketa tanah dan pemilikan sertipikat akan memberikan perasaan tenang dan tentram karena dilindungi dari tindakan sewenang-wenang oleh siapa pun.6 Kedua, pemberian sertipikat dimaksudkan untuk mencegah sengketa kepemilikan tanah. Ketiga, dengan pemilikan sertipikat, pemilik tanah dapat melakukan perbuatan hukum apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan Undang- Undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.7 Selain itu, sertipikat mempunyai nilai ekonomi dimana tanah yang bersertipikat mempunyai nilai ekonomi yang tinggi apabila dijadikan jaminan utang dengan hak tanggungan atas tanah.8

Sertipikat hak atas tanah merupakan perbuatan pemerintah yang lahir karena hukum dan bersifat konkret karena ditujukan bagi mereka yang tercantum dalam sertipikat tersebut. Serta tidak memerlukan persetujuan instansi lain. Apabila dilihat dari akibat yang ditimbulkan, maka tindakan pemerintah dalam kegiatan pemberian sertipikat hak atas tanah adalah bertujuan untuk memperkokoh hak kepemilikan atas tanah yang namanya tertera dalam sertipikat tersebut dan juga merupakan keputusan

6 Bachsan Mustafa, Hukum Agraria Dalam Perspektif, Cetakan Ketiga. (Bandung: Remaja Karya, 1988), hal 57

7Adi Kusnadi, Laporan Teknis Intern Tentang Masalah Hukum Perubahan Status, Jakarta, 1999, hal 15

8Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda- Benda yang Berkaitan dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632).

(18)

yang bersifat konstitutif (constitutieve beschichikking) sehingga lahir pula hak-hak dan kewajiban-kewajiban hukum baru terhadap orang/badan hukum.9

kepastian hukum pertanahan bagi masyarakat, pelaksanaan dan kegiatan penyelenggaraan pendaftaran tanah dan penerapan peraturan perundang-undangan telah dilakukan. Namun masih ada saja sengketa yang terjadi, yang dapat dilihat didalam kasus-kasus pertanahan, seperti kasus sertipikat ganda, kasus penyerobotan tanah, kasus pemalsuan alas hak atas tanah dan penerbitan sertipikat tanpa diketahui oleh pemiliknya dan penyeludupan hukum oleh WNA untuk menguasai hak milik melalui berbagai macam cara yang pada umumnya dengan membuat suatu paket perjanjian antara WNA sebagai penerima kuasa dan WNI sebagai pemberi kuasa yang memberi kewenangan kepada WNA untuk menguasai hak atas tanah dan melakukan segala perbuatan hukum atas tanah tersebut yang secara yuridis dilarang oleh Undang-Undang dalam hal ini Undang-Undang Pokok Agraria.10

Landasan hukum Pasal 42 UUPA adalah Pasal 2 UUPA yang merupakan pelaksanaan amanat Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang memberikan kewenangan kepada Negara sehingga dapat menentukan macam-macam hak atas tanah (Pasal 4 jo Pasal 16 UUPA) yang termasuk tentang subyek hak atas tanah.11

9 Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, Edisi Pertama, Cetakan Kesatu, (Bandung: Alumni, 2004), hal 342

10 Maria S.W. Sumardjono, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan Bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, (Bogor: Grafika Mardi Yuana, 2007), hal 2

11Ibid, hal 7

(19)

Salah satu upaya pemerintah untuk mengatur lebih lanjut ketentuan Pasal 42 UUPA agar tidak terjadi penyeludupan hukum maka diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia yang diikuti dengan peraturan pelaksananya, namun dengan berjalannya waktu implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tersebut tidak membawa hasil seperti yang diharapkan sehingga dalam hal proses kepemilikan surat tanda bukti hak atas tanah melalui hal-hal yang bertentangan dengan hukum banyak menimbulkan komplikasi.12 Dalam hal ada wasiat maka isi surat wasiat harus dikutip persis sesuai dengan Surat Keterangan Waris, apabila seorang ahli waris yang keluar dari Warga Negara Indonesia atau ahli waris yang bukan Warga Negara Indonesia, walaupun tidak bisa mewarisi tanah di Indonesia tetapi tidak boleh dikesampingkan menjadi ahli waris, ahli waris tersebut tetap sah sebagai ahli waris (sesuai Pasal 26 ayat 3, Pasal 30 ayat 2 dan Pasal 36 ayat 2 UUPA) yaitu hanya dapat memiliki dalam jangka waktu 1 tahun sejak warisan dibuka dan setelah itu ahli waris tersebut dapat melepaskan haknya kepada ahli waris lain.13

Contoh kasus dalam penelitian ini melalui kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1134K/Pdt/2009, penggugat menggugat adik kandungnya sendiri karena pensertipikatan objek tanah yang telah dihibahkan oleh ibunya kepada penggugat berdasarkan tanda pendaftaran tanah nomor 763 seluas 195 m2 atas nama

