LAPORAN AKHIR Insentif Riset SINas 2014
Pengembangan Antimalaria Baru Turunan Eurikumanon Hasil Semisintesis Berdasarkan Analisis HKSA dan Kajian Mekanisme Kerjanya
Bidang Prioritas Iptek:
Teknologi Kesehatan dan Obat
Jenis Insentif Riset:
Riset Dasar (RD)
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
Jalan Tgk Tanoh Abee, Kopelma Darussalam Banda Aceh Kode Pos 23111, Telepon: 0651-7551843/Fax- 0651-7551843
NOVEMBER 2014
LAPORAN AKHIR Insentif Riset SINas 2014
Pengembangan Antimalaria Baru Turunan Eurikumanon Hasil Semisintesis Berdasarkan Analisis HKSA dan Kajian Mekanisme Kerjanya
Bidang Prioritas Iptek:
Teknologi Kesehatan dan Obat
Jenis Insentif Riset:
Riset Dasar (RD)
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
Jalan Tgk Tanoh Abee, Kopelma Darussalam Banda Aceh Kode Pos 23111, Telepon: 0651-7551843/Fax- 0651-7551843
NOVEMBER 2014
LEMBAR PENGESAHAN
Pengembangan Antimalaria Baru Turunan Eurikumanon Hasil
Semisintesis Berdasarkan Analisis HKSA dan Kajian Mekanisme Kerjanya Pengusul wajib memilih dengan melingkari nomor yang sesuai untuk hal berikut:
Bidang Prioritas Iptek:
1. Teknologi Pangan 5.Teknologi Informasi dan Komunikasi 2. Teknologi Kesehatan dan Obat 6.Teknologi Pertahanan dan Keamanan 3. Teknologi Energi 7. Teknologi Material
4. Teknologi Transportasi
Jenis Insentif Riset:
1. Riset Dasar (RD) 3. Riset Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi (KP) 2. Riset Terapan (RT) 4. Percepatan Difusi dan Pemanfaatan Iptek (DF)
Cara Pelaksanaan Kegiatan / Riset:
1. Non Konsorsium (Individual) 2. Konsorsium (KR)
Lokasi Penelitian:
1. Laboratorium Fakultas Kedokteran Unsyiah untuk proses isolasi, semisintesis, uji aktivitas antimalaria, toksisitas akut secara in vivo pada mencit dan analisis HKSA
2. Laboratorium Fakultas Kedokteran UGM untuk uji aktivitas antiplasmodium, sitotoksisitas terhadap sel normal (sel Vero) secara in vitro
3. Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia untuk elusidasi struktur kimia eurikumanon dan hasil semisintesis turunannya
4. Pusat Penelitian Biologi Molekuler Lembaga Eijkmann untuk kajian mekanisme kerja antimalaria secara in vitro
RINGKASAN
Malaria masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Permasalahan utama dalam pemberantasan malaria adalah meluasnya penyebaran resistensi Plasmodium terhadap antimalaria dan resistensi vektor penyebar parasit malaria terhadap insektisida yang ada. Resistensi ini menjadi masalah besar, karena telah menyebabkan peningkatan jumlah kesakitan, kegagalan pengobatan dan kematian. Resistensi Plasmodium terhadap antimalaria membutuhkan antimalaria baru dan upaya penemuan antimalaria baru merupakan salah satu cara untuk mengatasi penyebaran yang lebih luas.
Upaya tersebut dapat dilakukan diantaranya melalui eksplorasi tumbuhan obat yang secara tradisional dapat mengobati malaria. Indonesia kaya akan berbagai jenis tumbuhan obat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat termasuk antimalaria. Salah satu tumbuhan yang paling terkenal adalah pasak bumi (Eurycoma longifolia, Jack). Kandungan utama akar pasak bumi adalah eurikumanon, telah terbukti memiliki aktivitas antiplasmodium yang sangat potensial. Permasalahan dalam pengembangan eurikumanon dari bahan alam adalah biaya isolasi yang mahal, sehingga perlu dilakukan usaha kreatif dan inovatif untuk mendapatkan turunan eurikumanon melalui semisintesis.
Semisintesis turunan eurikumanon merupakan langkah awal pengembangan eurikumanon untuk mendapatkan struktur molekul antimalaria yang paling potensial untuk dikembangkan melalui total sintesis guna memenuhi kebutuhan global antimalaria. Struktur molekul turunan eurikumanon yang paling potensial dapat diperoleh melalui kajian hubungan kuantitatif antara struktur aktivitas (HKSA). Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) tahun yang mencakup kegiatan semisintesis turunan eurikumanon (2014); kajian aktivitas antimalaria, sitoksisitas terhadap sel Vero, mekanisme kerjanya secara in vitro (2015);
kajian aktivitas antimalaria in vivo, toksisitas akut dan kajian HKSA (2016).
Kegiatan riset tahun ke-1 SINas 2014 berupa isolasi eurikumanon, semisintesis turunannya secara esterifikasi menggunakan farmakofor metilbutirat, hidroksimetil butirat, kloroformat, etilkloroformat, benzoilklorida, klorobenzoilklorida, asetilklorida, klorasetil klorida, fluoroasetil klorida dan trifluoroasetil klorida. Selanjutnya dilakukan karakterisasi terhadap eurikumanon dan turunannya melalui analisis spektroskopi UV, IR, NMR dan MS. Hasil isolasi eurikumanon dari serbuk akar pasak bumi secara maserasi dengan menggunakan metanol, diperoleh ekstrak cair dan setelah divakum evaporasi diperoleh ± 50 g (5%) ekstrak kental.
Fraksinasi terhadap ekstrak tersebut secara kromatografi cair vakum (KCV) diperoleh fraksi terkonsentrasi eurikumanon 2 g (2%). Setelah eurikumanon diisolasi dan dimurnikan secara kromatografi lapisan tipis preparatif (KLTp) diperoleh eurikumanon 0,03%. Hasil semisintesis diperoleh eurikumanon diklorida 60,10%, eurikumanon monoasetat 55,25% , eurikumanon monoklor asetat 55,25%., eurikumanon monotriklor asetat 53,25%, eurikumanon monotrifluoro asetat 75,65%, eurikumanon monopropionat 45,35%, eurikumanon monobutirat 65,35%, eurikumanon monometil butirat 45,25%, eurikumanon monovalerat 55,10%, eurikumanon monoisovalerat 65,20%, eurikumanon monobenzoat 70,10%, eurikumanon monoklor benzoat 50,10%, eurikumanon monometoksi benzoat 66,10%, eurikumanon mononitro benzoat 68,12%
dan eurikumanon monosuksinat 85,25%..
Luaran hasil kegiatan riset SINas 2014 (tahun ke-1) adalah: diperoleh 15 senyawa hasil semisintesis turunan eurikumanon dan publikasi ilmiah.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilaalamin, segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan riset SINas 2014 tahun ke-1 yang berjudul “Pengembangan Antimalaria Baru Turunan Eurikumanon Hasil Semisintesis Berdasarkan Analisis HKSA dan Kajian Mekanisme Kerjanya”. Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan dalam 3 (tiga) tahun kegiatan (2014-2016) yang mencakup kegiatan semisintesis turunan eurikumanon (2014); kajian aktivitas antimalaria, sitoksisitas terhadap sel Vero, mekanisme kerjanya secara in vitro (2015); kajian aktivitas antimalaria in vivo dan kajian HKSA (2016).
Penelitian ini dilakukan dalam upaya menemukan dan mengembangkan senyawa baru yang harapannya dapat dikembangkan sebagai antimalaria baru, sehingga dapat membantu mengatasi permasalahan resistensi Plasmodium terhadap antimalaria. Penulis menyadari dalam melakukan penelitian dan penulisan laporan masih terdapat kekurangan. Namun dengan bantuan moril dan materil dari semua pihak, semuanya dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini izinkanlah kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Riset dan Teknologi melalui Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional (SINas) Tahun 2014, telah memberikan bantuan finansial melalui program hibah riset, sehingga sangat membantu kami / peneliti dalam mengembangkan inovasi-inovasi baru untuk dapat diterapkan bagi kepentingan masyarakat terutama dalam pengembangan obat baru.
2. Rektor Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, yang telah memberikan dukungan dan kesempatan untuk mengikuti hibah riset ini
3. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh Dr.
dr. Mulyadi, SpP (K), yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga penelitian ini dapat berlangsung sesuai jadwal yang telah ditentukan.
4. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh Prof.
Dr. Ir. H. Hasanuddin, M.S beserta seluruh staf, yang turut memberi konstribusi, sehingga memudahkan kami dalam melakukan penelitian.
5. Kepala Bagian Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala beserta seluruh staf yang telah memberi bantuan dan fasilitas selama penelitian.
6. Prof. Dr. Mustofa, M.Kes., Apt sebagai Konsultan pada proses isolasi eurikumanon yang dengan perhatian, ketelitian dan kesabarannya telah banyak memberikan bimbingan, semangat, saran, maupun nasehat.