12Ibid, hal 3

13 Irma Devita Purnamasari, Kiat-Kiat Cerdas Dan Bijak Memahami Hukum Waris, (Bandung: Kaifa, 2014), hal 83

(20)

ibu kandung mereka Le Rumidjah kepada Penggugat yang dibuat dihadapan Notaris kepada penggugat, dan oleh tergugat kini objek tanah tersebut telah disertipikatkan tergugat atas nama tergugat pada tahun 1994 berdasarkan wasiat dan kuasa penerima wasiat, padahal status hukum tergugat saat menerima wasiat masih kewarganegaraan Tionghoa, begitu juga dengan ayahnya sebagai pemberi wasiat, berdasarkan Undang- Undang Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 21, Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik dalam artian bahwa seorang warga Negara asing tidak boleh memiliki dan menguasai tanah di Indonesia, oleh karenanya saudara kandungnya menggugat tergugat karena seharusnya penerbitan sertipikat atas nama tergugat tidak sah sehingga permohonan untuk penerbitan sertipikat Nomor 2958 atas nama Tergugat telah terindikasi dengan memberikan keterangan palsu dari Tergugat sehingga penerbitan SHM tanpa disertai alas hak dan tanpa persetujuan merupakan perbuatan melawan hukum, dalam penerbitan sertipikat tanah tersebut juga tanpa alas hak dan persetujuan penggugat dan walaupun Tergugat menyanggah bahwa objek tanah sengketa tersebut adalah milik ayah mereka yang telah diwariskan pada isteri pertamanya kemudian diwasiatkan tidak dapat dijadikan alasan penerbitan sertipikat karena ayah penggugat dan tergugat sampai beliau meninggal dunia juga masih warga negara asing.

Sementara dipihak Tergugat mengajukan eksepsi bahwa tanah yang dijadikan sengketa menurut Tergugat adalah tanah warisan dari almarhum Tan Soe Nen (ayah Penggugat dan Tergugat) yang diwasiatkan kepada isteri pertamanya Tan San Kauw sebagai pelaksana testamen dan wali dari anak-anaknya Tan Soe Nen, pewasiatan ini

(21)

telah dikuatkan di Pengadilan Tinggi, dan kemudian Tan San Kauw sebagai pelaksana testamen memberi kuasa kepada Tergugat untuk melaksanakan wasiat dari Tan Soe Nen, jadi dalam hal ini menurut tergugat penerbitan sertipikat didasarkan bukti wasiat dan surat kuasa penerima wasiat almarhum Tan Soe Nen serta bukti pembayaran pajak bumi dan bangunan tahun berjalan dengan mengisi blanko sporadik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan yang harus ditandatangani oleh kepala lingkungan, Lurah, Camat setempat serta pemilik tanah kanan, kiri, muka dan belakang tanah yang akan diterbitkan sertipikat dan menurut tergugat yang harus digugat adalah Kantor Pertanahan, Kepala lingkungan, Lurah, Camat. Oleh karenanya menurut Tergugat telah mensertipikatkan tanah sengketa secara terbuka, sehingga menurutnya yang harus digugat adalah Kantor Pertanahan, kepala Lingkungan, Lurah dan Camat serta warga yang menandatangani sporadik.

Ketentuan tentang persyaratan subyek hak khususnya terhadap WNA disertai dengan sanksi terhadap pelanggarannya dimuat dalam Pasal 26 ayat 2, dan pelanggaran terhadap ketentuan itu berakibat bahwa hak Milik kepada WNA akan menjadi batal karena hukum, tetapi tidak demikian dalam prakteknya seperti yang diputuskan dalam Putusan MA Nomor 1134K/Pdt/2009.

Berdasarkan kasus diatas oleh karenya putusan MA Nomor 1134K/Pdt/2009 menarik untuk diteliti, hal tersebut yang melatar belakangi penulisan tesis ini yang berjudul Analisa Kasus Atas Putusan Mahkamah Agung Nomor 1134 K/Pdt/2009 Tentang Kepemilikan Hak Milik Yang Kemudian Subjeknya Diketahui Sebagai Warga Negara Asing Atas Dasar Wasiat.

(22)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana prosedur pelaksanaan wasiat untuk Warga Negara Asing di Indonesia?

2. Bagaimana status hukum sertipikat hak milik pada Putusan Makhamah Agung Nomor 1134 K/Pdt/2009 yang didaftarkan secara sporadik yang berasal dari wasiat oleh Warga Negara Asing ?

3. Apakah pertimbangan hakim dalam Putusan Makhamah Agung Nomor 1134 K/Pdt/2009 telah memberikan kepastian hukum dalam pendaftaran tanah ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis prosedur pelaksanaan wasiat untuk Warga Negara Asing di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis status hukum sertipikat hak milik pada Putusan Makhamah Agung Nomor 1134 K/Pdt/2009 yang didaftarkan secara sporadik yang berasal dari wasiat oleh Warga Negara Asing?

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim dalam Putusan Makhamah Agung Nomor 1134 K/Pdt/2009 telah memberikan kepastian hukum dalam pendaftaran tanah

(23)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Secara Teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu hukum agraria khususnya untuk mengetahui Kedudukan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang berasal dari Warga Negara Asing berdasarkan wasiat.

2. Dari segi Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pedoman bagi praktisi hukum dikalangan Instansi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Mahasiswa Magister Kenotariatan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, judul mengenai Analisa Kasus Atas Putusan Mahkamah Agung Nomor 1134 K/Pdt/2009 Tentang Kepemilikan Hak Milik Yang Kemudian Subjeknya Diketahui Sebagai Warga Negara Asing Atas Dasar Wasiat, yang diteliti sepengetahuan belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya, karena itu penelitian ini baik dari segi objek permasalahan, subtansi adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis dan ilmiah. Adapun penelitian yang telah dilakukan yang berhubungan dengan penelitian ini adalah :

(24)

1. Nurcahaya Batubara (NIM: 002111034), Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Pelaksanaan Stelsel Negatif Yang Bertendensi Positif Terhadap Pemberian Sertipikat Hak Milik Atas Tanah (Studi Di Kota Medan)”, dengan permasalahan yang diteliti adalah:

a. Apakah stelsel negatif yang bertendensi positif dalam pemberian sertipikat hak milik di Kota Medan telah dilaksanakan.

b. Apakah akibat hukum dan pelaksanaan stelsel negatif yang bertendensi positif tersebut?

c. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang sertipikat hak milik dan stelsel negatif yang bertendensi positif tersebut di Kota Medan?

2. Aida Verawati Wahab (NIM: 002111044), Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “ Keterangan Hak Waris Dalam Hukum Perdata (Suatu Kajian Terhadap Warga Negara Indonesia KKeturunan Cina Di Kota Medan)”, dengan permasalahan yang diteliti adalah : a. Siapakah yang berwenang mengeluarkan keterangan hak waris bagi warga

keturunan cina?

b. Bagaimana kekuatan pembuktian hak waris yang diterbitkan oleh Notaris tanpa melakukan pengecekan ke daftar pusat wasiat ?

c. Mengapa keterangan hak waris bagi pewaris yang tunduk pada KUHP bisa dikeluarkan oleh lebih dari satu instansi dan apa konsekuensi yuridisnya ?

(25)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoretis. Kerangka teori merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis menjadi landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan,14 sedangkan teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.15

Teori hukum merefleksikan perjuangan hukum berada diantara tradisi dan kemajuan, stabilitas dan perubahan, kepastian dan keleluasaan. Sepanjang objek hukum adalah menciptakan ketertiban, maka penekanannya diletakkan pada kebutuhan akan stabilitas dan kepastian. Pada umumnya teori-teori hukum dan para ahli hukum cenderung untuk lebih menekannya pada stabilitas dari pada perubahan.16

Pada tatanan ini jelas terlihat bahwa hukum yang mengatur pengadaan tanah mengabaikan rasa keadilan. Menandai fenomena tersebut dari segi ilmu hukum dapat dikatakan bahwa tuntutan sosial yang dianggap pantas terisolasi oleh kekuasaan.

14Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Adiyta Bakti, 2004), hal 72-73

15M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV. Mandar Maju), 1994, hal 27

16W. Friedman, Legal Theory, Third Edition, (London: Stevens dan Sons Limited), 1953, hal 37

(26)

Idealnya kepastian hukum secara fungsional merespon gagasan sosial yang memiliki muatan keadilan, padahal hukum masyarakat satu instrumen keadilan.17

Dilihat dari teori hukum, maka aturan-aturan hukum dan keputusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah belum memenuhi konsepsi aturan-aturan hukum dan keputusan, sehingga hukum terutama dalam bidang pengaturan pemilikan dan penguasaan tanah dirasakan belum memenuhi tuntutan dari masyarakat yang hidup pada era reformasi ini.

Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan.

Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:18 a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta;

b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya

Adapun kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum dimana teori kepastian hukum mengadung pengertian:19

a. Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan.

b. Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenang-wenangan pemerintah karena adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

17Friedman, L.W., The Legal Sistem A Social Science Perspektive, (New York: Russel Sage Foundation, 1975), hal 50

18Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1981), hal 121

19J.B Dayo Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal 27

(27)

Sebuah teori harus diuji dengan menghadapkannya kepada fakta-fakta yang kemudian harus dapat menunjukkan kebenarannya. Teori kepastian hukum menjelaskan bahwa suatu pendaftaran tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.20

Secara garis besar menurut Soedjono Dirdjosisworo fungsi hukum dapat diklasifikasikan dalam empat tahap, yaitu:21

a. Fungsi hukum sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena sifat dan watak hukum yang memberi pedoman dan petunjuk tentang bagaimana prilaku dalam masyarakat. Menunjukkan mana yang baik dan mana yang tercela melalui norma-normanya yang mengatur perintah- perintah ataupun larangan-larangan, sedemikian rupa sehingga warga masyarakat diberi petunjuk untuk bertingkah laku.

b. Fungsi hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir bathin.

Hukum dengan sifat watak yang antara lain saling mengikat baik Fisik maupun Psikologis. Daya mengikat dan bila perlu memaksa ini adalah watak hukum yang menangani kasus-kasus nyata dan memberi keadilan dan menghukum yang bersalah.

c. Fungsi hukum sebagai sarana penggerak pembangunan. Salah satu daya mengikat dan memaksa dari hukum juga dapat dimanfaatkan dan didayagunakan untuk

20Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1995), hal 49

21Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal 154-155

(28)

menggerakkan pembangunan. Hukum sebagai sarana pembangunan merupakan alat bagi otoritas untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.

d. Fungsi kritis dari hukum, dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukm tidak semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pengawasan, pada aparatur pemerintah (petugas) dan aparatur penegak hukum termasuk didalamnya.

e. Fungsi hukum untuk mewujudkan kepastian hukum atas hak kepemilikan.

Kepastian hukum adalah tujuan utama dari hukum.22 Menurut Hans Kelsen, setiap tata kaedah hukum merupakan suatu susunan dari pada kaedah-kaedah (stufenbau). Di puncak stufenbau tersebut terdapat “grundnorm” atau kaedah dasar atau kaedah fundamental, yang merupakan hasil pemikiran secara yuridis.23 Tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (recht gerechtigheid), kemanfaatan (recht sutilileit) dan kepastian hukum (recht szekerheid).24

Dalam hal mewujudkan keadilan, menurut W. Friedman, suatu Undang- Undang haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut.25 Roscoe Pond dalam bukunya Scope and Purpose of Sociological Jurisprudence,26 menyebutkan ada

22 J.B. Daiyo, Pengantar Ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: PT.

Prennahlindo, 2001), hal 120

23Ibid, hal. 127

24Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta: PT.