7. Prof. Dr. Jumina sebagai Konsultan kimia sintesis yang dengan ketelitiannya telah banyak memberikan bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat.
8. Dr. Ratna Asmah Susidarti, M.Si., Apt sebagai Konsultan pada penentuan struktur kimia senyawa, yang telah memberikan bimbingan, semangat, saran, dan koreksi selama kami menjalani penelitian.
9. Prof. Dr. Ngatidjan, M.Sc., SpFK sebagai Kepala Bagian Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada beserta seluruh staf yang telah memberi bantuan dan fasilitas selama penelitian ini dilaksanakan.
10.Kepala Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada beserta seluruh staf yang membantu mengidentifikasi simplisia yang digunakan dalam penelitian ini.
11.Prof. Dr. M. Hanafi, M.Si, Kepala Pusat Penelitian Kimia PUSPITEK LIPI Serpong Jawa Barat, Ibu Sofa Fajriah, Ibu Mega beserta staf yang telah memberikan bimbingan dan fasilitas untuk identifikasi struktur senyawa yang digunakan pada penelitian ini.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian, dan penulisan laporan ini, diucapkan terimakasih. Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan dan rahmat yang berlimpah. Amin Ya Rabbal Alamin.
Banda Aceh, 25 Oktober 2014
Peneliti Utama
Hanifah Yusuf
DAFTAR ISI
Lembar Identitas dan Pengesahan ... iii
Ringkasan ... v
Kata Pengantar ... vi
Daftar Isi ... viii
Daftar Tabel ... xi
Daftar Gambar ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3. Sasaran ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Penemuan dan Pengembangan Antimalaria ... 4
2.2. Eksplorasi Antimalaria dari Bahan Alam ... 5
2.3. Pengembangan Antimalaria Baru dari Bahan Alam ... 6
2.4. Isolasi Senyawa dari Bahan Alam ... 6
2.5. Deskripsi Tumbuhan Pasak Bumi (Eurycoma longifolia, Jack)7 2.5.1. Kandungan senyawa di dalam tumbuhan pasak bumi .... 8
2.5.2. Isolasi eurikumanon dari akar pasak bumi ... 9
2.5.3. Aktivitas farmakologi senyawa kimia dari akar pasak bumi 10 2.6. Pengembangan Struktur Eurikumanon ... 11
2.6.1. Reaksi semisintesis turunan eurikumanon ... 13
2.6.2. Identifikasi struktur kimia eurikumanon dan turunannya . 14 BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT ... 16
3.1. Tujuan ... 16
3.2. Manfaat ... 16
BAB IV. METODE PENELITIAN ... 18
4.1. Jenis, Rancangan dan Kegiatan Penelitian ... 18
4.2. Waktu dan Tempat Kegiatan Riset Tahun Ke-1... 18
4.3. Bahan-Bahan Penelitian ... 19
4.4. Alat-Alat Penelitian ... 19
4.5. Cara penelitian ... 20
4.5.1. Pembuatan serbuk akar pasak bumi ... 20
4.5.2. Ekstraksi, fraksinasi dan isolasi eurikumanon ... 20
4.5.3. Identifikasi struktur eurikumanon ... 22
4.5.4. Semisintesis turunan eurikumanon ... 23
BAB V. RENCANA CAPAIAN, HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
5.1. Rencana Capaian Penelitian ... 24
5.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 24
5.2.1. Hasil Isolasi Eurikumanon dari Serbuk Akar Pasak Bumi 24 5.3. Identifikasi Struktur Kimia Isolat 2 ... 27
5.3.1. Hasil interpretasi spektrum UV isolat 2 ... 27
5.3.2. Hasil interpretasi spektrum IR isolat 2 ... 27
5.3.3. Hasil interpretasi spektrum LCMS ESI ion positif ... 29
5.3.4. Hasil interpretasi spektrum 1H-NMR isolat 2 ... 30
5.3.5. Hasil interpretasi spektrum 13C-NMR isolat 2 ... 30
5.4. Hambatan ... 42
5.5. Hasil semisintesis turunan eurikumanon... 42
5.5.1. Eurikumanon diklorida ... 43
5.5.2. Eurikumanon monoasetat ... 45
5.5.3. Eurikumanon monoklor asetat ... 47
5.5.4. Eurikumanon monotriklor asetat ... 49
5.5.5. Eurikumanon monotrifluoro asetat ... 50
5.5.6. Eurikumanon monopropionat ... 52
5.5.7. Eurikumanon monobutirat ... 54
5.5.8. Eurikumanon monometil butirat ... 55
5.5.9. Eurikumanon monovalerat ... 57
5.5.10. Eurikumanon monoisovalerat ... 59
5.5.11. Eurikumanon monobenzoat ... 60
5.5.12. Eurikumanon monoklor benzoat ... 62
5.5.13. Eurikumanon monometoksi benzoatb... 63
5.5.14. eurikumanon mononitro benzoat ... 65
5.5.15. eurikumanon monosuksinat ... 66
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
6.1. Kesimpulan ... 69
6.2. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
LAMPIRAN ... 75
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Gugus fungsional isolat 2 ... 28
Tabel 2. Perbandingan geseran kimia atom H pada spektrum 1H-NMR antara eurikumanon referensi dan isolat 2
dalam satuan ppm ... 39 Tabel 3. Perbandingan geseran kimia atom C pada spektrum 13C-NMR antara eurikumanon referensi dan isolat 2
dalam satuan ppm ... 40 Table 4. Data 1H-NMR, 13C-NMR, HMBC dan COSY isolat 2.. 41
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tumbuhan dan Akar Pasak Bumi ... 8
Gambar 2. Struktur Eurikumanon ... 11
Gambar 3.
Skema ekstraksi, fraksinasi dan isolasi eurikumanon 21
Gambar 4. Skema semisintesis turunan eurikumanon ... 23Gambar 5. Profil KLT EPB dan ES di bawah lampu UV pada λ 254 nm dan 366 nm dengan fase diam silika GF254 dan fase gerak kloroform : metanol : air (6,5:2,5:0,4). EPB = Ekstrak metanol akar pasak bumi; ES = Eurikumanon standar dari Chromadex Inc ... 25
Gambar 6. Profil KLT FE dan ES di bawah lampu UV pada λ 254 dan 366 nm dengan fase diam silika GF254 dan fase gerak dari kloroform : metanol : air (6,5:2,5:0,4). FE = Fraksi eurikumanon; E = Eurikumanon standar dari Chromadex Inc; 1 = Isolat 1; 2 = Isolat 2 ... 26
Gambar 7. Profil KLTp isolat 2 di bawah lampu UV pada λ 254 nm dengan fase diam silika gel 60 PF254 dan fase gerak yang terdiri dari etilasetat : etanol : air (100:30:1) 26 Gambar 8. Spektrum UV isolat 2 ... 28
Gambar 9. Spektra IR isolat 2 ... 28
Gambar 10. Kromatogram LC isolat 2 ... 29
Gambar 11. Spektrum MS isolat 2 ... 29
Gambar 12. Spektrum 13C-NMR isolat 2 ... 32
Gambar 13. Spektrum DEPT slate isolat 2... 33
Gambar 14. Spektrum 1H-NMR isolat 2 ... 34
Gambar 15. Spektrum 1H- 1H COSY isolat 2 ... 39
Gambar 16. Spektrum HMQC isolat 2 ... 36
Gambar 17. Spektrum HMBC Isolat 2 ... 37
Gambar 18. Korelasi HMBC isolat 2 ... 38
Gambar 19. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon diklorida 44
Gambar 20. Kromatogram LC eurikumanon diklorida ... 44
Gambar 21. Spektrum MS eurikumanon diklorida ... 45
Gambar 22. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon monoasetat 45
Gambar 23. Kromatogram LC eurikumanon monoasetat... 46
Gambar 24. Spektrum MS eurikumanon monoasetat ... 47
Gambar 25. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon monoklor asetat ... 47
Gambar 26. Kromatogram LC eurikumanon monoklorasetat... 48
C-3 C-21
C-1 C-15 C-7 C-12 C-1 C-20
C-5 C-9 C-18 C-6
Gambar 27. Spektrum MS eurikumanon monoklorasetat ... 48 Gambar 28. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon monotriklor asetat ... 49 Gambar 29. Kromatogram LC eurikumanon monotriklorasetat... 49 Gambar 30. Spektrum MS eurikumanon monotriklorasetat ... 49 Gambar 31. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon mono
trifluoro asetat ... 51 Gambar 32. Kromatogram LC eurikumanon monotrifluoro asetat. 51 Gambar 33. Spektrum MS eurikumanon monotrifluoro asetat ... 52 Gambar 34. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon mono
propionat ... 52 Gambar 35. Kromatogram LC eurikumanon monopropionat ... 53 Gambar 36. Spektrum MS eurikumanon monopropionat ... 53 Gambar 37. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon mono
butirat ... 54 Gambar 38. Kromatogram LC eurikumanon monobutirat ... 55 Gambar 39. Spektrum MS eurikumanon monobutirat ... 55 Gambar 40. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon mono
metilbutirat ... 56 Gambar 41. Kromatogram LC eurikumanon monometilbutirat ... 56 Gambar 42. Spektrum MS eurikumanon monometilbutirat ... 57 Gambar 43. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon mono
valerat ... 57 Gambar 44. Kromatogram LC eurikumanon monovalerat ... 58 Gambar 45. Spektrum MS eurikumanon monovalerat ... 58 Gambar 46. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon mono
isovalerat ... 59 Gambar 47. Kromatogram LC eurikumanon mono isovalerat ... 60 Gambar 48. Spektrum MS eurikumanon mono isovalerat ... 60 Gambar 49. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon mono
benzoat ... 61 Gambar 50. Kromatogram LC eurikumanon monobenzoat ... 61 Gambar 51. Spektrum MS eurikumanon monobenzoat ... 62 Gambar 52. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon mono
klorbenzoat ... 62
Gambar 53. Kromatogram LC eurikumanon monoklorbenzoat ... 63 Gambar 54. Spektrum MS eurikumanon monoklorbenzoat ... 63 Gambar 55. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon mono
metoksibenzoat ... 64 Gambar 56 Kromatogram LC eurikumanon monometoksibenzoat 64 Gambar 57. Spektrum MS eurikumanon monometoksibenzoat .... 65 Gambar 58. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon mono
nitrobenzoat ... 65 Gambar 59 Kromatogram LC eurikumanon mononitro benzoat... 66 Gambar 60. Spektrum MS eurikumanon mononitrobenzoat ... 66 Gambar 61. Mekanisme reaksi semisintesis eurikumanon mono
suksinat ... 67 Gambar 62. Kromatogram LC eurikumanon monosuksinat... 67 Gambar 60. Spektrum MS eurikumanon monosuksinat ... 68
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia termasuk Indonesia.
World Health Organization (WHO) melaporkan sebanyak 109 negara, 45 di antaranya di Afrika, merupakan daerah endemis malaria (WHO, 2008). Lebih jauh dilaporkan terdapat 247 juta kasus malaria per tahun dan 1 juta diantaranya meninggal, terutama anak di bawah lima tahun di Afrika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010) melaporkan pada tahun 2008 terdapat 544.470 kasus malaria klinis di Indonesia, meningkat menjadi 1.100.000 tahun 2009 dan 1.800.000 kasus tahun 2010.
Meningkatnya angka kesakitan dan kematian akibat malaria, salah satunya disebabkan oleh resistensi Plasmodium terhadap antimalaria dan resistensi vektor terhadap insektisida yang tersedia. Saat ini penanganan resistensi malaria hanya mengandalkan pada pemberian antimalaria kombinasi seperti artemisinin, klorokuin, amodiakuin, halofantrin, atavaquon dan turunan biguanida. Sayangnya kombinasi obat-obat tersebut juga telah menimbulkan resistensi di beberapa daerah di Indonesia termasuk di beberapa negara di dunia. Oleh karena itu kebutuhan akan antimalaria baru mutlak diperlukan untuk mengatasi masalah resistensi terhadap antimalaria.
Salah satu usaha untuk menemukan antimalaria baru adalah melalui eksplorasi tumbuhan obat yang secara tradisional telah digunakan untuk mengobati malaria.
Diharapkan melalui eksplorasi tumbuhan obat akan didapat senyawa baru dengan struktur dan mekanisme kerja berbeda dari antimalaria yang ada, sehingga kekuatiran akan timbul resistensi akibat kesamaan struktur dan mekanisme kerjanya menjadi andalan utama dalam penemuan antimalaria baru.
Pasak bumi (Eurycoma longifolia, Jack) merupakan salah satu tumbuhan yang sering digunakan sebagai antimalaria. Akar pasak bumi mengandung senyawa utama eurikumanon yang terbukti aktif melawan Plasmodium falciparum (Chan et al., 1986;
Phillipson & Wright, 1991; Ang et al., 1995; Jiwajinda et al., 2002) pada nilai IC50
48,1ng/mL pada strain resisten klorokuin (W-2) dan 47,7ng/mL pada strain sensitif klorokuin (D-6), dengan demikian eurikumanon potensial untuk dikembangkan menjadi antimalaria (Kardono et al. 1991).
Permasalahan dalam pengembangan eurikumanon dari bahan alam adalah biaya isolasi yang mahal, sehingga perlu dilakukan usaha kreatif dan inovatif untuk mendapatkan turunan eurikumanon melalui semisintesis. Langkah awal untuk
mendapatkan turunan eurikumanon adalah dengan memodifikasi struktur eurikumanon melalui semisintesis sehingga dapat diperoleh beberapa turunan eurikumanon sebagai dasar untuk mengkaji kerangka utama yang mempunyai aktivitas antimalaria yang nantinya akan menjadi target sintesis penuh. Pada penelitian ini akan diisolasi senyawa eurikumanon dari akar pasak bumi, kemudian dilakukan modifikasi struktur kimianya melalui semisintesis. Senyawa hasil semisintesis selanjutnya dikaji aktivitas antimalarianya .
Perguruan Tinggi merupakan wadah pengembangan rantai nilai iptek dalam rangka membangun Sistem Inovasi Nasional (SINas). Sistem inovasi yang dibutuhkan adalah sistem yang mempunyai ciri: a) Inovasi yang tepat guna dan terjangkau, b) Inovasi yang menjawab tantangan lokal dan dapat diaplikasikan dan c) Inovasi yang meningkatkan sumber daya alam Indonesia untuk dapat dikembangkan secara mandiri (Dillon, 2011).
Keberhasilan penelitian ini mencakup ketiga ciri SINas, diantaranya inovasi dilakukan melalui proses isolasi dan semisintesis yang dapat dikembangkan. Inovasi ini merupakan inovasi tepat guna dan mudah diaplikasikan oleh perusahaan obat nasional. Bila ditinjau dari aplikasi produk, keberhasilan mensintesis antimalaria baru dapat mengurangi ketergantungan bahan baku obat yang masih diimpor. Selain itu pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) dan sumber kekayaan alam (SKA) dalam penelitian ini akan melibatkan pakar dari berbagai disiplin ilmu yang dapat menjamin keberlanjutan iptek sistem inovasi sehingga dapat meningkatkan dan memperkuat jaringan SINas.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan pada latar belakang penelitian, maka rumusan masalah secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
1. Apakah eurikumanon dapat diisolasi dari serbuk akar pasak bumi ?
2. Apakah semisintesis turunan eurikumanon dapat dilakukan secara esterifikasi menggunakan starting material eurikumanon akar pasak bumi dengan farmakofor metilbutirat, hidroksimetil butirat, kloroformat, etilkloroformat, benzoilklorida, klorobenzoilklorida, asetilklorida, klorasetil klorida, fluoroasetil klorida dan trifluoroasetil klorida tanpa menggunakan gugus pelindung ?
3. Bagaimanakah aktivitas antiplasmodium eurikumanon dan turunannya secara in vitro terhadap kultur P. falciparum ?
4. Bagaimanakah aktivitas sitotoksik eurikumanon dan turunannya secara in vitro terhadap sel Vero ?
5. Bagaimanakah mekanisme kerja eurikumanon dan turunannya secara in vitro ? 6. Bagaimanakah aktivitas antimalaria eurikumanon dan turunannya secara in vivo
terhadap kultur P. berghei pada mencit ?
7. Bagaimananakah toksisitas eurikumanon dan turunannya pada mencit ?
8. Bagaimanakah hubungan kuantitatif antara struktur eurikumanon dan turunannya terhadap aktivitas antiplasmodium ?
1.3. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah: isolasi eurikumanon, semisintesis turunan eurikumanon untuk skala laboratorium dan karakterisasi turunan eurikumanon (tahun 1). Uji aktivitas antiplasmodium, uji sitotoksisitas dan kajian mekanisme kerja (tahun 2).Uji aktivitas antimalaria secara in vivo, toksisitas akut dan kajian hubungan kuantitatif antara struktur dan aktivitasnya (tahun 3) Dengan demikian diakhir kegiatan ini sudah didapat antimalaria baru dari turunan eurikumanon yang disintesis dari eurikumanon akar pasak bumi dan rekomendasi struktur turunan eurikumanon yang memiliki aktivitas antimalaria yang potensial.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penemuan dan Pengembangan Antimalaria
Upaya penemuan dan pengembangan antimalaria baru untuk mengatasi permasalahan resistensi Plasmodium telah meningkat secara dramatis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan antimalaria yang lebih potensial sehingga mampu mengatasi masalah resistensi Plasmodium, mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat malaria. Skrining utama ditujukan pada senyawa-senyawa yang sensitif, aman, mudah direproduksi, murah dan terjamin ketersediaannya. Faktor biaya harus menjadi bahan pertimbangan agar sesuai dengan kebutuhan antimalaria di negara-negara berkembang yang kondisi sosial ekonominya masih rendah (Kalra et al., 2006; Gelb, 2007; White, 1999).