Gunung Agung Tbk, 2002), hal 85.

25 W. Friendman, Tori dan Filsafat Hukum dalam Buku Telaah Kritis atas Teori-Teori Hukum, diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hal 7

26Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal 298.

(29)

beberapa kepentingan yang harus mendapat perlindungan atau dilindungi oleh hukum, yaitu Pertama; kepentingan terhadap Negara sebagai suatu badan yuridis;

Kedua, kepentingan Negara sebagai penjaga kepentingan sosial; Ketiga, kepentingan terhadap perseorangan terdiri dari pribadi, hubungan-hubungan domestik, kepentingan substansi. Dari pendapat Roscoe Pond tersebut, dapat dilihat bahwa sangat diperlukannya suatu perlindungan hukum terhadap kepentingan perseorangan, karena adanya kepastian hukum akan tercipta suatu keadilan.

Teori kepastian hukum dalam pendaftaran tanah dapat dilihat dari prinsip filosofi Undang-Undang Pokok Agraria yang memberi kewenangan kepada Negara yaitu:27

1. Prinsip Kesatuan hukum Agraria untuk seluruh wilayah tanah air, dengan prinsip ini maka kita telah melepaskan dualisme dalam hukum agraria di indonesia.

Penghapusan pernyataan domein dengan menerapkan hak menguasai Negara ditagaskan dalam Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Pokok Agraria.

2. Fungsi sosial hak atas tanah, merupakan kejelasan dari hak-hak ke Agrariaan di Indonesia, bukan penerapan bahwa memiliki sesuatu itu sebagai seuatu yang

“suci” sebagai hak-hak dasar manusia dan setiap orang harus “lepas tangan” dari hak-hak orang lain dalam dia menjalankan hak-hak atas Agrarianya dan dia dapat memepertahankan hak-haknya itu terhadap pemerintahan sendiri.

27 A.P Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hal 29

(30)

3. Pengakuan hukum Agraria Nasional berdasarkan hukum adat dan pengakuan dari eksistensi dari hak ulayat, hal ini memperjelas dengan dikembalikannya marwah hukum adat dan hak ulayat Indonesia dan penyesuainnya dengan perkembangan jaman, dimana hukum adat harus dapat menjawab tantangan hukum modern yaitu seperti :

a. Persamaan derajat sesama Warga Negara Indonesia, diantara laki-laki dan wanita, hal ini yaitu dengan melindungi yang ekonomis lemah sesuai dengan Pasal 11 ayat 3 Undang-Undang Pokok Agraria.

b. Pelaksanaan reformasi hubungan antara manusia (Indonesia) dengan bumi, tanah , bumi, air dan ruang angkasa.

c. Rencana umum penggunaan, persediaan, pemeliharaan bumi air dan ruang angkasa.

d. Prinsip Nasionalitas, yang menyatakan bahwa hanya Warga Negara Indonesia yang mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa.

Teori kepastian hukum digunakan dalam rangka perlindungan hak-hak atas kepemilikan sertipikat tanah sehingga sangat penting hukum ditempatkan dan diakui sebagai suatu gejala historikal, keputusan-keputusan pemerintah dalam pemberian hak atas tanah merupakan perbuatan hukum dalam rangka pembuktian dimasa yang akan datang yang memberikan kepastian hukum terhadap subyek hukum yang berhak atas kepemilikan tanah yang dengan memiliki alat bukti yang kuat seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, dan Pasal 23 ayat (2) UUPA serta Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu :

“Sertipikat merupakan tanda bukti yang kuat dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Sudah tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam bahasa sertipikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut.”

(31)

Menurut Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan Hak Atas Tanah adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada dua macam sertipikat yaitu:

a. Sertipikat hak atas tanah, dan

b. Sertipikat yang ada hubungan dengan hak atas tanah yakni Sertipikat Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak Tanggungan, dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.

Hak milik adalah hak turun temurun yang dapat dipunyai seseorang atas tanah, dengan kewenangan yang luas bagi pemilik tersebut untuk menguasai, mengelola dan memilikinya, dengan batasan ketentuan fungsi sosial dari kepemilikan tanah tersebut. Melalui keleluasaan kewenangan dan kekuasaan pemilik hak tersebut, maka hak milik atas tanah dapat beralih dan dialihkan serta dijadikan tanggungan/jaminan utang kepada pihak lain.28

Konsep hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agrarian Nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk:29

a. Hak-hak atas tanah yang bersifat Primer yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai Negara secara langsung oleh seorang atau Badan Hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindah tangankan kepada orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai.

28Eko Yulian Isnur, Tata cara Mengurus Segala Macam Surat Rumah dan Tanah, (Jakarta:

Buku Seru, 2012), hal 9

29Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal 64

(32)

b. Hak-hak atas tanah yang bersifat Sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang bersifat sementara seperti Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Menyewa atas tanah.

Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan satu- satunya hak primer yang mempunyai kedudukan paling kuat dibanding dengan hak lainnya. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 20 ayat 1 UUPA yang berbunyi:

“Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 UUPA.”