Penemuan dan pengembangan antimalaria merupakan proses yang penuh tantangan karena adanya kriteria tertentu yang harus dipenuhi, antara lain: (1) penggunaannya harus disetujui di negara-negara endemis malaria, obat mudah ditolerir, aman dengan efek samping minimal, (2) bioavailabilitasnya cukup baik secara oral; (3) lama terapi maksimal 3 hari untuk penyembuhan dengan dosis satu atau dua kali sehari; (4) obat dalam bentuk kombinasi; (5) murah dan mudah didapat; juga (6) merupakan obat yang dikembangkan oleh pusat penelitian yang secara struktural ideal untuk penemuan dan pengembangan obat (Kalra et al., 2006; Gelb, 2007; White, 1999). Tantangan lain yang mungkin dihadapi adalah adanya terapi altenatif, prospek pengembangan obat, peraturan perizinan, penentuan mekanisme kerja obat, jaminan keberlanjutan pengembangan antimalaria.
Proses pengembangan antimalaria meliputi beberapa tahap, yaitu tahap identifikasi penyakit, target kerja obat pada tahap perkembangan penyakit, identifikasi potensi senyawa penuntun yang akan terikat pada target kerja antimalaria, optimasi karakteristik struktur senyawa penuntun dalam konteks keterikatannya pada target, uji preklinik, uji klinik untuk menentukan potensi pengobatan dan bioavailabilitas, toksisitas dan profil farmakokinetiknya (Rosenthal, 2003; Ridley, 2002). Beberapa pendekatan dapat dilakukan untuk memperoleh aktivitas antimalaria yang spesifik, keamanan tinggi, harga murah dan cara penggunaannya mudah. Upaya yang paling penting diantaranya adalah mengoptimalkan terapi dengan antimalaria yang ada, termasuk penggunaan terapi kombinasi, pengembangan struktur analog dan eksplorasi dari bahan alam.
Pengembangan struktur molekul senyawa aktif dari bahan alam yang terbukti berpotensi sebagai antimalaria merupakan salah satu upaya penting dalam pengembangan antimalaria baru (Rosenthal, 2003; Krettli et al., 2009). Pengembangan senyawa aktif melalui target kerja spesifik antimalaria adalah pada molekul biologis yang terdapat pada Plasmodium (enzim atau senyawa essensial yang tidak terdapat pada tubuh hospes). Enzim atau senyawa essensial parasit malaria dapat berperan sebagai reseptor obat yang dapat dipelajari strukturnya untuk kemudian didesain molekul antimalaria selektif yang hanya berinteraksi dengan enzim atau senyawa essensial tersebut. Teknik demikian dikenal dengan pengembangan obat secara in silico menggunakan teknik docking (Gutteridge, 1997; Hunter, 1997).
Teknik docking, menggunakan sarana komputer yang dirancang dengan program khusus yang dapat memprediksi kekuatan energi ikatan antara struktur antimalaria yang dikenal terhadap enzim atau senyawa essesial Plasmodium yang berperan sebagai reseptor obat (target binding site, daerah target perlekatan antimalaria) melalui struktur tiga dimensi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penemuan antimalaria baru melalui target molekul biologis parasit malaria adalah berdasarkan kemampuan antimalaria untuk terikat dan menghambat pertumbuhan parasit malaria melalui berbagai mekanisme. Pendekatan ini telah dikembangkan sejak tahun 1970 melalui gangguan metabolisme biokimia pada parasit malaria (Tringali, 2001; Larsen, 1996).
2.2. Eksplorasi Antimalaria Dari Bahan Alam
Penemuan dan pengembangan antimalaria baru dari bahan alam, akhir-akhir ini berlangsung sangat intensif. Keadaan ini dipicu oleh munculnya resistensi Plasmodium terhadap beberapa antimalaria terutama klorokuin, sehingga mendorong perlunya antimalaria baru dengan struktur dan mekanisme kerja berbeda untuk mencegah timbulnya resistensi silang akibat adanya kemiripan struktur maupun mekanisme kerjanya (Mustofa, 2003; Kaur et al., 2009). Skrining utama pada pengembangan antimalaria adalah senyawa-senyawa yang memiliki sensitivitas optimal dalam jumlah yang sangat kecil, aman dan mudah diproduksi secara berkesinambungan. Disamping itu senyawa yang dikembangkan sebagai antimalaria, harus mudah diperoleh dengan biaya yang murah. Hal ini sejalan dengan kebutuhan antimalaria di negara-negara endemis malaria, negara berkembang, negara tropis dan subtropis yang kondisi sosial ekonomi masih rendah (Kalra et al., 2006; Ridley, 2002).
Beberapa obat tradisional yang digunakan masyarakat untuk pengobatan malaria di berbagai negara menjadi sasaran penelitian untuk menemukan struktur molekul antimalaria baru. Strategi cepat dalam mengeksplorasi antimalaria dari bahan alam adalah melalui: (1) eksplorasi senyawa bahan alam terutama tumbuhan obat yang secara tradisional terbukti menyembuhkan malaria; (2) memodifikasi struktur molekul senyawa yang telah terbukti memiliki aktivitas antimalaria; dan (3) mengkaji metabolisme parasit dalam rangka menemukan antimetabolitnya (Rosenthal, 2003;
Ridley, 2002).
2.3. Pengembangan Antimalaria Baru Dari Bahan Alam
Tantangan dalam pengembangan obat baru berasal dari bahan alam adalah pemilihan senyawa dan teknik pengembangannya untuk berbagai kepentingan yang diperkirakan efikasinya lebih baik dan aman digunakan (Fidock, 2004). Tantangan lain dalam pengembangan antimalaria baru dari bahan alam, umumnya terkait dengan: 1) rendahnya efikasi dan selektivitas secara in vivo; 2) kesulitan produksi bahan baku untuk skala industri dan 3) kesulitan pengembangan formulasi sediaan obat untuk mendapatkan ketersediaan hayati yang lebih baik (Mustofa, 2009; Ridley, 2002).
Kemajuan dalam penemuan dan pengembangan obat, telah memberikan sejumlah pilihan dalam menentukan strategi pengembangan antimalaria maupun pengobatan malaria. Pendekatan yang dikemukakan oleh Mustofa (2009) dan Ridley (2002) merupakan cara yang paling cepat untuk mendapatkan antimalaria baru dari bahan alam, namun sering terkendala pada proses isolasi senyawa murni dan bila hal ini dapat diatasi maka pengembangan struktur kimianya dapat dilakukan untuk memperoleh beberapa turunannya. Hal ini menjadi penting untuk memprediksi senyawa yang lebih potensial dan aman digunakan melalui kajian HKSA. Hasil kajian tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam mendesain antimalaria baru melalui sintesis untuk memenuhi kebutuhan global, tentunya setelah melalui uji klinik (Roy and Ojha, 2010; Guo et al., 2005; Kaur et al., 2004).
2.4. Isolasi Senyawa dari Bahan Alam
Isolasi merupakan salah satu teknik yang dikembangkan dengan cara tertentu untuk mendapatkan senyawa murni yang diperkirakan memiliki aktivitas biologi.
Beberapa pengembangan senyawa aktif berasal dari bahan alam, umumnya merupakan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antimalaria. Berdasarkan struktur kimia, senyawa metabolit sekunder dari tumbuhan obat terbagi atas beberapa golongan, yaitu golongan alkaloid, ksanton, kuasinoid, flavonoid, terpenoid,
seskuiterpen, kalkon, kuinon dan limonoid. Golongan senyawa antimalaria yang disebutkan di atas tadi memiliki berbagai mekanisme kerja dalam menghambat pertumbuhan Plasmodium (Kaur et al., 2009; Guo et al., 2005).
Isolasi senyawa aktif dari bahan alam diawali dengan persiapan simplisia, ekstraksi, fraksinasi untuk mendapatkan senyawa aktif yang terkonsentrasi pada pelarut tertentu. Ekstraksi merupakan cara penyarian senyawa-senyawa yang terdapat di dalam simplisia bahan alam berdasarkan perpindahan senyawa dari simplisia ke dalam pelarut yang digunakan. Prosesnya bermula dari kemampuan pelarut menembus dinding sel simplisia dan masuk ke dalam rongga sel, kemudian melarutkan senyawa-senyawa yang terdapat di dalam sel dan selanjutnya larutan pekat dibawa keluar oleh pelarut.