Turun Temurun artinya hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan abila pemiliknya meninggal dunia, maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Terkuat artinya hak milik atas tanah lebih kuat dibandingkan hak atas tanah lainnya, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan, dari gangguan pihak lain dan tidak mudah hapus. Terpenuhi artinya hak milik atas tanah memberikan wewenang kepada pemiliknya lebih luas dibanding dengan hak atas tanah lainnya, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.30

Mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik, telah dikenal dua asas yang Pertama asas Nemo Plus Juris Transfere Potest Ipse Habel yang artinya tidak seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai. Kedua, asas Nemo Sibi Ipse Causam

30Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak atas Tanah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal 10

(33)

Possessionis Mutare Potest, artinya tidak seorangpun mengubah bagi dirinya atau kepentingan pihak sendiri, tujuan dari penggunaan objek.31

Kedua asas itu semakin mengukuhkan kekuatan sifat terkuat dan terpenuh hak milik atas tanah, kewenangan yang luas dari pemiliknya untuk mengadakan tindakan- tindakan di atas tanah hak miliknya, kekuatan pemiliknya untuk selalu dapat mempertahankan hak miliknya dari gangguan pihak lain dan segala keistimewaan dari hak milik mempunyai nilai keabsahan dan kehalalan yang dijamin kedua asas itu, dan mengenai jaminan perlindungan kepastian hukum bagi pemiliknya terdapat penegasan dalam mekanisme yang dinamakan pendaftaran tanah atau recht kadaster, karena melalui mekanisme ini akan dapat dibuktikan jenis hak atas tanah, pemegang hak, keterangan fisik tentang tanah, beban diatas tanah, peristiwa hukum yang terjadi atas tanah.

Undang-Undang Pokok Agraria mengandung prinsip Nasionalitas yang dituangkan dalam Pasal 21 yang menyebutkan:

a. Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

b. Oleh Pemerintah ditetapkan Badan-Badan Hukum yang dapat mempunyai hak milik dengan syarat-syarat.

c. Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah

31 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 8

(34)

berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepas maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

d. Selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan Asing, maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat 3 dalam Pasal ini.

Menurut Soedikno Mertukusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2 yaitu:32

a. Wewenang Umum

Wewenang yang bersifat umum, yaitu pemegang hak atas tanah yang mempunayai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi, air dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang lagsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi

b. Wewenang Khusus

Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah memiliki wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah hak milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan/atau mendirikan bangunan atas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah hak guna usaha adalah menggunakan haknya untuk kepentingan usaha dibidang pertanian, peternakan, dan perkebunan.

Kewenangan pemegang hak atas tanahnya terhadap WNA yang berasal dari pewarisan dan hibah hak atas tanah beserta bangunannya diatur dalam Peraturan

32 Soedikno Mertukusumo, Hukum dan Politik Agraria, (Jakarta: Karunika- Universitas Terbuka, 1988), hal 445

(35)

Pemerintah Nomor 40/1996, namun sesuai dengan isi wewenang maka pewarisan dan hibah hak atas tanah dilakukan sepanjang ahli waris memenuhi persyaratan subyek hak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.33

Oleh karena itu pemilikaan hak atas tanah dan bangunan yang dimiliki WNA menyangkut berbagai hal terkait dengan subyek hak dan kewenangannya melakukan perbuatan hukum berkenaan dengan hak yang dipunyainya, maka diperlukan kordinasi antar instansi yang bertanggung jawab dibidang keimigrasian, pertanahan dan pajak serta pemerintah daerah, sebab hanya WNI yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan tanah seperti yang termuat dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, hubungan yang dimaksud adalah Hak Milik, sedangkan WNA hanya diperbolehkan untuk memiliki Hak Pakai, itulah sebabnya teori kepastian hukum digunakan untuk meneliti permasalahan dalam penelitian tesis ini dan putusan MA Nomor 1134K/Pdt/2009 sebagai contoh kasus yang dibahas.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi oprasional.34

33Maria S.W Sumardjono, Op Cit, hal 63

34Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal 31

(36)

Menurut Burhan Ashhofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individual tertentu.35

Dalam bahasa Latin, kata conceptus (di dalam bahasa Belanda: begrip atau pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan defenisi yang di dalam bahasa latin adalah idefinition. Difenisi tersebut berarti rumusan (di dalam bahasa Belanda: onshrijving) yang pada hakikatnya merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian di samping aneka bentuk lain yang dikenal di dalam epistemologi atau teori ilmu pengetahuan.36 Dalam konsepsi diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.37

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut:

a. Kepastian Hukum yaitu: sesuatu yang bersifat tetap yang dijamin melalui Undang-Undang atau ketetapan lainnya oleh negara yang dapat melindungi segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang.

35Burhan Ashhofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal 19

36 Konsep berbeda dengan teori, di mana teori biasanya terdiri dari pernyataan yang menjelaskan hubungan kausal antara dua variabel atau lebih. Noeg Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, (Yogyakarta: Roke Sarasni, 1996), hal 22-23

37 Soejorno Seokanto, Pengantar Penelitian Hukum, Op. Cit, hal 21

(37)

b. Hak milik yaitu hak yang dimiliki seseorang untuk menggunakan benda atas kuasa dirinya yang diakui dan atau atas seizin negara melalui pihak yang berwenang atau hak turun temurun, terkuat dan terpenuhi yang dapat dipunyai orang atas tanah, dan dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.

c. Menurut Maria SW Sumardjono, Sertipikat hak atas tanah adalah akhir dari proses pendaftaran tanah yang berisi data fisik (keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah serta bagian bangunan atau bangunan yang ada diatasnya bila dianggap perlu) dan data yuridis (keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar, pemegang hak atas tanah dan hak-hak pihak lain, serta beban-beban lain yang ada diatasnya).38

G. Metode Penelitian

Secara etimologis metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa Yunani “Methodos” yang artinya

“Jalan Menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu,39 maka dalam metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan sebagai solusi atas masalah, oleh karena itu metode merupakan

38A. P. Parlindungan, Komentar Undang-Undang Pokok Agraria, (Bandung: Mandar Maju, 1993), hal 15

39Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2008), hal 13.

(38)

keseluruhan langkah ilmiah yang digunakan untuk menemukan solusi atas suatu masalah.40

Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian tergantung kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis41, yaitu penelitian yang menggambarkan dan mengkaji penerapan hukum serta pelaksanaannya di masyarakat sedangkan analisis dalam penelitian ini menjelaskan mengenai kedudukan sertipikat hak milik atas tanah yang berasal dari Warga Negara Asing berdasarkan wasiat. yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum, kaedah hukum, dan sistem hukum, yang diatur dan implementasinya di lapangan.

Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian hukum normatif, yaitu meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.42Penelitian hukum yuridis normatif bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti berdasarkan pada peraturan-peraturan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan satu dengan

40Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditamam, 2009), hal 12.

41 Deskripsi analitis artinya penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan), dan untuk menentukan frekwensi sesuatu yang terjadi. Lihat Rianto Adi, Metode Penelitan Sosial dan Hukum, Jakarta, Granit, 2000, hal.

58. Dengan penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk melukiskan keadaan objek atau peristiwa (Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1989, hal. 3)

42 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris(,Yogyakarta : PT Pustaka Pelajar, 2010), hal. 34.

(39)

peraturan lain serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek sehingga Putusan No 1134 K/Pdt/2009 dapat dianalisis.

2. Sumber Data

1) Bahan hukum primer yaitu43bahan hukum yang mengikat, yakni:

a. Undang-Undang Dasar 1945;

b. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Dasar Pokok Agraria;

c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

e. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

f. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

g. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun1996 tentang pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunia Orang asing yang berkedudukan Di Indonesia.

h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunia Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia.

43Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, dalam I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Andi, 2006), hal. 34

(40)

2). Bahan hukum sekunder merupakan semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan,44 Yang meliputi bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah :

a) Kepustakaan mengenai hukum pertanahan (Agraria).

b) Kepustakaan mengenai hukum perdata.

c) Kepustakaan mengenai hukum kewarisan

3). Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya, misalnya: Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). dengan studi dokumen atau studi kepustakaan dengan mempelajari, meneliti dan menganalisa data sekunder dengan mengaitkan pada pokok permasalahan yang ada.

Ada beberapa alat pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu:

a. Studi Dokumen

b. Pedoman Wawancara, yaitu penulis melakukan tanya jawab secara langsung dengan membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan antara penulis

44Ibid

(41)

dengan nara sumber yaitu: 1 (satu) orang Pegawai Badan pertanahan Nasional, 1 (satu) orang hakim Pengadilan Negeri Medan, 2 (dua) orang Notaris.

4. Analisa Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisis secara kualitatif45, yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Dalam mendapatkan kesimpulan maka menggunakan logika berpikir deduktif untuk menjawab permasalahan, sehingga diharapkan akan memberi solusi atas semua permasalahan khususnya masalah sengketa pertanahan seperti pada Putusan 1134K/Pdt/2009, sehingga dapat diambil kesimpulan dalam permasalahan tersebut.

45 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 10

(42)

BAB II

PROSEDUR PELAKSANAAN WASIAT UNTUK WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA

A. Ketentuan Umum Tentang Wasiat (Testament) 1. Bentuk, Isi dan Sifat Wasiat

Surat wasiat atau testament adalah sebuah akta berisi pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.46

Menurut Pasal 957 KUHPerdata wasiat (legaat) adalah suatu penetapan wasiat khusus (een bijzondere testamentaire beschicking) yang memberi kepada seseorang (atau lebih) barang tertentu atau semua barang sejenis sperti seluruh barang bergerak ataupun barang tidak bergerak. Wasiat dapat diberikan pada setiap orang, juga kepada ahli waris ab intestato, dalam hal terakhir ini ini ia merangkap sebagai ahli waris dan legetaris.

Secara umum jika dilihat dari bentuknya maka wasiat dibedakan atas :

a. Wasiat olografis atau wasiat yang ditulis sendiri yaitu wasiat yang seluruhnya ditulis dan ditandatangani sendiri oleh si pembuat wasiat.47

b. Wasiat umum atau Terbuka (openbaar testament) yaitu wasiat yang dibuat di hadapan Notaris dan dua saksi.48

46 Pasal 875 KUHPerdata

47 Pasal 932 ayat 1KUHPerdata

48 Pasal 938 KUHPerdata

(43)

c. Wasiat rahasia atau tertutup (geheim) yaitu wasiat yang dibuat dengan dihadiri oleh 4 orang saksi yang ditulis tangan sendiri oleh si pembuat wasiat dan harus ditandatangani sendiri oleh si pembuat wasiat.49

d. Wasiat darurat yaitu wasiat yang dibuat oleh tentera (dalam keadaan perang), orang-orang yang sedang berlayar atau orang sedang dikarantina karena penyakit menular50, namun demikian wasiat ini sekarang sudah tidak dipakai lagi.