Bila senyawa yang menjadi target isolasi sudah dikenal, maka dapat digunakan prosedur yang sudah dipublikasi atau dimodifikasi agar lebih sederhana dan mudah dilakukan. Bila yang menjadi target adalah golongan senyawa tertentu (alkaloid, flavonoid, saponin, glikosid), maka dapat digunakan prosedur umum seperti yang terdapat di dalam kepustakaan. Ekstraksi senyawa dari tumbuhan obat dapat dilakukan secara dingin atau dengan pemanasan. Dikenal ada 5 cara yaitu maserasi, perkolasi, sokletasi, refluks dan destilasi uap air. Pemilihan cara ekstraksi tergantung pada beberapa faktor antara lain, bila secara tradisional simplisia dibuat dengan mendidihkan dalam air dan bentuk ini secara empiris menyembuhkan penyakit, maka prosedur ini menjadi acuan dalam ekstraksi senyawa yang dituju dan modifikasi dapat dilakukan berdasarkan kajian secara ilmiah (Depkes RI, 1986, Depkes RI, 2000).
3. 2.5. Deskripsi Tumbuhan Pasak Bumi (E. longifolia, Jack.)
Tumbuhan pasak bumi (E. longifolia, Jack.) memiliki beberapa nama daerah antara lain, widara putih (Jawa), penawar pahit (Melayu), tungkat ali (Aceh), tongkat ali (Malaysia), cay ba binh (Vietnam) dan Ian-don (Thailand) (Supriadi, 2001). Tumbuhan ini berbentuk pohon kecil dengan ketinggian sampai 20 m, lebar daun 1 cm dengan anak daun 11-35 helai. Bentuk daun lanset dengan tepi daun merata dan ukuran daun 2,5-4,2 X 0,7-4,5 cm. Bunganya berbentuk majemuk, warna merah dan berbulu.
Buahnya berwarna hijau ketika muda, kemudian berubah menjadi kuning kemerahan dan saat masak menjadi warna hitam. Pasak bumi dapat tumbuh di hutan dataran rendah, pada tanah yang miskin hara, berpasir dan bersifat asam (Supriadi, 2001).
Tumbuhan dan akar pasak bumi (Gambar 1) serta sistematika taksonominya adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Ranunculales
Suku : Simaroubaceae
Marga : Eurycoma
Jenis : Eurycoma longifolia, Jack.
2.5.1. Kandungan senyawa di dalam tumbuhan pasak bumi
Akar pasak bumi mengandung senyawa kuasinoid, alkaloid kantin-6-on, alkaloid- β-karbolin, turunan triterpen trikullan, turunan skualen dan bifenolneolignan (Guo et al., 2005; Kuo et al., 2004). Pasak bumi, seperti famili Simarubaceae umumnya, mengandung senyawa aktif golongan kuasinoid dengan kerangka struktur terdiri dari C18, C19 , C20 dan C25 (Guo et al., 2005). Kuasinoid C18 yaitu tipe laurilakton terdiri dari laurilakton A, laurilakton B, eurikolakton A, eurikolakton B, eurikolakton C, eurikolakton D dan eurikolakton E.
(Bhat and Karim, 2010; Ramasamy, 2006) Gambar 1. Tumbuhan dan akar pasak bumi (Eurycoma longifolia, Jack.)
Kuasinoid C19 terdiri dari 3 tipe yaitu tipe eurikumalakton, tipe longilakton dan tipe eurilakton. Tipe eurikumalakton yaitu eurikumalakton, 3,4- dihidro eurikumalakton, 5,6- dehidroeurikumalakton, 6-hidroksi-5,6-dehidroeurikumalakton, 6α-hidroksi eurikumalakton, 7α-hidroksi eurikumalakton dan eurikonolakton E. Tipe longilakton
terdiri dari longilakton, 6-dehidroksilongilakton, eurikulakton F dan eurikoumasid. Tipe eurilakton adalah eurilakton A, eurilakton B dan allankuasin (Kuo et al., 2004).
Kuasinoid tipe eurikumanon memiliki kerangka struktur C20 yang terdiri dari eurikumanon (pasak bumin A), eurikumanol, eurikumanol-2-O-β-glukopiranosid, 13β, 21-dihidroeurikumanon (pasak bumin C), 13α-21-epoksieurikumanon (pasak bumin B) dan 13β, 18-dihidroeurikumanol (Kuo et al., 2004). Aktivitas antimalaria yang paling potensial dari semua kuasinoid yang terdapat di dalam akar pasak bumi terhadap P.
falciparum FCR-3 adalah eurikumanon (Guo et al., 2005).
2.5.2. Isolasi eurikumanon dari akar pasak bumi
Isolasi senyawa dari tumbuhan membutuhkan beberapa proses, dimulai dari penyiapan simplisia, ekstraksi, fraksinasi, isolasi dan pemurnian. Penyiapan simplisia berawal dari pemilihan, keaslian, kondisi, umur tumbuhan dan derajat halusnya.
Penyarian atau ekstraksi senyawa dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain secara maserasi, perkolasi, sokletasi, refluks dan destilasi uap air (Depkes RI, 1986;
Depkes RI, 2000). Secara umum pemisahan senyawa target dari beberapa senyawa yang terdapat di dalam ekstrak simplisia dapat dilakukan secara fraksinasi bertingkat atau secara kromatografi kolom. Selanjutnya terhadap fraksi-fraksi yang mengandung senyawa target dilakukan isolasi secara kromatografi lapisan tipis preparatif (KLT-p), High Performance Liquid Chromatography preparative (HPLC-p) atau kromatografi kolom (KK). Kemurnian isolat yang diperoleh dapat ditentukan melalui pengukuran titik didih, titik lebur atau secara kromatografi, kemudian ditentukan struktur kimianya melalui analisis spektroskopi (Sastrohamidjoyo, 2001; Gritter et al., 1991).
Chan et al. (2004) melakukan ekstraksi akar pasak bumi secara maserasi dengan pelarut etanol 50%, kemudian ekstrak yang diperoleh dipartisi dengan dietileter dan n-butanol. Hasil partisi larutan n-butanol difraksinasi menggunakan kromatografi kolom silika gel dengan campuran fase gerak kloroform : metanol : air dengan perbandingan 5:5:1, 3:7:1 dan 1:9:1, kemudian dipurifikasi secara HPLC-p. Kardono et al. (1991) mengekstraksi akar pasak bumi secara perkolasi dengan pelarut metanol, kemudian ekstrak yang diperoleh difraksinasi dengan kromatografi kolom silika gel menggunakan campuran fase gerak kloroform : metanol dengan perbandingan yang semakin polar. Hasil fraksinasi ini dipurifikasi dengan kromatografi kolom dan dikristalisasi.
Prosedur isolasi tersebut, didasarkan kepada eksplorasi untuk mendapatkan beberapa senyawa aktif sehingga memerlukan proses dan waktu yang panjang agar
proses pemisahan senyawa aktif lengkap dengan tujuan mendapatkan beberapa senyawa aktif dari masing-masing fraksi. Isolasi yang lebih singkat dapat dilakukan bila senyawa target yang dituju telah diketahui. Efisiensi prosedur isolasi eurikumanon dapat dilakukan dengan cara memodifikasi metode yang ada, dengan pertimbangan biaya, waktu dan keterbatasan fasilitas laboratorium yang dimiliki, misalnya penggunaan HPLC-p pada prosedur isolasi eurikumanon metode Chan et al. (2004), dapat dimodifikasi dengan menggunakan KLT-p atau secara kromatografi kolom.
2.5.3. Aktivitas farmakologi senyawa kuasinoid dari akar pasak bumi
Kuasinoid yang terkandung di dalam tumbuhan pasak bumi memiliki aktivitas sebagai antiamuba (Lee and Nguyen, 1993), antikanker (Itokawa et al., 1993) dan antimalaria (Chan et al., 1986). Aktivitas ekstrak akar pasak bumi sebagai antimalaria telah diteliti secara in vitro maupun in vivo (Ang et al., 1995; Satayavivad et al., 1998;
Kuo et al., 2004; Chan et al., 2005; Guo et al., 2005; Ridzuan et al., 2005). Senyawa kuasinoid dari akar pasak bumi terbukti aktif menghambat pertumbuhan P. falciparum secara in vitro (Chan et al., 1986; Kardono et al., 1991; Phillipson and Wright, 1991;
Ang et al., 1995; Jiwajinda et al., 2002). Eurikumanon dari akar pasak bumi yang berasal dari Kalimantan menunjukkan aktivitas antiplasmodium yang sangat potensial dengan nilai IC50 48,1 ng/mL (Kardono et al., 1991, Omar et al., 2003).
Kuasinoid merupakan senyawa yang memiliki rasa sangat pahit dan kebanyakan dijumpai pada tumbuhan familia Simarubaceae. Secara kimia kuasinoid merupakan triterpen yang terdegradasi. Kuasinoid yang paling banyak diteliti adalah kuasinoid dengan kerangka strukstur C20 (Guo et al., 2005). Pada tahun 1970 para peneliti dari National Cancer Institute secara intensif meneliti senyawa kuasinoid dengan kerangka struktur C20 karena diketahui memiliki aktivitas biologi yang sangat luas baik secara in vivo maupun in vitro diantaranya sebagai antitumor, antimalaria, antivirus, antiinflamasi, antifeedant, insektisida, antiamuba, antiulser dan herbisida (Guo et al., 2005; Kaur et al., 2009). Penggunaan kuasinoid sebagai antimalaria dan antikanker telah menarik perhatian peneliti di berbagai negara dan upaya pengembangan senyawa ini terus dilakukan untuk mengatasi masalah resistensi dan memperbaiki sifat farmakologinya.
2.6. Pengembangan Struktur Eurikumanon
Secara umum pengembangan atau modifikasi struktur kimia kuasinoid alam merupakan sarana yang bermanfaat dalam konteks penemuan obat baru turunan kuasinoid yang diharapkan bermanfaat untuk berbagai tujuan pengobatan (Kupchan et al., 1970; Kirby et al., 1989). Kuasinoid C20 dapat diklassifikasikan atas 2 tipe yaitu tipe tetrasiklik dan pentasiklik. Tipe tetrasiklik tidak teroksigenasi, sedangkan tipe pentasiklik teroksigenasi sehingga membentuk cincin tambahan hemiketal (Guo et al., 2005; Kaur et al., 2009). Eurikumanon merupakan senyawa kuasinoid yang memiliki struktur lakton teroksigenasi dengan kerangka struktur C20 pikrasan skleton. Beberapa struktur kuasinoid, memiliki α, β keton tidak jenuh pada cincin A, jembatan oksimetilen pada cincin C yang tersambung pada posisi antara atom C-8 dan C-11 atau C-11 dan C-13. Gugus OH pada cincin A (C-1), cincin C (C-12) dan cincin D (C-15) merupakan gugus yang menentukan potensi aktivitas antimalaria dan antikanker (Guo et al., 2005;
Kupchan et al., 1995). Struktur molekul eurikumanon (Gambar 2) terdiri dari lima cincin yaitu cincin A (3-sikloheksen-2-on), B (sikloheksan), C (sikloheksen), D (δ-lakton) dan cincin E (tetrahidrofuran) yang terhubung pada posisi atom C-8 dan C-11 (Teh et al., 2009). Gambar 2 juga menunjukkan 3 posisi atom H dari gugus OH eurikumanon yang dapat diesterifikasi yaitu posisi atom H dari OH posisi C-1; C-12 dan C-15
Gambar 2. Struktur eurikumanon
Secara historis sejumlah obat telah dikembangkan dari senyawa aktif yang diisolasi dari tumbuhan obat. Upaya pengembangan senyawa aktif hasil isolasi, dilakukan terhadap kerangka dasarnya sehingga menghasilkan molekul baru dengan karakteristik yang berbeda baik ditinjau dari struktur molekul, aktivitas farmakologi, toksisitasnya maupun mekanisme kerjanya. Pengembangan struktur melalui semisintesis bertujuan untuk mendapatkan senyawa yang lebih potensial, spesifik, aman untuk dikembangkan sebagai obat baru atau sebagai prekursornya melalui
OH OH
OH
H 18
HO
H HO
O O
H O
HH
CH2
O
A
B D
E C
2 3
4
5 6 7 9 8 10
11
1
13
14 15 12
16 21
19 20
kajian HKSA (Lee and Nguyen, 1993). Kar (2004) menyatakan bahwa jika suatu senyawa sudah diketahui strukturnya dan mampu mengikat molekul target kerjanya dengan baik, maka dapat didesain analognya dengan berbagai kemanfaatan terapi.
Model demikian dikenal dengan teknik docking dan dengan teknik ini memungkinkan diketahui mekanisme kerja yang sama atau berbeda dari beberapa analog yang dikembangkan (Liljefors and Petterson, 1996).
Aktivitas biologi suatu senyawa tidak hanya tergantung kepada kemampuannya berinteraksi dengan molekul target atau reseptor, tetapi juga dipengaruhi oleh sifat fisikokimianya. Kar (2004) juga menyatakan bahwa perubahan pada struktur molekul suatu senyawa akan menyebabkan adanya variasi dalam sifat fisikokimia dan aktivitas farmakologisnya. Hal ini terbukti dari kajian hasil semisintesis turunan kuasinoid isobrucein B dari biji makasar (Brucea javanica, L. Merr) dapat meningkatkan aktivitas antitumor (Rahman et al., 1997). Transformasi δ–lakton pada senyawa kuasin dari tumbuhan Quassia amara terbentuk senyawa kuasilakton yang aktivitas antiplasmodiumnya 40 kali lebih kuat dari senyawa kuasin (IC50 = 23 µM), sedangkan turunannya 15β-hidroksi, 16–O-m-klorobenzoil kuasin memiliki aktivitas antiplasmodium 560 kali dengan nilai IC50 = 1,8 µM (Lang and Greenword, 2003).
Eurikumanon merupakan kuasinoid pentasiklik yang dapat dikembangkan strukturnya untuk mendapatkan turunannya yang diharapkan memiliki aktivitas antimalaria yang lebih potensial dari senyawa asalnya. Karakteristik dari eurikumanon adalah terdapatnya gugus keton α – β tidak jenuh dan adanya lima gugus OH alisiklik pada cincin A, C dan D yang bersifat sangat reaktif karena dapat mengadakan interaksi dengan farmakofor yang digunakan selama sintesis. Jika esterifikasi eurikumanon diinginkan hanya pada salah satu atom H dari gugus OH, maka gugus OH lainnya harus dilindungi sementara dengan mentransformasikannya menjadi gugus fungsi baru sehingga tidak mengganggu transformasi yang diinginkan (Chan et al., 2005; Sastrohamidjojo dan Pranowo, 2009; Sarker dan Nahar, 2007).
Transformasi ke gugus fungsi baru yang bersifat sementara ini dikenal dengan gugus pelindung dan gugus pelindung ini dapat dihidrolisis menjadi gugus fungsi semula pada akhir sintesis. Syarat-syarat menggunakan gugus pelindung adalah harus bersifat inert, tahan terhadap semua pereaksi yang digunakan selama proses sintesis dan harus mudah dilepas dengan pereaksi khusus untuk mengembalikan gugus fungsi awalnya (Sastrohamidjojo dan Pranowo, 2009).
Pada penelitian ini, atom H dari gugus OH pada eurikumanon diesterifikasi dengan senyawa asil klorida dan anhidrida asam karboksilat yaitu metilbutirat, hidroksimetil butirat, kloroformat, etilkloroformat, benzoilklorida, klorobenzoilklorida, asetilklorida, klorasetil klorida, fluoroasetil klorida dan trifluoroasetil klorida tanpa menggunakan gugus pelindung. Senyawa turunan eurikumanon hasil reaksi esterifikasi ini, dilakukan tanpa memperhatikan pada posisi atom C yang mana esterifikasi tersebut terjadi. Hasil semisintesis diharapkan akan terbentuk senyawa eurikumanon metil butirat, eurikumanon hidroksimetil butirat, eurikumanon karbonat, eurikumanon etil karbonat, eurikumanon benzoat, eurikumanon klorbenzoat, eurikumanon asetat, eurikumanon klorasetat, eurikumanon fluoroaasetat dan eurikumanon trifluoro asetat.
Turunan eurikumanon hasil semisintesis diperkirakan dapat meningkatkan sifat lipofiliknya sehingga hasil semisintesis menjadi tidak bermuatan, cepat menembus membran biologis dan segera berinteraksi dengan reseptor obat untuk menghasilkan aktivitas biologi. Penentuan telah terbentuknya produk hasil semisintesis dapat dipantau secara KLT yang ditandai dengan adanya perubahan nilai retensi faktor (Rf) atau melalui perubahan titik lebur. Kemurnian produk hasil semisintesis dapat ditentukan secara KLT ditandai dengan terbentuknya noda tunggal dari tiga sistem fase gerak pada lempeng KLT atau melalui titik lebur yang ditandai dengan adanya rentang titik lebur yang rendah. Hal ini menyatakan bahwa produk hasil semisintesis telah murni secara KLT dan titik lebur. Selanjutnya struktur kimianya diidentifikasi secara analisis spektroskopi (Pavia et al., 2009; Mistry, 2009).
2.6.1. Reaksi semisintesis turunan eurikumanon
Eurikumanon memiliki lima gugus OH alisiklik yang dapat diesterifikasi dengan asil klorida, asam karboksilat dan anhidrida asam karboksilat. Reaksi semisintesis turunan eurikumanon dengan farmakofor tersebut secara struktural merupakan reaksi esterifikasi yang terangkai dalam reaksi addisi dan reaksi eliminasi. Diperkirakan reaksi semisintesis terjadi karena karbonil (C=O) dari asil klorida, asam karboksilat atau anhidrida asam karboksilat akan menerima pasangan elektron (atom H) dari gugus OH yang terdapat pada struktur eurikumanon dan membentuk senyawa intermediet tetrahedral yang bersifat elektronegatif. Reaksi selanjutnya adalah reaksi eliminasi dengan terjadinya pelepasan klor atau atom hidrogen. Hasil pelepasan klor atau atom hidrogen sebagai gugus pergi (leaving group) dari senyawa intermediet tetrahedral, akan ditangkap oleh piridin sehingga akan terbentuk senyawa piridinium klorida atau air (Sastrohamidjojo dan Pranowo, 2009; Sarker dan Nahar, 2007).