Menurut isinya, ada dua jenis wasiat yaitu :51

a. Wasiat yang berisi erfstelling atau wasiat pengangkatan waris. Pasal 954 KUHPerdata menegaskan bahwa wasiat pengangkatan waris adalah wasiat dengan mana orang yang mewasiatkan memberikan kepada sseorang atau lebih dari seorang) dari harta kekayaannya, kalau ia meninggal dunia maka orang orang mendapat harta kekayaan menurut pasal itu adalah waris dibawah titel umum.

Pengangkatan waris (erfstelling) penunjukan meliputi suatu bagian tertentu yang sebanding dengan warisan (misalnya ½ dari harta peninggalan pewaris) tanpa menyebutkan benda yang diwariskan.

b. Wasiat yang berisi hibah (hibah wasiat) atau legaat, berdasarkan Pasal 957 KUHPerdata menegaskan bahwa hibah wasiat adalah suatu penetapan yang khusus didalam suatu testament, dengan mana yang mewariskan memberikan kepada seorang atau beberapa orang :

49 Pasal 940 ayat 2 KUHPerdata

50 Pasal 946,947,948 KUHPerdata

51 Habib Adjie, Kompilasi 1 Persoalan Hukum Dalam Praktek Notaris Dan PPAT , (Surabaya: PL Kls II, 2015), hal 162

(44)

1). beberapa barang tertentu.

2). barang-barang dari satu jenis tertentu.

3). hak pakai hasil dari selurh atau sebagian dari harta peninggalannya, dan orang- orang yang mendapat harta kekayaan menurut pasali ini disebut waris dibawah titel.

Sifat wasiat ada dua pendapat yaitu :52

a) Menurut pendapat pertama, penerima wasiat adalah pemilik barang yang diwasiatkan segera setelah pewaris meninggal dunia, maka sama seperti para ahli waris yang segera setelah pewaris meninggal menjadi pemilik warisan.

b) Menurut pendapat kedua, suatu warisan termasuk wasiat yang terkandung di dalamnya, demi undang-undang menjadi milik para ahli waris, sedangkan legetaris mempunyai tagihan pribadi (persoonlijke vordering) terhadap mereka untuk menyerahkan apa yang diwasiatkan kepadanya (Pasal 959 ayat 1 KUHPerdata), jadi hak seorang legetaris dapat disamakan dengan hibah sewaktu hidup yang diberikan kepada seseorang tetapi belum diserahkan kepadanya.

52Tan Thong Kie, Studi Notariat, Serba-Serbi Praktek Notaris, (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007), hal 275

(45)

Ciri khas dari wasiat adalah :53

a. wasiat dibuat melalui surat wasiat atau testamen pada saat penerimaan harta benda yang dihibahkan maka penerima hibah dapat menggunakan harta yang dihibahkan setelah pemberi hibah meninggal dunia.

b. Wasiat hanya diberikan kepada orang lain diluar ahli waris dengan pembatasan 1/3 dari harta peninggalan bersih menurut hukum islam dan pembatasan legitime portie dalam KUHPerdata.

c. Wasiat dapat ditarik kembali sewaktu-waktu secara tegas maupun secara diam- diam selama pembuat wasiat masih belum meninggal dunia.

d. Dalam akta otentik pada akta wasiat, “setelah akta ini dibaca oleh Notaris maka segera akta ini ditandatangani penghadap, Notaris, saksi-saksi…..”54

2. Pembatasan dari Wasiat

Pembatasan terhadap wasiat diatur dalam Paal 875 sampai dengan 1004 KUHPerdata, dan pembatasan dari isi wasiat tersebut adalah :

1. Fidei-Commis atau pengangkatan waris hibah wasiat lompat tangan55 yaitu suatu ketetapan waris dimana orang yang diangkat sebagai ahli waris atau yang menerima hibah wasiat diwajibkan untuk menyimpan barang-barang warisan atau hibahnya untuk kemudian menyerahkannya baik seluruh maupun sebagian kepada

53 Wawancara dengan Agustinus, Hakim Pengadilan Negeri Medan, Pada Tanggal 12 November 2015

54 Wawancara dengan Yusrizal, Notaris/PPAT Kota Medan/Ketua PENGDA INI Kota Medan, Pada tanggal 11 November 2015

55Pasal 879 KUHPerdata

(46)

orang lain. Dalam Fidei-commis ada tiga pihak yaitu pewaris, orang yang ditunjuk sebagai ahli waris/legetaris dengan tugas kewajiban menyimpan barang-barang untuk menyampaikannya kepada pihak pemikul beban (bezwaarde) dan orang yang akan menerima harta dari pewaris melalui pemikul beban yang disebut penunggu.56

Terhadap fidei-commis diperbolehkan asalkan yang menjadi pemikul beban adalah seorang anak atau lebih, yang menjadi penunggu adalah sekalian anak/keturunan mereka masing-masing baik yang sudah maupun yang akan dilahirkan, dan yang diberikan adalah bagian bebas daripada warisan57

2. Suami isteri yang menikah tanpa izin yaitu seorang suami atau isteri tidak dapat memperoleh keuntungan dari wasiat-wasiat isteri atau suaminya bila perkawinannya dilaksanakan tanpa izin yang sah dan si pewaris telah meninggal pada waktu keabsahan perkawinan itu masih dipertengkarkan di pengadilan karena persoalan tersebut.58