2.6.2. Identifikasi struktur kimia eurikumanon dan turunannya
Umumnya identifikasi struktur kimia suatu senyawa dilakukan melalui analisis spektroskopi. Analisis ini berdasarkan kemampuan suatu senyawa mengabsorpsi energi radiasi elektromagnetik yang dipancarkan pada frekwensi gelombang tertentu dan energi yang diserap oleh senyawa tersebut dapat diukur. Identifikasi struktur kimia eurikumanon hasil isolasi dari akar pasak bumi dan turunan hasil semisintesis dilakukan melalui analisis spektroskopi ultra violet (UV), infra red (IR), nuclear magnetic resonance (NMR) dan mass spectroscopy (MS), kemudian untuk kepastian strukturnya dilanjutkan dengan analisis spektroskopi dua dimensi (2D) yaitu Proton- Proton Correlation Spectroscopy (1H-1H COSY), Distortionless Enhancement Through Polarization Transfer (DEPT), Heteronuclear Multiple Bond Connectivity (HMBC) dan Heteronuclear Multiple Quantum Coherence (HMQC) (Pavia et al., 2009; Sudjadi, 1983).
Analisis spektroskopi UV hanya memberi informasi tentang adanya ikatan tidak jenuh di dalam molekul senyawa berdasarkan kemampuannya menyerap sinar UV sehingga memungkinkan terjadinya eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Spektrum energinya dapat terlihat pada daerah panjang gelombang maksimal (λ) 200- 400 nm dan 400-800 nm (Pavia et al., 2009; Sudjadi, 1983; Sastrohamidjoyo, 2007).
Analisis spektroskopi IR memberi informasi tentang adanya gugus fungsi di dalam molekul senyawa. Molekul suatu senyawa bila berinteraksi dengan sinar IR akan menghasilkan eksitasi energi vibrasi berupa spektrum. Spektrum vibrasi IR muncul dalam bentuk pita dan letaknya dinyatakan pada bilangan gelombang tertentu (cm-1). Spektrum tersebut merupakan pengenal (sidik jari) bagi suatu molekul senyawa, sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi misalnya OH, NO, NH, CH, CO,CN, CH2 dan CH3 (Pavia et al., 2009; Sudjadi, 1983;
Sastrohamidjoyo, 2007).
Analisis spektroskopi NMR merupakan cara yang digunakan untuk menentukan jumlah hidrogen (proton, H), karbon (C) dan letaknya pada posisi tertentu dari molekul suatu senyawa. Proton NMR (1H-NMR) juga digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi, hubungan gugus fungsi dengan atom lain di dalam suatu senyawa.
Spektrum 1H-NMR memberi informasi tentang atom H suatu senyawa yang terkait dengan tiga aspek diantaranya: 1) geseran kimia (chemical shift) yaitu jenis lingkungan H yang berbeda dalam suatu molekul atau tipe dari H, 2) integrasinya yaitu banyaknya atom H yang ada pada masing-masing lingkungannya atau jumlah rasio H dari tipe H,
dan 3) splitting yaitu banyaknya atom H yang berhubungan dengan atom tetangganya (Mistry, 2009; Pavia et al., 2009).
Spektrum karbon-NMR (13C-NMR) memberi informasi tentang posisi C di dalam suatu senyawa terkait dengan aspek: 1) geseran kimia (chemical shift) atom C, 2) splitting yaitu jumlah H yang mengikat pada setiap atom C, dan 3) jumlah atom C.
Jumlah atom H dan C dapat diketahui dari data NMR tipe satu dimensi (1D) dan dua dimensi (2D). Identifikasi struktur senyawa akan lebih cepat bila menggunakan tipe analisis spektroskopi 2D yaitu COSY, DEPT, HMQC dan HMBC (Pavia et al., 2009;
Mistry, 2009).
Spektrum 1H-1H COSY memberi informasi tentang hubungan atom H dengan atom H lainnya dengan cara menghubungkan titik-titik sinyal dari proton sehingga membentuk bidang persegi empat. Spektrum DEPT akan memberi gambaran tentang adanya gugus metilen di dalam struktur suatu senyawa. Spektrum HMQC digunakan untuk menjelaskan hubungan ikatan antara atom C dengan atom H di lingkungan yang sama. Informasinya diperoleh berdasarkan adanya gambar bercak yang menunjukkan adanya atom yang diikat oleh atom C dari senyawa yang dianalisis. Spektrum HMBC dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara atom H dan atom C tetangganya (Pavia et al., 2009; Mistry, 2009).
Analisis MS digunakan untuk menentukan berat molekul dari suatu senyawa yang belum diketahui. Prinsip kerjanya berdasarkan pada perubahan atau pemisahan cuplikan senyawa menjadi partikel bermuatan. Dalam proses ini pemecahan molekul senyawa menghasilkan spektrum partikel bermuatan dengan perbandingan massa muatan yang berbeda-beda (Pavia et al., 2009; Sudjadi, 1983; Sastrohamidjoyo, 2007). Bila pada proses isolasi, senyawa target yang diinginkan sudah diketahui, maka identifikasi struktur senyawa hasil isolasi maupun turunan hasil semisintesis dapat dibandingkan dengan data spektrum senyawa murni atau yang datanya sudah dipublikasi (Satrohamidjojo, 2001; Silverstein et al., 1981).
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT
3.1. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan senyawa eurikumanon sebagai antimalaria baru. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) Mengisolasi eurikumanon dari serbuk akar pasak bumi; 2) Melakukan semisintesis senyawa turunan eurikumanon; 3) Mengkarakterisasi struktur kimia senyawa turunan eurikumanon; 4) Membuktikan aktivitas antimalaria senyawa turunan eurikumanon terhadap pertumbuhan P. falciparum; 5) Membuktikan keamanan senyawa turunan eurikumanon; 6) Mengkaji mekanisme kerja eurikumanon dan turunannya sebagai antimalaria.
3.2. Manfaat
a) Insentif Riset SInas 2014 merupakan sarana potensial dalam mendukung tumbuhnya karya-karya riset yang bermutu, karena ketersediaan jumlah dana yang memadai untuk pelaksanaan riset. Kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan penelitian selama 3 (tiga) tahun memberi peluang percepatan untuk menghasilkan produk yang dapat dipatenkan atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
b) Keberhasilan penelitian ini akan meningkatkan nilai ekonomi akar pasak bumi, sehingga akan meningkatkan nilai tambah ekonomi masyarakat petani penghasil akar pasak bumi maupun industri obat. Bagi industri obat di Indonesia, dapat menghasilkan antimalaria dengan bahan baku berasal dari Indonesia. Keberhasilan penelitian ini juga akan meningkatkan kontribusi di sektor lain yaitu bidang pertanian, kehutanan, industri obat dan institusi lainnya.
c) Luaran yang dihasilkan dari kegiatan tahun ke-1 riset SINas 2014 adalah berupa hasil semisintesis turunan eurikumanon yang akan diuji aktivitas antimalaria, uji sitotoksisitas terhadap sel Vero dan uji mekanisme kerjanya sebagai antimalaria secara in vitro pada kegiatan tahun ke-2 riset SINas 2015 dan Uji aktivitas antimalaria secara in vivo, toksisitas akut dan kajian hubungan kuantitatif antara struktur aktivitasnya akan dilakukan pada kegiatan tahun ke-3 riset SINas 2016.