3. Isteri pada perkawinan kedua yaitu :

a. Suami atau isteri yang mempunyai anak dari perkawinan yang terdahulu dan melakukan perkawinan kedua atau berikutnya, tidak boleh memberikan dengan wasiat kepada suami atau isteri yang kemudian hak milik atas sejumlah barang yang lebih.59

56Habib Adjie, Kompilasi 1 Persoalan Hukum dalam Praktek, Opcit, hal 164

57 Ibid hal 164

58 Pasal 901 KUHPerdata

59 Pasal 902 KUHPerdata

(47)

b. Dalam hal warisan dan seorang suami atau isteri yang telah meningeal dunia lebih dahulu maka suami atau isteri yang ditingal mati disamakan dengan seorang anak sah dan orang yang meninggal dengan pengertian bahwa bila perkawinan suami isteri tersebut adalah perkawinan yang kedua atau selanjutnya dan dari perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunannya, suami isteri yang baru tidak boleh mewarisi lebih dari bagaian terkecil yang diterima oleh salah seorang dan anak-anak itu atau oleh seluruh keturunan penggantinya bila ia meninggal dunia lebih dahulu dan bagaimanapun juga bagian warisan isteri atau suami itu tidak boleh melebihi seperempat dan harta peninggalan si pewaris.60

4. Suatu ketetapan hibah wasiat yang jumlahnya melebihi hak pewaris (testateur) dalam harta persatuan yaitu suami atau isteri hanya boleh menghibahwasiatkan barang-barang dari harta bersama sekedar barang-barang itu termasuk bagian mereka masing-masing dalam harta bersama itu, akan tetapi bila suatu barang dan harta bersama itu dihibahwasiatkan, penerima hibah wasiat tidak dapat menuntut barang itu dalam wujunya, bila barang itu tidak diserahkan oleh pewaris kepada ahli waris sebagian bagian mereka , dalam hal itu penerima hibah wasiat harus diberi ganti rugi, yang diambil dari bagian harta bersama yang dibagikan kepada para ahli waris si pewaris, dan bila tidak mencukupi diambil dari barng-barang para ahli waris61

60 Pasal 852 ayat (1) KUHPerdata

61 Pasal 903 KUHPerdata

(48)

5. Tidak boleh menghibah wasiatkan untuk keuntungan walinya, para guru, imam, dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan dan orang lain yang menjalankan ilmu penyembuhan yang merawat pewaris selama ia menderita penyakit yang akhirnya menyebabkan ia meninggal, para Notaris dan saksi-saksi dalam pembuatan wasiat.62

6. Larangan pemberian wasiat kepada anak luar kawin yang jumlahnya melebihi hak bagiannya dalam Pasal 863 KUHPerdata.63

7. Larangan pemberian wasiat kepada teman zinanya yang telah terbukti dalam putusan hakim telah berkekuatan tetap.64

8. Larangan untuk orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat pewaris atau orang yang dengan paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah wasiat, serta isteri atau suami dan anak-anaknya.65

Sifat dan tujuan dari pembatasan yang berlaku dalam hukum waris adalah berbagai ragam akan tetapi dalam garis besarnya dapat digolongkan dalam tiga jenis yaitu :66

a. Pembatasan yang bertujuan untuk melindungi pewaris (pembuat wasiat) terhadap dirinya sendiri yang berada dalam posisi lemah, misalnya seorang

62 Pasal 904-907 KUHPerdata

63Pasal 908 KUHPerdata

64Pasal 909 KUHPerdata

65Pasal 912 KUHPerdata

66 M.U. Sembiring, Beberapa Bab Penting Dalam Hukum Waris Menurut Kitab Undang- Undnag Hukum Perdata, (Medan : Program Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1989), hal 63-65

(49)

dokter yang telah merawat seseorang karena menderita sakit yang membawa kematiannya, tidak boleh menerima keuntungan dari wasiat orang yang dirawatnya itu, begitu pula dengan seorang Notaris yang membuat wasiat umum tidak boleh memperoleh keuntungan dari ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam wasiat yang diperbuatnya itu.

b. Pembatasan yang bertujuan untuk menegakkan satu prinsip atau tujuan etnis, contohnya menurut Pasal 908 KUHPerdata, jika orang tua mempunyai anak luar kawin yang diakui sah disamping anak sah maka anak luar kawin tidak boleh menikmati wasiat orang tuanya lebih dari yang dapat diterimanya secara ab intestato.

c. Pembatasan yang bertujuan agar ahli waris tertentu tidak ditiadakan hak warisnya sampai jumlah minimum tertentu.

3. Pejabat Yang Berwenang Membuat Wasiat

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualiakan kepada pejabat atau orang lain.67

67Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Sanksi Adminstratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Surabaya : Aditama, 2013), hal 27

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Deskripsi penilaian kinerja kepala laboratorium komponen pengembangan dan inovasi Madrasah Aliyah Kota Makassar diperoleh penilaian

[r]

bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, telah diatur ketentuan

[r]

Selain itu, penelitian ini juga juga bermanfaat untuk memperkaya khasanah penelitian, terutama yang berupa penelitian tindakan kelas.Secara praktis, penelitian ini

Apabila seluruh sumber daya intelektual yang dimiliki perusahaan dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik maka akan menciptakan value added bagi perusahaan sehingga

Hasil estimasi menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi kopi secara signifikan adalah luas lahan, jumlah tanaman dan penggunaan pupuk,