Penelitian ini dilakukan dalam upaya menemukan dan mengembangkan antimalaria baru untuk mengatasi permasalahan resistensi Plasmodium terhadap antimalaria yang tersedia. Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat dalam : 1) Pengembangan informasi ilmiah tentang tumbuhan asli Indonesia yaitu pasak bumi sebagai sumber antimalaria baru; 2) Upaya meningkatkan motivasi peneliti lain untuk
menemukan dan mengembangkan antimalaria baru; 3) Upaya mendapatkan data ilmiah tentang aktivitas antimalaria, keamanan dan mekanisme kerja eurikumanon dan turunannya sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya; 4) Upaya pengembangan turunan eurikumanon melalui kajian HKSA sehingga dapat diprediksi dan direkomendasi turunan eurikumanon baru yang lebih potensial dan aman sebagai antimalaria baru.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis, Rancangan dan Kegiatan Penelitian
Isolasi eurikumanon dari serbuk akar pasak bumi (E. longifolia, Jack.), semisintesis dan analisis struktur eurikumanon dan turunannya merupakan penelitian eksploratif (kegiatan tahun ke-1). Uji aktivitas antiplasmodium, sitotoksisitas terhadap sel Vero, dan uji mekanisme kerjanya merupakan penelitian eksperimental laboratoris dengan menggunakan “post-test only with control group design” (kegiatan tahun ke- 2). Uji aktivitas antimalaria in vivo, toksisitas akut dan kajian HKSA juga merupakan penelitian eksperimental (kegiatan tahun ke-3). Kegiatan riset SINas tahun ke-1 ini terdiri dari:
1. Ekstraksi serbuk akar pasak bumi secara maserasi dengan pelarut metanol.
2. Fraksinasi ekstrak akar pasak bumi secara KCV.
3. Isolasi eurikumanon dari fraksi eurikumanon secara KLT-p
4. Pemurnian eurikumanon secara KLTp dengan menggunakan pembanding eurikumanon standar dari Chromadex Inc.
5. Identifikasi struktur kimia eurikumanon dengan spektrofotometer UV, IR, NMR, LCMS ESI Ion Positif dan spektroskopi dua dimensi (2D).
6. Semisintesis turunan eurikumanon secara esterifikasi dengan menggunakan eurikumanon akar pasak bumi dengan farmakofor metilbutirat, hidroksimetil butirat, kloroformat, etilkloroformat, benzoilklorida, klorobenzoilklorida, asetilklorida, klorasetil klorida, fluoroasetil klorida dan trifluoroasetil klorida tanpa menggunakan gugus pelindung.
7. Identifikasi struktur kimia turunan eurikumanon dengan menggunakan spektrofotometer UV, IR, NMR dan LCMS ESI Ion Positif.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan Riset Tahun ke-1
1. Kegiatan ekstraksi dan fraksinasi dilakukan pada bulan Februari 2014 di Laboratorium Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.
2. Isolasi eurikumanon dilakukan pada bulan Maret – Mei 2014 di Laboratorium Farmakologi Dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
3. Semisintesis turunan eurikumanon dilakukan pada bulan Mei – Juli 2014 di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
4.3. Bahan – Bahan Penelitian
1. Akar pasak bumi yang digunakan pada penelitian ini, diperoleh dari Hutan Taman Pendidikan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjar Baru Kalimantan Selatan. Akar tersebut telah dideterminasi oleh ahli biologi farmasi di Laboratorium Farmakognosi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Bahan-bahan untuk proses ekstraksi, fraksinansi, isolasi dan identifikasi eurikumanon adalah serbuk akar pasak bumi, eurikumanon standar (Chromadex, Inc), metanol (Merck), kloroform (Merck), etil asetat (Merck), etanol (Merck), akuades, plat aluminium silika gel GF254 (Merck), silika gel 60(Merck), dan silika gel 60 PF254 (Merck).
3. Bahan-bahan untuk proses semisintesis turunan eurikumanon adalah eurikumanon, metilbutirat (Sigma), hidroksimetil butirat (Sigma), kloroformat, etilkloroformat, benzoilklorida (Merck), klorobenzoilklorida (Merck), asetilklorida (Merck), klorasetil klorida (Merck), fluoroasetil klorida (Sigma) dan trifluoroasetil klorida (Sigma), piridin (Merck), kloroform (Merck), natrium sulfat anhidrat (Merck), akuades, etil asetat (Merck), natrium klorida, asam klorida (Merck), etanol (Merck), dan metanol (Merck).
4.4. Alat-Alat Penelitian
1. Alat-alat untuk ekstraksi, fraksinasi, isolasi dan semisintesis adalah timbangan listrik (Sartorius), alat ekstraktor, vacum rotary evaporator, alat-alat gelas, corong Buchner, alat-alat untuk KLTp, alat-alat untuk KCV, pipa kapiler, oven, termometer, penangas es, labu leher tiga, statif, pendingin bola, pengaduk magnetik, lampu UV, kertas saring, lempeng kaca ukuran 20 x 20 cm dan rak untuk lempeng kaca.
2. Alat-alat untuk identifikasi turunan eurikumanon dengan spesifikasi sebagai berikut spektrofotometer UV-Vis Shimadzu 240, FTIR Shimadzu 8300 PC; NMR spektrofotometer JEOL JNM A-500 yang bekerja pada 500MHz (1H-NMR) dan 125MHz (13C-NMR) dan LC-MS Mariner Biospektrometri Hitachi L 6200 dengan sistem ESI (Electrospray Ionisation) Positive Ion.
4.5. Cara Penelitian
4.5.1. Pembuatan serbuk akar pasak bumi
Akar pasak bumi yang sudah bersih dan kering diserut, kemudian dijadikan serbuk dan diayak dengan ayakan mesh 40. Selanjutnya serbuk tersebut disimpan di dalam plastik yang bersih dan kering.
4.5.2. Ekstraksi, fraksinasi dan isolasi eurikumanon
Ekstrak akar pasak bumi dibuat secara maserasi dari 1000 g serbuk akar pasak bumi yang direndam dalam 3 liter metanol selama 24 jam sambil diaduk-aduk sesering mungkin. Setiap 24 jam ekstrak cair disaring dan maserasi diulang sampai 3 kali dengan pelarut baru dalam jumlah yang sama. Ekstrak cair yang diperoleh dikumpulkan dan divakum evaporasi sampai diperoleh ekstrak kental dan ditimbang.
Keberadaan eurikumanon dipantau secara KLT dengan fase diam silika gel GF254 dan fase gerak kloroform : metanol : air (6,5 : 2,5 : 0,4), sebagai pembanding digunakan eurikumanon standar dari Chromadex Inc. Adanya eurikumanon ditandai dengan munculnya bercak noda warna ungu dengan nilai Rf (0,72) yang sama dengan eurikumanon standar dari Chromadex Inc.
Fraksinasi terhadap ekstrak akar pasak bumi dilakukan secara KCV dengan memasukkan silika gel G60 (fase diam) sebanyak 60 g ke dalam kolom yang dilapisi kertas saring dan dihubungkan dengan pompa vakum. Ekstrak pasak bumi sebanyak 10 g dilarutkan di dalam kloroform : metanol (1 : 1), kemudian diaduk sampai homogen dengan 20 g silika gel dan dikeringkan. Campuran ekstrak dengan silika gel ini dimasukkan ke dalam kolom dan dielusi dengan campuran fase gerak yang terdiri dari 3 tingkat polaritas yaitu kloroform : metanol : air dengan perbandingan 5:5:1; 3:7:1; dan 1:9:1. Volume ketiga fase gerak masing-masing 330 mL dan tiap fraksi ditampung di dalam 3 cawan porselin dan tiap cawan porselin menampung 100 mL fraksi. Hasilnya akan diperoleh 9 fraksi di dalam 9 cawan porselin. Kandungan eurikumanon di dalam fraksi-fraksi dipantau dengan cara yang sama seperti pada ekstrak akar pasak bumi.
Fraksi yang mengandung eurikumanon selanjutnya disebut dengan fraksi eurikumanon, dimurnikan secara KLT-p dengan menggunakan lempeng kaca ukuran 20 x 20 cm dengan fase diam silika gel GF254 dan campuran fase gerak etilasetat : etanol : air dengan perbandingan 100 : 30 : 1. Pita yang terbentuk pada KLT-p, dipantau di bawah lampu UV pada λ 254 nm dan 366 nm. Pita berwarna ungu diduga adalah eurikumanon, selanjutnya pita ini dikerok dengan menggunakan spatula. Hasil kerokan dilarutkan dalam campuran kloroform : metanol (1 : 1), kemudian disaring dan
diuapkan sampai kering. Skema ekstraksi dan isolasi eurikumanon dari akar pasak bumi ditunjukkan pada Gambar 3.
Maserasi, MeOH (5 liter), 5 X
Vakum evaporasi
Pemurnian (KLT-p)
Gambar 3. Skema ekstraksi, fraksinasi dan isolasi eurikumanon
Serbuk kering akar pasak bumi (1 kg)
Identifikasi serbuk akar pasak dan pemeriksaan
mikroskopis Ekstrak cair akar pasak bumi
Ekstrak kental Akar Pasak Bumi
Pemantauan eurikumanon, KLT, SUV
Isolat I, II dikerok secara terpisah dan dimurnikan
Karakterisasi eurikumanon dan turunannya melalui analisa spektroskopi SUV, IR, NMR,
MS, COSY, DEPT, HMQC dan HMBC
Pemantauan eurikumanon, KLT, SUV
Fraksi eurikumanon dikumpulkan
KCV, FG KMA gradien polaritas
Isolat 2, (eurikumanon murni) digunakan untuk semisintesis. Hasil semisintesis digunakan untuk uji aktivitas antiplasmodium,
uji aktivitas sitotoksik, uji aktivitas penghambatan polimerisasi haem dan analisis
HKSA